Dari Teori ke Aplikasi - Universitas Lambung Mangkurat

advertisement
Sarbaini
MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS KOGNITIF MORAL:
Dari Teori ke Aplikasi
Laboratorium
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Lambung Mangkurat
i
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
ii
Sarbaini
MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS KOGNITIF MORAL:
Dari Teori ke Aplikasi
Laboratorium
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Lambung Mangkurat
2011
iii
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS
KOGNITIF MORAL
Sarbaini
Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Banjarmasin 2011
All right reserve
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini dengan cara apapun, tanpa izin tertulis
dari penerbit
x + 160 Halaman; 14,5 x 21 cm
ISBN: 979-26-8544-8
Rancang Sampul: Agvenda
Penata Isi: Lusiana Susanti
Diterbitkan oleh:
Laboratorium
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Lambung Mangkurat
Cetakan 1. Laboratorium PPKn (2001)
Cetakan 2. Edisi Revisi (2011)
Dicetak oleh:
ASWAJA PRESSINDO
Jl. Plosokuning V No. 73 Minomartani
Ngaglik Sleman Yogyakarta
Telp.: (0274) 4462377 e-mail: [email protected]
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur kepada Allah SWT, atas
rahmat, nikmat dan karunia Allah semata, dapatlah
diselesaikan penyusunan salah satu buku pegangan untuk
mahasiswa dalam mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan
Moral dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP dan SMA, khususnya Model Pembelajaran
Berbasis Teori Perkembangan Moral Kognitif pada Program
Studi Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial FKIP UNLAM.
Materi buku ini, selain berisi beberapa artikel tentang
pendidikan moral dalam tataran teoritis dan praktis, juga
memuat cakupan materi dari buku “Moral Reasoning: A
Teaching Handbook for Adapting Kohlberg to th Classroom”,
karya Ronald E Galbraith dan Thomas M.Jones, terutama
pada bab VII, VIII dan IX, dan implementasinya dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), disertai
dengan beberapa model dan bentuk cerita tentatifnya.
Terima kasih kepada pihak yang telah membantu
penyelesaian buku ini, khususnya para guru PKn SMP yang
telah menyelesaikan tugas perkuliahan dalam bentuk
membuat model pembelajaran PKn yang berbasis kognitif
v
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
moral. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan balasan
yang setimpal atas bantuan yang diberikan. Buku ini pertama
kali diterbitkan oleh Laboratorium Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) FKIP UNLAM pada tanggal 17
Juni 2001, namun atas permintaan teman-teman guru mata
pelajaran PKn dan memenuhi kebutuhan literatur untuk
mahasiswa dalam mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan
Moral dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SMP dan SMA, sekaligus revisi terhadap berbagai
koreksi dalam teknis pengetikan, maka diterbitkan kembali
buku sebagai edisi revisi. Mudah-mudahan buku ini berguna
bagi kita semua.
Banjarmasin, Maret 2011
Penyusun,
SARBAINI
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................... vii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................... 1
BAB II
MORALITAS MENURUT PERSPEKTIF
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF
MORAL............................................................. 7
A. Pandangan Piaget .................................... 9
B. Pandangan Kohlberg ............................... 11
BAB III KONSEP PERKEMBANGAN DAN
PERTIMBANGAN MORAL ........................... 15
A. Perkembangan Moral
(Moral Development) ................................... 15
B. Pertimbangan Moral
(Moral Judgement) ..................................... 19
vii
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
BAB IV TEORI PERKEMBANGAN MORAL
KOHLBERG ..................................................... 21
A. Enam Tahap Pertimbangan Moral ......... 21
B. Beberapa Kesimpulan Terhadap
Teori Kohlberg ........................................... 26
BAB V
TEORI DAN KONSEP
PERKEMBANGAN KOGNITIF UNTUK
PEMBELAJARAN MORAL ............................ 33
A. Teori Perkembangan Kognitif untuk
Pembelajaran Moral ................................. 33
B. Konsep Perkembangan Kognitif untuk
Pembelajaran Moral ................................. 35
BAB VI MODEL PEMBELAJARAN
PERKEMBANGAN KOGNITIF MORAL ....... 39
A. Konsep ....................................................... 39
B. Asumsi ....................................................... 40
C. Tujuan ........................................................ 41
D. Posisi Guru ................................................ 41
E. Substansi Model Pembelajaran ............... 42
F. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran ... 43
BAB VII CERITA DILEMA MORAL.............................. 45
A. Unsur-unsur Esensial Sebuah
Kisah Dilema ............................................. 45
B. Contoh Kisah Dilema Moral .................... 48
BAB VIII PERENCANAAN PEMBELAJARAN ............ 57
A. Tiga Bagian dari Perencanaan
Mengajar ................................................... 57
viii
Daftar Isi
B.
Perencanaan Mengajar “Hei, Sam,
Truk ada di sini!” ...................................... 65
C. Perencanaan Mengajar: “Sebuah
Surat Peringatan” ..................................... 67
BAB IX PROSES PEMBELAJARAN............................ 71
A. Elemen Proses Pembelajaran
yang Efektif ............................................... 71
B. Proses Pembelajaran ................................. 74
C. Langkah-langkah Pembelajaran
Dilema Moral ............................................ 77
BAB X
IMPLEMENTASI MODEL
PERKEMBANGAN KOGNITIF DALAM
PEMBELAJARAN PKn SMP .......................... 133
A. Bentuk-bentuk Model Tentatif ................. 133
B. Bentuk-bentuk Kisah Dilema
Moral Tentatif ............................................ 150
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ 157
BIODATA PENULIS ........................................................... 159
ix
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
x
BAB I
PENDAHULUAN
M
asalah moral, demikian pula pembelajaran moral, atau
karakter moral masa sekarang, agaknya hangat
dibicarakan, terutama dikaitkan dengan kualitas karakter
moral manusia di era reformasi ini. Tingkatan kualitas
karakter moral manusia Indonesia, selain menghadapi
masalah rancunya atau anomali nilai moral yang terjadi di
masyarakat, juga diduga tengah menuju pada pada tataran
yang paling rendah dalam kulitas kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bahkan sempat pula dipertanyakan, apakah
masih ada moral (yang baik) pada bangsa, negara dan
masyarakat Indonesia ini? Sekarang nilai moral sudah
diputarbalikkan untuk memenuhi kepentingan pribadi,
kepentingan kelompok dan kepentingan kekuasaan sesaat,
dan kepentingan itu, tidak ada ujung pangkalnya.
Kepentingan negara, kepentingan rakyat dan kepentingan
masyarakat pada umumnya diletakkan pada kepentingan
pribadi, kekuasaan dan kelompoknya. Di sinilah muara
tumbuhnya kerancuan nilai moral, pada gilirannya
memuntahkan dilema moral yang terjadi di masyarakat,
khususnya terhadap generasi muda yang sedang tumbuh,
berkembang dan mencari jawaban moral dalam
kehidupannya.
1
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Dalam menghadapi kerancuan nilai moral yang terjadi
di dalam masyarakat, sekaligus melahirkan dilema moral bagi
subjek yang menghadapinya, maka kebiasaan konvensional
yang berlaku masyarakat, terutama bagi orang tua adalah
memberikan contoh atau nasehat tentang moral yang baik
dan moral yang buruk, maupun dengan cara memberikan
ganjaran, jika moral yang baik dipatuhi, dan menghukum,
kalau moral yang buruk dilanggar. Namun demikian
menurut studi Hartshorne dan May (dalam Duska dan
Whelan, 1982: 15-16) bahwa dalam pendidikan karakter
moral, maka prinsip-prinsip yang diajarkan dengan cara
memberi contoh, menasehati, memberi hadiah dan memberi
hukum adalah tidak efektif untuk menghasilkan tingkah laku
moral yang dikehendaki. Dengan kata lain, bahwa metode
konvensional dalam pendidikan karakter moral warga negara
(civics virtue)., tidak memadai lagi, maka diperlukan suplemen
metode agar pendidikan karakter moral warga negara (civics virtue). menjadi lebih efektif. Lalu apakah yang dapat
dilakukan oleh para orang tua serta para pendidik supaya
hal itu menjadi lebih efektif?
Jawaban terhadap permasalahan pendidikan karakter
moral warga negara (civics virtue) sekarang, salah satunya,
paling tidak secara ilmiah terdapat pada karya Jean Piaget
dan Lawrence Kohlberg. Penemuan-penemuan mereka
menunjang keyakinan bahwa pertimbangan moral
berkembang dengan melalui rentetan reorganisasi kognitif
yang disebut tahap-tahap. Setiap tahap mempunyai bentuk,
pola dan organisasi yang dapat diidentifikasi. Tahapan
tersebut merupakan suatu proses yang membutuhkan
perubahan struktur kognitif, dan perubahan tersebut
tergantung dari perkembangan kognitif dan rangsangan dari
lingkungan sosial ( Duska dan Whelan, 1982: 16-17 ).
2
Pendahuluan
Materi buku ini pada mulanya ditujukan terhadap
mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan,
karena Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan selain
bertujuan untuk menyiapkan tenaga calon guru PKn, juga
bertujuan membentuk mahasiswanya menjadi warga negara
yang mempunyai karakter moral yang baik. Namun
demikian dalam perkembangannya, materi buku
menumbuhkan minat para guru dan praktisi pendidik
karakter moral warga negara (civics virtue) di sekolah,
terutama, baik dalam kaitannya dengan pengembangan
karakter moral peserta didik, juga berhubungan dengan
pengembangan model pembelajaran karakter moral,
khususnya model pembelajaran karakter moral warganegara
dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Karakter moral warga negara tersebut hendaknya mengarah
kepada karakter moral bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat.
Menurut Udin S Winataputra (2000) secara substantif
dan pedagogis, program civic education dirancang sebagai
wahana pendidikan yang bertujuan untuk memfasilitasi
peserta didik, agar dapat memgembangkan dirinya menjadi
warga negara yang cerdas, bertanggungjawab, dan
berkeadaban atau “smart and good citizens”.
Menurut Endang Sumantri (2008: 34) yang amat lebih
penting adalah bahwa pendidikan kewarganegaraan
memperlihatkan potensi yang kuat untuk mengembangkan
secara lengkap baik fisik maupun mental manusia dan
mendorong pengembangan keterampilan-keterampilan,
pengetahuan dan perilaku yang akan memungkin mereka
untuk meningkatkan kondisi-kondisi kehidupan mereka.
Tujuan yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan
sekarang akan menerima oleh posisi-posisi ideologis, religius
dan kultural sebagai elemen-elemen esensial dalam tujuan3
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tujuan pendidikan kewarganegaraan. Hal demikian
diperkuat oleh pendapat Barret (1980) tentang ideologi,
Kohlberg (1986) tentang religi, dan Giroux Krech, Crutchfield
& Ballachey (1962) tentang kultur (dalam Endang Sumantri,
2008),
Udin S Winataputra (2000) dan Endang Sumantri (2008),
nampaknya sepakat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
baik sebagai program, proses, fase dan produk memadukan
secara integral aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, fisik
dan mental, individu dan kolektif dalam perilaku untuk
menjadi warga negara yang demokratis, sekaligus menjadi
warga negara yang baik.
Buku ini bertujuan agar mahasiswa, guru dan praktisi
pendidikan karakter moral warga negara (civics virtue) dapat
memahami dasar-dasar dan konsep-konsep pendidikan
karakter moral pada umumnya, dan khususnya untuk
kepentingan pengembangan pendidikan karakter moral
dalam kaitannya dengan pengembangan etika kewarganegaraan yang mendukung watak/karakter kewarganegaraan,
sehingga terbentuk warga negara yang baik guna menuju
masyarakat madani. Dalam kegiatan pembelajarannya telah
dilaksanakan berbagai model pembelajaran yang berorientasi
pada karakter moral warga negara (civics virtue), seperti
model konsiderasi, model pembentukan rasional, model
perkembangan kognitif, model analisis nilai, model klarifikasi
nilai, dan model aksi sosial. Dari berbagai model pembelajaran
karakter moral warga negara (civics virtue), ada dua model
yang lebih kaitannya dengan problem kerancuan dan dilema
nilai moral, yaitu model perkembangan kognitif dan model
klarifikasi nilai.
Dalam pelaksanaan kedua model tersebut, peserta didik,
mahasiswa, guru dan praktisi pendidikan karakter moral, dan
pendidikan kewarganegaraan di sekolah dihadapkan dengan
4
Pendahuluan
kasus-kasus aktual dalam berbagai aspek kehidupan. Namun
dari kedua model tersebut yang cendrung berperan dalam
pengembangan struktur kognitifnya adalah model perkembangan kognitif. Meskipun model pembelajaran kognitif
kurang begitu dipopulerkan sebagaimana model klarifikasi
nilai, dalam pembelajaran karakter moral warga negara (civics virtue)., akan tetapi paling tidak, model perkembangan
kognitif sesuai dengan upaya pemerintah sekarang. Karena
pemerintah sekarang dalam bidang pendidikan berupaya
untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi.
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pembentukan sumber daya manusia dalam pendidikan adalah
upaya untuk mengaktifkan struktur kognitif peserta didik,
agar dapat membangun makna dari apa yang dipelajari. Di
sinilah terdapat kesejajaran dan kesamaan orientasi untuk
mengaktifkan struktur kognitif peserta didik, dengan model
perkembangan kognitif sebagai model pembelajaran karakter
moral warga negara. Di samping itu pengaktifan struktur
kognitif juga memerlukan proses yang membutuhkan
perubahan struktur kognitif pula. Perubahan dan pengaktifan
struktur kognitif akan mempengaruhi perkembangan
kognitif, dan semua itu rangsangan dari lingkungan sosial.
Masalahnya adalah apakah rangsangan lingkungan sosial
tersebut dapat mengaktifkan atau merubah struktur kognitif
peserta didik, dan jika terjadi perubahan, pada tingkat apa
perkembangannya, cendrung meningkat atau menurun? Jika
pun terjadi perubahan, bagaimana pengaruhnya terhadap
kemampuan melakukan pertimbangan karakter moral
sebagai landasan dari perubahan atau perkembangan
karakter moral peserta didik.
Adanya perubahan dan perkembangan karakter moral
akan menuju pada peluang terbentuknya kemampuan
5
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
melakukan pertimbangan-pertimbangan moral yang
matang. Maka dengan pertimbangan moral yang matang,
tentu seseorang akan mencapai kematangan moral.
Kematangan moral merupakan karakteristik dari seseorang
yang mempunyai pendirian moral yang benar dan bertindak
sesuai dengan pendiriannya itu. Kematangan moral selain
menyangkut faktor pengetahuan yang mendalam tentang
benar dan salah, juga berkaitan dengan watak atau kemauan
bertindak sesuai dengan cara berpikir yang lurus, baik dan
benar.
6
BAB II
MORALITAS MENURUT PERSPEKTIF
TEORI PERKEMBANGAN
KOGNITIF MORAL
P
ara pakar teori perkembangan kognitif moral meneliti
bagaimana perubahan kondisi karakter moral dikaitkan
dengan pertambahan usia. Mereka percaya bahwa
peningkatan kematangan kognitif dan pengalaman sosial,
secara perlahan membimbing anak untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang tingkatan-tingkatan
kerja sama sosial yang mengatur tanggungjawab moral.
Pemahaman anak-anak tentang tingkatan-tingkatan
sosial berkembang dari hal yang sederhana, yaitu
pemahaman kongkrit tentang kewajiban antara manusia
kepada hal yang lebih abstrak, yaitu apresiasi pemahaman
tentang lembaga sosial yang lebih luas dan sistem pembuatan
hukum sebagaimana pemahaman masyarakat dan
perubahan-perubahan struktur sosial. Karakter moral anak
yang ideal adalah konsepsi mereka tentang apa yang
sebenarnya dilakukan ketika kebutuhan dan keinginan
manusia saling bertentangan satu sama lain, juga perbaikanperbaikan lainnya, seperti perbaikan terhadap peningkatan
penyelesaian secara jujur, adil, dan seimbang terhadap
masalah-masalah moral (Rest, 1983, dalam Beck, 1989).
7
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Perkembangan kognitif tidak bisa dianggap sebagai
laporan karakter moralitas yang lengkap. Hal ini disebabkan
oleh pemikiran tentang apakah karakter moral tidak
menjamin orang bersikap yang sesungguhnya sesuai dengan
tingkat kognitifnya. Berbagai contoh mucul untuk menunjukkan, bahwa anak-anak dan orang dewasa sering mengkompromikan ide-ide tentang kejujuran, memenuhi keinginannya
untuk mendapatkan kepuasan, walaupun mereka tahu,
bahwa hal itu tidak benar. Beberapa dekade yang lalu, dalam
penelitian klasiknya tentang perilaku moral, Harthson dan
May menemukan bahwa terdapat hubungan yang rendah
antara penalaran moral anak dengan tingkah laku mereka
yang sesungguhnya dalam kondisi yang beragam (Harthson,
May dan Shuttleworth, 1930, dalam Beck, 1989)
Meskipun demikian, bagian integral dari pendekatan
perkembangan kognitif adalah bahwa pemahaman moral
tidak mempengaruhi dorongan moral. Karenanya kognitif
seharusnya menunjang hubungan-hubungan terhadap
tindakan moral, meskipun tidak sempurna. Kalangan teorisi
perkembangan kognitif percaya bahwa ketika anak-anak
mulai mengerti tujuan dan fungsi tingkatan-tingkatan kerjasama sosial, mereka mengembangkan kemampuan
kerjasama untuk mereka sendiri dan orang-orang yang
bekerja melindungi dan membantu mereka. Hasilnya,
mereka sedikit demi sedikit menyadari bahwa sikap dan cara
berpikir adalah bagian penting dari keberadaan dan pertahanan dalam dunia sosial (Rest, 1893, Beck, 1989). Berdasarkan
pendapat tersebut, pendekatan perkembangan kognitif
memperkirakan suatu hubungan yang sangat spesifik antara
pemikiran moral dan perilaku moral, keduanya sebaiknya
saling berdekatan sebagai kemajuan setiap individu ke arah
tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi dari pemahaman
moral.
8
Moralitas Menurut Perspektif Teori Perkembangan Kognitif Moral
Sebuah alasan penting yang dinyatakan pada penelitian
Harthson dan May (Harthson, May dan Shuttleworth, 1930,
dalam Beck, 1989), seperti dikemukakan di atas adalah
ditemukannya hubungan yang sangat kecil antara penalaran
moral dengan perilaku yang terjadi, karena subjek-subjeknya
tidak mengalami kemajuan yang berarti dalam
perkembangan moral. Untuk memiliki pemikiran yang integral dengan tindakan, bukti-bukti baru kini mengindikasikan
bahwa di antara anak-anak yang lebih tua, remaja dan
dewasa, terdapat konsistensi yang cukup antara kondisi moral
dan sikap moral. Oleh karena itu, pikiran moral bukan tidak
bergantung dan tidak relevan dengan tindakan moral. Tetapi
hal demikian merupakan faktor penting di antara jumlah
besar faktor lainnya yang membantu menjelaskan mengapa
manusia berkelakuan seperti yang mereka lakukan.
A. Pandangan Piaget
Piaget dalam penelitiannya meminta anak-anak
untuk menilai kenakalan suatu tokoh yang telah
memutuskan suatu rangkaian tindakan moral. Kemudian
Piaget mengemukakan bahwa pemahaman terhadap
resiprositas moral (moral timbal balik) adalah penting
dalam rangka memperlakukan orang lain sebagaimana
seseorang yang memerlukan perlakuan. Hal ini menggarisbawahi terjadinya perubahan dari karakter moral
kepatuhan terhadap otoritas kepada moralitas untuk
kerjasama sosial. Meskipun Piaget mengemukakan bahwa
penghargaan anak terhadap resiprositas berkembang
antara usia 6-12 tahun, tetapi dia tidak begitu memperhatikan grafik perkembangan.
Resiprositas bisa dipahami dalam dua cara yang
berbeda, pertama, pada pandangan kongkrit, yaitu sebagai
suatu hal hubungan (pertukaran) sejajar di antara orang9
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
orang. Seorang yang memahami resiprositas dengan cara
ini, percaya bahwa keadilan dianjurkan manakala
kebaikan atau ketidakbaikan (keramahan atau kekasaran)
dari orang lain yang dibahas dengan hal yang serupa.
Resiprositas juga bisa dihayati melalui sudut pandang yang
lebih abstrak dan idealistik. Moralitas didasarkan pada
memperlakukan orang lain sebagaimana mestinya.
Pembahasan tentang bagaimana kamu sebaiknya ingin
diperlakukan, jika kamu dan orang lain harus bertukar
posisi seperti teori ‘Kompleksnya Selman”, yaitu
keterampilan perspektif timbal balik yang saling
menguntungkan. Oleh karena itu, kita tidak akan bisa
mengharapkan kepada anak untuk memiliki tingkat
penghargaan yang tinggi terhadap resiprositas sampai
memasuki tahun-tahun pertama remaja.
Pada usia 5 tahun, anak-anak memandang resiprositas
kongkrit sebagai dasar yang penting pada penilaian moral,
dan terjadilah perpindahan perkembangan menjadi masa
resiprositas yang ideal pada akhir masa anak-anak dan
tahun-tahun awal masa remaja. Baldwin dan Baldwin
(1970, dalam Beck, 1989) memberikan anak-anak pasangan cerita-cerita yang dirancang untuk menilai macammacam tingkah laku. Cerita pertama menyuruh anak
mengidentifikasikan dari dua tingkah laku, yang manakah
yang lebih baik; membalas kebaikan untuk kebaikan yang
diterima di masa lalu, atau melakukan kebaikan terlepas
dari kemurahan hati dari tingkah laku yang lalu.
Kebanyakan anak-anak menilai sebuah hubungan timbal
balik seperti itu adalah baik. Tetapi kemampuan menilai
ini lebih berkembang pada pertengahan masa anak-anak
dan awal masa remaja, dan kecendrungan ini disetujui oleh
penelitian-penelitian lainnya (Peterson, Hartmann dan
Gelfand, dalam Beck,1989).
10
Moralitas Menurut Perspektif Teori Perkembangan Kognitif Moral
Temuan di atas menandakan bahwa pemahaman
anak terhadap resiprositas menjadi lebih abstrak dan
idealistis pada masa-masa sekolah dasar. Tetapi belum
begitu jelas mengenai faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan perubahan tersebut, karena resiprositas
yang ideal memerlukan berbagai kemampuan, yakni
perkembangan kognitiflah yang paling berperan dalam
pembentukan kemampuan-kemampuan tersebut. Namun
demikian pengalaman-pengalaman juga bisa menentukan
pembentukan kemampuan perkembangan kognitif
terhadap resiprositas ideal.
B. Pandangan Kohlberg
Kohlberg dalam penelitiannya memberikan subjek
penelitiannya dilema-dilema moral hipotesis, berupa
pertimbangan moral yang saling beradu mungkin terjadi,
dan meminta mereka untuk menunjukkan apa yang harus
dilakukan si tokoh dan mengapa harus. Kohlberg meminta
subjeknya untuk tidak hanya memutuskan, tetapi juga
membenarkan rangkaian tindakan, Kohlberg bisa
memperoleh ide yang lebih jelas tentang penalaran di
mana keputusan moral subjek didasarkan.
Bagi Kohlberg (1969; 1976, dalam Beck, 1989) dan pembuat teori perkembangan kognitif lainnya (Damon,1977;
Selman,1977, Beck, 1989) telah berargumentasi bahwa
perkembangan moralitas tergantung pada kognitif dan
keterampilan-keterampilan pemilihan pandangan pada
cara spesifik. Setiap tahapan moralitas diasumsikan
menuntut pemerolehan kognitif tertentu dan tahap-tahap
pemilihan pandangan. Namun pembuat teori perkembangan kognitif juga percaya bahwa perkembangan
moral tidak sepenuhnya dikurangi sampai pada segi-segi
pertumbuhan kognitif lainnya.
11
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pemahaman moral diasumsikan melibatkan beberapa
pengorganisasian ulang kognitif tambahan yang
seluruhnya unik terhadap domain moral. Sebagai
akibatnya, Kohlberg dan lainnya telah menghipotesiskan
bahwa tahap-tahap pemilihan pandangan dari kognitif
adalah penting tapi bukan kondisi yang mencukupi
untuk tiap tahapan moralitas. Jika Kohlberg benar bahwa
asumsi yang penting, tapi tidak mencukupi, juga berlaku
terhadap perkembangan moral, maka kematangan moral
tidak hanya sejajar, tapi juga ketinggalan dari pemerolehan
tahap kognitif dan pemilihan pandangan yang terkait,
namun tak pernah mendahuluinya.
Selain faktor kognitif non-sosial berupa prestasi
pemilihan pandangan sebagai bangunan penting bagi
penalaran moral, maka faktor kognitif berupa pengalaman
juga sangat penting. Pengalaman yang menyebabkan
ketidakseimbangan kognitif adalah sangat penting bagi
perubahan moral, yakni menghadapkan orang pada
informasi yang menyebabkan konflik sedikit di atas
tingkat moral mereka. Konflik-konflik moral biasanya
dilandasi oleh prinsip-prinsip keterbukaan, kesamaan,
resiprositas, dan keadilan. Konflik tersebut akan
menantang mereka untuk memperbaharui penalaran
mereka pada arah pemikiran moral yang lebih maju.
Sejumlah penghasil teori ini, percaya bahwa konflik
kognitif adalah bahan paling dasar bagi perubahan
pengalaman moral (Berkowitz, 1965; Haan, Aerts dan
Cooper, 1985; Kohlberg, 1984; Turiel. 1977, dalam Beck,
1989), dan faktor paling kritis yang menjembatani jarak
antara kognitif, perolehan pilihan pandangan dan tahap
moral seseorang. Dengan kata lain, menurut Duska dan
Whelan (1984) kematangan kognitif yang lebih besar,
disertai berbagai macam pengalaman sosial, akan
12
Moralitas Menurut Perspektif Teori Perkembangan Kognitif Moral
memperluas perspektif moral seseorang. Perkembangan
moral, bukanlah suatu proses menanamkan bermacammacam peraturan dengan sifat-sifat baik, tetapi suatu
proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif tergantung dari
perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan
sosial.
Dengan demikian menurut Kohlberg, moralitas pada
dasarnya mengalami perkembangan dan berpusat pada
ranah kognitif, bersifat interaksional dan dilandasi oleh
prinsip-prinsip keterbukaan, kesamaan, resiprositas, dan
keadilan. Moral bagi Kohlberg dibatasi oleh satu konstruk
lain yang disebut pertimbangan (judgment), terutama
karakter formal dari pertimbangan dan bukan isinya.
13
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
14
BAB III
KONSEP PERKEMBANGAN DAN
PERTIMBANGAN MORAL
A. Perkembangan Moral (Moral Development)
Pada mulanya manusia itu belum memiliki kesadaran
moral, tidak memiliki moral, tetapi mempunyai potensi
moral. Moral dapat dimiliki seseorang dari hasil pergaulan
dengan lingkungan, masyarakat dan orang tua. Perkembangan moral seseorang itu dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor ditumbuhkembangkan melalui berbagai
model/pola, yaitu kognitif, afektif dan behavioristik.
Kesemuanya ini dikembangkan secara terpadu.
Secara keseluruhan moral yang dianut seseorang itu
dipengaruhi/dilandasi oleh nilai agama, nilai sosial budaya,
dan pada hal-hal tertentu bisa juga dari nilai-nilai
metafisika, hukum dan ilmu pengetahuan. Tumbuhkembangnya nilai moral berlangsung sejak prenatal
sampai akhir hayat. Dalam kehidupan nyata terutama
dalam situasi yang mengandung konflik moral, maka
moral yang dianut seseorang akan tergantung pada situasi
yang dirasakan atau dialaminya. Apabila situasinya dalam
keadaan kritis dan ekstrim, maka moral yang dimiliki
(moral sense) seseorang cendrung lebih rendah dibandingkan dengan moral seseorang yang berada dalam situasi
15
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
yang santai/berandai-andai, maka moralnya cendrung
tinggi. Bahwa dalam proses pendidikan karakter moral,
maka orientasinya bukan seperti mencetak (proses printing), tetapi seperti menggambar (drawing), artinya potensi
anak/orang yang harus banyak bicara.
Moral yang dianut dan diyakini seseorang tidaklah
berjalan stagnan (diam-menetap), tetapi mengalami
tahapan-tahapan perkembangan moral (moral development
stages). Menurut Kohlberg moral development stages adalah
laju perkembangan landasan moral seseorang dari apa
yang sebaiknya, atau menurut Melden sebagai laju perkembangan motivasinya (dalam Djahiri dan Wahab, 1996:
44). Salah satu dari landasannya adalah aspek kognitif,
atau menurut Loevinger (dalam Karger, 1983, dikutip
Djahiri dan Wahab, 1996: 46) melalui integrasi perkembangan kepribadian dengan the inner logic of the cognitif
structure.
