LAPORAN HASIL DISKUSI KAJIAN KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM TAHUN 2008 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan nasional, untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi Pusat Kurikulum Depdiknas yang meliputi melakukan layanan professional, menyusun modelmodel kurikulum, dan melakukan kajian kebijakan kurikulum, maka perlu diadakan kegiatan pengkajian kebijakan kurikulum Depdiknas. Sesuai Renstra Depdiknas tentang penelitian dan pengembangan pendidikan disebutkan bahwa salah satu kegiatan pokok pemerintah adalah implementasi dan penyempurnaan Standar Nasional Pendidikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Salah satu bagian dari Standar Nasional Pendidikan adalah Standar Isi yang memuat struktur kurikulum SD/MI dan SMP/MTs dengan beberapa mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh peserta didik pada satuan pendidikan tersebut. Struktur Kurikulum tersebut selanjutnya dijabarkan atau disesuaikan dan diimplementasikan oleh sekolah dalam kurikulum sekolah. Langkah penting dalam setiap kajian adalah melakukan studi dokumentasi dan kajian konsep tentang pengembangan kurikulum dan penerapannya. Kajian ini meliputi konsep dan falsafah dalam sistem pengembangan kurikulum, muatan dan konten kurikulum, perencanaan pembelajaran, pengembangan bahan ajar, sistem pengadministrasian dan pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan dokumen tersebut meliputi dokumen kurikulum, studi perbandingan antar dokumen kurikulum, dokumen perencanaan pembelajaran, dokumen bahan ajar, dokumen pengadministrasian dan pelaksanaan pembelajaran. Hasil analisis digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hambatan, peluang maupun tantangan dari setiap kurikulum yang diterapkan oleh satuan pendidikan. Efektivitas implementasi kurikulum sangat ditentukan oleh praktek pembelajarannya di sekolah dan madrasah atau di tempat belajar. Untuk itu perlu dilakukan diskusi fokus pelaksanaan kegiatan belajar, sumber belajar dan lingkungan pendukungnya di tempat belajar, yang melibatkan berbagai karkateristik setiap satuan pendidikan. Beragamnya kondisi satuan pendidikan sehingga diperlukan data dan informasi komprehensif untuk menjaring data dan informasi perencanaan, praktek pembelajaran dan manajemen pengelolaan pembelajaran oleh satuan pendidikan. B. Tujuan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi hasil kajian konsep, kajian dokumen dan pelaksanaan kurikulum. C. Ruang Lingkup 2 Kegiatan ini meliputi Kajian Dokumentasi, Kajian Konsep, dan Pelaksanaanya yang terdiri dari: 1. Hasil kajian kebijakan Program Pembelajaran PAUD 2. Hasil kajian kebijakan pelaksanaan TK/RA 3. Hasil kajian kebijakan Kurikulum MI 4. Hasil kajian kebijakan pelaksanaan SD terpadu 5. Hasil kajian kebijakan pencapaian KTSP SD 6. Hasil kajian kebijakan Kurikulum MTs. D. Hasil Yang Diharapkan Kegiatan ini diharapkan akan memperoleh hasil pembahasan terhadap kajian sebagai berikut: 1. Hasil diskusi kajian Kebijakan Program Pembelajaran PAUD 2. Hasil diskusi kajian kebijakan pelaksanaan TK/RA 3. Hasil diskusi kajian Kurikulum SD/MI 4. Hasil diskusi kajian kebijakan pelaksanaan SD terpadu 5. Hasil diskusi kajian kebijakan pencapaian KTSP SD 6. Hasil diskusi kajian kebijakan Kurikulum MTs. Penjelasan hasil kajian terlampir.*) II. PELAKSANAN KEGIATAN A. Tempat dan Waktu a. Tempat Hotel Parama, Cisarua, Bogor b. Waktu Selasa s.d Sabtu, 11 s.d 15 Maret 2008 B. Peserta Peserta kegiatan ini terdiri dari: Staff Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas Direktorat TK-SD Akademisi (UNJ, UIN, UNM, IAIN Lampung) Birokrat (Direktorat PAIS Depag RI, Pengawas TK-SD) Praktisi (Kepala Sekolah) 3 C. Strategi kegiatan I. Hasil Kajian Kebijakan Program Pembelajaran PAUD yang terdiri dari: C.1. Studi Dokumentasi No 1 Dokumen UUD 1945 Mencerdaskan kehidupan bangsa (alinea ke-4 Pembukaan ) Temuan Analisis Rekomendasi Belum semua anak usia PAUD di DIY mendapat layanan pendidikan, ini ditunjukan APK PAUD formal dan non formal 47% dan yang sudah terlayani 39,0149%. Pendidikan usia dini mestinya diipandang sebagai hak (right) semua anak, bukan sekedar kebutuhan (need). Terlebih PAUD memiliki signifikansi yang positif bagi perkembangan psikologis, intelektual, dan sosial anak. Perlu aturan operasional bagi keberlangsungan PAUD. Belum ada jaminan dari negara dan pemerintah Secara yuridis, anak berhak mendapatkan pendidikan, namun negara belum menfasilitasi penyelenggaraan PAUD. Fakta ini bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2002 ttg Perlindungan Anak Pasal 22. ”negara dan pemerintah berkewajiban dan bertangungjawab memberi dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak” termasuk dalam bidang pendidikan. Negara dan pemerintah wajib menfasilitasi penyelenggaraan PAUD. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2 ) 2 Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia ( pasal 28 c ayat 2 ) Negara menjamin kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan kekerasan”. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 3 Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya ( pasal 9 ayat 1) 3. Kesepakatan JomttienThailand (1990) Pendidkan untuk semua – Pendidikan sepanjang hayat Pendidikan non formal 4 a.Kerangka Dasar Pendidikan non formal belum ad Perlu aturan operasional untuk Pemerintah perlu menerbitkan PP. Biaya pendidikan PAUD mahal, daya beli masyarakat rendah, pertumbuhan potensi ekonomi masyarakat kecil Dilapangan terjadi diskriminasi gender dan proses pembelajaran bias gender sehingga tidak membangun karakter Dilapangan banyak guru mengajarkan mengenai perbedaan pendapat, hak dan kewajiban, tanggungjawab Masih menyatunya lembaga formal dengan formal (KB dan TK) Landasan Ekonomi Perlu dicantumkan landasan ekonomi Landasan sosial budaya (pasal 8 uu no 23 thn 2002, INPRES NO 9 Thn 2000) Perlu dicantumkan landasan sosial budaya Landasan politik ( pasal 2 dan 10 uu no 23 thn 2002) Perlu dicantumkan landasan politik+E29 Satuan pendidikan PAUD formal dan non formal masih mengacu pada kelompok usia Tidak Perlu pemisahan yang diperlukan adalah peningkatan status PAUD formal menjadi Kkelompok pra SD Perlu dicantumkan landasan politik Indikator disesuaikan karakteristik perkembangan anak indonesia. - landasan PAUD 5 Bentuk satuan pendidikan AUD 6 Standar Perkembangan Indikator belum sesuai dengan perkembangan anak Tingkat ketercapaian perkembangan anak sesuai dengan tingkat perkembangan usia per individu 7 Waktu belajar Untuk TK/ RA dalam satu hari ,- Kelompok B 3 jam 8 Silabus 9 Evaluasi Belum memadai dokumen juknis untuk pengembangan silabus di PAUD non formal Terlalu banyaknya format evaluasi Waktu belajar di TK/RA minmal 2,5 jam namun dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lembaga Juknis pengembangan silabus diperlukan sebagai acuan dalam perencanaan program pembelajaran Bertambahnya beban guru dalam pengadministrasian evaluasi Perlu dibuat juknis untuk pengembangan silabus non formal Penyerdehanaan teknik evaluasi penilaian Hasil yang dicapai 5 Kajian yang dicapai adalah sebagai beriku: 1. Kajian studi dokumentasi tentang PAUD 2. Kajian Konsep tentang PAUD 3. Kajian pelaksanaan tentang PAUD a. lembaga b. kurikulum c. pendidik d. peserta didik e. sarana dan prasarana f. pembiayaan g. partisipasi masyarakat Kesimpulan Berdasarkan Hasil Kebijakan Kurikulum dapat disimpulkan bahwa: a. Kajian studi dokumentasi tentang UUD 1945; UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 mengenai PAUD sudah ada, tetapi PP khusus PAUD belum diterbitkan. b. Kajian konsep PAUD Formal dan PAUD Non Formal mulai landasan teori, beban belajar, kalender akademik, silabus, SKM dan SKH serta pelaksanaan evaluasi sudah dapat dilaksnaakan di lapangan. c. Kajian Pelaksanaan PAUD yaitu tentang penyelenggaraan lembaga dalam pelaksanaan kurikulum 2004 dapat terlaksana dengan baik, namun mengalami beberapa kendala di antaranya ketersediaan dokumen kurikulum belum memadai, tenaga kependidikan yang belum memenuhi kualifikasi pendidik yang diharapkan sarana prasarana belum lengkap dan belum memenuhi standar. Adapun rekomendasi hasil kajian adalah: a. Segera ditetapkan PP tentang PAUD. 6 b. Diharapkan semua Perguruan Tinggi agar membuka S1 PAUD Diharapkan semua Perguruan Tinggi agar melaksanakan S1 PAUD dengan konsentrasi guru TK, KB, TPA. c. Stimulan dana dari APBD dan APBN dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan PAUD Formal dan PAUD Non Formal. d. Diklat keprofesionalisme guru dan citra profesi guru perlu ditingkatkan,. e. Upaya pembinaan perlu ditingkatkan dan dilaksanakan mulai dari yayasan sampai tingkat pusat. 7 II. Hasil Kajian Kebijakan Pelaksanaan TK/ RA yang terdiri dari: 1. Kajian Dokumentasi No Dokumen 1 UUD 1945 Mencerdaskan kehidupan bangsa (alinea ke-4 Pembukaan) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2 ) Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia ( pasal 28 c ayat 2 ) Negara menjamin kelangsungan hidup, pengembangan dan perlindungan anak terhadap eksploitasi dan kekerasan”. Temuan Analisis Rekomendasi Belum semua anak usia PAUD di DIY mendapat layanan pendidikan, ini ditunjukan APK PAUD formal dan non formal 47% dan yang sudah terlayani 39,0149%. Pendidikan usia dini Perlu aturan mestinya diipandang sebagai operasional bagi hak (right) semua anak, keberlangsungan PAUD. bukan sekedar kebutuhan (need). Terlebih PAUD memiliki signifikansi yang positif bagi perkembangan psikologis, intelektual, dan sosial anak. Secara yuridis, anak berhak mendapatkan pendidikan, namun negara belum menfasilitasi penyelenggaraan PAUD. Fakta ini bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2002 ttg Perlindungan Anak Pasal 22. ”negara dan pemerintah berkewajiban dan bertangungjawab memberi dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak” termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu aturan operasional untuk profesionalisasi penyelenggaraan pendidikan non formal termasuk PAUD. Negara dan pemerintah wajib menfasilitasi penyelenggaraan PAUD. Untuk peningkatan kualitas PAUD perlu peningkatan kualifikasi tenaga kependidikan yang sesuai. Ketentuan tersebut masih relevan 2 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya ( pasal 9 ayat 1) 3. Kesepakatan Jomttien- Thailand ( 1990) Pendidkan untuk semua – Pendidikan sepanjang hayat Belum ada jaminan dari negara dan pemerintah 3 Pendidikan non formal Pendidikan non formal belum ada aturan operasional 4 PP 19 Pasal 29, (1) Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki: a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) b. latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, Masih banyak pendidik yang belum memiliki kualifikasi sesuai yang ditetapkan pemerintah. (umumnya dari tingkat SMP dan SMU). Pemerintah perlu menerbitkan PP. Comment [UNJ1]: Dipindahkan pada kajian PAUD. Tidak lagi menjadi bagian dari TK/RA Comment [UNJ2]: TK/ RA merupakan lembaga penyelenggara PAUD yang melayani anak usia 4 – 6 tahun di jalur formal. Pendidik TK/RA perlu ditingkatkan kualitasnya dengan meningkatkan tingkat pendidikan guru TK/RA dari D2 PGTK menjadi S1 PAUD/ PG PAUD. 8 No Dokumen c. Temuan Analisis kependidikan lain, atau psikologi; dan sertifikat profesi guru untuk PAUD 5 PP 27 tahun 1990 tentang pendidikan prasekolah Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar. TK/ RA merupakan pelatak dasar utama dan pertama sebelum memasuki pendidikan dasar 6 Permendiknas No. 22/2006 Standar isi Draft akademik telah disusun 7 Pasal 30 (tentang tenaga kependidikan). (1), Pendidik pada TK/RA sekurangkurangnya terdiri atas guru kelas yang penugasannya ditetapkan oleh masingmasing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan. (2) Pendidik pada SD/MI sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas dan guru mata pelajaran yang penugasannya ditetapkan oleh masingmasing satuan pendidikan sesuai dengan keperluan. Daerah menginginkan standar isi untuk PAUD Belum anak ketentuan yang mengatur struktur pengelolaan kelompok bermain. 8 9 10 Rekomendasi (3) Guru mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup guru kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta guru kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan. Kepmen no 0486/ U/ 1992 tentang taman kanak – kanak Kepmen No. 129a/U/2004 ttg Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan Pasal 2 (2), penyelenggaraan satuan pendidikan dasar dan menengah termasuk PAUD menjadi wewenang pemerintah Kabupaten/Kota Keputusan Dirjen DIKDASMEN No 399a/C.C2/Kep/ DS/2004 tentang implementasi terbatas kurikulum 2004 di TK dan SD TK/ RA dapat merupakan syarat sebelum memasuki pendidikan dasar, bagi provinsi yang mampu Segera tetapkan Comment [UNJ3]: Mohon disahkan bahwa TK/RA merupakan satu kajian dengan PAUD yang Pemerintah perlu membedakan hanyalah lembaga penyelenggara pendidikanya. menerbitkan PP yang mengatur struktur managemen PAUD non formal dengan tetap memperhatikan kekhasannya. Comment [UNJ4]: Dihilangkan dari TK/ RA. Dikaji lebih dalam di PAUD TK /RA merupakan bentuk satuan pendidikan pada jalur sekolah Sebelum memasuki pendidikan dasar perlunya anak melalui pendidikan TK/RA Khusus PAUD realisasinya masih kurang. Meski era otoda, Kepmen perlu menjadi acuan kebijakan Implementasi tentang kurikulum 2004 belum seluruh TK/ RA melaksanakan Kurikulum TK/ RA 2004 belum disahkan oleh BSNP Adanya PP yang mengatur tentang perlunya anak melalui pendidikan TK/RA Realisasi kepmenComment [UNJ5]: Dialihkan kajian di PAUD. Karena masalah lebih banyak terjadi di lembaga PAUD non formal Segera pengesahan kurikulum 2004 oleh BSNP 9 2. No 1 Aspek/Sub Aspek Lembaga Kajian Pelaksanaan Temuan Analisis Rekomendasi DIY Jogjakarta a. Masih adanya 2 ijin pendirian untuk satu lembaga TK yaitu ke Dinas Pendidikan dan Depar temen Agama b. Yayasan kurang peduli tentang penyelenggaraan dan tidak me mikirkan keberlangsungan ke depan c. Penerimaan peserta didik tidak sesuai dengan rasio karena masih banyak yang menerima per kelas lebih dari 30 anak d. Penerimaan peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus a. Ijin pendirian TK diperlukan dalam rangka legalitas lembaga a. Perlu Juknis ijin pendirian dari daerah Setempat b. Sebagian besar pendidikan TK/RA diselenggarakan oleh masyarakat b. Sosialisasi penyelenggaraan TK/RA Sebagian besar yayasan penyelenggara pendidikan TK/ RA tidak memiliki pengetahuan tentang pengelolaan kelembagaan. c. Perkembangan anak harus terpantau secara optimal c. Perlu teguran teguran baik secara lisan maupun tertulis Yayasan tidak memahami kebutuhan anak dan tingginya biaya operasional pengelolaan TK/ RA Tidak adanya sanksi bagi penyelenggara TK/ RA yang melanggar. Adanya petunjuk pelaksanaan yang lebih jelas mengenai batasan anak kebutuhan khusus yang dapat mengikuti pendidikan bersama anak Normal e. Sosialisasi kepada yayasan ttg manajerial idem poin b e. Pengelolaan keuangan belum maksimal terutama dalam penyusunan RABTK/RA 2 Kurikulum a. Belum semua TK/RA mempunyai dokumen Kurikulum 2004 b. Belum semua TK/RA memahami kurikulum 2004 3 Pendidik a. Kualifikasi pendidikan yang di miliki kurang memadai b. Terbatasnya perguruan tinggi yang menyelenggarakan pro d. Peserta didik yang mempunyai kebu- tuhan khusus diberikan layanan pen- didikan pada lembaga yang sesuai kebutuhan khusus Setiap lembaga perlu menerima peserta didik dengan berkebutuhan khusus dengan diberikan layanan yang sesuai e. RABTK sangat diperlukan untuk acuan penyelenggaraan pendidikan Sebagian besar Pengelola kurang memahami pengelolaan keuangan a. Kurikulum sangat diperlukan sebagai acuan dalam proses pembelajaran dalam mencapai hasil perkembangan b. Pemahaman terhadap kurikulum perlu sebagai acuan dalam proses pembelajaran. a. Kualifikasi pendidikan diperlukan untuk peningkatan kualitas pendidikan b. Perguruan tinggi diperlukan untuk meningkatkan kulaitas Masukan Cisarua a. Penggadaan dokumen kurikulum oleh pusat dan daerah b. Sosialisasi kurikulum secara berkesinambungan a. Pemberian beasiswa untuk mengikuti pendidikan tinggi b. Univeritas Terbuka membuka program S1 a. Substansi kajian keilmuan PAUD perlu dilengkapi dengan kemampuan leadership. Mempermudah perizinan bagi lembaga pendidikan tinggi yang akan menyelenggarakan S1 PAUD 10 No Aspek/Sub Aspek Temuan gram S1 PAUD c. Ketersediaan dana untuk peningkatan SDM masih kurang d. Kesejahteraan SDM masih kurang e. Diklat tentang profesionalisme masih kurang ( dilaksanakan me lalui KKG, KKTK dan yayasan) f. Kurangnya tenaga pengawas khusus TK/RA karena selama ini merangkap pengawas SD f. Pengawas diperlukan untuk peningkat an kualitas pendidikan g. Pendidik dalam melaksanakan tertib administrasi g. Tertib adminstrasi sangat diperlukan untuk peningkatan kualitas pendidikan h. Pentingnya kesadaran dan kepekaan guru terhadap kebutuhan kelompok anak didik(need assesmen) i. Pentingnya guru memahami perkembangan anak dan neuroscience dalam pendidikan Perlunya memelihara sikap keramahtamahan pendidik a. Sarana prasarana yang memadai dan memenuhi standar akan meningkatkan kualitas pembelajaran b. APE yang memadai dapat meningkatkan kualitas pembelajaran c. Ruang perpustakaan dan UKS serta buku -bu h. Guru belum memliki kesadaran dan kepekaan terhadap kebutuhan kelompok anak didik. 