BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan tentang Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Dalam bahasa Latin asal kata kepribadian adalah personality, dari persona (topeng) sedangkan dalam ilmu psikologi menurut Gordon W. Allport: suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko fisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran insividu secara khas.1 Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai kepribadian. a. Menurut Zakiah Daradjat yang tertulis dalam bukunya syaiful bahri Djamarah yang berjudul proses belajar dan kompetensi guru: Bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.2 Hal ini berarti bahwa kepribadian dapat kita amati melalui tindakan, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah 1 http://idnewz.info/pengertian-kepribadian/ diakses tgl 25 april 2011 Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 2 1994), 58 14 15 b. Menurut Allport yang tertulis dalam buku uswah wardiana yang berjudul psikologi umum : Personality is the dynamic organization within the individual of those psychopysical systems that determine his unique adjustment to his envinronment.3 (Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik atau khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya). c. Menurut Newcomb yang tertulis dalam buku alex aobur yang berjudul psikologi umum : Bahwa kepribadian merupakan organisasi dari sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perikelakuan.4 Dari keterangan tersebut kepribadian menunjuk pada organisasi dari sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berfikir dan merasakan secara khusus apabila ia berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan, sebab kepribadian itu merupakan abstraksi dari individu dan kelakuan. Dari pendapat-pendapat tersebut akhirnya dapat ditarik kesinpulan bahwa kepribadian itu merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan lingkungannya.Ia bersifat unik artinya kepribadian seseorang sifatnya khas, mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dari individu yang lain. Ia juga bersifat psiko-fisik artinya 3 Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 168 Alex Sobur,Psikologi Umum,(Bandung:Pustaka Setia, 2003),218 4 16 bahwa seluruh sikap dan perbuatan seseoarang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, sehingga sering dikatakan bahwa seseorang itu memiliki kepribadian yang baik apabila sikap dan perbuatan orang tersebut baik menurut pandangan masyarakat,begitu pula sebaliknya.Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa baik tidaknya citra seseorang sangat ditentukan oleh kepribadiannya,lebih lagi bagi seorang guru pendidikan agama Islam. Guru atau pendidik adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik,baik secara individual maupan klasikal di sekolah maupun diluar sekolah.5 Prof. Dr. Moh. Athiyah Al-Ibrasyi mengutarakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh guru sebagai berikut: a. Zuhud (tidakmengutamakan materi) b. Kebersihan guru (bersih tubuh dan jiwa dari sifat tercela) c. Ikhlas dalam pekerjaan d. Seorang guru menjadi seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru e. Suka pemaaf f. Harus mengetahui tabiat murid g. harus menguasai mata pelajaran6 5 Djamarah, Guru dan Anak…,32 Mustakim,Psikologi Pendidikan,Ismail.ed ( Semarang: Pustaka Pelajar Offset,2004),94 6 17 Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa seorang guru itu harus mempunyai kepribadian yang sempurna yaitu apabila kepribadian tersebut mengkuti tuntunan keutamaan dan cinta kepada kemuliaan. Hal ini sesuai dengan fiman Allah dalam Al Qur’an Al-Baqarah : 208 Artinya: "Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu".7 Dalam ayat diatas dijelaskan bahwasanya sebagai orang yang beriman hendaknya kita mengikuti dan melaksanakan ajaran Islam dengan sepenuhnya. Oleh karena itu guru yang tidak memiliki akhlak atau kepribadian mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Diantara kepribadian yang mulia itu adalah bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, bersikap manusiawi dan lain sebagainya. 2. Aspek-aspek Kepribadian Kepribadian mengandung pengertian yang kompleks,ia terdiri dari macam-macam aspek baik fisik maupun psikis yang berarti baik faktor Depag,Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2005), 32 7 18 jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan masing-masing dalam kepribadian. Ngalim Purwanto dalam bukunya psikologi pendidikan menguraikan kepribadian menjadi beberapa aspak diantaranya adalah: a. sifat-sifat kepribadian (personality traits) b. Intelegensi c. Pernyataan diri dan cara menerima kesan-kesan d. Kesehatan e. Sikapnya terhadap orang lain f. Pengetahuan g. Ketrampilan h. nilai-nilai (value) i. Penguasaan dan kuat lemahnya perasaannya j. Peranan (roles) k. The self8 Kepribadian juga biasa diartikan sebagai kualitas prilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik sehingga keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan aspekaspek kepribadian itu sendiri yang meliputi : a. Karakter yaitu konsekuen tindakannya dalam mematuhi etika prilaku konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat. 8 Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan , (Bandung: remaja Rosdakarya, 1992), 157-159 19 b. Temperamen yaitu disposisi reaktif seseorang atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar. c. Sikap sambutan terhadap objek (orang, benda, peritiwa, norma dsb) d. stabilitas emosional yaitu kadar kestabilan reaksi emosionalterhadap rangsangan dari lingkungan e. Responsibilitas ( tanggung jawab) kesiapan untuk menerima dari tndakan atau perbuatan yang dilakukan. f. Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal disposisi ini tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau terbuka dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.9 Dari kedua kedua pendapat tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwasanya aspek-aspek kepribadian itu mencakup banyak hal yang antara lain adalah aspek sifat dan sikap keduanya sama-sama menentukan kepribadian seseorang dan dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Kepribadian itu senantiasa berkembang dan mengalami perubahanperubahan, tetapi di dalam perkembangannya makin terbentuknya pola-pola yang tetap dan khas, sehingga merupakan ciri-ciri yang unik bagi individu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, diantaranya adalah faktor biologis, faktor sosial dan faktor kebudayaan.10 9 Syamsu Yusuf .L.N, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), 127-128 20 a. Faktor biologis Faktor biologis yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani atau sering kali disebut faktor fisiologis. Hal ini disebabkan karena keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya perbedaan-perbadaan keadaan fisik atau konstitusi tubuh yang berlainan itu menyebabkan sikap dan sifat yang berbeda-beda pula. Jadi berarti bahwa keadan fisik, baik yang berasal dari keturunan maupun yang merupakan pembawan yang dibawa sejak lahir memainkan peranan yang penting bagi seseorang. b. Faktor sosial Faktor sosial disini maksudnya adalah masyarakat yaitu manusiamanusia lain yang berada disekatar individu yang mempengaruhi individu yang berkaitan. Termasuk juga tradisi-tradisi adat istiadat, peraturanperaturan, bahasa dan lainnya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan dira sebagai manusia sosial yang berinteraksi dengan kelompoknya,Selain itu terdapat pula peranan-peranan tertentu di dalam keadaan keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 160 10 individu sebagai mahkluk sosial. 21 Diantaranya adalah “status ekonomi, faktor keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua serta status anak.11 c. Faktor kebudayaan Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri seseorang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana ia dibesarkan. Diantara aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah: 1) Nilai-nilai (value) 2) Adat dan tradisi 3) Pengetahuan dan ketrampilan 4) Bahasa 5) Milik kebendaan (material possessions)®12 Makin maju kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa ,makin maju dan modern pula alat-alat yangt digunakan bagi keperluan hidupnya,sehingga hal itu sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu. Pendapat lain menyebutkan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan (seperti fisik, sosial kebudayaan, spiritual).13 11 Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2000), 180-181 Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 164-166 13 Yusuf L.N, Psikologi Perkembangan Anak …, 128 12 22 a. Faktor fisik Faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), kecantikan (cantik atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit-sakitan), keutuhan tubuh utuh atau cacat), serta fungsi tidaknya organ tubuh. b. Faktor intelegensi Tingkat intelegensi seseorang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang yang memiliki intelegensi tinggi atau normal akan mampu menyesuaikan dirinya secara wajar dan begitu pula sebaliknya. c. Faktor keluarga Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang hsrmonis dan agamis, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun seseorang yang berkembang dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, bersikap keras terhadap anak atau tanpa diajarkan tentang agama maka perkembangan kepribadian orang tersebut akan mengalami distiri atau kelainan dalam penyasuaian. d. Faktor taman sebaya (peer group) Setelah anak mulai sekolah, dia mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya, oleh karena itu perilaku teman sebayanya memiliki pengaruh yang besar terhadap seseorang. 23 e. Faktor kebudayaan Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap kepribadian setiap anggotanya,baik yang menyangkut cara berfikir (cara memandang sesuatu), bersikap atau cara berprilaku. Dari berbagai pendapat mengenai faktor-faktor kepribadian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian seseorang itu dapat berubah, artinya bahwa pribadi seseorang dapat dipengaruhi oleh sesuatu. Oleh sebab itu ada usaha mendidik pribadi atau membentuk pribadi. Yang berarti memperbaiki kehidupan yang nampak kurang baik sehingga menjadi lebih baik. 4. Karakteristik Kepribadian Guru Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (fikiran dan perasaan) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu. Sehingga membuatnya dalam bertingkah laku secara khas dan tetap.Dari perilaku yang khas dan tetap tersebut, munculah julukan-julukan yang bermaksud untuk menggambarkan kepribadian seseorang. Misal pak Ali guru yang sabar. Oleh karena itu, setiap calon guru dan guru profesional sangat diharapkan memahani bagaimana karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya sebagai panutan bagi para siswanya. 