Kohlberg memberikan rumusan pengertian moral development stages ini dengan rumusan yang lebih melebar,
yakni sebagai “laju perkembangan landasan moral seseorang dari is to ought”. Sedangkan Richard Mleden (1977)
memberikan rumusan sebagai “ sensitivity in thought, feeling and action towards others “. Selanjutnya Melden
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sensitivity
ialah “laju perkembangan motivasinya”, terutama perhitungan yang menjadi landasan sensitivity ini. Menurutnya ada dua landasan yakni perhitungan-perhitungan
yang menyangkut aspek kognitif dan aspek afektual, baik
menyangkut dirinya maupun orang lain. Loevinger
(Krager, 1983) menjelaskan bahwa:” Moral development
stages adalah ego development, yakni perubahan kualitatif
diri melalui berbagai tahapan perkembangan, antara lain
16
Konsep Perkembangan dan Pertimbangan Moral
melalui berbagai tahapan perkembangan personality dengan
the inner logic of the cognitive stucture”.
Masalah orientasi moral sebenarnya adalah membicarakan dasar landasan orientasi pola perkembangan moral
atau hal yang mendasari perhitungan ketaatan dan kepatuhan
seseorang) atau dasar penilaian seseorang terhadap sesuatu
(nilai moral). Oleh karenanya “moral orientation” ini oleh Peter
(1979) diidentikan dengan Moral Self (moral position;
ketetapan hati). Ketetapan hati seseorang terhadap suatu nilai
moral didasari oleh dua landasan perhitungan/penilaian,yaitu:
a. Cognitive motivation aspects, yang memuat perhitungan
antisipatif resiko-resiko yang ditimbulkan akibat suatu
keputusan, baik bagi dirinya maupun orang lain.
b. Affective motivational aspects, yakni perhitungan hal-hal
emosional yang diakibatkan keputusan tersebut baik bagi
dirinya maupun orang lain.
Peter sebagai pengkuti aliran Kohlberg beranggapan
bahwa pada akhirnya kemampuan struktur kognitif akan
lebih dominan sebagai dasar motivasi ketetapan hati.
Pandangan ini tidak selamanya benar dan tidak selalu bisa
diterapkan. Banyak faktor lain yang turut bicara dalam
menentukan ketetapan hati, antara lain:
a. Kondisi diri dan lingkungan
b. Kualitas kelompok dan peringkat kedudukan diri bila kita
ada dalam suatu kelompok.
c. Pola tatanan nilai dan moral yang mengikatnya.
d. Kepentingan (interest) dan kualitas diri yang bersangkutan
itu sendiri.
Dalam mempelajari teori-teori perkembangan moral,
maka ada tiga sudut tinjauan yang harus dijadikan acuan,
yaitu:
17
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
a. Tingkah laku moral (moral behavior), yaitu dengan
melihat tingkah laku dari moral itu sendirti, lalu datanya
dikumpulkan, kemudian dibanding-bandingkan
sehingga jadi sebuah teori.
b. Pernyataan moral (moral statement), caranya dengan
memperhatikan pernyataan moral, kemudian
dibanding-bandingkan sehingga menjadi sebuah teori.
c. Pertimbangan moral (moral judgement ), caranya
dengan mencari suatu alasan, komentar yang
menyangkut tingkah laku
Perkembangan moral dapat dikatakan terjadi karena
adanya aspek motivasi, salah satunya adalah aspek kognitif. Landasan perkembangan moral, kadangkala disebut
juga orientasi moral, karena orientasi moral membicarakan
dasar dari landasan orientasi pola perkembangan moral,
atau hal yang mendasari perhitungan ketaatan/kepatuhan
seseorang terhadap sesuatu nilai, dasar penilaian seseorang
terhadap nilai moral, atau yang menjadi acuan dalam
upaya memecahkan persoalan yang mengandung dilema
moral. Oleh karena itu, “moral orientation” oleh Peter (1979,
dalam Djahiri dan Wahab, 1996: 46) diidentikkan dengan
moral self (moral position; ketetapan hati), moral stages
(tahap-tahap moral), development of moral orientation
(perkembangan orientasi moral), dan moral judgement
(pertimbangan moral)
Jadi perkembangan moral dapat dikatakan mencakup
pengertian tentang laju perkembangan landasan moral
seseorang, khususnya yang menjadi landasan orientasi
moralnya. Laju perkembangan moral pada prinsipnya
mengacu pada adanya tahap perkembangan moral (moral
stages), sehingga tahapan perkembangan moral adalah
membahas tahapan atau pola perkembangan kejiwaan
18
Konsep Perkembangan dan Pertimbangan Moral
manusia dalam menginternalisasi, mempersonalisasi dan
mengembangkan serta dalam mematuhi, melaksanakan
atau menentukan pilihan, menyikapi atau menilai, dan
melakukan ajukan nilai moral.
B. Pertimbangan Moral (Moral Judgement)
Pertimbangan merupakan suatu urusan yang begitu
kompleks terutama kalau berhadapan dengan adanya
dilema moral. Untuk melakukan pertimbangan moral
diperlukan adanya kemampuan mengevaluasi kepentingankepentingan yang berbeda berdasarkan kriteria atau prinsip
maupun standar yang diakui oleh umum, yang konsisten,
bukan atas dasar situasi tertentu atau pertimbangan tentatif
semata, sehingga menghasilkan suatu kesimpulan tentang
karakter moralitas, apakah itu kita anggap baik atau
buruk. Dengan demikian pertimbangan moral merupakan
manifestasi untuk membuat kesimpulan atau keputusan
tentang sesuatu, baik yang berkaitan dengan berbagai
dilema/konflik moral antar hal yang harus menjadi
kenyataan, maupun yang berhubungan pula dengan
pihak lain, antara lain Tuhan, manusia lain dan diri sendiri.
Pertimbangan moral sangat tergantung kepada
perhatian, akan tetapi pertimbangan moral juga tidak
lepas dari tuntutan-tuntutan intelektual. Untuk melakukan
pertimbangan moral, diperlukan pengetahuan moral yang
memadai tentang sesuatu. Pengetahuan akan mempengaruhi rasional untuk melakukan pertimbangan guna
mencapai moralitas. Berbeda dengan perhatian yang
mementingkan masalah efektif, maka pertimbangan
moral tidak terlepas dari perhatian dan tuntutan rasional.
Pertimbangan moral seseorang terhadap sesuatu, menurut
Kohlberg tidak sama, tetapi berada dalam rangkaian tahapan
yang beragam, tergantung pada tahapan perkembangan
19
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kognitifnya. Kohlberg (dalam Galbraith dan Jones, 1976),
mengemukakan bahwa individu-individu menyusun kembali
kemampuan rasionalnya tentang masalah moral dan sosial
bersamaan dengan perkembangan struktur kognitif dari yang
sangat kongkrit ke yang lebih abstrak. Pertimbangan moral
yang dilakukan pada akhirnya akan menghasilkan penilaian
moral, dan penilaian moral yang dilakukan seseorang terhadap
sesuatu tergantung dan menggambarkan tahapan
perkembangan moralnya.
Perkembangan moral demikian dialami oleh seseorang,
dan setiap pertimbangan moral yang dilakukan terhadap
sesuatu hal, termasuk masalah moral dan sosial, tidaklah
terlepas dari pertimbangan moral yang menjadi landasan
orientasi penilaian moralnya. Pertimbangan moral dan
landasan orientasi moral seseorang, menurut Kohlberg akan
dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran yang
menekankan pada perkembangan kognitif.
Terhadap masalah perkembangan dan pertimbangan
moral dari aspek kognitif ini, teoritikus yang mendalami,
umumnya pakar barat, yang tentu dasar berpikir, objek studi
dan landasan teoritik serta nilai moralnya adalah juga sesuai
dengan nilai moral anutan mereka, Di antara teoritisi ini, antara
lain adalah; John Dewey, Nurman Y.Bull, Piaget, Lawrence
Kohlberg, Mc Dougal, R.M.Liebert, Barbara Stange,
Eckenberger, Loevinger, dan Gilligan. Teoritisi yang paling
dominan dalam membahas teori perkembangan moral adalah
Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg. Namun demikian, paling tidak kita telah memiliki wacana tentang perkembangan
dan pertimbangan moral dari perspektif kognitif moral.
Wacana ini mudah-mudahan memacu dan memicu kita
untuk menelaah perkembangan dan pertimbangan moral
dalam tataran kognitif berbasis budaya masyarakat Indonesia.
20
BAB IV
TEORI PERTIMBANGAN
MORAL KOHLBERG
A. Enam Tahap Pertimbangan Moral
Di akhir tahun 1950-an, Lawrence Kohlberg mulai
mengumpulkan data yang berkaitan dengan pertanyaanpertanyaan tentang moral. Kohlberg telah mengkaji hasil
kerja terdahulu dari Jean Piaget dalam perkembangan
kognitif dan moral, serta menggunakannya sebagai
landasan kajian selama 15 tahun tentang pertimbangan
moral. Kajian Piaget terutama menitikberatkan pada
pengungkapkan tahapan kognitif. Kajian Kohlberg juga
mengacu pada suatu rentang perkembangan tahap-tahap
dan mengungkapkan bagaimana seseorang membentuk
pemikiran mereka tentang pertanyaan sosial dan moral
sebagaimana mereka membentuk struktur kesadaran dari
hal yang paling nyata hingga bersumber kepada hal yang
paling abstrak.
1.
Tingkat Pre-Konvensional
Pada tingkatan ini anak peka terhadap peraturanperaturan yang berlatar belakang budaya dan terhadap
penilaian baik-buruk, benar-salah, tetapi mengartikannya dari aspek akibat-akibat fisik suatu tindakan,
atau dimensi enak-tidaknya akibat-akibat itu
21
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
(hukuman, ganjaran disenangi orang), atau dari sudut
ada-tidaknya kekuasaan fisik dari yang memberikan
peraturan-peraturan atau memberi penilaian baikburuk itu. Dalam tingkat ini dibagi dalam dua tahap:
a.
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Akibat-akibat fisik tindakan akan menentukan
baik-buruknya tindakan itu, entah apa pun arti atau
nilai akibat-akibat itu bagi manusia. Menghindari
hukuman dan tunduk pada kekuasaan (tanpa
mempersoalkannya ) mempunyai nilai pada dirinya,
bukan atas dasar hormat pada peraturan moral yang
mendasarinya, tetapi karena hukuman dan otoritas.
b.
Tahap 2: Orientasi Relativis Instrumental
Tindakan benar adalah tindakan sebagai alat
dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadangkadang juga memenuhi kebutuhan orang-orang lain.
Hubungan antar manusia dianggap sebagaimana
hubungan orang di pasar. Unsur-unsur sikap adil,
hubungan timbal balik, kesamaan dalam ambil
bagian terhadap kondisi yang sudah ada, tapi
semuanya dimengerti secara fisik dan pragmatis.
Hubungan timbal balik antar manusia adalah soal “
kalau kamu menggarukkan pungggungku, saya akan
garukkan punggungmu “, sebagai hubungan
pragmatis, bukan karena loyalitas (kesetiaan), rasa
terima kasih atau keadilan.
2.
Tingkat Konvensional (Kebiasaan)
Pada tingkatan ini, memenuhi harapan-harapan
keluarga, kelompok atau bangsa dianggap sebagai
sesuatu yang berharga pada dirinya sendiri, tidak
perduli apa pun akibat-akibat yang langsung dan yang
22
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
kelihatan. Sikap ini bukan hanya mau menyesuaikan
diri dengan harapan-harapan orang tertentu atau
ketertiban sosial, tetapi sikap ingin loyal, sikap ingin
menjaga, menunjang dan memberi pembenaran pada
ketertiban itu dan sikap ingin mengidentifikasikan diri
dengan orang-orang atau kelompok yang ada di
dalamnya. Pada tingkat kebiasaan ini terdapat dua
tahap, yaitu:
a.
Tahap 3: Orientasi masuk ke kelompok “anak baik”
dan “anak manis”
Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku
yang menyenangkan atau membantu orang-orang
lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Ada
banyak usaha menyesuaikan diri dengan gambarangambaran stereotipe yang ada pada mayoritas atau
dengan tingkah laku yang dianggap lazim “umum”.
Tingkah laku sering kali dinilai menurut intensinya.
“ Dia bermaksud baik “ untuk pertama kalinya
menjadi penting. Orang berusaha untuk diterima
oleh lingkungan dengan bersikap “manis”.
b.
Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban
Ada orientasi kepada otoritas, peraturanperaturan yang sudah pasti, dan usaha memelihara
ketertiban sosial. Tingkah laku yang benar berupa
kewajiban, menunjukkan rasa hormat kepada
otoritas, dan memelihara ketertiban sosial yang
sudah ada demi ketertiban itu sendiri.
3.
Tingkat Post-Konvensional (Post-Kebiasaan)
Pada tingkat ini, ada usaha yang jelas untuk
mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip yang
sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas
23
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kelompok atau orang yang memegang prinsip-prinsip
tersebut dan terlepas dari apakah individu yang
bersangkutan termasuk kelompok-kelompok itu atau
tidak. Tingkat ini mempunyai dua tahap:
a.
Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.
Biasanya dengan tekanan mementingkan kegunaannya (utilitaristis). Tindakan benar cendrung
dimengerti dari segi hak-hak individual yang umum
dan dari segi patokan-patokan yang sudah dikaji
dengan kritis dan disetujui oleh seluruh masyarakat.
Ada kesadaran yang jelas bahwa nilai-nilai dan opini
pribadi itu relatif dan oleh karenanya perlu adanya
peraturan prosedural untuk mencapai konsensus. Di
samping apa yang telah disetujui secara konstitusional dan secara demokratis, hak tak lain merupakan
nilai-nilai dan opini pribadi. Akibatnya ada tekanan
pada pandangan legalistis, tetapi juga menekankan
bahwa hukum dapat diubah atas dasar rasional demi
kemaslahatan masyarakat (tidak secara kaku mau
mempertahankannya seperti dalam tahap 4:
Orientasi hukum dan ketertiban). Di luar bidang
hukum, persetujuan bebas dan kontrak merupakan
unsur pengikat dari kewajiban. Itulah moralitas
“resmi” dari pemerintah dan konstitusi.
b.
Tahap 6: Orientasi asas etika universal
Benar diartikan dengan keputusan suara hati,
sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih
sendiri, dengan berpedoman pada kekomprehensipan logis, universalitas dan konsistensi.
Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (Golden
Rule, hukum emas, imperatif kategoris) dan bukan
peraturan-peraturan moral yang kongkrit. Pada
24
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
intinya itulah prinsip-prinsip universal mengenai
keadilan, pertukaran hak (reciprocity) dan kesamaan
hak asasi manusia dan penghormatan kepada
martabat manusia sebagai pribadi (person).
Keenam tahap di atas menghadirkan suatu pola
pemikiran yang menyatu pada setiap pengalaman
seseorang dan pandangannya atas hal-hal yang khusus
tentang moral. Sekali pun setiap orang boleh menjadi
mampu mengingat kaidah umum (civic virtues) tertentu,
tidak setiap orang akan berpikir tentang isu-isu umum
(civic issue) yang penting dengan cara yang sama atau
bertindak sesuai kaidah yang telah sama “dipelajari”. Oleh
karena itu, tidak hanya mengajar ketentuan moral yang
berhubungan dengan situasi tertentu, para guru juga perlu
menolong siswa menguji alasan yang biasa digunakan
untuk mengatasi moral atau masalah moral yang ada. Para
guru membantu siswa menguji pertimbangan moral yang
mereka miliki dan pertimbangan orang lain dengan
menyelenggarakan diskusi tentang situasi-situasi
dilema.
Suatu diskusi tentang dilema moral menitikeratkan
pada perbedaan pertimbangan yang digunakan untuk
mengatasi suatu masalah dibanding pula pada tingkah laku
yang disarankan dari karakter tokoh utama. Peserta yang
menyarankan tingkah laku sama sering memiliki alasan
berbeda untuk saran-saran mereka. Menguji perbedaan
ini menjadi kunci bagi penelitian Kohlberg dalam
perkembangan moral. Tanggapan-tanggapan dalam
diskusi terhadap kasus “ Sebuah Surat Peringatan “ berikut
akan menunjukkan bagaimana tanggapan setiap individu
dari perbedaan tahap orientasi-orientasi tingkatan
Kohlberg.
25
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
B. Beberapa Kesimpulan Terhadap Teori
Kohlberg
Kohlberg memperoleh tahapan-tahapan pertimbangan
moral secara empiris dari kajian-kajian yang panjang di
Amerika Serikat. Teori tahapan itu juga telah divalidasi
melalui kajian-kajian lintas-budaya dan program-program
penelitian terkait lainnya selama dekade yang lalu. Bekerja
sama dengan Lawrence Kohlberg, berbagai kelompok
pendidik dan psikolog lebih lanjut memperbaiki teori itu
selama 15 tahun melalui penelitian yang memperhatikan
cara setiap individu dalam melakukan pertimbangan
mengenai problema-problema moral. Berikut beberapa
generalisasi yang dikemukakan dari hasil-hasil penelitian:
1.
Tahapan merupakan lintas-budaya
Dalam kajian-kajian lintas-budaya melibatkan
sejumlah pria kota kelas menengah di AS, Taiwan dan
Mexico, dan para petani kelas bawah yang tinggal di
Turki dan Yukatan, hasil-hasilnya memperkuat teori
perkembangan. Meskipun berbeda latar belakang
budaya, sosial dan religi, para subjek bergerak melalui
tahapan yang sama dalam perkembangan moral dan
dalam rangkaian yang sama. Sementara kecepatan
pergerakan bervariasi antara berbagai budaya, konsep
dasar dari tahapan-tahapan universal perkembangan
moral telah tumbuh dengan nyata.
2.
Pergerakan tahapan-tahapan meningkat melalui
urutan yang sama, dan tahapan-tahapan tidak
dapat dilewati.
Buktinya memberi kesan bahwa setiap individu
berkembang melalui urutan yang sama dari tahapantahapan. Pencapaian tahapan yang lebih tinggi akan
26
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
selalu didahului oleh pencapaian seluruhan tahapantahapan yang lebih rendah. Karena setiap tahap
mensyaratkan pertimbangan dari setiap dan masingmasing tahapan sebelumnya, itu tidak mungkin untuk
melewati tahapan-tahapan perkembangan. Sebagai
contoh, pertimbangan tahap 1 dan 2 mesti telah terpadu
dengan mode berpikir tahap 3, dan oleh karena itu,
seseorang tidak dapat melompat dari tahap 2 ke tahap 4.
3.
Perkembangan terjadi karena daya tarik dari
tahapan yang lebih tinggi berikutnya dari dari
pertimbangan.
Individu mempunyai kapasitas untuk memahami
pertimbangan yang dikemukakan pada tahapan yang
lebih tinggi berikutnya. Karena pertimbangan barangkali nampak lebih logis dan komprehensif, dan oleh
karena itu, lebih memadai dalam berhadapan dengan
situasi dilema, setiap individu mungkin tertarik pada
tahapan pertimbangan selanjutnya. Itu tidak dimaksudkan bahwa tahapan yang lebih tinggi selalu diadopsi atau
bahkan diungkapkan, tetapi pendengar mungkin mulai
memadukan elemen-elemen tahapan yang lebih tinggi
terhadap solusi-solusi masa depan terhadap problemaproblema moral. Pertimbangan secara konstan dan
restrukturisasi pertimbangan moral memberikan elemen
dasar bagi perkembangan teori.
4.
Ada perbedaan-perbedaan individu dalam kecepatan
perkembangan moral dan dalam mencapai tingkat
yang tertinggi dari kematang moral.
Walaupun anak-anak dan para remaja berkembang
dalam berbagai tingkat kecepatan melewati tahap-tahap,
pra-remaja bergerak melewati tingkat pra-konvensional
27
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dan para orang dewasa berkembang ke arah postkonvensional dari berpikir. Namun demikian, setiap individu
dapat menjadi diam tak berkembang pada beberapa
tingkat. Sebetulnya, kurang lebih 20% dari populasi orang
dewasa berpikir pada tingkat post-konvensional. Tahap 4,
berorientasi pada hukum dan ketertiban, adalah senantiasa
merupakan tahap yang lebih umum, dan itu mungkin bagi
para orang dewasa untuk berpikir pada tahapan yang lebih
rendah dari perkembangan moral.
5.
Tingkatan-tingkatan bukan sejumlah keyakinankeyakinan kultural yang diajarkan pada para siswa.
Satu analisis terhadap teori perkembangan moral.
khususnya sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
proses mengajar, menunjukkan bahwa tahapan-tahapan
tidak memperlihatkan sejumlah pepatah moral yang dapat
diajarkan kepada anak-anak oleh orang dewasa. Tahapan
menunjukkan abstraksi-abstraksi, yaitu anak-anak
(kemudian orang dewasa) berkembang pada diri mereka
sendiri sebagai kematangan-kematangan kecerdasan
mereka dan mereka berupaya untuk menguasai secara
konsisten terhadap dilema-dilema yang muncul dan
argumentasi yang mereka dengar. Penelitian Leary (1972)
menunjukkan bahwa penyajian yang bersifat mendidik
dari dilema moral punya sedikit atau tidak berakibat
terhadap tingkat perkembangan berpikir siswa.
6.
Kematangan moral meningkatkan kemampuan
seseorang untuk memecahkan konflik-konflik
moral.
Dengan kematangan-kematangan invidual dapat
melakukan empati terhadap sejumlah besar individu
dalam berbagai situasi-situasi dilema. Pada tingkat
28
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
perkembangan moral yang lebih tinggi, banyak
pandangan ditempatkan ke dalam catatan pertimbangan tentang konflik-konflik moral.
7.
Pertimbangan moral berhubungan dengan
perilaku.
Meskipun bukti tambahan harus dikumpulkan
lebih lanjut untuk mendukung generalisasi ini, berbagai
penelitian menunjukkan bahwa kematangan pertimbangan moral yang diperlihatkan oleh setiap individu
yang juga bertindak dengan cara-cara moral yang
sesungguhnya. Berbagai penelitian terbatas berkaitan
dengan aktivitas dan kepatuhan siswa menunjukkan
korelasi antara tindakan-tindakan dengan orientasi
tahapan tertentu dari subjek.
8.
Perkembangan moral dapat distimulasi dalam
kelas
Penelitian Kohlberg dan koleganya juga menetapkan bahwa siswa-siswa yang berpartisipasi secara tetap
dalam berbagai diskusi dilema-dilema moral sering
diawali dengan mengemukakan pertimbangan tahap
perkembangan yang lebih tinggi. Khususnya, dalam
diskusi-diskusi yang mempromosikan beberapa
perubahan atau kematangan dalam bentuk pertimbangan moral untuk beberapa peserta diskusi. Diskusidiskusi yang mempromosikan banyak perubahan
melibatkan para peserta diskusi yang berbeda, tetapi
dengan tahap-tahap yang berdekatan. Oleh karena itu,
diskusi yang aktif di antara peserta diskusi pada tingkat
yang berbeda nampaknya akan menghasilkan
perubahan.
29
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Beberapa generalisasi memberikan arah bagi bentuk
non-indoktrinasi baru dari pendidikan moral. Pertumbuhan moral ditentukan oleh kesadaran individu dari
pandangan-pandangan yang melampaui kepentingan diri
sendiri. Pertumbuhan moral memperlihatkan kemampuan
untuk melihat sisi orang lain dan berfokus pada isu-isu
besar. Selanjutnya dalam pertumbuhan moral, setiap
individu membutuhkan kesempatan berperan menjadi
orang lain dalam situasi-situasi dilema. Setiap individu,
khususnya para siswa, membutuhkan kesempatan untuk
menggunakan sarana diskusi-diskusi tentang problemaproblema sosial dan moral. Para peserta diskusi dalam
berbagai diskusi membutuhkan kesempatan untuk
mengemukakan pertimbangan mereka sendiri dan untuk
mendengarkan pendapat-pendapat orang lain.
Pemahaman terhadap teori Kohlberg tentang pertimbangan moral ini mengimplikasikan strategi mengajar
yang khusus untuk menstimulasi perkembangan moral.
Diskusi dari dilema moral akan memberikan para siswa
kesempatan-kesempatan berikut:
1. Mempertimbangkan problema-problema moral
sesungguhnya.
2. Mengalami konflik-konflik kognitif dan sosial
sesungguhnya selama diskusi problema moral
3. Mengaplikasikan tingkat berpikir tertentu mereka
terhadap situasi-situasi problematis.
4. Terbuka terhadap tingkat berpikir berikutnya yang
lebih tinggi.
5. Menghadapkan ketidakkonsistenan pertimbangan
mereka sendiri terhadap berbagai isu-isu moral tanpa
seseorang yang menekankan pada jawaban benar
atau salah.
30
Teori Pertimbangan Moral Kohlberg
Materi-materi kurikulum mengutamakan kisah-kisah
dilema yang dirancang untuk menghadapkan para siswa
dengan problema-problema sesungguhnya. Menciptakan
situasi di mana para siswa tidak sepakat terhadap tindakan
yang tepat terhadap tokoh utama yang menghadirkan
konflik kognitif dan sosial sesungguhnya. Diskusi kelas
dengan fokus pertimbangan-pertimbangan untuk merekomendasi wacana tertentu terhadap tindakan memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk mengaplikasi
tingkat tertentu dari kemampuan berpikir mereka. Sebuah
diskusi yang aktif di antara para siswa juga menciptakan
suasana yang membuka tingkat-tingkat pertimbangan
moral yang lebih tinggi. Akhirnya, meminta para siswa
untuk belajar melalui sejumlah problema sosial dan moral
sepanjang pengalaman pendidikan mereka memberikan
kesempatan untuk mereka untuk menghadapi berbagai
ketidakkonsistenan mereka dalam berpikir.
31
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
32
BAB V
TEORI DAN KONSEP
PERKEMBANGAN KOGNITIF UNTUK
PEMBELAJARAN MORAL
A. Teori Perkembangan Kognitif untuk
Pembelajaran Moral
Moralitas individu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan moral, kuantitas dan kualitas pengetahuan nilai moral,
serta “tidak selalu menjamin” kualitas perilaku moral
seseorang, sehingga tidak selalu berkorelasi (moral knowledge `” moral behavior), akan tetapi dapat membantu
perkembangan moral. Karena pengetahuan (aspek
kognitif) yang bisa mempengaruhi sikap seseorang
“penting”, pengetahuan (aspek kognitif) merupakan
“awal” dari perubahan perilaku
Berdasarkan teori perkembangan moral kognitif,
maka perkembangan tahapan kognitif moral menurut
Kohlberg terdiri dari tiga tingkatan, masing- masing
tahapan terdiri dari dua tahapan, yaitu;
1. Tingkatan Prekonvensional
a. Tahapan 1, berorientasi pada hukuman dan
kepatuhan (otoritas)
b. Tahapan 2, berorientasi pada relativis instrumental (praktis-pragmatis)
33
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
2. Tingkatan Konvensional
a. Tahapan 3, berorientasi konformitas terhadap citra
stereotipe mayoritas (orientasi masuk kelompok
“godboy” dan “nicegirls”)
b. Tahapan 4, berorientasi pada ketertiban hukum,
sosial dan agama (orientasi hukum dan ketertiban)
3. Tingkatan Postkonvensional
a. Tahapan 5, berorientasi pada kontrak sosial
legalistis (berorientasi pada kemanfaatan sosial
berdasarkan hak-hak individual dan berdasarkan
standar yang telah dikaji secara kritis, dan
disetujui oleh masyarakat)
b. Tahapan 6, berorientasi pada asas etika universal
(berorientasi pada keputusan hati-nurani
berdasarkan prinsip-prinsip etika pilihan sendiri,
secara rasional, dan komprehesif)
Perkembangan moral kognitif demikian dialami oleh
seseorang dan setiap pertimbangan moral yang dilakukan
terhadap sesuatu hal, termasuk masalah moral dan sosial,
tidak terlepas dari pertimbangan moral yang menjadi
landasan orientasi penilaian moralnya. Karena tahapan
perkembangan moral merupakan satu sistem pemikiran
yang terorganisir, yang memperkuat dan sekaligus
mengarahkan kepada keputusan- keputusan moral
tertentu.
Pertimbangan moral dan landasan orientasi moral
seseorang, menurut Kohlberg akan dapat ditingkatkan
melalui model pembelajaran moral yang menekankan
pada perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif
moral seseorang melalui tahapan-tahapan yang mesti
dilaluinya, dapat ditingkatkan dengan meminta siswa
34
Teori dan Konsep Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral
untuk mengambil keputusan moral yang menantang
melalui isu nilai-nilai tertentu atau nilai-nilai yang
berdimensi dilema moral yang dihadapkan kepada siswa.
Maksud dari model pembelajaran moral yang menekankan pada perkembangan kognitif adalah tidak sekedar
untuk membuka atau membentuk penalaran seseorang/
siswa, atau hanya membiasakan siswa dengan keberadaan
isu-isu nilai-nilai tertentu atau nilai-nilai yang berdimensi
dilema moral, tetapi merupakan bagian dari upaya agar
siswa melampaui tahapan perkembangan kognitif moral
sudah dicapainya dan untuk mencapai tahapan yang lebih
tinggi lagi.