5 Sarana Analisis tenaga kependidikan c. Dana diperlukan sebagai stimulan peningkatan kulitas SDM d. Bantuan dana bagi tenaga kependidik an baik yang negeri maupun swasta perlu disetarakan e. Diklat diperlukan untuk peningkatan kualitas profesionalisme i. Guru kurang memiliki pemahaman tentang perkembangan anak dan neuroscience dalam pendidikan j. Pemahaman hospitality masih kurang a. Ketersediaan Sarana prasarana yang belum memenuhi standar kebutuhan b. Ketersediaan APE yang belum memadai untuk menunjang KBM c. Ketersediaan ruang khusus perpustakaan dan Rekomendasi PAUD c. Penyediaan dana yang mamadai d. Pemberian intensif secara rutin Masukan Cisarua dengan criteria tertentu e. Pelatihan teknis bagi pendidik ,- Pembinaan profesi guru TK/RA f. Adanya Surat Edaran dari untuk daerah agar mengangkat pengawas TK/RA pusat g. Diklat tentang pengelolaan administrasi secara rutin ,- Sosialisasi kode etik guru TK/RA ,- Melibatkan organisasi profesi guru TK/RA untuk meningkatkan pembinaan profesionalisme Guru ,- Adanya database untuk pembinaan profesional guru, sehingga pembinaan karir berjenjang dan merata ,- Disusunya aturan perindungan profesi guru TK/RA f. Pelatihan substansi pelaksanaan TK/ RA, baik pengawas lama maupun tenaga pengawas baru h. Pelatihan guru untuk melakukan need assesmen dan melakukan modifikasi pada KBM yang disesuaikan dengan kebutuhan kelompok anak didik. i. Pelatihan bagi guru tentang perkembangan anak dan pentingnya neuroscience dalam Pendidikan j. Pelatihan hospitality bagi guru a. Penyediaan sarana prasarana yang sesuai standar b. Penyediaan APE yang memadai c. Penyediaan ruang 11 No 6 Aspek/Sub Aspek Partisipasi Masyarakat Temuan UKS belum memenuhi standar Analisis uku diperlukan untuk menunjang PBM Kinerja Komite belum maksimal Komite diperlukan untuk kontribusi peningkatan kualitas pendidikan, trans paransi sebagai pertanggungjawaban lembaga Rekomendasi perpustakaan dan UKS yang memenuhi standar serta buku-buku Pelatihan Komite dalam meningkatkan pengelolaan TK Masukan Cisarua ,- Penyuluhan tentang peran komite dalam meningkatkan pengelolaan TK ,- Penyuluhan kepada masyarakat tentang tanggung jawab dalam meningkatkan mutu pendidikan TK/RA 7 Model Pembelajaran Aplikasi dari ke-3 pilihan model pembelajaran (area, sudut dan kelompok) yang lebih dominan dipilih kelompok dan area. a. Tidak adanya petunjuk pelaksanaan model pembelajaran secara jelas. a. Penyusunan petunjuk pelaksanaan tentang model pembelajaran di TK / RA meliputi kegiatan belajar mengajar(kegiatan awal, inti dan kegiatan akhir) penataan ruang, peran guru dan perleng kapan/ APE. Kurang konsisten terhadap penerapan model pembelajaran yang sudah dirancang guru b. Keterbatasan pemahaman guru tentang model pembelajaran di TK / RA b. Pelatihan model pembelajaran di TK/ RA, secara merata dan berjenjang SDA Kurangnya sarana pendukung dalam melaksanakan model pembelajaran 8 Partisipasi Orang Tua dalam pelaksanaan KBM Tuntutan orang tua pada lembaga TK/RA, bahwa pendidikan jadi tanggung jawab lembaga sepenuhnya Kurang dana dan kreativitas guru dalam memanfaatkan barang limbah untuk mendukung proses pembelajaran Perlunya keterlibatan orang tua dalam KBM * Diefektifkan fungsi pengawas dalam melaksanakan supervisi Pelatihan intensif model pembelajaran TK/RA bagi Pengawas Pelatihan APE melalui gugus atau kelompok kerja guru serta pelatihan khusus ,- Membangun komunikasi efektif antara orang tua dengan lembaga TK/RA, melalui kegiatan yang terprogram. 12 B. Hasil yang Diharapkan Studi Dokumentasi (UU, PP, PERMENDIKNAS, Panduan, Edaran) Kajian Konsep Kajian Pelaksanaan (Perencanaan, Pelaksanaan Pembelajaran: Di luar kelas dan Di dalam kelas, dan evaluasi; harian, dan semester) Comment [UNJ6]: Tambahan Analisis hasil kajian Comment [UNJ7]: Judul tetap dipertahankan, karena landasan keilmuan TK/RA sebagai bagian dari kajian kelimuan PAUD. Tetapi pada pelaksnaanya TK/RA merupakan lembaga penyelenggara PAUD yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4 – 6 tahun dalam jalur formal II. KERANGKA DASAR LANDASAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI A. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini 1. Landasan Yuridis a. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. b. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”. c. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam 1 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.” 2. Landasan Filosofis Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan. Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermartabat. Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung. 3. Landasan Kelimuan Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dinii didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah 2 perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak tersebut sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia. Sejalan dengan itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi sekitar 100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf siap berkembang sampai taraf tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang sesuai dari lingkungan. Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar:“ Anak belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigostsky meyakini bahwa : pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Howard Gardner menyatakan tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia terbagi menjadi: kecerdasan bodily kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan logika matematik, kecerdasan visual – spasial, kecerdasan musik. Dengan demikian perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan dengan struktur otak, sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi, kesehatan dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan yang sesuai bagi anak usia dini sangat diperlukan. B. Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pengertian a. Anak usia dini Anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0-6 tahun) merupakan masa keemasan (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak. 3 Pada masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat (eksplosif). b. Pendidikan anak usia dini Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih lanjut. 2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini a. PAUD berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. b. PAUD bertujuan 1) membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab; 2) Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. 3. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini Dalam melaksanakan Pendidikan anak usia dini hendaknya menggunakan prinsip- prinsip sebagai berikut : a. Berorientasi pada Perkembangan Anak Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial. 4 b. Berorientasi pada Kebutuhan Anak Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional. c. Bermain sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain Bermain merupakan cara belajar anak usia dini. Melalui bermain anak bereksplorasi untuk mengenal lingkungan sekitar, menemukan, memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, dan kesimpulan mengenai benda di sekitarnya. Ketika bermain anak membangun pengertian yang berkaitn dengan pengalamannya. d. Lingkungan yang kondusif Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan bermain anak. e. Berpusat pada anak Pembelajaran di PAUD hendaknya menempatkan anak sebagai subyek pendidikan. Oleh karena itu, semua kegiatan pembelajran diarahkan atau berpusat pada anak. Dalam pembelajaran berpusat pada anak, anak diberi kesempatan untuk menentukan pilihan, mengemukakan pendapat dan aktif melakukan atau mengalami sesndiri. Pendidik bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator. f. Menggunakan pembelajaran terpadu Pembelajaran pada pendidikan anak usia dini menggunakan pembelajaran terpadu. Dimana setiap kegiatan pembelajaran mencakup pengembangan seluruh aspek perkembangan anak. Hal ini dilakukan karena antara satu aspek perkembangan dengan aspek perkembangan lainnya saling terkait. Pembelajaran terpadu dilakukan dengan menggunakan tema sebagai wahana untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak secara utuh. g. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup Proses pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan berbagai kecakapan hidup agar anak dapat menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab, memiliki disiplin diri serta memperoleh keterampilan yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. h. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar 5 Media dan sumber pembelajaran memanfaatkan lingkungan sekitar , nara sumber dan bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru. i. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang–ulang Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Untuk mencapai pemahaman konsep yang optimal maka penyampaiannya dapat dilakukan secara berulang j. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. k. Pemanfaatan Teknologi Informasi Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi untuk kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk memudahkan anak memenuhi rasa ingin tahunya. Comment [UNJ8]: Kajian difokuskan pada PAUD jalur formal TK/RA C. Bentuk Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini. Pada ayat 3) menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanakkanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan ayat 4) menyebutkan bahwa Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kerangka Dasar Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai berikut. 1. Comment [UNJ9]: Tidak diuraikan. Kajian ini akan lebih banyak diuraikan pada pembahasan kajian kebijakan PAUD Satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur non formal meliputi 6 2. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur formal a. Taman Kanak-Kanak Adalah salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun b. Raudhatul Athfal Adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan pendidikan keagamaan Islam bagi anak usia 4 sampai 6 tahun c. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini jalur Formal yang Sederajat Salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal selain Taman kanak-kanak dan Raudatul Athfal, yaitu: Tarbiyatul Athfal (TA) Taman kanak-kanak Al-Quran (TKQ) Taman pendidikan Al-Quran (TPQ) Adi Sekha TK-SD Satu atap TK asuh TK anak pantai TK Bina Anaprasa TK di lingkungan tempat kerja Tk Keliling TK mahasiswa KKN TK di Lingkungan tempat ibadah III. STRUKTUR PROGRAM PEMBELAJARAN Comment [UNJ10]: Untuk kajian TK/RA mengkaji usia 4 – 6 tahun A. Standar Perkembangan Anak Usia Dini 1. Pengertian Standar perkembangan anak usia dini adalah standar kemampuan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang didasarkan pada perkembangan anak. Standar 7 perkembangan merupakan acuan dalam mengembangkan program pembelajaran anak usia dini. 2. Aspek Perkembangan Anak Usia Dini Cakupan Standar perkembangan anak usia dini terdiri atas pengembangan aspek- Comment [UNJ11]: Aspek perkembangan anak pada setiap jenjang usia adalah sama, yang membedakannya adalah tugas perkembangan pada tiap usia. aspek sebagai berikut: a. Moral dan nilai-nilai agama b. Sosial, emosional, dan kemandirian c. Bahasa d. Kognitif e. Fisik/Motorik f. Seni 3. Standar Perkembangan per Usia Standar perkembangan Per Usia ini disusun dalam rentangan usia dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Standar perkembangan Per Usia ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melihat pencapaian tahapan perkembangan anak pada tahapan usia tertentu. 8 Comment [UNJ12]: TK/RA fokus pada usia 4 – 6 tahun. Tetaapi guru perlu mengetahui tugas perkembangan sebelum anak usia 4 -6 tahun. Bagan Rentangan Standar Perkembangan Per Usia USIA/UMU R Usia Usia Usia Usia Usia Usia 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun Anak mampu memperhat ikan perilaku keagamaan yang diterima melalui inderanya Anak mulai meniru perilaku keagamaan secara sederhana dan mulai mengekspre sikan rasa sayang dan cinta kasih Anak mampu meniru secara terbatas perilaku keagamaan yang dilihat dan didengarnya Mulai meniru perilaku baik atau sopan Anak mampu meniru dan mengucapkan bacaan doa/lagu-lagu keagamaan dan gerakan beribadah secara sederhana, mulai berperilaku baik atau sopan bila diingatkan Anak mampu melakukan perilaku keagamaan secara berurutan dan mulai belajar membedakan perilaku baik dan buruk SOSIAL EMOSION AL dan Kemandiria n Anak mampu berinteraks i dengan merespon kehadiran orang lain Anak mampu berinteraksi dan mengenal dirinya, dan menunjukkan keinginannya Anak mampu berinteraksi, dapat menunjukkan reaksi emosi yang wajar, serta mulai menunjukkan rasa percaya diri KOGNITIF Anak mampu menyadari keberadaa n benda yang tidak dilihatnya Anak mampu berinteraksi dg lingkungan terdekatnya (keluarga), dan menunjukka n keinginanny a Anak mampu bereksploras i terhadap benda yang ada di sekitarnya Anak mampu meng ucapkan bacaan doa/lagu-lagu kea-gamaan, meniru gerakan beribadah, mengikuti aturan serta mampu belajar berpetilaku baik dan sopan bila diingatkan Anak mampu berinteraksi, mulai dapat mengendalikan emosinya, mulai menunjukkan rasa percaya diri, serta mulai dapat menjaga diri sendiri Anak mampu mengenal benda dan memanipulasi objek/benda Anak mampu mengenal konsep sederhana dan dapat mengklasifikasi Anak mampu mengenal dan memahami berbagai konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari BAHASA Anak mampu merespon suara dan mengucapkan satu kata yang bermakna Anak mampu mengerti isyarat dan perkataan orang lain serta mengucapka n keinginanny a secara sederhana Anak dapat mendengangarkan , dan berkomunikasi secara lisan dengan kalimat sederhana Anak dapat mendengarkan, berkomunikasi secara lisan serta memiliki perbendaharaan kosa kata yang semakin banyak Anak dapat berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata-kata dan mengenal simbol-simbol FISIK/ motorik Anak mampu menggerak -kan tangan, Anak mampu menggerakk an anggota tubuhnya Anak mampu melakukan gerakan seluruh anggota Anak mampu melakukan gerakan secara ter- koordinasi untuk Anak mampu melakukan gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk ASPEK MORAL DAN NILAINILAI AGAMA Comment [UNJ13]: Kelompok usia kajian TK/RA Anak mampu ber- interaksi, dan mulai mematuhi aturan, dapat mengendalikan emosinya, menunjukkan rasa percaya diri, dan dapat menjaga diri sendiri. Anak mampu memahami konsep sederhana dan dapat memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Anak dapat berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung Anak mampu melakukan gerakan tubuh secara terkoordinasi 9 USIA/UMU R Usia Usia Usia Usia Usia Usia 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun 6 tahun lengan, kaki, kepala dan badan (latihan kekuatan otot tangan, otot punggung dan otot kaki) untuk menjaga keseimbang an Anak mampu meniru suara dan gerak secara sederhana tubuhnya secara terkoordinasi kelenturan, dan keseimbangan kelenturan, kelincahan, dan keseimbangan kelenturan sebagai keseimbangan, dan kelincahan Anak mampu melakukan berbagai gerakan anggota tubuhnya sesuai dengan irama dapat mengekpresikan diri dalam bentuk goresan sederhana Anak mampu melakukan berbagai gerakan sesuai irama , menyajikan dan berkarya seni Anak mampu mengekspresikan diri dengan menggunakan berbagai media/bahan dalam berkarya seni melului kegiatan eksplorasi Anak mampu mengekspresikan diri dan berkreasi dengan berbagai gagasan imajinasi dan menggunakan berbagai media/bahan menjadi suatu karya seni. ASPEK SENI Anak mampu bereaksi terhadap irama yang didengarny a 10 Comment [UNJ13]: Kelompok usia kajian TK/RA B. Program Pembelajaran 1. Program pembelajaran TK, RA, BA dan bentuk lain yang sederajat dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD,MI atau bentuk lain yang sederajat. 