Berikut ini adalah versi HTML dari berkas http://www

advertisement
1 APOPTOSIS NEURONAL PADA OTAK Troeboes Poerwadi Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Airlangga RSU Dr.Soetomo Pendahuluan Apabila seseorang melakukan bunuh diri, selalu merupakan suatu t
ragedi. Akan tetapi tanpa kita sadari didalam organisme, selalu dijumpai bunuh diri, bunuh diri seluler yang dalam bahasa ilmiahnya dikenal sebagai apoptosis,( dalam bahasa Junani berarti gugurnya daun dari pohonnya atau daun bunga dari bunganya). Istilah ini dikemukan pertama kali oleh Kerr, Wyllie dan Currie pada tahun 1972. Apoptosis merupakan fungsi vital pada kehidupan. Dalam tumbuh kembang masa embrio, akan memahat bentuk calon janin menjadi sempurna dan masa dew
asa akan membuang sel sel yang rusak misalnya akibat infeksi virus dan pada sel­
T yang otoagresif yang sangat potensial juga dibuang dengan proses apoptosis? bila terjadi kegagalan pada proses ini terjadilah berbagai kondisi otoimun.Dan perlu diketahui pula pa
da setiap individu 10 juta sel mati setiap harinya sebagai keseimbangan ‘lahirnya’ 10 jut
a sel akibat mitosis. Akan tetapi disisi lain apoptosis juga memiliki sisi gelap: bilamana terjadi pada waktu yang salah, dimana sel dapat mati. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji sisi gelap apoptosis ini? misalnya bila pasokan darah pada sebagian otak terhambat karena serangan otak, neuron didaerah yang terkena aka
n segera mati akibat kurangnya pasokan oksigen, yang kita kenal sebagai iskemia? akan tetapi teka – teki mengenai matinya secara bertahap neuron neuron diluar inti stroke tadi belum ditemukan jawaban yang jelas. Berbagai proses sisi gelap apoptosis di neuron otak atau sebut saja neuronal apoptosis juga terjadi diotak, mulai saat tumbuh kembang sampai masa tumbuh surut. Apoptosis neuron tidak dapat dihindari pada perkembangan normal sistem saraf dan juga menyokong proses hilangnya neuron pada cidera dan pen
yakit pada sistem saraf – seakan sudah ditakdirkan demikian. Hidup dan mati pada neuron tergantung stimuli ekstraseluler dan intraseluler diantaranya tidak tersedianya bantuan trofik, stres oksidatif, pengaruh neurotoksin, dan kerusakan DNA.Rangsangan ini akan memberikan isyarat pada jalan perangkat apoptotik mitokondria untuk sel tetap hidup atau mengalami kerusakan.Telah dibuktikan bahwa siklus protein sel terlihat pada n
euron yang sedang mengalami kematian pada masa perkembangan dan otak dewasa. Akan tetapi, peranan dan mekanisme reaktivasi jalan siklus sel pada postmitotik neuron yang memperbanyak sinyal apoptotik yang menggerakan sel untuk mengalami kematian ini baru diketahui, Becker EBE & Bonni A,2004,mengutarakannya dalam tulisannya yang dimuat dalam Progress in Neurobiology 72 (2004) 125 Makalah ini bertujuan untuk membahas permasalahan ini secara se
pintas, untuk dapat memberikan gambaran pentingnya pengetahuan tentang peran programmed cell death dibidang neurosains.
Page 2
2 Kematian Sel Kematian sel akibat berbagai kondisi fisiologi dan patologi pada organisme multiselular telah dilaporkan berulang kali sejak 150 tahun lampau. Virchow, melukiskannya sebagai “nekrosis” dan “nekrobiosis”. Kemudian , kematian sel ini dilaporkan terjadi pada masa tumbuh kembang mamalia dan metaformosis pada invertebrata dan vertebrata rendah. Kemudian, istilah kematian sel terprogram ini – programmed cell death ini dikemukakan oleh Kerr, Wyllie dan Cur
rie pada tahun 1972, seperti telah disebutkan diatas. Mereka mengemukakan klasifikasi kematian sel menjadi dua katagori besar? “nekrosis” yang awalnya digunakan untuk menggambarkan semua kematian sel, di definisikan ulang dan dibatasi menjadi kematian se
l yang “ diakibatkan oleh kekerasan dan menyebabkan ketidakmampuan yang berlangsung cepat sebagian besar fungsinya dan kolapsnya homeostasis internal. Istilah “apopt
osis” digunakan untuk menggambarkan kematian sel yang “ berperan tambahan berlawanan dengan mitosis dalam regulasi – pengaturan populasi sel binatang. Morfologis merupakan fenomena inherent yang terprogram yang dapat diinisiasi atau dihambat oleh berbagai rangsangan lingkungan hidup, baik yang fisiologis maupun patologis. Pada waktu lampau sering isilah kematian sel terprogram ini – pro
grammed cell death (PCD) disinonimkan dengan apoptosis Broker LE,Kruyt FAE, Giaccone G, 2005. Pada perkembangan selanjutnya berbagai konsep model kematian sel telah dikemukakan : kematian sel eukaryotik akibat organisme patogen, sebagai konsekuensi sel host yang terinfeksi atau akibat produk bahan beracun dan muncul juga pendapat berbagai jalan kematian sel dapat berupa apoptosis, autofagi, onkosis, pyroptosis Fink SL,Cookson BT,2005 dan mitotic catastrophe, slow cell death, paraptosis, autofagi Broker Le, Kruyt FAE,Giaccone G,2005 ditambah lagi istilah kematian sel yang dependen terhadap caspace dan yang independen terhadap caspase (Gambar Minireview –hal 1909 dan Clin Cancer Res hal 3156& 3157) Israels LG dan Israels ED mengemukakan model jalan kematian sel yang diakibatkan oleh kerusakan genomik Israels Lg,Esther ED,1999. . Nekrosis Nekrosis adalah perubahan morfologis terjadi akute akibat cidera n
eurofisiologis yang terjadi dijaringan yang hidup atau organ ( misalnya di­
inti infark pada stroke iskemik atau akibat toksin) Nekrosis pun berasal dari bahasa Junani “nekrosis” yang berarti “kematian”.Nekrotik ditandai dengan pembengkakan dan kegagalan dini mitochondria, disfungsi membran plasma dengan hilangnya homeostasis, sel menjadi bengkak dan kemudian pecah. Pecahnya intergritas membran akan melepaskan isinya termasuk protease dan lisosim,menginduksi terjadinya respons inflamasi dengan pelepasan sitokin oleh makrfage yang berdekatan dan kemudian membersihkan sel yang rusak, kemudian mualilah dengan proses perbaikan. Meskipun penting dalam cidera akut dan sebagai respons terhadap proses inflamasi yang berat, nekrosis bukanlah proses mekanisme dimana seharusnya sel mati. Sampai sekitara awal tahun 1970, proses kematian sel hampir semuanya dikatakan disebabkan karena nekrosis, sehingga terkesan bahwa kematian sel selalu disebabkan karena proses nonfisiologis. Kematian nekrotik sel pada sistem saraf pusat dapat terjadi akibat iskemia akut atau cidera otak atau spinal? dan keadaan ini terjadi pada daerah dimana kerusakan berat
Page 3
3 akibat kolapsnya secara mendadak proses biokimiawi, yang menyebabkan munculnya radikal bebas dan eksitotoksin ( misalnya glutamat, sitotoksik sitokin, dan calsium). Gambaran histologik yang terjadi adalah kematian sel nekrotik dimana terjadi pembengkakan inti dan mitikondria, larutnya organel dan kondensa
si dari kromatin yang terletak disekeliling nukleus. Kejadian ini disusul dengan pecahnya membran inti dan sitoplasmik dan degradasi dari DNA akibat pemecahan enzimatik p
ada molekul. Melihat proses yang terjadi dengan cepat ini, kematian sel nekrotik ini sulit untuk diobati maupun dicegah Apoptosis Programmed cell death atau apoptosis neuron adalah proses intergral pada perkembang sistem saraf. Pada waktu tumbuh kembang, sistem sar
af awalnya tumbuh dengan pesat dan akibatnya terdapat kelebihan neuron. Produksi masif neuron ini kemudian diikuti dengan apoptosis yang berlangsung selama perio
de tumbuh kembang yang terbatas itu, dan hampir separuh neuron dieliminasi . Tujuan utama dari kematian sel pada perkembangan ini adalah untuk menyesuaikan jumlah iner
vasi neuron terhadap ukuran populasi target sel. Dan dikatakan bahwa hany neuron neur
on yang tetap survive ini yang ditakdirkan untuk ‘memikul’ input trophik dari target seln
ya. Apoptosis neuronal ini mencegah kerusakan mekanisme seluler pada perkembangan berbagai organisme. Kematian pada neuron telah di
amati awalnya pada organism orde rendah – Caenorhabditis elegans dan D.melanogaster, dan juga pada berbagai struktur neuron hampir setiap spesies vertebra.Apoptosis neuronal pada organisme intervertebrate memang sangat diperlukan dalam perkembangan sistem sarafnya. Tetapi bagaimanapun juga, kontras pada vertebrata, neuron pada spesies invertebrata ini mengalami kematian yang sebelumnya sudah ditakdirkan secar
a genetik, dari pada akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Selain kematian sel yang terjadi secara ekstensif terjadi pada proses tumbuh kembang, apoptosis neuronal ini merupakan gambaran menonjol yang dijumpai pada sejumlah penyakit neurologi akut dan kronis diantaranya stroke, penyakit Alzheimer, amyotrophic lateral sclerosis. Pada gangguan neurologi lainnya sep
erti pada , penyakit motor neuron herediter, apoptosis neuronal merupaka isue sentral p
atogenesa penyakit ini. Akan tetapi, pada penyakit lain seperti Penyakit Alzheimer, peranan primer apoptosis neuron ini masih diperdebatkan. Namun, kematian sel neuron ini makin dikenal memberikan kontribusi utama pada neuropatologi yang mendasari berbagai penyakit degenerasi otak. Pada umumnya,apoptosis neuron pada kelainan ini tidak merupakan akibat ditariknya kembali faktor trophik, akan tetapi diperkirakan merupakan isult toksik seperti agregate protein abnormal dan munculnya radikal bebas Becker EBE,Bonni A,2004 . Saat ini mekanisme intraseluler yang meregulasi kematian sel mual
ai dimengerti. Menariknya, mekanisme yang mendasari apoptosis neuronal baik pada masa tumbuh kembang dan yang terkait dengan akibat penyakit kurang lebih ser
upa. Sejumlah jalan petunjuk yang mengakaitkan kematian dan kehidupan dengan mesin kematian sel intrinsik telah dikemukakan. Akhir akhir ini, kesesatan reentry ked
alam protein siklus sel telah diamati pada penderita yang mengalami penyakit neurode
generatif. Sinyal negatif yang diterima antara lain adalah : kenaikan kadar ok
sidan dalam sel, kerusakan DNA oleh oksidan oksidan ini atau bahan bahan lain, se
perti sinar ultraviolet,
Page 4
4 xray, obat kemoterapi? akumulasi protein yang mengalami kegagalan dalam tugasnya untuk membentuk struktur tertier? molekul yang berikatan dengan r
eseptor spesifik pada permukaan sel dan sinyal sel untuk memulai program apoptosis,. A
ktivator kematian ini termasuk a.l.: tumor nekrosis faktor alpha (TNF α) yang berikatan dengan reseptor TNF, lymphotoksin ( juga dikenal sebagai TNFβ) yang juga berikatan de
ngan reseptor TNF, Fas ligand (FasL) suatu molekul yang berikatan dengan reseptor di
permukaan sel yang disebut Fas (juga dikenal sebagai CD95). Pemindahan dan penempatan sel apoptotik secara normal dalam remodeling jaringan diperkirakan 1X 10 sel setiap harinya – ekuivalen dengan turnover berat badan orang dewasa setiap 18 sampai 24 bulan. Morfologis, sel yang mengalami apoptosis dijumpai ruffling, blebbing, dan kondensasi dari plasma dan membran inti dan bersamaan dengan itu terjadi agregasi kromatin inti. Mitokondria dan ribosom masih dapat mempertaha
nkan struktur besarnya paling tidak sebagian fungsinya. Dijumpai adanya disrupsi dari arsi
tektur sitoskeletal? sel mengkerut dan kemudian mengalami fragmentasi menjadi kelomp
ok kelompok membran – enclosed ”apoptotic bodies”.yang secara cepat akan dimakan oleh makrofage yang berdekatan atau sel fagosit tetangganya. Badan apoptotik ini merangsang timbulnya pelepasan sitokin yang tidak diperlukan oleh sel fagosit, proses ber
lanjut tanpa induksi konkomitan induksi respons inflamasi.( Gambar 1 –the Oncologist –Apoptosis hal 334). Ciri akhir apoptosis adalah endonucleasecleavage dari DNA di inte
rnucleosomal linker region, menghasilkan 180 base pair fragment. Pemisahan fragmen ini dengan agarose gel electrophoresis menunjukan adanya bentukan DNA ap
optosis seperti tangga (DNA ladder pattern apoptosis)? ini berbeda dan sangat kontrast de
ngan smudge pattern yang terlihat di sel yang mengalami nekrosis yang terisi dengan D
NA yang mengalami degradasi.