B. Konsep Perkembangan Kognitif untuk
Pembelajaran Moral
Konsep dalam pembelajaran moral ini disebut
“kognitif”, karena mengakui bahwa pendidikan moral
didasarkan pada stimulasi berpikir aktif terhadap isu-isu
dan keputusan moral. Disebut sebagai “perkembangan”,
karena memandang tujuan pendidikan moral adalah
sebagai upaya mengembangkan penalaran dan pertimbangan moral melalui tingkatan dan tahapan moral.
Pembelajaran berbasis perkembangan moral kognitif
adalah berdasarkan pada teori perkembangan moral
kognitif yang dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, dan
bertolak pada pendapat Dewey dan Piaget mengenai
perkembangan berpikir moral. Menurut Dewey (dalam
Purpel dan Ryan, 1976) tujuan dari pendidikan moral
adalah membantu sekolah untuk pembangunan manusia
yang berkarakter bebas dan kuat. Kohlberg meyakini
bahwa nilai-moral-norma hanya akan mempribadi (personalized), melalui struktur kognitif, atau cognitive conflict
dan penalaran, di mana akan terjadi transaksi intelektual
35
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
taksonomi tinggi dalam mencari pemecahan suatu
masalah yang termuat dalam stimulus pembelajaran.
Kadar dilema dalam stimulus menentukan peringkat
transaksi intelektual (Djahiri dan Wahab, 1996: 41)
Pelaksanaan model perkembangan kognitif dalam
kegiatan pembelajaran adalah berupaya menstimuli
gerakan struktur kognitif untuk melakukan “moral reasoning” ke tahap perkembangan kognitif moral yang lebih
meningkat. Alasan lain, antara lain, adalah (Purpel dan
Ryan, 1976: 185-186) perubahan terjadi lebih banyak pada
cara pemikiran dibandingkan pada keyakinan tertentu;
peserta didik di dalam sebuah kelas berada dalam tahapantahapan yang berbeda, tujuannya untuk membantu
perkembangan kognitif peserta didik ke tahap selanjutnya;
dan mempertimbangkan pendapat yang berada pada
tahapan yang lebih baik.
Moralitas individu dapat dipengaruhi oleh pengetahuan moral, tetapi tidak selalu berkorelasi (moral knowledge
tidak sama dengan moral behavior), dan dapat membantu
perkembangan moral. Pengetahuan (aspek kognitif) yang
mempengaruhi sikap seseorang “penting”, karena
merupakan “awal” dari perubahan perilaku. Kuantitas dan
kualitas pengetahuan moral tidak selalu menjamin kualitas
perilaku moral seseorang.
Pembelajaran moral dalam konsep perkembangan
kognitif adalah tipe pembelajaran yang mengarahkan atau
menstimulasikan perkembangan moral peserta didik
selaras dengan keadilan dan bisa dianggap memenuhi
keabsahan. Lantaran pembelajaran moral menurut konsep
ini, tidak bersifat memaksa dan netral. Selain itu, kerangka
metodologisnya begitu menghargai kemampuan peserta
didik dalam melakukan refleksi dan pilihan.
36
Teori dan Konsep Perkembangan Kognitif untuk Pembelajaran Moral
Beberapa konsep perkembangan kognitif yang dapat
dijadikan acuan untuk pembelajaran moral adalah bahwa;
1.
Moralitas
Perkembangan moralitas seseorang terletak pada
penekannya yang konsisten terhadap peranan kognisi
dalam moralitas. Peran kognisi merupakan pintu masuk
bagi perkembangan moralitas seseorang.
2.
Orang yang Bermoral
Menurut konsep perkembangan kognitif dalam
pembelajaran nilai moral diharapkan akan
menghasilkan pribadi yang terdidik secara moral, yaitu:
a. Pribadi yang mampu menunjukkan suatu kombinasi dari berbagai karakteristik, seperti refleksi,
prinsip, memancarkan nilai-nilai moral keadilan,
memiliki disposisi dalam bertindak, sadar akan
keharusan berinteraksi dengan situasi sosial dan
dalam menghadapi situasi moral
b. Pribadi yang mampu menyerap proses pertimbangan moral maupun melaksanakan proses
tersebut, sehingga memiliki kesadaran akan
adanya prinsip-prinsip di dalam kehidupan ini.
3.
Guru/Pendidikan
Guru dalam pembelajaran nilai moral hendaknya
melaksanakan tugas utama, yakni memberikan
kontribusi terhadap proses perkembangan moral peserta
didik dengan berperan sebagai fasilitator. Hakekat dari
tugas tersebut adalah mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam proses berpikir, mempertimbangkan dan memutuskan.
37
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Tugas-tugas utama guru mencakup pula empat
tugas lain, yaitu guru hendaknya membantu peserta
didiknya dalam:
a. Memfokuskan pandangan atau dalam menghadapi konflik-konflik moral yang sebenarnya.
Hal ini, baik dengan memanfaatkan materi
pelajaran sehari-hari maupun secara sistematik
menyajikan dilema-dilema hipotesis.
b. Merefleksikan alternatif cara-cara menalar konflik
moral sekaligus memecahkannya.
c. Merefleksikan secara kritis proses berpikir yang
peserta didik terapkan.
d. Memberikan saran kepada peserta didik
mengenai prosedur refleksi dan pemecahan yang
lebih efisien dibandingkan metode yang mereka
kembangkan.
Dalam pembelajaran moral menurut konsep
perkembangan kognitif, yang ditekankan sekali adalah
peranan guru dalam suasana diskusi mengenai dilemadilema moral dan dalam mengajarkan unit-unit
kurikulum yang formal. Guru hendaknya memanfaatkan situasi moral hipotesis atau situasi-situasi sosiologis
dan historis yang nyata. Selain itu, guru memanfaatkan
juga masalah-masalah nyata dalam kehidupan seharihari di sekolah maupun dalam membahas masalahmasalah moral.
38
BAB VI
MODEL PEMBELAJARAN
PERKEMBANGAN KOGNITIF MORAL
A. Konsep
Model merupakan “a way of thinking about the processes of caring, judging, and acting in an educational setting” (Hersh, 1980: 7). Model mengandung teori atau sudut
pandang, cara berpikir tentang suatu proses dari perhatian,
pertimbangan dan tindakan dalam tatanan pendidikan.
Model akan membantu dalam memahami dan menerapkan suatu teori dalam suasana pendidikan, termasuk di
dalamnya pendidikan moral. Model pembelajaran berbasis
perkembangan kognitif moral adalah model pembelajaran
yang merujuk pada proses “judging” (pertimbangan,
penalaran, kognitif). Model yang berlandaskan pada
proses “judging” dikenal dengan nama Model Pertimbangan Moral (Moral Judgement Model). Model Pertimbangan Moral terdiri dari model-model pembelajaran
Pembentukan Rasional, Perkembangan Kognitif Moral,
Model Analisis Nilai, dan Model Klarifikasi Nilai. Model
pembelajaran Perkembangan Kognitif Moral adalah model
yang berupaya mengembangkan penalaran dan
pertimbangan moral melalui tingkatan dan tahapan moral
(moral stage). Basis utama dari model pembelajaran
39
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
perkembangan kognitif moral adalah kemampuan
penalaran (kognitif) terhadap berbagai isu-isu moral.
B. Asumsi
Model pembelajaran perkembangan kognitif moral
adalah salah satu dari beberapa model pembelajaran
karakter moral warga negara (civics virtue). Model
pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
kognitif ini didasari oleh asumsi-asumsi yang menjadi tiang
pancang pelaksanaan kegiatannya dalam pembelajaran,yaitu:
1. Pendidikan moral (moral kewarganegaraan, etika
hidup bernegara, karakter bernegara) adalah juga
pendidikan intelektual yang didasarkan pada stimulasi
berpikir aktif dari peserta didik terhadap isu-isu dan
keputusan moral, termasuk kaitannya dengan moral
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Perkembangan adalah upaya mengembangkan
penalaran dan pertimbangan moral melalui tingkatan
dan tahapan moral (moral stage), yang terdiri dari:
a. Tingkat premoral (prekonvensional); perilaku yang
didorong oleh impuls-impuls biologis dan sosial
dengan hasil moral, dengan orientasi kepada
kepatuhan dan hukuman.
b. Tingkat konvensional; perilaku yang menerima
dengan sedikit kritis terhadap standar kelompok
c. Tingkat postkonvensional (autonomous); tindakan
dibimbing oleh penilaian dan penalaran individual.
3. Setiap orang harus bergerak melampaui setiap
tahapan secara runtut, tidak dapat melangkahi tahap
di atasnya.
40
Model Pembelajaran Perkembangan Kognitif Moral
4. Proses pertimbangan moral dapat dipelajari.
5. Standar moralitas didasarkan pada konsep filosofis
universal dari “keadilan”
6. Demokrasi membutuhkan warganegara yang
memiliki penilaian moral yang baik dan keterampilan
moral yang berkembang dengan baik pula.
7. Penilaian moral merupakan pemecahan dari konflikkonflik di antara nilai-nilai (moral dilema); sebagai
hasil suatu pertimbangan moral, di mana nilai
ditempatkan secara rasional sebagai prioritas.
8. Penilaian moral dibuat dari hal-hal keseharian dan
merujuk langsung perilaku kita.
C. Tujuan
Setiap model pembelajaran moral, termasuk model
pembelajaran berbasis perkembangan kognitif moral tentu
memiliki tujuan. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran
berdasarkan strategi model perkembangan kognitif moral
berupaya untuk mencapai suatu tujuan. Adapun tujuan
dari model pembelajaran perkembangan kognitif moral
adalah membantu peserta didik secara bertahap (dari satu
tahap pada suatu waktu) berkembang hierarki moralnya,
dan berarti mengembangkan penalaran moral untuk
menghasilkan moral yang “lebih baik” dan warga negara
yang juga lebih baik.
D. Posisi Guru
Untuk melaksanakan strategi pembelajaran dengan
menggunakan model perkembangan kognitif moral,
maka ada beberapa posisi guru yang harus menjadi
perhatian, yaitu:
41
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
1. Guru membantu mengembangkan tahap yang lebih
tinggi dalam penalaran moral melalui “pengajaran
terpimpin “( mempergunakan situasi dilema moral
dengan pertanyaan ’lacakan’ ) dalam seluruh bahan
atau isi materi pelajaran.
2. Membantu peserta didik mengembangkan
lingkungan/suasana yang lebih “adil, bermoral” yang
mempengaruhi seluruh aspek kehidupan sekolah/
kelas.
E. Substansi Model Pembelajaran
Strategi pembelajaran yang menggunakan model
perkembangan kognitif moral, harus terdiri dari 5 ( lima )
hal yang merupakan substansi (inti) dari model
pembelajaran perkembangan kognitif moral, yaitu:
1.
Fokus
Fokus dari model pembelajaran ini adalah berupa
atau dalam bentuk adanya “situasi dilematis”. Situasi
dilematis ini harus antara lain, berfokus pada kehidupan
peserta didik, isi/materi pelajaran, atau pada kehidupan
masyarakat, pemerintahan, dan negara yang aktual.
Situasi dilema yang dikehendaki haruslah “asli” atau
mencerminkan hal yang “sesungguhnya” dari
kehidupan nyata.
2.
Tokoh Utama
Dilema harus melibatkan seorang tokoh utama atau
kelompok utama dari tokoh-tokoh cerita sekitar dilema
itu terfokus. Peserta didik membuat penilaian moral
mengenai apa yang harus dilakukan tokoh utama.
42
Model Pembelajaran Perkembangan Kognitif Moral
3.
Pilihan
Tokoh utama harus memiliki dua pilihan alternatif
tindakan yang menumbuhkan satu konflik tertentu.
Pilihan tidak harus berupa jawaban yang “benar”
menurut kelaziman di masyarakat.
4.
Isu-Isu Moral
Situasi dilema dan tokoh utama berkaitan dengan
norma-norma sosial, politik, ekonomi, budaya, keluarga, masyarakat, dan lain-lain, misalnya hukuman, seks,
politisi busuk, dan koruptor.
5.
Pertanyaan Tindakan
Pertanyaan tindakan adalah berupa tindakan apa
yang harus dilakukan tokoh utama. Tindakan ini
merupakan inti kegiatan diskusi yang berpusat pada
penilaian moral dalam suatu dilema.
F.
Langkah-Langkah Strategi Pembelajaran
Supaya pelaksanaan strategi pembelajaran dengan
menggunakan model perkembangan kognitif moral ini
sesuai dengan asumsi dan tujuannya, maka dipaparkan
langkah-langkah prosedur pelaksanaannya;
1. Menghadapkan peserta didik dengan satu dilema
moral, dapat berupa antara lain lembar cerita, roleplaying, fragmen film, atau klipping koran. Peserta
didik harus dapat memahami “masalah pokok” yang
dilematis yang dihadapi tokoh utama dalam cerita.
2. Menetapkan posisi sementara. Guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk menetapkan
posisi sementara dirinya dalam dilema moral yang
43
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dihadapi, dengan cara menuliskan posisinya.
Kemudian guru mengelompokkan posisi yang sama.
3. Mengkaji penalaran/pertimbangan moral. Peserta
didik dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil
untuk mengkaji pertimbangan moralnya (moral reasoning) dalam kelompoknya.
4. Memikirkan secara mendalam setiap posisi individual
(Reflect on the Individual Position). Guru membantu
peserta didik sekali lagi untuk merenungi posisinya
dalam dilema moral tersebut.
5. Dilema moral disesuaikan dengan perkembangan
peserta didik, misalnya:
a. Tingkat SD; dilema tentang kerjasama, sikap adil,
memahami orang lain, kerukunan dalam
keragaman
b. Tingkat SMP; dilema persahabatan, hubungan
dengan kekeluargaan, tekanan teman sebaya,
kesetiaan, dan kepercayaan.
c. Tingkat SMA;dilema masalah keadilan, penerapan hukum, aturan dan lain-lain.
44
BAB VII
CERITA DILEMA MORAL
A. Unsur-Unsur Esensial Sebuah Kisah Dilema
Metode ini digunakan lebih sering menghadapkan para
siswa dengan situasi-situasi sosial dan moral yang
sesungguhnya yang mengandung dilema moral. Kisah
dilema moral barangkali dapat disampaikan melalui bacaan,
film, bermain peran (role playing ) atau media lain. Dilemadilema bisa juga muncul paling sedikit dari tiga sumber: materi
khusus kurikulum, isu-isu mutakhir dalam masyarakat saat
kini, situasi-situasi dilema yang berhubungan secara langsung
dengan kehidupan para siswa. Suatu kisah dilema mencakup
lima unsur-unsur esensial:
1.
Fokus
Sebuah situasi dalam dilema sebaiknya difokuskan
pada kehidupan para siswa, materi kurikulum, atau
masyarakat terkini. Sebuah dilema sebaiknya merupakan
hal yang sesungguhnya.
2.
Tokoh Sentral
Dilema sebaiknya berisi tokoh sentral atau tokoh
kelompok utama yang berada dalam dilema yang telah
difokuskan
45
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
3.
Pilihan
Kisah atau situasi harus mengandung pilihan bagi
tokoh sentral. Tokoh dalam dilema sebaiknya memiliki
dua pilihan tindakan yang memperlihatkan konflik
nyata. Tak ada satupun tindakan pilihan yang dipandang secara kultural akan diakui sebagai jawaban
“benar”. Dalam dilema Sebuah Surat Peringatan, Ibu
Wati memiliki pilihan antara mematuhi peringatan
pengawasnya atau mendukung para siswa dalam
keterlibatan dengan isu-isu masyarakat. Ibu Wati tentu
saja merasa norma-norma sosial yang menariknya
dalam dua kutub dan menciptakan konflik baginya.
Setiap kisah dilema mesti mencakup konflik
sesungguhnya untuk tokoh utama.
4.
Isu-Isu Moral
Dilema-dilema moral berkisar sekitar isu-isu moral
utama. Kohlberg mengidentifikasi beberapa isu-isu
tersebut, yaitu: Norma-norma sosial, hak-hak (kebebasan-kebebasan) sipil, Kehidupan, Sex, Kesadaran Personal, Perjanjian, Kepemilikan, Peran-peran dan Isu-Isu
dari Dukungan, Kekuasaan, Hukuman dan Kebenaran.
Sebuah Surat Peringatan, sebagai contoh,
mengandung isu-isu dari kekuasaan, kesadaran pribadi,
peran-peran kasih sayang, hak-hak sipil dan peluang
kontrak kerja. Peserta diskusi barangkali memilih untuk
memusatkannya pada satu atau beberapa isu dalam
dilema, dan guru (fasilitator) akan diminta menyiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang cocok yang berhubungan
dengan setiap isu moral dalam cerita.
46
Cerita Dilema Moral
Pertanyaan “ Sebaiknya”
Setiap dilema moral diakhiri dengan pertanyaan
khusus yang meminta tentang apa yang sebaiknya
tokoh lakukan dalam situasi itu. Permintaan pertanyaan
“sebaiknya” menjaga agar diskusi tetap terpusat pada
pertimbangan-pertimbangan moral dalam dilema.
Namun demikian, jika kamu minta peserta diskusi
untuk menanggapi terhadap apa yang Ibu Wati akan
lakukan dalam situasi itu, kamu meminta mereka untuk
memprediksi apa yang ia mungkin lakukan. Sebelum
para individu menyadari untuk memprediksi tindakan
dalam situasi yang ditemui, mereka sering menghendaki
setiap kemungkinan secara rinci tentang tokoh utama
dan materi-materi dari tindakan.
Para siswa juga enggan untuk menjawab pertanyaan, seperti: Apa yang akan kamu lakukan dalam
situasi itu? Lagi pula, sebelum setiap orang menyadari
adanya kesamaan prediksi mereka dalam perilaku
mereka, mereka ingin diakui bahwa mereka memiliki
“jawaban yang benar”. Bagaimanapun, setiap orang,
dapat sama pikirannya terhadap apa yang orang lain
sebaiknya lakukan dalam situasi yang sulit.
Diskusi terhadap apa yang seseorang akan
lakukan, walaupun sering menarik dan kadang-kadang
relevan dengan pertimbangan-pertimbangan moral,
sering mendorong pada penggunaan-penggunaan
kemampuan psikologis ketimbang moralitas.
Hanya setelah peserta diskusi mendiskusikan apa
yang sebaiknya dilakukan, itu membantu untuk
membahas kemungkinan perbedaan antara apa yang
sebaiknya dilakukan dan apa yang akan dilakukan.
Sebagai contoh di kelas 1 SMP pada mata pelajaran
PKn atau IPS, para siswa mengunakan sedikit waktu
5.
47
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
untuk berdebat apakah ya atau tidak tokoh dalam kisah
dilema sebaiknya meniru lembar jawaban soal dalam
ujian yang penting ( yang ia temukan dalam tong
sampah sekolah ) untuk belajar bagi ujian yang akan
datang. Meskipun para siswa tidak sepakat terhadap
tindakan apa yang sebaiknya lakukan dan mereka
mempunyai beragam alasan untuk mempertahankan
materi dari tindakan, mereka akhirnya dipusatkan pada
perbedaan potensial antara apa sebaiknya orang
lakukan – sesuatu yang “benar” untuk dilakukan- dan
apa yang mungkin secara nyata dilakukan orang
dalam situasi itu. Dalam kasus ini, suatu diskusi terhadap
sebaiknya dan akan (mungkin) respon-respon yang
muncul dapat menolong sekali dalam memberikan
kesempatan para siswa untuk menguji kemungkinan
ketidakkonsistenan antara pertimbangan-pertimbangan moral mereka sendiri dengan tindakan moral. Berikut
kisah yang dirancang untuk para siswa, lihat lima unsur
esensial dalam kisah dilema ini
B. Contoh Kisah Dilema Moral
Berikut kisah yang dirancang untuk para siswa, lihat
dan cermati lima unsur esensial dalam kisah dilema ini.
1.
“Hei, Sam, Truk ada di sini”
Tambang-tambang telah ditutup hampir enam
minggu hingga sekarang, karena mogok. Minggu
pertama sampai minggu ketiga tidak begitu buruk.
Setiap pekerja tambang dan termasuk serikat pekerja
berharap sekali-kali mogok dan biasanya dipenuhi halhal tertentu. Para keluarga menyimpan makanan
tambahan dan mempunyai sedikit tabungan-tabungan
uang. Serikat pekerja memberikan beberapa makanan
48
Cerita Dilema Moral
dan uang tambahan sedikit untuk pekerja yang melakukan mogok. Sekarang, bagaimana, lemari makanan
kosong dan tabungan-tabungan telah habis- bahkan
bantuan-bantuan dana serikat pekerja pun hanya cukup
untuk para pekerja tambang yang telah bekerja lebih
dari 15 tahun. Anak-anak membawa makan siang
dengan porsi yang lebih sedikit, dan makanan keluarga
terdiri dari sop dan roti yang sudah basi. Mereka sudah
mendekati kondisi kelaparan.
Sam mengelola toko pangan yang besar dalam
komunitas penambang kecil. Sam telah bekerja di
pertambangan lebih dari 25 tahun dan mengetahui
kondisi-kondisi yang buruk sekali dan resiko-resiko
keselamatan yang serikat pekerja protes. Sam berterima
kasih bahwa ia dapat menafkahi keluarganya hingga
sekarang dan anak perempuan yang paling bungsu
sedang duduk di perguruan tinggi dari pendapatannya
sebagai manejer toko. Istrinya gembira bahwa Sam
tidak pernah pergi ke dalam lobang hitam lagi.
Sam hanya menjawab telepon selama jam 6 pada
setiap sore. Ia terus menerima panggilan demi pangilan
dari teman-teman lamanya dan penambangpenambang yang lain dalam masyarakat yang
menanyakannya tentang kemungkinan pinjaman dari
toko. Sam berada dalam kesulitan yang mendalam.
Pemilik toko juga pemilik separo saham dalam
perusahaan pertambangan dan ingin sekali pemogokan
diakhiri. Pemilik toko mengintruksikan Sam bahwa
tidak ada pinjaman yang akan diberikan kepada para
pekerja tambang yang melakukan pemogokan.
Hari berikutnya Sam menerima dua panggilan
lebih awal pada pagi hari. Pertama dari pemilik toko: “
Sam, saya dengar orang akan meminta kepada kamu
49
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
pinjaman di toko. Saya tahu bahwa kami simpati dengan
serikat pekerja dan para pekerja, dan menempatkan kamu
dalam posisi yang sulit. Ijinkan saya membuatnya lebih
mudah untukmu – jika kamu membatalkan kebijakan
tidak memberikan pinjaman, kamu dapat bekerja kembali
dalam pertambangan”. Dan kamu saya laporkan ke
polisi, karena bertindak illegal. Kedua, panggilan datang
dari teman lama dan organisator serikat pekerja
penambang: “ Sam, orang ingin mendapatkan pinjaman
di tokomu. Kamu dapat memberikan orang-orang dengan
berbagai makanan, Sam, saya akan meyakinkan toko
bahwa akan dibayar kembali setelah pemogokan berakhir.
Saya mengirim truk yang datang untuk mengangkut
muatan barang-barang yang dibagi-bagi kepada 30
keluarga. Itu akan dilakukan pada jam 09.30, saya punya
truk yang lain di sini sore nanti”
Apakah sebaiknya Sam memenuhi pesanan ketika
truk tiba? Ya atau tidak, Mengapa?
2.
“ Sebuah Surat Peringatan “ (diadaptasi dari
The Memo)
Ibu Wati, seorang guru PKn kelas 2 SMA,
menyuruh para siswa pada mata pelajarannya tentang
“ Hak dan Kewajiban Warga Negara “ untuk menjadi
warga negara yang aktif, bertanggung jawab dan
mampu mengatasi masalah yang dihadapinya. Salah
satu tugas kelas menuntut para siswa untuk melakukan
suatu Progam Aksi sebelum akhir semester. Program
Aksi itu bisa mencakup sejumlah pengalaman di luar
kelas. Untuk kegiatan itu, sejumlah pelajar meluangkan
waktu berkeliling atau berpatroli bersama kesatuan
patroli polisi dan mengunjungi pengadilan negeri,
pelajar lain menyelidiki editorial atau berita utama
50
Cerita Dilema Moral
televisi terbaru tentang ketidakamanan dari tindakan
para preman, pejahat atau pejambret terhadap warga
negara. Beberapa pelajar memutuskan untuk menggugah kesadaran masyarakat terhadap masalah angkutan
setempat. Baru-baru ini sejumlah warga usia lanjut telah
mengajukan usulan pada perusahaan bis dan
pemerintah kota untuk mengeluarkan karcis bebas bagi
warga usia lanjut dilanjutkan naik bis tanpa bayar dan
pemerintah kota yang mensubsidi perusahaan bis.
Kelompok pelajar ini menyelenggarakan kampanye atau unjuk rasa untuk mengangkat masalah
yang berkenaan dengan kebutuhan transportasi bagi
warga yang berusia lanjut. Mereka membentuk
kelompok kajian untuk menyelidiki permasalahan
tersebut. Mereka mengirim surat kepada para politisi
dan para pengusaha, bahkan mereka tampil pada
“Suara Masyarakat” sebuah acara televisi yang
menampilkan masalah lokal. Namun demikian para
pemimpin masyarakat mengabaikan para pelajar dan
menolak usulan itu. Ibu Wati berusaha mencari dukungan dari sejumlah besar pelajar sekolah menengah lain
dan mengatur suatu rencana untuk menarik perhatian
masyarakat pada masalah transportasi bagi warga
lanjut usia. Bagian pertama dari rencana itu adalah
mengajak para pelajar sekolah menengah lainnya,
dengan cara menolak menggunakan bis yang telah
disediakan untuk pergi sekolah. Mereka meminta agar
mereka diantar oleh orang tua mereka untuk diantar
sekolah. Bagian kedua dari rencana berikutnya, mereka
meminta para pelajar semua naik bis keliling kota pada
jam ramai. Oleh karena para pelajar memiliki karcis
bebas yang membolehkan mereka menaiki bis apa pun,
mereka dapat menggunakan karcis bebas tersebut dan
51
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
menguasai angkutan umum dengan menaiki bis
tertentu dan mencegah penumpang lain menggunakannya. Para pelajar menerapkan boikot atau monopoli
dan tampaknya berhasil pada hari pertama. Bis sekolah
menjadi kosong, pada tengah hari jam ramai, terminal
bis menerima laporan bahwa lalu lintas kota dipenuhi
para pelajar yang menyanyi dan tertawa.
Hari berikutnya ibu Wati diberitahu oleh atasan
beliau bahwa para politisi tidak membenarkan
perbuatan para pelajar. Ibu Wati menjelaskan pada
atasannya bahwa dia telah menjelaskan kegiatan tersebut dengan para siswa dan kepala sekolah pada awal
tahun ajaran dan dia tampak senang dengan cara
sejumlah pelajar terlibat bermasyarakat. Namun
demikian, ibu Wati menerima sebuah surat peringatan
resmi di dalam kotak pos sekolah pada siang hari
berikutnya.
Depdiknas Kota Banjarmasin
Sekolah Menengah Atas Negeri
Drs. Anang Baderi, Kepala Sekolah
Kepada :
Dari
:
Tanggal :
Masalah :
Ibu Dra. Wati
Kepala Sekolah
18 Mei 2003
Protes Siswa yang Menggunakan
Transportasi Umum
Sebagaimana pembicaraan kita kemarin, anda
mesti sadar bahwa para siswa dari mata
pelajaranmu “PKn” telah mengorganisir protes
52
Cerita Dilema Moral
yang mengganggu terhadap kebijakan transportasi
publik tertentu. Situasi demikian tidak dapat
dibiarkan,dan anda mesti memerintahkan para
siswa menghentikan boikot segera dan menahan
diri dari menggunakan bis-bis keliling kota selama
jam-jam ramai. Para siswamu akan diinstruksikan
segera (setiap individu dan secara pribadi dengan
telepon jika perlu ) untuk membatalkan isu tersebut
atau resikonya anda akan dikeluarkan dari sekolah
Saya yakin kamu akan sepakat bahwa
masalah ini akan ditangani oleh sekolah karena hal
itu dimulai sebagai tugas kelas. Jika para siswa tidak
mengikuti instruksimu, bagaimana pun
pemerintah kota telah menyiapkan tindakan yang
tepat. Termasuk memecat anda
Apakah sebaiknya ibu Wati akan memanggil para
siswanya dan membatalkan tugas yang diberikannya?
Pilih satu: Ya______________ Tidak _______________
Pertimbangan-Pertimbangan _________________________
3.”Obat Langka”
Seorang wanita dari keluarga miskin di satu kota
sedang dalam keadaan sakit parah dan dalam keadaan
sekarat, karena diserang penyakit kanker yang aneh.
Hanya ada satu obat yang menurut dokter mungkin
dapat menyembuhkannya. Obat yang mengandung
radium itu baru saja ditemukan oleh seorang ahli farmasi
di kota itu. Obat itu mahal pembuatannya, dan ahli
farmasi di kota itu menuntut bayaran 10 kali lipat dari
53
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
biaya pembuatannya. Ia mengeluarkan Rp.20.000.000.
sebagai biaya pembuatan radium itu, dan menetapkan
harga Rp.200.000.000,-, untuk biaya obat itu dalam dosis
kecil.
