Etika Diskriminasi Pekerjaan

advertisement
Makalah
ETIKA DISKRIMINASI PEKERJAAN
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis)
Dosen Pengampu : Mugni Muhit, S.Ag., M.Ag.
Disusun oleh
Yeni Fitriyani
NIM. 20152019
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MA’ARIF CIAMIS
Jl. Umar Sholeh Imbanagara Raya Telp. (0265)772589
Ciamis Jawa Barat 46211
E-mail : [email protected]
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Alloh SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Sholawat beserta salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada junjungan alam, Nabi akhir zaman yakni Nabi Muhammad
shollallohu ‘alaihi wasallam, kepada para keluarga, shohabat, tabi ‘in dan
tabi ‘at dan kepada kita semua selaku ummatnya.
Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai ”Etika Diskriminasi
Pekerjaan” yang dapat diketahui oleh pembaca sekalian.
Kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu, Bapak
Mugni Muhit, S.Ag., M.Ag. yang telah memberikan kesempatan kepada kami
untuk menyelesaikan makalah ini, juga kepada semua pihak yang telah ikut
serta membantu kami.
Kami menyadari karya tulis ini masih sangat banyak kekeliruan dan
kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat kami harapkan agar makalah selanjutnya menjadi lebih baik.
Ciamis, 8 Juni
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ............................................................................................1
I.2. Tujuan Penulisan ........................................................................................1
I.3. Manfa’at
I.4.Metode Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
II.1. Definisi Etika Diskriminasi Pekerjaan ............................................ 2
II.2. Sifat Diskriminasi Pekerjaan .............................................................
II.3. Bentuk-Bentuk Diskriminasi:
II.3.1. Aspek Kesengajaan
II.3.2Aspek Institusional
II.4. Tingkat Diskriminasi
II.5. Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan
II.6. Tindakan Afirmatif
II.6.1. Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman
II.6.2. Gaji yang Sebanding untuk Pekerjaan yang Sebanding
BAB III KESIMPULAN
III.1. Simpulan ..........................................................................................
III.2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Sungguh manusia di dunia memiliki hak untuk bisa mendapatkan
kenyamanan, keamanan dan hidup merdeka tanpa adanya rasa tertekan oleh
pihak manapun. Karena dalam pandangan agama islam pun, adanya
hubungan antar sesama manusia (mu’amalah) diatur dalam Q. S Al-Maidah
ayat 2, yang artinya :
“Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”.
Namun, faktanya di dunia ini masih ada perlakuan diskriminasi antar satu
kelompok dengan kelompok lain, antar gender satu dengan yang lainnya,
antara kelompok mayoritas dengan kelompok minoritas. Tentu hal ini akan
sangat merugikan bagi orang-orang yang mengalami diskriminasi. Tak hanya
dalam lingkup kualifikasi pekerjaan yang tak sesuai dengan keahliannya,
namun juga dalam kenaikan pangkat ataupun gaji.
Maka dari itu, makalah ini adakan membahas mengenai diskriminasi dalam
dunia pekerjaan dan bagaimana program afirmatif dalam menentang
diskriminasi tersebut.
I.2. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah etika bisnis, makalah ini
juga di buat dengan tujuan agar Mahasiswa/i dapat mengetahui definisi etika
diskriminasi pekerjaan dan bagaimana tindakan afirmatif dalam menentang
masalah tersebut.
I.3. Manfa’at
Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana etika diskriminasi dalam
dunia pekerjaan. Dan bagaimana kita menentang tindakan tersebut, dengan
mengambil program tindakan afirmatif.
I.4. Metode Pembahasan
Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data
dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun
informasi di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Definisi Etika Diskriminasi Pekerjaan
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
diskriminasi perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna
kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan sebagainya); ada juga yang
berpendapat bahwa diskriminasi adalah membedakan satu objek dari objek
lainnya.
Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai sebuah kegiatan aktif yang
dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk
suatu tugas atau kerja yang menghasilkan sebuah karya bernilai imbalan
dalam bentukuang bagi seseorang.