Apoptosis adalah suatu active energy dependent process yang mem
erlukan RNA dan sintesa protein. Proses ini dihambat oleh baik oleh actinomycin D blockade dari sintesa RNA atau oleh interferensi dengan sintesa protein – suatu i
ndikasi sel sel ini baik aktif dan partisipan metabolik dalam kematian sel sendiri. Proses ini terdiri seperangkat langkah: A) gen yang bertanggung jawab pada kerusakan DNA, B) sinyal kematian diterima di permukaan membr
an sel (Fas ligand), atau C) enzym proteolitik secara langsung masuk kedalam sel (gra
nenzyme). Tahap akhir, ialah adanya perubahan struktur sel dan disassembly, adalah hasil k
arya protease yang spesifik (caspaces). Kematian sel secara apoptotik ini, yang juga kita kenal dengan pro
grammed cell death, dapat dijumpai baik pada penyakit neurologi yang akut mau
pun yang menahun. Pasca insults akut, apoptosis terjadi pada daerah dimana tidak terjadi kerusakan yang hebat akibat cidera. Misalnya, sesudah iskemia, akan terjadi kemati
an sel nekrotik pada inti – core dari lesi, dimana hipoksia terjadi sangat hebat, sedangka
n apoptosis terjadi didaerah penumbra, dimana aliran darah kolateral berusaha mengu
rangi derajat hipoksia. Kematian sel apoptotik ini juga merupakan komponen pasca cidera otak dan cidera me dula spinalis, dan merupakan bentuk utama dari kematian sel.Seda
ngkan pada penyakit neurodegeneratif yang kronis, kematian sel apoptotik ini merupaka
n bentuk utama dari kematian sel. Pada apoptosis, kaskade biokimiawi mengaktifkan protease yang merusak molekul yang dibutuhkan untuk sel supaya tetap hidup dan molekul lainnya yang
Page 5
5 merupakan mediator suatu program untuk melakukan tindakan bun
uh diri. Selama proses ini berlangsung, rterjadi kondensasi sitoplasma, agregasi motokondria dan ribosom. Sesudah mati, fragmen sel akan berubah menjadi ”apoptotic bodie
s” –badan apoptotik, dan kromosom DNA secara enzymatik dipecah menjadi 180 – bp i
nternucleosomal frag ment. Tanda lain dari apoptosis adalah pengurangan potential membran mitokondria, pengasaman intraseluler, timbulnya radikal bebas dan externalization dari residu phosphatidylserine Frienlander RM,2003 Susan L Fink dan Brad T Cookson, dalam Minireviewnya yang dimuat dalam majalah Infection and Immunity, April 2005, hal 190719016 denga
n judul: Apoptosis, Pryroptosis and Necrosis: Mechanistic Description of Dead and D
ying Eukaryotic Cells, menggambarkan jalan utama kematian sel, yang akan kami ringkas
kan sebagai berikut: Sel normal menjawab respond terhadap rangsangan yang mengind
uksi kematian dengan berbagai jalan kematian molekular dan kemudian akan mati.Kegagalan untuk mati dalam merespons rangsangan tertentu dapat me­
nyebabkan abortif embriogenesis dan disfungsi organ dan dapat memacu timbulnya kanker. Kematian proinflamasi merupakan penyebab utama untuk menimbulkan respons imun ata
u dapat menyebabkan kelainan patologi dijaringan dan organ.Sehingga, berbagai ”jalan kematian” ini secara dramatis dapat berpengaruh pada sistem biologis. Apoptosis adalah salah satu jalan yang dapat menyebabkan kematian sel dengan mengaktifkan inisiator ca
space yang memecah substrat sel.Kematian sel apoptotik ditandai kondensasi sitoplasmik dan nucleus, kerusakan DNA, pembentukan badan badan apoptotik, akan tetapi membran plasma masih utuh, dan merangsang sel permukanaan pada sel yang masih utuh yang berdekatan untuk memfagositosis sel yang mengalami apoptosis tadi . Bila tid
ak terjadao fagositosis, badan apoptotik akan mengalami lysis dan sekunder atau nekrosis apoptosis. Autofagi akan mendegradasi komponen seluler didalam sel mati yang masih utuh didalam vakuola autofagik. Gambaran morfologis yang menandai aotofagi antara lain vakuolisasi, degradasi komponen isi sitoplasma, dan terjadi kondensasi kromatin meskipun hanya sedikit. Sel autofagik dapat juga difagositosis. Onkosis adalah jalan prelethal yang menyebabkan kematian sel yang diikuti dengan pembengkakan sel
uler dan organela dan rusaknya membran, yang melepaskan isi inflamasi seluler. Sedang
kan pyroptosis, adalah jalan kematian sel yang dimediasi oleh aktivasi caspase1, suatu protease yang juga mengaktifkan sitokine inflamasi, IL1β dan IL18. Pada pyroptosis t
ampak pula adanya lysis sel dan pelepasan sitokine inflamsi. Dan tidak diragukan masih banyak ”jalan kematian” yang belum diketahui. Misalnya Sperindo et al,2000, selaian apoptosis d
an necrosis, mereka menyodorkan tipe kematian sel yang diberi nama –paraptosis—dimana secara morfologil dapat dibedakan dengan apoptosis maupun necro
sis. Pada paraptosis tidak dijumpai fragmentasi nucleus, kondensasi kromatin kadang dijumpai, tidak dijumpai badan apoptotik, dan pembengkakan mitokondria baru terjadi pada fase akhir Sperindo S et al 2000 . Lebih lanjut Fink SL & Cookson BT, 2005 mengusulkan istilah untuk menerangkan kematian sel dan sel yang sekarat ( Dead and Dying Cell ), seperti tertera pada Tabel.1 dibawah ini:
Page 6
6 Tabel 1 Relevant terms for describing dead and dying cell Term Characteristics Programmed cell death...........Dependent on genetically encoded si
gnal or activi vities within the dying cell? a sequence of potential ly modifiable events leading to the death of the cell. Apoptosis……………………Mediated by a subset of caspaces? m
orphology in cludes nuclear and cyplasmic condensation and for mation of membran – bound cellular fragments or apoptotic bodies, not inflammatory. Autophagy…………………..Degradation of cellular components within the dying cell in autophagic vacuoles, not inflamma tory. Oncosis………………………Prelethal pathways leading to cell de
ath accompan ied by cellular and organella swelling and increased membrane permeability,?proinflammatory Pyroptosis…………………..Proinflammatory pathways resulting f
rom caspace1 activity leading to membran breakdown and proin flammatory cytokine processing Necrosis…………………….Postmortem observation of dead cell t
hat have come into equilibrium with their environment Fenotipe Kematian Sel Neuron dapat mati dengan suatu proses fisiologi pada waktu masa tumbuh kembang atau pada waktu mengalami proses patologis bilamana individu menderita penyakit. Apoptosis bukanlah satu satunya mekanisme seluler yang meregulasi kematian sel neuron. Kematian sel neuron dapat memperlihatkan adanya autofagi atau nekrosis, yang berbeda dengan canonical apoptosis apoptosis yang berdasark
an ketentuan umum. Neuron mamalia adalah salah satu bentuk sel yang berumur panjan
g. Meskipun temuan terkini bahwa stem sel neuronal berasal akibat neurogenesi
s pada otak individu dewasa, telah diterima dogma bahwa kebanyakan neuron kita hidup sepanjang hayat. Neuron kita tidak invunerable. Pada masa tumbuh kembang embri
onik, sistem saraf kita diukir oleh kematian sel neuron: kelebihan neuron akan dibuang dengan tujuan untuk dapat menyusun hubungan pre – dan postsinaptik. Selain itu, neuro
n dapat mati muda pada masa dewasa, bila individu mengalami kondisi neurotoksik y
ang akut atau kronis yang diakibatkan oleh berbagai cidera atau akibat faktor genetik.