Suami perempuan yang sakit itu, Palui, menemui
setiap kenalan dan keluarganya, untuk meminjam uang
untuk membeli obat itu. Akan tetapi setelah semua
kenalan dan keluarga, dan habis pergi ke sana ke mari,
Palui hanya berhasil mengumpulkan uang sebanyak
Rp.100.000.000,-. Jadi hanya separuh dari harga obat
yang diperlukan.
Disampaikan Palui kepada ahli farmasi itu, bahwa
isterinya sedang sakit parah dan dalam kondisi sekarat,
lalu mohon agar dapat memperoleh obat itu, dengan
harga yang lebih murah atau membolehkannya
membayar dulu RP.100.000.000,- dan sisanya kemudian.
Ahli farmasi itu berkata: “ Tidak bisa, sayalah yang
menemukan obat itu, dan saya akan berusaha untuk
mengeruk uang dengan penemuan itu “.
Apakah sebaiknya Palui mencuri obat itu untuk
mengobati isterinya yang sekarat atau tidak?
Pilih satu: Ya_______________ Tidak ______________
Alasan: _______________________________________
4.
Iwan dan Dani: Kepantasan Berperilaku
Dani tinggal di sebuah kompleks perumahan yang
penghuninya memiliki latar belakang kehidupan
berbeda-beda. Ada orangtuanya yang bekerja sebagai
pengusaha, ada juga sebagai pegawai biasa, pedagang,
54
Cerita Dilema Moral
malah ada yang sekedar sebagai penjual jasa dengan
membuka warung kecil.
Dani adalah anak seorang pegawai biasa yang juga
tinggal di kompleks perumahan tersebut. Dia bersebelahan rumah dengan seorang pengusaha kaya,
yang anaknya bernama Iwan, satu sekolah dan sering
belajar bersama dalam satu kelompok dengan Dani.
Tetapi Iwan, tidak mau berteman dengan Dani, bila di
kompleks perumahan. Iwan lebih suka berkawan
dengan teman-teman yang sesuai dengan kekayaannya, bahkan kadang-kadang mengejeknya di depan
teman-temannya. Sedangkan Dani cukup bermain bola
di lapangan.
Suatu hari Iwan terjatuh dari sepeda motornya, saat
pulang dari sekolah, dan tidak dapat bangkit, atau
berjalan, karena kakinya luka berdarah. Dani melihatnya, tetapi ada rasa enggan di benaknya untuk
membantu Iwan. Ia langsung pulang saja, tanpa
memperdulikan Iwan yang kesakitan dan sendirian di
tepi jalan. Pantaskah kelakuan Dani terhadap Iwan?
(Sumber: Dimodifikasi dari Jurkanie Dharma,2004)
Pilih satu: Ya _______________ Tidak _______________
Alasan: _______________________________________
5.
Lala Hidup Sederhana
Lala anak seorang pengusaha kaya raya. Orang
tuanya memiliki banyak uang dan harta kekayaan,
bahkan berlebihan. Akan tetapi kehidupan Lala seperti
layaknya orang kebanyakan. Ia berpakaian biasa-biasa
saja, seperti pakaian yang dipakai teman-temannya.
Pergi ke sekolah naik taksi umum serta akrab bergaul
55
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dengan teman-temannya di sekolah maupun di
kampung. Selain itu, Lala juga suka menabung untuk
keperluan masa depannya. Lala suka memberi pertolongan kepada teman-teman yang mendapat
musibah atau perlu bantuan segera yang harus
dipenuhi. Pergaulan Lala biasa saja, tidak menunjukkan
bahwa dirinya anak seorang pengusaha yang kaya
raya, padahal jika melihat kekayaan ayahnya Lala bisa
berfoya-foya dalam hidupnya. Namun Lala tidak
melakukannya. Melihat sikap Lala demikian, ayah dan
ibunya kecewa, dan berpikir bahwa kekayaan yang
mereka miliki dan susah payah membanting tulang,
tidak berguna dan tidak diperdulikan oleh Lala. Pantaskan Lala bersikap demikian? (Sumber: Dimodifikasi
dari Jurkanie Dharma,2004)
Pilih satu: Ya _______________ Tidak _______________
Alasan: _______________________________________
56
BAB VIII
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Tiga Bagian dari Perencanaan Mengajar
1.
Dilema Orisinal
Bagian pertama dari persiapan mengajar untuk
dilema moral meliputi bimbingan mengawali diskusi
kelas. Setelah lebih dahulu mengklarifikasi fakta-fakta
dan istilah-istilah dalam kisah, guru sebaiknya
menentukan sejumlah ketidaksetujuan terhadap pilihan
yang dilakukan oleh tokoh utama. Dilema-dilema moral
sebaiknya menciptakan konflik sesungguhnya bagi
para siswa. Meskipun teori Kohlberg menghendaki para
siswa fokus terhadap alasan-alasan yang berbeda untuk
merekomendasikan materi-materi tertentu dari
tindakan, kisah dilema yang baik, sebaiknya juga
menghasilkan perbedaan opini mengenai tindakan. Jika
para siswa tidak setuju terhadap posisi tindakan, mereka
akan lebih cendrung untuk mendiskusikan alasanalasan untuk perbedaan rekomendasi-rekomendasi
mereka. Sebagai contoh, para siswa dengan cepat mendiskusikan isu-isu moral yang terdapat dalam situasi
Sam, jika mereka sejak awalnya tidak setuju terhadap
tindakan Sam, apakah sebaiknya memenuhi atau tidak
57
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
pesanan, ketika truk tiba. Setiap perencanaan mengajar
mencakup pembelajaran tentang ketidaksetujuan
terhadap posisi tindakan.
2.
Dilema-dilema Alternatif
Para siswa akan banyak terlibat dalam diskusi, jika
mereka sejak awal mengalami berbagai konflik tentang
tindakan yang ditanyakan. Rangkaian alternatif untuk
dilema sesungguhnya bermanfaat untuk mendorong
konflik dalam kisah. Alternatif-alternatif barangkali
mendorong konflik melalui pemusatan lebih khusus
pada salah satu dari isu-isu moral dalam kisah atau
dengan menghadirkan salah satu dari norma-norma
sosial yang bertentangan dalam dilema. Sebagai contoh,
jika lebih banyak para siswa dalam kelas setuju bahwa
Sam sebaiknya memenuhi pesanan, guru dapat
memperlihatkan alternatif dalam kisah yang menunjukkan bahwa Sam mungkin menghadapi tuduhan
bertindak kriminal karena menolong para pekerja
tambang untuk memenuhi apa yang tidak dipunyai
mereka.
Suatu alternatif yang menekankan pada isu
hukuman dan dapat menyebabkan beberapa siswa
menentukan bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi
pesanan. Hal itu menyebabkan terjadinya satu diskusi
terhadap alasan-alasan dari berbagai orang, yang akan
mampu merubah posisi awal mereka terhadap
tindakan, karena isu hukuman telah dikenalkan dalam
diskusi. Guru dapat juga mengenalkan alternatif yang
khusus bahwa Sam lumpuh sama sekali dan mungkin
tidak dapat menemukan pekerjaan lain, jika Sam
dipecat dari toko. Alternatif ini mendramatisir salah satu
dari norma-norma sosial yang sedang berkonflik untuk
58
Perencanaan Pembelajaran
Sam (kewajibannya untuk memelihara pekerjaan
berhadapan dengan kewajibannya terhadap
persahabatan dengan para pekerja tambang lainnya).
Selama kelas tidak setuju tentang tindakan yang
ditanyakan dengan paling sedikit terbagi antara 70%30%, itu sebaiknya tidak diperlukan untuk menggunakan salah satu dari beberapa alternatif dilema.
Bagaimanapun, alternatif-alternatif untuk kisah
sesungguhnya barangkali mungkin digunakan sebagai
topik tambahan dari diskusi setelah kelas menggali
kisah dilema. Guru barangkali memilih untuk menggunakan alternatif hukuman setelah dalam diskusi, jika
para siswa tidak menyebutkan pertimbangan tertentu.
3.
Pertanyaan Pelacak
Guru sebagai fasilitator dalam diskusi dilema moral
mempunyai dua tugas utama: mendorong interaksi
siswa dan membuat pasti bahwa diskusi tetap
difokuskan pada isu-isu moral dalam kisah. Selanjutnya
mengerjakan dua tujuan, guru dapat menggunakan
bentuk-bentuk teknik pertanyaan yang berbeda.
Beberapa pertanyaan yang menggiring interaksi atau
pandangan untuk menolong mendorong interaksi di
antara angota-anggota kelas, misalnya:
“Apakah kamu setuju dengan apa yang Hariansyah
baru saja katakan tentang cerita dilemma itu, Nurbaiti?”
“Apakah seseorang akan menyimpulkan alasanalasan yang baru saja diberikan untuk Sam yang
menolak memenuhi pesanan?”
“Apakah kamu akan menanggapi terhadap
komentar Jubaidah tentang kebebasan-kebebasan sipil?”
59
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
“ Amir, kamu sejak awal tidak setuju dengan posisi Yeni
mengenai Sam. Dapatkah kamu menguraikan dengan katakata sendiri posisi Yeni dan menanggapi Yeni menurut
pendapatmu?”
Pertanyaan-pertanyaan itu akan mendorong para
siswa untuk berbicara dengan setiap siswa yang lain tentang
dilema. Para guru sebaiknya menggunakan tipe
pertanyaan yang lebih spesifik untuk memfokuskan diskusi
pada isu-isu moral yang terdapat pada dilema. Pertanyaanpertanyaan pelacak telah dipersiapkan sebagai bagian
ketiga dari Perencanaan Mengajar untuk menolong
melaksanakan tujuan pengajaran. Isu yang berhubungan
pelacakan, pergantian peran pelacak dan konsekuensi universal pelacakan, semuanya menolong untuk menstimulasi
diskusi terhadap aspek-aspek moral dari cerita dilema.
a. Melacak yang berhubungan dengan isu: Beberapa
pertanyaan pelacakan termasuk dalam Perencanaanperencanaan Mengajar yang dirancang untuk
difokuskan pada isu-isu moral tertentu dalam kisah
dilema;
9 Apakah ibu Wati mempunyai kewajiban untuk
mematuhi perintah Kepala Sekolah? Mengapa ya
atau mengapa tidak?
9 Apakah ibu Wati punya kewajiban terhadap para
siswa di kelasnya?
9 Apakah ibu Wati sebaiknya mematuhi memo, jika
itu dimaksudkan bahwa ia akan menerima resiko
untuk dipecat?
9 Apakah Sam punya kewajiban terhadap
pemogokan pekerja tambang? Mengapa ya atau
mengapa tidak?
60
Perencanaan Pembelajaran
9 Apakah Sam punya berbagai kewajiban
terhadap pemilik toko? Mengapa ya atau
mengapa tidak?
Pertanyaan-pertanyaan pelacakan yang
dicantumkan di atas terfokus pada isu-isu kewajiban
dan hukuman. Kamu mungkin menggunakan isuisu yang berhubungan dengan pertanyaan pelacak
paling sedikit dalam dua cara. Pertama, para siswa
barangkali sejak awal berdiskusi terhadap isu
tertentu seperti hukuman. Ketika ini terjadi, para
guru boleh memilih untuk mempertajam fokus pada
isu melalui penggunaan pertanyaan pelacak yang
berada dalam karakter dilema dengan kontak
langsung terhadap isu-isu: “Apakah Sam mengetahui
bahwa ia akan berada dalam kesulitan dengan
pemilik toko?” Tipe dari pertanyaan pelacak ini
secara khusus berguna bila para siswa hanya
menyebut isu, tetapi para siswa tidak mengakuinya
sebagai pertimbangan penting dalam cerita. Kedua,
Para siswa mungkin tetap terlibat dalam diskusi
dilema moral dan tidak merasakan isu tertentu.
Suatu isu yang berhubungan dengan pertanyaan
pelacak barangkali menggerakkan diskusi kelas
kepada pengujian isu moral yang spesifik.
b. Melacak melalui peran pengganti
Sebagian besar porsi dari diskusi dilema moral
berkisar sekitar apa yang sebaiknya tokoh utama
lakukan dalam kisah. Setelah para siswa mendiskusikan alasan-alasan mereka dari berbagai
pandangan terhadap tokoh utama, pertanyaan
melalui peran pengganti mendorong mereka untuk
mempertimbangkan alasan mereka dari apa yang
61
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dikemukakan oleh tokoh yang lain. Pertanyaanpertanyaan pelacak melalui peran pengganti secara
khusus menolong para siswa dalam memberikan
kesempatan untuk melihat sisi yang lain dari isu atau
situasi, untuk memperluas pandangan-pandangan
mereka terhadap situasi-situasi sosial dan moral yang
kompleks. Berikut contoh-contoh pertanyaan yang
menggali atau melacak melalui peran pengganti:
9 Dari pandangan kedua orang tua yang tinggal
di daerah itu, apakah sebaiknya ibu Wati
membatalkan tugas yang diberikan kepada
siswanya? Mengapa?
9 Dari pandangan orang yang lebih tua di
Banjarmasin, apakah sebaiknya ibu Wati
membatalkan tugas yang diberikan kepada
siswanya? Mengapa?
9 Mengapa kamu pikir bahwa pemilik toko
mungkin tidak mau Sam memenuhi pesanan
makanan untuk para penambang?
9 Dari pandangan pembeli yang lain di toko,
apakah Sam sebaiknya memenuhi peranan
makanan untuk penambang yang melakukan
pemogokan? Mengapa ya atau mengapa
tidak?
Pelacakan melalui peran pengganti dapat secara
khusus berguna dalam memeriksa konsistensi alasan
dan menguji perubahan alasan pada kisah dilema
yang sama. Sebagai contoh; para siswa mungkin
memtuskan bahwa Sam sebaiknya memenuhi
pesanan makanan untuk para penambang yang
melakukan pemogokan, karena Sam mau menolong
seseorang untuk keluar dari masalah itu, jika ia masih
62
Perencanaan Pembelajaran
ikut melakukan pemogokan. Bila mereka diminta
untuk mempertimbangkan pertanyaan dari
pandangan pemilik toko, bagaimanapun, mereka
mungkin memutuskan bahwa pemilik toko punya
hak untuk melindungi tokonya dan untuk
menggunakan bisnisnya untuk memaksa pekerja
tambang kembali bekerja. Pertentangan dari alasanalasan terhadap kisah dilema yang sama, memberikan kesempatan yang baik sekali untuk menguji
perbedaan antara menolong teman-teman dan patuh
pada majikan. Pada umumnya pertanyaan lacakan
dapat meneruskan perbedaan ini: “Apakah kamu
pikir itu lebih penting, menolong beberapa teman
yang mungkin melakukan kejahatan atau
mematuhi perintah-perintah dari majikanmu?
Mengapa? “. Melacak melalui peran pengganti
barangkali sering memberikan para siswa
kesempatan untuk merespon dilema dari tahap yang
lebih tinggi dari kemampuan berpikir mereka.
c. Melacak melalui konsekuensi universal:
Biasanya mendekati akhir diskusi, guru boleh
mengajukan pertanyaan yang mempertimbangkan
konsekuensi-konsekuensi dari berpikir yang telah
diuji. Berikut paparan contoh pertanyaan yang
sifatnya menggali atau melacak dengan melalui
konsekuensi universal:
9 Apakah para siswa sebaiknya memiliki hakhak yang sama seperti para warga yang lain?
9 Sebaiknya kamu selalu melakukan protes
terhadap ketidakadilan yang kamu temukan
dalam masyarakat, bahkan jika protes itu
berarti melanggar hukum?
63
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
9 Sebaiknya seseorang selalu/tidak pernah
menolong teman yang meminta kamu
melakukan sesuatu yang melanggar hukum?
9 Sebaiknya orang yang melanggar peraturan
atau hukum selalu dihukum jika dia ditangkap?
Mempertimbangkan terhadap konsekuensikonsekuensi universal, akan menolong para siswa
berpikir tentang implikasi berpikir mereka terhadap
masyarakat secara keseluruhan. Pertanyaanpertanyaan itu, dilakukan secara terbuka, bentuk
non-indoktrinasi, akan mengesankan kepada para
siswa bahwa kegiatan berpikir mereka tentang
problema-problema sosial dan moral yang penting
akan mempengaruhi seluruh masyarakat.
Pertanyaan-pertanyaan lacakan, yang ditunjukkan
dalam Perencanaan Mengajar dan yang para guru
buat selama diskusi, bermanfaat untuk berbagai
fungsi yang penting. Pertanyaan lacakan yang tepat
dapat berguna untuk mendorong kelambatan
diskusi. Pertanyaan lacakan juga dapat memfokuskan diskusi terhadap pentingnya isu-isu moral dan
membangkitkan berpikir tentang isu-isu yang lebih
besar dan perspektif sosial yang terdapat dalam kisah
dilema.
Pertanyaan-pertanyaan lacakan telah dikaji oleh
para guru yang memprioritaskan diskusi kelas dan
digunakan pada waktu yang tepat di kelas. Satu dari
keterampilan-keterampilan yang amat penting dari
guru/fasilitator adalah mengetahui kapan menggunakan pertanyaan yang tepat yang akan
mendorong interaksi siswa atau memusatkan pada
64
Perencanaan Pembelajaran
aspek-aspek penting dari kisah dilema. Daftar
pertanyaan lacakan dalam setiap Perencanaan
Mengajar akan ditafsirkan hanya sebagai bimbingan.
Karena itu tidak selalu diperlukan untuk
menggunakan semua jenis lacakan. Pertanyaan
lacakan hanya digunakan, bila untuk tujuan khusus.
Bentuk-bentuk yang amat umum dari lacakan
mengandung penggunaan pertanyaan-pertanyaan:
“ Mengapa itu penting bagi kamu?”, “ Dapatkah
kamu menceritakan kepada kita sedikit banyak
tentang alasanmu?”, dan “Apakah alasan yang
sangat penting bagi tokoh utama yang harus
dipertimbangkan dalam membuat keputusannya?“
B. Perencanaan Mengajar: “ Hei, Sam, Truk
ada di sini “
Bagian Pertama: Hei, Sam, Truk ada Di sini
Bagikan kepada siswa dalam kelas naskah kisah
”Hei, Sam, Truk ada di sini “ yang menguraikan Sam
dan para penambang. Pastikan bahwa para siswa
memahami istilah dalam dilema dan dapat menjelaskan
dilema yang Sam hadapi.
Tentukan melalui tunjukan tangan atau berbagai
cara lain bagaimana kelas merasakan tentang apakah
Sam memenuhi pesanan untuk para penambang.
Jika kelas dibagi dengan paling sedikit 1-3 dari para
siswa atas setiap aspek isu, pilih satu strategi dari
pembentukan kelompok kecil yang terdapat pada bab
IX. Diteruskan dengan diskusi, menuju ke tahap dilemadilema alternatif.
1.
65
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Bagian Kedua: Dilema-Dilema Alternatif
Jika kelas setuju bahwa Sam SEBAIKNYA memenuhi pesanan, satu dari dilema-dilema alternatif
dapat digunakan untuk memancing ketidaksetujuan.
a. Pemilik toko memanggil Sam sekali lagi. Ia
menjelaskan kepada Sam bahwa jika ia menolong
orang memberikan milik yang mestinya bukan
untuk mereka, Sam tidak hanya akan dipecat,
tetapi ia juga akan dituntut oleh pemilik toko.
Aapakah Sam sebaiknya memenuhi pesanan?
b. Jika Sam sama sekali cacat dan tidak sanggup
untuk bekerja di pertambangan, jika ia kehilangan
pekerjaannya di toko, apakah sebaiknya Sam
memenuhi pesanan?
2.
Jika kelas setuju bahwa Sam SEBAIKNYA TIDAK
memenuhi pesanan, satu dari dilema-dilema alternatif
berikut dapat digunakan untuk menumbuhkan
ketidaksetujuan.
a. Sam menerima panggilan telepon yang lain.
Seseorang berkata bahwa beberapa penambang
yang mogok berencana untuk memulai mencuri
makanan, jika mereka tidak dapat memperoleh
makanan dengan berbagai cara lain. Apakah
sebaiknya Sam memenuhi pesanan dan
mencegah kemungkinan dari pencurian?
b. Seorang ibu muda datang ke toko dan bercerita
pada Sam bahwa keadaan makanan telah begitu
buruk dan beberapa orang merencanakan
mengirim anak-anak mereka untuk hidup dengan
famili di kota yang lain. Apakah sebaiknya Sam
mencoba untuk mencegahnya dengan memenuhi
pesanan?
66
Perencanaan Pembelajaran
3.
Bagian Ketiga: Pertanyaan-pertanyaan Pelacak
a. Apakah Sam punya kewajiban terhadap pemogokan para penambang? Mengapa ya atau mengapa
tidak?
b. Apakah Sam punya kewajiban terhadap pemilik
toko? Mengapa ya atau mengapa tidak?
c. Apakah hak pemilik toko melarang pinjaman
terhadap para penambang yang lapar? Mengapa
ya atau mengapa tidak?
d. Apakah teman Sam sebaiknya menempatkan Sam
pada posisi dengan memohonnya untuk mengisi
truk penuh dengan makanan? Mengapa ya atau
mengapa tidak?
e. Apakah sebaiknya para penambang mogok?
Mengapa ya atau mengapa tidak?
f. Apakah sebaiknya pihak pemerintah memberikan
para keluarga yang melakukan mogok, cukup
makanan yang dengan begitu tidak akan
membuat mereka lapar? Mengapa ya atau tidak?
C. Perencanaan Mengajar: “ Sebuah Surat
Peringatan “
Bagian Pertama: Dilema Sesungguhnya
Biarkan peserta diskusi membaca “ Sebuah Surat
Peringatan”. Pastikan peserta diskusi mengetahui faktafakta dasar dan kondisi-kondisi yang dipaparkan dalam
dilema. Kamu boleh bertanya, “Apa yang terjadi pada
ibu Wati dan para siswa dalam kelas studi sosialnya?”
Tentukan bagaimana peserta diskusi dibagi dalam
isu apakah ibu Wati sebaiknya memanggil para siswanya
dan membatalkan tugasnya?.
1.
67
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Jika kelas dibagi dengan paling sedikit 1-3 dari kelas
atas setiap isu, pilih strategi pembentukan kelompok
kecil yang terdapat dalam bab IV dan teruskan dengan
diskusi.
Jika di sana terlalu kecil ketidaksetujuan terhadap
isu, teruskan kepada dilema-dilema alternatif di bawah
ini. Beberapa dilema akan membantu untuk menghasilkan banyak ketidaksetujuan dan mempertinggi
diskusi.
Bagian Kedua: Dilema-Dilema Alternatif
Jika lebih banyak dari peserta diskusi setuju bahwa
Ibu Wati SEBAIKNYA memanggil para siswanya,
gunakan satu dari alternatif berikut:
a. Beberapa orang tua dan anggota DPRD
memanggil ibu Wati. Mereka menyatakan bahwa
mereka meyakini pada apa yang ia lakukan dan
akan mendukungnya. Mereka telah mendorongnya untuk tidak membatalkan tugas itu.
b. Ibu Wati telah setuju dengan para siswanya bahwa
ia tidak akan ikut campur dengan usaha-usaha
para siswa terlibat dalam berbagai isu masyarakat.
2.
Jika sebagian besar peserta diskusi setuju bahwa
ibu Wati SEBAIKNYA TIDAK memanggil para siswa,
gunakan satu dari alternatif berikut:
a. Ibu Wati bukan guru tetap. Persatuan Guru
Banjarmasin menyatakan kepadanya bahwa
mereka tidak dapat mendukungnya, jika kepala
sekolah menyarankan bahwa kontrak kerjanya
mungkin tidak diperbaharui lagi.
b. Bapak Hadri, SH, pengacara yang mewakili lebih
dari 60 organisasi, memanggil ibu Wati dan
68
Perencanaan Pembelajaran
meminta kepadanya untuk membatalkan tugas dan
mengecilkan hati para siswanya. Pengacara itu
mengindikasikan bahwa aksi-aksi para siswa dapat
mencampuri urusan-urusan khusus antara
pemerintah kota dengan organisasi.
c. Ibu Wati telah diberitahu bahwa perusahaan bus telah
merencanakan untuk menarik kembali tiket bebas
seluruh siswa, jika protes terus dilanjutkan.
Bila peserta diskusi tidak setuju terhadap tindakan
setelah mendiskusikan satu dari beberapa alternatif, pilih
strategi pembentukan kelompok kecil yang terdapat dalam
bab IX dan teruskan diskusi
Bagian Ketiga: Pertanyaan-Pertanyaan Lacakan
Gunakan pertanyaan-pertanyaan berikut pada saat
yang tepat untuk memudahkan diskusi:
a. Dari pandangan seseorang yang berusia 62 tahun dan
tinggal dengan penghasilan tertentu yang kecil,
apakah yang sebaiknya ibu Wati lakukan? Mengapa?
b. Apakah ibu Wati punya kewajiban mendukung para
siswa dalam kelasnya yang melaksanakan tugas
model aksi? Apakah itu?
c. Apakah ibu Wati punya kewajiban untuk mematuhi
perintah pengawas? Mengapa ya atau mengapa
tidak?
d. Dari pandangan orang tua di wilayah itu apakah
sebaiknya ibu Wati membatalkan tugasnya?
Mengapa ya atau mengapa tidak?
e. Apakah sebaiknya yang menjadi pertimbangan
sangat penting untuk ibu Wati, bila ia merespon surat
perintah? Mengapa hal itu merupakan
pertimbangan penting?
3.
69
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
f. Apakah lebih penting perannya sebagai penduduk
atau perannya sebagai guru dalam situasi itu?
Mengapa?
g. Apakah sebaiknya para guru mengijinkan untuk
memberikan tugas-tugas yang membolehkan para
siswa terlibat dalam kasus-kasus masyarakat?
Mengapa ya atau mengapa tidak?
h. Apakah para siswa punya kewajiban untuk
melakukan protes terhadap ketidakadilan dalam
transportasi publik di Banjarmasin? Mengapa ya
atau mengapa tidak?
i. Apakah pengawas punya kewajiban terhadap para
siswa yang terlibat dalam protes? Apakah itu?
j. Apakah sebaiknya para siswa punya hak-hak yang
sama seperti warga penduduk yang lain? Mengapa
ya atau mengapa tidak?
k. Apakah sebaiknya sekolah-sekolah diorganisir
untuk mendorong kebebasan dan tanggung jawab
individu untuk kesejahteraan bagi yang lain?
Apakah kamu pikir Lingkungan Sekolah Kawasan
Banjarmasin mendorong tanggung jawab warga
penduduk? Mengapa ya atau mengapa tidak?
Untuk mengarahkan diskusi dilema moral, guru
sebaiknya mempunyai segenggam kepercayaan yang
sama dalam Proses Pembelajaran terhadap kisah dilema
tertentu. Bagian berikutnya mencakup tahap demi tahap
bimbingan untuk memudahkan diskusi kelas terhadap
problema moral. Seluruh isi dari langkah-langkah Proses
Pembelajaran, kamu akan mencatat koordinasi antara
proses keseluruhan dan secara khusus Perencanaan
Pembelajaran.
70
BAB IX
PROSES PEMBELAJARAN
A. Elemen Proses Pembelajaran yang Efektif
Dalam mengajar perkembangan moral, guru
menempatkan kelas melalui 4 tahap Proses Pembelajaran.
Untuk Proses Pembelajaran yang lebih efektif, ada tiga
elemen lain yang membuat diskusi akan bermakna dan
harus dipertimbangkan, seperti peranan guru, peranan
siswa dan iklim kelas.
1.
Peranan Siswa
Baca kembali transkrip diskusi yang membahas
Sebuah Surat Peringatan. Dalam kasus ini, para guru
telah berpartisipasi dalam diskusi sebagai siswa. Kamu
sebaiknya dapat menentukan berbagai karakteristik
terhadap peranan siswa. Berikut kata-kata yang
mencerminkan peranan mereka selama mendiskusikan
dilema ibu Wati, yaitu: mendengarkan; mempertahankan posisi individu; bertanya; melacak; merasakan
perasaan orang lain (empati); berargumentasi; teloransi;
berpikir; dan merespon pertanyaan-pertanyaan.
Selama diskusi yang telah direkam, peserta diskusi
lebih banyak menggunakan waktu berbicara antara
71
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
satu dengan lain, bukan dengan fasilitator. Mereka
bertanya satu sama lain, tergantung posisi mereka
sendiri, dan respon terhadap pertanyaan-pertanyaan
dari fasilitator, yang juga memenuhi peran tertentu.
2.
Peranan Guru
Bentuk kepemimpinan atau arahan apakah yang
dilakukan guru? Apa yang dilakukan fasilitator selama
diskusi berlangsung? Apakah fasilitator pernah
menentukan posisi seorang siswa atau menentukan
arah memberikan argumentasi terhadap kelompok
siswa. Apakah kata-kata yang akan kamu gunakan
untuk menguraikan peranan guru selama diskusi.