2. Program pembelajaran TK dapat dikelompokkan dalam : a. Program pembelajaran agama dan akhlak mulia b. Program pembelajaran sosial dan kepribadian c. Program pembelajaran pengetahuan dan teknologi d. Program pembelajaran estetika, dan e. Program pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan 3. Semua kelompok program pembelajaran terdiri dari : pengembangan moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian berbahasa, kognitif, seni , fisik/motorik. Untuk menyederhanakan lingkup program pembelajaran dari tumpang tindih serta untuk memudahkan guru menyusun program pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman mereka, maka aspek-aspek perkembangan tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup bidang pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar 4. Penyelenggaraan program pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan mendorong kreativitas serta kemandirian. 5. Program pembelajaran disusun dengan memperhatikan tingkat perkembangan fisik dan psikologis peserta didik serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak dan dilaksanakan secara berkelanjutan. 6. Pengembangan program pembelajaran TK di didasarkan pada prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan bakat, minat dan kemampuan masing-masing peserta didik, sosial budaya serta kondisi kebutuhan masyarakat setempat. 7. Pengembangan program pembelajaran harus mengintegrasikan kebutuhan peserta didik terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial. 8. Program pembelajaran dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan relevansinya oleh satuan pendidikan. Bagan Cakupan Program Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini 11 No Program Cakupan Pembelajaran 1 Agama dan Peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh akhlak mulia pengalaman dari pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar sekolah, sehingga menjadi bagian dari budaya sekolah 2 Sosial dan Pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan kepribadian kewajibannya sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi sosial serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan kualitas diri sebagai manusia sehingga memiliki rasa percaya diri 3 Pengetahuan dan Mempersiapkan peserta didik secara akademik memasuki SD, MI teknologi atau bentuk lain yang sederajat dengan menekankan pada penyiapan kemampuan berkomunikasi dan berlogika melalui berbicara, mendengarkan, pra membaca, pra menulis dan pra berhitung yang harus dilaksanakan secara hati-hati, tidak memaksa, dan menyenangkan sehingga anak menyukai belajar. 4 Estetika Meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan diri dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni yang terwujud dalam tingkah laku keseharian 5 Jasmani, olahraga Meningkatkan potensi fisik dan menanamkan sportivitas serta dan kesadaran hidup sehat dan bersih. kesehatan C. Waktu Belajar dan Kalender Pendidikan 1. Waktu Belajar Program pembelajaran pada anak usia dini untuk TK /RA dan bentuk lain yang sederajat menggunakan beban belajar satu tahun dalam bentuk perencanaan semester, perencanaan mingguan dan perencanaan harian. Perencanaan program pembelajaran di TK / RA dan bentuk lain yang sederajat adalah perencanaan mingguan efektif dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 minggu, dengan jam belajar efektif adalah 2,5 jam (150 menit). Perminggu adalah 15 jam (900 menit) pertahun adalah 510 jam (30.600 menit). 12 Comment [UNJ14]: Waktu belajar yang diatur selama ini adalah waktu belajar minimal di TK/RA. Seiring dengan perkembangan dalam bidang pendidikan, sekarang ini banyak bermunculan TK yang lebih dari 2.5 jam , menjadi TK/RA yang full day. Sehingga perlu adanya aturan bagi pengelolaan TK/RA fullday 2. Kalender Pendidikan Kalender pendidikan anak usia dini mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kalender pendidikan tersebut disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. D. Pengembangan Program Pembelajaran 1. Prinsip – Prinsip Pengembangan Pengembangan program pembelajaran hendaknya memperhatikan beberapa prinsip berikut ini: a. Relevansi Program pembelajaran anak usia dini harus relevan dengan kebutuhan dan perkembangan anak secara individu b. Adaptasi Program pembelajaran anak usia dini harus memperhatikan dan mengadaptasi perubahan psikologis, IPTEK, dan Seni. c. Kontinuitas Program pembelajaran anak usia dini harus disusun secara berkelanjutan antara satu tahapan perkembangan ke tahapan perkembangan berikutnya dalam rangka mempersiapkan anak memasuki pendidikan selanjutnya d. Fleksibilitas Program pembelajaran anak usia dini harus dipahami, dipergunakan dan dikembangakan secara fleksibel sesuai dengan keunikan dan kebutuhan anak serta kondisi lembaga penyelenggara e. Kepraktisan dan Akseptabilitas Program pembelajaran anak usia dini harus memberikan kemudahan bagi praktisi dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendidikan pada anak usia dini. f. Kelayakan (feasibility) Program pembelajaran anak usia dini harus menunjukkan kelayakan dan keberpihakan pada anak usia dini. g. Akuntabilitas Program pembelajaran anak usia dini harus dapat dipertanggungjawabkan pada masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan anak usia dini 13 2. Pendekatan Pengembangan Pengembangan program pembelajaran anak usia dini juga harus memperhatikan berbagai pendekatan berikut ini: a. Pendekatan Holistik dan Terpadu Pengembangan program pembelajaran dan isi program didalamnya hendaknya dapat mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan, potensi kecerdasan jamak serta berbagai aspek kebutuhan anak usia dini lainnya seperti kesehatan dan gizi secara holistik dan terpadu. Sebagai konsekuensinya, identifikasi dan pemetaan kompetensi harus disusun dan diorganisasikan sesuai dengan perkembangan dan analisis kebutuhan anak usia dini. b. Pendekatan Ragam Budaya (Multiculture approach) Pengembangan program pembelajaran anak usia dini harus memperhatikan lingkungan sosial dan budaya yang ada di sekitar anak, maupun yang mungkin dialami anak pada perkembangan berikutnya. Pendekatan multi budaya akan memberikan konsekuensi pentingnya cakupan isi program yang dihadapi untuk mengakomodasi pemahaman anak pada kebiasaan, budaya dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan budaya-budaya lain yang terdapat di Indonesia maupun budaya global. c. Pendekatan Konstruktivisme (Constructivism Approach) Program pembelajaran anak usia dini hendaknya mengacu pada pendekatan konstruktivisme yang beranggapan bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya. Untuk itu isi program pembelajaran harus dapat memberikan peluang bagi anak untuk belajar sesuai dengan minat, motivasi dan kebutuhannya. Hal ini akan berdampak pada proses pembelajaran yang berpusat pada anak, yang diwarnai dengan adanya kebebasan untuk bereksplorasi dalam rangka mencari dan menemukan sendiri pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya. d. Pendekatan program pembelajaran bermain kreatif (Play based curriculum approach) Filosofi dan teori program pembelajaran bermain kreatif didasarkan pada 4 (empat) hal, yaitu: (1) bagaimana anak membangun kemampuan sosial dan emosional, (2) bagaimana anak belajar untuk berpikir, (3) bagaimana anak mengembangkan kemampuan fisik serta (4) bagaimana anak berkembang melalui budaya anak. 3. Prinsip Pelaksanaan 14 Comment [UNJ15]: Pendekatan pengembangan di TK/RA sama dengan PAUD, hanya saja TK/RA fokus pada usia 4 – 6 tahun. Dalam pelaksanaan Program Pembelajaran pada pendidikan anak usia dini menggunakan prinsip sebagai berikut : a. Pelaksanaan Program Pembelajaran didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan. b. Program Pembelajaran dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu : 1) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) belajar untuk memahami dan menghayati, 3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, 4) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain dan 5) belajar untuk membangun menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif dan menyenangkan. c. Pelaksanaan Program Pembelajaran memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke Tuhanan, individual, kesosialan, dan moral. d. Program Pembelajaran dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangunkarsa, ing ngarsa sung tulado (bahasa Jawa yang berarti : di belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan teladan). e. Program Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi strategi dan multi media, sumber belajar, dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. f. Program Pembelajaran dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. E. Prinsip Penyusunan Rencana Pembelajaran 1. Sesuai dengan tahap perkembangan anak 15 Rencana pembelajaran disusun untuk memberikan panduan dalam menyiapkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak. Dengan kata lain penyusunan rencana pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Rencana pembelajaran yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak tidak atau kurang memberi manfaat bagi pengembangan kemampuan anak. Sebagai contoh untuk kelompok anak usia 2 tahun yang sudah dapat berjalan dengan lancar, rencana pembelajaran yang berisi latihan berdiri tentunya tidak menantang anak untuk berkembang lebih lanjut. Sebaliknya untuk kelompok anak tersebut yang belum mengenal warna, kegiatan untuk membuat pola warna tidak akan dapat dicapai anak. Mengetahui tahap perkembangan kelompok usia anak dapat merujuk pada Standar Perkembangan. 2. Memenuhi kebutuhan belajar anak Selain memperhatikan tahap perkembangan anak, rencana pembelajaran juga harus dapat memenuhi kebutuhan belajar anak secara individu karena setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda. Meskipun pada umumnya anak pada kelompok usia tertentu ada dalam tahap perkembangan yang sama, tetapi pada kenyataannya setiap anak memiliki kekhasan masing-masing. Oleh karena itu dalam menyusun rencana pembelajaran perlu juga memperhatikan kekhasan anak secara individu. Memahami kekhasan dan kebutuhan pembelajaran masing-masing anak dapat dilakukan melalui Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) di saat anak baru masuk program, atau dengan cara mengamati saat anak main. DDTK adalah sekelompok instrumen yang digunakan untuk mendeteksi tahap perkembangan anak. Apabila perencanaan pembelajaran disusun setelah dilakukan penilaian, maka hasil penilaian perkembangan anak dapat dijadikan dasar untuk membuat perencanaan pembelajaran berikutnya. 3. Menyeluruh (meliputi semua aspek perkembangan) Rencana pembelajaran yang disusun harus mencakup semua aspek perkembangan anak yang meliputi: moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian, bahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni sebagai satu kesatuan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Pada pendidikan anak usia dini pengembangan setiap aspek perkembangan disampaikan dalam kegiatan pembelajaran yang terpadu dengan menggunakan tema. Contoh: dengan tema pembelajaran ”Aku”, aspek yang 16 Comment [UNJ16]: DDTK dapat diperoleh dari departemen kesehatan.. untuk melakukan DDTK pendidik perlu mendapatkan pelatihan untuk menggunakan instrumen DDTK dikembangkan mencakup moral dan nilai-nilai agama (mengenal aku sebagai ciptaan Tuhan), bahasa (menambah kosa kata tentang aku, menceritakan keluargaku, dll), kognitif (menghitung jumlah anggota tubuh), sosial emosional (mengenal kesukaan dan ketidaksukaanku), dan seterusnya. 4. Operasional a. Tujuan jelas dan dapat diukur Perencanaan yang dibuat harus berisi tujuan yang jelas dan ingin dicapai dalam pembelajaran. Seperti yang dipaparkan di depan, tujuan yang ingin dicapai mencakup pengembangan semua kemampuan anak. Penetapan indikator yang ingin dicapai dalam rencana pembelajaran harus bertahap dan berkelanjutan, dimulai dari indikator paling sederhana, konkrit ke yang lebih rumit. Jumlah indikator yang ditetapkan dalam tujuan pun harus dibatasi sesuai dengan kemampuan. Tujuan yang dituangkan dalam rencana pembelajaran pun harus dapat terukur, konkrit, dan dapat diamati. Contoh perumusan tujuan: Untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak (Tujuan masih umum belum kongkrit). Bandingkan dengan tujuan berikut ini; Anak mampu menjawab pertanyaan dengan tepat (lebih kongkrit/terukur). b. Dapat dilaksanakan Perencanaan disusun sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran, karena itu penyusunan rencana pembelajaran harus dipastikan dapat diterapkan dalam pembelajaran yang menyenangkan bagi anak. Agar perencanaan dapat laksanakan maka harus memperhatikan sumber daya yang ada (SDM, sarana dan prasarana, lingkungan/muatan lokal), serta sesuai dengan tahapan perkembangan anak. 5. Mengoptimalkan potensi lingkungan Salah satu tujuan PAUD adalah mengembangkan kemampuan anak dalam mengenal lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain anak diharapkan peka terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Anak dapat melihat lingkungan sebagai pusat sumber belajar, sebagai potensi yang harus dioptimalkan dan sebagai wahana yang harus dijaga kelestariannya. Karena itu pengembangan rencana belajar untuk PAUD harus berakar pada lingkungan yang ada di sekitar anak. 17 Lingkungan yang dimaksud disini meliputi, lingkungan fisik yakni orang-orang yang ada di sekitar anak (guru, pengelola, orang tua, masyarakat), benda-benda, tumbuhan, binatang, dan bangunan sekitarnya, cuaca, alam sekitar. Selain lingkungan fisk juga perlu memperhatikan lingkungan non fisik, yakni adat, budaya, nilai-nilai keagamaan, seni, bahasa, dan lainnya. Lingkungan fisik maupun non fisik tersebut diatas menjadi sumber belajar yang tidak ada habisnya untuk diolah menjadi bagian dari perencanaan pembelajaran bagi anak usia dini. Contoh: Tema Tempat Beribadah, Sub tema:: Masjid Kegiatan yang akan dilaksanakan: - Mendiskusikan perilaku yang diharapkan selama ada di masjid, kegiatankegiatan yang dapat dilakukan di masjid. - Mengajak anak langsung mengunjungi masjid untuk mengamati seluruh bagian bangunan masjid. - Memberi kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pengalamannya tentang masjid kedalam kegiatan-kegiatan seperti: melukis, menggambar, menyusun balok, bermain pasir, membentuk dengan playdough, menggunting, menyusun puzle, dll. Mengoptimalkan potensi lingkungan juga dapat diartikan dengan memanfaatkan semua benda dan alat yang ada di lingkungan sebagai APE yang dapat dikembangkan sendiri oleh guru bersama anak sebagai salah satu alternatif mengatasi kekurangan atau keterbatasan APE yang dimiliki. F. Pengembangan Perencanaan Program Pembelajaran 1. Perencanaan semester Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yang dipetakan berisi jaringan tema, bidang pengembangan, kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator yang ditata secara urut dan sistematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk setiap jaringan tema, dan sebarannya ke dalam semester 1 dan 2. 