Menurut Friendlander RM, 2003, tidak seperti nekrosis apoptosis dapat sebagai bagian dari proses
Page 7
7 perkembangan – tumbuh kembang normal – physiologic apoptosis, akan tetapi dapat juga terjadi pada berbagai penyakit – aberant apoptosis. Perkembangan startegi dasar yang rasional pengobatan penyakit dimana proses apoptosis ini prominen memerlukan pengertian mengenai mekasim
e molekuler dari pro grammed cell death. Awal tahun 1993, penelitian secara berkesinambungan dari nematoda Caenorhabditis elegans ditemukan berbagai gene yang mengontrol kematian sel. Pada cacing ini, empat macam gene dibutuhkan untuk eksekusi perkembangan program apoptotik? gene ced3, ced4, dan egl1, dan cacing yang keh
ilangan fungsi gene ini akan kehilangan sandarannya. Sedangkan sebaliknya, gene ced9, berfungsi menghambat apoptosis. Homolog metazoa dari ced3 (caspace), ced 4 (apaf1),ced9 (Bcl2) dan egl1 (BH3only protein) telah ditemukan Nomenklatur yang menerangkan fenotipe kematian sel ini sering m
embingungkan. Salah satunya hanya menentukan klasifikasi ini fenotipe kematian sel ini, hanya berdasar kan analisa morfologi pada model perkembangan, seperti yang akan kami paparkan dibawah ini. Kematian sel neuron dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, Sc
hweichel dan Merker, 1973 Yuan J,Lipinski M,Degterev A , 2003 , membagi kematian menjadi tiga tipe kematian berdasarkan gambaran morfologi ultrastrukturalnya.
• Kematian sel tipe 1: Kematian sel ini yang awal telah disebut seba
gai apoptosis oleh Kerr, Wyllie dan Currie (Kerr dkk,1972), dan ditandai dengan kondensasi sitoplasmik, piknosis nukleus, kondensasi kromatin, fragmentasi DNA, cell rounding, membran blebbing, sitokeletal kolaps, dan pembentukan yang menyelubungi badan apoptotik yang kemudian dengan cepat akan difagositosis dan dimakan oleh makrofage atau sel tetangganya. Pada penelitian yang mereka lakukan, mereka berpendapat bahwa peran kunci dari kematian sel tipe 1 ini dilakukan oleh keluarga cysteine protease yang diberi nama caspas
e seperti Apaf 1 ( yang diperlukan untuk mengaktifkan caspaces) dan keluarga dari mitochondria –associated protein yang diberi nama Bcl­
2.Faktor faktor inilah yang mengontrol apoptosis pada hampir keseluruhan sistem termas
uk neuron
• Kematian sel tipe 2: Schweichel dan Merker, 1973 yang menggam
barkan proses kematian sel tipe 2 ini? yang ditandai dengan munculnya berbagai cytoplasmic autophagig vacuole yang berasal dari lisosome, kemudian diikuti dengan dilatasi mitokondria dan pembesaran ER (endoplasmic reticulum) dan aparat Golgi. Ciri lain dari apoptosis ini seperti piknosis nuklear dan mem
bran blebbing muncul kemudian pada kematian autophagik akan tetapi tidak serin
g dijumpai. Kematian sel autophagik yang digambarkan oleh Schweichel dan d
an Merker ini terjadi pada neuron pada waktu perkembangan neuron dan menurut Petersen et al, 2000 terkait dengan penyakit neurodegeneratif Meskipun autofagi memegang peran penting didalam homeostasis seluler, misalnya pada turnover organel intraseluler dan protein yang beru
mur panjang, autofagi yang terjadi secara berlebihan akan menyebabkan destruksi seluler. Bertambahnya aktivitas lisosom, yang disertai atau tanpa disertai b
ertambahnya autofagi, juga dijumpai pada kematian sering yang ada hubungannya dengan
Page 8
8 penyakit neurodegeneratif, demikian pendapat Nixon dan Cataldo,1995. Meskipun kematian sel autofagi telah diminati dan diselidiki secara mendalam akhir akhir ini, terutama mekanisme molekuler pada eukaryote orde rendah seperti pada jamur akan tetapi pada mamalia masih merupakan gambaran sketsa.
• Kematian sel tipe 3: Kematian sel tipe 3 ini dibedakan dengan kem
atian sel tipe 2, dimana pada tipe ini tidak dijumpai peranan lisosomal. Selain itu, k
ematian sel tipe 3 ini diawali dengan pembengkakan organela intraseluler, diiukti dengan pembentukan ruang kosong didalam sitoplasma, yang kemudian saling mengadakan fusi satu dengan lainnya. Clarke, 1990 membagi kem
atian srel tipe 3 ini menjadi tipe 3A dan tipe 3B. Meskipun kedua tipe ini menunju
kkan adanya dilatasi organela intraseleler dan pembentukan nonlysosomal –
derived vacuoles, mereka berbeda didalam cara perusakan selnya. Membran nukleus dan sitoplasmik pada kematian sel tipe 3A dirusak dengan fragmentasi? sedangkan pada kematian sel tipe 3B, nukleusnya mengalami karylosis atau edem, dan membran sitoplasmanya akan membentuk bulatan. Kematian sel tipe 3 ini serupa dengan apa yang kita kenal sekarang dengan nekrosis, yang mana ditandai dengan pembengkakan dan hilangnya plasma dan intergritas membran. Meskipun nekrosis sering ada hubungannya dengan kematian sel neuronal patologis, beberapa kematian sel neuronal pada proses perkembangan, menunjukan tanda tanda nekrosis, demikian menur
ut Clarke,1990 Penelitian akhir difokuskan pada peran apoptosis versus hilangnya neuron yang ada hubungannya dengan kelaianan neurodegeneratif akut atau kro
nis.Apoptosis dan nekrosis dibedakan dengan berbagai kriteria histologis dan biokimiawi. Nekrosis, ditandai dengan hilangnya intergritas membran dan pembengkakan selluler, kerusakan organel, lisosome menjadi tidak teratur dan lisis sel yang tidak terkontrol dan cenderung menyebabkan inflamasi jaringan. Sebalik
nya, gambaran yang khas apoptosis, adalah masih utuhnya intergritas membran dan sel akan mengerut, kondensasi sitoplasma dan nukleus, dan membran plasma meng gelembung. Pada stadium apoptosis selanjutnya , sel akan mengalami disintergrasi kedalam badan apoptotik, yang kemudian akan ditelan oleh sel tetangganya dan dalam hal ini, tidak ada kecenderungan respons i
nflamasi. Meskipun perbedaan morfologis telah banyak dikemukakan dan dit
erima berbagai ahli, beberapa ahli patologi mengusulkan nomenklatur yang telah dimodifikasi. The Society of Toxicologic Pathologists , mengemukakan istilah ”nekrosis” adalah gambaran kematian sel independen dari jalur yang spesifik, kemudian istilah ”onkosis” digunakan untuk menggambarkan pembengkakan sel yang terjadi akibat iskemia akut, sedangkan ”apoptotik” sebagai midifikasi kematian sel (”nekrosis”) dengan memperlihatkan gambaran seperti telah disebutkan diatas. Bagaimanapun juga, apoptosis dan nekrosis, kenyataannya merupakan sinyal transduksi yang umum dan terjadi pada kematian sel. Meskipun demikian, apoptosis dan nekrosis diinduksi oleh ins
ult – stimulus yang sama, dengan perbedaan besarnya insult yang menentukan kemungkinan alternatif kematian sel. Kadar ATP intraseluler merupakan faktor yang penting untuk menentukan program eksekusi apoptotik atau nekrotik. Selan
jutnya, inhibisi
Page 9
9 salah satu dari jalan kematian sel ini, akan dapat meningkatkan hilangnya sel melalui jalan lainnya Yakolev AG,Faden AI,2004 . Penelitian akhir makin membuat kalsifikasi fenotipe kematian sel, seperti mekanisme kematian yang terjadi. Analisa morfologi secara hati ha
ti pada neuron tikus yang sekarat pada penyakit Huntington dan amyotrophic lateral sclerosis gagal dalam menentukan nekrosis klasikal dan apoptosis, dan kemudian menyodorkan gambaran alternatif kematian sel yang lebih konsiste
n , dan diberi istilah sebagai ”paratosis” atau ”paraptosis” Sperandio S et al,2000? Yakolev AG.Faden AI,2004 . Tipe kematian sel neuronal ini membutuhkan ekspresi genetik, me
mperlihatkan gambaran morfologis nonapoptotik dengan vakuolisasi dan indepe
dent aktivasi caspace. Apakah bentuk kematian sel ini dapat dimasukan didalam kriteria tipe 2 atau 3B yang telah disebut diatas, belum pasti? akan tetapi banyak diskripsi dari kematian sel nonapoptotik memperlihatkan vakuolisasi sitoplasmik yang mirip dengan tipe 3B. Selanjutnya, bentuk apoptosis dengan gambaran n
onklasikal dan dengan marker biokimiawi yang berbeda telah ditemukan. Sehingga, munculah berbagai bentuk programmed cell death, dengan perbedaan morfologis dan berbeda mekanisme molekulernya . Pengenalan ke aneka ragaman programmed cell death ini penting dalam implikasi penanganan dengan penggunaan neuroprotektif YakolevAg,Faden AI,2004 . . Gambar 1. Kontinuum Nekrosis Apoptosis Pada kesempatan ini kami hanya akan membahas mekanisme kema
tian sel neuron menurut Yakolev AG dan Faden AI, 2000 – Apoptosis – Necrosis Continuum. Mereka membagai jalur molekuler seluler kematian sel ini menjadi
:
• Caspace Dependent Apoptosis
Page 10
10
• Caspace – Independent Apoptosis
• Molecular Pathways of Cell Necrosis Kematian sel secara molekuler – seluler dapat pula dipandang dari jalur kematian yang ditempuh dan ini dapat dibedakan atas Husada J,2004? Sugawara T et al 2004 :
• Death Receptor Pathways – Receptor Mediated Patways
• Mitochondrial Pathways
• Endoplasmic Reticulum Pathways Pada kesempatan kali ini kedua hal diatas tidak kami bahas secara mendetail dan hanya kami singgung sepintas, yang ada kaitannya dengan mekanisme sel yang dikemukan oleh Yakolev AG daan Faden IA. Caspace Dependent Apoptosis Yakolev AG,Faden AI,2004? Friedlander RM,2003 Kematian sel apoptotik ini seperti telah disebutkan diatas mula pert
ama diketahui pada C. Elegans yang secara evolusi masih dipertahankan diorganism yang lebih tinggi. Programmed cell death (PCD) pada nematoda ini sebagian besar dikontrol oleh dua gen proapoptotik – ced 3 dan ced 4 dan antiapoptotic gene ( ced 9).Meski pun mekanisme molekular yang mengontrol apoptosis pada mamal
ia lebih komplek, akan tetapi homolog untuk ced 3 ( caspaces), ced 4 [apoptosis prot
ease activating factor 1(apaf1)], dan ced9 (bcl2) telah diketahui. Istilah ”caspace” merujuk dari cysteinyl aspartic acid – protease. Dan nama lainnya adalah cysteinedependent, aspartatespecific protease Friedlander RM,2003 .Interleukin 1 βconverting enzym ( yang juga dikenal sebagai caspace 1), adalah salah satu anggota keluarg
a caspace, yang dikatakan homolog dengan ced 3. Sampai saat ini dikenal 14 anggota keluarga caspace, dan 11 dijumpai pada manusia. Caspace secara langsung a
tau tidak langsung mengadakan perubahan morfologis didalam sel selama apoptosis. Caspase adalah adalah prekusor laten, dan bila diaktifkan, akan mencetuskan program kematian sel dengan merusak komponen kunci infrastrukt
ur seluler dan fak tor aktivasi yang memediasi kerusakan sel.Procaspaces terdiri dari dua subunit p10 dan dua subunit p20 yang berasal berasal dua molekul procaspace . Caspaces dikatagorikan kedalam upstream initiators dan downstream executioners. Upstream caspace diaktifkan oleh sinyal kematian sel ( misalnya faktor tumor nekrosis α [ THFα] dan N – terminal prodomain yang meregulasi aktivasinya. Upstream caspace ini mengaktifkan downstream caspace, yang secara langsung memediasi kematian sel. Downstream caspace memiliki Nterminal prodomain.
