PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA PERIKLANAN

advertisement
PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA PERIKLANAN TERHADAP
PENYAMPAIAN INFORMASI IKLAN YANG MENYESATKAN
Oleh
Liya Sukma Muliya
ABSTRACT
Consumers frequently use advertisement as a medium to dig information looking for goods or services
that fit to their needs and purchasing power. Currently consumers shall be careful on information that
they gather from advertisement because there still found a lot of dishonest producers and tend to use
consumers just as an object. In the absence of advertisement law to regulate advertising activities, so
that practical guide for producers still not take place. In this research, the problem that will discuss is
how the advertising producers liability upon giving misleading information. The research method use
normative juridical approach with analytical descriptive specification.
Keywords: Liability, Advertising Producers, Mislead Information
Pendahuluan
Iklan merupakan salah satu sarana
pemasaran
yanag
sangat
banyak
dipergunakan oleh pelaku usaha untuk
memperkenalkan aneka produk yang
dihasilkannya kepada konsumen,1 serta
untuk meningkatkan kesadaran konsumen
terhadap aneka produk yang dihasilkan.
Oleh karena itu , tidaklah mengherankan
apabila dari tahun ke tahun budget yang
dilekuarkan oleh pelaku usaha untuk iklan
semakin bertambah besar jumlahnya,
misalnya lebih dari US$ 270 miliar dolar
Amerika telah dikeluarkan oleh pelaku
usaha diseluruh penjuru dunia untuk
beriklan seperti di beberapa perusahaan
besar di Amerika telah menginvestasikan
lebih dari 1 miliar setahun unruk periklanan
domestik, diantaranya General Motors
menghabiskan US$ 2,4 miliar, Philip Morris
menghabiskan US$ 2,3 miliar.
Di Indonesia sendiri, peningkatan bisnis
periklanan mulai nampak dari jumlah
belanja iklan pada 10 tahun terakhir. Kalau
pada periode 2002-2003 pendapatan iklan
nasional naik 24 persen dari Rp 13,4 triliun
menjadi Rp 16,7 triliun,maka pada tahun
2004 melonjak menjadi Rp 20 triliun.2
Peningkatan bisnis periklanan tersebut,
tidak terlepas dari masih besarnya potensi
pasar di Indonesia yang belum digarap
secara serius oleh para pelaku usaha dengan
mempertimbangkan
jumlah
penduduk
Indonesia yang cukup besar, serta
peningkatan pendapatan keluarga sebagai
dampak kemajuan dibidang ekonomi.
Setiap pelaku usaha pasti mengharapkan
agar iklannya menibulkan efek tertentu
kepada konsumen yang dituju, tujuan ini
menjadikan tujuan komunikasi dari iklan,
keinginan pelaku usaha untuk beriklan,
1
Dedi Heryanto, Perlindungan Hukum Bagi
konsumen Terhadap Iklan Yang Menyesatkan, Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 1
2
B&B Majalah Periklanan Marketing dan
komunikasi, Vol III no 20, Januari 20005.hlm 17
70
didukung juga oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang
semakin canggih, terutama dibidang
teknologi komunikasi, grafika, dan fotografi,
sehingga penayangan iklan melalui media
elektronik
(misalnya
televisi,
radio,
internet),
maupun
melalui
media
nonelektronik
(misalnya majalah, surat
kabar, billboard) tampilannya akan semakin
menarik, serta daya jangkaunya akan
semakin luas dan dapat meng-cover setiap
tingkatan usia.3
Sebelum
melaksanakan
transaksi
pembelian suatu produk, konsumen kerap
kali menjadikan iklan sebagai media unruk
menggali informasi guna mencari barang
atau jasa sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daya beli yang dimilikinya.
Berbagai
informasi
yang
diperolehnya,melalui
iklan
tersebut
konsumen akan digiring untuk menetapkan
pilihan serta melaksanakan transaksi
pembelian. Besar pengharapan konsumen
agar produk yang telah dibelinya akan
memiliki kualitas, kemampuan, dan f
asilitas, seperti yang telah diinformasikan
pelaku usaha melalui iklan.