II.2. Sifat Diskriminasi Pekerjaan
Arti diskriminasi adalah membedakan satu objek dari objek lainnya,
tindakan yang secara moral adalah netral dan tidak dapat disalahkan. Berbeda
dengan pengertian modern, istilah ini secara moral tidak netral. Karena
membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan keunggulan yang
dimiliki, namun berdasarkan prasangka atau sikap yang secara moral tercela.
Dengan pengertian tersebut, melakukan diskriminasi tenaga kerja berarti
membuat keputusan (atau serangkaian keputusan) yang merugikan pegawai
(atau calon pegawai) yang merupakan anggota kelomppok tertentu karena
adanya prasangka yang secara moral tidak dibenarkan terhadap kelompok
tersebut.
Ada 3 elemen dasar diskriminasi dalam ketenagakerjaan, yaitu :
1. Keputusan yang merugikan seorang pegawai atau lebih karena bukan
didasarkan pada kemampuan yang dimilikinya.
2. Keputusan yang diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual,
stereotipe yang salah, atau sikap lain yang secara moral tidak benar
terhadap anggota kelompok tertentu dimana pegawai tersebut berasal.
3. Keputusan yang memiliki pengaruh negatif atau merugikan pada
kepentingan-kepentingan pegawai yang dapat mengakibatkan mereka
kehilangan pekerjaan, kesempatan memperoleh kenaikan pangkat,
atau gaji yang lebih baik.
II.3. Bentuk-Bentuk Diskriminasi: Aspek Kesengajaan dan Aspek
Institusional
Kita dapat memperkirakan apakah sebuah institusi melakukan
diskriminasi atau tidak. Yaitu dengan cara melihat indikator statistik tentang
bagaimana distribusi anggota kelompok tersebut dalam institusi yang
bersangkutan. ada tiga perbandingan yang bisa membuktikan distribusi
semacam itu:
1. Tindakan diskriminatif yang dilakukan secara sengaja dan terpisah (tidak
terinstitusionalisasikan) merupakan bagian dari perilaku yang terpisah dari
seseorang yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi karena
adanya prasangka pribadi.
2. Tindakan diskriminatif yang terjadi secara tidak disengaja dan
terinstitusionalisasikan
II.4. Tingkat Diskriminasi
Indikator pertama diskrimnasi muncul apabila terdapat proporsi yang
tidak seimbangatas anggota kelompok tertentu yang memegang jabatan yang
kurang diminati dalam suatu institusi tanpa mempertimbangkan preferensi
ataupun kemampuan mereka. Indikator pertama diskriminasi muncul apabila
terdapat proporsi yang tidak seimbang atas anggota kelompok tertentu yang
memegang jabatan yang kurang diminati dalam suatu institusitanpa
mempertimbangakan preferensi (hak untuk) didahulukan dan diutamakan
daripada yang lain;) ataupun kemampuan mereka. Ada tiga perbandingan
yang membuktikan distribusi semacam itu:
a. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada
kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang
diberikan pada kelompok lain.
b. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat
dalam tingkat pekerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain
dalam tingkat yang sama.
c. Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang
memegang jabatan lebih menguntungkan dengan proporsi kelompok
lain dalam jabatan yang sama.
Tingkat diskriminasi adalah sebagai berikut :.
1. Perbandingan penghasilan rata-rata, yaitu perbandingan atas
keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada kelompok yang
terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan pada
kelompok lain. Perbandingan penghasilan ini mencerminkan berbagai
kesenjangan yang berkaitan dengan ras, gender/jenis kelamin, dll.
Seperti perbandingan penghasilan rata-rata keluarga Amerika kulit
putih dengan non-kulit putih, maka dapat kita lihat bahwa penghasilan
keluarga kulit putih jauh lebih besar dari pada penghasilan keluarga
non-kulit putih. Perbandingan penghasilan rata-rata pria dan wanita
menunjukkan bahwa wanita hanya memperoleh sebagian dari yang
diperoleh pria.
2. Perbandingan kelompok penghasilan terendah, yaitu perbandingan
atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat
pekerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat
yang sama. Seperti tingkat kemiskinan kelompok minoritas di
Amerika yang memiliki penghasilan rata-rata yang lebih rendah.