24 Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi: fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis.14 a. Fleksibilitas kognitif guru Fleksibilitas kognitif (keluesan ranah cipta) merupakan kemampuan berfikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Atau dikatakan sebagai keluesan ranah cipta yang ditandai dengan kemampuan berfikir dan bertindak sesuai dengan situasi yang dihadapi. Seorang guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berfikir dan beradaptasi. Dan juga ketika mengamati serta mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berfikir kritis. Artinya yaitu berfikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari suatu dan melakukan atau menghindari sesuatu . b. Keterbukaan psikologis guru Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya ia bekerja. Ia mau menerima kritik Syah, Psikologi Pendidikan …, 226 14 25 dengan ikhlas serta memiliki empati, yakni respon efektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain. Misalnya salah seorang muridnya sedang mengalami kemalangan, maka ia turut bersedih serta menunjukkan simpati serta berusaha memberi jalan keluar. B. Tinjauan tentang Akhlak 1. Pengertian Akhlak Ada banyak pengertian yang bisa diambil seputar akhlak. Banyak para tokoh yang mendefinisikannya. Secara etimologi, kata "akhlak" berasal dari bahasa Arab اخلقdalam bentuk jamak, sedang mufradnya adalah "khuluq" ( )خلقyang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.15 Kata-kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khalqun خلقyang berarti kejadian yang juga erat hubungannya dengan "khaliq" خالقyang berarti Pencipta, demikian pula dengan makhluqun خملوق yang berarti yang diciptakan.16 Dengan demikian perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk. 15 Sidik Tono, et.all., Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Pres Indonesia, 1998), 85 16 H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 11 26 Ibnu Maskawaih memberikan definisi tentang akhlak sebagai berikut:17 حال للنّفس داعية هلا اىل افعا هلا من غري فكر ورويّة Artinya: "Kesadaran jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pikiran (lebih dahulu)". Lebih luas Ibnu Maskawaih, Imam al-Ghazali mengatakan akhlak adalah :18 عبارة عن هيئة ىف النّفس راسنة عنها تصدراال فعا ل بسهولة وبسرمن غري حاجة اىل فكر وروية Artinya: "Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan". Sejalan dengan pendapat tersebut di atas dalam "mu’jam al-wasith" Ibrahim Aris menyatakan bahwa akhlak adalah:19 شر من غري حاجة اىل فكر وروية ّ حال للنّفس راسخة تصدر عنها االعمارمن خري أو Artinya: "Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macammacam perbuatan, baik atau buruk tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan". Sementara itu, secara singkat Achmad Amin dalam bukunya alAkhlak menyatakan:20 اخللق عادة االرادة artinya: "khuluk ialah membiasakan kehendak". 17 Ibid., 12 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka, 1996), 3 19 Ibid., 4 18 27 Dari definisi-definisi di atas tentang akhlak di atas disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mampu melahirkan macam-macam perbuatan baik maupun buruk. Secara gampang dan mudah (spontan) tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lebih dahulu. Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. 2. Dasar Akhlak Allah SWT telah menunjukkan tentang gambaran dasar-dasar akhlak yang mulia, sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya, yaitu QS. Al-A’raf ayat 199 : Artinya: "Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh". (QS. Al-A’raf : 199)21 Akhlak merupakan satu hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu umat Islam. Hal ini didasarkan atas diri Rasulullah SAW yang begitu berakhlak mulia dan kita sebagai umatnya sudah selayaknya memiliki akhlak mulia ini. Tono, Ibadah dan Akhlak …, 87 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an …, 176 20 21 28 Artinya: "Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung". (QS. Al-Qalam : 4)22 Pujian Allah ini bersifat individual dan khusus hanya diberikan kepada Nabi Muhammad karena kemuliaan akhlaknya. Penggunaan istilah "khuluqun ‘adhim" (العظيم )خلقmenunjukkan keagungan dan keagungan moralitas Rasul yang dalam hal ini adalah Muhammad SAW yang mendapat pujian sedahsyat itu.23 Dengan lebih tegas Allah pun memberikan penjelasan secara transparan bahwa akhlak Rasulullah SAW sangat layak untuk dijadikan standar moral bagi umatnya. Sehingga layak untuk dijadikan idola yang diteladani sebagai suri tauladan yang baik (Uswatus Hasanah), melalui firman-Nya : Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) 22 Ibid., 564 Tono, Ibadah dan Akhlak …, 91 23 29 Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah". (QS. Al-Ahzab : 21)24 Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa Rasulullah merupakan contoh yang layak ditiru dalam segala sisi kehidupannya. Disamping itu yang tersebut juga mengisyaratkan bahwa tidak ada satu "sisi gelap" (kejelekan) pun pada diri Rasulullah SAW. Karena semua sisi kehidupannya dapat ditiru dan diteladani. Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa Rasulullah SAW sengaja dijadikan oleh Allah SWT untuk menjadi pusat akhlak umat manusia secara universal, karena Rasulullah SAW diutus sebagai "Rahmatanlil’alamin".25 Karena kemuliaan akhlak Rasulullah SAW tersebut itulah, maka Allah SWT memberitahukan kepada Muhammad untuk menjalankan misi menyempurnakan akhlak seluruh umat manusia agar dapat mencapai akhlak yang mulia. Adapun posisi akhlak dalam Islam dapat dilihat dalam beberapa uraian Nabi Muhammad SAW di dalam beberapa haditsnya yang tertulis dalam buku hadits tarbiyah.26 Depag RI, Al-Qur’an …, 420 Moh. Rifa’i, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1986), 15 26 Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 41-43 24 25 30 a. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah : صلى هللا عليه وسلّم اكمل املؤمنني امياان ّ قال رسول هللا:عن اىب هريرة رضي هللا عنه قال احسنهم خلقا وخياركم خياركم لنسائهم Artinya: "Dari Abu Hurairah r.a beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: orang-orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik diantara kamu sekalian terhadap istri-istri mereka". (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan beliau menilainya Hasan Shahih)27 b. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda : السمت وفقه ىف ال ّدين ّ خصلتان ال تكوانن ىف منافق حسن Artinya: "Dua perkara yang tidak terdapat dalam diri orang munafiq, yaitu akhlak yang mulia dan pemahaman tentang agama".28 c. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Aisyah berikut ini : صلى هللا عليه وسلّم ا ّن من اكمل ّ قال رسول هللا:عن عائشة رضي هللا عنها قالت املؤمنني امياان احسنهم خلقا والطفهم ابهله Artinya: "Dari Aisyah r.a beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya orang-orang yang beriman yang paling baik sempurna imannya ialah orang yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling lemah lembut terhadap keluarganya". (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)29 Muhammad ibnu isa abu isa at tirmidzi al-tsilmi,Al jami’ al shohih sunah at –tirmidzi juz 5,(bairit:daar ihya’ at tiros), 466 28 Muhammad ibni salamah ibni ja’far abu Abdullah al khodho’I , musnad al shahab juz 1, ( Beirut : mu’assafah ar risalah,1986), 210 29 Muhammad ibnu isa abu isa at tirmidzi al-tsilmi,Al jami’ al shohih….,9 27 31 Hadits-hadits tersebut menyadarkan kita bahwa bukti kesempurnaan iman seseorang dapat dinilai dari kebaikan akhlaknya. Selanjutnya akhlak yang mulia dari seseorang dapat dinilai dari sikap dan sifatnya terhadap keluarganya yang terdekat. 3. Karakteristik Akhlak Islami Akhlak Islami secara sederhana dapat diartikan sebagai akhlak yang berdasarkan ajaran Islam,30 yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan Allah SWT pada Nabi / Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan pada umatnya.31 Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan kepercayaan Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama itu sendiri. Dengan demikian dasar / sumber pokok daripada akhlak Islam adalah Al-Qur'an dan hadits yang merupakan sumber utama dari agama Islam itu sendiri.32 Adapun ciri-ciri (karkateristik) dari akhlak Islamiyah yaitu:33 a. Kewajiban yang Mutlak Islam menjamin kewajiban mutlak, karena Islam telah menciptakan akhlak yang luhur. Ia menjamin kebaikan yang murni baik untuk perorangan, masyarakat pada setiap keadaan dan waktu bagaimanapun. Sebaliknya, Nata, Akhlak Tasawuf …, 147 H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 149 32 Ibid., 149 33 Ibid., 152-153 30 31 32 akhlak (etika) yang diciptakan manusia, tidak dapat menjamin kebajikan dan hanya mementingkan diri sendiri. b. Kebaikan yang Menyeluruh Akhlak Islam menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia. Baik segala zaman, semua tempat, mudah, tidak mengandung kesulitan, tidak mengandung perintah berat yang tidak dikerjakan oleh umat manusia di luar kemampuannya. Islam menciptakan akhlak yang mulia, sehingga dapat dirasakan sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima akal yang sehat. c. Kemantapan Akhlak Islamiyah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang menciptakan Tuhan yang bijaksana, selalu memeliharanya dengan kebaikan yang mutlak. Akan tetapi akhlak (etika) ciptaan manusia bersifat berubah-ubah dan tidak selalu sama sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam satu zaman atau satu bangsa. d. Kewajiban yang Dipatuhi Akhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati manusia. Sebab itu mempunyai daya kekuatan yang tinggi, menguasai lahir batin dan dalam keadaan suka dan duka, juga tunduk pada kekuasan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang kepadanya. Juga berpegang sebagai 33 perangsang untuk berbuat kebaikan yang diiringi dengan pahala dan mencegah perbuatan jahat, karena takut akan siksaan Allah SWT. e. Pengawasan yang Menyeluruh Agama Islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat. Islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha. Firman Allah dalam surat al-Qiyamah : 1-2 yang artinya: "Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri)". 