UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA

advertisement
Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis: Uji Patogenitas F. moniliforme …..
UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG
Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis
Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK
Selama proses produksi, tanaman jagung rawan terserang hama dan penyakit, salah satu
diantaranya adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Fusarium moniliforme Sheldon.
Gejala yang disebabkan cendawan F. moniliforme ini berupa busuk batang, busuk tongkol dan
busuk biji. Infeksi cendawan ini dapat terjadi melalui benih yang terkontaminasi, infeksi secara
endofit dari cendawan yang berada dalam tanah dan infeksi pada tongkol dari spora cendawan
di udara. Infeksi juga dapat terjadi pada tempat pengeringan dan penyimpanan biji jagung.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat patogenisitas F. moniliforme pada 9 varietas
jagung. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Serealia, pada
Januari-Maret 2013. F. moniliforme diisolasi dari biji jagung yang diperoleh dari gudang
prosesing, kemudian diidentifikasi dan diuji patogenesitasnya terhadap 9 varietas tanaman
jagung di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akar terpanjang ditemukan pada
varietas Bima 4 (11,7 cm) dan yang terpendek adalah pada varietas Bima 5 (6,4 cm),
sedangkan yang memberikan hasil hipokotil terpanjang adalah varietas Bima 5 (7,8 cm) dan
hipokotil terpendek pada varietas Lagaligo (4,8 cm). Hasil penelitian ini juga menunjukkan
bahwa tingkat patogenisitas F. moniliforme invitro terhadap 9 varietas jagung tidak berbeda
nyata. Namun, varietas Bima 4 dan Bima 5 menunjukkan ketahanan yang lebih baik dibanding
varietas lainnya.
Kata kunci : cendawan F. moniliforme, patogenisitas, varietas jagung
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian yang menurut
sejarahnya berasal dari Amerika. Baru sekitar abad ke-16 tanaman jagung ini, oleh
orang-orang Portugis dibawa ke Pakistan, Tiongkok dan daerah-daerah lainnya di Asia
termasuk Indonesia. Penduduk beberapa daerah di Indonesia menggunakan jagung
sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji),
dibuat tepung (dari biji yang dikenal dengan istilah tepung jagung maizena), dan
bahan baku industry (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya
akan pentose, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furtual (Arnorld 1966).
Budidaya tanaman jagung tidak terlepas dari organisme pengganggu tanaman
(OPT) yang berupa hama, penyakit dan gulma. OPT ini yang dapat menghambat
produksi tanaman baik pada saat panen maupun setelah panen. Serangan penyakit
438
Seminar Nasional Serealia, 2013
pasca panen pada tanaman jagung diantaranya adalah Fusarium moniliforme,
Aspergillus flavus dan Aspergillus niger (Slusarenko et al. 2001).
Di Brazil dominasi F. moniliforme mencapai 60% dari total cendawan
penyebab penyakit yang diketahui dari hasil survai di lapangan. Hal yang penting
untuk diwaspadai dari infeksi F. moniliforme adalah produksi mikotoksin jenis
Fumonisin. Sebagian besar jamur Fusarium bersifat mesofilik. F. moniliforme tumbuh
secara optimal pada suhu antara 22 –27,5 C (Vincelli 1995). Penelitian ini bertujuan
untuk menguji tingkat patogenisitas F. moniliforme pada 9 varietas jagung
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit, Balai Penelitian Tanaman
Serealia, yang berlangsung dari Januari hingga Maret 2013.
Isolasi dan Identifikasi F. moniliforme
Deteksi keberadaan cendawan F. moniliforme pada biji jagung dimaksudkan
untuk identifikasi cendawan yang terdapat pada biji. Cendawan F. moniliforme diambil
dari tongkol jagung yang menunjukkan gejala penyakit busuk busuk tongkol. Gejala
kemudian diisolasi yaitu dengan menumbuhkan 3 biji jagung yang bergejala pada
media PDA, lalu diinkubasi selama 2 hari, hifa cendawan yang tumbuh kemudian
dimurnikan lalu biakan dikembangkan pada media PDA dan diinkubasi selama 14 hari
di dalam inkubator. Pengamatan dilakukan pada gelas obyek dan pertumbuhannya
diamati.
Uji Patogenisitas F. moniliforme
Pada penelitian ini digunakan 9 (Sembilan) varietas yakni Bima 1 (BM1), Bima
2 (BM2), Bima 4 (BM4), Bima 5 (BM5), Bisma (BS), Lamuru (LM), Lagaligo (LG),
Srikandi Kuning (SK), dan Srikandi Putih (SP). Masing-masing varietas diambil 25 biji,
kemudian disterilkan dengan aquades steril dan alkohol. Inokulasi dilakukan dengan
cara merendam biji-biji jagung tadi pada suspensi F. moniliforme (pengenceran dengan
aquades steril 1 ml/cawan petri). Diamkan selama 30 (tiga puluh) menit.