Pengharapan
konsumen
tersebut
merupakan hal yang sangat wajar,
mengingat dalam proses transaksi pembelian
tersebut, konsumen telah memberikan
konpensasi dana, waktu, tenaga dan pikiran,
agar tidak terjebak dalam memberikan
keputusan yang salah dan berpotensi
menimbulkan
kerugian.4
Tetapi
kelihatannya, saat ini konsumen semakin
harus berhati-hati dalam mencermati
informasi yang disampaikan melalui iklan,
karena masih saja ditemukan pelaku usaha
yang tidak jujur dan cenderung menjadikan
konsumen hanya sebagai objek.5
Terdapat beberapa hal yang melatar
belakangi perilaku pelaku usaha yang tidak
jujur dan menyesatkan konsumen, yaitu
ketiadaan undang-undang periklanan,budaya
hukum konsumen periklanan yang tidak
mendukung, persaingan yang tidak sehat
dalam beriklan,tidak adanya sanksi yang
tegas
terhadap
pelanggar,kurangnya
kordinasi antar instansi yang terkait serta
tidak berjalannya fungsi pengawasan.
Masalahnya adalah pertanggung jawaban
pelaku usaha periklanan terhadap informasi
yang menyesatkan
3
5
Dedi Harianto,Op Cit. Hlm 4
Sidarta, Hukum Perlindungan konsumen Indonesia,
Jakarta: Grasindo, 2000, hlm 50-51
4
PEMBAHASAN
Iklan adalah segala bentuk promosi yang
ditujukan untuk memperbesar penjualan
barang dan jasa dari pemberi pesan kepada
masyarakat dengan mempergunakan media
yang dibayar berdasarkan tarif tertentu.6
Tampak dari pengertian ikilan ini, aspek
peningkatan penjualan barang dan /jasa
menjadi tujuan utama pelaku usaha untuk
beriklan, sehingga pelaku usaha berupaya
seoptimal mungkin memanfaatkan media
iklan untuk menggali sisi konsumsi
konsumen dengan berbagai barang atau jasa
yang belum tentu jelas manfaatnya bagi
konsumen.
Iklan bukan hanya sebagai sarana bagi
kepentingan
pelaku
usaha
untuk
memasarkan produk tetapi didalamnya juga
terdapat kepentingan konsumen untuk
memperoleh informasi secara jujur, objektif,
dan tidak menyesatkan, sehingga konsumen
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2003, hlm, 143
6
Dedi Herianto, Op.Cit. hlm. 97
71
dapat mempergunakan sumber dananya
yang terbatas secara optimal.Oleh karena
itu, penyesatan informasi melalui iklan yang
dilakukan pelaku usaha periklanan dapat
menimbulkan kerugian kepada konsumen,
secara
menghilangkan
kepercayaan
konsumen kepada pelaku usaha dalam
jangka panjang.
Iklan berpotensi menimbulkan kerugian
kepada
konsumen,
maka
harus
dipertimbangkan kemungkinan terdapatnya
peluang untuk meminta pertanggung
jawaban para pihak yang terlibat dalam
kegiatan periklanan, terutama pelanggaranpelanggaran terhadap ketentuan yang
terdapat dalan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
(UUPK), peraturan pemerintah, serta
berbagai
peraturan
yang
bersifat
administratif,
misalnya
dalam
surat
keputusan menteri kesehatan, maupun
BPOM. Secara garis besar pertanggung
jawaban itu sendiri muncul terkait dengan 2
hal yaitu informasi produk yang disajikan
melalui iklan tidak sesuai dengan kenyataan,
menyangkut
kreativitas
perusahaan
periklanan dan/atau media periklanan
ternyata bertentangan dengan asas-asas etik
periklanan.
