Document

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan tentang Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Dalam bahasa Latin asal kata kepribadian adalah personality, dari
persona (topeng) sedangkan dalam ilmu psikologi menurut Gordon W.
Allport: suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko fisik individu yang
menentukan tingkah laku dan pemikiran insividu secara khas.1
Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat
mengenai kepribadian.
a. Menurut Zakiah Daradjat yang tertulis dalam bukunya syaiful bahri
Djamarah yang berjudul proses belajar dan kompetensi guru:
Bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar
dilihat atau diketahui secara nyata yang dapat diketahui adalah penampilan
atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.2
Hal ini berarti bahwa kepribadian dapat kita amati melalui
tindakan, ucapan, caranya bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi
setiap persoalan atau masalah
1
http://idnewz.info/pengertian-kepribadian/ diakses tgl 25 april 2011
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional,
2
1994), 58
14
15
b. Menurut Allport yang tertulis dalam buku uswah wardiana yang berjudul
psikologi umum :
Personality is the dynamic organization within the individual of those
psychopysical systems that determine his unique adjustment to his
envinronment.3
(Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistem-sistem
psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik
atau khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya).
c. Menurut Newcomb yang tertulis dalam buku alex aobur yang berjudul
psikologi umum :
Bahwa
kepribadian
merupakan
organisasi
dari
sikap-sikap
(predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap
perikelakuan.4
Dari keterangan tersebut kepribadian menunjuk pada organisasi
dari sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berfikir dan
merasakan secara khusus apabila ia berhubungan dengan orang lain atau
menanggapi suatu keadaan, sebab kepribadian itu merupakan abstraksi
dari individu dan kelakuan.
Dari pendapat-pendapat tersebut akhirnya dapat ditarik kesinpulan
bahwa kepribadian itu merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan
bawaan yang ada pada individu dengan lingkungannya.Ia bersifat unik artinya
kepribadian seseorang sifatnya khas, mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan dari individu yang lain. Ia juga bersifat psiko-fisik artinya
3
Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 168
Alex Sobur,Psikologi Umum,(Bandung:Pustaka Setia, 2003),218
4
16
bahwa seluruh sikap dan perbuatan seseoarang merupakan suatu gambaran
dari kepribadian orang itu, sehingga sering dikatakan bahwa seseorang itu
memiliki kepribadian yang baik apabila sikap dan perbuatan orang tersebut
baik menurut pandangan masyarakat,begitu pula sebaliknya.Dari penjelasan
tersebut dapat dikatakan bahwa baik tidaknya citra seseorang sangat
ditentukan
oleh kepribadiannya,lebih lagi bagi seorang guru pendidikan
agama Islam.
Guru atau pendidik adalah semua orang yang berwenang dan
bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik,baik secara
individual maupan klasikal di sekolah maupun diluar sekolah.5
Prof. Dr. Moh. Athiyah Al-Ibrasyi mengutarakan sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh guru sebagai berikut:
a. Zuhud (tidakmengutamakan materi)
b. Kebersihan guru (bersih tubuh dan jiwa dari sifat tercela)
c. Ikhlas dalam pekerjaan
d. Seorang guru menjadi seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru
e. Suka pemaaf
f. Harus mengetahui tabiat murid
g. harus menguasai mata pelajaran6
5
Djamarah, Guru dan Anak…,32
Mustakim,Psikologi Pendidikan,Ismail.ed ( Semarang: Pustaka Pelajar Offset,2004),94
6
17
Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa seorang guru itu harus
mempunyai kepribadian yang sempurna yaitu apabila kepribadian tersebut
mengkuti tuntunan keutamaan dan cinta kepada kemuliaan.
Hal ini sesuai dengan fiman Allah dalam Al Qur’an Al-Baqarah : 208










   
  
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam
secara keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah
syaitan sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu".7
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwasanya sebagai orang yang beriman
hendaknya kita mengikuti dan melaksanakan ajaran
Islam dengan
sepenuhnya. Oleh karena itu guru yang tidak memiliki akhlak atau
kepribadian mulia tidak mungkin dipercaya untuk mendidik. Diantara
kepribadian yang mulia itu adalah bersikap adil terhadap semua anak
didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, bersikap manusiawi dan lain
sebagainya.
2. Aspek-aspek Kepribadian
Kepribadian mengandung pengertian yang kompleks,ia terdiri dari
macam-macam aspek baik fisik maupun psikis yang berarti baik faktor
Depag,Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2005), 32
7
18
jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan
masing-masing dalam kepribadian.
Ngalim Purwanto dalam bukunya psikologi pendidikan menguraikan
kepribadian menjadi beberapa aspak diantaranya adalah:
a. sifat-sifat kepribadian (personality traits)
b. Intelegensi
c. Pernyataan diri dan cara menerima kesan-kesan
d. Kesehatan
e. Sikapnya terhadap orang lain
f. Pengetahuan
g. Ketrampilan
h. nilai-nilai (value)
i. Penguasaan dan kuat lemahnya perasaannya
j. Peranan (roles)
k. The self8
Kepribadian juga biasa diartikan sebagai kualitas prilaku individu
yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan
secara unik sehingga keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan aspekaspek kepribadian itu sendiri yang meliputi :
a. Karakter yaitu konsekuen tindakannya dalam mematuhi etika prilaku
konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
8
Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan , (Bandung: remaja Rosdakarya, 1992), 157-159
19
b. Temperamen yaitu disposisi reaktif seseorang atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar.
c. Sikap sambutan terhadap objek (orang, benda, peritiwa, norma dsb)
d. stabilitas emosional yaitu kadar kestabilan reaksi emosionalterhadap
rangsangan dari lingkungan
e. Responsibilitas ( tanggung jawab) kesiapan untuk menerima dari tndakan
atau perbuatan yang dilakukan.
f. Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal disposisi ini tampak dalam sifat pribadi yang tertutup atau
terbuka dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.9
Dari kedua kedua pendapat tersebut dapat kita tarik kesimpulan
bahwasanya aspek-aspek kepribadian itu mencakup banyak hal yang antara
lain adalah aspek sifat dan sikap keduanya sama-sama menentukan
kepribadian seseorang dan dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian itu senantiasa berkembang dan mengalami perubahanperubahan, tetapi di dalam perkembangannya makin terbentuknya pola-pola
yang tetap dan khas, sehingga merupakan ciri-ciri yang unik bagi individu.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang,
diantaranya adalah faktor biologis, faktor sosial dan faktor kebudayaan.10
9
Syamsu Yusuf .L.N, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), 127-128
20
a. Faktor biologis
Faktor biologis yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan
jasmani atau sering kali disebut faktor fisiologis. Hal ini disebabkan
karena keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan
adanya perbedaan-perbadaan keadaan fisik atau konstitusi tubuh yang
berlainan itu menyebabkan sikap dan sifat yang berbeda-beda pula.
Jadi berarti bahwa keadan fisik, baik yang berasal dari keturunan
maupun yang merupakan pembawan yang dibawa sejak lahir memainkan
peranan yang penting bagi seseorang.
b. Faktor sosial
Faktor sosial disini maksudnya adalah masyarakat yaitu manusiamanusia lain yang berada disekatar individu yang mempengaruhi individu
yang berkaitan. Termasuk juga tradisi-tradisi adat istiadat, peraturanperaturan, bahasa dan lainnya yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam
kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan dira sebagai
manusia sosial yang berinteraksi dengan kelompoknya,Selain itu terdapat
pula peranan-peranan tertentu di dalam keadaan keluarga yang dapat
mempengaruhi
perkembangan
Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 160
10
individu
sebagai
mahkluk
sosial.
21
Diantaranya adalah “status ekonomi, faktor keutuhan keluarga, sikap dan
kebiasaan orang tua serta status anak.11
c. Faktor kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri seseorang
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana ia dibesarkan.
Diantara aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi perkembangan
kepribadian adalah:
1) Nilai-nilai (value)
2) Adat dan tradisi
3) Pengetahuan dan ketrampilan
4) Bahasa
5) Milik kebendaan (material possessions)®12
Makin maju kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa ,makin maju
dan modern pula alat-alat yangt digunakan bagi keperluan hidupnya,sehingga
hal itu sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan
itu.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan (seperti
fisik, sosial kebudayaan, spiritual).13
11
Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2000), 180-181
Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 164-166
13
Yusuf L.N, Psikologi Perkembangan Anak …, 128
12
22
a. Faktor fisik
Faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan
kepribadian adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi),
kecantikan (cantik atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit-sakitan),
keutuhan tubuh utuh atau cacat), serta fungsi tidaknya organ tubuh.
b. Faktor intelegensi
Tingkat intelegensi seseorang dapat mempengaruhi kepribadian
seseorang yang memiliki intelegensi tinggi atau normal akan mampu
menyesuaikan dirinya secara wajar dan begitu pula sebaliknya.
c. Faktor keluarga
Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
hsrmonis dan agamis, maka perkembangan kepribadian anak tersebut
cenderung positif. Adapun seseorang yang berkembang dalam lingkungan
keluarga yang broken home, kurang harmonis, bersikap keras terhadap
anak atau tanpa diajarkan tentang agama maka perkembangan kepribadian
orang tersebut akan mengalami distiri atau kelainan dalam penyasuaian.
d. Faktor taman sebaya (peer group)
Setelah anak mulai sekolah, dia mulai bergaul dengan teman
sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya, oleh karena itu
perilaku teman sebayanya memiliki pengaruh yang besar terhadap
seseorang.
23
e. Faktor kebudayaan
Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh
terhadap kepribadian setiap anggotanya,baik yang menyangkut cara
berfikir (cara memandang sesuatu), bersikap atau cara berprilaku.
Dari
berbagai pendapat mengenai faktor-faktor kepribadian di
atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian seseorang itu dapat berubah,
artinya bahwa pribadi seseorang dapat dipengaruhi oleh sesuatu. Oleh
sebab itu ada usaha mendidik pribadi atau membentuk pribadi. Yang
berarti memperbaiki kehidupan yang nampak kurang baik sehingga
menjadi lebih baik.
4. Karakteristik Kepribadian Guru
Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah
susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (fikiran dan perasaan)
dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek-aspek ini
berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu. Sehingga
membuatnya dalam bertingkah laku secara khas dan tetap.Dari perilaku yang
khas dan tetap tersebut, munculah julukan-julukan yang bermaksud untuk
menggambarkan kepribadian seseorang. Misal pak Ali guru yang sabar.
Oleh karena itu, setiap calon guru dan guru profesional sangat
diharapkan memahani bagaimana karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya
sebagai panutan bagi para siswanya.
24
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru
dalam menggeluti profesinya adalah meliputi: fleksibilitas kognitif dan
keterbukaan psikologis.14
a. Fleksibilitas kognitif guru
Fleksibilitas
kognitif
(keluesan
ranah
cipta)
merupakan
kemampuan berfikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan
memadai dalam situasi tertentu. Atau dikatakan sebagai keluesan ranah
cipta yang ditandai dengan kemampuan berfikir dan bertindak sesuai
dengan situasi yang dihadapi.