Para pendidik yang diobservasi secara sukarela
selama diskusi, melahirkan beberapa peranan seperti
daftar kata berikut yang mengkarakterisasikan peranan
guru selama diskusi, yaitu; pemberi-tugas; pemimpin
kelompok; menggerakkan diskusi; sedikit menggunakan waktu; fleksibel, masih memerintah; toleran;
mengendalikan; penanya; pendengar; terbuka untuk
semua gagasan; tidak untuk “menjawab”; peringkas;
mengklarifikasi gagasan; informal, dan bersungguhsungguh.
Perhatikan bentuk-bentuk pertanyaan yang
fasilitator minta:
• “ Anisa, apakah kamu setuju dengan Imam?”
• “Dapatkah kamu menjelaskan kepada kita
tentang itu lebih banyak lagi, Nurbaiti?”
• “Nurbaiti, kamu pikir apakah Ibu Wati mempunyai kewajiban lebih besar terhadap para siswa
dari pada terhadap hukum?”
72
Proses Pembelajaran
• “ Hariansyah, antara kamu dengan Imam samasama setuju, bahwa Ibu Wati sebaiknya membatalkan tugas-tugas, namun sebelumnya kamu
masing-masing menyebutkan alasan-alasan
berbeda dalam posisi masing-masing. Dapatkah
kamu menjelaskan kepada kita, apa yang kamu
pikir adalah berbeda dengan alasanmu?”
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah bukan
mengancam dan bukan mendorong jawaban tertutup.
Setiap pertanyaan diupayakan untuk mendorong
mempertajam fokus pada problema dan tingkat
interaksi yang lebih besar antara siswa dengan siswa.
Guru/fasilitator sebaiknya tidak memberikan kontribusi
yang terlalu banyak terhadap diskusi yang membahas
problema sosial atau moral; namun bagaimana pun
guru dibutuhkan untuk membimbing diskusi dan
mengambil tanggung jawab untuk menjaga pertukaran
pendapat yang difokuskan pada problema.
3.
Iklim Kelas
Daftar kata-kata yang menggambarkan peran
guru dan siswa selama diskusi dilema moral juga
menyarankan perlunya iklim kelas. Pendekatan khusus
untuk menganalisa problema sosial dan moral
tergantung pada tatanan yang mendorong diskusi dapat
berjalan bebas, spesifik, dengan inkuiri terbimbing.
Perkembangan pertimbangan moral yang lebih
matang muncul, terutama disebabkan para siswa
memiliki kesempatan untuk menguji pertimbangan
mereka sendiri dengan menjelaskan alasan yang
diberikan kepada siswa lain dalam diskusi.
Karena penelitian menunjukkan bahwa tingkatan
argumen-argumen yang lebih tinggi, barangkali
73
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kelihatan lebih konsisten dan lebih logis dari siswa-siswa
yang berpikir di bawah tingkat tertentu, karena iklim
kelas mendorong para siswa untuk berbicara bebas dan
mendengar secara mendalam. Para pengamat diskusi
kelas dari dilema moral menggunakan kata-kata berikut
untuk mengkarakterisasikan iklim kelas, seperti;
terbuka; menyerupai debat; hidup; berorientasi pada
siswa; ramai kadang-kadang agresif; penasaran-tidak
ada jawaban yang jelas; informal; berorientasi pada
tugas; mendorong berpikir; tidak direkayasa;
merangsang; berorientasi pada problema, terlibat dan
bersungguh-sungguh.
Peranan guru dalam menata iklim kelas yang
tepat, tetap diperhatikan, tetapi tidak terlalu diutamakan. Para siswa membutuhkan keyakinan bahwa kamu
sungguh-sungguh tertarik dengan mereka dan kamu
menyukai menolong mereka untuk dapat mengerti
terhadap beberapa problema yang membingungkan
mereka.
B. Proses Pembelajaran
Mengajar perkembangan moral menghendaki guru
yang diasumsikan berperan sebagai fasilitator. Kemudian
menunjukkan bahwa diskusi akan melalui beberapa
tahapan, proses pembelajaran dibagi dalam langkahlangkah spesifik. Guru sebaiknya melalui empat langkah
mengajar dilema moral.
Langkah 1: Menghadapi Dilema Moral
Para guru memberikan para siswa kesempatan untuk menghadapi dilema moral.
Para guru menyajikan kisah dilema, pastikan
bahwa para siswa dapat memahami kondisi74
Proses Pembelajaran
kondisi dalam kisah, pastikan bahwa semua
istilah tepat dijelaskan, dan pastikan bahwa
para siswa memahami problema yang
dihadapi tokoh utama.
Langkah 2: Menyatakan Posisi Sementara
Guru akan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menyatakan posisi sementara
terhadap dilema moral. Pertama, para siswa
membutuhkan waktu untuk berpikir tentang
dimana mereka berdiri terhadap isu-isu moral
yang terdapat dalam kisah. Kedua, mereka
membutuhkan kesempatan untuk menempatkan posisi secara individu terhadap
dilema, sering melalui tulisan di bawah posisi
mereka dan alasan-alasan mereka untuk
mendukungnya. Ketiga, para guru perlu
menentukan bagaimana seluruh kelompok
bersikap terhadap dilema moral. Ini
barangkali bisa diselesaikan dengan melalui
cara menunjukkan tangan-tangan atau
beberapa teknik pemungutan suara yang lain
yang akan menunjukkan, apakah ya atau
tidak terhadap berbagai konflik sesungguhnya mengenai tindakan yang tepat untuk
tokoh utama lakukan. Guru bahkan
mungkin ingin memberikan kesempatan
kepada beberapa siswa, untuk mengekspresikan alasan mereka mengambil posisiposisi tertentu terhadap dilema, ini akan
menolong untuk menunjukkan kepada
kelompok bahwa ada perbedaan posisi-posisi
secara individual terhadap kisah dilema.
75
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Langkah 3: Menguji Alasan
Guru akan memilih strategi-strategi
penyebaran yang cocok dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang tepat, yang
akan mendorong secara maksimal diskusi
siswa terhadap isu-isu moral dalam cerita.
Berbagai kelompok kecil yang ditata sering
memberikan lingkungan yang terbaik bagi
para siswa untuk mengawali pertukaran
pikiran-pikiran terhadap keputusan yang
dihadapi tokoh utama. Kelompok-kelompok
kecil menolong untuk memastikan setiap orang memberikan kesempatan menyampaikan alasannya dan memberikan pemanasan
yang baik sekali untuk diskusi kelas yang
luas. Setelah periode waktu yang dicurahkan
untuk diskusi kelompok kecil, para guru
selanjutkan akan membantu diskusi yang
dilaksanakan dalam kelas. Setelah para siswa
memiliki kesempatan untuk bertukar alasanalasan dalam kelompok-kelompok kecil,
mereka butuh partisipasi dalam diskusi yang
lebih besar di mana fasilitator dapat
menolong membimbing diskusi terhadap
dilema.
Langkah 4: Menunjukkan Posisi Masing-Masing
Pada tahap akhir diskusi kelas, para guru
sebaiknya menolong para siswa menunjukkan sekali lagi posisi mereka terhadap dilema.
Para siswa barangkali diminta untuk
meringkas alasan yang mereka dengar
selama diskusi atau untuk menyatakan posisi
76
Proses Pembelajaran
mereka setelah mereka mendengar seluruh
pendapat-pendapat yang lain yang ditawarkan dengan mengistirahatkan kelas.
Meskipun beberapa siswa mungkin menunjukkan bahwa mereka merubah pikiran
mereka selama diskusi, tujuannya bukan
untuk bentuk konsensus atau mencoba
mencapai kesimpulan tentang tindakan yang
tepat terhadap tokoh yang mengalami
dilema. Proses ini tetap terbuka-tidak dibatasi,
dan para siswa akan didorong untuk
melanjutkan terus berpikir mereka tentang
posisi-posisi mereka sendiri dan komentarkomentar yang mereka dengar dalam diskusi
kelompok.
C. Langkah-Langkah Pembelajaran Dilema
Moral
Berikut empat langkah proses pembelajaran dan
beberapa sub langkah- langkahnya.
LANGKAH 1
MENGHADAPKAN DILEMA MORAL
a.
Menyajikan Dilema
Kisah dilema mungkin disampaikan dalam
berbagai cara. Kisah “Sebuah Surat Peringatan,
misalnya disampaikan dalam bentuk naskah cetakan
untuk para guru yang dibaca khusus untuk
didiskusikan. Bermain peran (role-playing), cerita
tertentu dari sebuah film, klipping surat kabar, atau
rekaman dari audio-tape, merupakan metodemetode alternatif untuk menyampaikan dilema77
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
dilema kepada kelas. Menggunakan berbagai media, menolong para siswa melihat bahwa dilema
moral tidak selalu datang dari media cetak dalam
kurikulum mereka. Tujuan utama adalah menunjukkan kepada para siswa bahwa tokoh utama adalah
orang yang berhadapan dengan problema sosial atau
moral yang sulit.
b.
Menyatakan Keadaan
Sebelum para siswa dapat secara serius
mendiskusikan isu-isu moral yang terdapat dalam
kisah, mereka harus memahami dan menjelaskan
keadaan-keadaan dari situasi. Siapa tokoh-tokoh
dalam kisah, dan apakah hubungan mereka satu
sama lainnya? Apa yang terjadi terhadap tokoh
utama? Apa fakta-fakta dalam kisah? Minta para
siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dengan kata-katanya sendiri. Setelah seorang siswa
menguraikan keadaan-keadaan, yang lain didorong
untuk menambah dengan komentar-komentar dan
pengamatan-pengamatan mereka, dan menguraikan
dengan cara lain terhadap alur kisah. Proses
terjemahan dan klarifikasi ini berlanjut sampai kamu
merasa yakin bahwa kelas memahami keadaankeadaan dalam kisah. Para siswa secara individual
tidak dapat membuat pertimbangan moral terhadap
situasi yang mereka tidak pahami secara jelas.
Sebuah diskusi awal terhadap keadaan-keadaan
akan menolong untuk mendorong siswa terlibat dan
akan menunjukkan pada para siswa bahwa kamu
(guru) benar-benar tertarik dalam mengajak mereka
untuk mencari jawaban-jawaban dalam memecahkan problem.
78
Proses Pembelajaran
c.
Merumuskan Istilah
Merumuskan istilah adalah seperti untuk
menjelaskan keadaan-keadaan. Para siswa harus
memahami semua aspek dari kisah dilema dan
selanjutnya menempatkan posisi individu, serta
berusaha memberi alasan terhadap problem.
Sebagai, contoh, peserta diskusi dari kisah “Sebuah
Surat Peringatan” yang tidak memahami istilah
“boikot” akan menjadi hambatan serius. Para guru
sebaiknya mencermati kembali setiap kisah dilema
dan berusaha untuk mengidentifikasi istilah-istilah
yang mungkin sulit bagi para siswa mereka. Para
siswa akan, kapanpun mungkin, merumuskan
istilah-istilah.
d.
Menyatakan Problema Tokoh Utama
Langkah terakhir untuk menolong para siswa
dalam menghadapi dilema terletak pada pernyataan
yang jelas terhadap problem yang dihadapi tokoh
utama. Sebagai contoh, jika kelas yakin bahwa: “
Hei Sam. Truk ada Di sini “ adalah menyangkut apakah para pekerja tambang sebaiknya mogok, mereka
tidak memahami problem yang dihadapi tokoh
utama. Mereka tidak akan dapat merespon terhadap
isu mengenai permintaan terhadap pemilik toko dan
berikutnya keputusan dari Sam. Seseorang dalam
kelas sebaiknya dapat meringkas problem Sam: “
Sam harus memutuskan apakah memenuhi
permintaan para temannya untuk memiliki makanan dari toko “ atau “ Sam memutuskan antara
kewajibannya terhadap teman-temannya dan kewajibannya terhadap pemilik toko “. Salinan berikut
menunjukkan jenis diskusi dari “ Hei, Sam. Truk ada
79
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Di Sini”. Bagian ini kelas melalui langkah pertama,
Menghadapkan sebuah Dilema. Sebagaimana kamu baca
melalui salinannya, identifikasi berbagai sub langkahlangkahnya.
CATATAN:
Berikut salinan yang menunjukkan sebuah contoh
dari guru yang menggunakan cerita dilema moral
dalam mata pelajaran PPKn atau IPS. Kelas ini
membahas pokok bahasan Sejarah Indonesia dengan
sub pokok bahasan perkembangan organisasi buruh.
Guru:
Selamat pagi. Dalam beberapa hari terakhir ini,
kelas kita telah mencermati beberapa kondisikondisi yang dihasilkan dalam perkembangan
organisasi-organisasi buruh di Indonesia.
Pendapat-pendapat apa saja yang secara nyata
ada dalam pikiran kalian seperti yang telah
terdapat dalam materi yang berhubungan dengan
sejarah perburuhan?
Anna:
Kita telah mempelajari bahwa para pekerja pabrik
dan tambang berada dalam kondisi yang amat
buruk.
Guru:
Apa yang kamu kamu maksudkan dengan kondisi
yang buruk?
Anna:
Baik, para pekerja tambang bekerja dalam waktu
yang panjang dan tidak dibayar amat banyak
80
Proses Pembelajaran
Deri:
Beberapa orang bahkan mendapat luka yang
serius ketika mereka bekerja
Guru:
Bagaimana masyarakat dimana para buruh itu
bekerja?
Pani:
Kondisi di sana buruk juga
Anna:
Ya, seperti perumahan yang jelek dan fakta bahwa
mereka tidak pernah mempunyai banyak uang.
Budi:
Kota-kota di pertambangan mempunyai tokotoko dimana para pekerja membeli semua
kebutuhan mereka
Deni:
Tetapi tidakkah mereka telah mencoba untuk
memulai organisasi buruh merubah berbagai
keadaan itu?
Mega:
Ya, para buruh tambang telah mencoba mengajak
para pekerja untuk secara bersama bergabung
memprotes masalah-masalah keselamatan dalam
bekerja, upah yang rendah, dan waktu bekerja
yang lama.
Budi:
Mereka telah memprotes melalui pemogokan
81
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru:
Berapa dari kamu yang mengetahui seseorangkeluarga atau tetangga- yang menjadi anggota
dalam beberapa organisasi buruh?
Sebagai besar siswa mengangkat tangan-tangan
mereka untuk menunjukkan bahwa mereka
mengetahui seseorang yang menjadi anggota dalam
organisasi buruh.
Baiklah, Berapa dari kalian yang mengetahui
seseorang yang ikut serta dalam pemogokan
sebagai bagian dari protes organisasi?
Setengah dari siswa mengangkat tangan-tangan
mereka?
ISTIRAHAT (JEDA)
Guru:
Bagaimana para keluarga bisa bertahan
sementara suami atau isteri tidak bekerja?
Suriati:
Mereka tidak punya uang dan tidak dapat
membeli makan dan bahan-bahan.
Pani:
Mereka menggunakan tabungan mereka !
Raihanah:
Bagaimana kalau mereka tidak mempunyai
tabungan?
82
Proses Pembelajaran
Pani:
Saya ingat ketika membaca tentang pemogokan
Pullman. Organisasi minta bagian sebagai hak
organisasi untuk memberikan bantuan dana
dalam menolong para pekerja dalam kasus yang
mereka sebut pemogokan.
Suriati:
Jadi organisasi mempunyai tabungan-tabungan
yang mereka gunakan !
Guru:
Apakah kamu pikir para keluarga mengalami
masa yang berat selama pemogokan?
Raihanah:
Ya, karena para pekerja tidak mendapatkan gaji
mereka secara penuh.
Guru:
Baiklah, mari kita lihat kisah tentang sekelompok
orang dalam masyarakat yang sedang melakukan pemogokan.
Guru membagikan naskah cerita dari “ Hei, Sam,
Truk ada di sini “
Berikan waktu beberapa menit dan baca cerita.
Pikirkan tentang semua tokoh-tokoh dalam cerita
dan apa masalah yang terlihat.
Para siswa membaca seluruh kisah sampai selesai.
Dapatkah seseorang menceritakan kepada kita
dengan kata-katamu sendiri apa yang terjadi
dalam kisah itu?
83
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Debbi:
Seseorang yang bernama Sam bekerja di toko,
toko grosir, yang menjual bahan-bahan kepada
para pekerja yang sedang mogok.
Pani:
Sam adalah manajer !
Taty:
Sam pernah bekerja sebagai penambang, jadi
Sam adalah teman dari beberapa pemogok.
Raihanah:
Para pekerja tidak memperoleh tambahan uang
lain dari organisasi
Sarah:
Kondisi para keluarga mereka sedang lapar !
Guru:
Keluarga-keluarga siapa?
Sarah:
Para pemogok
Deri:
Ya, anak-anak punya jatah makan siang yang
lebih sedikit.
ISTIRAHAT (JEDA)
Guru:
Apakah ada tokoh lain lagi dalam kisah ini? Sam
dan para pekerja tertentu yang terlihat. Apakah
seseorang yang lain juga terlibat?
84
Proses Pembelajaran
Daud:
Atasan Sam, pemilik toko
Budi:
Dan ia minta kepada Sam untuk tidak memberikan kredit (menghutangi) kepada para pekerja
tambang yang mogok.
Guru:
Mengapa kamu pikir atas Sam tidak akan
memberikan kredit (menghutangi)?
ISTIRAHAT (JEDA)
Anna:
Sebab ia juga pemilik tambang
Budi:
Ia pemilik setengah dari tambang
Anna:
Tetapi ia mau pemogokan diakhiri. Tapi mengapa
ia tidak mau memberikan lebih banyak kredit
(menghutangi)
Guru:
Mengapa para pemogok begitu membutuhkan
kredit?
Daud:
Karena mereka tidak mendapat gaji tambahan?
Guru:
Siapa yang mengetahui apa yang dimaksud
dengan pemberian “gaji tambahan”
85
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Sarah:
Tidakkah itu uang yang disimpan organisasi
untuk digunakan dalam peristiwa pemogokan?
Pemogokan yang terakhir begitu lama
berakhirnya.
Guru:
Baiklah, beberapa pekerja menghendaki gaji
tambahan.
Kisah ini juga berkaitan dengan lubang hitam.
Apakah yang kamu pikir dengan hal itu?
Pani:
Tambang !
Guru:
Tetapi mengapa mereka sebut dengan lubang
hitam?
Anna:
Sebab tidakkah mungkin resiko yang besar sekali
untuk bekerja di bawah sana. Kisah itu
mengatakan bahwa itulah alasan mengapa
mereka melakukan mogok sebagai alasan
pertama.
Guru:
Terima kasih, Anna. Ingat tulisan yang telah kita
bahas yang menyatakan bahwa banyak kehidupan yang hilang dalam pekerjaan-pekerjaan
menambang dari pada pekerjaan-pekerjaan yang
lain?
86
Proses Pembelajaran
ISTIRAHAT (JEDA)
Guru:
Baiklah, Mari kita daftar pada papan tulis
perbedaan karakter tokoh yang terdapat dalam
kisah.
Para siswa membaca kembali daftar karakter tokohtokoh seperti yang guru tulis pada papan tulis.
Budi:
Kita melupakan anak perempuan Sam. Sam
mencoba menyekolahkan anaknya ke perguruan
tinggi.
Guru:
Mengapa itu penting bagi kita untuk mengingat
anak perempuan Sam?
Mega:
Sebab Sam butuh untuk tetap pada pekerjaannya.
Guru:
Baiklah, apakah masalah Sam dalam kisah ini?
ISTIRAHAT (JEDA)
Suriati:
Sam berada di tengah-tengah !
Guru:
Suriati, apa yang kamu maksud dengan Sam
sedang berada di tengah-tengah?
87
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Suriati:
Baiklah, para temannya ingin Sam - atau berharap
pada Sam - memberikan mereka makanan
dengan kredit (hutang), dan pemilik toko minta
Sam, agar ia lebih baik tidak memberikan kredit
(hutang).
Taty:
Pemilik toko minta Sam untuk mencari pekerjaan
lain, jika ia memberikan kredit (hutang) kepada
para pemogok.
Riduan:
Ya, dan truk telah tiba dan Sam lebih baik
memutuskan pendiriannya.
LANGKAH 2
MENYATAKAN POSISI SEMENTARA
a.
Memikirkan Posisi Masing-Masing Individu
Setelah para siswa berhadapan dengan kisah
dilema, mereka membutuhkan kesempatan untuk
berpikir tentang pertanyaan terakhir. Satu keadaan
dari kisah dipahami lebih jelas. Suatu kondisi yang
tenang barangkali mendorong secara serius kepada
para siswa untuk memikirkan pertanyaan tindakan:
“ Sebaiknya Sam memenuhi permintaan makanan,
ketika truk tiba?”
b.
Menentukan Posisi Masing-Masing Individu
Setelah setiap orang punya kesempatan untuk
berpikir tentang pertanyaan tindakan, waktu
tambahan yang telah diberikan untuk menentukan
88
Proses Pembelajaran
posisi secara individual terhadap tindakan dan untuk
menunjukkan alasan bagi tindakan. Kamu mungkin
ingin meminta para siswa untuk menggunakan kartu
berukuran 3x5cm atau kembali pada handout dilema
dan menulis di bawahnya dua tanggapan: [1] Respon
pertama “ ya “ atau “tidak” terhadap pertanyaan tindakan, dan [2] alasan perorangan untuk menjawab
ya atau tidak. Menuliskan tanggapan-tanggapan
secara pribadi menghindari konflik bersamaan
dengan tekanan teman-teman, dapat mendorong
beberapa siswa untuk memberikan tanggapan dalam
bentuk tertentu. Ini adalah waktu untuk berpikir secara
pribadi dan menunjukkan tanggapan sebagai
persiapan yang penting diskusi kelas. Para siswa
membutuhkan waktu untuk berpikir tentang alasanalasan utama mereka sendiri dan juga untuk
mendengar berbagai alasan-alasan yang lain. Setelah
semua itu, masa jeda kelas akan disediakan untuk
menggali berbagai tanggapan terhadap cerita dilema.
Jika para siswa secara serius menyiapkan tanggapan
yang mereka miliki terhadap dilema, mereka akan
dapat menyajikan dan mempertahankan posisi-posisi
yang mereka pilih dan mendengarkan posisi-posisi
yang lain. Para guru akan menekankan pada bentuk
sementara dari tanggapan pertama yang muncul.
Setiap orang yang pada akhirnya merubah posisinya
dan alasannya kemudian mengadopsi elemen-elemen
tambahan dari diskusi ke dalam kerangka berpikir
yang dimilikinya.
c.
Menentukan Posisi Kelas
Setelah menolong para siswa menentukan posisiposisi mereka secara individual terhadap tindakan
89
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tokoh utama dalam kisah dilema telah ditetapkan,
kamu butuh menentukan tanggapan-tanggapan
berbeda di antara seluruh kelas. Menentukan
sejumlah ketidaksepakatan terhadap tindakan tokoh
utama, menolong kamu mengetahui apakah
pertentangan pendapat-pendapat yang ada akan
membantu mendorong diskusi. Kamu mungkin
meminta para siswa untuk menyatakan kepada
seluruh siswa terhadap posisi mereka dengan
menggunakan berbagai metode pemungutan suara:
1) Minta para siswa untuk menunjukkan posisiposisi mereka dengan mengangkat tangan.
Tiga posisi mungkin ditentukan, ya, tidak dan
tidak memutuskan. Kamu barangkali juga
minta para siswa untuk menutup mata mereka
untuk metode ini, jika kamu rasa bahwa
tekanan sesama teman menolong untuk
menentukan posisi-posisi dalam kelas.
2) Beragam metode menunjukkan tangan
termasuk minta para siswa untuk memberikan
tanggapan berupa “ menunjukkan ibu jari
untuk menyatakan setuju”, “menurunkan ibu
jari tanda tak setuju”, atau “ melipat tangan
tanda tidak memutuskan” terhadap pertanyaan dilema. Diskusi yang baik terhadap
dilema moral tergantung pada ketidaksepakatan awal di antara anggota kelas
terhadap apa yang tokoh sebaiknya atau tidak
lakukan. Kamu akan menentukan pembagian
yang tepat dalam kelas sejauh yang dapat
kamu putuskan, apakah untuk mengikuti
diskusi dilema sesungguhnya atau mengambil
sikap terhadap alternatif dilema di kelas. Sekali
90
Proses Pembelajaran
kamu tentukan bahwa para siswa tidak setuju
terhadap tindakan yang tepat, kamu memiliki
kelas yang terbaik untuk langkah berikutnyadiskusi terhadap alasan-alasan untuk
mengambil posisi terhadap pertanyaan
tindakan: “ Sebaiknya Sam memenuhi
permintaan makan ketika truk tiba? “
d.
Menentukan Alasan-Alasan untuk Posisi
Masing-Masing Individu
Setelah menentukan bahwa anggota-anggota
kelas tidak setuju terhadap tindakan yang tepat.
Kamu sebaiknya menolong para siswa untuk
memulai menyatakan beberapa alasan mereka
untuk membuat keputusan. Menghabiskan sedikit
waktu meminta orang yang berbeda dalam kelas
untuk secara sukarela menghubungkan alasan
mereka dengan kisah dilema. Mendaftar beberapa
variasi alasan pada papan tulis atau hanya
menyebutkan beberapa variasi alasan yang secara
individu yang terekam selama masa penentuan awal
akan menolong mempersiapkan para siswa untuk
diskusi kelompok kecil dan akan juga menunjukkan
pada para siswa bahwa orang mempunyai sejumlah
alasan berbeda untuk merekomendasi posisi
tindakan tertentu.
CATATAN:
Jangan memutuskan dilema sesungguhnya
dengan amat cepat bahkan jika di kelas tidak jelas
pembagian terhadap tindakan yang tepat. Berikan
beberapa menit untuk menggali alasan yang para siswa
miliki, bahkan jika mereka setuju terhadap posisi
91
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tindakan awal. Kemudian, jika tidak berkembang
pembagian, teruskan dilema alternatif dalam
perencanaan mengajar
Salinan diskusi kelas tentang “ Hei, Sam, Truk
ada Di sini “ dipaparkan di bawah ini dan
menyajikan tahapan kedua Menyatakan Posisi
Sementara, dari Proses Pembelajaran.
Guru:
Saya akan senang setiap dari kamu selama
beberapa menit untuk berpikir tentang situasi
Sam. Kamu sebaiknya mempertimbangkan
semua keadaan dan berbagai implikasi terhadap
tokoh yang berbeda karakternya dalam kisah.
ISTIRAHAT (JEDA)
Ambil satu kartu berukuran 3x5cm yang saya
letakkan di meja, dan tulis di bawahnya dua hal.
Pertama, nyatakan posisi dengan “ya” atau
“tidak” apa yang kamu pikir Sam sebaiknya
lakukan. “Ya” jika kamu pikir bahwa Sam
sebaiknya memenuhi permintaan ketika truk tiba;
dan “tidak” jika kamu pikir ia tidak melakukannya. Buat tanggapan secara perorangankamu akan memiliki kesempatan untuk melihat
bagaimana orang lain memutuskan nanti! Kedua,
tuliskan alasan untuk menentukan posisi.
Mengapa kamu pikir Sam sebaiknya memenuhi
atau tidak memenuhi permintaan. Dua hal di atas
kartu, ya atau tidak terhadap pertanyaan dilema
dan mengapa kamu mendukung posisi tersebut.
92
Proses Pembelajaran
Heri:
Bagaimana jika saya tidak mengetahui?
Guru:
Apa yang kamu maksudkan, Heri?
Heri:
Baiklah, saya tidak dapat memutuskan
Guru:
Baiklah, Coba tentukan posisi jika mungkin. Coba
untuk menentukan mana posisi yang kamu rasa
lebih kuat. Jika itu tidak mungkin dan kamu
sungguh-sungguh tidak bisa memutuskan, tulis
berikut di atas kartumu; pertama, tunjukkan
keputusan kamu dengan menandai pertanyaan
dari “ya” atau “tidak”; kedua, sedikitnya dua
pertanyaan yang kamu akan sukai untuk
dijawab, guna menolong kamu untuk membuka
pikiranmu. Setiap orang yang juga tidak bisa
memutuskan, boleh mengikuti prosedur yang
sama.
Para siswa menggunakan beberapa menit menulis
tanggapan-tanggapan mereka pada kartu-kartu
Guru:
Apakah setiap orang sudah selesai menulis di
kartu? Saya perlu untuk mengetahui berapa
jumlah kalian yang setuju dan tidak setuju
terhadap apa yang Sam lakukan. Kita akan dapat
menentukan dengan menunjukkan tangan. Jika
kamu telah menulis pada kartumu bahwa Sam
93
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
sebaiknya memenuhi permintaan ketika truk tiba,
angkat tanganmu
Dua puluh siswa mengangkat tangan-tangan
mereka
Guru:
Baiklah, berapa jumlah orang yang menunjukkan
di atas kartu bahwa Sam sebaiknya tidak
memenuhi permintaan?
Lima siswa mengangkat tangan
Adakah beberapa orang yang tidak dapat
memutuskan dengan satu cara dengan cara yang
lain?