Mengenai muatan informasi produk,
tentu pihak yang paling bertanggung jawab
adalah pengiklan sebagai pihak penghasil
barang dan /atau jasa. Sedangkan yang
menyangkut
daya
kreativitas
dalam
pembuatan iklan, tentu merupakan tanggung
jawab perusahaan periklanan dan media
iklan, karena berdasarkan daya imajinasi
mereka iklan dapat tampil lebih memikat
dan
mampu
mengundang
perhatian
7
konsumen.
Berdasarkan Pasal 1 angka (4) Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan bahwa Iklan Pangan
adalah :
“setiap keterangan atau pernyataan
mengenai pangan dalam bentuk gambar,
tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan
dengan berbagai cara untuk pemasaran
dan/atau perdagangan pangan”.
Dalam pengertian yang diatur dalam
Pasal 1 angka (4) PP Nomor 69 Tahun 1999
tentang Label dan Iklan Pangan ini
menekankan aspek penyebaran/peberian
informasi produk kepada konsumen,
sehingga iklan bukan hanya semata menjadi
sarana promosi untuk meningkatkan
penjualan tetapi dapat juga diandalkan oleh
konsumen untuk memperoleh informasi
suatu produk yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen.
Beberapa pihak yang terlibat dalam
kegiatan periklanan dalam menjalankan
fungsinya masing-masing antara lain :
Pengiklan, yaitu badan usaha yang memesan
iklan dan membayar biaya pembuatannya
untuk
promosi/pemasaran
produknya
dengan menyampaikan pesan-pesan dan
berbagai informasi lainnya tentang produk
tersebut kepada perusahaan iklan, perusahan
iklan yaitu perusahaan atau biro iklan yang
merancang, membuat atau menciptakan
iklan berdasarkan pesan atau informasi yang
disampaikan pengiklan kepadanya, media
periklanan, yaitu media non elektronik
(koran, majalah) atau media elektronik
(radio, televisi) yang digunakan untuk
Yusuf Shofie, “Sistem Tanggung Jawab Dalam
Periklanan”, Hukum dan Pembangunan, no 2 Tahun
XXVI, April 1996, hlm. 142.
7
72
menyiarkan dan/atau menayangkan iklaniklan terentu.
Pada proses pembuatan iklan, sumber
informasi utama berasal dari pengiklan
sebagai penghasil produk yang akan
diiklankan.
Dalam
upayanya
untuk
memperkenalkan produk kepada konsumen,
pengiklan dapat melakukan beberapa upaya,
salah satu diantaranya adalah pengiklan
akan menghubungi perusahaan periklanan
untuk menungkan berbagai informasi
produk tersebut dalam suatu konsep iklan
yang dapat menarik perhatian konsumen,
sekaligus dapat memenuhi keingintahuan
konsumen terhadap informasi produk yang
diiklankan. Dalam tarap ini, tarjadi
pembauran dua fungsi periklanan, yaitu
fungsi informatif dan fungsi persuasif. 8
Pengiklan bertanggung jawab terhadap
kandungan informasi yang terdapat dalam
iklan, sedangkan perusahaan periklanan
bertanggung
jawan
terhadap
unsur
9
persuasinya.
Pembuatan iklan dibutuhkan suatu
proses yang cukup panjang, memperhatikan
proses pembuatan sebuah iklan, maka akan
terlihat bahwa perusahaan periklanan dalam
menjalankan kegiatannya terikat oleh
hubungan tertentu dalam sebuah kontrak
keagenan. Hubungan ini merupakan salah
satu bentuk hubungan hukum sebagaimana
diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata
mengenai perjanjian untuk melakukan
sementara jasa-jasa.
K. Bertens, “Etika dan Periklanan, Sebuah Topik
Etika Bisnis”, Majalah Ilmiah Atma Jaya Thn VI No
2. (Jakarta Universitas Katolik Indonesia) Agustus
1993, hlm. 67
9
Somartono,
Terperangkap
dalam
Iklan:
Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi, Bandung:
Alfabeta, 2002, hlm 64
8
Pada umumnya, dalam kontrak keagenan
diantara kedua belah pihak diatur hak dan
kewajiban
para
pihak,
serta
pertanggungjawaban atas hasil karya yang
dihasilkan oleh perusahaan periklanan
tersebut dengan pengiklan.