Page 11
11 Gambar. 2. Mekanisme Aktivasi Caspace Caspace juga meregulasi transkripsi pada semua tingkatan. Transikipsi regulasi keatas caspace terjadi pada penyakit neurologis menahun seperti pada ALS atau penyakit Huntington, juga pada penyakit neurologi akut seperti str
oke, yang mana menunjukkan derajat aktivasi dan jumlah molekul caspace didalam sel yang menentukan tingkat aktivitas caspace Friedlander RM, 2003 . Peranan keluarga Bcl2 dalam meregulasi pelepasan cytochrome c mitochondria? cytochrome salah satu anggota rantai electron transport mitokondri
a mitochondrial electron transport chain yang dibutuhkan untuk pembentukan ATP. Sebagai tambahan peranannya pada penyemangat sel,cytochrome c juga penting pencetus kaskade caspace. Cytochrome c – memediasi aktivasi jalan kemati
an sel akan terjadi bila cytochrome c dilepaskan dari mitochondria kedalam sitoplasma. Didalam sitoplasma, cytochrome c berikatan denagn Apaf1 dan membentuk apoptosome – suatu komplek molekuler yang terdiri dari cytochrome c, Apaf1, ATP dan procaspace 9. Apoptosome mengaktifkan caspace 9, suatu upstream inisiator apoptosis. Mekanisme ini yang meregulasi pelepasan cytochrome c suatu langkah kunci yang menimbulkan apoptosis. Anggota keluarga Bcl2 juga ada yang proapoptotik atau antiapopto
tik. Keseim bangan antara sinyal proaptotik dan antiapoptotik dari keluarga Bcl2.Misalnya, caspace 8 dan caspace 1 membelah Bid, anggota keluarga Bcl2, ya
ng menurunkan fragmen dengan aktivitas proapoptotik. Selain cytochrome c, modu
lator kematian sel lainnya didalam sel juga dilepaskan selama proses apoptotik Untuk mengontrol aktivasi caspace yang sesat, yang dapat membunuh sel, molekul tambahan dapat menghambat caspace mediated pathways. Diantaranya adalah protein protein yang dikenal sebagai inhibitor caspace. Inhibitor ini secara
Page 12
12 langsung menghambat aktivitas caspace 3 dan mempertahankan neuron dari cidera iskemik. Caspace mempunyai peran utama dalam berbagai kelainan neurolo
gi. Mekanisme kematian sel pada berbagai penyakit neurologi ini serupa, meskipun penyebabnya bervariasi. Bagaimanapun juga, pencetus aktivasi caspace yang se
sat ini pada gang guan neurologis sampai saat ini belum dimengerti sepenuhnya. Pada penyakit neurologik akut, terjadi nekrosis maupun kematian sel apoptotik yang dimediasi caspace. Sebaliknya, pada penyakit neurodegeneratif yang kronis, kematian sel apoptotik yang dimediasi caspace dominan dalam memediasi disfu
ngsi sel dan kema tian sel. Rangsangan yang lebih besar pada penyakit akut menyeba
bkan kematian sel nekrotik maupun apoptotik, sedangkan insults pada penyakit mena
hun menimbulkan kematian sel apoptotik. o Penyakit Neurologik Akut Acute Ischemic Stroke (AIS) adalah suatu keadaan gawat darurat medis atau ”medical emergency”? akan tetapi dalam kenyataannya pasien dengan AIS tidak selalu diperlakukan dengan demikian, pasien datang / dibawa ke UGD dengan luka tikam perut dengan usus yang terburai keluar, sering l
ebih cepat dan lebih mudah mendapat perhatian dari staf medik Rumah Sakit. Penderita AIS yang tidak sadar, sering tidak dapat berbicara, tidak banyak bergerak (karena kelumpuhan yang dideritanya), secara visual tida
k memberikan kesan ”sense of urgency” yang sama dengan penderuta dengan luk
a tikam tadi. Padahal sebenarnya kasus AIS tadi adalah kasus yang sarat dengan kendala dalam pengobatannya dan sering sulit untuk mencari kapan ”serangan str
oke” ini terjadi atau kapan gejala gejala perttamanya muncul. Mengutip pernyataa
n Wayne Clark MD, Kepala Stroke Center, USA, yang menyatakan ”Time is Brain
”, pasien AIS kita tadi sudah kehilangan waktu ”losing time”, karena pasien dan keluarga tidak mengenali gejala dini, keterlambatan transportasi.Iskemia jaringan salah satu contoh suatu ”kekerasan lingkungan” yang dapat mengakibatkan nekrosis, kematian sel yang fulminan dengan kegagalan membran, pembeka
kan badan sel dan organela interna. Sistem saraf didaerah insult iskemik akan mengalami nekrosis yang diperkuat akibat implikasi eksitotoksitas dalam kem
atian iskemik neuronal.Seperti kita ketahui, overaktivitas reseptor glutamat menyebabkan pembengkakan prominen dari badan sel dan dendrit. Diantara insul
t dan nekrosis, telah didapatkan bukti bahwa iskemik menambah dan menginduksi program kematian sel dibanyak jaringan, pada jantung, ginjal dan otak. Lee JM et al,2000 . Selanjutnya Lee JM dkk,2000,mengatakan beberapa penelitian membuktikan adanya tanda molekuler apoptotis pada otak yang mengalami iske
mia, termasuk pelepasa cytochrome c dari mitochondria ke cytosol dan aktivasi caspace 3. Selanjutnya telah dibuktikan icv infuse inhibitor caspace3 [N­
benzyl oxycarbonylAsp(Ome)Glu(Ome)fluoromethylketoneatau x DEVD.FMK], ternyata dapat mengurangi ukuran infark pasca iskemia fokal sepintas dan mengurangi kematian sel didaerah CA1 hipokampus pada iskemia global sepintas. Demikian juga ekspresi transgenetik gene antiapoptotik bcl2, telah terbukti dapat mengurangi volume infark pada binatang coba tikus yang diperlakukan
Page 13
13 mengalami iskemia fokal, dan masih tetap terselamatkannya neuron CA1 hipokampus pada iskemia global sepintas. Penelitian patofisiologi stroke pada tingkat molekuler dan seluler s
elama 10 tahun terakhir ini memberikan perspektif baru dan terkini, bahwa kita seb
enarnya sudah kehabisan waktu ”running out of time”. Kondisi ”brain ischemia” a
dalah pemicu yang mencetuskan berbagai proses seluler yang masing masing ber
jalan sendiri maupun saling berkaitan, namun semuanya dapat berakhir dengan kematian neuron dan kerusakan jaringan otak yang irreversibel yang bermani
festasi sebagai defisit neurologis yang permanen. Kurun waktu berlangsungnya proses proses ini berkisar pada suatu kontinuum yang mulai dari menit, jam, hingga hari, bahkan minggu. Kematian neuron berlangsung pada suatu kontinuum antara dua proses yang berbeda, yaitu: nekrosis – ”accidental cell death” dan apoptosis – ”programmed cell death” J.Husada,2004 . AIS adalah penyakit neurologik yang pertama dimana aktivasi casp
ace(caspace 1) dikenal . Selanjutnya , bila inhibisi caspace dilakukan maka akan mengurangi ke rusakan sel dan memungkinkan perbaikan neurologi yang bermakna.Telah terbukti terjadi aktivasi caspace 1,3,8,9,dan 11 dan pelepasan cytoc
hrome c pada AIS, dan keluarga Bcl2 juga dilibatkan. Tikus yang menunjukkan dominant nrgatif caspace 1 atau yang kekurangan caspace 1 atau caspace 11 t
erlindung dari cidera ischemik. Pretreatmen farmakologik pada tikus yang diberi broad spektrum inhibitor caspace 1 dan caspace 3 atau pemberian inhibitor caspace 3 mencegah otak dari cidera iskemik. Dijumpai adanya kombinasi antara kematian sel nekrotik dan apoptotik sesudah cidera iskemik atau traumatik, untuk detailnya akan dijelas
kan kemudian . Pada iskemia, kematian sel nekrotik terjadi diinti infark, dimana ter
jadi hipoksia yang berat, dan dimana terjadi penghentian secara mendadak pasok
an enersi dan kolaps sel yang akut dan terjadi setelah tercapai depolarisasi anok sik FriedlanderRM.2003? Husada J,2004 . Sebaliknya, didaerah penumbra, derajat deprivasi tidak berat, karena adanya pasokan pembuluh darah kolateral yang masih mampu memberikan darah yang mengandung oksigen. Penumbra bertahan hingga 72 jam masih tetapi ”neuronal damage”masih berlangsung hingga berhari hari sampai berminggu minggu. Proses kerusakan itu berjalan berjalan pada su
atu kontinum dari nekrosis hingga apoptosis. Berbeda dengan nekrosis, proses apoptosis membutuhkan enersi dengan demikian membutuhkan adanya mito
chondria yang masih dapat berfungsi,Reperfusi berakibat ”reperfusion injury” dan apoptosis merupakan salah satu komponennya disamping reaksi inflamasi. Keduanya menjadi dasar ”delayed neuronal death” yang akan dibahas selanjutnya dan ini menjadi target dari terapi neuroprotektif karena tenggang waktu terjadinya yang ”tertunda” (delayed) memberi ”jendela kesempatan” yang leb
ih lebar untuk neuroproteksi. Didalam hal ini, sel harus mencapai nilai ambang kritis cidera untuk mengaktifkan kaskade caspace. Sebelum nilai ambang ini ter
capai, terjadi kompromi dalam pengaturan enersi neuronal dapat menyebabkan disfungsi sel. Apa yang menentukan nilai ambang pada sel tertentu ini sampai sa
at ini belum diketahui. Faktor yang mempromosikan kemampuan untuk survive dapat meningkatkan nilai ambang, seperti percobaan dengan inhibitor caspace seperti
Page 14
14 yang tersebut diatas dan pengaturan keseimbangan Bcl2 dengan manipulasi transgenetik. Selain itu terapi neuroprotektif seyogyanya mengarah kenetralisasi mekanisme – mekanisme seluler yang menjadi penyebab kematian neuron akibat iskemia, seperti menunjang mekanisme antiapoptotik, meningkatkan ekspresi sitokin antiinflamasi, meningkatkan ekspresi growth faktors, menet
ralisasi efek destruktif ROS dan mencegah ekspresi NO yang berlebihan Pada Acute Ischemik Stroke (AIS) yang mencakup +/ 80% dari kasus stroke yang terjadi dan pada umumnya oklusi terjadi sifatnya thrombotik atau thromboembolik. Kata kunci disini adalah ”acute” dan ditinjau dari perspektif neurosains dalam dekade terakhir, dapat disimpulkan Husada J,2004 : 1. Iskemia otak walau hanya satu setengah menit, mencetuskan prose
s seluler. 2. Yang masing masing berjalan sendiri dan/atau berkaitan dan dapat nerakibat fatal bagi neuron. 3. Kebanyakan reaksi tersebut bermula atau memuncak pada saat terj
adinya reperfusi yang dikenal sebagai ”reperfusion injury” yang merupakan komponen penting dari ”delayed neuronal death” Delayed Neuronal Death Dengan mengambil kematian neuron sebagai ”endpoint” reaksi biologis yang dicetuskan iskemia otak, diketahui bahwa proses kematian ini berjalan pada suatu kontinum antara proses nekrosis dan apoptosis. Sedangkan ditinjau konti num waktu prosesnya berjalan dari menit hingga jam, hari dan min
ggu. Hubungan spasial dan temporal ini dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah dan dapat menjadi acuan dalam strategi neuroprokteksi, seperti telah disinggung diatas misalnya dengan inhibitor caspace atau manipulasi transgenik Bcl­
2.Pemberian Cablocker, misalnya hilang manfaatnya setelah 23 jam pertama. Komponen pe
nting lainnya dari kematian neuron yang tertunda ini adalah proses – proses inflamasi yang tembul akibat nekrosis neuron yang melibatkan cytokines dan infiltrasi polymorphonuclear leucocytes serta microglia yang teraktivasi dan apoptosis.