Heri dan satu siswa yang lain mengangkat tangan
mereka
Suriati:
Lihat. Hampir setiap orang berkata bahwa kamu
sebaiknya menolong teman-temanmu
Guru:
Mengapa demikian? Apakah beberapa dari alasan
yang kamu telah tulis adalah untuk mengusulkan
bahwa Sam sebaiknya menolong temantemannya untuk memenuhi permintaan
makanan?
Diana:
Sebab kamu sebaiknya menolong temantemanmu
94
Proses Pembelajaran
Guru:
Mengapa itu begitu penting?
Diana:
Teman-teman adalah penting. Orang tidak
memiliki banyak teman, dan di samping itu,
beberapa orang sedang dalam keadaan lapar.
Sebelum truk tiba dan menjelaskan padanya
bahwa jika ia menolong orang secara pantas, yang
tidak semestinya bagi mereka, ia tidak hanya akan
mendapat dukungan tetapi akan diberikan
pembayaran terhadapnya. Apakah kamu pikir
Sam akan lakukan?
ISTIRAHAT ( JEDA)
Berikan beberapa menit untuk berpikir tentang
situasi baru. Semua keadaan sama kecuali pemilik
memanggil Sam sekali lagi dengan kata-kata
baru.
Guru menunggu, tetapi beberapa siswa menunjukkan mereka ingin memberikan tanggapan
Guru:
Baiklah, beberapa orang tentu mau berkomentar
terhadap hal yang baru dari kisah ini, tetapi
pertama saya ingin mengetahui sesuatu. Berapa
dari kamu yang sekarang berpikir bahwa Sam
sebaiknya memenuhi permintaan? Silahkan
angkat tanganmu
Lima belas siswa mengangkat tangan
95
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Berapa yang masih merasa bahwa ia tidak akan
memenuhi?
Tujuh siswa mengangkat tangan mereka
Dan, yang tidak memutuskan?
Heri mengangkat tangannya
Guru:
Baiklah, ini beberapa aspek dari situasi untuk
berpikir tentangnya. Saya akan senang kamu
menggunakan waktu dalam kelompok lebih kecil,
di mana kamu akan berkesempatan untuk
mendiskusikan posisi kamu dan pikiranpikiranmu tentang Sam, pemilik toko dan pekerja
yang melakukan mogok.
LANGKAH 3
MENGUJI ALASAN
a.
Menguji Alasan-Alasan dalam KelompokKelompok Kecil
Sebelum seluruh kelas mulai mendiskusikan
kisah dilema, para siswa memerlukan kesempatan
untuk bertemu dalam kelompok-kelompok kecil
untuk menguji alasan-alasan mereka dan
mengabsahkan posisi tindakan mereka. Pertemuan
dalam kelompok kecil menjamin bahwa setiap
individu punya kesempatan untuk bertukar pikiran
dengan siswa lain sesama anggota kelas. Prioritas
waktu ini digunakan untuk kegiatan diskusi kelas
terbuka yang lebih luas membolehkan kelompok
96
Proses Pembelajaran
berpikir tentang alasan-alasan yang berbeda
terhadap setiap posisi tertentu dan menguji
kemampuan yang lain untuk mempertahankan
posisi.
1)
Mengatur Kelompok-Kelompok Kecil
Teori Kohlberg mengemukakan bahwa para
siswa perlu mendengarkan alasan pada tahapan
berikutnya yang lebih tinggi bagi terjadinya
perkembangan moral. Pendekatan yang
menggunakan teori Kohlberg yang diuraikan
dalam buku ini berasumsi bahwa pada sejumlah
individual di kelas, yakni para siswa bertindak
pada tahapan-tahapan perkembangan moral
yang berdekatan.
Oleh karena itu, kelompok-kelompok bekerja
bersama terhadap tugas-tugas yang berfokus
pada kemungkinan memaksimalkan alasan dari
para siswa untuk mendengar pandangan tentang
hal-hal lain yang membahas isu-isu tertentu.
Dalam kelompok-kelompok kecil, para siswa
mengerjakan tugas-tugas yang menghendaki
mereka untuk menjelaskan, merumuskan dan
mendengarkan alasan-alasan dari posisi tertentu.
Di samping itu beberapa tujuan berhubungan
secara langsung dengan perkembangan moral,
bahwa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
adalah menolong para siswa untuk mencapai
sejumlah tujuan lain yang berhubungan dengan
keterampilan-keterampilan belajar dan konsep
diri. Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
menolong para siswa menyelesaikan tugas spesifik
dalam mengembangkan keterampilan-ke97
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
terampilan mendengarkan, dan menjadi sadar
untuk menerima berbagai pendapat.
Para guru yang tidak segera menggunakan
penyebaran kelompok kecil dalam kelas, perlu
memikirkan beberapa waktu tambahan. Para
siswa butuh bersosialisasi dengan aktivitasaktivitas kelompok kecil. Para guru sebaiknya
memilih tugas-tugas yang cocok dengan
pengalaman dan kemampuan-kemampuan para
siswa mereka.
Sebagai peraturan umum yang menonjol
sekali, aktivitas-aktivitas kelompok sebaiknya
dimulai dengan tugas-tugas yang relatif
sederhana seperti mendaftar semua alasan para
anggota dalam kelompok dan menyeleksi dua
alasan terbaik dari daftar itu. Setelah para siswa
menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan
tugas-tugas sederhana, itu tepat untuk
melanjutkan pada tugas-tugas yang lebih
kompleks, seperti menentukan peran atau
menyiapkan untuk melakukan debat.
Kemampuan para siswa untuk bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil tergantung pada
keahlian guru. Guru dapat menggunakan
sejumlah kegiatan untuk menolong kelompok
bekerja dan mengalami keberhasilan, dengan
cara-cara:
a) Berikan tugas-tugas dengan rumusan yang
jelas dan berhubungan dengan dilema dan
memperhitungkan kemampuan-kemampuan para siswa. Kartu-kartu tugas yang
menyatakan tujuan-tujuan khusus bagi
kerja kelompok menolong kelompok98
Proses Pembelajaran
b)
c)
d)
e)
kelompok untuk memfokuskan pada tugastugas yang diberikan.
Selama kamu berjalan dari kelompok ke
kelompok, masuki kelompok-kelompok
tanpa menganggu diskusi. Guru sebaiknya
memasuki kelompok sebagai pendengar
dan membuat keputusan secara tepat
didasarkan atas bagaimana sebaiknya
kelompok-kelompok bekerja untuk
melengkapi tugas yang diberikan.
Tindakan-tindakan yang tepat bagi para
guru termasuk mengajukan pertanyaanpertanyaan tipe melacak, dan memberikan
tugas-tugas tambahan yang bermakna,
akan menolong kelompok menyiapkan
diskusi kelas.
Kelompok kecil menghendaki dukungan
lebih tinggi dari tingkat keramaian biasa
dalam kelas. Para guru sebaiknya sering
mundur menjauh dari kelompok dan
mengamati ke dalam kelas untuk
mendapatkan gambaran bagaimana kelas
bekerja dalam tatanan kelompok kecil.
Para guru sebaiknya berupaya melakukan
bermacam-macam kegiatan dan tugas
kelompok kecil dari pelajaran ke pelajaran.
Para guru mungkin menemukan cara yang
menolong dalam mencatat berbagai diskusi
yang menempatkan kelompok-kelompok
dalam melaksanakan diskusi-diskusi kelas.
Secara umum, para guru sebaiknya
menggunakan beragam strategi pembentukan
99
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
kelompok yang didasarkan atas kemampuan para
siswa dan/atau bentuk dilema. Kelompok kecil
yang bekerja dibawa langsung ke dalam aktivitasaktivitas kelas yang lain, dan kelompok kelompok
dalam kurikulum regular akan meningkatkan
kualitas pelajaran perkembangan moral.
2)
Strategi-Strategi Kelompok Kecil
• Strategi A ( Kelompok yang Sama Pilihan )
Penyebaran:
Bagi kelas ke dalam kelompokkelompok yang terdiri dari 5 sampai 8
siswa. Setiap kelompok akan terdiri dari
individu-individu yang setuju dengan
tindakan yang tepat dalam dilema
Tugas Siswa:
Setiap kelompok mengisi daftar
alasan-alasan untuk mendapatkan posisi
yang dipilih. Setelah kelompok-kelompok
bekerja untuk jangka waktu yang ditentukan pada tugas permulaan, kemudian
mereka memilih dua alasan yang terbaik
yang mereka pikir mencerminkan
pembelaan terbaik dari posisi mereka atas
dilema moral.
Catatan untuk Guru:
Kamu sebaiknya berjalan dari
kelompok ke kelompok, jika perlu
menolong setiap kelompok mengembangkan daftar alasan-alasan mereka. Setelah
berjalan sekitar 15 menit kelompok
bekerja, minta catatan dari setiap
100
Proses Pembelajaran
kelompok untuk melaporkan daftar terakhir dari alasan-alasan terbaik. Karena
kamu akan memiliki beberapa kelompok
yang bekerja dalam mendaftar alasanalasan yang memilih posisi berlawanan
terhadap dilema moral.
Diskusi kelas secara keseluruhan
difokuskan pada penalaran moral, dan
akan diikuti pelaporan dari kelompokkelompok. Mendorong para siswa untuk
menantang satu alasan yang lain dan
menolong memfokuskan dialog pada
mengapa individu-individu meyakini satu
alasan lebih tepat dari yang lain. Diskusi
akan sering terfokus pada dua atau tiga
alasan yang bertentangan.
Jika diskusi kelas secara keseluruhan
menjadi begitu berulang-ulang atau
berjalan lambat, gunakan pertanyaan
lacakan sebagai alternatif dilema untuk
memfokuskan kembali diskusi atau
mencek konsistensi dari alasan para siswa
terhadap posisi tertentu. Sering-sering
minta para siswa yang tidak aktif dalam
diskusi untuk menyimpulkan dialog atau
minta pendapat mereka dalam diskusi.
•
Strategi B (Kelompok yang Beragam
Pilihan)
Penyebaran:
Atur kelas ke dalam kelompokkelompok kecil dengan setiap kelompok
terdiri dari anggota-anggota yang setuju,
101
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
yang tidak setuju, dan yang belum
mampu memutuskan posisi terhadap
tindakan pada dilema. Sebagai contoh,
dalam strategi ini kelompok mungkin
terdiri dari dua atau tiga individu-individu
yang berpikir Sam sebaiknya memenuhi
permintaan, tiga atau empat yang berpikir
bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhinya, dan siswa yang tidak dapat
memutuskan.
Tugas Siswa:
Minta para siswa dalam kelompokkelompok beragam untuk mendiskusikan
posisi-posisi dan alasan-alasan mereka dan
selanjutnya menghasilkan daftar yang
berisi dua alasan terbaik (sesuai dengan
kelompok) mengapa Sam sebaiknya
memenuhi permintaan, dan dua alasan
terbaik mengapa Sam sebaiknya tidak
memenuhinya.
Catatan untuk Guru:
Satu dari tujuan strategi ini adalah
agar para siswa mendiskusikan dilema
setiap posisi dari tindakan yang merupakan tugas dari kelompok yang bertitik
tolak pada alasan ketimbang posisi awal.
Diskusi kelas umum sebaiknya mengikuti
laporan-laporan kelompok. Dengan
strategi ini, kamu mungkin menemukan
cara menolong kelompok-kelompok
mencatat alasan-alasan terbaik mereka
pada papan tulis, jadi setiap orang dapat
102
Proses Pembelajaran
melihat cara-cara berbeda dalam berpikir
tentang dilema.
•
Strategi C
Penyebaran:
Setelah menentukan pembagian kelas
terhadap tindakan, bagi kelas ke dalam
kelompok-kelompok terdiri dari 5 sampai
8 siswa yang merupakan anggotaanggota setuju tentang tindakan yang
tepat terhadap dilema.
Tugas Siswa:
Para anggota dari setiap kelompok
berbagi alasan-alasan mereka untuk
menentukan posisi-posisi yang mereka
pilih. Berikan setiap kelompok 5 atau 10
menit untuk bertukar alasan-alasan. Setiap
siswa sebaiknya mencatat alasan-alasan
yang dikemukakan dalam kelompok.
Catatan untuk Guru:
Guru sebaiknya berjalan dari
kelompok ke kelompok untuk mendengarkan diskusi. Berikutnya, atur kembali
kelompok-kelompok ke dalam bentuk,
separuh kelompok yang menyatakan satu
posisi yang mengalami perubahan tempat,
dengan separuh dari kelompok yang
menyatakan posisi berlawanan dalam
tindakan. Para anggota dari kelompokkelompok yang baru (sekarang campuran)
mengerjakan tugas-tugas berikut:
103
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
a) Laporkan terhadap kelompok setengah
yang lain dari alasan-alasan kelompok
mereka yang dikembangkan dalam
diskusi sebelumnya.
b) Diskusi alasan-alasan. Secara khusus,
setengah kelompok baru akan menantang alasan-alasan yang dikemukakan oleh setengah kelompok yang lain
dan ajukan pertanyaan tentang
mengapa mereka berpikir bahwa
alasan-alasan mereka dianggap baik.
c) Setengah kelompok yang baru
kemudian membahas tiga sampai 5
menit dan memutuskan alasan yang
dikemukakan setengah kelompok lain
kelihatan lebih tepat. Mereka menentukan bahwa alasan yang mereka dengar
dari setengah kelompok yang lain yang
dikemukakan- bukan alasan yang
mereka perlu setujui. Sebagai contoh,
tiga siswa yang yakin bahwa Sam
sebaiknya memenuhi permintaan, akan
mencoba untuk setuju pada alasan
(lebih dapat diterima mereka) terbaik
yang mereka dengar dari kelompok
yang yakin bahwa Sam sebaiknya
tidak memenuhi permintaan makanan
untuk teman-temannya, para pekerja
tambang.
d) Kelompok-kelompok melaporkan
keputusan-keputusan mereka terhadap
kelas dengan menekankan secara
khusus pada mengapa setiap bagian
104
Proses Pembelajaran
kelompok memilih alasan tertentu yang
lain-lain telah dikemukakan.
Guru mungkin akan menyiapkan
kertas tugas kelompok yang menjelaskan
tugas-tugas kelompok-kelompok kecil
untuk strategi ini. Berikan cukup waktu
untuk kelompok-kelompok dalam
mengerjakan tugas-tugas. Strategi ini
menekankan analisis terhadap alasan yang
digunakan oleh setiap individu-individu
yang mengusulkan posisi tindakan yang
berlawanan.
•
Strategi D
Penyebaran:
Setelah beberapa diskusi kelas
terhadap dilema dan alasan-alasan dari
posisi individu tertentu, bagi kelas ke
dalam kelompok-kelompok yang terdiri
dari 5 sampai 8 siswa.
Tugas Siswa:
Minta setiap anggota kelompok untuk
mengajukan suatu pendapat tentang
peranan tertentu dalam dilema dan
pertimbangkan, dari pandangan tokoh,
apa yang sebaiknya tokoh utama dalam
dilema lakukan dan mengapa.
Catatan untuk Guru:
Setelah kelompok bertemu, anggotaanggota dari setiap boleh mempresentasikan tokoh mereka dalam dialog
105
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
utama tentang dilema. Diskusi sebaiknya
tetap pada mengapa tokoh yakin tindakan
yang dipilihnya adalah benar. Strategi ini
secara khusus digunakan untuk menolong
para siswa berpikir tentang cerita dilema
dari pandangan-pandangan dan peran
yang berbeda.
Strategi E
Jika para siswa kamu tidak setuju dengan
posisi tindakan dalam cerita dilema ( bahkan
setelah menggunakan dilema-dilema alternatif
yang digunakan dalam Perencaanan Mengajar
), kamu mungkin ingin menggunakan strategi
yang mengabaikan penentuan keputusan
terhadap tindakan dan meneruskan diskusi
dengan menekankan pada alasan-alasan yang
berbeda.
•
Penyebaran:
Bagi kelas ke dalam 4 kelompok
Tugas Siswa:
Minta dua dari kelompok untuk
mengajukan memilih posisi “ya” terhadap
pertanyaan dilema dan dua kelompok
yang lain untuk memilih posisi “tidak”.
Minta kelompok-kelompok untuk memikirkan terhadap seluruh alasan yang
berbeda dari yang mungkin diberikan orang untuk menanggapi apakah “ya” atau
“tidak” terhadap pertanyaan.
106
Proses Pembelajaran
Catatan untuk Guru:
Setelah memberikan kelompok cukup
waktu untuk membahas daftar alasanalasan, minta kelompok-kelompok untuk
menolong kamu menuliskan di papan tulis
daftar alasan-alasan berdasarkan kategori
setiap tindakan ( ya dan tidak ). Setelah
kamu mempunyai berbagai alasan yang
telah disusun dalam daftar, kamu dapat
minta kelas untuk menunjukkan alasan
yang lebih dapat diterima bagi mereka
sebagai jalan pembenaran yang secara
khusus diikuti oleh tindakan. Kamu
barangkali bahkan minta mereka untuk
menyusun peringkat alasan yang telah
didaftar, minta mereka untuk
mendiskusikan mengapa itu lebih dapat
diterima. Sebaiknya dimulai dengan
diskusi terhadap pertimbangan moral.
3)
Para Siswa yang tidak Memutuskan
Beberapa strategi yang disarankan sering
dilakukan untuk menata kelas sesuai dengan
posisi-posisi secara individual terhadap pertanyaan
tindakan. Para siswa yang tetap tidak memutuskan terhadap keputusan tindakan mungkin dapat
berpartisipasi dalam berbagai cara.
a) Para siswa yang tidak memutuskan boleh
bersama sejumlah kelompok dengan
tanggung jawab yang jelas dalam mendengarkan diskusi dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang alasanalasan terhadap posisi-posisi tertentu.
107
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
b) Para siswa yang tidak memutuskan dapat
juga membentuk kelompok yang terpisah
untuk mengembangkan daftar dari
pertanyaan-pertanyaan yang mereka akan
sukai untuk dijawab oleh kelompokkelompok lain untuk menolong mereka
menghasilkan keputusan.
c) Para siswa yang tidak memutuskan dapat
mencatat berbagai alasan yang diberikan
selama diskusi kelas dan memilih apa yang
mereka pikir dan tunjukkan sebagai alasanalasan terbaik yang diberikan untuk setiap
posisi tindakan.
b.
Menguji Alasan-Alasan yang Berbeda terhadap
Istilah dalam Isu-Isu, Dilema-Dilema yang Serupa,
Konsekuensi-Konsekuensi dan Dilema-Dilema
Sebelumnya
Sebuah diskusi bergerak dari kelompokkelompok kecil ke dalam diskusi kelas, kisah dilema
barangkali dapat dianalisa dalam istilah:
Isu-Isu:
Setiap masalah sosial atau moral mengandung sejumlah isu-isu moral yang spesifik. Metode
yang terbaik untuk memfokuskan pada isu-isu
tertentu adalah menggunakan satu dari pertanyaan-pertanyaan lacakan yang diberikan
dalam Perencanaan Mengajar. Guru sebaiknya
mencoba mengenalkan isu yang dihubungkan
dengan pertanyaan lacakan dengan jalan tidak
mengganggu jalannya diskusi siswa. Mengenalkan isu yang dihubungkan dengan pertanyaan
108
Proses Pembelajaran
lacakan sama seperti para siswa mulai untuk
berbicara tentang isu-isu tertentu atau ketika
diskusi nampak berjalan lambat dan isu belum
cukup dibahas. Sebagai contoh, jika para siswa
kamu tidak mendiskusikan apakah Sam punya
kewajiban terhadap pemilik toko, kamu mungkin
mengenalkan lacakan “Apakah Sam punya
kewajiban terhadap pemilik toko? Mengapa ya
atau mengapa tidak?”
Dilema-Dilema yang Serupa:
Dilema yang serupa adalah berbagai kisah
atau situasi yang berhubungan secara langsung
dengan dilema yang sedang dibahas. Dilema yang
serupa adalah serupa dalam istilah-istilah atau
keadaan-keadaan dan mengandung isu-isu moral
yang sama. Para siswa mungkin menunjukkan
dilemma-dilema serupa; kamu mungkin berpikir
tentang situasi-situasi serupa yang lebih bermakna
untuk kehidupan-kehidupan atau pengalamanpengalaman para siswa; atau kamu mungkin
menemukan materi-materi dari surat-surat kabar
atau majalah lokal yang menyajikan situasi dilema
serupa tentang cerita yang kamu dan kelas bahas.
Jika kelas menghadapi kesukaran menganalisis dilema tertentu, kamu bisa menyajikan
dilema serupa untuk menolong mendorong diskusi
kelas lebih produktif. Sebagai contoh, siswa-siswa
kelas 3 SMP yang membahas kasus Walter Hickel,
mereka tidak dapat benar-benar terlibat dalam
diskusi terhadap dilema apakah Walter Hickel
akan meletakkan jabatan atau tidak, pada
posisinya dalam kabinet sebagai Sekretaris
109
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pribadi, sebab ia tidak percaya terhadap semua
aktivitas-aktivitas kerja Nixon.
Oleh karena itu, guru bisa mengenalkan
situasi lain yang menyangkut seorang siswa SMP
yang telah ditetapkan sebagai bendahara pada
OSIS, hanya untuk menemukan bahwa anggotaanggota lain dari OSIS yang merencanakan
aktivitas sosial, secara sengaja akan melakukan
diskriminasi terhadap kelompok-kelompok lain di
sekolah. “ Sebaiknya siswa itu mengundurkan diri
dari posisi bendahara ketimbang sebagai bagian
dari yang aktivitas sosial direncanakan?”.
Ternyata para siswa mulai amat hidup diskusinya
terhadap isu-isu yang dihubungan dengan situasi
serupa.
Konsekuensi-Konsekuensi:
Banyak diskusi dari masalah-masalah sosial
dan moral, biasanya termasuk berbagai pertimbangan terhadap konsekuensi-konsekuensi
dari tindakan seseorang. Guru boleh memilih
untuk mengawali diskusi dengan meminta para
siswa membahas konsekuensi-konsekuensi yang
berhubungan dengan salah satu bagian dari
tindakan yang ditunjukkan dalam kisah dilema.
Daftarlah berbagai konsekuensi dan pengaruhnya
terhadap tokoh-tokoh tertentu dalam dilema yang
mungkin berguna, prioritas langkah berikutnya
adalah meminta para siswa menentukan posisi
tindakan dan menunjukkan alasan. Berpikir
dalam istilah konsekuensi-konsekuensi sebaiknya
juga menolong para siswa memulai mempertimbangkan tambahan peran-peran dan
110
Proses Pembelajaran
pandangan-pandangan dalam setiap situasi.
Fokus dari diskusi, bagaimanapun, akan tetap
pada alasan terhadap posisi tertentu dan bukan
keputusan “benar” yang didasarkan atas
kekuatiran dari konsekuensi-konsekuensi moral.
Dilema-Dilema Sebelumnya:
Sebagaimana kamu menghadapkan para
siswa dengan sejumlah masalah-masalah moral
selama kegiatan pembelajaran pada tahun ajaran
sekolah, banyak dari cerita-cerita akan menyangkut isu-isu serupa. Kamu mungkin menemukan
para siswa yang memberi tanggapan dengan
alasan yang tidak konsisten terhadap situasisituasi atau isu-isu serupa. Ini biasa, dan itu
memberikan kesempatan untuk menolong para
siswa memikirkan kemungkinan yang tidak
konsisten dari alasannya terhadap isu-isu moral
tertentu. Mengupayakan memecahkan kembali
ketidakkonsistenan dan perjuangan dengan isuisu moral yang serupa seperti mereka menghadapi
situasi-situasi berbeda, dapat memudahkan
perkembangan moral.
Guru sebaiknya menunjukkan beberapa
ketidakkonsistenan secara terbuka, tidak
mengancam dan dengan cara tidak menghakimi
dan minta siswa untuk memikirkannya. Sebagai
misal, guru dapat berkata, “ Tono, saya ingat
bahwa menjelaskan kepada kita beberapa minggu
yang lalu, bahwa orang tidak akan pernah
melakukan apapun untuk menyakiti teman,
sebab teman yang sama dapat menolong
memberikan jalan keluar dari masalah pada suatu
111
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
waktu. Sekarang kamu berkata bahwa Sam
sebaiknya memikirkan pemilik toko dan menghilangkan seluruh hal yang Sam dapat lakukan
dengan memberikan kredit pada pekerja
tambang yang mogok. Dapatkah kamu menjelaskan kepada kita sesuatu tentang bagaimana atau
mengapa kamu merubah pikiranmu? “. Rupanya
ketidakkonsistenan Tono tidak menunjukkan
bahwa ia tidak merespon secara serius terhadap
masalah yang didiskusikan, tetapi bahwa ia
berjuang dengan pandangan-pandangan baru
yang berkenaan dengan isu-isu tertentu. Penelitian
menunjukkan bahwa sering ketika orang nampak
tidak konsisten dalam pikiran mereka (disebut
sebagai “ketidakseimbangan”), mereka mungkin
mengalami pertumbuhan terbesar mereka dalam
kematangan moral.
Berikut salinan selanjutnya selama tahap ketiga
dalam proses pembelajaran.
Guru:
Saya akan menyukai 11 orang yang
menunjukkan bahwa mereka berpendapat
bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi
permintaan, untuk memisahkan diri ke dalam
dua kelompok dan berkumpul pada sudut ini.
Saya akan menyukai 15 atau lebih orang yang
berpendapat bahwa Sam sebaiknya memenuhi
permintaan, untuk memisahkan diri ke dalam
tiga kelompok dan mengatur beberapa kursi
di sekitar jendela untuk membentuk kelompokkelompok kamu. Heri, maukah kamu
menggunakan beberapa waktu dalam kelom112
Proses Pembelajaran
pok “ya” dan kelompok “tidak” dan menulis
beberapa catatan tidak resmi terhadap apa
yang berlangsung, apa alasan-alasan yang
mereka berikan untuk pandangan-pandangan
yang saling berlawanan. Kemudian,
barangkali, kita dapat mengawali diskusi besar
kita dengan kesimpulanmu terhadap apa yang
kamu dengar selama berlangsung diskusi
dalam kelompok-kelompok.
Sekarang, setiap kelompok kecil akan
punya waktu 10 menit untuk mengerjakan
tugas berikut: [1] berikan setiap orang
kesempatan untuk menyampaikan alasannya
dengan berkata bahwa Sam sebaiknya
memberikan atau tidak memberikan kredit
terhadap pekerja yang mogok; [2] lihat kamu
dapat setuju terhadap alasan yang terbaik,
alasan yang lebih dapat diterima untuk
tindakan yang dipilih, [3] Berikan pertanyaan
dengan cara baik dari kelompok kamu
terhadap satu yang kamu sukai dari kelompokkelompok lain yang membicarakan posisi yang
lain. Baiklah, bekerja dengan kelompokkelompokmu
Diana:
Tunggu dulu, apakah kita masih termasuk
sesuatu yang kamu tambahkan terakhir
tentang pemilik toko mengancam Sam
dijebloskan dalam penjara?
Guru:
Ya, cerita adalah sama dengan pandangan
yang saya tambahkan bahwa pemilik toko
113
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
menjelaskan pada Sam bahwa pemilik toko
akan minta Sam ditahan, jika Sam memenuhi
permintaan.
Para siswa berdiskusi dalam berbagai
kelompok dengan banyak pembicaraan dan
komentar tentang dimana Heri akan pergi
mendengarkan dan bagaimana Sam mungkin akan
tinggal di pertambangan. Pembicaraan di dalam
kelompok-kelompok kecil biasanya di sekitar
tingkat kerumitan situasi dilema. Salinan ini
akan terfokus pada dua kelompok kecil.
Kelompok 1
Mega:
Apa yang kita dukung untuk melakukannya?
Marsih:
Jelaskan kepada setiap orang mengapa kita
berpikir Sam sebaiknya tidak akan memenuhi
permintaan, ketika truk tiba.
Dewi:
Kemudian setiap orang di sini mengatakan
“tidak” !
Suriati:
Kita juga punya alasan terbaik dan menulis
beberapa pertanyaan untuk diajukan selama
diskusi terakhir, dan kita hanya punya waktu
10 menit.
Mega:
Baiklah, saya yang pertama. Saya tidak berpikir
Sam sebaiknya memenuhi permintaan, sebab
114
Proses Pembelajaran
ia dapat kehilangan pekerjaannya dan anak
perempuannya akan dikeluarkan dari sekolah.
Debbi:
Ya, loyalitasnya yang pertama adalah terhadap
keluarga dan bukan terhadap organisasi buruh.
Suriati:
Di samping itu, pemilik toko telah menolong
Sam dan Sam sebaiknya tidak menghilangkan
kepercayaan yang pemilik toko berikan
kepadanya.
Dewi:
Ada alasan lain yang saya pikir penting.
Apakah jika ia menangkap dan pemilik toko
menempatkan Sam di kantor polisi. Kemudian
ia tidak memberikan keuntungan apa pun
terhadap pemilik toko, keluarganya atau orang-orang yang mogok.
Guru mendekati kelompok dan duduk dengan
tenang mendengarkan diskusi
Mega:
Baiklah, apa alasan terbaik kita?