Seorang guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan
keterbukaan berfikir dan beradaptasi. Dan juga ketika mengamati serta
mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel
selalu berfikir kritis. Artinya yaitu berfikir dengan penuh pertimbangan
akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk
mempercayai atau mengingkari suatu dan melakukan atau menghindari
sesuatu .
b. Keterbukaan psikologis guru
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan
kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya
dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat, dan
lingkungan pendidikan tempatnya ia bekerja. Ia mau menerima kritik
Syah, Psikologi Pendidikan …, 226
14
25
dengan ikhlas serta memiliki empati, yakni respon efektif terhadap
pengalaman emosional dan perasaan tertentu orang lain.
Misalnya salah seorang muridnya sedang mengalami kemalangan,
maka ia turut bersedih serta menunjukkan simpati serta berusaha memberi
jalan keluar.
B. Tinjauan tentang Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Ada banyak pengertian yang bisa diambil seputar akhlak. Banyak para
tokoh yang mendefinisikannya. Secara etimologi, kata "akhlak" berasal dari
bahasa Arab ‫ اخلق‬dalam bentuk jamak, sedang mufradnya adalah "khuluq"
(‫ )خلق‬yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.15
Kata-kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata
khalqun ‫ خلق‬yang berarti kejadian yang juga erat hubungannya dengan
"khaliq" ‫ خالق‬yang berarti Pencipta, demikian pula dengan makhluqun ‫خملوق‬
yang berarti yang diciptakan.16 Dengan demikian perumusan pengertian
akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara khaliq dengan makhluk.
15
Sidik Tono, et.all., Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta: UII Pres Indonesia,
1998), 85
16
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 11
26
Ibnu Maskawaih memberikan definisi tentang akhlak sebagai
berikut:17
‫حال للنّفس داعية هلا اىل افعا هلا من غري فكر ورويّة‬
Artinya: "Kesadaran jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pikiran (lebih dahulu)".
Lebih luas Ibnu Maskawaih, Imam al-Ghazali mengatakan akhlak
adalah :18
‫عبارة عن هيئة ىف النّفس راسنة عنها تصدراال فعا ل بسهولة وبسرمن غري حاجة اىل فكر وروية‬
Artinya: "Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan".
Sejalan dengan pendapat tersebut di atas dalam "mu’jam al-wasith"
Ibrahim Aris menyatakan bahwa akhlak adalah:19
‫شر من غري حاجة اىل فكر وروية‬
ّ ‫حال للنّفس راسخة تصدر عنها االعمارمن خري أو‬
Artinya: "Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macammacam perbuatan, baik atau buruk tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan".
Sementara itu, secara singkat Achmad Amin dalam bukunya alAkhlak menyatakan:20
‫اخللق عادة االرادة‬
artinya: "khuluk ialah membiasakan
kehendak".
17
Ibid., 12
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka, 1996), 3
19
Ibid., 4
18
27
Dari definisi-definisi di atas tentang akhlak di atas disimpulkan bahwa
akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mampu
melahirkan macam-macam perbuatan baik maupun buruk. Secara gampang
dan mudah (spontan) tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lebih
dahulu.
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang
lainnya.
2. Dasar Akhlak
Allah SWT telah menunjukkan tentang gambaran dasar-dasar akhlak
yang mulia, sebagaimana yang tertera dalam firman-Nya, yaitu QS. Al-A’raf
ayat 199 :






 
Artinya: "Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh".
(QS. Al-A’raf : 199)21
Akhlak merupakan satu hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh
setiap individu umat Islam. Hal ini didasarkan atas diri Rasulullah SAW yang
begitu berakhlak mulia dan kita sebagai umatnya sudah selayaknya memiliki
akhlak mulia ini.
Tono, Ibadah dan Akhlak …, 87
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an …, 176
20
21
28





Artinya: "Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung".
(QS. Al-Qalam : 4)22
Pujian Allah ini bersifat individual dan khusus hanya diberikan kepada
Nabi Muhammad karena kemuliaan akhlaknya. Penggunaan istilah "khuluqun
‘adhim" (‫العظيم‬
‫ )خلق‬menunjukkan keagungan dan keagungan moralitas Rasul
yang dalam hal ini adalah Muhammad SAW yang mendapat pujian sedahsyat
itu.23
Dengan lebih tegas Allah pun memberikan penjelasan secara
transparan bahwa akhlak Rasulullah SAW sangat layak untuk dijadikan
standar moral bagi umatnya. Sehingga layak untuk dijadikan idola yang
diteladani sebagai suri tauladan yang baik (Uswatus Hasanah), melalui
firman-Nya :
    
   





   
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
22
Ibid., 564
Tono, Ibadah dan Akhlak …, 91
23
29
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah". (QS. Al-Ahzab : 21)24
Ayat tersebut memberikan penegasan bahwa Rasulullah merupakan
contoh yang layak ditiru dalam segala sisi kehidupannya. Disamping itu yang
tersebut juga mengisyaratkan bahwa tidak ada satu "sisi gelap" (kejelekan)
pun pada diri Rasulullah SAW. Karena semua sisi kehidupannya dapat ditiru
dan diteladani. Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa Rasulullah SAW
sengaja dijadikan oleh Allah SWT untuk menjadi pusat akhlak umat manusia
secara universal, karena Rasulullah SAW diutus sebagai "Rahmatanlil’alamin".25
Karena kemuliaan akhlak Rasulullah SAW tersebut itulah, maka Allah
SWT memberitahukan kepada Muhammad untuk menjalankan misi
menyempurnakan akhlak seluruh umat manusia agar dapat mencapai akhlak
yang mulia.