4. Beberapa Terminologi yang Terkait dengan Akhlak Istilah "akhlak" ini sering kali disamakan dengan istilah-istilah moral, etika, dan susila. Akan tetapi, sebenarnya antara akhlak dengan ketiga istilah tersebut (moral, etika, dan moral) memiliki perbedaan. a. Etika Secara bahasa etika berasal dari bahasa Yunani, "ethos" yang berarti watak kesusilaan atau adat.34 Dalam kamus besar bahasa Indonesia etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).35 Etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pasangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam Nata, Akhlak Tasawuf …, 89 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), 309 34 35 34 mengatur tingkah lakunya.36 Dengan kata lain, etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Arti etika secara istilah telah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang yang mereka gunakan. Menurut Soeganda Poerbaka Matja yang tertulis dalam bukunya sholihin yang berjudul akhlak tasawuf mengartikan etika dengan filsafat nilai dan kesusilaan tentang baik dan buruk37 serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengetahuan tentang nilai itu sendiri.38 Menurut Achmad Amin yang tertulis dalam bukunya abudin nata yang berjudul akhlak tasawuf mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.39 Selanjutnya menurut Ki Hajar Dewantara yang tertulis dalam bukunya sholihin yang berjudul akhlak tasawuf mengartikan mengatakan bahwa etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan) di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerakgerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.40 36 K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), 6 M. Sholohin, et.all., Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika dan Makna Hidup, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003), 24 38 Nata, Akhlak Tasawuf …, 90 39 Ibid., 90 40 Salihin, Akhlak Tasawuf …, 121 37 35 Sementara itu Frankena, sebagaimana tertulis dalam "bukunya sholihin"41 mengungkapkan bahwa etika adalah sebagai cabang filsafat, yakni filsafat moral atau pemikiran filsafat moralitas, problem, moral dan pertimbangan moral, yaitu sebuah studi yang sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, benar, salah dan sebagainya terutama yang berkaitan dengan perbuatan manusia. Sedangkan Austin Fogothey dalam buku sholihin yang berjudul akhlak tasawuf mengemukakan bahwa etika itu berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat seperti antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan ilmu hukum.42 Dari beberapa definisi di atas Abudin Nata melihat ada empat hal yang dapat digunakan untuk mengetahui etika: pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari sumbernya, etika bersumber dari akal pikiran atau filsafat sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut, dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan. Ketiga, dilihat dari fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penatap terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan itu akan 41 Ibid., 25 Ibid., 25 42 36 dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berbuah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.43 Disamping etika, kita juga sering mendengar istilah etiket. Kerap kali dua istilah ini (etika dan etiket) dicampuradukkan begitu saja. Padahal perbedaan diantaranya sangat hakiki. Etika disini berarti "moral" dan etiket berarti "sopan santun".44 Namun apabila diperhatikan, jika dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat satu sama lain. Disamping perbedaan, ada juga persamaan. Persamaan yang dimiliki keduanya, pertama etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilahistilah itu hanya kita pakai mengenai manusia. Hewan tidak mengenal etika maupun etiket. Kedua, baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian mengatakan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Justru karena sifat normatif ini kedua istilah tersebut mudah dicampur adukkan.45 Namun demikian ada beberapa perbedaan sangat penting antara etika dan etiket:46 Nata, Akhlak Tasawuf …, 914 K. Bertens, Etika …, 8 45 Ibid., 9 46 Ibid., 9-10 43 44 37 1) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Tetapi etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma pada perbuatan itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau tidak. 2) Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku, entah ada orang lain atau tidak. 3) Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan santun dalam suatu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Lain halnya dengan etika, etika jauh lebih absolut. Misal "jangan berbohong", "jangan mencuri", merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar atau mudah diberi dispensasi. 4) Jika berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedang etika menyangkut manusia dari segi dalam. Tidak merupakan kontraksi, jika seseorang selalu berpegang pada etiket dan sekaligus bersifat munafik. Tapi orang yang etis sifatnya tidak mungkin bersifat munafik, sebab seandainya dia munafik, hal itu dengan sendirinya berarti ia tidak bersikap etis. 38 b. Moral Moral menurut etimologi berasal dari bahasa Latin "mores", yakni bentuk jamak dari kata "mos" yang mempunyai arti adat kebiasaan.47 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia moral diartikan dengan (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila dan sebagainya.48 Menurut arti lain (secara istilah) mroal adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik dan buruk.49 Pengertian moral dapat pula kita jumpai dalam buku "The Advanced Hearver’s Dicctionary of Curent English",50 yaitu prinsipprinsip yang berkenaan dengan benar, salah, baik dan buruk, dan ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik. Yang dimaksud orang yang bermoral adalah orang yang dalam tingkah lakunya selalu baik dan benar. Dalam kamus "La Cande" moral mempunyai empat makna sebagai berikut:51 Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 29 Depdiknas, Kamus Besar …, 754 49 Rosyad, Mengenal Alam …, 94 50 Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 29 51 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), 27 47 48 39 1) Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang diterima dalam suatu zaman atau kelompok orang. Dengan makna itu moral bisa bersifat keras, buruk atau rendah. 2) Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukannya berdasarkan syarat. 3) Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukannya, ini menurut filsafat. 4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai makna humanisme yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ternyata antara etika dan moral adalah sama, yakni sama-sama membahas tentang perbuatan manusia dan nilainya. Tetapi walaupun demikian ada beberapa hal yang berbeda antara etika dan moral, yakni jika moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Tolak ukur yang digunakan juga berbeda, jika moral tolak ukurnya norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sedangkan etika tolak ukurnya adalah pada akal pikiran, karena etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berbeda dalam dataran konsep-konsep.52 Dari uraian di atas dapat dilihat persamaan antara akhlak, etika dan moral, yakni kesemuanya berbicara tentang nilai perbuatan manusia, Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 30 52 40 sedangkan bedanya akhlak menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur Qur’an dan Sunah, etika dengan pertimbangan akal dan pikiran, sedangkan moral menggunakan tolak ukur adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Perbedaan secara khusus antara moral dan etika, selain etika lebih bersifat teoritis dan moral lebih bersifat praktis, perbedaannya adalah etika lebih bersifat universal, sedangkan moral lebih bersifat lokal.53 c. Susila Selain etika dan moral, akhlak juga sering disebut dengan susila atau kesusilaan. Susila berasal dari bahasa Sansekerta "su" berarti baik, bagus dan "sila" berarti sikap, dasar, peraturan hidup, norma.54 Kemudian kata susila dipakai sebagai aturan hidup yang lebih baik. Dan lawan dari susila adalah asusila (berarti tidak atau hina). Selain itu susila juga bisa berarti sopan, beradap dan baik budi bahasanya. Kesusilaan juga berarti kesopanan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa susila adalah adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaban, kesusilaan.55 Pada dasarnya, kesusilaan lebih mengacu pada upaya membimbing, mengarahkan, memandu, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam Tono, Ibadah dan Akhlak …, 89 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), 355 55 Depdiknas, Kamus Besar …, 1110 53 54 41 masyarakat, juga menggambarkan orang yang selalu menerapkan nilainilai yang dipandang baik, ini sama halnya dengan moral. Hubungan antara akhlak dengan etika, moral dan susila ini bisa kita lihat dari sgei fungsi dan peranannya,56 yakni sama-sama menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dari aspek, baik dan buruknya, benar dan salahnya, sehingga dengan ini akan tercipta masyarakat yang baik dan teratur, aman, damai, tenteram dan sejahtera lahir dan batin. Sedangkan perbedaan antara akhlak dengan etika, moral dan susila dapat kita lihat pada sifat dan spektrum pembahasannya,57 dimana etika lebih bersifat teoritis dan memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila lebih bersifat praktis, yang ukurannya adalah bentuk perbuatan. Selain itu, sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk pun berbeda; akhlak berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah, etika berdasarkan akal pikiran, sedangkan moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat. Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa akhlak dengan etika, moral dan susila mempunyai nuansa perbedaan sekaligus kaitan yang erat. Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 30 Ibid., 31 56 57 42 Kesemuanya punya sumber dan titik berangkat yang beragam yaitu wahyu, akal dan adat kebiasaan.58 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, ada tiga aliran yang sudah sangat populer, yaitu: pertama aliran nativisme, kedua aliran empirisme dan ketiga aliran konvergensi. a. Aliran Nativisme Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer, aliran ini berkeyakinan bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan dan sifat-sifat tertentu. Inilah yang aktif dan yang menentukan dalam pertumbuhan berikutnya. Pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali. Baik buruknya perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada pembawaannya bukan pengaruh dari luar. Karena menurut aliran nativisme ini pendidikan itu tidak perlu, sebab pada hakikatnya yang memegang peranan adalah pembawaan.59 b. Aliran Empirisme Aliran ini berpendirian bahwa perkembangan anak itu sepenuhnya tergantung kepada faktor lingkungan, sedang bakat tidak berpengaruh. Dasar