JEDA
Dewi:
Kita belum mendengarkan Marsih
Marsih:
Saya setuju dengan Suriati. Sam tidak
menghilangkan kepercayaan pemilik toko yang
diberikan kepadanya.
115
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Debbi:
Saya masih berpikir Sam sebaiknya pertama
memikirkan keluarganya. Sesudah itu, ia telah
menggunakan 25 tahun dalam pertambangan
untuk membuat posisi keluarga lebih baik
dalam kehidupan. Mengapa sebaiknya ia
menanggung resiko untuk seluruh penambang?
Suriati:
Jika pekerja tambang adalah teman-teman
baik, mereka sebaiknya tidak menempatkan
Sam dalam situasu yang sulit. Teman-teman
baik tidak akan melakukan sesuatu seperti itu
kepada yang lain.
Mega:
Saya tidak berpikir tentang hal itu. Mari kita
gunakan alasan Suriati sebagai alasan terbaik
kita, ketika kita membicarakannya dengan
orang lain.
Guru bergerak ke arah kelompok lain.
Kelompok 2
Deni:
Baiklah, seperti saya katakan, Sam berada di
suatu daerah pertambangan dan ia mungkin
melakukan pemogokan, juga. Ia mengetahui
bagaimana orang-orang rasakan dan jika ia
dapat menolong mereka mencari jalan keluar,
itu adalah kewajibannya, jika tidak, siapa yang
akan melakukannya?
116
Proses Pembelajaran
Sarah:
Tidakkah seseorang yang lain seperti pemerintah
atau yang lain memberikan makanan kepada
pekerja tambang itu? Sam sebaiknya tidak
terkena akibatnya dari semua kesalahan itu.
Budi:
Tidak ada seorangpun yang menyalahkan Sam.
Ia hanya terjadi pada posisi untuk menolong para
temannya. Di samping itu, pemerintah tidak
dapat datang ke sana memberi makanan pada
setiap orang yang melakukan pemogokan.
Raihanah:
Ya, tetapi pemerintah sebaiknya menolong orang-orang itu.
Budi:
Lihat, bagaimana Sam dapat tinggal menetap
di kota dan di lingkungan semua orang, jika ia
tidak menolong mereka mendapat makanan. Itu
bukan seperti perbuatan kriminal atau sesuatu
– ia hanya menolong teman-temannya.
JEDA
Guru sedang mendengarkan diskusi kelompok
Guru;
Apakah kamu pikir Sam punya kewajiban
terhadap pemilik toko?
Sarah:
Tidak seperti kewajiban terhadap temantemannya !
117
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru:
Jelaskan kepada kita lebih banyak tentang itu,
Sarah
Deni:
Tunggu sebentar, Sarah. Sam memberikan
pemilik toko sesuatu. Sesudah itu, ia percaya
Sam dapat mengatur toko.
Sarah:
Baiklah, mungkin, tetapi teman-teman Sam
mengharapkannya.
Deni:
Dan pemilik toko mengharapkan Sam untuk
melindungi toko
Jusuf:
Ya, dan pemilik toko kemudian melemparkan
Sam ke dalam penjara itu tidak bersahabat.
Kelompok tertawa saat Jusuf tiba-tiba
memberikan komentar
Guru:
Tunggu sebentar. Jusuf hanya membuat kita
memikirkan sesuatu. Apakah pemilik toko
punya hak untuk meminta Sam untuk tidak
memberikan kredit?
JEDA
Budi:
Tentu, ia pemilik toko dan makanannya
118
Proses Pembelajaran
Guru:
Jadi, jika saya setuju untuk menjaga sesuatu
dari kepunyaanmu dan kamu memberikan
saya perintah-perintah khusus untuk
meminjamkan barang-barangmu kepada orang lain. Apakah saya punya kewajiban untuk
memenuhi keinginan-keinginanmu?
Budi:
Ya
Deni:
Itu berbeda
Guru:
Mengapa?
Deni:
Dalam cerita orang-orang sedang lapar !
Guru:
Jadi Sam punya hak untuk memberikan
makanan pemilik toko?
Raihanah:
Tidak, tidak boleh
Guru:
Mengapa?
Raihanah:
Baiklah, mungkin ini adalah isu kepantasan
Guru:
Sekarang kamu mengatakan Sam sebaiknya
tidak memenuhi permintaan, Raihanah?
119
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Raihanah:
Saya tidak tahu. Orang-orang sebaiknya tidak
dalam keadaan lapar, tetapi pemilik toko
sebaiknya tidak dikurangi makanan miliknya.
Guru:
Baiklah, kamu punya waktu sekitar 2 menit
untuk bekerja dalam kelompok kecil. Saya mau
mendengarkan kelompok yang lain. Pikirkan
tentang isu yang kalian diskusikan, dan bersiap
untuk menjelaskan kepada setiap orang alasan
terbaik untuk Sam untuk memenuhi
permintaan. Atau jika beberapa di antara kamu
telah berubah pikiran dari seluruh anggota,
buat catatan untuk dirimu sendiri tentang apa
yang kamu dengar dan merubah pikiran, dan
bersiap untuk membaginya dengan kita
semua.
Guru minta kelompok-kelompok kecil untuk
merubah meja-meja di sekeliling, jadi mereka
dapat melihat satu dengan yang lain. Siswa
duduk dalam bentuk lingkaran dengan meja-meja
mereka, selanjutnya mulai diskusi yang
melibatkan seluruh kelas.
Guru:
Heri, kamu masih duduk di antara beberapa
kelompok. Apakah bentuk-bentuk alasan yang
telah didiskusikan dalam berbagai kelompok
tentang apa yang Sam sebaiknya lakukan?
Heri:
Orang-orang yang berkata Sam sebaiknya
tidak memenuhi permintaan beralasan bahwa
120
Proses Pembelajaran
loyalitas pertama Sam adalah keluarganya.
Mereka juga menyatakan bahawa jika Sam
memberikan perbekalan, ia akan kehilangan
kepercayaan yang diberikan oleh pemilik toko.
Kelompok “ya” menyatakan bahwa perhatian
pertama Sam sebaiknya terhadap teman-teman
yang melakukan mogok.
Guru:
Heri, alasan-alasan mana yang kamu temukan
yang paling menarik?
Heri:
Saya masih belum memutuskan. Ia punya
kewajiban untuk menolong pemogok, tetapi tidak,
jika ia mendapatkan resiko kehilangan pekerjaan
dan mungkin akan ditahan. Sam akan mau
menolong teman-temannya, tetapi juga tidak ingin
masuk penjara. Saya masih belum tahu.
Guru:
Apakah kamu punya beberapa pikiran tentang
apa yang Sam sebaiknya lakukan, Heri?
Heri:
Saya pikir ia sebaiknya mencoba untuk
menolong para pemogok, tetapi ia sebaiknya
tidak membuat dirinya kesulitan dengan pemilik
toko.
Pani:
Tetapi Heri, kamu tidak dapat melakukan keduaduanya. Ia salah satunya adalah menolong
teman-temannya atau tetap dengan pemilik toko.
121
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru:
Saya dengar sejumlah siswa dari kelompok
kecil mendiskusikan kewajiban Sam. Dapatkah
seseorang dengan senang hati menjelaskan
kepada siapa Sam punya kewajiban yang lebih
besar?
Tomi:
Sam sebaiknya pertama memikirkan dirinya
sendiri
Duriah:
Tidak, apakah jika semua pekerja membatalkan pemogokan di Pullman hanya melihat
untuk diri mereka sendiri? Gerakan buruh
tidak akan pernah memulai?
Sarah:
Itu benar, tetapi itu lebih dari hanya mencoba
untuk menjaga organisasi bersama. Kelompok
kita membicarakan tentang kewajiban Sam
terhadap teman-temannya.
Jusuf:
Ya, mungkin Sam telah bekerja bersama-sama
dengan beberapa orang di pertambangan, dan
mereka merupakan teman-teman baik. Kamu
tidak dapat meninggalkan teman-teman baik
ketika mereka membutuhkanmu.
Guru:
Mengapa itu demikian penting? Apakah jika
Sam sebagai seorang dari pekerja yang mogok
dan mengetahui orang yang mengelola toko?
122
Proses Pembelajaran
Daud:
Apakah yang kamu maksudkan ia akan
mengorbankan keluarganya untuk menolong
teman-temannya? Pemilik toko akan mengharapkan pertolongan dari manajer, jika
keluarganya dalam keadaan lapar.
Guru:
Kewajiban mana yang lebih penting? Kewajiban
untuk teman-temannya atau kewajiban terhadap
keluarganya?
Sarah:
Itu lebih dari hanya memberikan pertolongan
atau mengharapkan seseorang untuk menolongmu. Teman-teman baik percaya terhadap satu
dengan yang lain. Seperti ketika Sam bekerja di
pertambangan. Kamu percaya orang yang
bekerja selanjutnya akan menolongmu saat
kamu dalam kesulitan. Sam tidak selayaknya
meninggalkan teman dalam kesulitan.
Debbi:
Apakah yang kamu maksudkan mengorbankan
keluargamu untuk menolong teman-temanmu?
Raihanah:
Bagaimana ia akan mengorbankan keluarganya?
Debbi:
Anak perempuannya akan dikeluarkan dari
perguruan tinggi. Ia tidak akan dapat memberikan ketenangan terhadap keluarganya.
123
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru:
Kita telah mendiskusikan kewajiban Sam
terhadap keluarganya dan teman-temannya.
Marilah pikirkan tentang isu yang lain. Apakah
kewajiban Sam melindungi hak milik pemilik
toko?
Pada saat ini para siswa memusatkan diskusi
mereka pada kewajiban Sam terhadap pemilik
toko. Selama diskusi siswa memandang fakta
bahwa pemilik toko memiliki simpanan besar di
pertambangan dan mulai menanyakan hak
pemilik toko untuk memaksa para pemogok
kembali bekerja melalui penolakan kredit. Satu
siswa menyarankan solusi terhadap problema
Sam.
Pani:
Pemilik toko mengetahui bahwa para pemogok
berencana untuk minta Sam memenuhi
permintaan kredit. Jadi, pemilik toko dapat
menutup toko dan memanggil polisi dan akan
menghentikan Sam dari upaya memberikan
makanan.
Mega:
Jika itu terjadi, para pemogok hanya akan
meninggalkan toko dan memperoleh makanan yang mereka butuhkan untuk bertahan
hidup.
Guru:
Apa kamu pikir para pemogok akan melakukannya?
124
Proses Pembelajaran
Budi:
Tidak, sebab pemilik toko punya hak untuk
melakukan apa yang ia mau dengan tokonya.
Deni:
Tetapi tidak jika orang mati kelaparan
Raihanah:
Itu benar. Hidup manusia lebih penting dari
pada hak milik
Guru:
Isu terhadap hak-hak milik dan hidup manusia
nampak menjadi penting. Saya dengar
beberapa dari kamu berbicara dalam kelompok-kelompok kecil tentang apa yang lebih
penting. Sekarang Tono mengemukakannya
sekali lagi. Mari kita fokuskan terhadap konflik
hak-hak milik dan hidup manusia. Adakah
seseorang yang merespon pendapat Tono
tentang hidup manusia adalah lebih penting
dari hak-hak milik?
CATATAN:
Para siswa mulai mendiskusikan pentingnya
hak-hak milik dan hidup manusia seperti
mereka berhubungan dengan situasi Sam. Para
siswa memberikan pendapat-pendapat utama
yang penting. Guru memberikan beberapa cara
mengelola diskusi dengan menulis daftar pada
papan tulis beberapa pemikiran siswa tentang
pentingnya hak-hak milik dan hidup manusia.
125
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
LANGKAH 4
MENGGAMBARKAN POSISI MASINGMASING INDIVIDU
Tahapan terakhir dari diskusi kelas akan
menitikberatkan pada periode yang lain, yaitu
menggambarkan posisi setiap individu. Diharapkan
para siswa tidak akan menutup pintu untuk diskusi,
ketika mereka meninggalkan kelas. Posisi-posisi yang
kamu minta kepada mereka untuk menentukannya
sebagai posisi sementara, dan pertimbangan yang
mereka sampaikan kepada yang lain, selanjutnya akan
terbuka untuk dianalisis. Oleh karena, tahapan terakhir
meliputi beberapa rangkaian waktu tambahan di
samping untuk ringkasan terhadap alasan-alasan yang
dikembangkan selama diskusi dan kesempatan untuk
menyatakan alasan secara individual sekali lagi.
a.
Meringkas Alasan
Beberapa metode dapat digunakan untuk
menghasilkan ringkasan dari alasan-alasan yang
didiskusikan di kelas.
1) Minta para siswa untuk berpikir tentang
alasan-alasan yang diberikan dengan
menentukan beberapa posisi tindakan yang
berlawanan. Sebagai contoh, “Jika kamu yakin
bahwa Sam sebaiknya memenuhi permintaan
makanan, apakah alasan terbaik yang kamu
dapat sarankan bahwa Sam sebaiknya tidak
memenuhinya? “
2) Minta para siswa untuk mengingat kembali
beberapa alasan yang diberikan selama diskusi.
Catat beberapa di papan tulis. Kemudian,
126
Proses Pembelajaran
minta para siswa untuk setuju terhadap urutan
peringkat terhadap urutan alasan-alasan. ( Pilih
satu yang lebih dapat diterima, kedua terbaik,
dan selanjutnya ). Kamu mungkin akan punya
dua susunan yang menggabungkan posisiposisi tindakan yang berbeda. Tugas ini
berguna sebagai teknik meringkas dan juga
mendorong diskusi lebih lanjut terhadap problem moral.
b.
Menyatakan Alasan
Para siswa sebaiknya memiliki kesempatan
untuk mengemukakan kembali alasan-alasan
mereka terhadap posisi tertentu. Beberapa siswa
secara individual mungkin ingin menambah gagasan
terhadap alasan mereka setelah mendengar
komentar-komentar selama diskusi. Siswa yang lain
mungkin memilih berubah posisi atau secara
signifikan merubah alasan awal yang mereka
sampaikan. Beberapa metode mungkin mendorong
pertimbangan ini:
1) Minta para siswa untuk menulis posisi mereka
dan alasan-alasan mereka (seperti mereka
lakukan di awal diskusi kelas). Dorong mereka
untuk menambah beberapa pandangan atau
ungkapan baru yang mereka dengar selama
diskusi dan yang mereka pikir penting sekali.
2) Minta para siswa untuk mencatat beberapa
perubahan yang mereka temukan terhadap
pikiran mereka sendiri. Tekankan pada
beberapa orang yang mungkin memiliki
pengalaman tidak berubah dan yang amat
umum. Bagaimanapun beberapa orang
127
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
mengambil beberapa pendapat selama diskusi.
Berikan mereka contoh suatu perubahan: “
Saya masih berpikir bahwa Sam sebaiknya
memenuhi permintaan makanan ketika truk
tiba, tetapi saya juga setuju bahwa pemilik toko
punya hak untuk menolak memberikan kredit
terhadap para pekerja tambang yang
melakukan mogok ! Saya tidak memikirkan
sebelumnya “
CATATAN:
Cara lain untuk menutup diskusi kelas
terhadap cerita dilema adalah minta kepada para
siswa, jika dilema itu nampak nyata bagi mereka
atau jika mereka melihat situasi yang serupa dengan
kehidupan mereka. Teknik ini juga memberikan
kamu beberapa tingkatan umpan balik tentang
perhatian mereka terhadap pekerjaan dengan
problema-problema sosial dan moral dalam kelas.
Bagian terakhir dari salinan ini memperlihatkan tahapan akhir dari Proses
Pembelajaran:
Guru;
Saya ingatkan bahwa kita hanya punya waktu
tiga menit sebelum jam pelajaran berakhir.
Saya akan senang jika kamu melakukan
sesuatu yang terakhir. Pikirkan dalam semenit
tentang semua alasan-alasan yang berbeda
yang kalian bicarakan terhadap posisi tindakan
yang berlawanan dari kamu. Sebagai contoh,
jka kamu mengatakan pada awal diskusi
bahwa Sam sebaiknya tidak memenuhi
128
Proses Pembelajaran
permintaan pinjaman kredit bahan-bahan
makanan dari para pemogok, kemudian
pikirkan tentang alasan-alasan yang kamu
dengar dari siswa lain yang berkata bahwa
Sam tidak punya kewajiban untuk menolong
para pemogok. Di balik kartu berukuran 3x5
cm, tulis alasan yang paling dapat diterima
yang kamu ingat untuk seseorang yang
berbicara tentang posisi yang lain.
Diana:
Kamu maksudkan bahwa saya mengambil
beberapa alasan yang saya setujui dari sisi yang
lain?
Guru:
Kamu mungkin tidak setuju dengannya, tetapi
ambil satu yang paling dapat kamu terima
untuk seluruh alasan yang kamu dengar
selama diskusi.
Heri:
Saya tidak punya posisi
Guru:
Baiklah, Heri, maukah kamu sekarang
mencoba untuk menentukan posisi? Alasan apa
yang kamu anggap terbaik dan mengapa?
Tulis pada kartumu, jika kamu bersedia.
Jusuf:
Dapatkah saya menulis di kartu, mengapa saya
pikir beberapa alasan itu lebih dapat diterima?
129
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Guru:
Tentu, saya menganjurkannya
Debbi:
Apakah jika kamu berubah pikiranmu secara
nyata dan sekarang menentukan posisi yang
berlawanan dengan dirimu sendiri? Saya bahkan lebih tidak bisa memutuskan dan mungkin
bahkan merasa bahwa Sam sebaiknya
memenuhi permintaan setelah semua berbicara
tentang hak-hak asasi manusia.
Guru:
Baik, Debbi, tulis pada kartumu dan tunjukkan
bentuk-bentuk alasan yang kamu dengar, yang
menyebabkan kamu memikirkan kembali
posisi kamu sesungguhnya.
Para siswa mulai menulis kartu-kartu 3x5 dan
memungut buku-buku mereka untuk menyerahkannya.
Guru:
Satu hal lagi! Besok kamu akan punya
kesempatan untuk minta beberapa orang yang
lain tentang pandangan-pandangan mereka
terhadap problema ini. Tuan Wahid, petugas
organisasi buruh lokal dan Nona Seliah, orang
yang mewakili kota dalam seluruh perundingan dengan organisasi-organisasi buruh, telah
setuju untuk datang ke kelas kita. Kamu
bahkan boleh berkeinginan untuk mengajukan
seseorang di luar kelas untuk memberi
tanggapan mereka terhadap kisah ini.
130
Proses Pembelajaran
Para siswa meninggalkan sekolah saat bel
berbunyi. Mereka menyerahkan pada guru kartukartu ukuran 3x5, satu siswa mendekat dan
mengajukan pertanyaan.
Heri:
Apakah yang kamu pikirkan tentang Sam
sebaiknya lakukan. Pak Guru?
Guru:
Baiklah, itu keputusan yang berat untuk
memilih di antara menolong para temannya
dan pergi kepada pekerja atau peraturan
terhadap beberapa hal. Saya telah memperlihatkan melalui satu dari komentar-komentar
yang saya dengar selama diskusi. Seseorang
memandang bahwa isu yang lebih luas dari
teman-teman dan makanan – itu adalah sebuah
isu tentang hak-hak asasi manusia, hak milik,
dan hak pemilik toko yang juga mengontrol
perusahaan pertambangan dan mengontrol
persediaan makanan. Mungkin Sam dapat
menolong para pekerja dan tetap tidak
menolong mereka yang melanggar hukum.
JEDA
Guru:
Bagaimanapun, posisi yang dibuat itu nampak
seperti saya lihat hanya sebagai jalan keluar
dari dilema itu. Saya duga yang benar
sekarang adalah saya pikir Sam sebaiknya
tidak memenuhi permintaan; setelah semua itu,
dengan memenuhi permintaan secara tidak le131
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
gal, ia dapat juga menolong untuk memulai
beberapa kekerasan secara nyata. Mungkin
Sam sebaiknya melepaskan pekerjaannya
sebagai manejer jika ia pikir posisi pemilik toko
adalah tidak bermoral. Saya kira saya tidak
dapat kembali pada kenyataan bahwa Sam
benar-benar tidak punya hak untuk
memberikan bahan-bahan makanan dengan
kredit.
Siswa terakhir meninggalkan ruangan dan
mencoba menyakinkan siswa yang lain bahwa
Sam akan dapat keluar dari situasi itu dengan
berbagai cara dan masih tetap mempertahankan
pekerjaan dan teman-temannya.
Materi kurikulum, suasana kelas dan proses
pembelajaran yang telah didiskusikan dalam bagian
pendahuluan memberikan satu cara untuk mengajar
pertimbangan ( memberikan alasan/dasar suatu
tindakan ) moral. Dalam hal ini, proses pembelajaran
berisi empat langkah utama. Dalam diskusi kelas,
para siswa membutuhkan waktu untuk berhadapan
dengan dilema sosial dan moral yang spesifik;
menetapkan posisi tindakan awal dan mengembangkan alasan-alasan untuk mendukung posisinya;
menguji alasan-alasan mereka dalam diskusi
kelompok kecil dan paripurna; dan menggambarkan
posisi awal mereka melalui beberapa tipe aktivitas
meringkas posisi secara individual.
132
BAB X
IMPLEMENTASI MODEL
PERKEMBANGAN KOGNITIF
DALAM PEMBELAJARAN PKn SMP
A. Bentuk-Bentuk Model Tentatif
Model perkembangan kognitif dapat diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran PKn di sekolah, salah
satunya di tingkat SMP. Dari beberapa penugasan yang
diberikan kepada para mahasiswa Program Penyetaraan
D2/D3 Program Studi PKN, untuk mengalikasikan model
perkembangan kognitif ke dalam suatu rencana
pembelajaran PKn, maka diperoleh beberapa model
rencana pembelajaran berdasarkan pokok-pokok bahasan
yang ada dalam materi PKn, khususnya dalam Kurikulum
PKN 1994. Model rencana pembelajaran meskipun tidak
seluruhnya persis dengan langkah-langkah seharusnya
dari model pembelajaran berbasis perkembangan kognitif,
namun para guru sudah mampu “mengkreasinya” sesuai
kebutuhan di sekolah masing-masing.
1.
Model Implementasi dari Mustakimah, Guru SMP
Negeri 1 Gambut Kabupaten Banjar (2003)
133
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pokok Bahasan : Kedisiplinan
Kelas/Semester : II/2 (dua)
Langkah-langkah Pembelajaran
a. Guru membimbing siswa menganalisis kasus
yang disajikan secara rasional dan sesuai
dengan kehidupan keseharian yang merujuk
langsung pada perilaku kita;
Sudah tiga bulan ini orang tua Ratno tidak
bekerja, menganggur akibat PHK. Sementara
keperluan keluarga sehari-hari termasuk biaya
pendidikan Ratno berserta adik-adiknya harus
terpenuhi. Lebih parah lagi, pada semester ini
Ratno memerlukan biaya yang dirasa amat berat
baginya, sebab telah memasuki semester akhir
perkuliahan, tentunya memerlukan banyak
biaya, untuk berbagai keperluan penelitian,
penyusunan skripsi, yudisium, wisuda dan
sebagainya.
Menghadapi problematika seperti itu, Ratno
mencoba mencari pekerjaan di berbagai tempat,
agar ia dapat bekerja secara paroh waktu (part
time). Ternyata keburuntungan Ratno belum
kunjung juga. Ia belum mendapatkan pekerjaan
yang diharapkan.
Sebagai anak jujur dan bertanggungjawab,
Ratno merasa galau menghadapi kenyataan itu.
Pada saat itulah ia mendapat keterangan dari Doni
untuk memperjualbelikan narkoba. Dari keterangan Doni dapat diambil kesimpulan bahwa
dengan pekerjaan itu, persoalan yang dihadapi
Ratno akan tuntas teratasi, sebab begitu gampang
134
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
dan begitu cepat mendapatkan uang dalam
jumlah yang banyak.
Semula Ratno menolak ajakan Doni itu,
tetapi mengingat keperluan biaya keluarganya
tidak bisa ditunda lagi, maka dengan berat hati,
ia menerimanya. Harapannya problematika yang
melilit dirinya segera teratasi dan sesudahnya ia
akan menghentikan pekerjaan itu.
b. Guru membimbing siswa menganalisis kasus
dengan menggunakan pertanyaan lacakan
yang kemungkinan jawabannya sebagai
berikut:
1). Apakah sebaiknya Ratno melakukan
pekerjaan haram itu?
a) Ya, karena keadaan ekonomi keluarganya benar-benar pada posisi terjepit dan
Ratno adalah harapan satu-satunya.
b) Tidak, karena jika ia ulet berusaha,
mungkin akan mendapat pekerjaan
lain yang lebih baik dan halal.
2). Apakah sesorang anak sebaiknya berkewajiban bekerja untuk mengatasi
keuangan keluarga, meskipun pekejaan itu
tidak halal?
a) Ya, apalagi jika ia anak tertua
b) Ya, karena bila tidak, keadaan keluarganya terutama ayahnya yang tengah di
landa depresi akibat PHK, akan
semakin parah, beitupun ekonomi
keluarganya.
135
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
c) Tidak, seorang anak hanya berkewajiban membantu orang tua. Jadi anak
tidak perlu harus bekerja, bila pekerjan
itu tidak halal dan membahayakan.
3). Mengapa sindikat barang haram seperti itu
seolah tahu kondisi Ratno yang sedang
galau dirundung masalah keuangan?
4). Ratno tertangkap ketika sedang menjalankan operasinya. Sebaiknya hukum memenjarakan Ratno dan menghancurkan
impiannya jadi sarjana dan masa depan dia
dan keluarganya, ataukah memberi
kesempatan kepada Ratno untuk menyelesaikan skripsi hingga wisuda sambil
mempertanggungjawabkan perbuatannya
yang terjebak dalam jaringan sindikat
narkoba itu?
5). Dari analisis yang dilakukan bersama
dengan kawan-kawannya di kelas diharapkan siswa dapat memberikan penilaian
moral terhadap dilema moral yang terjadi
di lingkungan kehidupannya berdasarkan
konsep, filosofis universal dari standar
moral.
2.
Model Implementasi dari Jurkani Dharma, Guru
SMP Negeri 2 Kuripan Kabupaten Barito Kuala
(2003)
Pokok Bahasan : Kesederhanaan
Kelas/Semester : II/2 (dua)
Langkah-langkah Pembelajaran
136
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
a. Pendahuluan
1). Guru memasuki ruang kelas, lalu membalas
ucapan salam dari siswa serta memeriksa
daftar hadir, kemudian mempersilahkan
siswa menyiapkan perlengkapan
belajarnya.
2). Guru melakukan apersepsi dan motivasi
dengan menampilkan gambar seorang anak
naik sepeda pergi ke sekolah. Kemudian
melakukan tanya jawab hal-hal yang dapat
diambil manfaat dari kegiatan bersepeda
tersebut oleh siswa maupun orang lain.
3). Beberapa tanggapan siswa menyatakan
hemat, cermat, dan bermanfaat seraya
memberikan alasan-alasan berdasarkan
pengalaman mereka masing-masing.
Kemudian guru menjelaskan arti hemat,
cermat dan bermanfaat sebagai salah satu
ciri kehidupan yang sederhana.
4). Guru melaksanakan tes awal sebagai upaya
untuk mengetahui pengetahuan yang sudah
diketahui siswa terhadap materi yang
disajikan, siswa mengerjakan soal-soal
sebanyak 10 butir dalam waktu yang
disediakan, yaitu 10 menit.
b. Kegiatan Inti
1). Guru menempelkan lembar peraga materi
pelajaran tentang hidup sederhana di papan
tulis, yaitu;
HIDUP SEDERHANA adalah
ƒ Hidup wajar hemat
137
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
ƒ Hidup cermat
ƒ Hidup secara tepat
ƒ Hidup bermanfaat
2). Melalui lembar peraga tersebut guru
menjelaskan pengertian hidup sederhana,
kemudian tanya jawab dan meminta
tanggapan serta contoh-contoh perilaku
yang mencerminkan ciri-ciri hidup sederhana sebagaimana lembar peraga tersebut
3). Guru selanjutnya membagi siswa dalam 6
kelompok belajar terdiri dari 4 anggota yang
disusun secara acak antara pria dan wanita
serta atas pengalaman guru ditentukan pula
berdasarkan latar belakang ekonomi atau
status sosial. Selanjutnya guru membagikan
suatu kasus untuk dibaca, dipahami, dan
diberikan tanggapan dengan satu keputusan bersama kelompoknya.
Cerita kasus tersebut adalah
Galuh anak seorang pengusaha kayu.
Orang tuanya memiliki banyak uang dan
harta kekayaan. Akan tetapi, kehidupan
Galuh seperti layaknya orang lain. Ia
berpakaian biasa-biasa saja seperti pakaian yang dikenakan teman-temannya.
Pergi ke sekolah naik kelotok serta akrab
bergaul dengan teman-temannya di
sekolah maupun di kampung. Selain itu,
Galuh juga menabung untuk keperluan
masa depannya. Ia juga sangat perhatian
kepada mereka yang kurang mampu.