Adapun posisi akhlak dalam Islam dapat dilihat dalam beberapa uraian
Nabi Muhammad SAW di dalam beberapa haditsnya yang tertulis dalam buku
hadits tarbiyah.26
Depag RI, Al-Qur’an …, 420
Moh. Rifa’i, Akhlak Seorang Muslim, (Semarang: Wicaksana, 1986), 15
26
Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 41-43
24
25
30
a. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah :
‫صلى هللا عليه وسلّم اكمل املؤمنني امياان‬
ّ ‫ قال رسول هللا‬:‫عن اىب هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫احسنهم خلقا وخياركم خياركم لنسائهم‬
Artinya: "Dari Abu Hurairah r.a beliau berkata: Rasulullah SAW
bersabda: orang-orang mu’min yang paling sempurna imannya
adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang
yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik
diantara kamu sekalian terhadap istri-istri mereka".
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan beliau menilainya Hasan
Shahih)27
b. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, beliau
berkata: Rasulullah SAW bersabda :
‫السمت وفقه ىف ال ّدين‬
ّ ‫خصلتان ال تكوانن ىف منافق حسن‬
Artinya: "Dua perkara yang tidak terdapat dalam diri orang munafiq,
yaitu akhlak yang mulia dan pemahaman tentang agama".28
c. Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Aisyah berikut ini :
‫صلى هللا عليه وسلّم ا ّن من اكمل‬
ّ ‫ قال رسول هللا‬:‫عن عائشة رضي هللا عنها قالت‬
‫املؤمنني امياان احسنهم خلقا والطفهم ابهله‬
Artinya: "Dari Aisyah r.a beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda:
sesungguhnya orang-orang yang beriman yang paling baik
sempurna imannya ialah orang yang paling baik akhlaknya dan
orang yang paling lemah lembut terhadap keluarganya".
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)29
Muhammad ibnu isa abu isa at tirmidzi al-tsilmi,Al jami’ al shohih sunah at –tirmidzi juz
5,(bairit:daar ihya’ at tiros), 466
28
Muhammad ibni salamah ibni ja’far abu Abdullah al khodho’I , musnad al shahab juz 1, (
Beirut : mu’assafah ar risalah,1986), 210
29
Muhammad ibnu isa abu isa at tirmidzi al-tsilmi,Al jami’ al shohih….,9
27
31
Hadits-hadits tersebut menyadarkan kita bahwa bukti kesempurnaan
iman seseorang dapat dinilai dari kebaikan akhlaknya. Selanjutnya akhlak
yang mulia dari seseorang dapat dinilai dari sikap dan sifatnya terhadap
keluarganya yang terdekat.
3. Karakteristik Akhlak Islami
Akhlak Islami secara sederhana dapat diartikan sebagai akhlak yang
berdasarkan ajaran Islam,30 yakni bertitik tolak dari akidah yang diwahyukan
Allah SWT pada Nabi / Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan pada
umatnya.31
Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak yang berdasarkan
kepercayaan Tuhan, maka tentunya sesuai pula dengan dasar daripada agama
itu sendiri. Dengan demikian dasar / sumber pokok daripada akhlak Islam
adalah Al-Qur'an dan hadits yang merupakan sumber utama dari agama Islam
itu sendiri.32
Adapun ciri-ciri (karkateristik) dari akhlak Islamiyah yaitu:33
a. Kewajiban yang Mutlak
Islam menjamin kewajiban mutlak, karena Islam telah menciptakan akhlak
yang luhur. Ia menjamin kebaikan yang murni baik untuk perorangan,
masyarakat pada setiap keadaan dan waktu bagaimanapun. Sebaliknya,
Nata, Akhlak Tasawuf …, 147
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 149
32
Ibid., 149
33
Ibid., 152-153
30
31
32
akhlak (etika) yang diciptakan manusia, tidak dapat menjamin kebajikan
dan hanya mementingkan diri sendiri.
b. Kebaikan yang Menyeluruh
Akhlak Islam menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia. Baik
segala zaman, semua tempat, mudah, tidak mengandung kesulitan, tidak
mengandung perintah berat yang tidak dikerjakan oleh umat manusia di
luar kemampuannya. Islam menciptakan akhlak yang mulia, sehingga
dapat dirasakan sesuai dengan jiwa manusia dan dapat diterima akal yang
sehat.
c. Kemantapan
Akhlak Islamiyah menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri
manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang menciptakan
Tuhan yang bijaksana, selalu memeliharanya dengan kebaikan yang
mutlak. Akan tetapi akhlak (etika) ciptaan manusia bersifat berubah-ubah
dan tidak selalu sama sesuai dengan kepentingan masyarakat dalam satu
zaman atau satu bangsa.
d. Kewajiban yang Dipatuhi
Akhlak yang bersumber dari agama Islam wajib ditaati manusia. Sebab itu
mempunyai daya kekuatan yang tinggi, menguasai lahir batin dan dalam
keadaan suka dan duka, juga tunduk pada kekuasan rohani yang dapat
mendorong untuk tetap berpegang kepadanya. Juga berpegang sebagai
33
perangsang untuk berbuat kebaikan yang diiringi dengan pahala dan
mencegah perbuatan jahat, karena takut akan siksaan Allah SWT.
e. Pengawasan yang Menyeluruh
Agama Islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat. Islam
menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan
beberapa usaha. Firman Allah dalam surat al-Qiyamah : 1-2 yang artinya:
"Aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa
yang amat menyesali (dirinya sendiri)".
4. Beberapa Terminologi yang Terkait dengan Akhlak
Istilah "akhlak" ini sering kali disamakan dengan istilah-istilah moral,
etika, dan susila. Akan tetapi, sebenarnya antara akhlak dengan ketiga istilah
tersebut (moral, etika, dan moral) memiliki perbedaan.
a. Etika
Secara bahasa etika berasal dari bahasa Yunani, "ethos" yang
berarti watak kesusilaan atau adat.34 Dalam kamus besar bahasa Indonesia
etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).35
Etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pasangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
Nata, Akhlak Tasawuf …, 89
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2000), 309
34
35
34
mengatur tingkah lakunya.36 Dengan kata lain, etika berhubungan dengan
upaya menentukan tingkah laku manusia.