Hak
dan
kewajiban
perusahaan
periklanan,
hak perusahaan periklanan
adalah melaksanakan tugas-tugas sesuai
petunjuk
yang
diberikan
pengiklan,
menerima upah sesuai dengan yang
diperjanjikan setelah menyelesaikan tugastugas yang diberikan pengiklan, meminta
dan menerima ganti kerugian atas kerugian
yang diderita perusahaan periklanan apabila
diperjanjikan kedua belah pihak. Kewajiban
perusahaan periklanan adalah kepatuhan,
perusahaan periklanan harus mematuhi
perintah dan petunjuk
perusahaan
periklanan,
Pelaksanaan
pribadi,
perusahaan
periklanan tidak dapat mendelegasikan
kewajibannya secara sah kepada pihak lain,
kehati-hatian dan keahlian, perusahaan
periklanan
dalam
melaksanakan
pekerjaannya harus dilakukan dengan
tingkat ketelitian dan keahlian secara
profesional, kewajiban dan itikad baik,
perusahaan
periklanan
harus
dapat
mencegah terjadinya konflik kepentingan
perusahaan dengan kepentingan pengiklan.
Hak dan kewajiban pengiklan, hak
pengiklan adalah memberikan perintah dan
petunjuk dalam melaksanakan pekerjaan,
melarang
perusahaan
periklanan
mengalihkan tugas-tugas yang diberikan
kepada pihak lain, guna menghindarkan
terjadinya ketidaksesuaian hasil pekerjaan
dengan petunjuk pengiklan, juga untuk
mencegah kemungkinan tuntutan konsumen,
meminta laporan dan perhitungan biaya-
73
biaya yang timbul dalam melaksanakan
pekerjaan, meminta pertanggungjawaban
perusahaan periklanan atas pemberian tugas
dan kewenangan tersebut.
Kewajiban pengiklan adalah membayar
upah, pengiklan harus membayar sejumlah
uang yang besarnya sesuai dengan
kesepakatan bersama di antara kedua belah
pihak, membayar ganti rugi, pengiklan harus
membayar ganti rugi kepada perusahaan
periklanan untuk semua biaya yang layak
dan timbul secara sah dalam pelaksanaan
pekerjaan. Dengan dirumuskannya hak dan
kewajiban para pihak dalam suatu kontrak
keagenan, maka akan sangat mempermudah
masing-masing pihak untuk mengawasi
realisasi kesepakatan yang telah dijanjikan,
serta untuk kepentingan pembuktian apabila
salah satu pihak melakukan wanprestasi
terhadap isi kontrak , dari sisi konsumen
kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak sangat membatu untuk
menentukan siapa pihak yang paling
bertanggung jawab terhadap informasi yang
terdapat dalam iklan yaitu dengan melihat
siapa pihak-pihak yang bertandatangan
dalam kontrak keagenan tersebut.
Melahirkan suatu iklan, dibutuhkan
peran serta beberapa pihak, mulai dari
pengiklan, perusahaan periklanan, dan
media massa, dimana masing-masing pihak
dapat memberikan kontribusinya dalam
proses pembuatan sampai penayangan iklan
di media massa.Dalam kegiatan periklanan,
ketiadaan undang-undang khusus periklanan
yang seharusnya dapat dijadikan pedoman
tidak kunjung terwujud, sehingga persoalan
penentuan tanggung jawab ini harus
dilakukan
kasus-perkasus,
tergantung
kepada peran masing-masing pihak dalam
proses pembuatan dan pemasangan iklan
tersebut.