3. Perbandingan pekerjaan yang diminati, yaitu perbandingan proporsi
dari anggota kelompok terdiskriminasi yang memegang jabatan lebih
menguntungkan dengan proporsi kelompok lain dalam jabatan yang
sama. Distribusi pekerjaan dapat dinilai dan dibuktikan dari
diskriminasi kelompok minoritas, rasial, dan seksual.
II.5. Diskriminasi: Utilitas, Hak, dan Keadilan
Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat di bagi
menjadi tiga kelompok (a) argumen utilitarian, yang menyatakan bahwa
diskriminasi mengarahkan pada penggunaan sumber daya manusia secara
tidak efisien, (b) argumen hak, menyatakan bahwa diskriminasi melanggar
hak asasi manusia, dan (c) argumen keadilan, menyatakan bahwa
diskriminasi mengakibatkan munculnya perbedaan distribusi keuntungan dan
beban masyarakat.:
Utilitas
Argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual
didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika
pekerjaan diberiakn berdasarkan kompetensi (atau “kebaikan”). Pekerjaanpekerjaan yang berbeda, menurut argumen ini memerlukan keahlian dan sifat
kepribadian yang berbeda jika kita ingin agar semuanya seproduktif mungkin.
Lebih jauh lagi, orang-orang yang berbeda juga memiliki keahlian dan
kepribadian yang berbeda juga. Jadi untuk memastikan agar pekerjaan bisa
dilaksanakan seproduktif mungkin, maka semuanya harus diberikan pada
individu-individu yang keahlian dan kepribadiannya merupakan yang paling
kompeten bagi pekerja tersebut. Sejauh pekerjaan didesain bagi individu
tertentu berdasarkan kriteria yang tidak berkaitan dengan kompetensi, maka
produktivitas otomatis akan turun. Diskriminasi terhadap para pencari kerja
berdasarkan ras, jenis kelamin, agama atau karakteristik-karakteristik lain
yang tidak berkaitan dengan pekerjaan adalah tidak efisien dan bertentangan
dengan prinsip-prinsip utilitarian.
Namun, argumen ini dihadapkan pada dua keberatan. Pertama, jika
argumen ini benar, pekerjaan haruslah diberikan dengan dasar kualifikasi
yang berkaitan dengan pekerjaan, hanya jika hal tersebut akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kedua, argumen utilitarian harus menjawab
tuntutan penentangnya yang menyatakan bahwa masyarakat secara
keseluruha
akan memperoleh keuntungan dari keberadaan bentuk diskriminasi
seksual tertentu.
Kaum utilitarian menanggapi berbagai kritik dengan menyatakan
bahwa menggunakan faktor selain kualifikasi pekerjaan tidak akan
memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan kualifikasi
pekerjaan.
Hak
Argumen non-utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan
seksual salah satunya menyatakan bahwa diskriminasi salah karena
melanggar hak moral dasar manusia. Teori Kant, misalnya, menyatakan
bahwa manusia haruslah diperlakukan sebagai tujuan dan tidak boleh hanya
sebagai sarana. Kesimpulannya, prinsip ini menjunjung hak-hak manusia
untuk diperlakukan sebagai orang yang merdeka dan sejajar dengan orang
lain, dan bahwa semua individu memiliki kewajiban moral korelatif untuk
memperlakukan satu sama lain sebagai individu yang merdeka dan sederajat.
Diskriminasi melanggar hak prinsip ini dalam dua cara. Pertama, diskriminasi
didasarkan pada keyakinan suatu kelompok dianggap terlalu rendah
dibanding kelompok lain. Kedua, diskriminasi menempatkan kelompok yang
terdiskriminasi dalam posisi sosial dan ekonomi yang rendah.
Keadilan
Argumen non-utilitarian kedua melihat diskriminasi melanggar
prinsip keadilan. Diskriminasi melanggar prinsip ini dengan cara menutup
kesempatan bagi kaum mnoritas untuk menduduki posisi tertentu dala suatu
lembaga dan berarti mereka tidak memperoleh kesempatan yang sama dengan
orang lain.