Arti etika secara istilah telah banyak dikemukakan oleh para ahli
dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang yang
mereka gunakan. Menurut Soeganda Poerbaka Matja yang tertulis dalam
bukunya sholihin yang berjudul akhlak tasawuf mengartikan etika dengan
filsafat nilai dan kesusilaan tentang baik dan buruk37 serta berusaha
mempelajari nilai-nilai dan merupakan juga pengetahuan tentang nilai itu
sendiri.38
Menurut Achmad Amin yang tertulis dalam bukunya abudin nata
yang berjudul akhlak tasawuf mengartikan etika adalah ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh
manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang seharusnya diperbuat.39
Selanjutnya menurut Ki Hajar Dewantara yang tertulis dalam
bukunya sholihin yang berjudul akhlak tasawuf mengartikan mengatakan
bahwa etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan (dan keburukan)
di dalam hidup manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerakgerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan
sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.40
36
K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), 6
M. Sholohin, et.all., Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika dan Makna Hidup, (Bandung:
Penerbit Nuansa, 2003), 24
38
Nata, Akhlak Tasawuf …, 90
39
Ibid., 90
40
Salihin, Akhlak Tasawuf …, 121
37
35
Sementara itu Frankena, sebagaimana tertulis dalam "bukunya
sholihin"41 mengungkapkan bahwa etika adalah sebagai cabang filsafat,
yakni filsafat moral atau pemikiran filsafat moralitas, problem, moral dan
pertimbangan moral, yaitu sebuah studi yang sistematik mengenai sifat
dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, benar, salah dan sebagainya
terutama yang berkaitan dengan perbuatan manusia.
Sedangkan Austin Fogothey dalam buku sholihin yang berjudul
akhlak tasawuf mengemukakan bahwa etika itu berhubungan dengan
seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat seperti
antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik, dan ilmu
hukum.42
Dari beberapa definisi di atas Abudin Nata melihat ada empat hal
yang dapat digunakan untuk mengetahui etika: pertama, dilihat dari segi
obyek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari sumbernya, etika bersumber
dari akal pikiran atau filsafat sebagai hasil pemikiran maka etika tidak
bersifat mutlak, absolut, dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat
berubah, memiliki kekurangan, kelebihan. Ketiga, dilihat dari fungsinya,
etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penatap terhadap suatu
perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan itu akan
41
Ibid., 25
Ibid., 25
42
36
dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina. Keempat, dilihat dari segi
sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berbuah-ubah sesuai dengan
tuntutan zaman.43
Disamping etika, kita juga sering mendengar istilah etiket. Kerap
kali dua istilah ini (etika dan etiket) dicampuradukkan begitu saja. Padahal
perbedaan diantaranya sangat hakiki. Etika disini berarti "moral" dan
etiket berarti "sopan santun".44 Namun apabila diperhatikan, jika
dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat satu sama lain.
Disamping perbedaan, ada juga persamaan. Persamaan yang dimiliki
keduanya, pertama etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilahistilah itu hanya kita pakai mengenai manusia. Hewan tidak mengenal
etika maupun etiket. Kedua, baik etika maupun etiket mengatur perilaku
manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia
dan dengan demikian mengatakan apa yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. Justru karena sifat normatif ini kedua istilah tersebut
mudah dicampur adukkan.45
Namun demikian ada beberapa perbedaan sangat penting antara
etika dan etiket:46
Nata, Akhlak Tasawuf …, 914
K. Bertens, Etika …, 8
45
Ibid., 9
46
Ibid., 9-10
43
44
37
1) Etiket menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan
manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukkan
cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta ditentukan dalam
suatu kalangan tertentu. Tetapi etika tidak terbatas pada cara
dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma pada perbuatan
itu sendiri. Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh
dilakukan atau tidak.
2) Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir
atau tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya
orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku, entah ada orang
lain atau tidak.
3) Etiket bersifat relatif, yang dianggap tidak sopan santun dalam suatu
kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Lain
halnya dengan etika, etika jauh lebih absolut. Misal "jangan
berbohong", "jangan mencuri", merupakan prinsip-prinsip etika yang
tidak bisa ditawar atau mudah diberi dispensasi.
4) Jika berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi
lahiriah saja, sedang etika menyangkut manusia dari segi dalam. Tidak
merupakan kontraksi, jika seseorang selalu berpegang pada etiket dan
sekaligus bersifat munafik. Tapi orang yang etis sifatnya tidak
mungkin bersifat munafik, sebab seandainya dia munafik, hal itu
dengan sendirinya berarti ia tidak bersikap etis.
38
b. Moral
Moral menurut etimologi berasal dari bahasa Latin "mores", yakni
bentuk jamak dari kata "mos" yang mempunyai arti adat kebiasaan.47
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia moral diartikan dengan (ajaran
tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila dan sebagainya.48
Menurut arti lain (secara istilah) mroal adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menentukan batas-batas sifat, perangai, kehendak,
pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah,
baik dan buruk.49
Pengertian moral dapat pula kita jumpai dalam buku "The
Advanced Hearver’s Dicctionary of Curent English",50 yaitu prinsipprinsip yang berkenaan dengan benar, salah, baik dan buruk, dan ajaran
atau gambaran tingkah laku yang baik. Yang dimaksud orang yang
bermoral adalah orang yang dalam tingkah lakunya selalu baik dan benar.