Page 15
15 Gambar.3. Delayed Neuronal Death Bila itu terjadi maka cytocrome – c, AIF dan Smac (Second genera
tion mitochon drial activator of caspaces) yang berada diruang antar membran mitochondria dapat bocor keluar dan mencetuskan rentetan proses seperti a.l. akt
ivasi protease yang merusak protein rangka sel, membran sel dan nucleus DNA y
ang akhirnya berakibat apoptosis dari sel tersebut. Bcl2 dapat mengatur buka tut
upnya MPTP dan mencegah keluarnya cytochrome – c kedalam cytosol. Karena itu sifatnya antiapoptotik. Beberapa anggota Bcl2, diantaranya Bim, memegang peran didalam programmed cell death dengan menginduksi pelepasan cytochrome c mitokondria, yang kemudian mengaktifkan caspace – 9 dan kemudian caspace3, ”algojo” kematian sel. Kombinasi Bim, Bad, dan Banx: merupakan gabungan yang mematikan yang terjadi pada kejang epilepsi Niquet J,Wasterlain CG,2004. . o Penyakit Neurodegeneratif Menahun Kematian sel pada penyakit neurodegeneratif yang menahun sering kali terjadi akibat mutasi pada satu gen atau beberapa gen. Perubahan genetik ini merubah fungsi produk gen yang mempunyai pengaruh kurang baik pada sel. Faktor lingkungan juga berperan dalam penyakit neurodegeneratif yang kronis ini, akan tetapi penyebab kelainan semacam belum sepenuhnya diketah
ui. Hilangnya sel neuron spesifik secara gradual pada berbagai tempat yang berbeda di SSP merupakan tanda progresivitas patologi berbagai penyakit neurodegeneratif Hetts SW,1998 . Telah diketahui SSP merupakan tempat dimana apoptosis terjadi secara intens selama masa tumbuh kembang ( dip
erkirakan 50% 80% neuron mati selama masa itu) dan rasanya tergantung dari eks
presi survival
16 promoting gene seperti Bclx
Page 16
L untuk tetap hidup survive sampai masa dewasa, dan kemukinan peka terhadap perubahan jalur apoptotik, terutama jalur yang melibatkan calcium dan timbulnya radikal bebas. Kematian sel apoptotik dan mediatornya berperan penting dalam berbagai penyakit degeneratif diantaranya penyakit Alzheimer, Parkinson, amyotrophic lateral sclerosis, spinal muscular atrophy Hetts SW,1998, Friedlander RM,2003, Dickson DW,2004 . Dickson DW,2004, didalam tulisannya di the Journal of Clinical In
vesti gation,2004 yang berjudul ‘Apoptotic mechanisms in Alzheimer ne
urofibrillary degeneration: cause or effect?? menyimpulkan adanya bukti bahw
a hilangnya sel neuron secara selektif pada penyakit neurodegeneratif melibatkan aktivasi dari cysteine asparyl protease (caspase), yang memulai dan melaksanak
an apoptosis. Pada penyakit Alzheimer baik ekstra maupun intraseluler deposit amyloid β protein,mengaktifkan caspace, menyebabkan pembelahan protein nukleus dan cytoskeletal termasuk tau protein. Proteolisis tau merupakan sesuatu hal yang kritis badi degenerasi neurofibriler, yang terkait dengan dementia. Gambar. 4. Tempat pertemuan dua molekul yang terlibat dala
m patogenesa Penyakit Alzheimer Dua jalur utama apoptosis seluler adalah jalur intrisik dan ekstrinsi
k. Jalur ekstrinsik melibatkan sinyal melalui cell surface death receptors, se
perti reseptor TNF yang diregulasi oleh reseptor yang memberi umpan dan Fas –associated death domain seperti interleukin1βconverting enzyme inhibitory protein (FLIPs). Persenyawaan langsung Aβ atau oligomer Aβ ke reseptor kematian tetap ada, tetapi pola aktivasi downstream caspace ( misalnya caspace 2 dan 8) membantu jalur ekstrinsik dalam Aβmediated proses apoptotik. Pilihan lain, produksi Aβ didalam ER menyebabkan stres pada ER, atau menye
babkan ikatan Aβ dengan mitochondrial alcohol dehydrogenase yang dapat pula menyebabkan mitochondrial stress. Kedua jalan masuk kedalam jalur intrinsik mengaktifkan mekanisme downstream apoptotic. Sedangkan detail mekanisme upstream dan mediator telah dijelaskan, aktivasi eksekusi caspace 3 dan 7 yang d
apat memecah protein tau, yang dapat membentuk NFT. Pemecahan oleh berbagai protease untuk menghasilkan sejumlah fr
agmen dijumpai pada otak penderita penyakit Alheimer dan penuaan patolgis. Pemecahan APP oleh α ­
secretase menghasilkan secretedAPPα (sAPPα) dan suatu fragmen terminal carboxyl. Pemecahan selanjutnya fragmen i
ni oleh γse
Page 17
17 cretase, menghasilkan Aβ1740/42, yang juga disebut P3. Bentuk secret APP mempunyai sifat neurotropik dan neuroprotektif.Demikian juga βsecretase menghasilkan secreteAPPβ(sAPPβ) dan juga fragmen terminal carboxyl dan dengan pemecahan selanjutnya oleh γsecretase menghasilkan famili peptida dimulai dari residu 1 dan 11 dan berakhir pada residu 40 dan 42. A
PP merupakan target pemecahan caspace, yang menghasilkan suatu carboxyl term
inal 31 amino acid. Tau dipecah oleh caspace 3 dan 7 menghasilkan protein yang bergabung pada residu Asp421 di carboxyl setengah dari molekul, yang dinamakan juga sebagai D Tau. Calpain juga memecah tau pada beberapa sisi, terga
ntung dengan konsentrasi enzym dan besarnya proteolysis. Agregat Tau bukan ta
nda khas pada penyakit Alzheimer saja, tetapi juga dijumpai pada penyakit neurodegeneratif lainnya yang dinamakan sebagai taupathia. Protein yang mengaku
mulasi di Lewy bodies di penyakit Parkinson dan demensia Lewy bodies, α­
synuclein, juga meru pakan subyek pemecahan, bagaimanapun juga, protease yang berta
nggung jawab masih perlu ditentukan. Tabel.2. Proteolisis pada Penyakit Alzheimer dan Penyakit Par
kinson Protein Protease Hasil Proteolitik Penyakit APP
αSecretase sAPPα P.Alzheimer
βSecretase sAPPβ dan penuaan
αdanγsecretase Aβ1740/42(P3)
βdanγ secretase Aβ140/42,Aβ1140/42 Caspace3 C31 Tau Caspace3 dan 7 Nterminal fragmen(Dtau) P. Alzheimer Calpain Multiple truncated species dan taupathia
αSynuclein Tidak diketahui Ndan Cterminal truncation P.P
arkinson dan DLB Pada penyakit Parkinson yang ditandai dengan degenerasi neuron dopa minergik nigrostriatal, yang diperkirakan mati akibat apoptosis dan nekrosis sebagai jawaban kerusakan oksidatif. Meskipun gene untuk penyakit Parki
nson lebih dikenal dari pada penyakit Alzheimer, terapi untuk penyakit Parkinson beralih pada inhibisi apoptosis. Selegeline hydrochlorida secara historis telah lama dipakai pada penyakit Parkinson karena kemampuannya menghambat secara ireversibel mono amine oxidase B, dan memperkuat sinyal d
opamin. Dan ternyata pada penelitian terkini ternyata selegelin dapat merubah transkripsi kematian seluler dan gene penyelamat survival gene, diantaranya superoxide dismutase, Bcl2 dan Bclx
L
, nitric oxide synthase, dan nicotinamide adenine dinucleotidedehydrogenase. Selegeline ternyata mencegah reduksi yang progresif potensial membran mitochondria sehingga mencegah bahan proapoptotik dari mitochondria Hetts SW,1998 . merupakan gangguan paralisa yang sering dijumpai pada orang dewasa. Meskipun ALS dapat terjadi pada umur berapapun, pada umumnya awitan penyakit ini terjadi pada dekade keempat atau kelima kehid
upan. Gejala
Page 18
18 klinik ALS antara lain kelemahan otot, fasikulasi, reflek jelas ( ata
u berkurang), respons plantar extensor. Meskipun defisit motorik biasanya dijumpai pada anggota badan, kelainan pada inervasi bulbar dapat juga dijumpai, tampak adanya atrofi lidah, disfagia, disartria. Saraf kranialis lainnya juga dapat terganggu, misalnya kelumpuhan n.oculomotorius dan bila menjadi progresif dijumpai penurunan fungsi otot akibat kelumpuhan, ketidak mampuan bicara dan menelan, kegagalan fungsi pernafasan yang menyebabkan kematian dan terj
adi 2 – 5 tahun sesudah awitan penyakit Guegan C, Przedborski S,2003 . Patologis, ALS ditandai dengan hilangnya neuron sistem upper motor dan neuron lower motor neur
on di mielum. Motor neuron yang masih tersisa biasanya atrofik dan dijumpai akumulasi abnormal neurofilamen, pada badan sel dan axon. Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah kelainan yang ditandai dengan kelumpuhan fatal yang mengenai sistem motorik volunter, Prevalensinya 35 dalam 100.000 individu, Peranan caspaces pada programmed cell death pada amyotrophic lateral sclerosis, telah dibahas oleh Christelle Guegan dan Serge Przedborski,dalam Journal Clinical Investigation, 2003. Caspace anggota cysteine protease yang berperan juga memecah substrat sesudah residu spesifik asam aspa
rtate dan tetap berada didalam sel sebagai zymogen inactif, yang disebut procaspa
ce. Keterbatasan terapi neuroprotektif ALS masih terbatas karena keter batasan pengetahuan mengenai mekanisme sesungguhnya bagaimana kematian sel pada ALS, dan bagaimana perjalanan penyakit ini. Secara sepintas akan kami ringkaskan pendapat Christelle Guegan dan Serge Przedborski, 2003, seperti berikut: paling tidak tiga program
med cell death molekuler yang berbeda telah diketahui adalah jalur mitochondria ( juga dikenal sebagai jalur intrinsik), jalur death receptor ( juga disebut sebagai j
alur ekstrinsik) dan jalur Endoplasmic Reticulum (ER). Didalam jalur PCD mitoch
ondria, terjadi translokasi protein proapoptotik Bax dan BH3domain only protein dari cytosol ke mitochondria menyebabkan kematian sel dengan induksi pelepasan cytochrome c (Cyt.c) dari mitochondria ke cytosol, meskipun translokasi full length dan truncated Bid (tBid) ke mitochondria, tBid merupakan salah satu bentuk biologis yang aktif. Sekali dalam cytosol, cytochrome c mengaktifkan caspace 9 bila ada Apaf1, dimana, sebaliknya mengatifkan downstream executioner caspace. Jalur ini dapat dihambat oleh protein antiapop
totik Bcl2 dan inhibitor caspace protein X chromosome – linked inhibitor apoptos