Pertanggung jawaban pelaku usaha
periklanan dapat dilihat pada produsen,
apabila sebuah iklan yang ditayangkan atas
permintaan produsen baik itu bentuknya
maupun yang menyangkut tentang isinya,
sehingga biro iklan dan media yang
mengiklankannya hanya bersifat pasif dalam
arti bahwa mereka hanya membuat secara
utuh sesuai dengan permintaan produsen,
maka dalam hal ini yang bertanggung jawab
secara penuh adalah produsen yang
bersangkutan.Pada biro Iklan, dalam hal ini
produsen media iklan bersifat pasif, sedang
biro iklan yang mendesain bentuk termasuk
isinya, maka yang bertanggung jawab
adalah biro Iklan yang bersangkutan.Pada
media iklan, apabila dalam mengiklankan
suatu produk produsen dan biro iklan telah
menetapkan bentuk dan isi iklan, akan tetapi
dalam penayangannya terjadi perubahan,
dimana setelah ditayangkan berbeda dengan
yang sebenarnya, maka yang bertanggung
jawab
adalah
media
iklan
yang
bersangkutan.
Pertanggung jawaban para pihak
ditentukan berdasarkan peran aktif para
pihak sebagai sumber informasi dalam
proses pembuatan iklan tersebut. Apabila
sumber informasi berasal dari pengiklan
sebagai penghasil produk, maka tanggung
jawab akan dibebankan kepada pengiklan
atas pernyesatan informasi tersebut.
Pertanggung jawaban para pihak
ditentukan berdasarkan peran aktif sebagai
sumber informasi dalam proses pembuatan
iklan tersebut. Apabila sumber informasi
berasal dari pengiklan sebagai penghasil
produk,maka
tanggung
jawab
akan
dibebankan
kepada
pengiklan
atas
74
penyesatan informasi iklan tersebut.
Sedangkan apabila sumber informasi berasal
dari perusahaan periklanan dan dibuat tanpa
sepengetahuan atau persetujuan pengiklan,
maka tanggung jawab terhadap informasi
iklan yang menyesatkan tersebut dibebankan
kepada perusahaan periklanan. Selain itu,
apabila sumber informasi yang dimuat
dalam iklan berbeda dengan informasi
aslinya akibat kesalahan media iklan, maka
tanggung
jawab
terhadap
informasi
menyesatkan tersebut berada di pihak media
iklan.
Melihat
keberagaman
pengaturan
kegiatan
periklanan
tersebut,
maka
pertanggung
jawaban
pelaku
usaha
periklanan dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bentuk pertanggung jawaban, yaitu
pertanggungan jawaban secara perdata,
pidana, dan administrasi negara, sesuai
dengan jenis pelanggaran dan pasal-pasal
yang dituduhkan kepada pelaku usaha
periklanan.
Pertanggung jawaban secara perdata
dapat muncul didasarkan pertanggung
jawaban kontraktual, pertanggung jawaban
produk,
serta
pertanggung
jawaban
profesional. Pemanfaatan ketiga bentuk
pertanggung jawaban tersebut disesuaikan
dengan pihak yang akan dimintakan
pertanggung jawabannya serta melihat
ketersedian kontrak sebagai dasar pengajuan
tuntutan.
Pertanggung
jawaban
kontraktual
merupakan pertanggung jawaban perdata
atas dasar perjanjian/kontrak dari pelaku
usahan (baik barang maupun jasa) atas
kerugian yang dialami konsumen akibat
mengkonsumsi barang yang dihasilkannya
atau
memanfaatkan
jasa
yang
diberikannya.10 Dengan demikian, ciri khas
dari pertanggung jawaban kontraktual ini
adalah terdapat hubungan kontraktual dalam
bentuk perjanjian/kontrak sebagai landasan
hukum yang mengatur hubungan pelaku
usaha dengan konsumen.
Sebagaimana dikemukakan oleh AZ
Nasution, yang menilai bahwa iklan atau
periklanan sangat erat kaitannya dengan
kegiatan penawaran barang dan/atau jasa
untuk dijual atau digunakan oleh konsumen.
Dalam pesan iklan barang dan/atau jasa,
tidak jarang secara tegas dinyatakan janji
akan memberikan suatu hadiah beruapa
barang atau jasa lain. Pernyataan-pernyataan
yang dibuat dalam bentuk iklan ini tentu saja
dibuat dengan sengaja dan mempunyai
tujuan
tertentu.