Dalam kamus "La Cande" moral mempunyai empat makna sebagai
berikut:51
Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 29
Depdiknas, Kamus Besar …, 754
49
Rosyad, Mengenal Alam …, 94
50
Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 29
51
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), 27
47
48
39
1) Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang diterima dalam
suatu zaman atau kelompok orang. Dengan makna itu moral bisa
bersifat keras, buruk atau rendah.
2) Moral adalah sekumpulan kaidah bagi perilaku yang dianggap baik
berdasarkan kelayakan bukannya berdasarkan syarat.
3) Moral adalah teori akal tentang kebaikan dan keburukannya, ini
menurut filsafat.
4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai makna humanisme yang
kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ternyata antara etika dan
moral adalah sama, yakni sama-sama membahas tentang perbuatan
manusia dan nilainya. Tetapi walaupun demikian ada beberapa hal yang
berbeda antara etika dan moral, yakni jika moral atau moralitas digunakan
untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk
pengkajian sistem nilai yang ada. Tolak ukur yang digunakan juga
berbeda, jika moral tolak ukurnya norma-norma yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat, sedangkan etika tolak ukurnya adalah pada
akal pikiran, karena etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berbeda
dalam dataran konsep-konsep.52
Dari uraian di atas dapat dilihat persamaan antara akhlak, etika dan
moral, yakni kesemuanya berbicara tentang nilai perbuatan manusia,
Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 30
52
40
sedangkan bedanya akhlak menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur
Qur’an dan Sunah, etika dengan pertimbangan akal dan pikiran,
sedangkan moral menggunakan tolak ukur adat istiadat yang berlaku
dalam masyarakat tertentu. Perbedaan secara khusus antara moral dan
etika, selain etika lebih bersifat teoritis dan moral lebih bersifat praktis,
perbedaannya adalah etika lebih bersifat universal, sedangkan moral lebih
bersifat lokal.53
c. Susila
Selain etika dan moral, akhlak juga sering disebut dengan susila
atau kesusilaan. Susila berasal dari bahasa Sansekerta "su" berarti baik,
bagus dan "sila" berarti sikap, dasar, peraturan hidup, norma.54 Kemudian
kata susila dipakai sebagai aturan hidup yang lebih baik. Dan lawan dari
susila adalah asusila (berarti tidak atau hina). Selain itu susila juga bisa
berarti sopan, beradap dan baik budi bahasanya. Kesusilaan juga berarti
kesopanan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa susila
adalah adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaban,
kesusilaan.55
Pada
dasarnya,
kesusilaan
lebih
mengacu
pada
upaya
membimbing, mengarahkan, memandu, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam
Tono, Ibadah dan Akhlak …, 89
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), 355
55
Depdiknas, Kamus Besar …, 1110
53
54
41
masyarakat, juga menggambarkan orang yang selalu menerapkan nilainilai yang dipandang baik, ini sama halnya dengan moral.
Hubungan antara akhlak dengan etika, moral dan susila ini bisa
kita lihat dari sgei fungsi dan peranannya,56 yakni sama-sama menentukan
hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia dari
aspek, baik dan buruknya, benar dan salahnya, sehingga dengan ini akan
tercipta masyarakat yang baik dan teratur, aman, damai, tenteram dan
sejahtera lahir dan batin.
Sedangkan perbedaan antara akhlak dengan etika, moral dan susila
dapat kita lihat pada sifat dan spektrum pembahasannya,57 dimana etika
lebih bersifat teoritis dan memandang tingkah laku manusia secara umum,
sedangkan moral dan susila lebih bersifat praktis, yang ukurannya adalah
bentuk perbuatan. Selain itu, sumber yang dijadikan patokan untuk
menentukan baik dan buruk pun berbeda; akhlak berdasarkan Al-Qur'an
dan Sunnah, etika berdasarkan akal pikiran, sedangkan moral dan susila
berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada masyarakat.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa akhlak dengan etika,
moral dan susila mempunyai nuansa perbedaan sekaligus kaitan yang erat.
Sholihin, Akhlak Tasawuf …, 30
Ibid., 31
56
57
42
Kesemuanya punya sumber dan titik berangkat yang beragam yaitu
wahyu, akal dan adat kebiasaan.58
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
akhlak, ada tiga aliran yang sudah sangat populer, yaitu: pertama aliran
nativisme, kedua aliran empirisme dan ketiga aliran konvergensi.
a. Aliran Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Schopenhauer, aliran ini berkeyakinan
bahwa anak yang baru lahir membawa bakat, kesanggupan dan sifat-sifat
tertentu. Inilah yang aktif dan yang menentukan dalam pertumbuhan
berikutnya. Pendidikan dan lingkungan tidak berpengaruh sama sekali.
Baik buruknya perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada
pembawaannya bukan pengaruh dari luar. Karena menurut aliran
nativisme ini pendidikan itu tidak perlu, sebab pada hakikatnya yang
memegang peranan adalah pembawaan.59
b. Aliran Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa perkembangan anak itu sepenuhnya
tergantung kepada faktor lingkungan, sedang bakat tidak berpengaruh.
Dasar yang dipakai adalah bahwa pada waktu dilahirkan jiwa anak dalam
keadaan suci, bersih seperti kertas putih yang belum ditulisi, sehingga
58
Ibid., 31
Achmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Bina Ilmu, 2004), 19
59
43
dapat ditulisi menurut kehendak penulisnya. Baik buruknya anak
tergantung pada pendidikan yang diterimanya. Pendapat ini terkenal
dengan teori tabularasa yang dipelopori oleh John Locke.60
c. Aliran Konvergensi
Teori ini adalah merupakan perpaduan antara aliran nativisme dan
aliran empirisme. Aliran konvergensi berpendapat bahwa pertumbuhan
dan perkembangan manusia itu adalah tergantung pada dua faktor, yaitu:
faktor bakat/pembawaan dan faktor lingkungan/pengalaman pendidikan.