18 Langkah-langkah pengembangan program semester, sebagai berikut: Mempelajari dokumen Kurikulum, yakni dan standar perkembangan dasar. Menentukan tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut untuk setiap kelompok dalam satu semester. Membuat “Matriks Hubungan Kompetensi Dasar dengan Tema”. Dalam langkah ini yang harus dilakukan adalah memasukkan hasil belajar dan/atau indikator ke dalam jaringan tema. Menetapkan pemetaan jaringan tema dengan memperhatikan keleluasaan cakupan pembahasan tema dan sub-sub tema serta minggu efektif sekolah, sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan. Berikut ini disajikan contoh tema dan alokasi waktu Tema Semester 1 No. Tema Perkiraan Waktu* 1 Diri Sendiri 3 minggu 2 Lingkunganku 4 minggu 3 Kebutuhanku 4 minggu 4 Binatang 3 minggu 5 Tanaman 3 minggu JUMLAH 17 minggu Tema Semester 2 No. Tema Alokasi Waktu 1 Rekreasi 4 minggu 2 Pekerjaan 3 minggu 3 Air, udara, dan api 2 minggu 4 Alat komunikasi 2 minggu 5 Tanah airku 3 minggu 6 Alam semesta 3 minggu JUMLAH 17 minggu 19 Catatan: Antara minggu ke-8 dan ke-9 pada semester I dan II diadakan kegiatan tengah semester selama 4 hari, misalnya kegiatan pekan olah raga dan seni (Porseni), karyawisata/rekreasi, lomba kreatifitas, bazaar, dan kegiatan lainnya. Kegiatan tengah semester ini dimaksudkan untuk mengembangkan bakat, kepribadian, prestasi dan kreatifitas peserta didik dalam rangka pengembangan pendidikan anak seutuhnya. 2. Pengembangan tema Pada awal tahun pelajaran, penentukan tema yang akan dibahas dalam satu tahun sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan setempat. Beberapa dalam menentukan tema : a. Mengidentifikasi tema yang sesuai dengan hasil belajar dan indikator dalam standar isi Menata dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan tema. b. Menjabarkan tema ke dalam sub-sub tema agar cakupan tema lebih terurai. c. Diri Sendiri d. Lingkunganku e. Kebutuhanku f. Binatang g. Tanaman h. Rekreasi i. Pekerjaan j. Air, Udara, dan Api k. Alat Komunikasi l. Tanah Airku m. Alam Semesta Tema-tema di atas merupakan contoh dan dapat dibuat tema lain atau dikembangkan berdasarkan kondisi daerah dan kemampuan masing-masing lembaga sesuai dengan prinsip-prinsip penentuan tema, demikian pula dalam penentuan perkiraan waktu untuk setiap tema. 20 Selain tema-tema tersebut di atas, apabila terjadi peristiwa atau kejadian di sekitar anak pada saat pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran walaupun tidak sesuai dengan tema yang dipilih pada hari itu. 3. Perencanaan mingguan Perencanaan mingguan disusun dalam bentuk satuan kegiatan mingguan (SKM). SKM merupakan penjabaran dari perencanaan semester yang berisi kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai indikator yang telah direncanakan dalam satu minggu sesuai dengan keluasan pembahasan tema dan subtema. Perencanaan mingguan dapat disusun dalam bentuk, antara lain satuan kegiatan mingguan (SKM) model pembelajaran kelompok, dengan kegiatan pengaman, satuan kegiatan mingguan (SKM) model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan dan satuan kegiatan mingguan (SKM) model pembelajaran berdasarkan minat. a. SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman 1) Komponen SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman adalah sebagai berikut a) Tema dan sub tema. b) Alokasi waktu. c) Aspek pengembangan. d) Kegiatan per aspek pengembangan. 2) Langkah-langkah pengembangan SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman adalah sebagai berikut: a) Menjabarkan tema dan merinci subtema. b) Membuat matrik hubungan antara tema, subtema dengan kegiatan. c) Menjabarkan indikator menjadi kegiatan-kegiatan pada bidang d) pengembangan dalam program semester. b. SKM model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan 1) Komponen SKM model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan adalah sebagai berikut: a) Tema dan sub tema. b) Alokasi waktu. 21 c) Aspek pengembangan. d) Kegiatan per aspek pengembangan. 2) Langkah-langkah pengembangan SKM model pembelajaran dengan sudut kegiatan adalah sebagai berikut: a) menjabarkan tema dan merinci subtema. b) membuat matrik hubungan antara tema, subtema dengan kegiatan. c) menjabarkan indikator menjadi kegiatan-kegiatan dan dimasukkan dalam area c. SKM model pembelajaran berdasarkan minat 1) Komponen SKM model pembelajaran berdasarkan minat adalah sebagai berikut: a) Tema dan sub tema. b) Alokasi waktu. c) Aspek pengembangan. d) Kegiatan per aspek pengembangan. 2) Langkah-langkah pengembangan SKM model pembelajaran berdasarkan minat adalah sebagai berikut: a) menjabarkan tema dan merinci subtema. b) membuat matrik hubungan antara tema, subtema dengan kegiatan. c) menjabarkan indikator menjadi kegiatan-kegiatan dan dimasukkan dalam area 4. Perencanaan harian Perencanaan harian disusun dalam bentuk satuan kegiatan harian (SKH). SKH merupakan penjabaran dari satuan kegiatan mingguan (SKM). SKH memuat kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam satu hari. SKH terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat/makan, dan kegiatan akhir. Kegiatan awal merupakan kegiatan untuk pemanasan dan dilaksanakan secara klasikal. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain, misalnya berdoa/mengucap salam, membicarakan tema atau subtema, dan sebagainya. Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dapat mengaktifkan perhatian, kemampuan, sosial dan emosional anak. Kegiatan ini dapat dicapai melalui 22 kegiatan yang memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen sehingga dapat memunculkan inisiatif, kemandirian dan kreativitas anak, serta kegiatan yang dapat meningkatkan pengertian-pengertian, konsentrasi dan mengembangkan kebiasaan bekerja yang baik. Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara individual/ kelompok. Istirahat/Makan merupakan kegiatan yang digunakan untuk mengisi kemampuan anak yang berkaitan dengan makan, misalnya mengenalkan kesehatan, makanan yang bergizi, tata tertib makan yang diawali dengan cuci tangan kemudian makan dan berdoa sebelum dan sesudah makan. Setelah kegiatan makan selesai, anak melakukan kegiatan bermain dengan alat permainan di luar kelas dengan maksud untuk mengembangkan motorik kasar anak dan bersosialisasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan kemauan anak, anak makan kemudian bermain atau sebaliknya anak bermain terlebih dahulu kemudian makan. Kegiatan akhir merupakan kegiatan penenangan yang dilaksanakan secara klasikal. Kegiatan yang dapat diberikan pada kegiatan akhir, misalnya membacakan cerita dari buku, mendramatisasikan suatu cerita, mendiskusikan tentang kegiatan satu hari atau menginformasikan kegiatan esok hari, menyanyi, berdoa, dan sebagainya. Satuan kegiatan harian (SKH) dapat disusun dalam bentuk, antara lain SKH model pembelajaran kelompok, SKH pembelajaran berdasarkan minat dengan sudut kegiatan, dan SKH pembelajaran berdasarkan minat dengan area. a. SKH model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman 1) Komponen SKH model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman adalah sebagai berikut: a) Hari, tanggal, waktu. b) Indikator. c) Kegiatan pembelajaran. d) Alat/sumber belajar. e) Penilaian perkembangan peserta didik. 23 2) Langkah-langkah penyusunan SKH model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman adalah sebagai berikut: a) Memilih kegiatan yang sesuai dalam SKM untuk dimasukkan ke dalam SKH. Penulisan indikator dalam SKH diberi keterangan bidang pengembangan. b) Merumuskan kegiatan yang sesuai untuk mencapai indikator yang dipilih dalam SKH. c) Memilah kegiatan ke dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajaran dibagi ke dalam kelompok sesuai program yang direncanakan. d) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan yang dipilih. e) Memilih alat/sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. f) Menyediakan alat – alat kegiatan pengaman dimana alat-alat tersebut tidak sama dengan alat-alat pada kegiatan inti. g) Memilih dan menyusun alat penilaian yang dapat mengukur ketercapaian indikator. b. SKH model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan 1) Komponen SKH model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan sebagai berikut: a) Hari, tanggal, waktu. b) Indikator. c) Kegiatan pembelajaran. d) Alat/sumber belajar. e) Alat dan hasil penilaian perkembangan anak didik. 2) Langkah-langkah penyusunan SKH dengan sudut kegiatan sebagai berikut: a) Memilih dan menata kegiatan ke dalam SKH. b) Memilah kegiatan ke dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. 24 c) Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan sudut kegiatan yang akan dilaksanakan. d) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan yang dipilih. e) Memilih alat/sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. f) Memilih dan menyusun alat penilaian yang dapat mengukur ketercapaian hasil belajar atau indikator. c. SKH model pembelajaran berdasarkan minat 1) Komponen SKH model pembelajaran berdasarkan minat sebagai berikut: a) Hari, tanggal, waktu. b) Indikator. c) Kegiatan pembelajaran. d) Alat/sumber belajar. e) Alat dan hasil penilaian perkembangan anak didik. 2) Langkah-langkah penyusunan SKH berdasarkan minat sebagai berikut: a) Memilih kegiatan yang sesuai dengan SKM untuk dimasukkan ke dalam SKH. Penulisan Indikator dalam SKH diberi keterangan bidang pengembangan. b) Merumuskan kegiatan yang sesuai untuk mencapai indikator yang dipilih dalam SKH. c) Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajarn disesuaikan dengan minat (area) yang akan dilaksanakan. d) Memilih kegiatan dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajaran dibagi ke dalam kelompok sesuai program yang direncanakan. e) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan yang dipilih. f) Memiih alat/sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. g) Memilih dan menyusun alat penilaian yang dapat mengukur ketercapaian hasil belajar atau indikator. IV. Penutup 25 Berdasarkan kajian dokumentasi, kajian konsep dan kajian kebijakan pelaksanaan TK/RA dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perlu aturan yang jelas dan tegas tentang perijinan dan pembinaan antara lembaga TK dan RA. 2. Ditemukan data tentang kompetensi guru TK/RA yang belum memahami neouroscience, perkembangan anak, dan need assessment,. Berdasarkan temuan tersebut, maka sebaiknya guru diberikan pelatihan yang merata mengenai pemahaman tersebut. 3. Pada pengawas TK/RA perlu pelatihan intensif tentang ke TK/Ra-an. 4. IGRA dan IGTKI dimaksimalkan peranya dalam membantu pelaksanaan pelatihan pengembangan kompetensi kepala dan guru TK/RA. 5. Perlunya disusun data based guru TK/RA dalam rangka peningkatan profeisonalisme guru dan monitoring kualitas TK/RA. Pendataan dapat dilakukan dengan melibatkan organisasi profesi guru TK/RA. 26 III. Kajian Kurikulum MI KAJIAN DOKUMENTASI N O SUB ASPEK 1 Undangundang 2 Peraturan Pemerint ah 3 Peraturan Menteri 4 5 Panduan POS BSN P Edaran TEMUAN ANALISIS REKOMENDASI Adanya kontradiksi dalam UU Sisdiknas antara BAB IV Pasal 9 yang berbunyi; ”Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan” Vs BAB VIII Pasal 34 (2) yang berbunyi; ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” UU RI No.20/2003 BAB XII Pasal 49(1) UU RI No.20/2003 Pasal 46 (1) Penyelenggara pendidikan dilema untuk melaksanakan UU tersebut dan terjadi tarikmenarik antara tuntutan kualitas dan sumber dana yang kurang memadai karena dilarang melakukan pungutan biaya Pemerintah meninjau Comment [u17]: Pemerintah harus ulang dan mencermati merealisasikan dana pendidikan minimal 20% dari APBN dan minimal 20% dari APBD selain gaji kembali pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan. nomenklatur ”...tanpa Comment [u18]: Pendanaan pendidikan menjadi memungut biaya...” Pada tanggung jawab bersama anatara Pemerintah, BAB VIII Pasal 34 (2)pemerintah daerah, dan masyarakat. Adanya kontradiksi antara PP No 19 Th. 2005 Pasal 10 (1&2) yang menyatakan ”Beban belajar untuk SD/MI...sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing Vs Permen diknas 22 Th 2006 Tentang struktur kurikulum point (d) yang berbunyi; ”Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran..menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. PP No.55/2007 Pasal 3 (2) Sebagian madrasah proses pembelajaran yang sangat beragam dan kreatif untuk menuntaskan mata pelajaran tertentu yang kekurangan jam tatap muka perminggu. Sebagian lagi yang mengacu pada struktur yang ada dan tanpa ada keberanian melakukan inovasi Terjadi pengelabuan informasi dimana sekolah tidak memiliki keberanian untuk menuliskan jumlah jam yang sebenarnya. Pemerintah memberikan keleluasaan untuk menambah atau mengembangkan jam Rekomendasi: tatap muka untuk setiap Pemerintah segera mensosialisasikan Kep. Mendagri mata pelajaran No 55 Th. 2007 mengenai kesetaraan anggaran Tambahan untuk sekolah dan madrasah. Meninjau kembali Comment [u20]: Sekolah diberi peran dan Permen 22 tahun 2006 keleluasaan untuk mendisain struktur kurikulum dan Struktur yang jam tatap muka. membatasi penambahan Comment [u19]: Tentang pendidikan agama dan jam pembelajaran keagamaan yaitu “Pengelolaan pendidikan agama hanya 4 jam menjadi tanggung jawab Menteri Agama”. Belum adanya kejelasan informasi terkait pelaksanaan ujian akhir semester kelas VI dan mekanisme pengambilan nilai semester 12 (semester 2 kelas VI) Belum adanya kejelasan untuk menentukan passing grade di tingkat MI Guru merasa galau dan kesulitan untuk menentukan passing grade kelulusan. Edaran Dirjen PAIS tentang Standar Kompetensi Lulusan 7,5 Guru dan masyarakat pengguna pendidikan merasa resah Analisis: Pada tataran kebijakan madrasah termasuk MI diposisikan diskriminatif dalam anggaran APBD, baik menyangkut sarana prasarana, bahan ajar, dan kesejahteraan guru karena mengacu pada Edaran Mendagri No. 903/2429/SJ Tanggal 21 September 2005 tentang pedoman penyusunan APBD. Padahal sudah ada edaran Dirjen No. 903/210/BAKD,yang menyebutkan “Untuk menyukseskan program wajib belajar Sembilan tahun…penyediaan kredit anggaran melalui APBD untuk mendanai kegiatan proses belajar pada sekolah yang dikelola masyarakat termasuk yang berbasis keagamaan seperti madrasah Ibtidaiyah….” kemudian diperkuat dengan Kep.Mendagri No.55 Th 2007 yang menjelaskan bahwa anggaran untuk madrasah dan sekolah diposisikan setara atau sejajar tanpa adanya diskriminasi. Temuan : Adanya temuan pada beberapa lembaga pendidikan yang ter indikasi inklusivisme dan eklusivisme. Perlu juknis untuk Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang memperkuat dan menyimpulkan bahwa militansi dan eklusifisme pada sekolah umum, memberikan uraian terjadi Indikasi inklusivisme lebih mengarah pada penegasan dalam bagaimana agama maupun kepercayaan disejajarkan penyelenggarakan dan bersentuhan dengan wilayah aqidah/keyakinan UASBN Perlu kesepakatan Analisis: Konten dan Pelaksanaan pendidikan agama dan bersama dalam keagamaan pada sekolah umum harus terkoordinasi menentukan kriteriadengan Departemen Agama. passing grade pada Rekomendasi: tingkat wilayah Semua Intansi di bawah Departemen Pendidikan Pemerintah agar lebih Nasional harus menacu pada PP No.55/2007 cermat dan hati-hati dalam Comment [u21]: Tambahan: membuat dan menerbitkan seperti yang diedarkan pada tahun-tahun sebelumnya. 