Praktik Diskriminasi
a. Rekrutmen, Perusahaan yang sepenuhnya bergantung pada referensi
verbal para pegawai saat ini dalam merekrut karyawan baru
cenderung merekrut karyawan dari kelompok ras dan seksual yang
sama yang terdapat dalam perusahaan.
b. Seleksi, kualifikasi pekerjaan dianggap diskriminatif jika tidak
relevan dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
c. Kenaikan pangkat, dikatakan diskriminatif jika perusahaan
memisahkan evaluasi kerja pria kulit putih dengan pegawai
perempuan dan pegawai dari kelompok minoritas.
d. Kondisi pekerjaan, pemberian gaji akan diskriminatif jika dalam
jumlah yang tidak sama untuk orang yang melaksanakan pekerjaan
yang pada dasarnya sama.
e. PHK, memecat berdasarkan pertimbangan ras, dan jenis kelamin
merupakan diskriminasi.
Pelecehan Seksual
Kaum perempuan, seperti telah dicatat sebelumnya, merupakan korban dari
salah satu bentuk diskriminasi secara terang-terangan dan koersif: mereka
menghadapi kemungkinan pelecehan seksual. Meskipun kaum pria, dalam
contoh-contoh tertentu juga menjadi korban pelecehan seksual, namun sejauh
ini perempuanlah yang sering menjadi korban. Pada tahun 1978, Equal
Employment Opportunity Commission memublikasikan serangkaian
“pedoman” untuk mendefiniskan pelecehan seksual dan menetapkan apa
yang menurut mereka sebagai tindakan yang melanggar hukum. Pedoman
tersebut menyatakan:
Rayuan seksual tidak di inginkan, permintaan untuk melakukan
hubungan dan kontak verbal atau fisik lain yang sifatnya seksual
merupakan pelecehan seksual bila:
 Sikap tunduk terhadap tindakan tersebut secara eksplisit ataupun
implisit dikaitkan dengan situasi atau syarat-syarat kerja seseorang.
 Sikap tunduk atau penolakan terhadap tindakan tersebut digunakan
sebagai dasar untuk membuat keputusan yang berpengaruh pada
individu yang bersangkutan.
 Tindakan tersebut bertujuan untuk mengganggu pelaksanaan
pekerjaan seseorang atau menciptakan lingkungan kerja yang
diwarnai ke khawatiran, sikap permusuhan atau penghinaan.
Lebih jauh lagi, pedoman tersebut menyatakan bahwa pelecehan
seksual adalah dilarang dan bahwa pengusaha atau perusahaanbetanggung
jawab atas semua tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh para
pegawai.
Pedoman ini secara moral adalah tepat, karena dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya situasi-situasi dimana seorang pegawai dipaksa
memenuhi permintaan seksual pegawai lainyang disertai ancaman akan
kehilangan kesempatan penting dalam pekerjaan, misalnya kenaikan pangkat,
gaji atau bahkan kehilangan pekerjaan. Pemaksaan terhadap pegawai yang
rentan dan tidak berdaya menciptakan kerugian psikologis besar pada
pegawai yang bersangkutan, melanggar kebebasan dan martabatnya, dan
merupakan penyalahgunaan kekuasaan sangat tidak adil terhadap pegawai,
dan sekaligus merupakan pelanggaran atas standar moral utilitarianisme, hak,
keadilan dan perhatian.
Di Luar Ras dan Jenis Kelamin: Kelompok Lain
Age discrimination dalam Employment Act tahun 1967 melarang
diskriminasi terhadap pegawai yang lebih tua berdasarkan usia. Selain
diskriminasi pada orang yang lanjut usia, adapula diskriminasi pada penderita
cacat. Meskipun telah di berlakukan suatu hukum yang melindungi kedua
jenis pegawai tersebut, namun nyatanya masih terus terjadi di sebagian
negara. Selain pegawai lanjut usia dan penderita cacat, terdapat pula
diskriminasi pada pria gay, transseksual, pengidap AIDS dan orang-orang
gemuk.
II.6. Tindakan Afirmatif
Untuk menghapus pengaruh diskriminasi masa lalu, banyak
perusahaan yang melaksanakan pogram tindakan afirmatif yang dimaksudkan
untuk mencapai distribusi yang lebih representatif dalam perusahaan dengan
memberikan preferensi pada kaum perempuan dan minoritas. Programprogram tindakan afirmatif pada saat ini telah ditetapkan sebagai kewajiban
bagi semua perusahaan yang menandatangani kontrak dengan pemerintah.