Perbuatan-perbuatan
penawaran untuk menjual barang dan/atau
jasa yang merupakan pernyataan kehendak,
dan syarat yang dikaitkan pada penawaran
tersebut, termasuk kegiatan perdata yang
merupakan objek pengaturan tentang
perikatan khususnya perikatan yang timbul
dari perjanjian.Perbuatan menyampaikan
pernyataan-pernyataan
yang
tidak
benar,menyesatkan, dan menipu konsumen
melalui media iklan telah menimbulkan
kecacatan terhadap unsur kesepakatan
sebagai salah satu syarat sahnya suatu
perjanjian. Sebagaimana diatur dalam Pasal
1320, Pasal 1321, Pasal 1328, dan Pasal
1338 KUHPerdata. Ketentuan-ketentuan
sebagaimana termuat dalam Pasal-Pasal
KUHPerdata tersebut, kiranya dapat
10
Johanes Gunawan, Hukum Perlindungan
Konsumen Indonesia dan Perdagangan Bebas.
Kumpulan tulisan dalam Aspek Hukum
dari
Perdagangan Bebas: Menelaah kesiapan Hukum
Indonesia dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas,
Bandung: Universitas Parahyangan dan Citra Aditya
Bakti 2003, hlm. 116
75
dijadikan sebagai dasar hukum dalam
memberikan
perlindungan
terhadap
konsumen
periklanan,
yaitu
dengan
menjadikan perbuatan penyesatan informasi
iklan sebagai tindakan yang dapat
menimbulkan kecacatan terhadap unsur
kesepakatan terkait sahnya suatu perjanjian.
Peluang yang diberikan KUHPerdata
untuk meminta pembatalan perjanjian yang
mengandung cacat kehendak tentu dirasakan
belum cukup mengingat konsumen tentu
sedikit banyaknya telah mengalami kerugian
akibat penyesatan yang dilakukan pelaku
usaha. Oleh karena itu, tindakan penyesatan
informasi iklan dapat dijadikan sebagai
dasar untuk menuntut pertanggung jawaban
pengiklan, perusahaan periklanan, maupun
media
iklan,
berdasarkan
adanya
wanprestasi (ingkar Janji) atau perbuatan
melawan hukum, berkaitan dengan suatu
gugatan ganti-rugi dalam periklanan.
Mengenai kemungkinan bagi konsumen
untuk mengajukan gugatan ganti rugi
berkaitan dengan penyesatan informasi
iklan, bahwa informasi yang diperoleh
konsumen melalui brosur dapat jadi alat
bukti yang dipertimbangkan oleh hakim
dalam
gugatan
konsumen
terhadap
produsen. Bahkan, tindakan produsen
berupa penyampaian informasi melalui
brosur-brosur secara tidak benar yang
merugikan konsumen, dapat dikatagorikan
sebagai wanprestasi karena brosur dianggap
sebagai penawaran dan janji-janji yang
bersifat perjanjian, sehingga isi brosur
dianggap perjanjian dalam ikatan jual beli,
meskipun tidak dinyatakan dengan tegas.11
Tindakan pelaku usaha yang menyimpang
dari janji-janji dalam brosur dapat dianggap
sebagai perbuatan cidera janji (wanfrestasi)
pelaku usaha. Sehingga konsumen dapat
mengajukan gugatan terhadap para pihak
dalam
kegiatan
periklanan
dengan
mempergunakan
mekanisme
gugatan
wanprestasi.