27 edaran untuk masyarakat pendidikan KAJIAN KONSEP N O 1 2 ASPEK TEMUAN ANALISIS Struktur kurikulum dan Beban Belajar Struktur kurikulum terlalu luas dan melebar, sehingga pembelajaran tidak bisa dikembangkan secara mendalam Terlalu banyaknya pelajaran mengakibatkan siswa sulit fokus penguasaan materi. Sehingga anak tidak dapat menguasai pelajaran secara mendalam dan tidak maksimal Kalender Pendidika n Kalender pendidikan masih menginduk ke diknas 3 Silabus dan RPP 4 Mata Pelajaran Mayoritas guru belum kreatif untuk mengembangkan silabus/RPP kurang mandiri (copy paste) Tambahan-) Sering berubahnya pengistilahan mata pelajaran Guru di madrasah belum bisa merancang kalender pendidikan secara mandiri sehingga harus mengadopsi kalender yang ada Adanya beberapa contoh silabus dan RPP yang mudah diakses membuat guru kurang inovatif Perubahan nama mata pelajaran tersebut tanpa menyentuh makna substansi mata pelajaran tersebut REKOMENDASI Mengurangi muatan mata pelajaran. Comment [u24]: Mata pelajaran tertentu, bisa Pelajaran tertentu dilakukan dengan cara tugas mandiri atau test out digabungkan sesuaisystem seperti; Penjas Olah Raga dan Kesehatan dan Seni Budaya dan Keterampilan, bila perlu dengan rumpun mata kwarganegaraan dikategorikan sebagai pelajaran tanpa pengembangan diri. menghilangkan substansi dan pesanAndreas H: Sekat-sekat pembatasan kurikulum merupakan pembodohan anak bangsa. moral mata pelajaran Comment [u23]: Lihat kurikulum nasional tersebut Belanda, Ingris, Malaysia, dan Amerika Perlu adanya payung hukum bagi madrasah untuk melakukan inovasi dan pengembangan madrasah Perlu adanya pelatihan peningkatan mutu profesionalisme guru Perlunya pelatihan peningkatan SDM guru terutama untuk Comment [u22]: Langkah-langkah dan mengembangkan komponen silabus maupun RPP terlalu banyak, perlu silabus dan RPP dibuat simple Temuan: Guru terlalu disibukkan oleh perangkat Perlu adanya administratif sehingga terlalu letih untuk melakukan inovasi setrategi pembelajaran. konsistensi penamaan mata pelajaran Rekomendasi: Format dan dan komponen Silabus/RPP disederhanakan. Guru diberi kewenangan penuh untuk mendesain silabus/RPP tanpa menghilangkan substansi KAJIAN PELAKSANAAN 1 Pengemba ngan visi dan misi sekolah Visi misi di beberapa madrasah belum mencakup secara holistik Perumusan dilakukan tanpa melibatkan stake-holder, sehingga masih parsial dan kurang fokus 2 Penentuan struktur kurikulum Jam pelajaran al- Qur‟an yang tersedia kurang memadai (hanya 2 jam), kenyataan di lapangan banyak madrasah yang kreatif menyiasati Perlu peningkatan peran serta masyarakat dalam merumuskan visiComment dan [u25]: Sekolah diganti dengan misi madrasah madrasah Meningkatkan profesionalisme guru dengan melakukan pelatihan terkait dengan pengembangan KTSP Perlu adanya 28 3 Pengemba ngan program kegiatan dan pengemba ngan diri (BK dan Ekskul) Dibeberapa madrasah masih belum memiliki guru olah raga dan BK Pengemba ngan diri (mulok, penyusun an silabus, dan penyusun an RPP) Langkanya guru mulok bahasa jawa Tidak adanya standarisasi kompetensi mulok setiap daerah (bahasa daerah) masih kurang tergerak untuk membuat silabus atau RPP, terlebih lagi sudah banyak silabus atau RPP yang siap saji dari beberapa penerbit dan sekolah lain yang notabene lebih maju. Untuk pengembangan silabus Bahasa arab, Bahasa Inggris, dan mulok menemukan kesulitan karena guru harus merancang dan mendisain SK dan KD secara mandiri 4 Kegiatan pengembangan diri masih kering dari kebutuhan bermain anak Minimnya sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekskul 5 Pelaksana an pembelaja rn (Strategi, metode, dan media pembelaja rn di kelas dan luar kelas Terbatasnya sarana dan media pembelajaran Penggunanaan alat peraga belum maksimal karena belum memahami penggunaannya Guru belum maksimal mempraktekkan setrategi pembelajaran 6 Evaluasi (penilaian Beragamnya aspek penilaian dalam administrasi kelas kekurangan jam mata pelajaran al-Qur‟an dengan menggunakan jam nol (sebelum jam pertama, 30 menit jam pertama, melakukan tutor sebaya, dan lain-lain, contoh di MIN Jejeran, MIN Sindutan, MI Maarif Bego, MI Jappi, MI Al Islami, MI Istiqomah Sambas, MI Pembangunan UIN, dll) penambahan jam pada mata pelajaran al- Qur‟an Madrasah perlu dimotivasi untuk melakukan inovasi dalam menyiasati kekurangan jam tatap muka Guru di madrasah masih belum komprehensip memahami Perlu adanya sosialisasi konsep pengembangan diri, atau informasi tambahan diperparah lagi dengan baik secara tertulis atau minimnya sarana dan pembinaan langsung prasarana serta SDM yang dari pemerintah terkait kurang memadai dengan pengembangan diri Pemerintah mengidentifikasi dan menempatkan guru BK dan olah raga sesuai kebutuhan madrasah. Yogya sebagai representasi daerah dan kota pendidikan di mensosialisasi kan Indonesia masih kekurangan buku panduan guru mulok yang kompeten pengembangan sesuai dengan potensi daerah, dilengkapi dengan contoh MIN Yogja II yang contoh silabus dan terdapat pembelajaran RPP yang membatik masih mengundang representatif , guru tamu. pleksibel, dan simpel. mengadakan pelatihan pengembangan silabus dan RPP Pemerintah daerah perlu manggali potensi daerah dan mempersiapkan guru yang kompeten untuk mengembangkan dan memberdayakan mapel mulok Adanya tuntutan Perlu pelatihan profesionalisme untuk setrategi dan teknologi melakukan pembelajaran yang pembelajaran menarik di satu sisi dengan tuntutan tugas administrasif yang semakin menumpuk sehingga guru merasa terbebani dan tidak maksimal melakukan inovasi dan improvisasi. Perubahan sistem penilaian secara cepat dan banyaknya Perlu adanya kesepakatan untuk 29 harian, akhir tahun, dan ujian sekolah) 7 sehingga sebagian guru masih merasa kesulitan Instrumen penilaian setiap aspek mata pelajaran terutama mapel Bahasa di kelas menemui kesulitan Adanya kebijakan perubahan sistem penilaian yang terlalu cepat aspek penilaian sehingga guru disibukkan oleh perangkat administratif Evaluasi pembelajaran kurang terukur karena penilaian proses tidak dilakukan secara maksimal. Hal ini diperjelas dengan jomplangnya hasil ulangan harian, rapor dengan hasil ujian bersama menentukan aspek penilaian dan penyederhanaan penilaian Adanya payung hukum yang memberi keleluasaan untuk melakukan, mendesain, dan membagikan hasil penilaian akhir/rapor. Ada pelatihan pembuatan instruman soal dan kisi-kisi Pengemb angan SDM Comment [u26]: Temuan: Masih banyak ditemukan guru dan karyawan yang kurang bermutu Analisis: Kualitas madrasah masih terpuruk karena ditangani oleh guru yang tidak profesional Rekomendasi: Segera dilakukan rekrutmen guru yang standar sesuai peraturan yang berlaku Pemerintah memfasilitasi pelatihan peningkatan profesionailsme guru Comment [u27]: Temuan: Masih banyak Kepala madrasah tidak memiliki kemampuan menejerial kepemimpinan Analisis: Kepala madrasah kurang kreatif dan lemah dalam penanganan pengelolaan Rekomendasi: Perlu pengangkatan kepala madrasah dengan seleksi yang ketat melalui tes kepatutan dan kelayakan Perlu peningkatan kemempuan profesionalisme melalui pelatihan dan workshop Comment [u28]: Temuan: Pengawas di lingkungan depag banyak yang belum memenuhi kualifikasi dan kompetensi Adanya beberapa pengawas yang tidak bisa menjalankan tugas dengan baik karena tidak adanya kemampuan dan keberaian Analisis: Adanya tuntutan profesionalisme, kualitas, dan beberapa kebijakan yang ada (UU, PP, Permen, Pergub/perbup, Edaran dan lain-lain Rekomendasi: Perlu adanya sosialisasi dan implementasi kebijakan yang berlaku tentang pengawas Perlu adanya seleksi pengawas yang bermutu dan pembinaan SDM yang memadai 30 IV. Kajian Pelaksanaan SD Terpadu 1. Studi Dokumentasi No Aspek Temuan/Analisis Rekomendasi . 1 UU Sisdiknas No. 20, 2003 Belum ada penjelasan konsep SD Untuk menyamakan persepsi Terpadu diperlukan diktum tentang SD Secara substansi UUSPN sudah Terpadu membicarakan tentang SD Terpadu namun belum ada pasal tertentu yang mengatur pelaksanaan SD Terpadu 2 Peraturan PP hanya secara implisit Pemerintah No. menggambarkan keterpaduan 19 tahun 2005 dalam pengembangan fisik dan psikis PP perlu secara tegas dan eksplisit menjelaskan tentang proses pembelajaran terpadu Perlu 8 standar pendidikan nasional 8 standar pendidikan nasional disesuaikan sesuai dengan merupakan standar unum yang karakteristik SD Terpadu dapat digunakan oleh SD Terpadu 3 Permen Tidak menyebut secara tegas SD Permendiknas perlu menyebut Diknas No. 22 Terpadu walaupun substansinya secara eksplisit dan tegas tentang tahun 2006 sudah ada pengembangan kurikulum dan pengelolaan/penyelenggaraan SD Terpadu 4 Permen Diknas No. 23 2006 Belum ada penjelasan tentang SKL SD Terpadu SKL hanya menjaring aspek Perlu merumuskan SKL untuk sekolah terpadu dan siswa ABK SKL SD Terpadu harus kognitif memperhatikan aspek kognitif, Pemahaman praktisi pendidikan afektif dan psikomotorik tentang SKL masih variatif misalnya UASBN merupakan syarat kelulusan siswa Perlu verifikasi dan resosialisasi SKL SD Terpadu Nilai UASBN dapat dipertimbangkan sebagai salah satu syarat kelulusan 31 5 Permen Diknas No. 24 tahun 2006 Pasal 2 ayat 4 hanya menyebut Perlu menyebut secara eksplisit SD, MI, SDLB. sekolah dasar terpadu (SD, MI, SD Pasal 7 terpadu, SDLB) a. mengembangkan modelmodel kurikulum sebagai masukan BSNP b. mengembangkan dan mengujicobakan model mengembangkan perlu menyebutkan secara eksplisit: mengembangkan model-model kurikulum SD Terpadu sebagai masukan BSNP mengembangkan dan mengujicobakan kurikulum mengembangkan model kurikulum untuk pendidikan layanan khusus dan SD Terpadu 6 Permen Pasal 1 menyebutkan bahwa Diknas No. 6 satuan pendidikan dapat tahun 2007 mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum yang disusun oleh Balitbang bersama unit utama terkait. Permendiknas perlu secara tegas menjelaskan konsep SD Terpadu Perlu persepsi yang sama tentang SD terpadu, sekolah inklusi, TK/SD satu atap Konsep SD Terpadu perlu Namun Balitbang dan unit terkait disosialisasikan, difahami dan belum menyusun model dilaksanakan oleh sekolah-sekolah kurikulum terpadu dasar di Indonesia 32 2. Kajian Konsep Kerangka Dasar Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No.19/2005 tentang tentang Standar Nasional Pendidikan khususnya pasal 19 Permen Diknas No. 22/2006 tentang Standar Isi Permen Diknas Permen No.23/2006 ttg Standar Kompetensi Lulusan, Diknas No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Permen No.22/2006 dan 23/2006 Struktur SD Terpadu Struktur yang didesain untuk SD Terpadu memiliki komposisi sebagai berikut: a. Muatan Kurikulum Depdiknas b. Muatan Kurikulum Depag c. Muatan Kurikulum Institusional (Life Skill= IT, Keagamaan, Ekskul, Capacity Development) Beban jam belajar siswa disesuaikan dengan tipologi SD Terpadu (Boarding School, Full Day School, Half School) Kajian Pengembangan Konsep SD Terpadu memiliki ragam pengertian yang terjadi di lapangan. Berdasarkan Kajian Akademik yang berpedoman pada berbagai sumber, diantaranya dalam Struktur Kurikulum menurut Permen No. 22/2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, & olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Dengan demikian konsep SD Terpadu memiliki kelengkapan unsur sebagai berikut: 1. Terpadu dalam bidang Desain Kurikulum Kurikulum terpadu dikehendaki memiliki sifat akomodatif terhadap: a. Hakikat kebutuhan anak usia SD sesuai dengan prinsip Developmentally Appropriate Parctice (DAP) bahwa anak usia SD membutuhkan 5 hal yang perlu di stimulasioleh pendidik di SD, meliputi: Pengembangan Kowledge, Pengembangan Speech, Pengembangan Emosi, Pengembangan Life Skill, dan Pengembangan Gerak/Motorik b. Kurikulum yang memberi fungsi dasar bagi pertumbungan dan perkembangan anak usia SD yang meliputi: Moral dan nilai-nilai agama, bahasa, fisik motorik, sosial emosional, seni, dan kognitif. c. Kurikulum yang memperhatikan hakikat kehidupan anak usia SD dalam konteks : Kurikulum Terpadu/Integrated Curriculum, Kegiatan Harian Terpadu/Integrated Day Activities, dan Pembelajaran Terpadu/ Integrated Learning SD Terpadu 1 SD Terpadu 2. Terpadu dalam bidang Penyusunan Silabus/RPP Sesuai Permen No. 22/2006 ttg meningkatkan kualitas manusia Standar Isi Pendidikan yg diarahkan utk Indonesia seutuhnya melalui olahhati, 2 olahpikir, olahrasa, & olahraga agar memiliki daya saing dlm menghadapi tantangan global, maka penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun berdasarkan prinsip keterpaduan dengan istilah Tematik. Hal itu khusus dilaksanakan pada kelas awal SD (kelas 1, 2, dan 3). Hal ini didasarkan pada lndasan teori yang mengatakan bahwa anak usia SD kelas awal memiliki pola berpikir Holistic, Eksploratif, Operasional Konkrit, dan Kontekstual. 3. Terpadu dalam bidang Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan PP 19/2005 mengamanatkan bahwa pendekatan pembelajaran khususnya di kelas 1, 2, dan 3 dengan pendekatan tematik/terpadu, yang menjadikan tema sebagai payung dalam melakukan proses pembelajaran. Hal ini dilandasi oleh keunggulan yan dimiliki oleh pendekatan pembelajaran terpadu sebagai berikut: * Sesuai dengan perkembangan peserta didik (Developmentally Appropriate Practice) * Sesuai dengan pola berpikir anak (Holistic) * sesuai dengan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning) * sesuai dengan prinsip kebermaknaan dalam belajar (meaning full) * sesuai dengan karakteristik anak yang ingin mendapatkan kegembiraan dalam belajar (joyfull learning) * mampu memancing siswa aktif dalam belajar (student active learning) * menerapkan pendekatan kontekstual dalam belajar (contextual teaching and learning) 4. Terpadu dalam bidang Pengembangan Potensi Siswa Menurut perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan ditemukan bahwa paradigma ilmu pendidikan perlu berubah dalam memandang peserta didik. Saat ini paradigma baru memandang bahwa setiap siswa adalah cerdas, namun bentuk kecerdasannyalah yang berbeda antara siswa satu dengan yang lain. dengan demikian bahwa tidak ada lagi pengkategorian anak cerdas, pandai, bodoh, dan ideot. Menurut Daniel Golman, mengatakan bahwa IQ yang tinggi hanya berkontribusi 20 % saja terhadap keberhasilan hidup manusia. Dengan demikian guru perlu menstimulasi berbagai potensi lain dari setiap siswa. seperti Emotional Quotient 3 dan Spiritual Quotient yang merupakan alternatif potensi yang dapat dikembangkan sampai (80 %). Bentuk apresiasi terhadap hal tersebut, keterpaduan pengembangan berbagai potensi siswa seyogianya mendapat perhatian yang sama dari setiap guru. Termasuk dalam hal ini adalah perlunya menerapkan anjuran UNESCO tentang Education for All, dalam wujud SD Terpadu yang menerapkan prinsip sebagai Sekolah Inklusi. Sebab setiap anak ABK (tertentu) memiliki hak yang sama dalam layanan pendidikan dengan anak-anak normal dalam sekolah yang sama. 5. Terpadu dalam bidang Penyelenggaraan dalam kriteria Penyelenggaraan SD Terpadu dapat dikategorikan dalam aspek: Fisik dan manajemen,(TK Terpadu dan SD Terpadu Satu Atap) Penyelenggaraan Pendidikan TK Terpadu - SD Terpadu TK Terpadu SD Terpadu PENGEMBANGAN TK TERPADU, SD TERPADU SATU ATAP Tipologi, terdiri dari : (Boarding School, Full day School, Half School) 4 3. Kajian Pelaksanaan Analisis Pelaksanaan SD Terpadu N o 1. 