Inti dari program ini adalah suatu penyelidikan yang mendetail (“analisis
utilitasi”) atas semua klasifikasi pekerjaan besar dalam perusahaan. Tujuan
penyelidikan untuk menentukan apakah jumlah pegawai perempuan dan
minoritas dalam klasifikasi kerja tertentu lebih kecil dibandingkan yang
diperkirakan dari tingkat ketersediaan tenaga kerja kelompok ini di wilayah
tempat mereka direkrut. Perusahaan menunjuk seseorang untuk
mengoordinasikan dan melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan
program dan langkah khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok
minoritas dan perempuan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan. Analisis
utilisasi selanjutnya membandingkan persentase pegawai perempuan dan
minoritas dalam masing-masing klasifikasi pekerjaan dengan persentase
tenaga kerja perempuan dan minoritas yang tersedia di wilayah tersebut dan
yang mampu melaksanaan pekerjaan atau yang mampu melaksanakannya
bila di beri pelatihan yang memadai. Jika analisis utilisasi menununjukkan
bahwa tenaga kerja perempuan dan minoritas kurang dimanfa’atkan dalam
klasifikasi pekerjaan tertentu, maka perusahaan perlu menetapkan tujuantujuan dan jadwal untuk memperbaiki hal tersebut. Meskipun tujuan semacam
ini tidak boleh terlalu kaku dan tidak fleksibel, namun harus spesifik, dapat
dinilai dan didesain dengan tujuan untuk memperbaiki kekurangankekurangan yang ditemukan dari analisis utilisasi dalam jangka waktu yang
dapat diterima. Perusahaan menunjuk seseorang untuk mengoordinasi dan
melaksanakan program afirmatif, dan melaksanakan program dan langkahlangkah khusus untuk menambah pegawai baru dari kelompok minoritas dan
perempuan untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan.
Bagi banyak orang, program tindakan afirmatif yang memberikan
pekerjaan berdasarkan keanggotaan dalam kelompok yang dirugikan tidak
sepenuhnya legal. Namun, yang lain menginterpretasikan ”rekomendasi”
secara lebih sempit, yaitu senioritas tidak dapat diberikan hanya karena
seseorang menjadi anggota suatu kelompok yang dirugikan.
Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-program
tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman dari pihak-pihak tertentu
dapat di kelompokkan ke dalam dua bagia :
 Menginterpretasikan perlakuan preferensial (khusus) yang
diberikan pada kaum perempuan dan minoritas sebagai suatu
bentuk kompensasi atas kerugian yang mereka alami dimasa lalu.
 Menginterpretasikan perlakuan preferensial sebagai suatu sarana
guna mencapai tujuan-tujuan sosial tertentu.
Sementara argumen pertama (kompensasi) cenderung melihat
kebelakang karena memfokuskan pada kesalahan dari tindakan-tindakan
masa lalu., argumen instrumentalis (kedua) lebih melihat ke depan sejauh
memfokuskan pada hal-hal baik dimasa mendatang (menganggap kesalahan
masa lalu tidak relevan). Berikut penjelasan lebih detile mengenai kedua
argumen tersebut.
 Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
Keadilan kompensatif mengimplementasikan bahwa seseorang
wajib memberikan kompensasi terhadap orang yang dirugikan secara sengaja.
Selanjutnya, program tindakan afirmatif diinterpretasikan sebagai salah satu
bentuk ganti rugi yang diberikan kaum pria kulit putih kepada perempuan dan
kaum minoritas karena telah merugikan mereka di masa lalu.
Kelemahan argumen yang mendukung tindakan afirmatif yang
didasarkan pada prinsip kompensasi adalah prinsip ini mensyaratkan hanya
dari individu yang sengaja merugikan orang lain, dan hanya memberikan
kompensasi kepada individu yang dirugikan.
 Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan
Sosial
Hambatan utama yang dihadapi oleh pembenaran utilitarian atas
program afirmatif, pertama berkaitan dengan persoalan apakah biaya sosial
dari program tindakan afirmatif lebih besar dari keuntungan yang diperoleh.