yang dipakai adalah bahwa pada waktu dilahirkan jiwa anak dalam keadaan suci, bersih seperti kertas putih yang belum ditulisi, sehingga 58 Ibid., 31 Achmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), 19 59 43 dapat ditulisi menurut kehendak penulisnya. Baik buruknya anak tergantung pada pendidikan yang diterimanya. Pendapat ini terkenal dengan teori tabularasa yang dipelopori oleh John Locke.60 c. Aliran Konvergensi Teori ini adalah merupakan perpaduan antara aliran nativisme dan aliran empirisme. Aliran konvergensi berpendapat bahwa pertumbuhan dan perkembangan manusia itu adalah tergantung pada dua faktor, yaitu: faktor bakat/pembawaan dan faktor lingkungan/pengalaman pendidikan. Atau dengan kata lain bahwa perkembangan anak itu adalah hasil kerjasama antara kedua faktor yaitu pembawaan dengan lingkungan (faktor dasar dan faktor ajar). Anak pada waktu dilahirkan telah membawa potensi-potensi yang akan berkembang, maka lingkungan yang memungkinkan berkembangnya potensi-potensi tersebut. Aliran ini dipelopori oleh William Stern.61 Aliran konvergensi ini nampaknya sesuai dengan ajaran Islam, hal ini dapat dipahami dari ayat berikut : 60 Ibid., 20 Ibid., 21 61 44 Artinya : "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". (QS. An-Nahl : 78)62 Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik, yaitu pendengaran, penglihatan dan hati sanubari. Potensi tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Kesesuaian teori konvergensi di atas juga sejalan dengan firman Allah yang berbunyi : Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan Depag RI., Al-Qur’an …, 275 62 45 kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu". (QS. Luqman : 13-14)63 Ayat tersebut di atas selain menggambarkan adanya teori konvergensi juga menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedua orang tua. Itulah sebabnya orang tua, khususnya Ibu mendapat gelar sebagai "madrasah", yakni tempat berlangsungnya pendidikan. Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak ada dua, yakni faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohawiya) yang dibawa oleh seseorang dari sejak lahir, dan faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerjasama antara lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan) dan psikomotorik (pengalaman) ajaran yang diajarkan akan berbentuk pada diri seseorang. Dan inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya. C. Tinjauan tentang Pengaruh Kepribadian Guru terhadap Pembentukan Akhlak Siswa 63 Ibid., 412 46 Pengajaran tidak hanya terbatas pada memberikan informasi kepada murid. Akan tetapi juga membimbing hasrat dan kecenderungan mereka untuk selalu giat dalam belajar. Seperti yang telah diungkapkan oleh John Luke bahwa "awalnya intelektualitas manusia adalah seperti kertas putih, sehingga dapat ditulisi menurut kehendak penulisnya.64 Hal ini berarti bahwa seorang guru mempunyai peran yang sangat besar dalam penataan tingkah laku personal serta mampu menyongkong dengan berbagai potensi yang esensial untuk mencapai keberhasilan, kehidupan mulia, serta hubungan sosial yang benar. Sedangkan di satu sisi, masyarakat juga telah memberikan kepercayaan secara penuh kepada para guru untuk membentuk keahlian anak dan menuntun minat serta kecenderungan mereka. Para guru bertanggung jawab untuk mengelola serta membimbing perkembangan semacam itu dengan sebuah cara yang baik. Maka dapat dikatakan bahwa "dalam pengajaran atau proses belajar mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya pada gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.65 Hal ini sesuai dengan pendapat pengamat pendidikan Darmansyah Nabar yang mengatakan bahwa : Siswa lebih cenderung punya keinginan kuat untuk belajar dengan guruguru yang memiliki sifat dan sikap yang dianggap menyenangkan. Guru Patoni, Metodologi Pendidikan …, 20 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), 12-13 64 65 47 yang senantiasa bersifat ramah, tidak pernah marah, suka membantu, memiliki sense of humor, tidak galak, lebih fleksibel, menerima perbedaan siswa, menempatkan siswa sebagai teman dan lain-lain lebih diutamakan daripada sekedar pintar dalam hal bahan ajar.66 Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kepribadian guru juga menyangkut sifat dan sikapnya, "karena itu ketertiban seorang siswa untuk belajar lebih banyak ditentukan oleh sifat dan sikap guru dalam mengajar".67 Oleh sebab itu, berikut ini akan penulis paparkan mengenai sifat dan sikap guru : 1. Pengaruh Sifat Guru terhadap Pembentukan Akhlak Siswa Sifat (trait) dalam istilah psikologi berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap (hampir tetap) pada seseorang.68 Misalnya si Amir pembohong; si Agus pemarah dan sebagainya. Semua awalan pe- pada kata pembohong dan pemarah itu menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan seperti itu sering muncul sehingga menjadi suatu ciri khas dari tingkah laku seseorang dan dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan sifat-sifat orang yang bersangkutan. Jadi kesimpulannya bahwa si Amir bersifat pembohong dan si Agus bersifat pemarah. Akan tetapi untuk mengetahui atau menentukan adanya sifat-sifat tertentu pada seseorang tidaklah mudah, semua itu memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama disamping pengetahuan psikologi sebagai 66 