is (XIAP). Pada jalur death receptor, caspace – 8 diaktifkan oleh reseptor kem
atian (anggota dari TNRF) didalam membran plasma melalui intermediary adapter protein. Reseptor kematian termasuk Fas (CD95) dan reseptor neur
otropin yang berafinitas rendah (p75). Caspace – 8 yang telah aktif kemudian m
engaktifkan caspace executioner, secara langsung atau tidak langsung, melalui aktivasi Bid. Stres pada ER, termasuk kerusakan homeostasis calcium ER dan akumulasi kelebihan protein dalam ER, dapat juga menyebabkan apoptosis melalui aktivasi caspace – 12. Caspace ini tidak diaktifkan oleh up
stream caspace 1, enzym kunci yang bertanggung jawab pada aktivasi IL1, juga m
enyebabkan aktivasi executioner caspace dan merubah, paling tidak sebagai ba
gian pemecahan Bid, mengaktifkan jalur apoptotik depeden mitochondria.
Page 19
19 Gambar.5. PCD pada ALS Penyakit Hutington adalah penyakit neurodegeneratif autosomal do
minan dimana terjadi kematian sel tertentu di neostriatum dan korteks. Awitannya biasanya terjadi pada usia 40 atau 50 tahun, dengan kematian sesud
ah 15 sampai 20 tahun sesudah awitan penyakit. Penyakit Hutington biasanya fat
al dan sampai saat ini belum ada pengobatan yang spesifik. Keluhan pada penyak
it ini gangguan gerakan – Hutington chorea, disfungsi kognitif, dan keluhan neuropsikiatri. Penyakit ini disebabkan karena mutasi ekspansi abnormal CAGencoded polyglutamine suatu protein yang disebut huntingtin Friedlander RM,2003 . Neuron pada penderita penyakit Huntington mengandung satu salinan alele huntingtin yang liar ( menghasilkan protein oranye) dan satu kopi alele mutant ( menghasilkan protein oranye dan biru). Kemungkinan sebagai bagian proteolisis normal huntingtin, dan timbul fragmen Nterminal. Akumulasi dan agregasi fragmen mutan N terminal, membentuk inklusi intranuklear neuron
al. Translokasi nuklear mutant Nterminal upregulate transkripsi caspace1. Bila penyakit ini berlanjut, caspace 1 mengaktifkan caspace 3 . Caspace 1 dan caspace 3 memecah huntingtin, menghasilkan Nterminal fragmen dan menyebabkan deplesi huntingtin. Bilamana makin berlanjut, Bid diaktifkan, mele
paskan cyto chrome c.Kemudian aktivasi optosome mengaktifkan caspace 9 dan caspace 3. Aktivasi caspace yang progresif menyebabkan disfungsi neuronal dan kematian sel.
Page 20
20 Gambar.6. Penyakit Huntington Caspace Independent Apoptosis Meskipun caspace telah diketahui sebagai mediator penting pada apotosis, terbukti masih ada suatu pathway yang tidak melibatkan caspace, dan ini yang disebut ”caspace Independent Pathways” yang dipicu oleh keluarga AIF dari mitochondria dan karena pengaruh aktivasi PARP bertranslokasi k
e nukleus dan menimbulkan fragmentasi DNA, diikuti kematian apoptotik. Mitoc
hondria dalam hal ini seakan menjadi ”conductor” dari orkestra yang memaikan ”l
agu kematian” bagi sel Husada J,2004 . Factor mitochondria yang spesifik memegang peran utama baik pada caspace dependent maupun pada caspace independent apoptosis. Jadi cytochrome c, Smac/DIABLO, dan HtrA2/Omi dilepaskan pada w
aktu permulaan apoptosis dan mengontrol aktivasi atau aktivitas caspace. Akan tetapi, Smac/DIABLO dan HrA2 / Omi juga terkait dalam caspace independent apoptosis YakolevAG,Faden IA,2004 . AIF (Apoptosis Inducing Factors) AIF normal terletak diruang intramembran mitochondria dikemuka
n oleh Susin dkk dan berfungsi sebagai oxidoreductase Broker LE, Kruyt FAE, Giacone G,2005 ? seperti peran ganda yang dimiliki cytochrome c, AIF menjadi pem
bunuh sel yang aktif bila dilepaskan ke cytosol? yang kemudian bila bertranslokasi ke cytosol dan nukleus dan kemungkinan bersama endonuclease G , menyebabkan kondensasi
Page 21
21 kromatin perifer dan menyebabkan fragmentasi DNA yang berat molekulnya tinggi (50 kb). Efek letal dari AIF dikontrol oleh antiaptotik heat shock pr
otein 70 yang berinteraksi dengan AIF dan memproteksi terhadap pengaruh apoptotik Broker LE,Kruyt FAE,Giacone G,2005 . Translokasi nukleus AIF memicu kematian sel via apoptosis dengan menempuh berbagai jalur, seperti inhibisi protein kinase, ekspresi berlebihan c Myc, eksposur ceramide dan kemoterapi in vitro.perlu diketahui, translokasi terjadi sesudah deplesi ATP yang menghambat apoptosis dan mempromosikan kematian sel nekrotik. Redistribusi intraseluler AIF berhubungan dengan fragmentasi DNA yang berskala besar dan kondensasi kromatin, yang dapat terjadi didalam sel, meskipun tidak dijumpai adanya Apaf1 atau ca
space 3. Hal ini membuktikan AIF bertanggung jawab pada caspace independent apoptosis. Analisa kinetik menyatakan pelepasan AIF dari mitochondria tidak ada hubungannya dengan cytochrome c dan ini dapat dijelaskan karena perbedaan lokalisasi protein ini didalam mitokondria. AIF mempunyai , oxireductase, aktivitas enzymatik kedua, yang b
erbeda dalam potensial apoptotik.Target seluler AIF sampai saat ini masih sulit difahami, misalnya heat shock protein 70 (Hsp70) secara fisik berinteraksi de
ngan AIF dan menghambat pengaruh apoptotik secara in vitro dan pada sel yang masih utuh. Espresi yang berlebihan dari Bcl­
2 juga menghambat redistribusi AIF. Penelitian terkini ada tikus Harlequin (Hq) menunjukan peran vital AIF pada tetap survivenya neuron pada tikus yang mengalami penuaan. Klein dkk, yang dikutip oleh Yakolev dan Faden mutasi Hq yang disebabkan pengurangan 80% ekspresi AIF ada hubungannya dengan degenerasi progresif pada neuron serebelum dan retina pada tikus yang berusia 3 bulan. Penelitian preliminar yang dikerjakan oleh Yakolev dan Faden, mem buktikan kontras dengan protein Apaf1 dan procaspace3, AIF di u
pregulated pada masa tumbuh kembang pada tikus. Pengamatan ini ’orkestra’ regulasi tumbuh kembang dari Apaf1, caspace3, dan ekspresi AIF yang m
enentukan hubungan peranan mekanisme dependent – caspance dan independent caspace hilangnya sel neuron pada proses maturasi otak dan cidera otak. Endonuclease G Endonuclease G dikenal sebagai nuclease mitochondria yang terkait dengan replikasi DNA? dan ini secara spesisik diaktifkan oleh rangsangan apoptotik, seperti TNFα, antibodi antiFas, dan iradiasi UV dan seperti berbag
ai nuklease lainnya , menginduksi fargmentasi intranucleosomal inti DNA. Be
gitu dilepaskan kedalam cytosol dan mengadakan translokasi ke nukleus, nuklease ini menyebabkan fragmentasi oligonucleosomal DNA meskipun masih dijumpai adanya inhibitor caspace atau tidak dijumpai adanya fragmentasi faktor DNA (DFF40), endonuclease apoptotik lainnya yang diaktifkan oleh caspace3 dan memakan genomik DNA kedalam fragmen oligonucleasomal, DFF40 adalah
Page 22
22 protein 40kDa yang ditranslasi dengan adanya inhibitor DFF45, ya
ng berfungsi sebagai chaperone spesifik dan membentuk heterodimer dengan D
FF40 dalam sel yang sedang mengalmi proliferasi. Tidak seperti endonuclease G, DFF45 dipecah oleh caspace3, melespaskan aktivitas nuclease DFF40 yang mengontrol penghambatan dan pencetusan fragmentasi DNA. Berbeda dengan Li dkk, yang melaporkan adanya DNA laddering yang berasal dari aktivitas endonuclease G, Van Loo dkk, hanya mengamati adanya degradasi DNA. Selanjutnya, bila dibandingkan dengan DFF40, di
butuhkan lebih banyak konsentrasi endonuclease G yang diperlukan untuk degradasi DNA, kemungkinan diperlukan kofaktor lainnya, seperti Dnase1, yang dapat menyebabkan fragmentasi DNA lebih efektif YakolevAG&FadenAI,2004 . Omi/HtrA2 Fungsi katalitik cytochrome diproteksi oleh inhibitor protein apoptosis, yang kemudian dikontrol oleh dua protein mitochondria lainnya, Smac/
DIABLO dan OMI/HtrA2. Dengan cara ini,OMI/HtrA2 berperan didalam kematian sel dependen caspace, tetapi juga dapat berfungsi sebagai efektor protein dalam necrosis Broker LE dkk,2005 .Fungsi OMI sama dengan fungsi Smac/DIABLO, yang mana dapat mengikat IAPs dan mengaktifkan caspace9? selain itu HtrA2 juga dapat menyebabkan apotosis dengan cara caspace – indepedent YakolevAG&FadenAI,2004 . Bila diekspresikan extramitochondrial, dapat menginduksi kematian sel, yang dapat disertai aktivasi caspace atau tanpa dicegah inhibitor caspace. Pengaruh HtrA2/OMI tergantung dari aktivitas protease serine sed
angkan katalitik mutant inaktifnya tidak menyebabkan kematian sel. Smac/DIABLO Smac/DIABLO dapat juga menyebabkan kematian sel secara indep
enden dengan mengadakan ikatan dengan IAPs (inhibitors of apoptosis proteins) Meskipun ekspresi Smac/DIABLO tidak dapat dideteksi pada otak tikus dewasa dalam keadaan normal, Shibata dkk melaporkan pengaruhnya pasc
a fokal iskemia sepintas pada tikus kecil. Hal ini masih belum jelas, bagaimana cara protein mitochondria ini berperan didalam kematian neuronal in vivo, sel S
mac/DIABLO mengalami apoptosois dengan berbagai rangsangan Yakolev AG&Faden AI,2004 . Lysosome Didalam paradigma apoptosisnecrosis, hanya lysosom yang terkait dalam kematian sel nekrotik dan autophagik, dan protease lysosom yang dapat mendegradasi nonspesifik protein didalam lysosom. Pada tahun terachir ini peranan lysosom didalam kematian sel terbukti makin menarik Broker LE,KruytFAE,Giaccone G,2005 . Demikian juga, Junjing Yuan dkk,2003, menyatakan selain autophagi, bertambahnya activitas lysosom per se dan pelepasa yan
g mengandung nitujukan untuk hidrolase lysosom cytoplasmik menginduksi kematian sel.Lysosom mengandung lebih dari 80 enzim hidrolitik, termasuk cathepsins, segolongan besar protease peptida.Bahaya potensial pelepasan lysosom hydrolase, telah dikenal oleh penemunya, De Duva, 1995, yang menyebutnya seba gai ”suicide bag”. Lysosome memegang peranan utama degradasi