Kedua, mempertanyakan asumsi bahwa ras merupakan indikator kebutuhan
yang tepat. Tujuan-tujuan tindakan afirmatif, adalah sebagai berikut:
a) Salah satu tujuan pogram tindakan afirmatif adalah mendistribusikan
keuntungan dan beban masyarakat yang konsisten dengan prinsip
keadilan distributif, dan mampu menghapuskan dominasi ras atau
jenis kelamin tertentu atas kelompok pekerjaan yang penting.
b) untuk menetralkan bias (baik yang disadari ataupun tidak) untuk
menjamin hak yang sama untuk memperoleh kesempatan bagi kaum
perempuan dan minoritas.
c) Menetralkan kelemahan kompetitif yang saat ini diteliti yang saat ini
dimiliki oleh kaum perempuan dan minoritas saat mereka bersaing
dengan pria kulit putih, agar mereka memperoleh posisi awal yang
sama untuk bersaing dengan pria kulit putih.
Tujuan dasarnya adalah terciptanya masyarakat yang lebih adil.
Kesempatan yang dimiliki seseorang tidak dibatasi oleh ras atau jenis
kelaminnya. Tujuan ini secara moral sah sejauh usaha untuk memperoleh
kesempatan yang sama secara moral juga masih dianggap sah.
II. 6.1 Penerapan Tindakan Afirmatif dan Penanganan Keberagaman
Kriteria lain selain ras dan jenis kelamin yang perlu
dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan
afirmatif. Pertama, jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan
akan mengarah pada perekrutan pegawai yang tidak berkualifikasi dan
mungkin menurunkan produktivitas. Kedua, banyak pekerjaan yang memiliki
pengaruh penting pada kehidupan orang lain. Jika suatu pekerjaan memiliki
pengaruh penting, katakanlah pada jiwa orang lain, kriteria selain ras dan
jenis kelamin harus diutamakan dan lebih dipertimbangkan dibandingkan
tindakan afirmatif. Ketiga, para penentang menyatakan bahwa program
tindakan afirmatif, jika dilanjutkan, akan membuat sebuah negara menjadi
negara yang lebih diskriminatif. Jadi, program-program ini harus dihentikan
secepat mungkin setelah apa yang di ingin diperbaiki telah berhasil
diperbaiki.
Pedoman berikut ini di usulkan sebagai salah satu cara untuk
memasukkan berbagai pertimbangan ke dalam program tindakan afirmatif
ketika kaum minoritas kurang terwakili dalam suatu perusahaan:
1. Kelompok minoritas dan bukan minoritas wajib direkrut atau
dipromosikan hanya jika mereka telah mencapai tingkat
kompetensi minimum atau mampu mencapai tingkat tersebut
dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
2. Jika kualifikasi calon dari kelompok minoritas hanya sedikit lebih
rendah (atau sama atau lebih tinggi) dibandingkan yang bukan
dari kelompok minoritas, maka calon tersebut harus lebih
diutamakan.
3. Jika calon dari kelompok minoritas dan bukan minoritas samasama berkualifikasi atas suatu pekerjaan, namun calon dari
kelompok bukan minoritas jauh lebih berkualifikasi, maka:
a. Jika pelaksanaan pekerjaan tersebut berpengaruh langsung
pada kehidupan atau keselamatan orang lain (misalnya profesi
dokter bedah atau pilot) atau jika pelaksanaan pekerjaan tersebut
memiliki pengaruh penting pada efisiensi seluruh perusahaan
(misalnya jabatan sebagai kepala pengawas keuangan), maka
calon dari kelompok bukan minoritas yang jauh lebih baik
berkualifikasi harus lebuh diutamakan; namun
b. Jika pekerjaan tersebut (seperti halnya sebagian besar
pekerjaan “umum” dalam perusahaan) tidak berkaitan
langsung dengan aspek keselamatan dan tidak memiliki
pengaruh penting pada efisiensi perusahaan, maka calon dari
kelompok minoritas harus lebih diutamakan.
