Laporan Studi Pustaka (KPM 403) PENGARUH ELIT BERKUASA TERHADAP PEMBANGUNAN DESA Oleh TRIANA WINNI ASTUTY I34110039 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul ”Pengaruh Elit Berkuasa Terhadap Pembangunan Desa”, benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, 16 Desember 2014 Triana Winni Astuty NIM 134110039 iii ABSTRAK TRIANA WINNI ASTUTY Pengaruh Elit Berkuasa Terhadap Pembangunan Desa. Di bawah bimbingan LALA M KOLOPAKING Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang menetap dalam suatu wilayah yang secara administratif ada di bawah pemerintahan kabupaten/ kota dan saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan, kepentingan politik, sosial, ekonomi, atau keamanan. Sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, desa mempunyai wewenang dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan msyarakat setempat berdasarkan inisiasi masyarakat, hak asal usul atau hal tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mengatur urusan kepentingan masyarakat setempat tersebut, desa memerlukan pemimpin untuk memimpin jalannya pemerintahan desa. Pemimpin yang dimaksud dalam hal ini adalah elit, yaitu orang-orang yang menduduki kekuasaan dalam pemerintahan dan kedudukan dominasi dalam masyarakat. Studi pustaka ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep kepemimpinan, mengidentifikasi konsep elit berkuasa (the governing elite), dan mengidentifikasi konsep pembangunan desa. Hasil studi ini menunjukan bahwa elit berkuasa mempunyai pengaruh yang penting dan signifikan terhadap pembangunan desa. Tulisan ini didasarkan pada data sekunder dan berbagai sumber lain yang relevan. Kata kunci : kepemimpinan, elit berkuasa, pembangunan desa ABSTRACT TRIANA WINNI ASTUTY Effect Governing Elites Against Rural Development. Under the guidance of LALA M KOLOPAKING The village is a public entity that resides in a region that is administratively under the district/ city and get to know each other on the basis of kinship, political interests, social, economic, or security. Based on UU No. 6/ 2014 , the village has the authority to regulate and manage the affairs of government and local community interest. In order to regulate the affairs of the local community, the village requires a leader to lead the village government. Leaders are referred to in this case is the elite , namely those who occupy positions of power in government and domination in society. This literature study aimed to identify the concept of leadership, identify the concept of the governing elite, and identify the concept of rural development. The result of this study showed that the governing elite has important and significant influence on the development of the village. This paper is based on secondary data and other relevant sources. Keywords : leadership , the governing elite , rural development iv PENGARUH ELIT BERKUASA TERHADAP PEMBANGUNAN DESA Oleh TRIANA WINNI ASTUTY I34110039 Laporan Studi Pustaka sebagai syarat kelulusan KPM 403 pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Triana Winni Astuty Nomor Pokok : I34110039 Judul : Pengaruh Elit Berkuasa Terhadap Pembangunan Desa dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS. Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah, Msc Ketua Departemen Tanggal pengesahan : vi PRAKATA Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan izin-Nya lah laporan studi pustaka yang berjudul ’Pengaruh Elit Berkuasa Terhadap Pembangunan Desa’ dapat diselesaikan dengan baik. Laporan studi pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Lala M Kolopaking, MS atas bimbingannya yang selalu membantu memberikan saran dan masukan yang luar biasa memberikan pencerahan. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada orang tua tercinta, alm. Ayah Djoko Winarno, dan Ibu Hani Harini atas doa dan ketulusan kasih sayangnya yang tak pernah absen dalam setiap keseharian penulis. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada kakak-kakak, yaitu Mas Doni, Mbak Vina, Mba Diyyah, Mas Warih, dan keponakan-keponakan tercinta, yaitu Syamsi, Adlina, dan Dzikri, atas segala bentuk semangat dan energi positif yang diberikan. Tak lupa, untuk Dita yang merupakan teman sebimbingan penulis, Herma yang merupakan teman sekamar penulis, Teguh yang merupakan teman masa kecil, dan teman-teman SKPM angkatan 48, terima kasih telah bersabar mendengar curahan hati penulis dan selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan laporan studi pustaka ini. Terakhir, yang paling spesial telah mengisi hari-hari penulis selama beberapa bulan ini dengan segala suka dan dukanya, tim Jejak Sepatu, terima kasih banyak untuk kesediaan dan kesetiaannya berjuang sampai sejauh ini. Akhir kata, semoga laporan studi pustaka ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, 24 Desember 2014 Triana Winni Astuty NIM 134110039 vii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... viii PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2 Metode Penulisan ............................................................................................................. 2 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA .............................................................. 3 1. Kekuasaan dan Pengaruh ............................................................................. 3 2. Kepemimpinan yang Karismatik dan Transformasional ............................. 4 3. Peran Manten (Mantan Kepala Desa) dalam Kepemimpinan Desa (Studi Kasus di Desa Karangsari Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga) ... 6 4. Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja dengan Komitmen Organisasional sebagai Mediasi (Studi pada Perangkat Desa Se-Kecamatan Batang Kabupaten Batang) .......................................................................... 8 5. Kelompok Elit dan Masyarakat.................................................................... 9 6. Perilaku Politik Elit Politik Lokal pada Pemilukada Kota Tanjungpinang 2012 (Studi Kasus di Kelurahan Sei- Jang Kecamatan Bukit Bestari) ............... 10 7. Elit Politik Lokal dalam Konflik Ibukota di Kabupaten Morowali ........... 12 8. Peran Elit Politik dalam Proses Penetapan Kebijakan Publik di DPRD Kota Manado....................................................................................................... 14 9. Peran Elit Formal dalam Pembangunan Masyarakat ................................. 16 10. Demokrasi Berbisik dan Transisi Demokrasi: Konflik Politik dalam Suksesi Elit Lokal Kasus Komunitas Santri Binanga Kabupaten Enrekang ................. 17 11. Kinerja Pegawai Desa dalam Pembangunan Desa (Studi Kualitatif di Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi) ................................ 19 12. Implementasi Model Pembangunan Perdesaan dalam Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal .......................................................................................... 20 13. Mengelola Strategi Pembangunan Berdimensi Kewilayahan .................... 23 14. Pembangunan Infrastruktur Perdesaan dengan Pelibatan Masyarakat Setempat .................................................................................................................... 25 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN .................................................................... 29 Identifikasi Konsep Kepemimpinan ............................................................................ 29 Identifikasi Konsep Elit ................................................................................................. 32 Pembangunan Desa ........................................................................................................ 34 SIMPULAN ...................................................................................................................... 36 Hasil Rangkuman dan Pembahasan ............................................................................. 36 Usulan Kerangka Analisis Baru ................................................................................... 37 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. viii39 LAMPIRAN .................................................................................................................... 41 Riwayat Hidup ................................................................................................................ 43 viii DAFTAR GAMBAR 1 Usulan Kerangka Analisis Baru ................................................................................ 37 DAFTAR LAMPIRAN Tabel 1 Hasil Temuan Penelitian-Penelitian Sebelumnya ....................................... 29 PENDAHULUAN Latar Belakang Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang menetap dalam suatu wilayah yang secara administratif ada di bawah pemerintahan kabupaten/ kota dan saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan, kepentingan politik, sosial, ekonomi, atau keamanan (Nurcholis 2011). Sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, desa mempunyai wewenang dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan serta kepentingan msyarakat setempat berdasarkan inisiasi masyarakat, hak asal usul atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mengatur urusan kepentingan masyarakat setempat tersebut, desa memerlukan pemimpin untuk memimpin jalannya pemerintahan desa. Pemimpin yang dimaksud dalam hal ini adalah elit, yaitu orang-orang yang menduduki kekuasaan dalam pemerintahan dan kedudukan dominasi dalam masyarakat (Kurniadi 2012). Pembangunan merupakan proses perubahan masyarakat dalam berbagai aspek yang dilakukan oleh elit. Walaupun elit memiliki tanggung jawab yang paling besar dalam menyukseskan proses pembangunan tersebut, elit tidak bisa berdiri sendiri, melainkan juga diperlukan keterlibatan masyarakat di dalamnya. Elit-elit tersebut berperan dan berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada penggalangan partisipasi di kalangan masyarakat. Battomore (1990) mengklasifikasikan elit itu sendiri menjadi dua kategori, yaitu elit berkuasa (the governing elites) dan elit tidak berkuasa (the non governing elites). Elit berkuasa merupakan orang-orang yang mempunyai peranan penting dan kedudukan yang strategis untuk mengambil keputusan dalam pemerintahan. Elit berkuasa dalam hal ini terdiri atas dua unsur, yaitu unsur pimpinan desa dan unsur pembantu kepala desa (Nurcholis 2011). Unsur pimpinan desa adalah kepala desa itu sendiri, sedangkan unsur pembantu kepala desa terdiri atas sekertaris desa, unsur pelaksana teknis, dan unsur kewilayahan. Elit tidak berkuasa adalah orang-orang yang berada di luar urusan pemerintahan namun mempunyai pengaruh kuat dalam formulasi kebijakan. Contoh dari elit tidak berkuasa tersebut adalah elit agama, elit adat, atau elit intelektual. Baik elit berkuasa maupun elit tidak berkuasa sama-sama memiliki pengaruh dalam proses pembangunan pedesaan. Dalam setiap pembuatan kebijakan, para elit memiliki pengaruh yang cukup besar dan dapat menimbulkan terjadinya disparitas atau kesenjangan di desa (Dahlan 2013). Disparitas yang dimaksud dalam hal ini tidak hanya berdampak pada pembangunan desa, tetapi juga pada proses-proses yang terjadi di desa, seperti proses alokasi ekonomi. Selain itu, elit-elit berkuasa yang bertindak sebagai pemimpin mempunyai peran yang lebih dominan dalam membentuk pola partisipasi masyarakat dan menentukan arah pembangunan (Ramdhon 2010). Berdasarkan penjelasan diatas, dipandang penting untuk menelusuri sejumlah pustaka yang memuat hasil-hasil penelitian berkenaan dengan kepemimpinan, elit berkuasa, dan pembangunan desa. Studi pustaka ini berfokus pada pembahasan the governing elite atau elit berkuasa karena elit berkuasa tidak hanya mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk mengambil tindakan-tindakan strategis dalam masyarakat, tetapi juga disebabkan oleh rasa patuh dan hormat yang diberikan masyarakat kepada elit berkuasa. 2 Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan di atas, penulisan studi pustaka ini betujuan untuk: 1. Mengidentifikasi konsep kepemimpinan 2. Mengidentifikasi konsep elit berkuasa (the governing elite) 3. Mengidentifikasi konsep pembangunan desa Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah pengumpulan data sekunder atau studi literatur. Literatur-literatur yang dijadikan sumber pada penulisan ini adalah buku, artikel-artikel ilmiah dalam jurnal dan laporan penelitian (skripsi, tesis, atau disertasi). Informasi-informasi yang didapatkan dari studi literatur ini kemudian diringkas serta disarikan dengan cara dianalisis dan disintesiskan. Hasil ringkasan dan analisis tersebut kemudian disusun dan disajikan dalam bentuk tulisan ilmiah. RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA Konsep Kepemimpinan 1. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi Tanggal diunduh : Kekuasaan dan Pengaruh : 2010 : Buku : Cetak : Gary Yukl : Eli Tanya : Kepemimpinan dalam Organisasi : Jakarta, PT Indeks Ringkasan Pustaka : :: Edisi Kelima ::- Kepemimpinan dalam buku ini didefinisikan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan melakukan tugas ecara efektif sehingga dapat mencapai tujuan bersama. Terdapat tiga variabel kunci yang biasa digunakan pada penelitian mengenai kepemimpinan, yaitu karakteristik pemimpin, karakteristik pengikut, dan karakteristik situasi. Salah satu karakteristik pemimpin yang dijelaskan adalah taktik mempengaruhi. Mempengaruhi merupakan inti dari kepemimpinan. Pemimpin, dalam cakupan kepemimpinan yang disampaikan dalam buku, mempengaruhi beberapa hal, yaitu: a) interpretasi peristiwa eksternal oleh para anggota, b) pilihan tujuan dan strategi yang ingin dicapai, c) motivasi anggota untuk mencapai tujuan tesebut, d) rasa saling percaya dan bekerja sama antar anggota, e) organisasi aktvitas kerja, f) pengembangan kepercayaan dan keterampilan anggota, g) pembelajaran dan pembagian pengetahuan baru antar anggota, dan h) pembuatan daftar dukungan dan kerjasama dari orang luar. Salah satu faktor yang menentukan kekuatan pengaruh dari pemimpin adalah kekuasaan dan otoritas. Kekuasaan merupakan kapasitas absolut seseorang untuk mempengarui sikap atau perilaku orang lain, sedangkan otoritas merupakan hak, prerogatif, kewajiban, dan tugas yang berkaitan dengan posisi khusus dalam suatu sistem sosial. Keberhasilan dari upaya seorang pemimpin untuk mempengaruhi dapat dinilai melalui tiga hal, yaitu komitmen, kepatuhan, dan perlawanan. Komitmen dalam hal ini diartikan sebagai kemauan seseorang untuk melaksanakan apa yang menjadi permintaan pemimpin dan mengimplementasikan keputusan secara efektif dengan dukungan penuh. Kepatuhan merupakan kemauan seseorang untuk melaksanakan apa yang menjadi permintaan pemimpin, namun tidak disertai dukungan penuh dan antusiasme, lebih didasarkan rasa apatis. Perlawanan merupakan perilaku seseorang untuk menentang permintaan pemimpin atau menghindari untuk tidak menjalankannya. Terdapat dua sumber kekuasaan yang secara luas diterima yaitu kekuasaan posisi dan kekuasaan personal. Kekuasaan posisi adalah potensi pengaruh yang berasal dari legitimasi wewenang seseorang dalam organisasi. Kekuasaan personal merupakan potensi pengaruh yang berasal dari keahliannya dalam mempengaruhi karena landasan persahabatan dan loyalitas. Buku ini juga menjelaskan taksonomi kekuasaan French dan Raven yang memiliki lima tipe kekuasaan yang berbeda, yaitu: a) kekuasaan memberi penghargaan (reward power), b) kekuasaan memaksa (coercive power), c) kekuasaan 4 yang memiliki legitimasi (legitimate power), d) kekuasaan yang berdasarkan keahlian (expert power), dan e) kekuasaan berdasarkan referensi (referent power). Reward power ditandai dengan pemberian imbalan. Coercive power ditandai dengan pemberian hukuman. Legitimate power ditandai dengan hak yang dimiliki oleh pemimpin untuk memerintah. Expert power ditandai dengan kepercayaan bahwa pemimpin memiliki pengetahuan khusus mengenai cara menyelesaikan suatu pekerjaan. Referent power ditandai dengan kepatuhan yang dipimpin karena mereka mengagumi atau mengenal pemimpinnya. Kekuasaan dan keleluasaan untuk membuat perubahan besar merupakan sebuah penentu dari keberhasilan pemimpin dalam mempengaruhi kinerja organisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari batasan internal dan batasan eksternal. Ada tiga batasan internal yang mampu mempengaruhi kekuasaan dan keleluasaan pemimpin dalam memberikan pengaruh, yaitu fraksi internal (kekuatan dalam yang berkuasa) dan koalisi, kondisi keuangan organisasi, serta budaya organisasi. Sedangkan, beberapa batasan eksternal yang mampu mempengaruhi keleluasaan adalah jasa utama organisasi, jenis pasar, dan stakeholder eksternal yang berkuasa dalam mendiktekan kondisi. Pemimpin membutuhkan kekuasaan agar dapat efektif, namun bukan berarti memiliki kekuasaan yang besar selalu lebih baik. Besarnya kekuasaan yang diperlukan tergantung pada apa yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan dan keterampilan pemimpin dalam menggunakan kekuasaan yang tersedia. Studi mengenai jumlah pengaruh yang digunakan orang pada level berbeda dalam hirarki wewenang memperlihatkan bahwa sebagian besar organisasi efektif karena mempunyai tingkat timbal balik yang tinggi. Menurut hasil studi tersebut, pemimpin organisasi dapat membangun hubungan yang baik dengan bawahannya tetapi mereka juga menerima pengaruh dari bawahannya. Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa perbedaan taktik mempengaruhi, yaitu meliputi persuasi rasional, memberi penilaian, memberi inspirasi, pertukaran, kolaborasi, tekanan, pendekatan personal, mengambil hati, konsultasi, koalisi, dan taktk legitimasi. Taktik yang dipilih tergantung situasi. Perbedaan pemilihan taktik tergantung pada sasaran target, baik bawahan ataupun atasannya. Salah satu teori yang menerangkan tentang kekuasaan dan wewenang adalah teori pertukaran sosial. Teori pertukaran sosial menerangkan tentang kekuasaan dan wewenang berdasarkan keahlian. Analisis Pustaka : Buku ini menjelaskan tentang teori-teori kepemimpinan disertai dengan contoh kasus dan praktik di lapangan. Kepemimpinan dalam buku ini didefinisikan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk memahami dan melakukan tugas ecara efektif sehingga dapat mencapai tujuan bersama. Buku ini juga dilengkapi dengan studi kasus sehingga penerapan konsep kepemimpinan dalam organisasi di situasi nyata dapat tergambar dengan baik. 2. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor : Kepemimpinan yang Karismatik dan Transformasional : 2010 : Buku : Cetak : Gary Yulk : Eli Tanya 5 Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi Tanggal diunduh : Kepemimpinan dalam Organisasi : Jakarta, PT Indeks Ringkasan Pustaka : :: Edisi Kelima ::- Conger & Kanungo (1987) mengemukakan sebuah teori tentang kepemimpinan karismatik. Menurut teori tersebut, atribusi pengikut dari kualitas karismatik seorang pemimpin ditentukan oleh perilaku, keterampilan pemimpin, dan aspek situasi. Perilaku berkaitan dengan cara atau strategi yang digunakan pemimpin untuk mencapai visi yang ditetapkan. Karisma seorang pemimpin akan lebih terlihat dari penggunaan strategi inovatif sehingga mengesankan pengikut bahwa pemimpin adalah luar biasa. Selain itu, para pemimpin akan lebih dipandang karismatik jika pemimpin tersebut membuat pengorbanan diri, mengambil risiko pribadi, dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang didukung. Pemimpin karismatik terlihat begitu luar biasa, disebabkan oleh wawasan strategis, pendirian yang kuat, keyakinan diri, perilaku yang tidak konvensional, dan energi yang dinamis. Pengikut menjadi mengidolakan dan ingin menjadi seperti pemimpin. Perilaku pemimpin karismatik dapat terlihat dari sikap dan perilaku pemimpin dalam beberapa hal, yaitu: a) menyampaikan sebuah visi yang menarik, b) menggunakan bentuk komunikasi yang kuat dan ekspresif saat menyampaikan visi, c) mengambil risiko pribadi dan membuat pengorbanan diri untuk mencapai visi tersebut, d) menyampaikan harapan yang tingg, e) memperlihatkan keyakinan akan pengikut, f) pembuatan model peran dari perilaku yang konsisten dengan visi itu, g) mengelola kesan pengikut akan pemimpin, h) membangun identifikasi dengan kelompok, dan i) memberikan kewenangan kepada pengikut. Lain halnya dengan kepemimpinan karismatik, dalam kepemimpinan transformasional, permimpin mempengaruhi para pengikut melalui beberapa hal, yaitu: a) membuat pengikut menyadari pentingnya hasil tugas, b) membujuk mereka untuk lebih mementingkan kepentingan tim dibandingkan dengan kepentingan pribadi, dan c) mengaktifkan kebutuhan pengikut yang lebih tinggi. Terdapat beberapa hal yang juga harus digarisbawahi sebagai pedoman dalam kepemimpinan transformasional, yaitu: a) menyampaikan visi yang jelas dan menarik, b) menjelaskan cara agar visi tersebut dapat dicapai, c) bertindak secara rahasia dan optimis, d) memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut, e) menanamkan nilai-nilai penting melalui tindakan dramatis dan simbolis, f) memimpin dengan keteladanan, dan g) memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi tersebut. Baik kepemimpinan transformasional maupun kepemimpinan karismatik, sama-sama menekankan bahwa proses emosional adalah sama pentingnya dengan proses rasional, serta tindakan simbolis adalah sama pentingnya dengan perilaku instrumental. Analisis Pustaka : Buku ini menjelaskan tentang teori-teori kepemimpinan, di antaranya yaitu kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan karismatik, disertai dengan contoh kasus dan praktik di lapangan. Baik kepemimpinan transformasional maupun kepemimpinan karismatik, sama-sama menekankan bahwa proses emosional adalah 6 sama pentingnya dengan proses rasional, serta tindakan simbolis adalah sama pentingnya dengan perilaku instrumental. Buku ini juga dilengkapi dengan studi kasus sehingga penerapan konsep kepemimpinan transformasional dan karismatik di situasi nyata dapat tergambar dengan baik. 3. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi Tanggal diunduh Ringkasan Pustaka : Peran Manten (Mantan Kepala Desa) dalam Kepemimpinan Desa (Studi Kasus di Desa Karangsari Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga) : 2013 : Skripsi : Elektronik : Diyana Rahmawati :::::: http://lib.unnes.ac.id/17886/1/3401409001.pdf : 24 November 2014 : Pemerintahan desa adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa sebagai eksekutif dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang telah melaksanakan fungsi legislatif, menampung aspirasi masyarakat. Pemerintahan desa yang dipimpin oleh kepala desa berhak dalam menyelenggarakan serta mengatur rumah tangganya sendiri. Kepala desa dalam hal ini memiliki peran dan pengaruh yang besar terhadap warga masyarakatnya. Peran kepala desa itu sendiri mencakup pelayanan terhadap masyarakat dan melindungi masyarakat dari segala bentuk ketidakadilan, sehingga tugas dari kepala desa bukan hanya menyelenggarakan pemerintahan, tetapi juga menciptakan kesejateraan bagi masyarakatnya. Penelitian ini dilakukan di Desa Karangsari Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga ini berangkat pada kenyataan jabatan kepala desa Karangsari yang tidak lepas dari keluarga manten kepala desa. Manten sendiri yaitu mantan kepada desa atau seseorang yang telah habis masa jabatannya sebagai kepala desa. Manten dalam penelitian ini adalah manten yang masih memiliki hubungan dengan kepala desa yang sedng menjabat. Manten kepala desa yang dibahas di penelitian ini berusia sekitar 58 tahun dan telah mejabat kepala desa selama dua periode. Manten tersebut merupakan kakak dari kepala desa yang sedang menjabat. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun Desa Karangsari telah menerapkan sistem demokrasi dengan pemilihan umum secara langsung, namun secara budaya sisem pemerintahannya masih dipengaruhi oleh suatu sistem kerabat. Jabatan kepala desa seolah diwariskan kepada keluarga kepala desa. Jabatan kepala desa juga kerap dilatarbelakangi oleh motif ekonomi. Hal ini disebabkan oleh jabatan kepala desa mempunyai gaji setiap bulan serta bengkok yang berupa tanah sawah yang cukup luas. Seiring dengan tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi di Desa Karangsar, tidak mempengaruhi kokohnya kekuasaan keluarga manten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi manten dalam relasi kepemimpinan di Desa Karangsaro, mengetahui cara manten dalam 7 mempengaruhi kebijakan dan kepemimpinan di Desa Karangsari, serta mengetahui dampak manten terhadap kekuasaan dan kepemimpinan di Desa Karangsari. Kekuasaan memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Kekuasaan yang dibahas dalam penelitian ini erat kaitannya dengan budaya Jawa. Menurut Anderson dalam Gaffar (2006) mengemukakan bahwa konsep kekuasaan Jawa berbeda dengan konsep kekuasaan Barat. Kekuasaan Jawa pada dasarnya bersifat konkret, sumbernya konstan, sumbernya homogen, dan tidak berkaitan soal legitimasi, sedangkan kekuasaan Barat bersifat abstrak dan berasa dari berbagai sumber seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asal usul, dan sebagainya. Dalam paham kekuasaan Jawa tertanam motivasi-motivasi bagi penguasa untuk berusaha menjadi seorang penguasa yang baik dan yang mempertahankan negaranya. Hal ini terlihat di penelitian ini, yakni posisi manten yang berusaha mempertahankan kekuasaannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Validitas data menggunakan teknik triangulasi data. Subyek dalam penelitian ini adalah keluarga manten kepala desa di desa Karangsari. Informan dalam penlitian ini adalah keluarga manten kepala desa di desa Karangsari. Informan dalam penelitian ini berjumlah enam orang yang terdiri dari perangkat desa, anggota BPD, tokoh masyarakat, serta warga masyarakat. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa manten memiliki relasi kepemimpinan dalam pemerintahan desa yang sangat baik. Manten memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pemerintahan desa Karangsari. Meskipun tidak lagi menjabat, manten di desa Karangsari yang merupakan subyek penelitian masih dapat menjalankan kekuasaanya di desa dengan menjabat sebagai Ketua BPD. Pengaruh manten yang diberikan terhadap kebijakan pemerintahan desa dilakukan melalui perantara, yakni melalui anggota keluarga lain yang enduduki jabatan sebagai kepala desa atau perangkat desa lainnya. Sejalan dengan konsep dominasi Gramschi, hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan keluarga manten semakin kokoh dengan mengisi posisi-posisi strategis atau kepemimpinan di desa Karangsari. Hal tersebut juga memperlihatkan adanya dominasi kekuasaan dari keluarga manten. Hal ini secara tidak langsung juga membuat sumber daya ekonomi di desa Karangsari dikuasai oleh keluarga manten, terutama pada penguasaan tanah bengkok yang luasnya mencapai 8 Ha. Masyarakat menerima hal tersebut tanpa ada perlawanan, namun sebenarnya keluarga manten bertujuan untuk mempertahankan kekuasaanya. Analisis Pustaka : Penelitian ini membahas tentang peran manten (mantan kepala desa) dalam kepemimpinan desa di Desa Karangsari Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga dengan baik. Posisi manten sangat berpengaruh terhadap pemerintahan yang ada. Pengaruh tersebut dapat terlihat dari masukan-masukan manten yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan yang kepala desa yang sedang menjabat dan masih ada hubungan keluarga dengan manten. Hal ini berdampak pada penguasaan sumber ekonomi dan jabatan-jabatan desa yang dikuasai oleh keluarga manten. Abstrak pada penelitian ini sudah memaparkan tentang latar belakang penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, serta hasil penelitian yang ditemukan. Akan tetapi, kata kunci dalam abstrak, seperti peran dan keluarga kepala desa, dirasa bukan merupakan topik spesifik yang dibahas dalam penelitian. 