Page 23
23 berkesinambungan dan protein yang terkait membran dan komplek protein besar. Fungsi utama dari lysosom sangat kritis untuk sel dan tetap hidupn
ya organisme, dan defisiensi fungsi lysosom ada hubungannya dengan berbagai k
elainan pada manusia, diantaranya lysosomal storage disease, yang ditandai den
gan kematian sel neuron yang masif Yuan J dkk,2003 . Sebaliknya, terganggunya lysosom, yang terjadi karena induksi bahan lysosomotrofik, menyebabkan pelepas
an hydrolase lysosomal, yang sangat toksis.Kematian sel akibat terganggunya lysosomal berbeda dengan apoptosis, dimana pada apoptosis sel masih mempertahankan lysosom sampai akhir peristiwa.Jadi, pemecahan lysosome tidak be
rperan dalam proses kematian canonical apoptosis.Selanjutnya,meskipun hidrolase lysosomal seperti cathepsin B ditujukan untuk mediator baik kematian sel cas
pace dependent dan caspace independent dalam sel yang mengalami transformasi, peranannya pada kematian pada sel primer, termasuk neuron, rupanya hanya sedikit Yuan J dkk,2003 . Rupanya protease lysosomal mencetuskan programmed cell death tidak melalui satu jalur yang spesifik akan tetapi melalui berbagai jalur y
ang mungkin saling tumpang tindih dengan mediator tradisional apoptosis. Ident
itas molekuler dan kepentingan aktivasi jalur caspace –dependent masih belum terkuak dalam beberapa kasus dan sangat bervariasi tergantung dari sel dan stimul
us rangsangan. Kemungkinan, kelak, berbagai jalur molekuler yang dimediasi oleh enzym lysosome akan ditemukan Broker LE,Kruyt FAE,Giaccone G,2005 . Endoplasmic reticulum ER merupakan sensor penting dari stress celluler yang dapat menahan sintesa protein dan metabolisme dan mengembalikan homeostasis s
eluler. Bila ER rusak berat, hal ini dapat mencetuskan PCD melalui respons protei
n yang tidak terlipat atau melalui pelepasan calsium kedalam cytoplasm. Hal ini dapat meng aktifkan caspace 12, melalui translokasi famili Bcl2Bim ke ER. Caspace 12 dalam keadaan inaktif dan terletak dipermukaan cytosolik ER, teta
pi dapat men cetuskan downstream caspace dan apoptosis bila menjadi aktif. Selain akibat aktivasi caspace 12 , stress ER dapat menginduksi permeabilitas membran mitochondria dan menyebabkan terjadi apoptosis klasik dan juga kematian sel jalur mitochondria. Famili protein Bcl2 dan juga pergeseran calcium cyto plasma mengatur hubungan timbal balik –cross talk – antara mitoc
hondria dan ER. Molecular Pathways of Cell Necrosis Nekrosis neuronal sering terjadi pada keadaan patofisiologi yang b
erat, seperti pada hipoksia, iskemia, hipoglikemia, akibat reaktif oksigen metabolisme akibat toksin. Kematian sel nekrosis juga dijumpai pada penyakit neurodegenerative seperti penyakit Alzheimer, Huntington, Parkinson, amyotrophic lateral sclerosis, dan epilepsi. Selanjutnya, tipe autophagik dan cytoplasmik merupakan bentuk alternatif kematian PCD yang normal selama tumbuh kembang. Kontras dengan apoptosis, nekrosis adalah suatu proses pasif akibat suatu cidera dan suatu ke
matian sel yang tidak dapat dihindari karena insult yang berlebihan / ekstrem.Rupa
nya ada pendapat
Page 24
24 baru yang merevisi konsep ini? eksekusikematian nekrotik ini tergantung pada aktivasi dari Ca 2+ dependent proteolysis yang mengerjakan protease dan membentuk berbagai caspace. Selanjutnya, gambaran morfologi dan ultrastruktural yang sama dari sel yang mengalami nekrotik, kemungkinan adanya program eksekusi serupa. Penelitian terkini, pada mekanisme genetika dari degenerasi enam eksitoksik reseptor C.elegans membuktikan peran CLP1 dan TRA3 calpain –like prote
ase dan asparyl protease ASP3 dan ASP4, dua otholog dari cathepsin mamalia. Ternyata overexpresion ASP3 dan 4 dapat menginduksi secara spontan vakuolisasi dan kematian neuron pada bagian ventral mielum.Ekspresi RNAi –
mediated inhibition dari ASP3 dan ASP4 mengakibatkan neuroproteksi. Menurut hipotesa “calpaincathepsin” aktivasi cathepsin terjadi akibat Ca 2+ depedent activation dari calpains.Sesuai dengan hipotesa ini, inhibisi aktivita
s calpain pada cacing oleh zValPheCHO secara nyata mengurangi neuron yang mengala
mi degenerasi.RNAi mediated knockdown dari 17 C.elegans calpain homolog memegan
g peran esensial untuk gene clp1 dan tra3 pada hilangnya neuron, Represi yang simultan kedua gene calpain atau kedua gene cathensin oleh RNAi menyebabkan peningkatan supresi neurodegeneration. Bagaimanapun juga, tidak ada sinergisme yang diamati antara aspartyl protease dan calpain, hal ini kemungkinan membuktikan kontribusi keikutsertaan mereka pada jalur yang sama pada neurodegenerasi C.elegans . Disimpulkan penelitian ini membuktikan berbagai kematian menye
babkan mencetuskan Ca 2+ depedent activation dari calpain dan secara bersamaan meningkatkan aktivitas cathepsin, dan menyebabkan kerusakan sel. Kematian sel baik secara nekrotik maupun apoptotik terjadi pada b
erbagai kelainan neurologi dan neurodegeneratif. Calpain diaktifkan pada berbagai keadaan nekrotik dan apoptotik? sedangkan caspace 3 hanya dijumpai mengaktifkan apoptosis neuronal Wang KKW,2000 . Calpains Calpains mamalia menyusun keluarga besar cysteine protease didal
am sel dan dua golongan dari enzym ini dikenal sebagai µ dan m­
calpain (disebut juga calpain I dan II). Kedua enzym ini membutuhkan Ca 2+ untuk aktifasinya? bila µ calpain menjadi aktif pada konsentrasi mikromolar Ca 2+ pada keadaan in vitro, m calpains aktif memerlukan miilimolar Ca 2+ . Meskipun demikian ditemukan juga sejumlah substrat calpain, diantaranya protein cytoskeletal, resepto
r growth factor, protein transcription dan cellcyclerelated protein, akan tetapi fungs
i calpain ini secara in vivo belum jelas. Calpain berperan dalam regulasi proses regulasi sinyal normal dengan memecah protein cytoskeletal seperti talin dan α actinin, membran protein seperti reseptor growth factor epidermal, intergrin, NCAM, dan cadherin dan enzym seperti protein C kinase dan calmudodulin dependent kinase. Ekspresi calpain pada SSP mamalia dan pengaktifannya oleh Ca 2+ , merupkan indikasi bahwa protease ini juga ikut terlibat dalam neurodegenerasi. Aktivasi calpain berperan pula pada kematian sel neuronal pada cidera otak iskemi
k, cidera kepala
Page 25
25 dan penyakit Alzheimer.Meskipun pada umumnya calpain terlibat dalam berbagai bentuk kematian nekrosis, akan tetapi calpain juga diaktifkan pada beberapa sistem apoptosis W KKW,2000 . Sedangkan inhibitor calpain memperlihatkan adanya pengaruh neuroprotektif pada model binatang yang dibuat dalam k
eadaan iskemia dan cidera otak traumatik, dimana inhibitor calpain dapat memprot
eksi kematian sel yang terjadi secara nekrotik. Wang KKW,2000?Yakolev et al,2004 . Cathepsins Seperti calpains, cathepsins juga termasuk dalam superfamily papain protease cysteine. Mereka disentesa sebagai prekusor inaktif dan m
engalami akti vasi proteolitik.Cathepsin dijumpai terutama pada lysosome, akan tetapi juga dijumpai di inti sel dan cytosol. Lysosome neuronal paling tidak mengandung cathepsin B, D, dan L? aktivitet dari enzym ini berpengaruh pada ci
dera neuronal , sedangkan inhibitor cathepsin seperti CA074 dan E64c telah terbukti dapat menghambat kematian neuronal. Aktivitet cytosolic dari cathepsi D bertambah secara signifikan pad
a otak bayi usia 2 sampai 6 bulan., dan pada usia 36 bula terlihat dua kali lipat pada fraksi aktifitet lisosomal / mitokondria. Yakolev dan Faden, pada laporan pendahuluannya, menyebutkan sebaliknya, kontras terhadap gene p
roapoptotik, seperti procaspace 3 dan Apaf1, mcalpain protein expression di upregulated selama tumbuh kembang otak tikus.Sehingga dapat disimpulkan mekanisme regulasi yang mengontrol ekspresi gene apoptotik dan nekrotik selama tumbuh kembang rupanya menentukan perbedaan tipe kematian neuronal a
kibat cidera. Kerjasama Program Kematian Sel Seperti telah dibahas, deskripsi morfologis apoptosis dan nekrosis tidak menggambarkan semua variasi dari kematian sel. Berbagai contoh adanya gambaran biokimiawi dan morfologi dapat dijumpai adanya lebih dari satu macam programmed cell death dijumpai pada sel yang sama dan in
hibisi salah satu bentuk kematian sel dapat menyebabkan dominasi bentuk kem
atian lainnya. Percobaan eksperimental menyokong adanya spektrum program ke
matian didalam sel.Misalnya, antimycin A, suatu racun metabolik mempes
uatu kematian ngaruhi mitochondrial respiratory chain complex III, meng­
induksi suatu kematian sel yang berbagi sifat dinamik, molekuler, dan morfologis pada apoptosis dan nekrosis, dan ini disebut sebagai aponekrosis. Inhibi
si caspace 3 menyebabkan pergeseran dari bentuk aponekrosis ke nekrosis, dan dosis tinggi antimycin A menginduksi nekrosis. Analisa simpanan energi seluler memperlihatkan kadar ATP merupakan determinan primer yang mengatur kematian sel secara aktif (apoptosis), aponekrosis, atau nekrosis. H
al ini dan data terakhir mengindikasikan bahwa apoptosis dan nekrosis tidak perlu disebabkan dua jalur independen, tetapi mungkin berbagi rata pada beberapa k
ejadian, paling tidak yang berkaitan dengan jalur transduksi sinyal dan fase awal proses kematian sel. Hal ini konsisten dengan pengamatan bahwa gene antiapoptik, seperti bcl­
2, dapat menghambat baik, kematian sel apoptotik dan nekrotik.