Atau dengan kata lain bahwa perkembangan anak itu adalah hasil
kerjasama antara kedua faktor yaitu pembawaan dengan lingkungan
(faktor dasar dan faktor ajar). Anak pada waktu dilahirkan telah membawa
potensi-potensi
yang
akan
berkembang,
maka
lingkungan
yang
memungkinkan berkembangnya potensi-potensi tersebut. Aliran ini
dipelopori oleh William Stern.61
Aliran konvergensi ini nampaknya sesuai dengan ajaran Islam, hal
ini dapat dipahami dari ayat berikut :






  






 
60
Ibid., 20
Ibid., 21
61
44
Artinya : "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur". (QS. An-Nahl : 78)62
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi
untuk dididik, yaitu pendengaran, penglihatan dan hati sanubari. Potensi
tersebut harus disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan
pendidikan.
Kesesuaian teori konvergensi di atas juga sejalan dengan firman
Allah yang berbunyi :



  
    




 





   
   


 
Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya
dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan
Depag RI., Al-Qur’an …, 275
62
45
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu". (QS. Luqman : 13-14)63
Ayat tersebut di atas selain menggambarkan adanya teori
konvergensi juga menunjukkan dengan jelas bahwa pelaksana utama
dalam pendidikan adalah kedua orang tua. Itulah sebabnya orang tua,
khususnya Ibu mendapat gelar sebagai "madrasah", yakni tempat
berlangsungnya pendidikan.
Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak
ada dua, yakni faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati
(rohawiya) yang dibawa oleh seseorang dari sejak lahir, dan faktor dari
luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua di rumah, guru di sekolah,
dan tokoh-tokoh serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerjasama antara
lembaga pendidikan tersebut, maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif
(penghayatan) dan psikomotorik (pengalaman) ajaran yang diajarkan akan
berbentuk pada diri seseorang. Dan inilah yang selanjutnya dikenal
dengan istilah manusia seutuhnya.
C. Tinjauan tentang Pengaruh Kepribadian Guru terhadap Pembentukan
Akhlak Siswa
63
Ibid., 412
46
Pengajaran tidak hanya terbatas pada memberikan informasi kepada
murid. Akan tetapi juga membimbing hasrat dan kecenderungan mereka untuk
selalu giat dalam belajar.
Seperti yang telah diungkapkan oleh John Luke bahwa "awalnya
intelektualitas manusia adalah seperti kertas putih, sehingga dapat ditulisi
menurut kehendak penulisnya.64 Hal ini berarti bahwa seorang guru mempunyai
peran yang sangat besar dalam penataan tingkah laku personal serta mampu
menyongkong dengan berbagai potensi yang esensial untuk mencapai
keberhasilan, kehidupan mulia, serta hubungan sosial yang benar.
Sedangkan di satu sisi, masyarakat juga telah memberikan kepercayaan
secara penuh kepada para guru untuk membentuk keahlian anak dan menuntun
minat serta kecenderungan mereka. Para guru bertanggung jawab untuk
mengelola serta membimbing perkembangan semacam itu dengan sebuah cara
yang baik. Maka dapat dikatakan bahwa "dalam pengajaran atau proses belajar
mengajar guru memegang peran sebagai sutradara sekaligus aktor. Artinya pada
gurulah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran
di sekolah.65
Hal ini sesuai dengan pendapat pengamat pendidikan Darmansyah Nabar
yang mengatakan bahwa :
Siswa lebih cenderung punya keinginan kuat untuk belajar dengan guruguru yang memiliki sifat dan sikap yang dianggap menyenangkan. Guru
Patoni, Metodologi Pendidikan …, 20
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), 12-13
64
65
47
yang senantiasa bersifat ramah, tidak pernah marah, suka membantu,
memiliki sense of humor, tidak galak, lebih fleksibel, menerima perbedaan
siswa, menempatkan siswa sebagai teman dan lain-lain lebih diutamakan
daripada sekedar pintar dalam hal bahan ajar.66
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kepribadian guru juga
menyangkut sifat dan sikapnya, "karena itu ketertiban seorang siswa untuk belajar
lebih banyak ditentukan oleh sifat dan sikap guru dalam mengajar".67
Oleh sebab itu, berikut ini akan penulis paparkan mengenai sifat dan sikap
guru :
1. Pengaruh Sifat Guru terhadap Pembentukan Akhlak Siswa
Sifat (trait) dalam istilah psikologi berarti ciri-ciri tingkah laku yang
tetap (hampir tetap) pada seseorang.68 Misalnya si Amir pembohong; si Agus
pemarah dan sebagainya. Semua awalan pe- pada kata pembohong dan
pemarah itu menunjukkan bahwa perbuatan-perbuatan seperti itu sering
muncul sehingga menjadi suatu ciri khas dari tingkah laku seseorang dan
dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut merupakan sifat-sifat orang yang
bersangkutan. Jadi kesimpulannya bahwa si Amir bersifat pembohong dan si
Agus bersifat pemarah.
Akan tetapi untuk mengetahui atau menentukan adanya sifat-sifat
tertentu pada seseorang tidaklah mudah, semua itu memerlukan waktu dan
proses pergaulan yang lama disamping pengetahuan psikologi sebagai
66
http://www.indonesia.com/sripo/2003/01/29/2804fok!.htm Diakses tgl 25 april 2011
Ibid...,
68
Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 142
67
48
dasarnya. Tergesa-gesa menyangka adanya sifat-sifat tertentu pada seseorang
adalah suatu perbuatan yang ceroboh dan sering kali menimbulkan salah
terka. Untuk itu dibutuhkan interaksi yang relatif lama dalam menentukannya.