8 4. Judul : Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja dengan Komitmen Organisasional sebagai Mediasi (Studi pada Perangkat Desa Se-Kecamatan Batang Kabupaten Batang) : 2009 : Jurnal : Elektronik : Luksono Pramudito dan Askar Yunianto :::- Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal : Telaah Manajemen Volume (Edisi): hal : 6 (1): 1 - 18 Alamat URL/ doi : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=129745&val=546 Tanggal diunduh : 16 Desember 2014 Ringkasan Pustaka : Desa merupakan tingkatan paling rendah dalam struktur pemerintahan tetapi mempunyai peran dan fungsi yang sangat strategis di dalamnya. Hal ini disebabkan oleh desa yang merupakan ujung tombak pelaksaan program-program pemerintah. Oleh karena itu, pemimpin organisasi pemerintahan, yang dalam hal ini adalah desa, mempunyai pengaruh yang penting dan cukup besar terhadap keberhasilan pelaksanaan program-proram pemerintah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja dengan komitmen organisasional pada perangkat desa di Kecamatan Batang, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner dengan respondes sebanyak 98 orang. Penelitian ini diawali dengan tinjauan pustaka yang membahas tentang kepemimpinan, motivasi, komitmen organisasional, dan kinerja. Teori kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepemimpinan yang disampaikan oleh Robbin (2001), yaitu teori sifat, teori perilaku, dan teori kemungkinan. Teori sifat adalah teori-teori yang mencari karakter kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Teori perilaku mengemukakan tentang perilaku spesifik yang membedakan antara pemimpin dengan yang bukan pemimpin. Teori kemungkinan menyatakan bahwa tidak ada satu gayapun yang cocok digunakan untuk semua situasi, melainkan sengat tergantung dari situasi itu sendiri. Teori yang sepesifik digunakan dalam penelitian ini adalah teori perilaku dari Ohio State University. Teori motivasi yang digunakan merupakan teori motivasi Maslow yang mendefinisikan motivasi sebagai kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi untuk mencapai sasaran organisasi. Teori komitmen organisasional yang digunakan adalah teori meyer yang menyatakan bahwa komitmen merupakan kombinasi sikap dan perilaku yang saling mendorong antara satu dengan yang lainnya, sedangkan teori kinerja karyawan yang digunakan adalah teori Gibson yang menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil dari pekerjaan yang terkait dengan ualitas, efisiensi, dan kriteria efektivitas kerja lainnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan kinerja karyawan perangkat desa. Semakin sesuai kepemimpinan yang dipersepsikan karyawan, semakin meningkatkan 9 kinerja karyawan dan komitmen organisasional karyawan terhadap organisasi pemerintah. Analisis Pustaka : Dalam penelitian ini disebutkan bahwa pemimpin organisasi pemerintahan, yang dalam hal ini adalah desa, mempunyai pengaruh yang penting dan cukup besar terhadap keberhasilan pelaksanaan program-proram pemerintah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja dengan komitmen organisasional pada perangkat desa di desa penelitian. Konten-konten di penelitian ini mulai dari abstrak hingga kesimpulan, dijelaskan dengan cukup baik. Teori dan metode yang digunakan dalam penelitian ini dipaparkan dengan jelas. Konsep Elit Berkuasa 5. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi Tanggal diunduh : Kelompok Elit dan Masyarakat : 1990 : Buku :: T.B. Bottomore : Sartono Kartodirdjo : Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial : Jakarta, LP3ES Ringkasan Pustaka : ::::- Dalam semua masyarakat, dari mulai masyarakat yang belum begitu berkembang sampai dengan masyarakat yang sudah berkembang pesat, senantiasa muncul dua kelas, yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas pertama berjumlah lebih sedikit. Kelas pertama melakukan semua fungsi politik dengan monopoli kekuasaan sehingga dapat memperoleh semua keuntungan dari kekuasaan yang dimiliki. Kelas kedua berjumlah lebih banyak, bersifat dipimpin dan diawasi oleh kelas pertama. Perbedaan kelas tersebut merupakan gagasan yang disampaikan Gaetano Mosca. Teori Mosca menjelaskan bahwa kelas politik itu sendiri dipengaruhi oleh berbagai kekuatan sosial yang mewakili berbagai kepetingan dalam masyarakat. Tidak hanya Mosca, tetapi Pareto juga membagi kelas (elit) ke dalam dua kelompok, yaitu elit yang memerintah dan elit yang tidak memerintah. Elit yang memerintah terdiri dari para individu yang secara langsung ataupun tidak langsung memainkan peran yang berarti dalam pemerintahan, sedangkan elit yang tidak memerintah adalah mereka yang tidak termasuk ke dalam kelompok yang pertama. Baik Mosca maupun Pareto mengaitkan pengertian elit dengan kelompok orang yang berpengaruh dalam menjalankan kekuasaan politik. Pareto cenderung menekankan antara elite yang memerintah dan orang-orang yang tidak termasuk kelompok elite, sedangkan Mosca menelaah tentang komposisi dari elit itu sendiri, khususnya dalam masyarakat modern yang demokratis. 10 Konsep “kelas yang memerintah” (rulling class) dan “elit yang memerintah” (governing elite) sama-sama menekankan pembagian antara pemerintah dan yang diperintah sebagai salah satu dari fakta-fakta terpenting dalam struktur sosial. Meskipun demikian, kedua konsep tersebut memiliki perbedaan-perbedaan. Konsep “elit yang memerintah” membedakan adanya suatu minoritas terorganisasi yaitu yang memerintah dengan mayoritas tak terorganisasi yaitu massa, sedangkan konsep “kelas yang memerintah” mempertentangkan antara kelas yang dominan dan kelas yang didominasi, baik terorganisasi maupun tidak. Konsep “elit yang memerintah” didefinisikan sebagai kumpulan orang yang memegang kedudukan dalam suatu masyarakat dan dianggap sebagai kelompok yang kohesif, sedangkan “kelas yang memerintah” didefinikasn sebagai kelas yang memiliki modal utama untuk produksi ekonomi dalam masyarakat. Dalam studi Mills tentang elit berkuasa, terdapat penjelasan tentang beberapa posisi kekuasaan dari tiga kelompok elite utama, yaitu a) kekuasaan para eksekutif di bidang bisnis yang diperoleh karena membesarnya perusahaan dan bertambahnya kompleksitas dunia usaha, b) kekuasaan pemimpin-pemimpin militer yang diperoleh karena membesarnya skala dan pengeluaran untuk persenjataan perang, dan c) kekuasaan pemimpin-pemimpin politik nasional yang diperoleh karena terjadinya kemunduran dalam lembaga-lembaga legislatif di tingkat lokal. Konsep “kelas yang memerintah” dan konsep “elite politik” membedakan masyarakat menjadi beberapa kategori, yaitu a) masyarakat yang di dalamnya terdapat kelas yang memerintah dan kelompok-kelompok elit yang mewakili beragam kepentingan, b) masyarakat yang di dalamnya tidak terdapat kelas yang memerintah tetapi terdapat kelompok elite politik, dan c) masyarakat yang mempunyai beragam kelompok elite tanpa terlihat adanya kelompok individu kuat yang kohesif. Analisis Pustaka : Perbedaan kelas, yang terdiri dari kelas yang memerintah dengan kelas yang tidak memerintah, merupakan gagasan yang disampaikan Gaetano Mosca. Tidak hanya Mosca, tetapi Pareto juga membagi kelas (elit) ke dalam dua kelompok, yaitu elit yang memerintah dan elit yang tidak memerintah. Tulisan ini menyampaikan persamaan dan perbedaan kedua konsep tersebut dengan baik, namun disebabkan oleh tulisan ini yang merupakan tulisan terjemahan, terdapat beberapa kalimat yang sulit dipahami. 6. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal : Perilaku Politik Elit Politik Lokal pada Pemilukada Kota Tanjungpinang 2012 (Studi Kasus di Kelurahan Sei- Jang Kecamatan Bukit Bestari) : 2013 : Naskah Publikasi : Elektronik : Putra Kurniadi :::::- 11 Alamat URL/ doi : http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2014/08/PUTRA_KURNIADI_080565201039_ JURNAL.pdf Tanggal diunduh : 24 November 2014 Ringkasan Pustaka : Penelitian ini menjelaskan mengenai keterlibatan elit politik lokal pada Pemilukada kota Tanjungpinang tahun 2012 di Kelurahan Sei-Jang Kecamatan Bukit Bestari. Demokrasi yang terjadi di Indonesia ditandai dengan runtuhnya rezim orde baru yang represif dan otoriter. Seiring dengan perkembangan sistem demokrasi di Indonesia, peningkatan akses masyarakat ke dalam dunia politik menjadi semakin berkembang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan Kepala Daerah kota Tanjungpinang tahun 2012 merupakan pemilihan langsung kedua bagi masyarakat Kota Tanjungpinang. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang (UU) No, 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini mengatur pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dalam Pasal 56 jo Pasal 119 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Keterlibatan elit politik dalam hal ini menjadi suatu hal yang wajar. Penelitian ini menjadi menarik disebabkan oleh ulasannya mengenaik keteribatan Suryatati A. Manan (Walikota Tanjungpinang) sebagai pendukung serta juru kampanye pasangan nomor urut 1 Maya Suryanti, yang notabene merupakan putri dari Suryatati A. Manan, berpasangan dengan Tengku Dahlan pada Pemilukada kota Tanjungpinang 2012. Keterlibatan Suryatati A. Manan yang telah memimpin kota Tanjungpinang selama 17 tahun dinilai memiliki pengetahuan politik yang luas, mempunyai figur yang kuat, serta basis massa tetap yang bisa menguntungkan calon yang diusung pada Pemilukada kota Tanjungpinang 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif untuk mendapatkan penjelasan mengenai perilaku politik elit politik lokal pada Pemilukada Kota Tanjungpinang 2012 di kota Tanjungpinang. Angka-angka yang muncul dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk analisa secara kuantitatif, akan tetapi anya sebagai pelengkap untuk memperkuat analisis data kualitatif demi pencapaian tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian in adalah teori perilaku politik dan teori elit. Secara epistemologis, perilaku politik adalah tindakan, gerakan, sikap baik verbal maupun non verbal, seseorang terhadap pemerintaha, kebijakan, siasat, dan sebagainya. Penelitian ini menjelaskan klasifikasi kelompok elit menurut Battomore (1985) ke dalam dua kategori: a. The governing elites (elit yang memerintah) yaitu orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi bagian dan mempunyai peranan penting dalam pemerintahan. Orang-orang ini berada dalam kedudukan atas kekuasaan dan wewenang untuk mengambil tindakan-tindakan strategis, dipatuhi, dan dihormati oleh masyarakat. Beberapa contoh dari elit ini adalah Gubernur, Walikota, dan Bupati. b. The non governing elites (elit yang tidak memerintah) yaitu orang-orang yang aktifitasnya berada di luar urusan pemerintahan namun mempunyai pengaruh kuat dalam formulaisasi kebijaksanaan. Beberapa contohnya yaitu elit agama, elit adat, atau elit intelektual. Selain itu, penelitian ini juga memaparkan elit ke dalam dua kategori menurut Nurhasim (2005), yakni elit politik lokal dan elit non politik lokal. Elit politik lokal 12 adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif melalu pemilihan umum dan dipilih dalam proses politik yang demokratis di tingkat lokal, sedangkan elit non politik lokal adalah seseorang yang menduduki jabatan-jabatan strategis dan memiliki pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan Suryatati A. Manan, sebagai salah satu fenomena perilaku politik yang terjadi, memberikan dampak positif terhadap katalisator perolehan suara calon yang didukungnya. Hal ini disebabkan masa kepemimpinan Suryatati A. Manan selama 17 tahun yang terindikasi dapat mempengaruhi perilaku dan persepsi massa dalam memilih. Penulis menyimpulkan bahwa perilaku politik Suryatati A. Manan terindikasi banyak mencampuri dan tidak bersikap netral padahal notabene Suryatati A. Manan masih menjadi sebagai Walikota Tanjungpinang pada saat itu. Analisis Pustaka : Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan penulis, perilaku politik Suryatanti A. Manan terindikasi banyak mencampuri dan tidak bersikap netral. Hal ini disebabkan oleh pengaruh, wibawa, serta kepemimpinan yang dimiliki cukup besar. Penelitian ini menggunakan dasar-dasar hukum untuk memperkuat gagasan-gagasan yang disampaikan. Meskipun demikian, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dirasa kurang memperkuat gagasan yang disampaikan. Hal ini disebabkan oleh tidak dicantumkannya jumlah narasumber atau responden yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini sudah mendukung gagasan yang ingin disampaikan. Akan tetapi, masih terdapat kekurangan dalam penulisan yang seharusnya sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) 7. Judul : Elit Politik Lokal dalam Konflik Ibukota di Kabupaten Morowali : 2011 : Jurnal : Elektronik : Darwis :::- Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal : Jurnal Studi Pemerintahan Volume (Edisi): hal : 2(2): 280-298 Alamat URL/ doi : http://jksg.umy.ac.id/index.php/archive/tahun-2011/category/6volume-2-nomor-2-agustus-2011.html?download=28%3Aelit-politik-lokal-dalamkonflik-ibukota-di-kabupaten-morowali. Tanggal diunduh : 24 November 2014 Ringkasan Pustaka : Dinamika pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan euforia masyarakat lokal untuk melakukan pemekaran daerah. Pemekaran daerah telah menjadi sarana berhimpunnya berbagai kekuatan masyarakat lokal untuk bersama berjuang 13 mewujudkan daerah baru. Salah satu aktor yang mempunyai peran penting dalam menghimpun kekuatan tersebut adalah elit lokal. Elit lokal dalam hal ini memiliki berbagai kelebihan, di antaranya adalah akses terhadap kekuasaan dan dana yang dimiliki memadai. Kabupaten Morowali berdiri sebagai daerah otonomi pada tanggal 5 Oktober 1999. Berdasarkan Undang-Undang No.51 Tahun 1999, ibukota definitif Kabupaten Morowali adalah Kecamatan Bungku Tengah dan wilayah Kolonode sebagai ibukota sementara dalam batas waktu maksimal lima tahun. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan infrastruktur, sarana perkantoran, dan pelayanan publik lainnya di wilayah Bungku Tengah. Namun seiring berjalannya waktu, elit politik lokal seolah mengabaikan undang-undang tersebut. Pembangunan di Kabupaten Morowali lebih banyak terkonsentrasi di Kolondale. Hal ini diperparah dengan perpecahan di level elit politik lokal yang berimplikasi pada pembelahan masyarakat secara kultural menjadi dua komunitas besar, yakni komunitas etnis Bungku yang mayoritas Islam dan komunitas etnis Mori yang umumnya Kristen. Perpecahan yang terjadi meuat elit politik lokal menjadi aktor penting dalam pengambilan kebijakan publik. Perpecahan masyarakat secara kulturan merupakan setting dari para elit politik lokal untu membangun kekuatan politik identitas dalam rangka menghadapi pemilihan umum legislatif 2004 dan pemilihan Bupati Morowali 2007. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang memaparkan persoalan konflik elit politik lokal dalam memperebutkan kedudukan Ibukota di Kabupaten Morowali. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik telaah pustaka dan berbagai data sekunder lain yang relevan, sehingga teknik analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa politisasi isu etnis dan agama merupakan skenario yang dibangun oleh elit politik lokal dalam merebut simpati dan dukungan masyarakat. Politik identitas tersebut dimanfaatkan elit politik lokal dalam melakukan lokalisasi pendukung yang dikonversi menjadi konstituen dalam Pemilu dan Pilkada. Konflik ibukota merupakan sarana elit politik lokal dalam membangun politik massa untuk dijadikan kekuatan massa pendukung yang berbasis kultural yang fanatik dalam pemenangan Pemilu dan Pilkada. Masyarakat dalam hal ini juga membutuhkan elit politik lokal untuk menjadi patronnya dalam berjuang merebut ibukota. Elit politik pusat (pemerintah pusat, anggota DPR RI, dan anggota DPD RI asal Provinsi Sulawesi Tengah) menjadi bagian dari aktor pemain utama dalam memelihara konfik di masyarakat. Selama konflik ini berlangsung, terdapat sekitar tiga Surat Mendagri dan 11 surat Gubernur Sulawesi Tengah yang ditujukan kepada pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Morowali untuk segera mematuhi amanah UU No.51/1999 tentang pentintah “pengfungsian” atau Pemindahan ibukota definitif dari Kolonodale ke Bungku, namun tidak ada tindak lanjut yang jelas dari elit politik pusat tersebut. Hal ini menunjukkan adanya ketidaktegasan pemerintah pusat yang berdampak pada stagnasi proses pembangunan dan melemahnya kinerja pemerintah daerah Kabupaten Morowali. Analisis Pustaka : Penelitian ini membahas tentang konflik penetapan ibukota di Kabupaten Morowali dan perpecahan elit politik lokal yang terjadi di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elit politik pusat tidak melakukan tindakan tegas terhadap elit politik lokal yang tidak mengindahkan amanah UU No. 51/ 1999. Akibat ketidaktegasan pemerintah pusat ini, pembangunan mengalami stagnasi dan kinerja pemerintah daerah 14 Kabupatn Morowali melemah. Abstrak dalam penelitian ini sudah menjelaskan latar belakang dan hasil penelitian tetapi belum terdapat metode dan tujuan penelitian yang jelas di dalamnya. Selain itu, kata kunci dalam abstrak belum terdiri dari tiga aspek yang berupa topik spesifik yang dibahas dalam penelitian. Salah satu sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah media massa. Hal ini dirasa kurang dapat memperkuat gagasan yang hendak disampaikan penulis karena sumber yang digunakan bukan merupakan artikel ilmiah yang disusun berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan metode keilmuan tertentu terlebih dahulu. Selain itu, penelitian ini seolah juga belum dapat memberikan data yang akurat, yang terlihat dari seringnya penggunaan kata “kurang lebih”. Terdapat beberapa kesalahan penulisan yang tidak sesuai dengan EYD serta ketidakkonsistenan tata cara penulisan undang-undang sebagai dasar hukum yang digunakan dalam penelitian ini. 8. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi : Peran Elit Politik dalam Proses Penetapan Kebijakan Publik di DPRD Kota Manado : 2012 : Jurnal : Elektronik : Frans C. Singkoh :::- Tanggal diunduh : Jurnal Eksekutif : 2(No.1): 1-23 : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/view/ 2816/2367 : 24 November 2014 Ringkasan Pustaka : Elit merupakan mereka yang menduduki posisi puncak di masyarakat baik dalam kekuasaan maupun dalam kekayaan. Elit adalah orang-orang yang menjalankan otoritas, pengaruh, kekuasaan, dan pengawasan terhadap sumber-sumber daya yang sangat penting. Elit politik merupakan kelompok elit yang paling berpengaruh saat ini. Salah satu elit politik yang paling dominan adalah elit politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Elit politik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki peran yang penting, yakni sebagai pemberi legislasi, penetap anggaran yang dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan pengontrol kebijakan serta penyalur aspirasi masyarakat. Elit politik dalam hal ini berbeda dengan elit fungsional. Elit politik adalah individu atau kelompok elit yang terlibat dalam aktivitas politik untuk berbagai tujuan tapi biasanya bertalian dengan sekedar perubahan politik, sedangkan elit fungsional adalah pemimpin-pemimpin yang baik pada masa lalu maupun masa sekarang mengabdikan diri untuk kelangsungan berfungsinya suatu negara dan masyarakat yang modern. Menurut Wasistiono dan Wiyoso (2009), penyelenggaraan pemerintahan di daerah dapat terjalin dengan baik apabila terdapat kekuatan yang seimbang antara pemerintah daerah (lembaga eksekutif) dan DPRD sebagai lembaga legislatif. Realita 15 yang terjadi saat ini adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih didominasi oleh peran eksekutif. Hal ini terlihat dari peran DPRD sebagai sumber inisiatif, sumber ide, dan konsep serta pemberi legistimasi yang berjalan tidak optimal. Selain itu, menurut Suwandi (2005), ada beberapa hal yang menjadikan disharmonisasi antara pihak eksekutif dan legislatif (DPRD), dalam UU No. 32 tahuun 2004, antara lain: a. Pemilihan kepala daerah secara langsung akan membuat akuntabilitas kepala daerah lebih kuat dibandingkan dengan akuntabilitas DPRD. b. Konsekuensi dari pemilihan langsung, DPRD maupun kepala daerah akan bertanggung jawab langsung kepada rakyat pemilih. Oleh karena itu, kepala daerah tidak lagi menyampaikan laporan pertanggungjawabannya kepada DPRD, namun mekanismenya diatur dalam pasal 27 ayat 2, yakni pertanggungjawaban ke atas kepada Presiden cq. Menteri Dalam Negeri berupa LPPD (Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah), ke samping kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah beruapa LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban), dan ke bawah kepada masyarakat berupa IPPD (Informasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah). c. DPRD akan tetap mempunya otoritas dalam bidang legislasi, anggaran, dan kontrol apabila DPRD mampu menggunakan kewenangan tersebut secara efektif. d. Terdapat perubahan signifikan terhadap konstruksi pemerintah daerah, yakni perbedaan antara pejabat politik (Kepala Daerah dan DPRD) dan pejabat karir. Pejabat politik betugas merumuskan kebijakan politik, sedangkan pejabat karir mengoperasikan kebijakan tersebut ke dalam pelayanan publik. Berdasarkan poin-poin yang telah disampaikan di atas, pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dapat menciptakan check and balaces dalam hubungannya dengan DPRD. Namun di satu sisi, DPRD menjadi lemah jika dikuasai oleh partai yang sama dengan kepala daerah, sehingga dapat menciptakan power shift ke arag executive heavy. Oleh karena itu, pemberdayaan DPRD dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan keseimbangan antara eksekutif daerah dengan DPRD. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan peneliti terlibat sebagai instrumen kunci. Data dan informasi dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan jumlah informan sebanyak 7 orang, serta dilengkapi dengan teknik observasi / Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis kualitatif, yaitu model analisis interaktif yang kemudian disajikan dalam bentuk narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa elit politik mampu menetapkan kebijakan publik, namun proses penetapan kebijakan publik tersebut belum maksimal. Hal tersebut terlihat dari dominasi eksekutif yang sangat kuat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Analisis Pustaka : Penelitian ini membahas tentang peran elit politik dalam proses penetapan kebijakan publik di DPRD Kota Manado. Peran elit politik yang dimaksud dapat dilihat dari aktivitas tugas dan fungsinya sebagai pemberi legislasi, penetap anggaran (APBD), serta sebagai kelompok yang mampu memberikan kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berdasarkan uraian yang dikemukakan penulis, partisipasi rakyat dalam pemilihan kepala daerah dapat meningkatkan legistimasi politiknya dalam memimpin pemerintahan daerah. Hal tersebut menyebabkan pemberdayaan DPRD dan masyarakat sagat penting untuk menciptakan keseimbangan 16 antara eksekutif daerah dengan DPRD. Metodologi penelitian yang dijabarkan pada pembahasan tidak lebih rinci daripada yang disampaikan pada ringkasan di awal tulisan. Penelitian ini membahas terlalu banyak teori, namun sedikit pembahasan tentang peran elit politik dama porses penetapan kebijakan publik di DPRD Kota Manado itu sendiri. Selain itu, dalam penelitian ini juga masih ditemukan kesalahan-kesalahan penulisan yang belum sesuai dengan EYD. 9. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi Tanggal diunduh : Peran Elit Formal dalam Pembangunan Masyarakat : 2010 : Jurnal : Elektronik : Wahyuni :::- Ringkasan Pustaka : : Al-Fikr : 14 (1): 1-13 : http://www.uin-alauddin.ac.id/download-01.Wahyuni.pdf : 29 November 2014 Pembangunan adalah proses perubahan masyarakat di segala aspek yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat atau yang biasa disebut dengan kaum elit. Semua elemen mempunyai tanggung jawab terhadap pembangunan tersebut, namun yang mempunyai tanggung jawab yang paling besar adalah kaum elit. Hal ini disebabkan oleh kaum elit yang mempunyai pengaruh dan kontribusi terhadap partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tersebut. Elit lokal, seperti lurah, pegawai-pegawai daerah atau pusat, guru, dan tokoh-tokoh politik maupun agama dan petani kaya, mampu mendorong partisipasi masyarakat, namun di satu sisi, elit lokal juga mampu menghambat gerak partisipasi anggota masyarakat. Praktik top down planning yang diterapkan pada rezim orde baru merupakan salah satu contoh fenomena peran elit yang menghambat gerak partisipasi masyakarat. Fenomena tersevut dalam perkembangannya telah menimbulkan berbagai akses negatif dalam pembangunan, seperti masyarakat yang pasif, tunduk pada penguasa, dan rendahnya industrialisasi. Penulis menjelaskan perbedaan konsep status dan peran. Status dikatakan dapat memberikan pengaruh, kehormatan, kewibawaan pada seseorang; sedangkan peranan merupakan skap tindak seseorang yang menyandang status dalam kehidupan masyarakat. Menurut Soekanto (1999), status mempunyai aspek struktural yang bersifat hirarkis, yakni mengandung perbandngan tinggi atau rendahnya secara relatif terhadap status-status lain, dan aspek fungsional, yakni peranan sosial yang berkaitan dengan status tertentu yang dimiliki oleh seseorang. Soekanto (1994) juga membedakan status dan status sosial. Status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial; sedangkan status sosial diartikan sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Selain istilah peran, dijelaskan juga tentang istilah peranan sosial, yaitu suatu perbuatan seseorang 17 dengan cara tertentu dalam usaha menjalankan hak dan ewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya. Dalam setiap masyarakat akan selalu terdapat peran. Peran tersebut dapat digunakan optimal apabila seseorang memiliki keunggulan dibanding orang lain. Orang yang memiliki keunggulan tersebutlah yang dinamakan dengan elit. Elit menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Superioritas atau kelebihan dalam bidang-bidang tertentu, kekuasaan, pengetahuan, kekayaan, dan sebagainya, 2) karena kelebihannya sehingga menempati kedudukan sosial yang lebih tinggi di atas warga masyarakat lainnya. Watak dan sifat dari elit dalam suatu masyarakat tidak akan selalu sama dan cenderung berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh sifat budaya yang ada pada masyarakat. Elit formal menempuh cara dengan jalan membangun jaringan sosial dengan para tokoh masyarakat dalam rangka menyukseskan program pembangunan yang diembankan oleh pemerintah. Dalam menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan, elit formal menempuh cara pendekatan kekeluargaan dan pendekatan manusiawi, sehingga masyarakat merasa diperhatikan dan dihargai oleh formal sebagai pimpinan. Meskipun elit formal merupakan “perpanjangan tangan pemerintah” tetapi sebaiknya elit formal lebih memperlihatkan keberpihakan pada masyarakat dengan cara memperhatikan kebutuhan masyarakat agar secepat mungkin terpenuhi, misalnya sejumlah pembangunan jalan, pembangunan mesjid, pembuatan penampungan air, dan lain-lain. Analisis Pustaka : Pembangunan merupakan kolaborasi antara dua kelompok kegiatan, yaitu kegiatan pemerintah dan kegiatan masyarakat. Partisipasi masyarakat dianggap sebagai syarat mutlak yang harus ada dalam pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan penulis, temuan yang dapat diambil adalah jaringan sosial dengan para tokoh masyarakat merupakan cara yang ditempuh elit formal untuk menyukseskan program pembangunan. Abstrak yang terdapat dalam penelitian ini sudah menjelaskan latar belakang penelitian, namun tujuan penelitian, hasil penelitian, dan metode penelitian yang digunakan belum tercantum dalam abstrak. Selain itu, terlalu banyak kata kunci kata kunci yang sebenarnya bukan merupakan topik spesifik yang dibahas dalam tulisan.Secara keseluruhan, metode penelitian dan tujuan penelitian tidak dijelaskan secara jelas di dalam tulisan 10. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal : Demokrasi Berbisik dan Transisi Demokrasi: Konflik Politik dalam Suksesi Elit Lokal Kasus Komunitas Santri Binanga Kabupaten Enrekang : 2010 : Artikel dalam buku : Elektronik : M. Ridhah Taqwa :::::- 18 Alamat URL/ doi Tanggal diunduh : http://sosiologi.fisip.unsri.ac.id/userfiles/Demokrasi%20Berbisik( 1).pdf : 15 November 2014 Ringkasan Pustaka : Kebijakan politik pada masa orde baru merupakan kebijakan yang elitis, jauh dari kepentingan mayoritas sosial (massa) dan masih menunjukkan kentalnya demokrasi prosedural, belum mencapai demokrasi subtantif. Model kepemimpinan Soeharto menjadi model kepemimpinan politik pada aras lokal. Hal ini juga terlihat di Kampung Binanga di Sulawesi Selatan selama 30 tahun, yaitu kepemimpinan politik bersifat otoritarian, jaringan yang luas, dan didukung oleh pejabat daerah serta militer. Penguasa lokal menjadi sangat dominan di berbagai aspek kehidupan, baik itu aspek politik, kehidupan beragama, maupun kegiatan ekonomi. Seiring dengan perubahan masa orde baru ke orde reformasi, iklim politik berubah menjadi sangat terbuka dan transparan. Berangkat dari kondisi tersebut, komunitas lokal terdorong untuk keluar dari kepemimpinan politik otoritarian dan represif. Generasi muda kemudian mendorong model pemilihan kepala kampung dengan cara yang unik, yakni memilih dengan cara membisikkan pilihannya pada panitia pemilih. Yang seringkali bertarung dalam rangka memperebutkan kekuasaan politik lokal pada komunitas santri ini adalah elit sipil dan pensiunan militer. Elit sipil pada akhirnya muncul sebagai pemenang disebabkan oleh dua hal, yaitu intervensi pejabat pemerintah daerah dengan menjamin kesediaan memobilisasi penduduk setempat untuk mendukung Golkar dalam pemilu dan komunitas kampung yang memang tidak setuju dipimpin oleh pensiunan militer. Penelitian ini mengaji tentang pertarungan politik (konflik) lokal inter sipil dan antar sipil militer, serta prospek demokrasi yang terjadi di era reformasi pada aras lokal. Penelitian ini juga melihat perbandingan pola rekrutmen sebelum dan setelah reformasi. Salah satu yang berperan dalam konflik politik yang terjadi di suatu masyarakat adalah kalangan elit politik. Elit politik tidak hanya diartikan sebagai individu-individu yang memiliki kedudukan politik, melainkan juga semua orang atau kelompok yang memiliki sumber daya lebih dan mampu mempengaruhi keputusan politik pada semua aspek kehidupan. Elit lokal menunjuk pada elit yang berpengaruh dalam proses politik hanya pada aras lokal, yang di antaranya disebabkan oleh ilmu pengetahuan, pendidikan, status sosial, dan dihormati oleh masyarakat setempat. Elit lokal diidentifikasi dengan tiga cara, yaitu kedudukan atau posisinya dalam struktur organisasi pemerintahan, reputasi, ataupun kemampuan mempengaruhi keputusan politik lokal. Penelitian ini melihat adanya banyak impilkasi yang ditimbulkan dari kepemimpinan elit lokal yang diwarnai konflik antar elit lokal. Implikasi yang pertama adalah konflik elit menjadi mempunyai keluasan dan intensitas yang cukup tinggi karena elit politik daerah juga bermain sehingga pertarungan politik menjadi kompleks. Intensitas yang tinggi ini memerlukan energi yang juga tinggi, baik dari segi elit politik yang bermain, maupun warga terutama yang termasuk dalam jaringan kekuasaan elit sipil militer. Implikasi yang kedua berupa kegagalan program pembangunan khususnya pembangunan infrastruktur seperti jembatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pola rekrutmen politik dari aras minoritas (elit) ke mayoritas sosial (massa). Namun, perubahan tersebut belum memberikan jaminan bagi pengembangan 19 demokrasi selanjutnya, terutaman untuk menyusun pemberdayaan masyarakat desa yang partisipatif. Analisis Pustaka program pembangunan/ : Penelitian ini melihat adanya banyak impilkasi yang ditimbulkan dari kepemimpinan elit lokal yang diwarnai konflik antar elit lokal. Implikasi yang pertama adalah konflik elit menjadi mempunyai keluasan dan intensitas yang cukup tinggi karena elit politik daerah juga bermain sehingga pertarungan politik menjadi kompleks. Intensitas yang tinggi ini memerlukan energi yang juga tinggi, baik dari segi elit politik yang bermain, maupun warga terutama yang termasuk dalam jaringan kekuasaan elit sipil militer. Implikasi yang kedua berupa kegagalan program pembangunan khususnya pembangunan infrastruktur seperti jembatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pola rekrutmen politik dari aras minoritas (elit) ke mayoritas sosial (massa). Meskipun demikian, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perlu dikembangkan demokrasi yang tidak hanya bersifar prosedural, melainkan juga yang bersifat substansial. Abstrak yang terdapat pada penlitian ini berisi latar belakang penelitian dan hasi penelitian tetapi belum menjelaskan mengenai metode penelitian, tujuan penelitian, serta kata kunci yang berisi topik spesifik yang menjadi pembahasan dalam penelitian. Konsep Pembangunan Desa 11. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi : Kinerja Pegawai Desa dalam Pembangunan Desa (Studi Kualitatif di Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi) : 2013 : Jurnal : Elektronik : Neneng Aenilah, Sarkadi, Suhadi :::- Tanggal diunduh : Jurnal PPKN UNJ Online : 1(No.2) : 1-10 : http://skripsippknunj.com/wpcontent/uploads/2013/07/Tamplate-Jurnal-OnlineMahasiswa11.pdf : 2 Desember 2014 Ringkasan Pustaka : Banyak masyarakat pedesaan bersikap apatis terhadap program-program yang dilakukan pemerintah. Masyarakat pedesaan jarang sekali berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan pembangunan desa. Di Indonesia, pembangunan desa sendiri awalnya mempergunakan istilah pembangunan masyarakat (community development) yang diartikan sebagai suatu proses, metode program kelembagaan dan gerakan yang mencakup: 20 a. Mengikutsertakan masyarakat sebagai basis dalam menanggulangi masalahmasalah yang dihadapi bersama. b. Mendidik dan melatih masyarakat dalam proses demokrasi untuk mengatasi masalah secara bersama. c. Mengaktifkan kelembagaan serta menyediakan fasilitas untuk transfer teknologi pada masyarakat. Penelitian yang berlokasi di Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi ini bertujuan untuk memperoleh data-data atau informasi yang relevan mengenai kinerja pegawai desa dalam pembangunan di desa tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu dari data yang tersedia diambil kesimpulan-kesimpulan, kemudian diuraikan dalam bentuk pernyataan. Setiap data dan bahan yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi, dianalisis melalui tahap pemaparan data, reduksi data, dan pembuatan kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan beberapa masalah pokok yang dihadapi dalam pembangunan desa, yaitu masalah kemiskinan, masalah kependudukan dan ketenagakerjaan, masalah keterbatasan infrastruktur, dan masalah kelembagaan. Upaya yang dilakukan aparat desa setempat dalam mengatasi permasalahan di desa adalah melalui pengajuan proposal dan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait. Analisis Pustaka : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pegawai desa dalam pembangunan desa di Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan beberapa masalah pokok yang dihadapi dalam pembangunan desa, yakni masalah kemiskinan, masalah kependudukan dan ketenagakerjaan, masalah keterbatasan infratruktur, dan masalah kelembagaan. Abstrak dalam penelitian ini telah memaparkan secara jelas mengenai latar belakang penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil penelitian, namun kata kunci yang dimuat dalam abstrak belum mencakup tiga aspek yang berisi topik spesifik penelitian. Metode penelitian telah dijelaskan dengan baik disertai penjabaran yang cukup lengkap mengenai cara-cara mendapatkan data, yakni melalui observasi, wawancara, serta dokumentasi dengan menyimpan data dalam bentuk foto.Akan tetapi, metode penelitian belum memaparkan jumlah responden beserta alasannya digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan dirasa kurang begitu menguatkan gagasan yang ingin disampaikan penulis karena minimnya jumlah responden dan hanya bersumber dari satu sisi, yakni sisi pemerintah tanpa meninjau dari sisi masyarakat yang merasakan kinerja pegawai desa di Kelurahan Sukahurip itu sendiri. 12. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit : Implementasi Model Pembangunan Perdesaan dalam Peningkatan Pembangunan Desa Tertinggal : 2010 : Jurnal : Elektronik : Sofyan Hardi :::- 21 Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi Tanggal diunduh : Region : 2 (No.2): 1-14 : http://www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/region/article/view/476 : 2 Desember 2014 Ringkasan Pustaka : Daerah tertinggal menurut Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Dareah, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional adalah daerah kabupaten yang relatf kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Terdapat beberapa faktor penyebab suatu daerah dikategorikan sebagai daeah tertinggal, yakni: a. Geografis. Secara geografis, umumnya daerah tertinggal relatif sulit dijankau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, pulau-pulau terpencil atau karena faktor gomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi. b. Sumberdaya alam. Beberapa daerah tertinggal memiliki keterbatasan sumberdaya alam atau memilki sumberdaya alam yang besar namun daerah tersebut termasuk pada daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi. Penyebab lainnya juga dapat disebabkan oleh pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan sehingga menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah tertinggal. c. Sumberdaya manusia. Umumnya masyarakat daera tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang reatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang. d. Prasarana dan sarana. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lain, sehingga masyarakat daerah tertinggal mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial e. Derah rawan bencana dan konflik sosial. Suatu daerah yang sering mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi menjadi terganggu. f. Kebijakan pembangunan. Beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan, dapat menyebabkan suatu daerah menjadi daerah tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal merupakan hal yang diperlukan dalam upaya mengatasi permasalahan-permasalahn pada daeah tertinggal tersebut. Pembangunan daerah tertinggal sendiri merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Strategi-strategi dalam upaya mengatasi pemasalahan di daerah tertinggal tersebut, di antaranya: a. Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. 22 b. Pengembangan ekonomi lokal. Strategi ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah. c. Pemberdayaan masyarakat. Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. d. Perluasan kesempatan. Strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju. e. Peningkatan kapasitas. Strategi ini diarahkan untuk meningatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat daerah tertinggal. f. Peningkatan mitigasi dan rehabilitasi. Strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulikan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam seta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan. Pembangunan daerah tertinggal berbeda dengan penanggulangan kemiskinan. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Penelitian ini mendukung adanya introduksi konsep atau prinsip yang harus menggeser keberpihakan, dari perkotaan menjadi pedesaan, terutama dalam hal pembangunan pelayanan publik. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini menitikberatkan pada realitas di lapangan dalam rangka melihat prinsip kesetaraan dan berkeadilan ekonomi berjalan dalam konteks pembangunan pedesaan, sedangkan pendekatan kuantitatif menitikberatkan pada operasi statistik untuk mengenali karakteristik dan pola pemanfaatan sumberdaya dan pelayanan publik di pedesaan. Dalam upaya mengatasi pembangunan desa tertinggal tersebut, dikenal juga istilah pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan memiliki pengertian sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memebuhi kebutuhan mereka sendiri. Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan yang lebih dikenal dengan “Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan”. Pembangunan berkelanjutan memerlukan aspek-aspek bekelanjutan yang perlu dipehatikan, yaitu: keberlanjytan dalam bidang ekologis, keberlanjutan dalam bidang ekonomi, keberlanjtan dalm bidang sosial budaya, keberlanjutan dalam bidang politik, dan keberlanjutan dalam bidang pertahanan keamanan. Terdapat beberapa tolak ukur pembangunan berkelanjutan yang dapat digunakan, baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah, untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan, yaitu: pro ekonomi kesejahteraan, pro lingkungan berkelanjutan, pro keadilan sosial, yang di dalamnya pro lingkungan hidup, pro rakyat miskin, pro kesetaraan jender, pro penciptaan lapangan kerja, pro dengan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia dan harus anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tiga indikator utama dari beberapa tolak ukur tersebut adalah pro ekonomi kesejahteraan, pro lingkungan berkelanjutan, dan pro keadilan sosial. 23 Analisis Pustaka : Optimalisasi tiga pilar pembangunan pedesaan menjadi acuan keberhasilan pembangunan desa. Keberhasilan pembangunan desa khususnya desa tertinggal dipengaruhi oleh cara pandang level pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/ kota. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan prinsip kesetaraan dan berkeadilan ekonomi dalam konteks pembangunan perdesaan. Hal tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan pembangunan secara nasional, provinsional, dan kabupaten. Kota. Penulis menyebutkan bahwa penelitian ini memadukan antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif, namun hal tersebut tidak dijelaskan secara rinci dalam tulisan. Selain metode penelitian yang tidak dijelaskan dengan cukup baik, penelitian ini juga tidak menyebutkan spesifikasi lokasi. 13. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi Tanggal diunduh Ringkasan Pustaka : Mengelola Strategi Pembangunan Berdimensi Kewilayahan : 2011 : Jurnal : Elektronik : Velix Vernando Wanggai :::: Jurnal Sekretariat Negara RI : No. 20 : 115-125 : www.setneg.go.id/images/stories/.../20_artikel5.pdf : 15 November 2014 : Pembangunan berdimensi kewilayahan merupakan salah satu strategi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak kurun waktu 2004-2009 hingga dilanjutkan pada periode kedua Presiden SBY menjabat. Terdapat beberapa permasalahan yang mendasari dilakukannya pembangunan berdimensi kewilayahan, yaitu: a. Banyaknya wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan b. Belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh c. Wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang d. Kurang berfungsinya sistem kta-kota nasional dam pengembangan wilayah e. Ketidakseimbangan pertumbuhan anta kota-kota besar, metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil f. Kesenjangan pembangunan antara desa dan kota g. Rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi pembangunan lintas sektor dan wilayah h. Sistem pengolahan pertanahan yang masih belum optimal Selain itu, pemerintah juga mengutamakan beberapa aspek, yaitu pembangunan yang inkusif, menghormati dan menjaga keberagaman rakyat Indonesia, mengedepankan pendekatan kewilayahan. Beranjak pada periode kedua masa pemerintahan Presiden SBY, tahun 20092014, Presiden SBY menetapkan strategi pembangunan regional, yaitu: 24 a. Mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar pulau Jawa-Bali dan Sumatera, dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di pulau Jawa- Bali dan Sumatera b. Meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui peningkatan perdagangan antarpulau untuk mendukung perekonomian domestik; c. Meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap wilayah d. Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana e. Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor- sektor kelautan Pada tahun 2009, Presiden SBY dan DPR RI juga menyetujui untuk menerbitkan UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan melalui pengembangan kawasan strategis ditujukan dalam upaya menuju suatu pengelompokan kawasan fungsional yang memberikan backward dan forward linkages serta multiplier effects bagi daerah di sekitar kawasan tersebut secara regional, nasional, dan internasional untuk optimalisasi potensi pertumbuhan ekonomi daerah sehingga dapat meminimalisasi ketimpangan pembangunan antardaerah. Pada tahun 2011, Presiden mengeluarkan kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). MP3EI mencakup strategi peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi di koridor ekonomi wlayah, pembangunan konektivitas di seluruh pelosok Tanah Air, dan pembangunan SDM dan IPTEK yang berorientasi inovatif. Hal ini dilakukan dengan target negara Indonesia dapat menjadi sepuluh besar di dunia pada tahun 2025 dan enam negara besar pada tahun 2050. Tulisan ini berupaya untuk mengetahui makna strategi pembangunan berdimensi kewilayahan yang ditempuh Presiden SBY selama masa pemerintahannya. Strategi tersebut juga berkaitan dengan pola hubungan kewenangan dan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam upaya membangun sinergisasi tersebut, pemerintahan Presiden SBY melakukan kerangka penataan, yaitu kerangka perencanaan kebijakan, kerangka kebijakan regulasi, dan kerangka kewenangan serta kelembagaan. Analisis Pustaka : Tulisan ini berupaya untuk mengetahui makna strategi pembangunan berdimensi kewilayahan yang ditempuh oleh Presiden SBY selama masa pemerintahannya. Terdapat setidaknya delapan permasalahan yang melatarbelakangi Presiden SBY dalam melakukan strategi pembangunan berdimensi kewilayahan, yaitu: a) banyaknya wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan, b) belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh, c) kondisi wilayah perbatasan dan terpencil yang masih terbelakang, d) kurang berfungsinya sistem kota-kota nasional dalam pengembangan wilayah, e) ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar, metropolitan, menengah, dan kecil, f) kesenjangan pembangunan antara desa dan kota, g) rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi pembangunan lintas sektor dan wilayah, dan h) sistem pengolahan pertanahan yang masih belum optimal. Tulisan ini menggunakan data-data sekunder dan pengetahuan serta pengalaman penulis yang merupakan staf khusus Presiden bidang pembangunan daerah dan otonomi daerah. 25 14. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan nama penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi): hal Alamat URL/ doi : Pembangunan Infrastruktur Perdesaan dengan Pelibatan Masyarakat Setempat : 2009 : Jurnal : Elektronik : Andi Asnudin :::- Tanggal diunduh : SMARTek : 07 (No. 04) : 292-300 : http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/SMARTEK/article/view File/598/518 : 5 Desember 2014 Ringkasan Pustaka : Menurut Data Sensus Penduduk tahun 2000, terdapat sekitar 125 juta jiwa atau 60,2% dari seluruh penduduk di Indonesia yang bertempat tinggal di perdesaan. Walaupun sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di Pedesaan, hal ini tidak diimbangi dengan tersedianya infrastruktur yang memadai di daerah pedesaan. Kondisi ini terlihat dari jauhnya jarak tempuh penduduk esa ke pusat pemasaran, air minum perpipaan perdesaan yang masih sangat rendah, serta minimnya luas lahan pertanian petani di perdesaan. Pelibatan masyarakat dibutuhkan dalam upaya pembangunan infrastruktur. Infrastruktur perdesaan yang menjadi cakupan pembiayaan Program Pembangunan infrastruktur Perdesaan (PPIP) untuk tahun anggaran 2009, antara lain berupa: a. Infrastruktur yang mendukung aksesibilitas, berupa jalan dan jembatan perdesaan b. Infrastruktur yang mendukung prouksi pangan, berupa irigasi perdesaan c. Infrastruktur untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat perdesaan, berupa penyediaan air minum dan sanitasi perdesaan Penelitian yang dilakukan pada 25 desa sasaran PPIPB di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutang, Propinsi Sulawesi Tengah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang dampak pelibatan masyarakat setempat terhadap program pembangunan infrastruktur perdesaan di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah dan tingkat keberhasilan pelaksanaan program PPIP 2009. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah non parametric, yaitu dengan menggunakan analisis deskriptif. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis kualitatif dengan data primer yang diperoleh dari hasil jawaban responden dalam bentuk wawancara, kuesioner, dan data skunder yang beupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan PPIP. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa: a. Pembangunan sarana infrastruktur yang dilaksanakan masyarakat pada umumnya memiliki cost-effective yang tinggi (diukur dari biaya yang dikeluarkan dan manfaat dan dampak proyek yang dihasilkan) b. Kualitas sarana yang dibangun oleh masyarakat memiliki kualitas sedang cenderung baik. 26 Penyerapan sumber daya lokal yang paling tinggi terlihat dalam pembangunan infrastruktur jembatan, sanitasi lingkungan, dan sarana air bersih, kemudian yang kedua adalah pembangunan infrastruktur jalan penyerapan material. Meskipun demikian, keterlibatan masyarakat belum sepenuhnya optimal dalam setiap kegiatan. Tingkat keberlanjutan dari proyek infrastruktur perdesaan masih rendah. Penulis pada bab kesimpulan menyarankan bahwa dibutuhkan fokus perhatian proyek serta diperlukan penguatan kelembagaan masyarakat untuk mendorong pembangunan masyarakat dan wilayah pedesaan. Analisis Pustaka : Penelitian ini dilakukan dalam rangka memberi gambaran dan dampak yang ditimbulkan dari pelibatan masyarakat dalam proses Program Pembangunan Infrastuktur Perdesaan (PPIP) Tahun 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proyek infrastruktur perdesaan berjalan cukup fungsional tetapi tingkat keberlanjutannya masih rendah. Oleh karena itu, dibutuhkan fokus perhatian proyek pada masa yang akan datang, seperti 1) meningkatkan aspek pengorganisasian masyarakat, 2) transparansi, 3) akuntabel, serta 4) berkelanjutan. Proyek pembangunan infrastruktur perdesaan akan semakin efektif dalam mendorong pembangunan masyarakat wilayah perdesaan apabila diikuti dengan program penguatan kelembagaan masyarakat dan peningkatan ekonomi rakyat. Penelitian ini telah memaparkan latar belakang, tujuan penelitian, metode penelitian, dan hasil penelitian yang cukup jelas, namun spesifikasi lokasi belum disampaikan dengan cukup baik. RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang menetap dalam suatu wilayah yang secara administratif ada di bawah pemerintahan kabupaten/ kota dan saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan, kepentingan politik, sosial, ekonomi, atau keamanan (Nurcholis 2011). Sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, desa mempunyai wewenang dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan serta kepentingan msyarakat setempat berdasarkan inisiasi masyarakat, hak asal usul atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mengatur urusan kepentingan masyarakat setempat tersebut, desa memerlukan pemimpin untuk memimpin jalannya pemerintahan desa. Pemimpin yang dimaksud dalam hal ini adalah elit, yaitu orang-orang yang menduduki kekuasaan dalam pemerintahan dan kedudukan dominasi dalam masyarakat (Kurniadi 2012). Elit juga mempunyai peran dalam proses pembangunan desa. Penelitianpenelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kepemimpinan, yang dalam hal ini, adalah elit berkuasa mempunyai pengaruh kuat dan peran yang penting dalam pembangunan desa. Penjelasan lebih rinci termuat dalam tabel yang disertakan di lampiran. Selain itu, dari hasil temuan dan ringkasan penelitian-penelitian sebelumnya, diperoleh tiga konsep penting yang berkaitan dengan judul yang diangkat. Konsep tersebut diklasifikasikan menjadi tiga bahasan, yaitu: kepemimpinan, elit berkuasa, dan pembangunan desa. Identifikasi Konsep Kepemimpinan 1. Definisi Pemimpin Istilah kepemimpinan itu sendiri diambil dari kata-kata yang umum dipakai dan tidak dapat didefinisikan secara tepat (Yukl 2010). Peneliti biasanya mendefiniskan kepemimpinan sesuai dengan perspektif individualnya. Hal ini juga terlihat dalam konsep-konsep kepemimpinan yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Rahmawati (2013) dalam penelitiannya mengenai peran manten (mantan kepala desa) dalam kepemimpinan desa, mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh yang diberikan kepada masyarakat melalui struktur organisasi pemerintahan desa. Selain itu, penelitian yang dilakukan Parmudito dan Yunianto (2009) pada perangkat desa di Kabupaten Batang menggunakan konsep kepemimpinan dari Ohio State University yang mengidentifikasi kepemimpinan ke dalam dua dimensi perilaku, yaitu sebagai struktur prakarsa (initiating structure) dan pertimbangan (consideration). Struktur prakarsa yang dimaksud adalah upaya pemimpin dalam mengoptimalkan peran mereka dan peran bawahan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, sedangkan pertimbangan menjelaskan tentang upaya pemimpin dalam membangun hubungan kerja yang baik dengan menumbuhkan rasa percaya, mempertimbangkan serta menghargai pendapat bawahan, dan memperhatikan perasaan yang dipimpin. Pemimpin dalam struktur prakarsa dan pertimbangan yang lebih tinggi cenderung mencapai kinerja dan tingkat kepuasan yang lebih tinggi daripada bawahannya. Meskipun penelitian-penelitian tersebut mendefinisikan konsep kepemimpinan secara berbeda, namun penelitian-penelitian tersebut sama-sama menyatakan bahwa pemimpin mempunyai pengaruh yang besar dan signifikan, baik itu dalam pemerintahan desa, komitmen organisasi, maupun kinerja yang dipimpin. Hal ini menunjukkan bahwa 28 inti dari kepemimpinan adalah mempengaruhi. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah sosok yang mampu mempengaruhi, memotivasi, serta membuat orang lain menunjukkan kontribusinya untuk mencapai keberhasilan tujuan yang diinginkan. 2. Kekuasaan dan Pengaruh Salah satu hal yang mempengaruhi ukuran pengaruh yang diberikan pemimpin adalah kekuasaan dan otoritas. Kekuasaan itu sendiri menjelaskan tentang kapasitas pemimpin untuk mempengaruhi sikap atau perilaku seseorang atau lebih dalam periode waktu tertentu, sedangkan otoritas adalah hak dan kewajiban pemimpin yang berkaitan dengan posisi khusus dalam suatu organisasi atau sistem sosial (Yukl 2010). Huraerah dan Purwanto (2006) menjelaskan mengenai kekuasaan yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi ke dalam beberapa klasifikasi tipe kekuasaan, yakni: a. Legitimasi pemakaian kekuasaan, yaitu otoritas atau hak yang dimiliki seseorang untuk memerintah karena posisinya sehingga yang dipimpin menjadi berkewajiban untuk mematuhinya. b. Kekuasaan ganjaran (reward power), yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain dengan memberikan imbalan atau penghargaan. c. Kekuasaan paksaan (coercive power), yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain dengan meberikan hukuman, seperti teguran, pemutusan hubungan kerja, dll. d. Kekuasaan ahli (expert power), yaitu kemampuan mempengaruhi dengan berdasarkan pengetahuan, pengalaman, atau penilaian orang lain terhadap orang tersebut sehingga orang lain percaya dengan kemampuan orang tersebut dalam menyelesaikan pekerjaan. e. Kekuasaan referensi (referent power), yaitu kemampuan mempengaruhi orang lain karena ada kekaguman atau keinginannya untuk mengenali sumber kekuasaan. Dari lima tipe kekuasaan tersebut, kekuasaan yang sah, kekuasaan ganjaran, dan kekuasaan paksaan termasuk ke dalam kekuasaan posisi, sedangkan kekuasaan ahli dan kekuasaan referen termasuk ke dalam kekuasaan personal. Pemimpin yang menggunakan kekuasaan posisi secara berlebihan dapat memicu timbunya kebencian atau pemberontakan dari yang dipimpin (Yukl 2010). Sebaliknya, pemimpin yang menggunakan kekuatan posisinya secara lemah akan menghadapi kesulitan dalam membangun kinerja yang dipimpin. Hal ini memperlihatkan bahwa dibutuhkan kekuasaan posisi yang sedang agar mencapai hasil yang optimal sesuai dengan yang diharapkan. Dari 11 penelitian yang telah dijelaskan di atas, sepuluh di antaranya, yaitu penelitian yang dilakukan Pramudito dan Yunianto (2009), Kurniadi (2013), Darwis (2011), Singkoh (2012), Wahyuni (2011), Aenilah et al. (2013), Hardi (2010), Wanggai (2011), Asnudin (2009), dan Taqwa (2014), menggunakan kekuasaan yang sah (legitimate power) dalam kepemimpinannya, sedangkan untuk penelitian yang dilakukan Rahmawati (2013) menggunakan kekuasaan referensi (referent power). Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan yang sah (legitimate power) mempunyai pengaruh dan peran yang penting di dalam kepemimpinan itu sendiri. Kekuasaan bersifat dinamis, yakni dapat berubah seiring dengan tindakan individu atau kelompok serta situasi dan kondisi tertentu. Teori pertukaran sosial merupakan salah satu teori yang dapat menjelaskan hal tersebut. Dalam teori pertukaran sosial, terdapat harapan mengenai pertukaran dan keseimbangan timbal balik. Contohnya 29 adalah harapan dari yang dipimpin terhadap pemimpinnya dalam kelompok yang akan mempengaruhi kepercayaan yang dipimpin terhadap pemimpin tersebut. Semakin inovatif ide atau gaya kepemimpinan pemimpin, semakin kuat kepercayaan kelompok terhadap pemimpinnya, sehingga akan semakin besar status dan pengaruh yang dimiliki orang tersebut. Salah satu buktinya ditunjukkan oleh hasil penelitian Pramudito dan Yunianto (2009) yang menyebutkan bahwa semakin cocok gaya kepemimpinan seorang pemimpin dengan persepsi bawahannya, semakin meningkat komitmen bawahannya terhadap organisasi tersebut. Dengan demikian, gaya kepemimpinan juga merupakan faktor penentu keberhasilan dari pengaruh yang berusaha diberikan pemimpin. Usman (2013) mengemukakan empat gaya kepemimpinan menurut Teori Hersey & Blachard, yaitu: a. Gaya kepemimpinan instruksi, yakni gaya kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi satu arah dengan tingginya pemberian tugas dan arahan, namun rendahnya hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pemimpin mengarahkan secara jelas dan rinci, seperti tentang cara mengerjakan tugas, batas waktu penyelesaian, tempat pekerjaan dilaksanakan dan pengawasan. b. Gaya kepemimpinan konsultasi, yakni gaya kepemimpinan yang dicirikan dengan komunikasi dua arah dengan tingginya pemberian tugas dan arahan serta disertai tingginya hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pemimpin menawarkan ide dan bawahan diberi kesempatan berkomentar. c. Gaya kepemimpinan partisipasi, yakni gaya kepemimpinan yang dicirikan dengan rendahnya pemberian tugas dan arahan, namun tingginya hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pemimpin dan bawahan saling memberikan ide serta bersama-sama dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. d. Gaya kepemimpinan delegasi, yakni gaya kepemimpinan yang dicirikan dengan rendahnya pemerian tugas dan arahan disertai dengan rendahnya hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pemimpin memberi kepercayaan kepada bawahannya dengan melimpahkan wewenangnya, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Tidak hanya gaya kepemimpinan, faktor lain yang dapat mempengaruhi ukuran pengaruh seorang pemimpin adalah perilaku pemimpin yang konsisten dilakukan untuk mencapai visi sehingga bawahannya terinspirasi untuk mengikuti pemimpin tersebut (Yukl 2010). Hal ini disebabkan perilaku pemimpin merupakan elemen penting yang dapat menumbuhkan karisma dari seorang pemimpin. Pemimpin dengan karisma dapat membuat bawahannya menjadi begitu berkomitmen terhadap tugas atau misi. Yukl (2010) mengemukakan sembilan perilaku pemimpin yang mampu mempengaruhi sikap dan perilaku dari pengikutnya, yaitu: a) pembuatan visi yang inovatif, b) perilaku yang tidak konvensional, c) manajemen kesan, d) pengorbanan diri dan risiko pribadi, e) perilaku tokoh panutan yang patut dicontoh, f) memperlihatkan keyakinan pada pengikut, g) memperkuat identitas tim, h) berbagi kekuasaan untuk keputusan penting, dan i) memindai dan menganalisis lingkungan. Mengacu dari berbagai literatur, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan yang sah (legitimate power) memberikan pengaruh yang signifikan. Selain itu, gaya kepemimpinan dan perilaku pemimpin merupakan dua hal yang juga memberikan pengaruh dalam kepemimpinan dan keberhasilan pencapaian tujuan. 30 Identifikasi Konsep Elit Berkuasa Kelompok elit, menurut Battomore (1990), dapat diklasifikan ke dalam dua kategori: a. The governing elites (elit yang memerintah), yaitu orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi bagian dan mempunyai peranan penting dalam pemerintahan. Orang-orang ini berada dalam kedudukan atas kekuasaan dan wewenang untuk mengambil tindakan-tindakan strategis, dipatuhi, dan dihormati oleh masyarakat. Beberapa contoh dari elit ini adalah Kepala Desa, Gubernur, Walikota, dan Bupati. b. The non governing elites (elit yang tidak memerintah) yaitu orang-orang yang aktifitasnya berada di luar urusan pemerintahan namun mempunyai pengaruh kuat dalam formulaisasi kebijaksanaan. Beberapa contohnya yaitu elit agama, elit adat, atau elit intelektual. Konsep elit berkuasa, yang menjadi spesifikasi topik pada pembahasan ini, didefinisikan sebagai kumpulan orang yang memegang kedudukan dalam suatu masyarakat dan dianggap sebagai kelompok yang kohesif. Konsep “elit yang memerintah” atau elit berkuasa membedakan adanya suatu minoritas terorganisasi yaitu yang memerintah dengan mayoritas tak terorganisasi yaitu massa. Meskipun minoritas, namun elit berkuasa mempunyai pengaruh dan peran yang signifikan. Hal tersebut terlihat dari penelitian-penelitian sebelumnya sebagaimana yang disampaikan oleh Kurniadi (2013), Darwis (2011), Singkoh (2012), Wahyuni (2011), dan Taqwa (2014). Penelitian Kurniadi (2013) menunjukkan keterlibatan elit berkuasa memberikan dampak positif terhadap katalisator perolehan suara calon yang didukungnya. Konflik elit menjadi mempunyai keluasan dan intensitas yang cukup tinggi karena elit politik daerah juga bermain sehingga pertarungan politik menjadi kompleks. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian dari Singkoh (2012) dan Wahyuni (2011) yang menyebutkan bahwa elit berkuasa mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Pengaruh dan peran elit berkuasa tidak hanya terlihat dari besar pengaruhnya terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa, tetapi juga dapat terlihat dari konflik sosial yang terjadi dan dimainkan oleh elit berkuasa tersebut. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian Darwis (2011), yang menyebutkan bahwa konflik ibukota merupakan sarana elit politik lokal dalam membangun politik massa yang berbasis kultural yang fanatik dalam pemenangan Pemilu dan Pilkada, dan hasil penelitian Taqwa (2014), yang meyebutkan bahwa konflik elit menjadi mempunyai keluasan dan intensitas yang cukup tinggi karena elit politik daerah juga bermain sehingga pertarungan politik menjadi kompleks. Salah satu hal yang membedakan elit berkuasa dengan yang tidak adalah wewenang elit berkuasa dalam mengambil tindakan-tindakan strategis seperti mengambil keputusan dalam pembuatan kebijakan. Proses pengambilan keputusan dalam rangka pembuatan kebijakan ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor (Nigro dan Nigro 1980), yaitu: a. adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar Pembuat kebijakan merasa harus memenuhi tuntutan dari luar sehingga kebijakan yang ada dipengaruhi tekanan-tekanan dari luar b. adanya pengaruh kebiasaan lama Hal ini juga dikenal dengan istilah sunk costs, yakni seperti kebiasaan investasi modal, sumber-sumber dan waktu sekali dipergunakan untuk membiayai progam-program tertentu, cenderung akan selalu diikuti walaupun keputusan-keputusan tersebut telah dikritik salah dan perlu 31 diubah. Kebiasaan lama itu akan lebih dikuti apabila suatu kebijaksanaan yang telah ada dipandang memuaskan. c. adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Berbagai keputusan yang dibuat pembuat kebijakan dipengaruhi oleh sifatsifat pribadinya. Hal ini juga ditunjukkan oleh penelitian Darwis (2011), yang memperlihatkan bahwa sifat pribadi dari elit politik lokal yang ingin terus berkuasa menjadikan konflik ibukota sebagai sarana elit politik lokal dalam membangun politik massa untuk dijadikan kekuatan massa pendukung yang berbasis kultural yang fanatik dalam pemenangan Pemilu dan Pilkada. d. adanya pengaruh dari kelompok luar Lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap pembuatan kebijakan. Hal ini juga ditunjukkan oleh penelitian Rahmawati (2013) yang menyebutkan bahwa manten (mantan kepala desa) yang juga merupakan keluarga kepala desa yang saat ini menjabat, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pemerintahan yang ada. e. adanya pengaruh keadaan masa lalu Pengalaman yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan kebijakan. Contohnya adalah kekhawatiran seseorang dalam melimpahkan wewenang atau mendelegasikan tugasnya kepada orang lain karena pada masa lalu pernah melakukan hal yang sama dan merasa dikhianati karena pelimpahan wewenang tersebut disalahgunakan. Berdasarkan berbagai literatur dan penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa elit berkuasa mempunyai pengaruh dan peran yang besar dan signifikan. Di balik pengaruh yang diberikan oleh elit berkuasa, ternyata ada pengaruh-pengaruh lain yang menjadi faktor bagi elit berkuasa dalam membuat keputusan atau kebijakan, seperti pengaruh tekanan-tekanan dari luar, pengaruh kebiasaan lama, pengaruh sifat-sifat pribadi, pengaruh dari kelompok luar, ataupun pengaruh keadaan masa lalu. Pembangunan Desa Menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa, pembangunan desa diartikan sebagai upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Selain untuk meningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan desa juga bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pembangunan desa sendiri di Indonesia, sebagaimana yang disampaikan Aenilah et al. (2013), awalnya mempergunakan istilah pembangunan masyarakat yang diartikan sebagai suatu proses dan metode program kelembagaan dan gerakan yang mencakup: a. mengikutsertakan masyarakat sebagai basis dalam menanggulangi masalahmasalah yang dihadapi bersama. b. Mendidik dan melatih masyarakat dalam proses demokrasi untuk mengatasi masalah secara bersama. c. Mengaktifkan kelembagaan serta menyediakan fasilitas untuk transfer teknologi pada masyarakat. 