Agnes M. Toar mengertikan tanggung
jawab produk sebagi tanggung jawab para
produsen untuk produk yang dibawanya ke
dalam peredaran, yang menimbulkan atau
menyebabkan kerugian karena cacat yang
melekat pada produk tersebut.12
Johanes
Gunawan,
mendifinisikan
tanggung jawab produk sebagai pertanggung
jawaban perdata dari produsen barang (dapat
pihak lain dalam mata rantai distribusi)
untuk mengganti kerugian kepada pihak
tertentu (dapat pembeli,pemakai, atau
bahkan pihak ketiga) atas kerusakan benda,
cedera dan/atau kematian sebagai akibat
menggunakan produk yang dihasilkan oleh
produsen.13 Tanggung jawab produk ini
timbul dikarenakan kerugian yang dialami
konsumen sebagai akibat dari produk yang
cacat karena kekurangcermatan, dalam
memproduksi, tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan /jaminan, atau kesalahan yang
dilakukan pelaku usaha.
Tanggung jawab produk pada awalnya
diterapkan bagi cacat produk yang
disebabkan karena adnya kesalahan dalam
proses produksi. Konsumen dalam hal ini,
cukup hanya membuktikan bahwa pruk yang
dikonsumsinya
memang
cacat
dan
mengakibatkan
kerugian
baginya.
Sedangkan ada tidaknya kelalaian atau
kesalahn dalam proses produksi barang
dan/atau jasa menjadi tanggung jawab
11
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum
Perlindungan Konsumen, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, Jakarta,2004, hlm 56
12
13
Sidarta, Op.Cit, hlm. 65
Johanes Gunawan, Op.Cit, hlm. 122
76
pelaku
usaha
untuk
membuktikan.
(membuktian terbalik). Pembuktian dari hal
tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 8
ayat (1) UUPK yang telah menetapkan
kegiatan produksi bersambungan dengan
kegiatan perdagangan sebagai berikut:
“Pelaku usaha dilarang memproduksi
dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan
janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan,iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut”.
Terdapatnya lembaga pertanggung jawaban
produk, maka kesulitan konsumen ketiadaan
kontrak dapat teratasi. Kesepakatan atas
kondisi
produk,harga,kualitas
dan
sebagainya, terbentuk berdasarkan informasi
produk yang diterima oleh konsumrn
melalui media televisi,redio,tanpa terdapat
bukti-bukti tertulis.Pemberian informasi
iklan yang menyesatkan maka pelaku usaha
periklanan adalah pihak yang paling tahu
keakuratan informasi yang disampaikannya
dalam iklan, khususnya pihak pengiklan
sebagai produsen penghasil produk.
Oleh karena itu dalam UUPK dianut
asas
pebuktian
terbalik
dengan
menempatkan pelaku usaha (khususnya
pelaku periklanan) sebagai pihak yang harus
membuktikan kebenaran informasi iklan.
Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 28
UUPK, yaitu:
“Pembuktian terhadap ada tidaknya
unsur kesalahan dalam gugatan ganti
rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku
usaha”.
Penerapan asas pebuktian terbalik, tentu
akan
sangat
membantu
konsumen
periklanan dalam meminta pertanggung
jawaban pelaku usaha.
Pertanggung jawaban produk lebih
ditujukan kepada produk pelaku usaha
berupa barang, maka pertanggung jawaban
profesional ditujukan kepada produk pelaku
usaha berupa jasa. Pertanggung jawaban
profesional merupakan tanggung jawab
hukum dalam hubungan dengan jasa
profesional yang diberikan kepada klien.Ciri
khas lembaga pertanggung jawaban
profesional ditujukan bagi upaya meminta
pertanggung jawaban pelaku usaha penyedia
jasa, sehingga aplikasi lembaga pertanggung
jawaban ini dalam meminta pertanggung
jawaban pelaku usaha periklanan lebih
ditujukan kepada perusahaan periklanan dan
media iklan, yang menjalankan aktivitas
bisnisnya memerlukan keahlian khusus.
Dalam kegiatan periklanan, tanggung jawab
profesional perusahaan periklanan dan
media iklan tidak hanya sebatas tanggung
jawab kepada klien (pengiklan) tetapi
meliputi
pula
pertanggung
jawaban
pengemban profesi terhadap pihak ke tiga
atas jasa yang diberikannya (konsumen
Iklan).
