PERTEMUAN KESEPULUH ALIRAN ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH ASAL USUL ASY’ARIYAH Nama ini diambil dari nama pendirinya yaitu Abu Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari (873 – 935 M). Dia adalah seorang pengikut Mu’tazilah, yakni murid dari al-Juba’I (tokoh Mu’tazilah). Alasan dia keluar dari Mu’tazilah, tidak ada informasi yang tegas, kecuali: 1. Suatu malam dia bermimpi ketemu Nabi Muhammad dan mengatakan kepadanya bahwa aliran Mu’tazilah salah, yang benar aliran ahlu hadis. (ibnu Asakir). 2. Setelah berdebat dengan gurunya al-Juba’i. Setelah perdebatan itu Asy’ari mulai meragukan kayakinan mu’tazilah, dan secara perlahanlahan dia meninggalkannya dan mengganti dengan keyakinan yang dia bangun sendiri, yang kemudian dikenal dengan nama aliran Asy’ariyah. Keyakinan dia semakin mantap ketika aliran Mu’tazilah dilarang sebagai mazhab negara oleh al-Mutawakkil, dan diganti dengan aliran yang dianut oleh Ahmad bin Hambal. Semenjak itulah dia semakin intens untuk merumuskan keyakinan-keyakinan dalam aliran teologi baru yang dia bangun. KONSEP AKIDAHNYA Secara umum, konsep akidahnya lebih merupakan sebuah antitesa dari akidah Mu’tazilah, terutama berkaitan dengan sifat Tuhan, hal melihat Tuhan, al-Qur’an qadim, perbuatan manusia, keadilan Tuhan, manzilah baina manzilatain. 1. Tentang sifat Tuhan, baginya Tuhan punya sifat. Karena mustahil Tuhan bisa mengetahui tanpa pengetahuan, dan pengetahuan itu adalah sifat Tuhan. 2. Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala pada hari akhirat, karena tidak ada halangan untuk itu. 3. al-Qur’an bersifat qadim, bukan diciptakan. Karena proses penciptaan memerlukan proses kun, yang tidak berkesudahan, sedang alQur’an tidak mengalami hal tersebut. 4. Teori kasab, bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan (jabariyah). Manusia tidak punya kemampuan untuk berbuat. 5. berkaitan dengan keadilan Tuhan, baginya Tuhan berkuasa mutlak, dan tidak ada yang bisa mewajibkan sesuatu pada Tuhan. Persoalan masuk sorga atau neraka adalah atas kekuasaan Tuhan semata. 6. Manzilah baina manzilatain juga ditolak oleh Asy-ari, karena mustahil terjadi seseorang tidak mukmin dan tidak kafir, seperti posisi antara teman dan musuh. 7. Tidak ada larangan untuk mengatakan bahwa Tuhan punya mata, telinga, tangan dan lainnya. Yang dilarang adalah menanyakan mengapa dan bentuknya bagaimana. Tokoh lain dari aliran Asy’ariyah adalah alBaqilani. Pendapatnya sedikit berbeda dengan Asy’ari: 1) baginya sifat Tuhan disebut dengan hal, 2) manusia punya andil dalam perbuatannya untuk menentukan bentuk gerak yang diciptakan Tuhan. Tokoh berikutnya al-Juwaini. Pendapatnya: 1) pendapat bahwa Tuhan punya tangan harus dita’wil, 2) mengakui hukum kausalitas. Tokoh lain adalah al-Gazali. Pendapatnya sama persis dengan Asya’ari. Karena itulah dalam sejarah disebutkan bahwa ditangan alGazali aliran Asy’ariyah berkembang luas. ASAL USUL MATURIDIYAH Nama aliran ini diambil dari nama pendirinya yakni Muhammad bin mahmud al-Maturidi (lahir di Samarkhan). Dia adalah pengikut Abu Hanifah. Ciri khas pemikiran Abu Hanifah adalah banyak menggunakan akal. Karena itulah pendapat almaturidiyah juga banyak bersumber kepada akal, namun tidak seluas mu’tazilah. Hal ini sedikit berbeda dengan Asy’ariyah, yang sedikit sekali menggunakan akal. Namun tujuan dari kemunculan mereka sama yaitu antitesa terhadap aliran Mu’tazilah. KONSEP AKIDAHNYA Secara umum akidahnya hampir sama dengan Asy’ariyah. Namun dalam beberapa ada perbedaan: perbuatan manusia, janji Tuhan, posisi akal. 1. Menurutnya manusia berkuasa atas perbuatannya (qadariyah), bukan diciptakan oleh Tuhan. Hal ini sama dengan Mu’tazilah. 2. Tuhan wajib memenuhi janji-Nya kelak di akhirat, tentang balasan kebaikan dan kemaksiatan. 3. Menolak antropomorfisme dengan menggunakan ta’wil 4. Tentang posisi akal, menurutnya: - akal dapat mengetahui kewajiban mengenal Tuhan, namun tidak dapat mengetahui hukum syara’. - akal dapat mengetahui kebaikan dan keburukan, namun tidak dapat mengetahui kewajiban melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk. - secara akal, setiap perbuatan Tuhan pasti mengandung hikmah, namun adanya hikmah tersebut bukanlah suatu kewajiban Tuhan, karena adanya kewajiban Tuhan bertentang dengan iradah Tuhan. MATURIDIYAH BUKHARA - akal tidak dapat mengetahui kewajiban mengenal Tuhan, begitu juga mengetahui hukum syara’. - akal tidak dapat mengetahui kebaikan dan keburukan, begitu juga kewajiban melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk. - secara akal, setiap perbuatan Tuhan pasti mengandung hikmah, namun adanya hikmah tersebut bukanlah suatu kewajiban Tuhan, karena adanya kewajiban Tuhan bertentang dengan iradah Tuhan. AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH Secara bahasa berarti: pengikut sunnah (Nabi) yang mayoritas. Secara istilah berarti: kelompok umat Islam yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, yang jumlahnya sangat banyak (mayoritas) dalam masyarakat Islam di seluruh dunia. Nama ini muncul sebagai reaksi terhadap Mu’tazilah yang tidak banyak berpegang pada sunnah, karena mereka lebih mengutamakan akal atau rasio. Setelah mu’tazilah dihapus sebagai mazhab negara, pengikutnya semakin berkurang. Atas alasan itulah kemudian, Mu’tazilah dipandang berada diluar kelompok ahlu sunnah wal jama’ah. Aliran yang dipandang masuk kelompok ahlu sunnah adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah, dengan alasan mereka banyak berpegang pada sunnah dalam menjelaskan akidahnya, serta mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat. Dalam perkembangan berikutnya, makna ahlu sunnah wal jama’ah meluas ke setiap kelompok yang merujuk kepada hadis dalam mengemukakan pendapatnya.