Alport, seorang ahli psikologi menguraikan pendapatnya tentang sifat (traits)
sebagai berikut :
" ... traits are dynamic and flexible disposition, resulting at last in
port, from the integration of specific habits, expressing characteristic
modes of adaptation to one’s surroundings".69
Artinya bahwa sifat adalah disposisi yang dinamis dan flexible yang
dihasilkan dari pengintegrasian kebiasaan-kebiasaan khusus/tertentu yang
menyatakan diri sebagai cara-cara penyesuaian yang khas terhadap
lingkungannya. Disposisi dalam batasan tersebut adalah "suatu unsur
kepribadian yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan masa lalu
atau pengalaman-pengalaman yang telah lampau".70
Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa sifat merupakan ciri-ciri
tingkah laku atau perbuatan yang banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam
diri individu dan relatif bebas dari pengaruh lingkungan luas. Misalnya
pembawaan, minat, konstitusi tubuh dan cenderung bersifat tetap/stabil.
Beberapa indikator dari sifat antara lain adalah kejujuran, kesabaran, ketataan,
ketenangan, kewibawaan, dan sebagainya. Kewibawaan dapat diartikan
sebagai kualitas "daya pribadi pada diri seorang individu yang sedemikian
69
Ibid., 142
Ibid., 143
70
49
rupa sehingga membuat pihak lain tertarik, bersikap mempercayai,
menghormati dan menghargai secara intrinsik (sadar, ikhlas) sehingga secara
intrinsik pula akan mengikutinya.71
Jadi kalau seorang murid mengakui dan menerima anjuran dari
gurunya, maka hal ini bukan karena terpaksa atau takut, melainkan karena
murid itu menerima kewibawaan yang ada pada guru atas dasar keikhlasan
dan kepercayaan yang penuh.
Pendapat lain menyebutkan bahwa seorang pendidik harus memiliki
sifat-sifat positif untuk bergaul dengan murid-muridnya seperti :
a. Rasa tanggung jawab dan dedikasi.
b. Kecintaan, kesabaran dan kebijaksanaan.
c. Berpandangan luas.
d. Pandai bergaul.72
Sedangkan sifat-sifat negatif yang harus dijauhi / dihindari oleh
seorang pendidik seperti :
a. Lekas marah atau lekas menaruh syakwasangka.
b. Suka menyendiri.
c. Haus akan penghormatan dan pujian orang lain.
d. Penggugup, bimbang, ragu dan takut.
e. Mudah kecewa.73
Naim, Menjadi Guru Inspiratif …, 52
A.G. Soejono, Didaktik Metodik Umum, (Bandung: Bina Karya, t.t), 47-50
71
72
50
Maka untuk dapat menunaikan tugasnya yang berat itu, wajiblah guru
sendiri sebagai pendidik yang berbudi pekerti tinggi dan mempunyai sifatsifat seorang pendidik yang diciptakan yaitu adil dan jujur terhadap diri
sendiri, maupun terhadap sesama manusia serta selalu berusaha menjauhi
segala sifat-sifat negatif. Sebab bagaimanapun sifat seorang guru baik itu
positif maupun negatif, semuanya akan membawa dampak bagi pembentukan
akhlak siswa.
2. Pengaruh Sikap Guru terhadap Pembentukan Akhlak Siswa
Sikap (attitude) merupakan suatu cara bereaksi terhadap suatu
perangsang.74 Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu
terhadap sesuatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Menurut Sobur, sikap
adalah "kecenderungan bertindak, berfikir, berpersepsi dan merasa dalam
menghadapi objek, ide, situasi atau nilai.75 Sedangkan menurut Gerungan,
"sikap secara umum diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap
sesuatu hal.76
Pengertian di atas menyebutkan bahwa sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktifitas, akan tetapi masih berupa kecenderungan (predisposisi)
tingkah laku. Jadi sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek itu sendiri. Hal
73
Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 250-251
Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 141
75
Sobur, Psikologi Umum …, 361
76
Gerungan, Psikologi …, 149
74
51
ini dipertegas pula oleh Gordon Alport (beliau terkenal di bidang psikologi
sosial dan psikologi kepribadian) yang menegaskan bahwa sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.77
77
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia, (Yogyakarta: Liberty, 1988), 3
52
Ellis telah mengemukakan tentang sikap itu sebagai berikut :
Attitude involve some knowledge of situations however, the essential
aspect of the attitude is found in the fact that some characteristic
feeling organisasi emotion is experleced, and asuransi we would
accordingly expect, some difinite tendency to action is associated.78
Jadi Ellis berpendapat bahwa yang sangat memegang peranan penting
dalam sikap adalah perasaan atau emosi dan faktor kedua adalah reaksi/respon
atau kecenderungan untuk bereaksi. Sehingga ini sangat dipengaruhi oleh
perasaan senang (like) atau tidak senang (dislike) yang disertai dengan
pendirian atau perasaan orang itu.
Oleh sebab itu, sikap seorang guru dalam menanggapi segala situasi di
sekolah akan sangat berpengaruh pada penilaian siswa terhadap guru dan akan
selalu membekas dibenaknya. Sehingga apabila sikap itu baik dan
menyenangkan dimata siswa, maka secara otomatis akan mampu menjadi
tauladan pembentukan akhlak yang baik bagi siswanya.
Adapun indikator dari sikap yang sering menjadi perhatian bagi siswa
antara lain adalah kedisiplinan guru, kerapian, ketegasan, senang humor dan
sebagainya.
Purwanto, Psikologi Pendidikan …, 141
78
Download