Berdasarkan Pasal 19 UUPK, bahwa
pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan
kemungkinan
adanya
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan.
Peluang untuk pengenaan sanksi pidana
terhadap pelanggaran ketentuan periklanan,
dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal
62 ayat (1) dan ayat (2) uupk BAHWA,
Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan
77
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15,
Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e ayat (2) dan Pasal 18 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), pelaku
usaha yang melanggar
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal
16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f,
dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000,- Lima ratus jita
rupiah).
Keseluruhan bentuk pelanggaran iklan
sebagaimana diatur dalam UUP dapat
dikenakan sanksi pidana, berupa hukuman
penjara atau pidana denda.Bagi pelanggaran
kegiatan periklanan dalam kelompok
pertama akan dikenakan sanksi pidana
penjara 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua
milyar rupiah) sedangkan pelanggaran
kegiatan periklanan dalam kelompok kedua
akan dikenakan sanksi pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau pidana denda Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Untuk lebih memperberat ancaman sanksi
pidana dalam Pasal 62 UUPK, dalam Pasal
63 UUPK dimungkinkan pengenaan sanksi
pidana tambahan, berupa perampa san
barang-barang
tertentu,
pengumuman
keputusan hakim, pembayaran ganti rugi,
perintah penghentian kegiatan tertentu yang
menyebabkan
kerugian
konsumen,
kewajiban penarikan barang dari peredaran,
atau pencabutan izin usaha. Dalam rangka
pertanggung jawaban secara administarsi
negara, pemahaman masyarakat pada
umumnya tertuju
berupa penghentian
kepada
sanksi-sansi
PENUTUP
Dalam kegiatan periklanan ketiadaan
undang-undang khusus periklanan yang
seharusnya dapat dijadikan pedoman belum
terwujud, sehingga persoalan penentuan
tanggung jawab ini harus dilakukan kasusperkasus bergantung kepada peranan
masing-masing
pihak
dalam
proses
pembuatan dan pemasangan iklan tersebut,
serta bagaimana hakim di pengadilan
meletakan beban tanggung jawab atas
pelaku usaha yang kasusnya dihadapkan
kepada mereka. Melihat keberagaman
pengaturan kegiatan periklanan tersebut
maka pertanggung jawaban pelaku usaha
periklanan dapat pula menjadi beberapa
bentuk
pertanggu
jawaban
yaitu
pertanggung jawaban perdata, pertanggung
jawaban pidana, pertanggung jawaban
secara administrasi negara. Diharapkan
terwujudnya
perundang-undangan
periklanan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum
Perlindungan Konsumen, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004.
Dedi Heryanto, Perlindungan Hukum Bagi
konsumen Terhadap Iklan Yang
Menyesatkan,
Bogor:
Ghalia
Indonesia, 2010.
Somartono, Terperangkap dalam Iklan:
Meneropong Imbas Pesan Iklan
Televisi, Bandung: Alfabeta, 2002
Sidarta, Hukum Perlindungan konsumen
Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2000.
78
Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
SUMBER HUKUM LAIN
B&B Majalah Periklanan Marketing dan
komunikasi, Vol III no 20, Januari
20005.
Johanes Gunawan, Hukum Perlindungan
Konsumen
Indonesia
dan
Perdagangan Bebas. Kumpulan
tulisan dalam Aspek Hukum dari
Perdagangan Bebas: Menelaah
kesiapan Hukum Indonesia dalam
Melaksanakan Perdagangan Bebas.
(Bandung Universitas Parahyangan
kerjasama dengan PT. Citra Aditya
Bakti 2003)
K. Bertens, Etika dan Periklanan, Sebuah
Topik Etika Bisnis, Majalah Ilmiah
Atma Jaya Thn VI No 2. (Jakarta
Universitas
Katolik
Indonesia)
Agustus 1993.
Yusuf Shofie, Sistem Tanggung Jawab
Dalam Periklanan, Hukum dan
Pembangunan, no 2 Tahun XXVI,
April 1996.
79
Download