Setelah itu biji-biji jagung tadi dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah
dilapisi kertas saring steril yang agak basah, lalu erlenmeyer ditutup dengan kapas.
Setiap
perlakuan dibuat dalam 2 (dua) ulangan. Sebagai kontrol, biji-biji jagung
masing-masing varietas hanya dicuci dengan aquades steril dan alkohol saja, tidak ada
perlakuan dengan F. moniliforme. Kemudian biji-biji jagung tersebut dimasukkan ke
439
Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis: Uji Patogenitas F. moniliforme …..
dalam erlenmeyer yang telah dilapisi kertas saring steril yang agak basah, lalu
erlenmeyer ditutup dengan kapas, dibuat juga dalam 2 (dua) ulangan, kemudian
semua perlakuan dan kontrol diinkubasi selama 7 (tujuh) hari pada suhu ruang.
Parameter yang diamati adalah panjang akar dan panjang hipokotil tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Patogenisitas F. moniliforme
Hasil pengamatan panjang akar jagung setelah 7 hari inouklasi pada uji
14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
0.00
BM1
KBM1
BM2
KBM2
BM4
KBM4
BM5
KBM5
LG
KLG
LM
KLM
SK
KSK
SP
KSP
BS
KBS
Panjang akar (cm)
patogenisitas F. moniliforme disajikan pada Gambar 1.
Varietas
Gambar 1. Panjang akar tanaman 9 varietas jagung dan kontrolnya pada
7 hari setelah diinokulasi dengan F. moniliforme
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa akar pada tanaman kontrol cenderung
lebih panjang daripada akar tanaman yang diberi perlakuan. Panjang akar terpanjang
ditemukan pada varietas Bima 4 (11,65 cm) dan yang terpendek pada varietas Bima 5
(6,41 cm).
Perbedaan pertumbuhan akar pada biji jagung dari masing-masing varietas
tersebut diduga karena F. moniliforme mengeluarkan enzim yang dapat menghambat
proses pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan Waggoner dan Dimond (1955) dalam
Yunus (2000) bahwa F. moniliforme dapat memproduksi enzim pektin metil esterase,
poligalakturonase dan enzim penghancur lainnya. Enzim-enzim tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding sel dan menyebabkan gangguan pertumbuhan.
Hasil pengamatan terhadap panjang hipokotil pada 9 varietas baik yang
diinokulasi maupun tidak diinokulasi disajikan pada Gambar 2.
440
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
BM1
KBM1
BM2
KBM2
BM4
KBM4
BM5
KBM5
LG
KLG
LM
KLM
SK
KSK
SP
KSP
BS
KBS
Panjang Hipokotil (cm)
Seminar Nasional Serealia, 2013
Varietas
Gambar 2. Panjang hipokotil tanaman 9 varietas jagung dan kontrolnya
pada 7 hari setelah diinokulasi dengan F. moniliforme
Gambar 2 memperlihatkan bahwa tanaman yang tidak diinokulasi dengan
cendawan F. moniliforme (kontrol) cenderung menunjukkan hipokotil yang lebih
panjang dibanding dengan tanaman yang diinokulasi. Varietas Bima 5 mempunyai
hipokotil terpanjang (7,8 cm) dan hipokotil terpendek pada varietas Lagaligo (4,8 cm).
Hal yang menyebabkan perbedaan pertumbuhan hipokotil pada biji jagung
tersebut diduga karena adanya kandungan giberelin dalam ekstrak F. moniliforme yang
dapat menghambat proses pertumbuhan. Menurut Bednarski et al. (1977) dalam
Yunus (2000) bahwa untuk menetralisasi pengaruh giberelin pada tanaman dapat
diberikan tambahan zat tumbuh. Diperlukan peningkatan konsentrasi sitokinin untuk
memperbaiki nisbah auksin-sitokinin yang dapat mendorong pembentukan tunas dan
akar.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat patogenisitas F. moniliforme invitro
terhadap 9 varietas jagung tidak berbeda nyata. Namun, varietas Bima 4 (akar
terpanjang) dan Bima 5 (hipokotil terpanjang) menunjukkan ketahanan yang lebih baik
dibanding varietas lainnya.
441
Nurasiah Djaenuddin dan Amran Muis: Uji Patogenitas F. moniliforme …..
DAFTAR PUSTAKA
Arnold. 1966.Corn diseases in the United States and their control. Book produced:
USA.
Slusarenko, A.J, R. S. S. Fraser and L. C. van Loon. 2001. Mechanisms of Resistance
to Plant Diseases. Jaya Book: London.
Vincelli,
P. 1995. Mycotoxins in Corn Produced by Fusarium Fungi.
http://www.ca.uky.edu/agc/pubs/id/id121.htm (Akses tanggal 11 Maret 2013)
Yunus, A. 2000. Pengaruh Ekstrak Fusarium moniliforme Terhadap Pertumbuhan dan
Resistensi Tanaman Tebu Terhadap Penyakit Pokahbung. Agrosains Volume
2 No 1: 1-9.
442
Download