Page 26
26 Selanjutnya, makin jelas berbagai kematian sel berbagi jalur dalam proses eksekusi. Misalnya, data terkini menunjukkan adanya cross­
talk antara calpain dan caspaces . Jadi, mcalpain dapat memecah dan mengaktifkan pr
ocaspace12, menyebabkan kaskade caspace. Selain itu, calpain bertanggung jawab untuk pemecahan loop region dalam BclxL, yang merubah molekul antiapoptotik menjadi proapoptotik. Implikasi Kematian Sel Neuron pada Perkembangan Terapi Neuroprotektif Adanya berbagai bukti jalur kematian sel yang multipel dimana terjadi berbagai mekanisme yang saling tumpang tindih, dikombinasikan dengan pengamatan bahwa inhibisi salah satu jalur kematian dapat menyeb
abkan makin bertambahnya jalur kematian sel lainnya, kemungkinan strategi terapi juga mengarah keberbagai mekanisme. Secara tradisional terapi neuroproteksi difokuskan pada salah satu reseptor atau faktor yang mrenyebabka
n cidera, dan terutama ditujukan untuk mengurangi kematian sel nekrotik. Karena nekrosis adalah suatu peristiwa awal, dan hampir tidak mu
ngkin mengobati penderita sampai beberapa jam pasca cidera akut, strate
gi diatas sering tidak efektif dan banyak terapi yang berdasarkan neuroprotektif mengalami kegagalan pada stroke maupun cidera kepala. Alternatifnya, berbag
ai penelitian eksperimental terkini ditekankan pada untuk memodulasi caspacemediated apoptosis. Penelitian semacam ini dirasakan lebih konseptual, karena apoptosis merupakan suatu peristiwa yang tertunda, dan penggunaan inhibitor caspace terbukti efektif dalam stroke percobaan, cidera kepala dan cidera m
ielum. Akan tetapi, bagiamanapun juga pendekatan ini juga mempunyai beberapa permasalahan. Pertama, adanya bukti bahwa penghambatan inhibit
ion apoptosis dapat mempercepat kematian sel secara nekrotik.Kedua, ke­
efektifan peptide caspace inhibitors dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk mengurangi kematian sel secara nekrotik, kemungkinan dimediasi oleh calpain Pengamatan ini menyatakan bahwa pendekatan neuroprotektif yang optimal harus dilakukan dengan mengupayakan terapi kombinasi y
ang ditujukan pada jalur kematian sel yang multipel atau menggunakan senyawa tunggal yang dapat menghambat lebih dari satu mekanisme kematian sel (multipotential agents ) . Yakolev dan Fiden, memperlihatkan pada model kultur sel dari kematian sel neuronal akibat cidera, suatu kombinasi terapi antagonist NMDA dan suatu inhibitor caspace mempunyai efek neuroprotektif aditif, dan paling tidak sinergis. Bahan prototipik multipoten seperti thyrotropinreleasing hormone (TRH), dimana TRH berfungsi sebagai antogonis yang fisiologis untuk opi
od endogen, peptidyl leukotrine dan plateletactivating factor, yang kesemuanny
a mempunyai implikasi pada cidera jaringan sekunder, dan juga dapat memperba
iki aliran darah otak, keadaan bioenergetik seluler dan homeostatis ionik. TRH sec
ara substansial mempunyai aksi neuroprotektif pada model cidera otak dan mielum dan juga terbukti keefektifannya pada cidera mielum pada manusia. Selama kurang waktu akhir akhir ini, sejumlah bahan neuroprotekti
f telah dievaluasi dan ternyata mempunyai multipoten. Dexanabiol (HU211), suatu
Page 27
27 antogonis NMDA yang juga merupakan antioksidan dan antiTNF? mempunyai suatu bahan neuroprotektif pada binatang coba stroke dan cidera ot
ak. AM36 beraksi sebagai penghambat kanal sodium – sodium channel blocker, antagonis NMDA dan free radical scavenger. Telah memp
erlihatkan efek neuroprotektif in vivo dan in vitro, dan juga mempunyai pengaruh antiapoptosis. 35b suatu cyclized dipeptida, sesuatu metabolik produk yang terkait dengan TRH, dapat memblokade baik apoptosis (cascade dependent) dan kematian sel nekrotik pada kultur primer sel neuron dan memperlihatkan aksi neuroprotektif pasca cidera otak pada tikus. Sebagaimana mekanisme kematian sel noncaspace dependen telah didefinisikan, berbagai terapi kombinasi atau terapi multipoten lainnya dapat dikembangkan? karena jalur kematian yang berbagai macam­
multipel ini, mungkin mempunyai upstream initiator yang sama, atau berbagi d
alam kaskade transduksi sinyalnya, pengembanganpengobatan baru hendaknya ditujukan kepada sasaran yang sering terjadi, sasaran umum, yang ditujukan baik untuk gangguan neurodegeneratif akut maupun yang menahun. Kesimpulan Telah dibahas berbagai peristiwa kematian sel neuronal diotak, di
mana pa da dasarnya dapat terjadi kematian sel secara nekrotik maupun sec
ara apototik: baik caspace dependence maupum caspace independent dan pengetahuan dan penelitian mengenai mekanisme kematian sel ini, membuka cakrawala baru didalam penemuan bahan neuroprotektif yang sampai saat ini belum ada yang ideal. Meskipun hal baru ini, masih sekedar wancana dinegeri kita, kiranya pengetahuan secara teoritis perlu diketahui dan lebih diperdalam terutama oleh para neurosaintis muda mendatang.Semoga! Daftar Kepustakaan 1. Broker LE,Kruyt FAE,Giaccone G,2005, Cell Death Independent o
f Caspases: A Review,www.aacrjournals.or? Clin Cancer Res 2005?11(9), May 2005 2. Fink SL,Cookson BT,2005,Apoptosis,Pyroptosis, and Necrosis: Mechanistic Description of Dead Dying Eukaryotic Cells,Infection and Immunity,Apr 2005, vol.73,No.419071916 3. Israels LG,Israels ED,1999,Apoptosis, The Oncologist 1999:4:33
2339 4. Friendlander RM,2003,Apoptosis and Caspaces in Neurodegenerat
ive Disease, N.Engl J.Med.www NEJM.org April 3,2003 5. Dickson DW, Apoptotic mechanisme in Alzheimer neurofibrikkary degeneration: cause or effect?,http//www jci.org. vol.114,no 1 July 2004 6. Guegan C,Przedborski S, Programmed cell death in amyotrophic lateral sclerosis.J.Clin.Invest.111:153­
161(2003).doi:10.1172/JCI200317610. 7. YuanJ,Lipinski M,Degterev A,2003, Diversity in the Mechanisms o
f Neuronal Cell Death, Neuron,40,401413,Ofctober 9,2003
Page 28
28 8. Yakolev AG,Faden AL,2004, Mechanisms of Neuronal Cell Death: Complications for Development of Neuroprotective Treatment Strategies, NeuroRx,1?1?516, 2004 9. Sperindo S et al,2000, an alternative,nonapoptotic form of progra
mmed cell death,PNAS December,19,200,vol.97.no.2 10. Husada J,2004, Acute Ischemic Stroke Role of Neuropeptides in Neuroprotection,1314 Maret 2004,PKB 2004, “Stroke in Depth”. 11. Sugawara T el al,2004,neuronal Death/Survival Signaling Pathways in Cerebral Ischemia, NeuroRx,Vol1,1725,January 2004 12. Broker LE et al, Cell Death Independent of Caspaces: A Review,www.aacrjournals.org,Clin Cancer Res 2005?11(9)May 1,
2005. 13. Niquet J,Wasterlain G,2004, Bim,Bad, and Bax: a deadly combination in epileptic seizures, http://www.jci.org.Vol.113,No.7,April 2004,96
0962. 14. Wang KKW, Calpaian and caspace:can you tell the difference? TENS,vol.21,no.1,2000.
Download