http://www.indonesia.com/sripo/2003/01/29/2804fok!.htm Diakses tgl 25 april 2011 Ibid..., 68 Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 142 67 48 dasarnya. Tergesa-gesa menyangka adanya sifat-sifat tertentu pada seseorang adalah suatu perbuatan yang ceroboh dan sering kali menimbulkan salah terka. Untuk itu dibutuhkan interaksi yang relatif lama dalam menentukannya. Alport, seorang ahli psikologi menguraikan pendapatnya tentang sifat (traits) sebagai berikut : " ... traits are dynamic and flexible disposition, resulting at last in port, from the integration of specific habits, expressing characteristic modes of adaptation to one’s surroundings".69 Artinya bahwa sifat adalah disposisi yang dinamis dan flexible yang dihasilkan dari pengintegrasian kebiasaan-kebiasaan khusus/tertentu yang menyatakan diri sebagai cara-cara penyesuaian yang khas terhadap lingkungannya. Disposisi dalam batasan tersebut adalah "suatu unsur kepribadian yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan masa lalu atau pengalaman-pengalaman yang telah lampau".70 Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan yang banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan relatif bebas dari pengaruh lingkungan luas. Misalnya pembawaan, minat, konstitusi tubuh dan cenderung bersifat tetap/stabil. Beberapa indikator dari sifat antara lain adalah kejujuran, kesabaran, ketataan, ketenangan, kewibawaan, dan sebagainya. Kewibawaan dapat diartikan sebagai kualitas "daya pribadi pada diri seorang individu yang sedemikian 69 Ibid., 142 Ibid., 143 70 49 rupa sehingga membuat pihak lain tertarik, bersikap mempercayai, menghormati dan menghargai secara intrinsik (sadar, ikhlas) sehingga secara intrinsik pula akan mengikutinya.71 Jadi kalau seorang murid mengakui dan menerima anjuran dari gurunya, maka hal ini bukan karena terpaksa atau takut, melainkan karena murid itu menerima kewibawaan yang ada pada guru atas dasar keikhlasan dan kepercayaan yang penuh. Pendapat lain menyebutkan bahwa seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat positif untuk bergaul dengan murid-muridnya seperti : a. Rasa tanggung jawab dan dedikasi. b. Kecintaan, kesabaran dan kebijaksanaan. c. Berpandangan luas. d. Pandai bergaul.72 Sedangkan sifat-sifat negatif yang harus dijauhi / dihindari oleh seorang pendidik seperti : a. Lekas marah atau lekas menaruh syakwasangka. b. Suka menyendiri. c. Haus akan penghormatan dan pujian orang lain. d. Penggugup, bimbang, ragu dan takut. e. Mudah kecewa.73 Naim, Menjadi Guru Inspiratif …, 52 A.G. Soejono, Didaktik Metodik Umum, (Bandung: Bina Karya, t.t), 47-50 71 72 50 Maka untuk dapat menunaikan tugasnya yang berat itu, wajiblah guru sendiri sebagai pendidik yang berbudi pekerti tinggi dan mempunyai sifatsifat seorang pendidik yang diciptakan yaitu adil dan jujur terhadap diri sendiri, maupun terhadap sesama manusia serta selalu berusaha menjauhi segala sifat-sifat negatif. Sebab bagaimanapun sifat seorang guru baik itu positif maupun negatif, semuanya akan membawa dampak bagi pembentukan akhlak siswa. 2. Pengaruh Sikap Guru terhadap Pembentukan Akhlak Siswa Sikap (attitude) merupakan suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang.74 Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Menurut Sobur, sikap adalah "kecenderungan bertindak, berfikir, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai.75 Sedangkan menurut Gerungan, "sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal.76 Pengertian di atas menyebutkan bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi masih berupa kecenderungan (predisposisi) tingkah laku. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek itu sendiri. Hal 73 Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 250-251 Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 141 75 Sobur, Psikologi Umum …, 361 76 Gerungan, Psikologi …, 149 74 51 ini dipertegas pula oleh Gordon Alport (beliau terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian) yang menegaskan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.77 77 Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta: Liberty, 1988), 3 52 Ellis telah mengemukakan tentang sikap itu sebagai berikut : Attitude involve some knowledge of situations however, the essential aspect of the attitude is found in the fact that some characteristic feeling organisasi emotion is experleced, and asuransi we would accordingly expect, some difinite tendency to action is associated.78 Jadi Ellis berpendapat bahwa yang sangat memegang peranan penting dalam sikap adalah perasaan atau emosi dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sehingga ini sangat dipengaruhi oleh perasaan senang (like) atau tidak senang (dislike) yang disertai dengan pendirian atau perasaan orang itu. Oleh sebab itu, sikap seorang guru dalam menanggapi segala situasi di sekolah akan sangat berpengaruh pada penilaian siswa terhadap guru dan akan selalu membekas dibenaknya. Sehingga apabila sikap itu baik dan menyenangkan dimata siswa, maka secara otomatis akan mampu menjadi tauladan pembentukan akhlak yang baik bagi siswanya. Adapun indikator dari sikap yang sering menjadi perhatian bagi siswa antara lain adalah kedisiplinan guru, kerapian, ketegasan, senang humor dan sebagainya. Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 141 78