2. Aspek/Sub Aspek Bidang Desain Kurikulum Bidang Penyusunan RPP Temuan Masih ada paradigma parsial dari guru SD pada saat mengajar Kurikulum khusus untuk anak ABK masih belum jelas Kompetensi yang harus dicapai oleh kelas 1 sampai kelas 6 SD terlalu banyak Alokasi waktu untuk proses evaluasi sangat minim, seperti untuk melakukan remidial Sebagian besar SD menerapkan guru kelas di kelas 6 (khusus DIY) Sebagian besar SD menerapkan guru kelas di setiap kelas (dari kelas 1 sampai kelas 6) (khusus DIY) Rotasi untuk guru kelas 6 SD sangat kurang yang berakibat memberatkan guru tsb untuk menghadapi UNAS dan SKL Konsistensi kriteria penilaian antara evaluasi harian dengan kelulusan kurang sinergi Sebagian besar guru mengalami kesulitan dalam menyusun RPP (Tematik) khususnya guru kelas awal SD Guru-guru masih mengalami kesulitan dalam menjabarkan SK dan KD untuk pemetaan tema Guru masih mengalami kesulitan dalam sistem penilaian dalam disain pembelajaran tematik Kemampuan guru dalam menyusun Analisis Rekomendasi Pelaksanaan KBM mulai dari unsur kurikulum, pemahaman guru, kesanggupan melaksanakan tugas, profesionalitas, sampai dengan konsistensi penilaian antara evaluasi harian dengan kelulusan kurang sinergi. Dengan demikian eksistensi Kurikulum SD untuk dapat melaksanakan SD Terpadu masih kurang memungkinkan Pemerintah dalam hal ini Pusat Kurikulum Nasional perlu merumuskan dan menyusun Kurikulum untuk keperluan SD Terpadu yang memiliki sifat akomodatif terhadap: a. Hakikat kebutuhan anak usia SD sesuai dengan prinsip Developmentally Appropriate Parctice (DAP) bahwa anak usia SD membutuhkan 5 hal yang perlu di stimulasi oleh pendidik di SD, meliputi: Pengembangan Kowledge, Pengembangan Speech, Pengembangan Emosi, Pengembangan Life Skill, dan Pengembangan Gerak/Motorik b. Kurikulum yang memberi fungsi dasar bagi pertumbungan dan perkembangan anak usia SD yang meliputi: Moral dan nilai-nilai agama, bahasa, fisik motorik, sosial emosional, seni, dan kognitif. c. Kurikulum yang memperhatikan hakikat kehidupan anak usia SD dalam konteks : Kurikulum Terpadu/Integrated Curriculum, Kegiatan Harian Terpadu/Integrated Day Activities, dan Pembelajaran Terpadu/ Integrated Learning Kondisi kemampuan guru dalam menyusun RPP yang meliputi: Pemahaman kurikulum Kemampuan memetakan SK, KD dan Indikator sampai pada pengembangan alat evaluasi masih sangat lemah Pemerintah perlu menyiapkan panduan penyusunan RPP, termasuk RPP Tematik/Terpadu 5 terdapat banyak ragam temuan baru untuk melengkapi data yang dibutuhkan Penjelasan lebih lanjut terdapat pada halaman 22 s.d 37 3. 4. 5. Bidang Pendekatan Pembelajara n Bidang Pengembang an Potensi Bidang Penyelenggar aan pengembangan silabus dari kompetensi dasar ke indikator masih kurang SDM guru SD kelas awal kurang mumpuni karena kebanyakan berpendidikan D II Sarana dan prasarana SD kelas awal sangat minim Pemahaman tentang pembelajaran terpadu diantara guru SD masih kurang Kemampuan menggunakan alat peraga/media pembelajaran masih lemah karena kurang mendapatkan pelatihan Penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran dan learning style masih lemah Guru malas menggunakan alat peraga dalam mengajar di depan kelas Banyak alat peraga menumpuk kurang dimanfaatkan Apresiasi terhadap pengembangan EQ, SQ, dan Multiple Intelligence kurang dapat perhatian serius Apresiasi terhadap pengembangan potensi anak (Seni, Budaya, dan Keterampilan) kurang didukung oleh sarana yang mencukupi Kondisi peserta didik saat ini sangat parah dalam pembinaan emotional quotient (kesopanan, keramahaan, etika, dll.) Tenaga GPK tidak sebanding denga jumlah siswa ABK kelas masih 1 guru, belum ada bantuan/kerjasama dengan SDLB atau Kompetensi pedagogik Guru dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar masih sangat memprihatinkan Pemerintah perlu secara serius, rutin dan berkesinambungan memprogramkan pendidikan latihan kepada guru-guru dalam hal peningkatan Kompetensi Pedagogik. Apresiasi terhadap berbagai hidden excellence in personhood (potensi tersembunyi) para siswa sangat kurang mendapatkan perhatian dalam proses belajar mengajar Pemerintah dalam hal ini perlu bekerjasama dengan LPTK untuk menyelenggarakan program pendidikan dan latihan bagi guru dan calon guru dalam hal Peningkatan kompetensi guru dibidang pengembangan potensi peserta didik Pelaksanaan SD Terpadu berdesain sekolah inklusi masih banyak mengalami kendala, dan keterbatasan Pemerintah perlu menyiapkan aturan operasional pelaksanaan SD terpadu berdesain inklusi dan kelengkapan dukungan sarana 6 Pola pelayanan pendidikan dengan layanan khusus di SD bagi semua ABK, sudah saatnya tenaga pendidik lain yang terkait Pendidikan untuk ABK menjadi kurang terperhatikan dengan baik Terkesan anak ABK memberatkan guru dalam melakukan KBM Penyusunan soal dan pelaksanaan tes masih disamakan dengan anak normal Kecakapan guru masih sangat lemah dalam penyusun pengembangan instrumen evaluasi untuk kebutuhan tuntutan aspek kompetesi tiap bidang studi Masih terjadi salah penempatan guru untuk layanan pendidikan ABK Perlu adanya tenaga pendidik tambahan (guru BK) khusus untuk pengembangan potensi anak dan ABK Perlu adanya tambahan tenaga kepenididikan (Tenaga Administrasi) untuk pengelolaan manajemen di SD Tenaga guru yang profesional dibidangnya sangat minim Sosialisasi sekolah inkulsi sangat kurang sehingga pihak dinas sendiri kurang memperhatikan Gedung (lokal) masih terpisah yang menyulitkan dalam proses KBM Dana untuk penyelenggaraan kurang mendapatkan perhatian serius dalam bidang kurikulum, pemahaman guru tentang inklusi, sarana, penyusunan perangkat RPP inklusi, kolaborasi dengan tim GPK. Khusus dalam penyelenggaraan TK SD satu atap masih belum dapat disleenggrakana dengan nyata yang komprehensif Hal ini dilandasi bahwa: semua termasuk ABK memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk hidup dan erkembang secara penuh sesuai dengan potensi yang dimiliki 7 Dalam kelas reguler siswa berkesulitan belajar seluruh waktunya berada/bersam siswa tidak berkesulitan belajar. suasan dalam kelas reguler harus diciptakan suasana belajar kebersamaan, bukan suasana belajar yang kompetitif. Ha ini agar siswa yang berkesuli belajar tidak putus asa atau rendag diri. gu kelas reguler harus menerapkan Individual Education Program kepa semua siswa yang membutuhkan. Deskripsi Kajian Lanjutan: a. Tinjauan Aspek SD Terpadu “Tipe Boarding School”: No. 1. 2. Aspek Kajian Pengelolaan Sistem Boarding a. Lokasi Asrama: (perbandingan antara gedung sekolah dengan gedung asrama dilihat dari jarak, lingkungan masyarakat, dan penataan) b. Sistem Pendidikan Asrama: * Kurikulum * Strategi Pembelajaran * Media/Alat Bantu Pembelajaran * Metode Pembelajaran * Monitoring dan Evaluasi Pembelajaran * Sistem Pelaporan Perkembangan dan Prestasi siswa c. Fasilitas Standar Asrama: * Tempat Ibadah * Perpustakaan * Fasilitas Olah Raga * Layanan Kesehatan * Kelengkapan konsumsi (ruang makan, Menu, Gizi, dll) * Ruang serba guna (indoor – outdoor) * Fasilitas seni dan budaya d. Kapasitas per kamar Sistem Rekrutmen Calon Siswa a. Kriteria b. Prosedur pendaftaran c. Jumlah Siswa yang diterima/kelas Temuan Implementasi Analisis Sarana dan prasarana berada dalam satu lokasi dan menyatu dalam satu manajemen Fasilitas ini akan dapat difungsikan dengan baik jika setiap komponen didukung oleh job description dan standard operational procedure yang jelas Kajian keagamamaan dengan muatan materi disesuaikan dengan peserta didik Materi kajian keagamaan diarahkan untuk memperkuat materi yang dipelajari di kurikulum sekolah. Pelaporan prestasi kajian keagamaan diinformasikan secara formal Pendekatan guru „asuh‟ mendampingi siswa dalam aktivitas sehari-hari Ada Pendekatan individual menjadi suatu keharusan dalam sistem boarding Rekomendasi Perlu dibuat job description dan standard operational procedure yang jelas Profesionalitas dalam: - pengelolaan - pemeliharaan, dan - keberlanjutan (sustainability) Perlu menyediakan tenaga terampil dan permanen untuk keperluan Perlu dipersiapkan Quality Control & Quality Assurance Untuk tahap awal cukup diselenggarakan 1 atau 2 kelas paralel 4 siswa per kamar asrama Observasi dan interview Standar 20 – 30 siswa (laki-laki perempuan)/ kelas 8 3. d. Bentuk Komitmen yang disepakati (Boarding dengan Wali Siswa) Tertulis Sistem pengawasan terpadu terhadap siswa (melibatkan semua komponen penanggung jawab) e. Sistem Pembinan awal Siswa Baru Prioritas untuk target adaptasi lingkungan asrama Perlu melakukan pendekatan multi dimensi dengan pertimbangan: psikologis dan fisiologis anak Akselerasi keilmuan tidak menerapkan akselerasi kelas ( Menambah yang lebih, menguatkan yang kurang ) Diknas& Depag: 7, 5 jam dalam sehari ( 8 jam pelajaran = 4 sampai 5 mata pelajaran) di lingkungan sekolah boarding Penyusunan jadwal dibuat sesuai proporsi tingkat kebutuhan mata pelajaran, dengan tujuan memperhitungkan rasa jenuh, lelah, dan sebagainya Pembiasaan berbahasa asing Disesuaikan dengan visi dan misi sekolah masing-masing: (Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi Informasi, keagamaan, dll) Desain KBM Reguler Sekolah : masih terpisah antar bidang studi, namun ditahap penutup KBM ada keterpaduan dengan visi dan misi sekolah Kebijakan kurikulum terintegrasi dibuat dan merupakan kebijakan kurikulum terintegrasi. Menerapkan joyfull learning dan tidak pernah aga guru marah. Pendekatan di semester 1 ditekankan pada adaptasi dan ketertarikan pada kehidupan boarding Kurikulum SD lebih menekankan pada pembentukan karakter, dan kecakapan hidup, serta memberikan penguatan materi khususnya bagi kelas tinggi SD (4,5, dan 6) Desain Kurikulum : a. Kurikulum Nasional b. Kurikulum Institusional c. Desain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4. Desain Kegiatan Belajar Mengajar a. Pendekatan Pembelajaran Terpadu Terdapat dalam Buku Pegangan guru Diperlukan kolaborasi semua pihak untuk merealisasikan seluruh kesepakatan Dituntut kreatifitas guru untuk menerapkan strategi pembelajaran yang mampu mengintegrasikan visi misi sekolah dan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan kontekstual. Kemampuan guru untuk 9 (integrated learning) b. Penerapan Contextual Learning c. Penerapan Joy Full Learning d. Pendekatan Holistic e. Penerapan Masteri Learning Ditekankan pada akhir tahap pembelajaran Siswa distimulasi untuk dapat mengimprovisasi integrasi materi umum dengan agama, kondisi lokal dan kebutuhan institusi Pemberian materi pelajaran disajikan sesuai konteks kehidupan dan lingkungan Proses pembimbingan daily activities secara terpadu misalya pada saat makan, rekreasi, kegiatan keagamaan, bimbingan dan penyuluhan Pendekatan KBM senantiasa menghindari kondisi marah Menguatkan yang kurang menambah yang berkemampuan lebih Tidak menerapkan akselerasi kelas tapi menerapkan akselerasi ilmu f. Pendekatan DAP g. Pendekatan Pembelajaran Bermakna (meaning full) h. Desain Monitoring & Evaluasi 5. Desain Kegiatan Reguler (rutin): a. Pagi hari (sebelum KBM di sekolah) b. Kegiatan reguler (KBM) di sekolah Menanamkan Kedewasaan dalam berpikir Siswa hanya distimulasi untuk mengembangkan materi Penanaman aqidah dan akhlak (kejujuran, kedewasaan, dan kesadaran) Menggunakan format Standar+ porto folio prestasi anak secara komprehensif Pembinaan Rohani dan jasmani 7, 5 jam dalam sehari ( 8 jam pelajaran = 4 sampai 5 mata pelajaran) di lingkungan sekolah boarding Penyusunan jadwal dibuat sesuai proporsi tingkat kebutuhan mata pelajaran, mengembangkan dan mengintegrasikan pembelajaran melalui kelengkapan buku ajar, kerjasama dengan guru bidang studi lain yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, lokal dan institusi. Suatu pendekatan yang aplikatif dan efektif sesuai dengan konteks dan suasana lingkungan. Bahkan suasana pembelajaran yang menyenangkan akan mampu memaksimalkan potensi peserta didik Pendekatan pembelajaran ini mampu mengembangkan IQ, EQ, SQ, dan MI Optimalisasi kemampuan siswa Optimalisasi potensi siswa disesuaikan dengan perkembangan psikologis dan fisiologis peserta didik Guru berfungsi sebagai mediator, fasilitator, stimulator dan sebagai model Desain monev yang bersifat deskriptif yang komprehensif Peting untuk keseimbangan antara IQ, EQ dan SQ 10 c. Sore hari (setelah KBM di sekolah selesai) d. Malam hari (di asrama) 6. Program Kekhususan dan Unggulan: a. Pengembangan Minat/bakat b. Pengembangan Karakter dengan tujuan memperhitungkan rasa jenuh, lelah, dan sebagainya Pembiasaan berbahasa asing Invidual Activities (komputer,musik, olah raga, santai) Invidual Activities untuk persiapan kegiatan belajar besok hari Taekwondo, sepak bola, basket, Bahasa Asing Club musik/seni Menanamkan Kemandirian, kejujuran, kebersamaan, dan tanggung jawab Penanaman etika dan moral Pemberian waktu istirahat kepada seluruh siswa Peran pembina dan tutor Pengembangan motorik dan potensi verbal linguistik Pemantapan program pembentukan karakter 11 b. Tinjauan Aspek SD Terpadu Tipe “Full Day School”:. N o. 1. Aspek Kajian Pengelolaan Sistem Full Day School a. Pengadaan Lokal b. Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Full Day School: * Kurikulum * Strategi Pembelajaran * Media/Alat Bantu Pembelajaran * Metode Pembelajaran * Monitoring dan Evaluasi Pembelajaran * Sistem Pelaporan Perkembangan dan Prestasi siswa c. Fasilitas yang Disediaakan d. Kapasitas per kelas e. Kelengkapan Penunjang: * Tempat Ibadah * Perpustakaan * Lapangan Olah Raga * Layanan Kesehatan * fasilitas seni dan budaya * Kelengkapan konsumsi (ruang makan,Menu,Gizi,dll) 2. Sistem Rekrutmen Calon Siswa a. Kriteria b. Prosedur pendaftaran c. Jumlah Siswa yang diterima Temuan Implementasi Analisis Rekomendas i Banyak kendala jika TK dan SD dalam satu gedung Penataan lokasi belajar TK-SD satu atap dipandang kurang cocok, khususnya bagi anak SD kelas tinggi (4,5,dan 6) Dalam beberapa hal kurikulum TK dengan SD yang berkesinambungan Berbasis Diknas dan bernuansa Islam Menerapkan kurikulum institusional (materi agama PAI Diknas, tapi diberikan pengembangan materi dan jam belajar) Terpadu dengan sarana TK, memiliki keuntungan dalam kontrol dan pemberdayaan sarana secara bersama, efektif dan efisien 30 siswa dengan 2 orang guru pendamping Sebuah penerapan kurikulum yang cukup baik dan efektif Masih diperlukan pengakjian lebih lanjut untuk merumuskan sarana dan prasarana SD full day school Pemerintah perlu memfasilitasi penyusunan kurikulum khusus untuk SD full day school Ada dilakukan observasi pada saat rekrutmen siswa baru dengan menggunakan instrumen observasi menerapkan standar umum, tanpa persyaratan khusus adanya program apresiasi terhadap informasi awal Efektivitas sarana dan prasarana yang berdampak pada efisiensi dan kemudahan manajerial Kebijakan yang sangat baik untuk dapat menangani perkembangan siswa secara optimal Standar kelengkapan penunjang Kegiatan Belajar Mengajar yang layak diadakan Suatu kebijakan yang kreatif yang bertujuan untuk mengetahui entri behaviour para calon siswa Membuat Standar Minimal Kelengkapan Sekolah Full Day School Pemeritah akan lebih baik jika menyediakan instrumen observasi untuk kepertingan penjaringan anak yang akan masuk 12 d. Bentuk Komitmen yang disepakati (sistem Full Day School dengan Wali Siswa) e. Sistem Pembinaan awal Siswa Baru 3. Desain Kurikulum : a. Kurikulum Nasional b. Kurikulum Institusional c. Desain Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4. Desain Kegiatan Belajar Mengajar a. Pendekatan Pembelajaran Terpadu (integrated learning) b. Penerapan Contextual Learning c. Penerapan Joy Full Learning hasil observasi rekrutmen dalam bentuk pengayaan, dan pembinaan lebih lanjut ke SD full day school Mengatur setting class yang menarik sesuai perkembangan siswa. Memberlakukan kegiatan yang disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan siswa baru. Mengkonsisikan suasana belajar yang menyenangkan dan rasa aman t siswa di sekolah Pendekatan yang bijaksana dalam melayani pendidikan anak usia SD sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dan persoalan-persoalan kontemporer Dalam beberapa hal kurikulum TK dengan SD yang berkesinambungan Berbasis Diknas dan bernuansa Islam Menerapkan kurikulum institusional (materi agama PAI Diknas, tapi diberikan pengembangan materi dan jam belajar) * Dibuat dengan pendekatan Tematik (khusus untuk kelas awal SD) dengan sistem guru kelas. * Untuk RPP kelas tinggi menerapkan semibidang studi ( 4-5-6) Sebuah penerapan kurikulum yang cukup baik dan efektif Ada Sesuai dengan kebijakan pemerintah dan ilmu pendidikan kontemporer Dilakukan lebih dari sekedar konsep materi, namum prinsip ini diimplementasikan dalam kegiatan rutin terprogram seperti makan siang bersama, kegiatan apresiasi seni, olah raga, kemping, dan kegiatan keagamaan Sangat memegang prinsip belajar dengan pendekatan menyenangkan Suatu pendekatan yang dapat memberikan hidden curriculum yang signifikan bagi perkembangan peserta didik Kebijakan yang sesuai dengan tuntutan pemerintah dan ilmu pendidikan kontemporer Pembuatan Standar Operational Procedure (SOP) untuk keperluan para guru di full day school Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik 13 d. Pendekatan Holistic e. Penerapan Masteri Learning 5. f. Pendekatan Develompmentally Appropriate Practice (DAP) Ada g. Pendekatan Pembelajaran Bermakna (meaning full) Ada h. Desain Monitoring & Evaluasi Menggunakan standar nasional+ lampiran portofolio perkembangan akademik siswa Desain Kegiatan Reguler (rutin): a. Pagi hari (sebelum KBM) b. Kegiatan reguler (KBM) c. Siang hari (KBM setelah makan siang sampai selesai/pulang) 6. Ada khususnya di kelas awal SD Menekankan ketuntasan materi Program Kekhususan dan Unggulan: a. Pengembangan Minat/bakat b. Pengembangan Karakter Sesuai dengan pola berpikir siswa Kebijakan yang masih sulit dalam hal implementasinya Pendekatan pembelajaran yang sangat ideal, karena mempedulikan kondisi peserta didik dalam proses belajar mengajar Dalam implementasinya akan lebih baik jika dilengkapi dengan instrumen yang reliable dan Valid Suatu kebijakan yang komprehensif dalam memberikan perkembangan potensi siswa kepada orang tua Melaksanakan kegiatan rutin yang bersifat pembentukan karakter, seperti kegiatan agama, pembentukan sikap tanggung jawab, disiplin, dan kesabaran) Reguler KBM @ 35 menit Kelas (1 dan 2) = 4 jam per hari Jam 14.00 kelas (1 dan 2) pulang Kelas (3 – 6) = 6 jam per hari Program kegiatan pendidikan yang ringan dan tidak memberatkan siswa baik secara fisik maupun psikis Program yang sangat positif untuk character building siswa SD * Pramuka, * Renang, * Out Bond * Pengayaan Potensi Aademik Program Keagamaan, Makan bersama, Pembinaan kejujuran, tanggung jawab, dan kedisiplinan Mengapresiasi Multiple Intelligences Pengaturan jam belajar yang cukup memperhatikan kebutuhan siswa dan disesuaikan dengan program kurikulum institusional Program yang cukup memperhatikan aspirasi siswa Apresiasi terhadap kebutuhan character building sejak usia dini 14 D. Hasil yang Dicapai 1. Studi Dokumentasi : Pemerintah perlu melengkapi landasan hukum/diktum tentang penyelenggaraan “SD Terpadu”. 2. Kajian Konsep: Pemerintah perlu merumuskan hakikat, karaktersitik, dan tipologi “SD Terpadu”. 3. Kajian Pelaksanaan Pemerintah perlu menyusun panduan penyelenggaraan SD Terpadu yang meliputi: kurikulum, penyusunan Silabus/RPP, proses pembelajaran, pelayanan dan pengembangan potensi, serta penyelenggaraan/manajemen “SD Terpadu”. III. PENUTUP Kajian ini menghasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut: a. muncul persepsi yang sama terhadap hakikat, karakteristik, dan tipologi SD Terpadu b. menghasilkan kesepakatan pentingnya penyelenggaraan SD Terpadu dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya c. menghasilkan rumusan rekomendasi tentang pentingnya pemerintah memunculkan diktum konsep SD Terpadu dan menyusun panduan penyelenggaraan SD Terpadu d. pemerintah perlu membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti rekomendasi SD Terpadu dan penyelenggaraannya 15 V. Kajian Kebijakan Pencapaian KTSP SD 1. STUDI DOKUMENTASI N O. SUB ASPEK TEMUAN 1. UU Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 6 ayat 1 UU No 20/2003 : Setiap warga negara berusia 715 th wajib mengikuti pendidikan dasar Pelaksanaan UASBN bertentangan dengan prinsip pelaksanaan wajar tersebut Aggaran pendidikan di Indinesia baru ± 12 %, bertentangan dengan Pasal 49 ayat (1) UU No.20/2003 : dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari APBN & APBD 3. PP Nomor 19 Tahun 2005 Struktur kurikulum SD butir d, yang tersurat dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 dan Ketidaksesuaian pelaksanaan UU terkait pelaksanaan UASBN. REKOMENDASI UASBN tidak dilaksanakan di jenjang SD, tetapi dilaksanakan setelah wajar 9 th. Anggaran pendidikan harus sesuai dengan pasal 49 ayat (1) UU No.20/2003 : dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari APBN & APBD Untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka anggaran pendidikan harus mengacu pada Ps. 49 ayat (1) Menurut UU masyarakat mempunyai kewajiban yang sama dengan pemerintah dalam hal pembiayaan Diharapkan peran serta masyarakat untuk ikut serta membiayai pendidikan sesuai dengan amanat UU Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 mengamanatkan 8 Standar Nasional Pendidikan, namun baru diterbitkan 7 standar, standar pembiayaan belum diterbitkan Belum terbitnya Standar Pembiayaan Perlu ada kebijakan untuk segera menerbitkan Standar Pembiayaan Penyajian nama mata pelajaran Keterampilan tidak disajikan secara eksplisit pada PP Nomor 19 Tahun 2005 Kalender pendidikan yang diterbitkan oleh Depdiknas tidak mencantumkan waktu penyelenggaraan UN Mata pelajaran keterampilan penting dicantumkan dalam PP 19/2005 Penjelasan kurang komprehenship dalam penyusunan kalender pendidikan Perlu penyajian secara eksplisit nama mata pelajaran Keterampilan pada setiap kebijakan Depdiknas mencatumkan waktu penyelenggaraan UN secara pasti pada kalender pendidikan Struktur kurikulum SD butir d, yang menyatakan ”Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per- Isi butir d, tidak mengakomodir kebutuhan satuan pendidikan yang memiliki karakteristik tertentu (pada sekolah- Pada saat ini masyarakat menuntut diberlakukannya pendidikan gratis bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) UU No.20/2003 : Dana penyelenggaraan pendidikan dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah atau sumber lain. 2 ANALISIS Perlu adanya kebijakan baru terkait penambahan jam pelajaran sehingga mampu mengakomodir 16 Comment [P29]: Temuan baru tentang UASBN Comment [P30]: Temuan baru tentang Anggaran pendidikan Comment [P31]: Temuan baru tentang pendidikan gratis Comment [P32]: Temuan baru tentang ketidaklengkapan PP Nomor 19 Tahun 2005 Comment [P33]: Pindahan dari kajian konsep N O. SUB ASPEK Permendiknas No. 6 tahun 2007 4. Penerbitan Panduan Penyusunan KTSP Sebagaimana tersurat dalam Permendiknas No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan SKL dan perubahannya. TEMUAN minggu secara keseluruhan”, tidak mengakomodir kebutuhan beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik tertentu. ANALISIS REKOMENDASI sekolah swasta yang memiliki keinginan menambah belajar, alokasi penambahan waktu belajar 4 jam masih kurang). seluruh kebutuhan satuan pendidikan. Kegiatan pengembangan diri dalam struktur kurikulum dialokasikan ekuivalen 2 jam pelajaran. Makna pengembangan diri menimbulkan banyak persepsi. Belum adanya pemahaman yang sama diantara para guru dan praktisi pendidikan tentang makna pengembangan diri. Perlu mencantumkan penjelasan secara komprehensif tentang pengembangan diri. Sebaiknya struktur kurikulum tidak mencantumkan ekuivalen Panduan penyusunan KTSP yang tersebar di lapangan berasal dari dua lembaga pemerintah, yakni BSNP dan Direktorat Pendidikan Dasar. Kedua panduan ini berbeda sehingga banyak menimbulkan permasalahan untuk dijadikan acuan pelaksanaan KTSP Tidak adanya konsistensi kebijakan pada kedua lembaga (BSNP dan Direktorat Pendidikan Dasar) Perlu adanya ketegasan lembaga yang ditugaskan untuk menerbitkan panduan penyusunan KTSP sehingga panduan yang diterbitkan hanya satu dan hendaknya mampu mempermudah dalam menyusun KTSP Kata “setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah” banyak menimbulkan persepsi. Ada yang menganggap Penyusunan KTSP harus ditandatangani Komite ada pula yang tidak perlu. Beberapa satuan pendidikan mengasumsikan bahwa kata pertimbangan sebagai bentuk Tidak adanya pemahaman yang sama diantara para praktisi pendidikan tentang makna Pasal 1 Ayat 5 Perlu optimalisasi sosialisasi KTSP dan dilaksanakan secara menyeluruh Pasal 1 ayat 3 Permen Nomor 24 tahun 2006 Aturan penambahan jam pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik satuan pendidikan serta tahap perkembangan dan hakhak anak Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun BSNP 5. Kejelasan makna yang tersurat dalam Pasal 1 ayat 5 Permendiknas No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan SKL dan perubahannya. Kurikulum satuan pendidikan Comment [P34]: Tambahan kelengkapan analisis Comment [P35]: Tambahan kelengkapan rekomendasi Comment [P36]: Dihilangkan 17 N O. SUB ASPEK ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah. 6. Panduan penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dari BSNP. TEMUAN ANALISIS REKOMENDASI Comment [P37]: Tambahan kelenkapan temuan tentang makna kata yang tersurat dalam Permendiknas No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 legalisasi dari komite. Kriteria kelulusan butir b yang menyatakan “Memperoleh nilai minimal baik pada mata pelajaran ......”. Kriteria baik, menimbulkan berbagai persepsi. Perumusan visi-misi yang disusun satuan pendidikan belum sesuai dengan visi-misi Diknas dan Pemda setempat. Sistematika KTSP satuan pendidikan kurang proporsional (sistematika penyususnan KTSP harus mencantumkan tujuan penyusunan KTSP, tujuan pendidikan dan tujuan satuan pendidikan) Masih rancunya pemahaman tentang pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global, karena dipahami terpisah dari struktur dan muatan kurikulum Belum meratanya pemahaman pendekatan penilaian yang digunakan dalam menentukan kriteria kelulusan dalam suatu mata pelajaran tertentu Perlu ada penjelasan tambahan tentang kriteria “baik” sehingga para guru dan praktisi pendidikan lainnya mampu menerapkan kriteria kelulusan secara optimal Kurang adanya sinkronisasi antara Diknas dan Pemda setempat. Dalam panduan KTSP perlu dimuat alur perumusan visi-misi satuan pendidikan Kurang optimalnya panduan KTSP Perlu ada panduan sistematika penyusunan KTSP sehingga Satuan Pendidikan diharapkan mampu menyusun KTSP secara proforsional Tidak adanya kejelasan posisi keunggulan lokal dan global dalam kurikulum Perlu ada penjelasan pada struktur dan muatan kurikulum bahwa mata pelajaran, mulok dan pengembangan diri hendaknya memuat pendidikan kecakapan hidup dan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global karena ada pada indikator Kriteria kenaikan kelas masih membingungkan Kriteria kenaikan kelas diatur oleh masingmasing Direktorat Teknis Terkait, sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam mengimplementasikann ya. Diperlukan adanya panduan kriteria kenaikan kelas yang dibuat lebih operasional UASBN diterapkan sebagai salah satu kriteria kelulusan sekolah, akan memisahkan jenjang pendidikan Dasar yang Tidak adanya konsistensi antara konsep evaluasi dan kebijakan yang harus UASBN hendaknya tidak dijadikan syarat kelulusan pendidikan SD 18 Comment [P38]: Dihilangkan Comment [P39]: Tambahan kelengkapan temuan Comment [P40]: Tambahan penjelasan proporsional Comment [P41]: Tambahan kelengkapan rekomendasi N O. SUB ASPEK TEMUAN ANALISIS meliputi SD dan SMP REKOMENDASI dilaksanakan di lapangan Penyusunan SKBM (KKM) tidak termuat dalam panduan karena UN hanya dijadikan pemetaan dan untuk ketercapaian kriteria ketuntasan materi Kurang optimalnya panduan (SKBM dijadikan dasar untuk melihat ketuntasan dalam proses pembelajaran) Panduan KTSP hendaknya dilengkapi dengan penyajian cara/teknis penyusunan SKBM (KKM) Comment [P42]: Tambahan kelengkapan rekomendasi Comment [P43]: Tambahan kelengkapan analisis Perlu adanya Juknis yang melengkapi panduan penyusunan SKBM (KKM). Perumusan tujuan satuan pendidikan dasar yang tercantum dalam Panduan berbunyi “dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan”. Panduan tidak dilengkapi dengan contoh tentang cara penyusunan tujuan satuan pendidikan dasar Perlu penambahan contoh pada panduan yang membahas tentang cara penyusunan tujuan satuan pendidikan dasar. Perlu ada sosialisasi yang diikuti workshop secara komprehensif dan terpadu Perlu ada sosialisasi yang diikuti workshop secara komprehensif dan terpadu dan dikoordinir oleh pusat Makna rumusan ini banyak menimbulkan persepsi sehingga banyak satuan pendidikan dalam perumusan tujuan satuan pendidikan dalam KTSP hanya mencantumkan tujuan umum, tanpa merumuskan tujuan satuan pendidikan. 7. Surat Edaran No. 33 tahun 2007 yang diterbitkan daerah tentang sosialisasi KTSP Belum mengakomodir kebutuhan para guru dan praktisi pendidikan untuk dapat mengimplementasikan KTSP (masih banyak para guru dan praktisi pendidikan yang belum memahami KTSP) 2. KAJIAN KONSEP KETERCAPAIAN KTSP SD NO. 1 SUB ASPEK Kerangka Dasar TEMUAN Terjadi perbedaan sistematika panduan penyusunan kurikulum dari BSNP dengan sistematika dari Puskur. ANALISIS 1. 2. Tidak adanya kejelasan kaitan fungsi antara panduan yang diterbitkan BSNP dan Puskur. Judul kedua panduan sama REKOMENDASI Perlunya kebijakan tentang kaitan fungsi panduan penyusunan KTSP antara kedua lembaga tersebut sehingga para guru dan praktisi pendidikan dapat menyusun KTSP secara optimal Panduan yang diterbitkan BSNP merupakan payung 19 Comment [P44]: Ditambah kata panduan penyusunan Comment [P45]: Kesamaan pendapat diganti ... Comment [P46]: Ditambah point 2 Comment [P47]: Perlunya kaitan fungsi panduan NO. 2 3 SUB ASPEK Struktur Kurikulum Beban Belajar TEMUAN ANALISIS Kadar adaptasi dalam penyusunan KTSP masih rendah Sosialisasi penyusunan KTSP dirasakan masih kurang Ada perbedaan Struktur Kurikulum dari BSNP dengan dari Puskur. Tidak adanya kesamaan pendapat antara BSNP dan Puskur Konsep pengembangan diri oleh guru ditafsirkan sama dengan ekstrakurikuler, pembiasaan dan BK. Alokasi waktu pengembangan diri yang disediakan dengan ekuivalen 2 jam dirasa masih sangat kurang Pendidikan Agama perminggu hanya 3 jam pelajaran, tidak sinkron dengan kewajiban Penjelasan konsep pengembangan diri masih belum jelas Adanya pembatasan penambahan 4 jam pelajaran dianggap membelenggu kebebasan sekolah Beban belajar masih dipahami sebagai jumlah jam pelajaran tatap muka saja. Sebagian sekolah dan guru belum memasukkan pemberian tugas mandiri dan kelompok sebagai beban belajar. Guru belum memberikan tugas terstruktur dan tidak terstruktur kepada para siswa. Hal ini menimbulkan pandangan umum bahwa KTSP identik dengan pengurangan jam belajar. REKOMENDASI panduan yang diterbitkan Puskur, sehingga panduan dari Puskur lebih bersifat operasional. Untuk itu, hendaknya kedua panduan tersebut dibedakan. Dinas Pendidikan hendaknya mengintensifkan pelatihan penyusunan KTSP secara merata ke seluruh satuan pendidikan Perlunya kebijakan untuk menyamakan pendapat antara kedua lembaga sehingga para guru dan praktisi pendidikan dapat menyusun KTSP secara optimal Perlu penjelasan lebih detail tentang pengembangan diri. Perlu diarahkan ke life skill (keterampilan hidup) Alokasi waktu belum mengakomodir kebutuhan dalam pengembangan potensi anak sesuai dengan visi misi sekolah Penambahan jam pelajaran per-minggu menjadi 4 jam pelajaran sehingga beban mengajar menjadi minimal 24 jam per-minggu Pembatasan penambahan jam bertentangan dengan karakter MBS Perlu ada penambangan jam sesuai dengan karaktersitik satuan pendidikan, perkembangan anak, dan kebutuhan anak. Depdiknas perlu memberikan penambahan jam pelajaran per-minggu menjadi 4 jam pelajaran Belum adanya pemahaman yang sama tentang beban belajar sebagaimana tercantum dalam KTSP Perlu adanya sosialisasi yang lebih intensif kepada sekolah dan masyarakat agar memiliki pandangan yang sama tentang beban belajar. Comment [P48]: Judul kedua panduan dibedakan Comment [P49]: Dipindahkan ke kajian pelaksanaan Comment [P50]: Ditambah kata oleh guru Comment [P51]: Ditambah kata life skill Comment [P52]: Misi-misi sekolah diubah visi misi sekolah Comment [P53]: Dianulir karena kesalahan penafsiran beban kerja guru minimal Sekolah diberikan kebebasan untuk menambah jam pelajaran guna peningkatan kualitas pembelajarannya. 