32 Pokok-pokok kebijaksanaan pembangunan desa itu sendiri, menurut Sajogyo dan Sajogyo (1984), terdiri dari: a. pemanfaatan sumber daya manusia dan potensi alam b. pemenuhan kebutuhan esensial masyarakat c. peningkatan prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat d. pengembangan tata desa yang teratur dan serasi e. peningkatan kehidupan ekonomi yang koperatif Pembangunan desa diperlukan dalam rangka mengatasi permasalahanpermasalahan yang terdapat di desa. Strategi-strategi dalam upaya mengatasi pemasalahan-permasalahn tersebut, sebagaimana yang disampaikan Hardi (2010), di antaranya melalui: a. Penyesuaian strategi dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing desa. Hal ini didukung Wanggai (2011) yang membahas tentang kebijakan pembangunan berdimensi kewilayahan yang dilakukan pada masa pemerintahan Presiden SBY yang dilatarbelakangi oleh permasalahan: 1) banyaknya wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan, 2) belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh, 3) kondisi wilayah perbatasan dan terpencil yang masih terbelakang, 4) kurang berfungsinya sistem kota-kota nasional dalam pengembangan wilayah, 5) ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar, metropolitan, menengah, dan kecil, 6) kesenjangan pembangunan antara desa dan kota, 7) rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi pembangunan lintas sektor dan wilayah, dan 8) sistem pengolahan pertanahan yang masih belum optimal. b. Pengembangan ekonomi lokal. c. Pemberdayaan masyarakat. Strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. d. Perluasan kesempatan. e. Peningkatan kapasitas. Strategi ini diarahkan untuk meningatan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat. Poin ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Asnudin (2009) tentang pembangunan infrastruktur pedesaan dengan pelibatan masyarakat setempat, yang menyebutkan bahwa diperlukan penguatan kelembagaan masyarakat untuk mendorong pembangunan masyarakat wilayah pedesaan. f. Peningkatan mitigasi dan rehabilitasi. Strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulikan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam seta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan. Faktor-faktor yang mepengaruhi tingkat dan arah perkembangan desa itu sendiri, menurut Sajogyo dan Sajogyo (2014) dipengaruhi oleh dua hal, yaitu letak desa terhadap pusat-pusat fasilitas dan hasil karya manusia (ekonomi sosial budaya dan prasarana). Letak desa yang dimaksud adalah lokasi atau jarak desa dengan tempat lain yang merupakan pusat fasilitas disertai dengan kemudahan akses atau transportasi dari desa menuju pusat fasilitas tersebut. Pusat fasilitas yang dimaksud adalah ibu kota provinsi atau kota madya, ibu kota kabupaten, ibu kota kecamatan, atau desa-desa lain di sekita desa yang diteliti. Selain letak desa terhadap pusat-pusat fasilitas, faktor lain yang mempengaruhi tingkat dan arah perkembangan desa adalah hasil karya manusia. Hasil karya manusia yang dimaksuh yaitu prasarana desa, output (produktivitas desa), dan mata pencaharian penduduk desa. SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi Berdasarkan kerangka analisis baru yang dipaparkan diatas, maka pertanyaan penelitian yang akan diajukan, yaitu: 1. Bagaimana pengaruh faktor pengambilan keputusan dari elit berkuasa terhadap pembangunan desa? 2. Bagaimana pengaruh perilaku elit berkuasa terhadap pembangunan desa? 3. Bagaimana pengaruh kepemimpinan elit berkuasa terhadap pembangunan desa? Usulan Kerangka Analisis Baru Elit berkuasa dapat memberikan pengaruh yang besar dan signifikan terhadap pembangunan desa melalui tiga hal, yaitu: 1) faktor pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan yang dipengaruhi oleh tekanan-tekanan dari luar, kebiasaan lama, sifat-sifat pribadi, kelompok luar, atau keadaan masa lalu; 2) gaya kepemimpinan yang terdiri dari: gaya kepemimpinan instruksi, konsultasi, partisipasi atau delegasi; 3) perilaku pemimpin, yaitu pembuatan visi yang inovatif, perilaku yang tidak konvensional, manajemen kesan, pengorbanan diri dan risiko pribadi, perilaku tokoh panutan yang patut dicontoh, memperlihatkan keyakinan pada pengikut, memperkuat identitas tim, berbagi kekuasaan untuk keputusan penting, dan menganalisis lingkungan. Ketiga hal tersebut mempengaruhi elit berkuasa dalam menjalankan salah satu tugasnya untuk membangun desa, sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014. Pembangunan desa dapat dilihat melalui tingkat dan arah perkembangan desa. Tingkat dan arah perkembangan desa, menurut Sajogjo dan Sajogjo (1984) dapat dilihat melalui letak desa terhadap pusat-pusat fasilitas, prasarana desa, output (produktivitas desa), dan mata pencaharian penduduk desa Usulan kerangka analisis ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi antara variabel x (bentuk pengaruh elit berkuasa) dengan variabel y (tingkat dan arah perkembangan desa). 34 Gambar 1 Usulan Kerangka Analisis Baru Elit Berkuasa Faktor pengambilan keputusan (X1) 1. Pengaruh tekanan-tekanan dari luar 2. Pengaruh kebiasaan lama 3. Pengaruh sifat-sifat pribadi 4. Pengaruh dari kelompok luar 5. Pengaruh keadaan masa lalu Gaya Kepemimpinan (X2) 1. Instruksi 2. Konsultasi 3. Partisipasi 4. Delegasi Perilaku Pemimpin (X3) 1. Pembuatan visi yang inovatif 2. Perilaku yang tidak konvensional 3. Manajemen kesan 4. Pengorbanan diri dan risiko pribadi 5. Tokoh panutan yang patut dicontoh 6. Memperlihatkan keyakinan pada pengikut 7. memperkuat identitas tim 8. Berbagi kekuasaan untuk keputusan penting 9. Memindai dan menganalisis lingkungan. Pembangunan Desa Tingkat dan arah perkembangan desa (Y) 1. Letak desa terhadap pusat-pusat fasilitas 2. Prasarana desa 3. Output (produktivitas desa), 4. Mata pencaharian penduduk desa 35 DAFTAR PUSTAKA Aenilah N, Sarkadi, Suhadi. 2013. Kinerja pegawai desa dalam pembangunan desa (studi kualitatif di Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi). Jurnal PPKN UNJ Online [internet] [dikutip 2 Desember 2014]; 1(No.2):1-10. Dapat diunduh dari: http://skripsippknunj.com/wpcontent/uploads/2013/07/Tamplate-Jurnal-Online-Mahasiswa11.pdf Asnudin A. 2009. Pembangunan infrastruktur perdesaan dengan pelibatan masyarakat setempat. SMARTek [internet] [dikutip 5 Desember 2014]; 7(4):292-300. Dapat diunduh dari: http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/SMARTEK/article/viewFile/598/518 Bottomore TB. 1990. Kelompok Elit dan Masyarakat. Kartodirdjo S, editor. Jakarta (ID): LP3ES. Darwis. 2011. Elit politik lokal dalam konflik ibukota di Kabupaten Morowali. Jurnal Studi Pemerintahan [internet] [dikutip 24 November 2014]; 2(2):280-298. Dapat diunduh dari: http://jksg.umy.ac.id/index.php/archive/tahun-2011/category/6volume-2-nomor-2-agustus-2011.html?download=28%3Aelit-politik-lokal-dalamkonflik-ibukota-di-kabupaten-morowali Hardi S. 2010. Implementasi model pembangunan perdesaan dalam peningkatan pembangunan desa tertinggal. Region [internet] [dikutip 2 Desember 2014]; 2(No.2):1-14. Dapat diunduh dari: http://www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/region/article/view/476 Kurniadi P. 2013. Perilaku politik elit politik lokal pada pemilukada Kota Tanjungpinang 2012 (studi kasus di Kelurahan Sei-Jang Kecamatan Bukit Bestari). JIEB, siap terbit. [internet] [dikutip 24 November 2014]. Dapat diunduh dari: http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2014/08/PUTRA_KURNIADI_080565201 039_JURNAL.pdf Nigro FA, Nigro LG. 1980. Modern Public Administration. New York (USA): Harper Row Publishers. Nurcholis. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta (ID): Erlangga. Pramudito L, Yunianto A. 2009. Pengaruh kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja dengan komitmen organisasional sebagai mediasi (studi pada perangkat desa seKecamatan Batang Kabupaten Batang). Telaah Manajemen [internet] [dikutip 2014 Des 16]; 6(1):1-18. Dapat diunduh dari: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=129745&val=546 Rahmawati D. 2013. Peran manten dalam kepemimpinan desa (studi kasus di Desa Karangsari Kecamatan Karangmoncol Kabupaten Purbalingga) [skripsi]. [internet]. [dikutip 24 November 2014]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Dapat diunduh dari: http://lib.unnes.ac.id/17886/1/3401409001.pdf Singkoh FC. 2012. Peran elit politik dalam proses penetapan kebijakan publik di DPRD Kota Manado. Jurnal Ekskutif [internet] [dikutip 24 November 2014]; 2(No.1):1- 36 23. Dapat diunduh dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/view/2816/2367 Taqwa MR. 2010. Demokrasi berbisik dan transisi demokrasi: konflik politik dalam suksesi elit lokal kasus komunitas santri binanga Kabupaten Enrekang. Dalam: Fajar AA, editor. Masyarakat Sulawesi Selatan Apropriasi embrio Sulawesi Selatan di Yogyakarta. [internet]. [dikutip 15 November 2014]. Yogyakarta (ID): Diagnosa Institut Press. Dapat diunduh dari: http://sosiologi.fisip.unsri.ac.id/userfiles/Demokrasi%20Berbisik(1).pdf [UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Wahyuni. 2010. Peran elit formal dalam pembangunan masyarakat. Al-fikr [internet] [dikutip 29 November 2014]; 14(1):1-13. Dapat diunduh dari: http://www.uinalauddin.ac.id/download-01.Wahyuni.pdf Wanggai VV. 2011. Mengelola strategi pembangunan berdimensi kewilayahan. Jurnal Sekretariat Negara RI [internet] [dikutip 15 November 2014]; No.20:115-125. Dapat diunduh dari: www.setneg.go.id/images/stories/.../20_artikel5.pdf Yukl G. 2010. Kepemimpinan dalam Organisasi. Tanya E, editor. Jakarta (ID): PT Indeks. 37 LAMPIRAN Tabel 1 Hasil Temuan Penelitian-Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Variabel Hasil Tempat Penelitian Manten (mantan kepala desa) memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pemerintahan desa Karangsari. Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasional dan kinerja karyawan perangkat desa. Keterlibatan elit berkuasa memberikan dampak positif terhadap katalisator perolehan suara calon yang didukungnya. Konflik ibukota merupakan sarana elit politik lokal dalam membangun politik massa yang berbasis kultural yang fanatik dalam pemenangan Pemilu dan Pilkada. Dominasi eksekutif sebagai salah satu elit politik berkuasa sangat kuat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jaringan sosial dengan para tokoh masyarakat merupakan cara yang ditempuh elit formal untuk menyukseskan program pembangunan. Kinerja pegawai desa mempengaruhi sistem kerja, perbaikan Desa Karangsari, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga 1 Rahmawati (2013) Elit politik dan kepemimpinan desa 2 Pramudito dan Yunianto (2009) Kepemimpinan, motivasi, kinerja, komitmen organisasional 3 Kurniadi (2013) Perilaku dan elit politik lokal 4 Darwis (2011) Elit politik lokal dan konflik sosial 5 Singkoh (2012) Elit politik dan kebijakan publik 6 Wahyuni (2011) Elit formal dan pembangunan 7 Aenilah et al. (2013) Kinerja dan pembangunan desa Kecamatan Batang, Kabupaten Batang, Kelurahan SeiJang, Kecamatan Bukit Bestari Kabupaten Morowali DPRD Kota Manado Indonesia, sejak jaman orde baru Kelurahan Sukahurip, Kecamatan 38 8 Hardi (2010) Pembangunan dan desa tertinggal 9 Wanggai (2011) Strategi pembangunan dan dimensi kewilayahan 10 Asnudin (2009) Pembangunan pedesaan dan pelibatan masyarakat 11 Taqwa (2014) Konflik politik dan elit politik pelayanan masyarakat, perencanaan pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pembangunan desa khususnya desa tertinggal sangat dipengaruhi oleh cara pandang level pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Terdapat setidaknya delapan permasalahan yang melatarbelakangi Presiden SBY dalam melakukan strategi pembangunan berdimensi kewilayahan Keterlibatan masyarakat belum sepenuhnya optimal dan menyebabkan costeffective yang tinggi dalam pembangunan infrastruktur desa Konflik elit menjadi mempunyai keluasan dan intensitas yang cukup tinggi karena elit politik daerah juga bermain sehingga pertarungan politik menjadi kompleks. Sukatani, Kabupaten Bekasi Indonesia Indonesia, periode pemerintahan Presiden SBY Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutang, Propinsi Sulawesi Tengah Komunitas Santri Binanga, Kabupaten Enrekang 39 Riwayat Hidup Triana Winni Astuty, atau yang akrab disapa Winni, adalah putri sekaligus anak terakhir yang lahir dari pasangan alm. Djoko Winarno dan Hani Harini pada tanggal 6 Maret 1993 di Bekasi, Jawa Barat. Masa-masa mengemban pendidikan formal diawali pada tahun 1998 di Taman Kanak-Kanak Mutiara 17 Agustus. Pada tahun 1999 meneruskan pendidikannya ke Sekolah Dasar Mutiara 17 Agustus serta lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bekasi. Pada tahun 2008, penulis tercatat sebagai siswa SMA di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bekasi. Pada tahun 2011, melalui jalur SNMPTN Undangan, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selain aktif di kegiatan belajar, penulis aktif di berbagai kegiatan seperti mengikuti berbagai kompetisi, kepanitiaan, dan organisasi. Penulis merupakan bagian dari keluarga besar BEM KM IPB Kabinet Berkarya 2011/2012, BEM KM IPB Kabinet Kreasi Untuk Negeri 2013, BEM FEMA IPB Kabinet Mozaik Tosca 2014, IPB Political School, Gugus Disiplin Asrama, dll. Penulis juga aktif pada kepanitiaan-kepanitiaan, dari lingkup kampus hingga nasional, seperti lomba debat se-IPB, Simposium Kepemudaan Nasional, IPB Social Health and Care, Gebyar Indonesia Berkarya, Indonesia Ecology Expo, dll. Pada tahun 2014, penulis memberanikan diri berpartisipasi dalam Pemilihan Raya Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa BEM KM IPB sebagai Calon Wakil Presiden Mahasiswa BEM KM IPB 2014/2015 kandidat nomor urut dua bersama timnya yaitu tim jejak sepatu. Selain itu, penulis juga merupakan Asisten Praktikum Dasar-dasar Komunikasi, Asisten Praktikum Berfikir dan Menulis Ilmiah, serta merupakan MC dan moderator di berbagai acara.