4. Preferensi juga harus diberikan pada calon dari kelompok
minoritas hanya jika jumlah pegawai minoritas dalam berbagai
tingkat jabatan dalam perusahaan tidak proporsional dengan
ketersediaan dalam populasi.
Kontroversi sehubungan dengan kelayakan moral program tindakan
afirmatif belum berakhir. Tidak berarti program seperti itu tidak melanggar
semua prinsip moral. Jika argumen itu benar, program tindakan afirmatif
setidaknya konsisten dengan prinsip moral.
II..6. 2. Gaji yang Sebanding untuk Pekerjaan yang Sebanding
Program nilai sebanding diawali dengan memperkirakan nilai setiap
pekerjaan terhadap suatu organisasi (dalam kaitannya dengan persyaratan
keahlian, tugas, tanggung jawab dan karakteristik lain yang menurut
perusahaan layak memperoleh kompensasi) dan memastikan bahwa
pekerjaan dengan nilai yang sebanding gajinya juga sebanding, tidak peduli
apakah pasar tenaga kerja eksternal memberi gaji yang sama atau berbeda
untuk pekerjaan-pekerjaan tersebut.
Program nilai sebanding menilai setiap pekerjaan menurut tingkat
kesulitan, persyaratan keahlian, pengalaman, akuntabilitas risiko, persyaratan
pengetahuan, tanggung jawab, kondisi kerja, dan semua faktor lain dianggap
layak mendapatkan kompensasi. Selanjutnya pekerjaa-pekerjaan tersebut
dianggap layak diberi gajiyang sama jika nilainya sama, dan gaji yang lebih
tinggi (atau lebih rendah) jika nilainya juga lebih tinggi (atau lebih rendah).
Pertimbangan-pertimbangan pasar kerja digunakan untuk menentukan gaji
sesungguhnya yang akan dibayarkan untuk pekerjaan dengan nilai tertentu.
Namun jika nilainya sama, maka gaji yang diberikan juga harus sama.
Argumen dasar yang mendukung program sebanding di dasarkan
pada prinsip keadilan: keadilan mewajibkan yang sebanding haruslah
diperlakukan secara sebanding.
BAB III
KESIMPULAN
III.1. Simpulan
Arti diskriminasi adalah membedakan satu objek dari objek lainnya,
tindakan yang secara moral adalah netral dan tidak dapat disalahkan. Berbeda
dengan pengertian modern, istilah ini secara moral tidak netral. Karena
membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan keunggulan yang
dimiliki, namun berdasarkan prasangka atau sikap yang secara moral tercela
Bentuk-bentuk diskriminasi antaralain :
 Aspek Kesengajaan
 Aspek Institusional
Tingkat diskriminasi adalah sebagai berikut :.
1. Perbandingan penghasilan rata-rata
2. Perbandingan kelompok penghasilan terendah
3. Perbandingan pekerjaan yang diminati
Argumen yang menentang diskriminasi secara umum dapat di bagi
menjadi tiga kelompok:
1) argumen utilitarian
2) argumen hak
3) argumen keadilan
Argumen yang digunakan untuk membenarkan program-program
tindakan afirmatif dalam menghadapi kecaman dari pihak-pihak tertentu
dapat di kelompokkan ke dalam dua bagian:
1) Tindakan Afirmatif Sebagai Kompensasi
2) Tindakan Afirmatif Sebagai Instrumen untuk Mencapai Tujuan
Sosial
III.2. Saran
Diskriminasi merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai bukan
hanya dari pandangan barat, namun juga menurut pandangan islam. Semua
manusia tentunya memiliki hak untuk mendapatkan apa yang seharusnya
mereka dapatkan.
Begitu juga dalam hal pekerjaan, karena setiap manusia telah Allah
karuniakan kelebihan dan potensi masing-masing. Sehingga mereka juga
berhak untuk bekerja sesuai kualifikasi di bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
G Velasquez, Manuel. 2007. Etika Bisnis.yogyakarta: Andi Publisher
Diposkan 20th March 2010 oleh Muhammad FR
http://rowchie.blogspot.com/2010/03/etika-diskriminasi-pekerjaan.html
di akses hari rabu, 1 juni 2016 pkl 7;38
Download
Study collections