138
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
Galuh suka memberi pertolongan kepada
teman-teman yang mendapat musibah
atau perlu bantuan segera yang harus
dipenuhi. Pergaulan Galuh biasa-biasa
saja, tidak menunjukkan bahwa dirinya
anak seorang pengusaha kayu, padahal
jika mlihat harta kekayaannya Galuh bisa
saja berfoya-foya dalam hidupnya.
Namun Galuh tidak melakukannya.
4). Guru mempersilahkan siswa dalam kerja
sama kelompok memberikan tanggapan
atas cerita tersebut dengan beberapa
pertanyaan lacakan, yaitu:
a) Menurut pendapat kalian, pantaskah
Galuh bertingkah laku seperti dalam
cerita ini?
b) Benarkah tingkah laku Galuh tidak
mencerminkan layaknya anak orang
kaya dan terkesan menyiksa diri?
c) Pantaskah Galuh sebagai anak seorang
pengusaha kaya berangkat ke sekolah
hanya menumpang kelotok, pada hal
ia punya speedboat, sepeda motor dan
mobil?
d) Benarkah sebagai anak orang kaya
seharusnya tidak perlu lagi menabung,
karena tabungan orang tuanya sudah
banyak?
e) Sebagai anak seorang pengusaha dan
kaya wajar-wajar saja bersifat boros?
139
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
5). Siswa melalui pertanyaan lacakan diberikan
pengetahuan dan pemahaman tentang arti
kesederhanaan sebagai suatu cara hidup
sehari-hari yang terpuji di masyarakat.
Waktu yang disediakan guru dalam kerja
kelompok adalah 30 menit.
6). Melalui ketua kelas guru meminta siswa
untuk mengumpulkan hasl kerja kelompok,
setelah waktu penugasan berakhir.
Kemudian secara acak memilih kelompokkelompok yang maju ke depan kelas
membacakan dan membahas tanggapan
dari kelompok lainnya.
c. Penutup
1). Guru bersama siswa menyimpulkan materi
pelajaran tentang pengertian sederhana,
bentuk-bentuk kesederhanaan dalam
menggunakan harta, waktu, tenaga dan
pikiran sebagai bahan pengkajian
pembelajaran PKn minggu ini.
2). Guru melaksanakan tes akhir untuk
mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran khusus yang ditetapkan guru, soal
sebanyak 10 butir dalam waktu 10 menit.
3). Guru kemudian menutup pelajaran dan
meminta siswa untuk mencari contohcontoh perilaku sederhana dalam kehidupan
sehari-hari di rumah, di sekolah dan di
masyarakat.
140
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
3.
Model Implementasi dari Muslihah, Guru SMP
Negeri 1 Mekar Sari Kabupaten Barito Kuala (2003)
Pokok Bahasan : Kebersihan
Kelas/Semester : II/2 (dua)
Langkah-langkah Pembelajaran
a. Pendahuluan
1). Guru memasuki ruang kelas, memeriksa
daftar hadir dan mempersilahkan siswa
menyiapkan kelengkapan belajarnya.
Kemudian guru memperlihatkan hasil
pengerjaan tugas PR siswa dan membacakannya di depan kelas. Melalui tanya jawab
guru membahas tugas tersebut, yaitu
tentang arti penting kebersihan diri dan
lingkungan.
2). Guru melaksanakan tes awal dan membagikan soal-soal kepada siswa serta mempersilahkan siswa menjawab dengan waktu 10
menit.
b. Kegiatan Inti
1). Guru meminta perhatian siswa untuk
mendengarkan penjelasan tentang kegiatan
belajar model perkembangan kognitif
moral. Guru menempelkan suatu cerita
tentang kasus dilema moral sebagai berikut:
Seorang ibu di desa Mekar Sari
sedang terserang penyakit muntaber yang
sangat parah, ibu tersebut sudah tidak
dapat bergerak lagi, karena kehabisan
141
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
cairan di tubuhnya. Anaknya, Aluh berlarilari menuju rumah teman sekelasnya yang
kebetulan adalah orang kaya di kampung
sebelahnya, yaitu Pasar Ahad. Aluh mengetuk pintu berkali-kali sampai akhirnya
dibukakan oleh Itai Langkar, sahabatnya itu.
Kemudian Aluh menceritakan sakit
ibunya yang terkena muntaber dan
mengharap Itai Langkar memberikan obat
yang pernah diceritakannya di sekolah yang
ampuh mengobati sakit muntaber. Tetapi, Itai
Langkar menolak dan marah-marah pada
Aluh untuk tidak memberikan obat tersebut,
sebab harganya mahal dan Aluh tidak
mungkin dapat membayarnya. Aluh kembali
ke rumah dan meminta uang dari saudarasaudaranya sebesar Rp.100.000,- lalu kembali
berlari ke rumah Itai Langkar. Dan sekali lagi
Itai Langkar menolaknya, seraya berkata:”
Makanya, hidup harus bersih dan jangan
makan sembarangan, tidak bisa obat ini
mahal lebih dari Rp.100.000,-,” katanya
hendak menutup pintu. Aluh putus asa dan
emosi, lalu menarik tangan Itai Langkar dan
merampas obat muntaber tersebut.
Kemudian berlari pulang ke rumahnya.
Pertanyakan Lacakan:
a) Apakah sebaiknya Aluh merampas obat
itu?
b) Apakah hak Itai Langkar tidak
memberikan obat muntaber itu,
padahal mereka bersahabat?
142
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
c) Bagaimana nasib Aluh, kalau sahabatnya Itai Langkar melaporkan kepada
polisi tentang perampasan obat
muntaber malam itu, apakah sebaiknya
ia ditangkap?
2). Kemudian guru membagikan naskah cerita
tersebut kepada seluruh siswa dan meminta
siswa membaca serta memahami jalan
ceritanya. Guru selanjutnya membagikan
selembar kertas kepada semua siswa dan
meminta siswa untuk menentukan posisi
dirinya dalam kasus itu ( memilih sebagai
Aluh atau sebagai Itai Langkar) serta
menuliskan alasan memilih posisi tersebut.
3). Guru membagi 2 kelompok siswa, pertama
kelompok dengan posisi sebagai Aluh dan
kelompok kedua dengan posisi sebagai Itai
Langkar. Selanjutnya meminta siswa
menjawab pertanyaan lacakan yang tertera
di bawah naskah cerita dalam kasus dilema
moral tersebut. Waktu untuk seluruh
kegiatan ini adalah 20 menit.
4). Pada akhir kegiatan masing-masing siswa
yang ditunjuk guru menyampaikan
jawaban dari pertanyaan lacakan sehubungan kasus dilema tersebut. Baik kelompok
posisi Aluh maupun kelompok posisi Itai
Langkar secara bergiliran maju ke depan,
sehingga terlihat argumentasi masingmasing secara jelas dan mudah dipahami.
143
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
c. Penutup
1). Guru mengambil satu jawaban dari
pertanyaan lacakan kasus dilema moral,
baik dari kelompok posisi Aluh maupun dari
kelompok posisi Itai Langkar, kemudian
menyimpulkan materi pelajaran tentang
arti penting kebersihan diri serta dampaknya
bagi hubungan di masyarakat.
2). Guru melaksanakan tes akhir dan membagikan soal-soal tes kepada siswa untuk
selanjutnya dipersilahkan siswa menjawabnya selama 10 menit.
3). Guru menutup pelajaran dan mempersilahkan siswa membaca pulang naskah
cerita tadi, kemudian membuat tugas PR
agar siswa memilih posisi diri yang lain dari
yang sudah ditetapkan serta alasannya.
4.
Model Implementasi dari Ardani, Guru SMP Negeri
1 Danau Panggang Kabupaten Hulu Sungai Utara
(2003)
Pokok Bahasan : Kebersihan
Kelas/Semester : II/2 (dua)
Langkah-Langkah Pembelajaran
a. Pendahuluan (10 menit)
1) Melaksanakan prestest
2) Memotivasi siswa dengan menjelaskan
model pembelajaran perkembangan kognitif
moral.
144
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
3) Menyampaikan tujuan pembelajaran
khusus, melalui penyajian lembar cerita
dilema tentang pencemaran lingkungan,
siswa dapat:
a) Meentukan fokus permasalahan
b) Menentukan tokoh utama dalam cerita
c) Mejelaskan hubungan antar tokoh
dalam cerita
d) Menjelaskan dilema moral
e) Menentukan apa yang sebaiknya
dilakukan tokoh utama
f) Mengidentifikasi perbedaan pendapat
yang muncul
g) Terampil menyampaikan pendapat
berdasarkan fakta/data dalam cerita.
h) Terampil merumuskan sikap yang
terbaik dalam mengatasi dilema sosial.
i) Menghargai pendapat orang lain.
j) Bekerjasama dengan teman dalam
mengatasi suatu permasalahan.
b. Kegiatan Inti (60 menit)
Menyajikan informasi pendahuluan tentang
sebuah dilema pencemaran lingkungan, sekaligus
membagikan lembar cerita sebuah dilema.
1) Fase ke-1, Menyajikan Dilema Moral
Menyajikan dilema,disampaikan dalam
bentuk naskah sebuah cerita dilema yang
dibagikan kepada seluruh siswa dan ditayangkan melalui OHP atau LCD
145
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
PENCEMARAN LINGKUNGAN
Masyarakat yang tinggal di sekitar pasar
tradisional Danau Panggang sangat merasakan
dampaknegatif dari pencemaran lingkungan,
khususnya yang diakibatkan oleh pengelolaan
sampah yang kurang baik. Dampak tersebut
antara lain; hilangnya selera makan, akibat bau
yang tidak sedap, terjangkitnya berbagai
penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, radang paru-paru, infeksi kulit dan
sebagainya. Hal ini bukan hanya dirasakan
oleh masyarakat sekitar, tetapi juga semua orang yang berbelanja di pasar tersebut.
Padahal pasar tersebut merupakan urat
nadi perekonomian masyarakat yang
didukung oleh letaknya yang strategis, yaitu
berada di tepi peabuhan transportasi sungai
Kalsel-Kalteng, tetapi karena dana pengelolaan
sampah sangat tidak memadai, untuk kondisi
tanah yang selalu becek dan tempat pembuangan akhir sampah yang sangat jauh.
Untuk meningkatkan pendanaan pengelolaan
sampah tersebut, cara satu-satunya hanya
dengan menaikkan retribusi sampah.
Masyarakat setempat sudah beberapa kali
melayangkan surat kepada pemerintah
kecamatan, khususnya pihak pengelola pasar,
agar sampah dapat dikelola dengan sebaikbaiknya. Bahkan masyarakat dan pelajar
berdemonstrasi meminta pertanggungjawaban
kepada pihak pengelola pasar dan menuntut
agar pejabat pengelola pasar diturunkan saja.
Karena dinilai tidak berfungsi maksimal.
146
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
Para pedagang juga berdemonstrasi agar
pengelola pasar tidak menaikkan retribusi
sampah, karena menilai retribusi sampah yang
sekarang ini sudah sangat tinggi, juga kenaikan
retribusi tersebut sudah beberapa kali dalam
kurun waktu yang sangat cepat. Apabila hal
ini tidak diindahkan, maka mereka akan
mogok berjualan/berdagang.
Apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak
pengelola pasar? Menaikkan retribusi sampah
atau tidak? Alasan kalian?
(1)Siswa diberikan kesempatan untuk
memahami, menjelaskan situasi atau
keadaan-keadaan dalam cerita dilema
sekaligus merumuskan istilah-istilah
yang belum mereka pahami, dan
setelah melalui tanya jawab, guru yakin
bahwa siswa telah memahami keadaankeadaan dan istilah-istilah dalam cerita.
(2)Siswa diberi kesempatan memahami
masalah yang dihadapi tokoh utama,
kmudian melalui tanya jawab, guru
yakin siswa telah memahami masalah
yang dihadapi tokoh utama.
2) Fase ke-2, Menyatakan Posisi Sementara
a) Siswa diberikan kesempatan untuk
memikirkan posisinya msing-masing
terhadap masalah yang dihadapi tokoh
utama.
b) Siswa diberikan kesempatan untuk
menentukan posisinya secara individual
terhadap tindakan yang dilakukan oleh
147
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
tokoh utama dan memberikan alasan
terhadap tindakan tersebut melalui
kartu-kartu yang telah disediakan.
c) Siswa diberikan kesempatan menentukan posisi mereka dalam keras dengan
cara seluruh siswa diminta untuk menunjukkan posisi mereka dengan cara
menunjukkan ibu jari, untuk menunjukkan setuju, menurunkan ibu jari
tanda posisi tidak setuju, dan melipat
tangan dengan menutup mata, untuk
menghindari pengaruh tekanan temanteman yang lain, sebagai tanda posisi
tidak mengambil sikap apa-apa.
d) Menentukan alasan-alasan untuk posisi
masing-masing individu dengan
mengisi kartu-kartu yang telah tersedia.
3) Fase ke-3, Menguji Alasan
a) Menguji alasan kelompok-kelompok
ini, siswa dibagi dalam beberapa
kelompok kecil yang terdiri dari dari
lima orang anggotadari berbagai posisi;
setuju, tidak setuju; atau tidak memutuskan sikap apapun. Kemudian
mereka diminta dalam kelompok yang
beragam tersebut untuk mendiskusikan
alasan-alasan mereka, dan menghasilkan daftar alasan yang berisi dua alasan
yang terbaik sesuai dengan posisinya
masing, yaitu, dua alasan terbaik dari
posisi setuju, dua alasan terbaik dari
posisi tidak setuju, dan dua alasan
148
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
terbaik dari posisi yang abstain, tidak
memutuskan sikap apapun.
b) Menguji alasan-alasan yang berbeda
dalam diskusi kelas di antara berbagai
kelompok. Kemudian menyusun dua
alasan terbaik dari posisi yang setuju
dan yang tidak setuju.
4) Fase ke-4, Menggambarkan Posisi MasingMasing Individu
a) Meringkas Alasan,
Siswa diminta berpikir, dan mengingat
kembali beberapa alasan yang dibahas
dalam diskusi. Kemudian menyusun peringkat alasan-alasan tersebut dan diminta
memberikan saran-saran terbaik.
b) Menyatakan Alasan Kembali,
Siswa diminta untuk menuliskan sekali
lagi posisi dan alasan-alasan mereka, sambil
dodorong untuk memperhatikan beberapa
pandangan atau ungkapan baru yang
mereka terima pada saat diskusi kelompok
dan diskusi kelas. Posisi dan alasan tersebut
hendaknya ditulis dengan susunan kalimat
yag baru dan siswa diminta untuk mencatat
beberapa perubahan terhadap pikiran
mereka dalam menuliskan posisi dan alasan
mereka.
c. Penutup (20 menit)
1) Posttes
2) Menyimpulkan materi pembelajaran
149
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
3)
Guru memberikan tugas untuk
membaca buku paket
Dari ke empat model pembelajaran yang
berbasis pada perkembangan kognitif, maka
hanya model pembelajaran dari Ardani dan
Muslihah, yang agak mendekati acuan langkah
pembelajaran normatif model pembelajaran
perkembangan kognitif. Kekurangan Muslihah
hanya dalam langkah penentuan posisi. Dalam
langkah penentuan posisi, maka posisi yang dimaksud adalah membagi siswa dalam
kelompok yang setuju, yang tidak setuju, dan
tidak memberikan pendapat terhadap apa yang
sebaiknya dilakukan tokoh utama dalam cerita
terhadap dilema moral yang dihadapinya,
bukan kepada penentuan kelompok posisi
berdasarkan dua tokoh cerita, Walaupun
kurang sesuai dengan alur normatif model
pembelajaran berbasis perkembangan kognitif,
“kreasi” Muslihah untuk membagi posisi atas
dasar dua kelompok posisi tokoh cerita yang
saling brlawanan, patut dihargai dan sebaiknya
terus dikembangkan. Sedangkan model
pembelajaran perkembangan kognitif Ardani
nampaknya hampir sesuai dengan norma
acuan model pembelajaran perkembangan
kognitif.
B. Bentuk-Bentuk Kisah Dilema Moral Tentatif
Selain beberapa bentuk model pembelajaran, para
guru yang mengikuti Penyetaraan D2/D3 ke S1 juga
berhasil membuat beberapa bentuk cerita dilema moral
150
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
yang dapat dikembangkan lagi dalam penerapannya pada
pembelajaran PKn di sekolah tingkat SMP.
1.
Muslihah (2003)
Pokok Bahasan : Kebersihan
Kelas/Semester : II/2 (dua)
Naskah Cerita :
Keluarga pak Masrani merupakan orang
terhormat dikampung Jelapat Baru, ia seorang guru
agama,punya anak perempuan yang bersekolah di
pesantren, serta seorang anak asuh yang masih
berumur 7 tahun dan belum bersekolah.
Tetangga sebelah rumahnya,yaitu keluarga pak
Taberani adalah pedagang buah di Pasar Ahad, ia
mempunyai 3 orang anak yang masih kecil-kecil dan
baru anak pertama yang besekolah di kelas 6 SD.
Kampung tempat mereka tinggal bernama Mekar
Sari dengan predikat juara kebersihan lingkungan se
Kecamatan Tamban dan mendapat piala dari bapak
Camat. Sayangnya pak Masrani dan pak Taberani
selalu bertengkar, tidak saling berteguran dan anakanaknya pun sering berolok-olok, hingga sering terjadi
keributan di antara dua keluarga itu. Pasalnya, kolam
ikan pak Masrani selalu dicemari oleh kotoran buahbuahan bekas dagangan pak Taberani yang busuk,
karena tidak laku terjual habis dipasar.
Suatu hari pak Masrani menegur pak Taberani,
yang kedapatan membuang mangga busuk ke dalam
ikannya. Maka terjadilah pertengkaran sengit yang
membuat pak Taberani mengancam pak Masrani
untuk berkelahi sambil membawa parang di
tangannya.
151
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pertanyaan lacakan:
a. Haruskah pak Taberani berbuat nekad dengan
mengancam pak Maserani berkelahi seraya
membawa parang?
b. Apakah pak Maserani sebagai guru agama sudah
benar berbuat menegur perilaku pak Taberani
yang membuang hasil sisa dagangan buah yang
tidak laku di pasar secara sembarangan, malah
ke dalam kolam ikan orang lain?
c. Jika kamu adalah pak Maserani yang baru
kembali dari pesantren dan mengetahui kejadian
tersebut, bagaimana kamu harus bertindak, baik
terhadap pak Maserani sebagai orang tuamu
maupun kepada pak Taberani sebagai tetanggamu?
2.
Herniyanti (2003)
Pokok Bahasan : Keyakinan
Kelas/Semester : II/1 (satu)
Naskah Cerita :
Tini dan Rusti sahabat dekat. Mereka saling terbuka dalam segala permasalahan yang mereka
hadapi.Tini juga tahu, kalau ibu Rusti sakit jantung,
dan mudah kambuh jika mendengar hal-hal yang
mengagetkan. Suatu hari ketika Tini dan Rusti
pulang sekolah, tiba-tiba ada sepeda motor yang
menyerempet Rusti.
Rusti tidak sadarkan diri dan segera dibawa ke
rumah sakit. Tini bingung untuk menyiapkan berita
tersebut kepada ibu Rusti. Jika Tini berterus terang
memberitahukan kepada ibu Rusti, takut nanti sakit
152
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
jantungnya akan kambuh. Tidak memberitahukan,
berarti bohong, dan itu termasuk dosa. Apa sebaiknya yang Tini lakukan? Memberitahu atau tidak?
3.
Ardani (2003)
Pokok Bahasan : Disiplin
Kelas/Semester : II/1 (satu)
Naskah Cerita :
Seorang pemuda yang ingin bekerja pada
sebuah perusahaan jasa angkutan. Sudah beberapa
kali mengikuti seleksi, mulai seleksi administrasi,
ujian tulis dan wawancara, kemudian dinyatakan
lulus. Kemudian perusahaan akan mengangkatnya
sebagai karyawan baru dengan persyaratan harus
datang sendiri dengan membawa SIM asli dan ijazah
asli pada hari dan jam yang ditentukan, apabila tidak
datang tepat waktu dianggap mengundurkan diri.
Pemberitahuan hal tersebut akan disampaikan
melalui surat pos.
Ternyata surat panggilan dari perusahaan melalui surat pos, baru diterima tepat pada hari di mana
ia harus datang, dan waktu yang hampir mendekati
jam yang telah dipersyaratkan. Sedangkan jarak
antara rumah dengan kantor perusahaan tersebut
cukup jauh dengan kondisi jalan banyak persimpangan dengan lampu traffic light. Satu-satunya
alat transportasi yang dimilikinya hanya sepeda
motor. Mengendarai sepedamotor dengan kecepatan
normal, akan sangat tidak mungkin mencapai jam
yang telah ditetapkan. Satu-satunya cara adalah
dengan kecepatan melewati batas maksimum, tetapi
itu melanggar peraturan lalu lintas, dan pasti akan
153
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
melanggar tanda lamu merah di setiap persimpangan jalan menuju kantor perusahaan itu.
Apa sebaiknya yang dilakukan pemuda
tersebut?
4.
Huzaini (2003)
Pokok Bahasan : Tanggung Jawab
Kelas/Semester : II/1 (satu)
Naskah Cerita :
Si Ahmad adalah seorang anak yang sudah
dewasa, ayahnya seorang terpandang dan kaya raya.
Karena satu dan lain hal, ayahnya meninggalkan ibu
si Ahmad dan kawin lagi dengan wanita lain tanpa
memberikan sedikitpun harta kepada si Ahmad dan
ibunya.
Dari perkawinan ayahnya dengan wanita lain
tadi, memperoleh dua orang anak, satu laki-laki dan
satu perempuan. Kedua saudara tirinya ini sangat
sombong terhadap si Ahmad, juga ibu tirinya,
ditambah lagi dengan sikap ayahnya yang tidak mau
perduli terhadap kehidupan si Ahmad dan ibunya.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari si
Ahmad bekerja sebagai buruh pengangkut barang.
Walaupun dengan penghasilan yang tidak seberapa,
tetapi lumayan untuk mempertahankan hidup.
Ketika ibunya sakit tipes dan harus opname di
rumah sakit, si Ahmad tidak punya persediaan uang
untuk biaya opname tersebut.Ahmad mencoba
menghubungi ayahnya dan menyampaikan kabar
tentang sakit ibunya tersebut. Setelah bertemu,
bukan bantuan yang didapatkan si Ahmad, malah
154
Implementasi Model Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran...
caci maki dan cemohan yang ia terima. Karena tidak
tahan menahan sakit atau memang sudah ajalnya
tiba, ibu si Ahmad meninggal dunia. Si Ahmad sangat
kecewa terhadap ayahnya yang tidak perduli dengan
kondisi ibunya, namun ia sadar mungkin sudah
menjadi takdir yang harus ia terima.
Tidak lama setelah kematian ibunya, si Ahmad
menerima kabar bahwa ayahnya mengalami kecelakaan, ia harus dioperasi, karena ginjalnya pecah,
satu-satunya orang yang bisa menggantikan sang
ayah, hanya ginjal si Ahmad. Ayahnya sangat memohon supaya Ahmad mau menyumbangkan satu
ginjal untuk mengganti ginjal ayahnya.
Apa yang sebaiknya dilakukan si Ahmad?
5.
Nafsiah (2003)
Pokok Bahasan : Disiplin
Kelas/Semester : II/1 (satu)
Naskah Cerita :
Ibu Ani sakit keras dan dalam keadaan kritis,
sementara uang dari harta untuk berobat ibunya tidak
punya, keluarga lainnya sangat miskin. Ani merasa
bingung, bagaimana cara menolong orangtuanya. Di
dalam kebingungan itu, Ani mendapat pertolongan
seorang lelaki kaya raya, tetapi dengan syarat, Ani
harus menyerahkan kehormatannya. Ani merasa
serba salah, di satu sisi, ia harus secepatnya menolong
orangtuanya yang sedang kritis, namun di sisi lainnya,
ada pertolongan yang sangat dibutuhkan, mekipun
bertentangan dengan norma agama.
Apa yang sebaiknya dilakukan Ani?
155
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Beberapa bentuk cerita dilema moral yang
dikemukakan di atas dapat dijadikan sebagai bahan cerita
dalam pembelajaran PKn dengan model pembelajaran
perkembangan kognitif. Meskipun tingkat konflik nilai
moralnya sangat tajam. Salah satu ciri khas dari
pembelajaran kognitif moral adalah adanya konflik nilai
moral yang dihadapi serang tokoh.
Konflik nilai moral yang terdapat dalam cerita mendorong terjadinya pemilihan posisi dan menghendaki
alasan yang mengabsahkan posisi tersebut. Masalahnya
adalah apakah posisi dan alasan yang dipilih dapat
diterima oleh semua orang, baik berdasarkan norma
agama, norma sosial, norma susila dan norma hukum.
Konflik nilai moral juga akan mendorong terjadinya
proses berpikir, yang pada akhirnya melalui diskusi kelas
dan kelompok, akan merangsang terjadinya perubahan
dan prkembangan struktur kognitif anak terhadap posisi
dan alasan nilai moral yang dipilih.
Indikator dari adanya perkembangan dan perubahan
struktur kognitif moral anak terlihat pada proses menentukan atau menyusun peringkat alasan yang mengabsahkan
posisi yang dipilih. Dengan dihasilkannya peringkat alasan
yang mengabsahkan posisi tindakan yang dipilih, maka
anak akan memperoleh wawasan yang kaya sekaligus
beberapa alternatif alasan dalam memecahkan suatu
permasalahan, termasuk di antaranya permasalahan
konflik atau dilema moral.
156
DAFTAR PUSTAKA
Beck, Laura E, 1989. Child Development. Massachusetts: Allyn
and Bacon
Djahiri, A. Kosasih, dan Wahab, A.Azis, 1996. Dasar dan Konsep
Pendidikan Moral. Jakarta: PPTA Ditjen Dikti
Duska, Ronald dan Whelan, Mariellen, 1983. Perkembangan
Moral, Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg,
diindonesiakan oleh Dwija Atmaka, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Galbraith, Ronald and Jones, Thomas M, 1976. Moral
Reasoning, A Teaching Handbook for Adapting
Kohlberg to the Classroom. Greenhavenpress Inc
Herrycahyono, Cheppy, 1988. Pendidikan Moral dalam
Beberapa Pendekatan. Jakarta: PPLPTK Ditjen Dikti.
Purpel, David and Ryan, Kevin, 1976. Moral Education … It
Comes With The Territory. Berkeley: McCutchan
Publishing Corporation.
157
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
158
BIODATA PENULIS
Dr. H. Sarbaini, M.Pd adalah
Lektor Kepala pada Program Studi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Jurusan Pendidikan
IPS FKIP Universitas Lambung
Mangkurat (Unlam) di Banjarmasin.
Lahir di Banjarmasin, pada tanggal 27
Desember 1959. Suami dari Dra.Hj.
Fatimah Maseri, M.Hum, dan ayah
Aulia Rahman dan Fani Akhmadi.
Penulis menyelesaikan pendidikan S1 (Drs) di Jurusan PMPKN FKIP Unlam tahun 1984, gelar M.Pd diperoleh di IKIP
Bandung tahun 1993, dan gelar Dr diperoleh tahun 2011 di
UPI Bandung, keduanya berbasis kajian Pendidikan Nilai.
Sejak tahun 1986 menjadi pengajar di Program studi PPKn,
pernah menjadi pengajar mata kuliah Pendidikan Pancasila
dan Pendidikan Kewarganegaraan di PTS-PTS Banjarmasin
di STKIP PGRI, UVAYA, STIE, STIKES Muhammadiyah,
Politekes Banjarmasin, Akademi Kebidanan Bunga
Kalimantan, dan STIKES Cahaya Bangsa. Aktif juga sebagai
pengajar di Pascasarjana Pendidikan IPS Unlam, dan
159
Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral: Dari Teori ke Aplikasi
Pascasarjana STIA Banjarmasin. Pelaku sejarah dan pelibat
Pusat Studi Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga
Penelitian Unlam bersama alm Prof.Dr. Noerid H.Radam,
Ketua Program Studi PPKn FKIP Unlam (2000-2004).
Sekarang menjabat Ketua UPT MKU Unlam (2006sekarang), Tim Pokja PUG Bidang Pendidikan Dinas
Pendidikan Kalsel (2007-sekarang), konsultan LPMP (20022004), Tim Pokja Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan Non Formal (2007-sekarang), Tutor UT UBJJ
Banjarmasin (2007- sekarang), anggota Forum Peneliti
Balitbangda Kalsel (2008-sekarang), Tim Jaringan Penelitian
Balitbangda Kalsel (2002-sekarang), dan Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Kalsel (2005-sekarang), Assesor Sertifikasi
Guru, Penyunting Jurnal Wiramartas, Jurnal Sosial dan
Pendidikan IPS (2003-sekarang), nara sumber berbagai
kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan, menulis
beberapa artikel di Vidya Karya, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Wiramartas, dan Jurnal Triwulanan LITBANG.
Penulis dan editor buku; Masalah Hukum dan Politik (editor,
2000), Model Pembelajaran Kognitif Moral, dari Teori ke
Implementasi (penulis, 2001).
160
Download