20 Comment [P54]: Dipindahkan ke kajian pelaksanaan NO. SUB ASPEK TEMUAN Satuan jam pembelajaran tatap muka siswa kelas 1dan 2 selama 35 menit 4 5 Kalender Akademik Silabus dan RPP Sekolah mengalami kesulitan untuk menyusun kalender tahunan pendidikan. ANALISIS Durasi waktu belajar (35 menit) tidak sesuai dengan perkembangan anak yang mana anak usia sampai 8 tahun memiliki konsentrasi belajar hanya selama 10 menit Adanya keterbatasan sekolah dalam menyusun kalender pendidikan Kalender pendidikan yang diterbitkan oleh Depdiknas tidak mencantumkan waktu penyelenggaraan UN Tidak terdapat penjelasan untuk setiap kegiatan yang tercantum dalam tabel kalender akademik Istilah ”Jeda tengah semester” yang tercantum pada tabel kalender akademik Penjelasan kurang komprehenship dalam penyusunan kalender pendidikan Keterangan dalam kolom libur akhir tahun tertulis ”Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran” Dapat menimbulkan penafsiran berbeda dalam penyiapan kegiatan dan administrasi Istilah”Hari libur khusus” yang tercantum dalam tabel kalender Dapat menimbulkan pemahaman berbeda Penjelasan dalam panduan penyusunan KTSP yang diterbitkan BSNP tidak membahas tentang RPP Penjelasan tentang panduan penyusunan KTSP tidak komprehenshif. Panduan penyusunan Terdapat ketidakjelasan Dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda Dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda dalam menggunakan waktu tersebut REKOMENDASI Perlu pengkajian ulang tentang kebijakan penentuan waktu belajar untuk kelas 1 dan 2 Adanya sinkronisasi antara Dinas Kabupaten dalam menyusun Kalender Pendidikan. Perlu adanya pembinaan lebih intensif dalam penyusunan kalender pendidikan. Depdiknas mencatumkan waktu penyelenggaraan UN secara pasti pada kalender pendidikan Perlu penjelasan untuk setiap kegiatan yang tercantum dalam tabel kalender akademik Perlu penjelasan yang komprehensif sehingga para praktisi pendidikan dapat menggunakan waktu tersebut secara optimal dalam meningkatkan mutu pendidikan Perlu tambahan penjelasan ”bagi guru” dan ”disesuaikan dengan kebijakan tingkat satuan pendidikan” pada kalimat keterangan tersebut sehingga menjadi: Bagi guru digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran yang disesuaikan dengan kebijakan Tingkat Satuan Pendidikan Perlu tambahan penjelasan sehingga para praktisi pendidikan dapat menggunakannya tanpa mengurangi upaya peningkatan mutu pendidikan di SD Perlu revisi panduan penyusunan KTSP yang komprehenshif sehingga mempermudah pengimplementasiannya di lapangan 1. Penjelasan secara 21 Comment [P55]: Dipindahkan ke kajian pelaksanaan Comment [P56]: Dipindahkan ke kajian dokumen Comment [P57]: Temuan terkait kalender akademik Comment [P58]: Temuan baru tentang kalender akademik Comment [P59]: Temuan baru terkait kalender akademik Comment [P60]: Temuan baru terkait kalender akademik Comment [P61]: Tmbahan temuan tentang kaitan antara silabus dan RPP NO. 6 SUB ASPEK Nama Mata Pelajaran TEMUAN ANALISIS KTSP hanya membahas silabus, sementara standar proses membahas silabus dan RPP kaitan antara silabus dan RPP Komponen RPP memberatkan para guru dan praktisi pendidikan Guru masih mengalami kesulitan menyusun silabus karena keterbatasan pemahaman dan wawasan guru. Nama mata pelajaran Penjasor serta Seni Budaya dan Keterampilan menimbulkan pemahaman yang berbeda Komponen RPP kurang sederhana Belum meratanya kompetensi guru dalam membuat RPP Kurang spesifiknya nama mata pelajaran REKOMENDASI eksplisit tentang peranan silabus dan RPP. 2. Penjelasan silabus dan RPP dibahas dalam panduan yang sama dengan disertai contoh yang jelas berdasarkan kaitan antarkeduanya bukan contoh yang tidak menunjukkan kaitan antara silabus dan RPP Diupayakan agar komponen RPP disederhanakan. Perlu diadakan pelatihan dan motivasi bagi guru untuk menyusun silabus secara intesnif. Nama mata pelajaran hendaknya tidak menggunakan kata yang memiliki multi tafsir, namun menjadi nama mata pelajaran secara sendiri-sendiri (empat mata pelajaran: Penjas, olahraga, seni budaya, dan keterampilan. Comment [P62]: Tambahan temuan kaitan silabus dan RPP Comment [P63]: Dipindah ke kajian pelaksanaan Comment [P64]: Dipindahkan ke kajian pelaksanaan Comment [P65]: Tambahan singkatan SBS Comment [P66]: Edit bahasa 3. KAJIAN PELAKSANAAN KETERCAPAIAN KTSP SD NO . SUB ASPEK 1 Perencanaan (Penyusunan Buku I) a. Pengembangan Visi Misi Sekolah TEMUAN Penyusunan buku 1 dokumen KTSP di satuan pendidikan masih adopsi penuh Terjadi keragaman bentuk perumusan visi ANALISIS Kurang adanya pemahaman terhadap KTSP Adanya panduan yang berbeda. tentang visi-misi REKOMENDASI Perlu ada sosialisasi KTSP yang berkesinambungan Lembaga terkait perlu memberikan pedoman perumusan visi-misi Sekolah mengalami kesulitan merumuskan latar belakang masalah, visi, misi, dan tujuan dalam penyusunan KTSP. Pemahaman terhadap pengembangan merumuskan latar belakang masalah,visi misi, dan tujuan dalam penyusunan KTSP sekolah masih kurang Perlu diadakan pelatihan perumusan latar belakang, visi, misi, dan tujuan secara intensif di semua sekolah. Antara visi, misi, tujuan, dan program yang ada belum menunjukkan adanya keterkaitan Pada umumnya Adanya keterbatasan kemampuan SDM sekolah. Perlu diadakan pelatihan khusus menyusun Buku I di setiap gugus melalui KKG/KKKS Perlu ada kebijakan Penyusunan visi-misi 22 Comment [P67]: Tambahan kelengkapan temuan, analisis, dan rekomendasi tentang pengembangan visi, misi sekolah belum mencantumkan indikator visi Visi belum spesifik b. Penentuan Struktur Kurikulum Sekolah c. Muatan Kurikulum d. Pengembangan Program Pengembangan Diri (BP dan Ekstra Kurikuler) Sekolah kesulitan dalam menentukan alokasi waktu (Jam Pelajaran untuk kelas I, II, III yang menggunakan pendekatan tematik, serta jam untuk pengembangan diri). Pelajaran SBK memuat dua materi pembelajaran dalam satu kegiatan KKM tidak dibuat melalui proses yang seharusnya, karena guru belum terbiasa menentukan KKM Guru Terdapat kerancuan pemahaman terhadap pengertian pengembangan diri. Sebagian besar sekolah menganggap pengembangan diri setara dengan mata pelajaran karena ada alokasi waktu pada struktur kurikulum.2. Masih adanya kerancuan model pengembangan diri yang bagaimana yang perlu dikembangkan tidak melibatkan stakeholders Belum memahami tentang perumusan visimisi yang spesifik Belum adanya standar minimal jumlah jam pelajaran tiap mata pelajaran Perlu ada acuan yang dibakukan sebagai standar minimal. Guru terbebani karena dituntut menyampaikan dua materi pembelajaran dalam satu kegiatan Perlu adanya pemisahan antara pelajaran Seni Budaya dengan Keterampilan. Guru belum terlatih membuat KKM Perlu mengoptimalkan pembinaan tentang KKM. Tidak ada penjelasan yang komprehensif tentang pengembangan diri. Banyak satuan pendidikan yang tidak melaksanakan pengembangan diri kepada seluruh guru dan praktisi pendidikan lainnya. Comment [P69]: Temuan baru temuan tentang SBK Comment [P70]: Temuan baru Comment [P72]: Tambahan kelengkapan analisis Comment [P71]: Tambahan kelengkapan temuan Satuan pendidikan tidak memiliki tenaga profesional untuk untuk kegiatan pengembangan diri Pemerintah hendaknya mengangkat tenagatenaga profesional pengembangan diri di satuan pandidikan Sekolah menggeneralisasi potensi siswa, sehingga cenderung memaksakan jenis pengembangan diri. Belum meratanya pemahaman tentang pengembangan diri Perlu adanya sosialisasi yang intensif sehingga sekolah mampu menginventarisir potensi setiap peserta didik, selanjutnya dapat memberikan kegiatan pengembangan diri sesuai potensi masing – masing. Muatan lokal pilihan sekolah belum dilaksanakan secara optimal. Sekolah belum memahami potensi lokal secara cermat, serta belum Comment [P68]: Tambahan komponen analisis Perlu sosialisasi tentang pemahaman terhadap pengertian pengembangan diri. Pengembangan diri yang dilaksanakan di sekolah belum dapat mengakomodasi kebutuhan, bakat dan minat siswa Di sisi lain banyak potensi siswa yang tidak terkembangkan. e. Pengembangan Program Muatan Lokal dalam menentukan SDM yang terlibat dalam penyusunan visi-misi dan panduan tentang perumusan visi-misi yang spesifik Keterbatasan sekolah dalam menganalisis potensi lokal. Sekolah perlu melakukan kajian bersama tentang potensi lokal. Dilakukan denga mengoptimalkan 23 mampu memilih muatan lokal yang prospektif dan memiliki daya dukung lebih. Belum ada standar isi untuk mulok selain Bahasa Inggris dan bahasa Jawa f. Penyusunan Silabus dan RPP Kelengkapan silabus dan RPP masih belum optimal Kemampuan guru dalam memberikan pembelajaran muatan lokal pilihan masih dianggap kurang Satuan pendidikan memerlukan standar isi mulok selain Bahasa Inggris dan bahasa Jawa untuk mengembangkan muatan lokal Belum semua guru mampu menyusun silabus dan RPP (menentukan indikator dari KD yang telah ditentukan dalam standar isi). Kurangnya kemauan/semangat guru dalam peningkatan profesionalisme Komponen RPP memberatkan para guru dan praktisi pendidikan. Guru belum mampu menyusun sendiri silabus. Misalnya dalam menentukan indikator dari KD yang telah ditentukan dalam standar isi. Komponen RPP kurang sederhana Sebagian guru tidak membuat RPP sendiri sehingga pembelajaran berjalan tanpa perencanaan yang baik. Sebagian guru kurang memiliki komitmen terhadap tugas dan tanggungjawab dalam membuat RPP. Guru merasa terbebani sehingga mengadpsi RPP jadi pemberdayaan masyarakat. Perlu diadakan pelatihan dalam meningkatkan kompetensi guru khususnya tentang muatan lokal. Dinas pendidikan daerah hendaknya memfasilitasi standar isi mulok selain Bahasa Inggris dan Bahasa jawa Perlunya pelatihan cara-cara pengembangan Silabus dan RPP yang diberikan secara komprehensif dan berkesinambungan. Perlunya optimalisasi workshop penyusunan silabus dan RPP Diupayakan agar komponen RPP disederhanakan. Mengoptimalkan workshop tentang penyusunan RPP. Perlu adanya optimalisasi dalam mengelola SDM khususnya guru sehingga memiliki komitmen tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Perlu ada pola RPP sederhana dengan tidak mengurangi aturan. Perlu optimalisasi workshop sehingga mampu menghasilkan guru yang profesional. Pada umumnya guru Guru kurang terlatih dalam Dinas pendidikan 24 Comment [P73]: Tambahan kelengkapan analisis terkait RPP Comment [P74]: Tambahan kelengkapan rekomendasi g. Perangkat KTSP 2 Pelaksanaan: a. Kalender Akademik b. Beban belajar kesulitan merumuskan dan mengembangkan indikator pada silabus, dan pembelajaran ”Tematik” untuk kelas 1, 2, dan 3. merumuskan dan menjabarkan SK/ KD menjadi indikator serta pembelajaran ”Tematik” bagi kelas 1, 2, dan 3 hendaknya memfasilitasi pelatihan /workshop penjabaran SK/KD menjadi indikator serta pembelajaran ”Tematik” bagi kelas 1, 2, dan 3 Komponen RPP memberatkan para guru dan praktisi pendidikan Guru masih mengalami kesulitan menyusun silabus karena keterbatasan pemahaman dan wawasan guru. Munculnya aturan penerapan KTSP pada setiap satuan pendidikan tidak dilengkapi dengan perangkat (buku lapor, buku induk, pedoman penulisan lapor) Dalam pembuatan kalender akademik, masih banyak satuan pendidikan yang tidak mengacu pada PP 19/2005 Ps. 18 ayat 3 Komponen RPP kurang sederhana Diupayakan agar komponen RPP disederhanakan. Perlu diadakan pelatihan dan motivasi bagi guru untuk menyusun silabus secara intesnif. Sekolah mengalami kesulitan untuk menyusun kalender tahunan pendidikan. Adanya keterbatasan sekolah dalam menyusun kalender pendidikan Beban belajar masih dipahami sebagai jumlah jam pelajaran tatap muka saja. Sebagian sekolah dan guru belum memasukkan pemberian tugas mandiri dan kelompok sebagai beban belajar. Guru belum memberikan tugas terstruktur dan tidak terstruktur kepada para siswa. Hal ini menimbulkan pandangan umum bahwa KTSP identik dengan pengurangan Belum meratanya kompetensi guru dalam membuat RPP Dokumen KTSP sangat mendukung kelancaran dalam peleksanaan KTP Berdasarkan PP19/2005 Ps. 18 ayat 3 : Kalender pendidikan /Akademik untuk setiap satuan pendidikan diatur dengan Permen Belum adanya pemahaman yang sama tentang beban belajar sebagaimana tercantum dalam KTSP Perangkat KTSP hendaknya diadakan secara bersamaan dengan diberlakukannya KTSP Satuan pendidikan agar diberikan pemahaman tentang pelaksanaan kalender pendidikan/akademik dengan PP 19/2005 Ps. 18 Adanya sinkronisasi antara Dinas Kabupaten dalam menyusun Kalender Pendidikan. Perlu adanya pembinaan lebih intensif dalam penyusunan kalender pendidikan. Perlu adanya sosialisasi yang lebih intensif kepada sekolah dan masyarakat agar memiliki pandangan yang sama tentang beban belajar. 25 Comment [P75]: Pindahan dari kajian konsep Comment [P76]: Pindahan dari kajian konsep Comment [P77]: Temuan baru tentang perangkat KTSP Comment [P78]: Temuan baru tentang pelaksanaan kelender akadmeik Kompetensi guru dalam memahami karakteristik mata pelajaran dirasakan masih kurang. Rekomendasi: Perlu optimalisasi workshop yang mampu meningkatkan komptensi guru dalam mendisain pembelajaran (menggunakan strategi, metode, media, dan seumber belajar). Comment [P79]: Pindahan dari kajian konsep Comment [P80]: Pindahan dari kajian konsep jam belajar. c. Strategi, Metode, Sebagian besar guru belum memahami karakteristik Media, Sumber mata pelajaran Belajar di dalam kelas (In Door) Strategi pembelajaran belum sesuai dengan yang diharapkan KTSP, strategi masih dirasakan klasik sehingga belum mampu menciptakan pembelajaran ideal (PAIKEM) Kompetensi guru dalam memahami karakteristik mata pelajaran dirasakan masih kurang. Perlu optimalisasi workshop yang mampu meningkatkan komptensi guru dalam mendisain pembelajaran (menggunakan strategi, metode, media, dan seumber belajar). Kompetensi guru dalam tentang strategi, metode, media, dan sumber belajar dirasakan masih kurang Perlu optimalisasi workshop yang mampu meningkatkan komptensi guru dalam mendisain pembelajaran (menggunakan strategi, metode, media, dan seumber belajar) Pembelajaran di dalam kelas lebih didominasi penggunaan metode ceramah dan pemberian tugas yang tidak terencana Penggunaan media pembelajaran sangat minim. Guru masih kurang memiliki motivasi dalam menyediakan alat peraga dan sumber belajar. Guru kurang respon terhadap perubahan. Guru masih kurang memiliki motivasi dalam menyediakan alat peraga dan sumber belajar. Guru kurang respon terhadap perubahan. Sekolah perlu memberikan alokasi anggaran untuk menyediakan media pembelajaran. Comment [P81]: Tambahan kelengkapan analisis Pemerintah agar menyiapkan alat peraga yang memadai Comment [P84]: Tambahan rekomendasi terkait media pembelajaran Comment [P82]: Tambahan kelengkapan analisis Guru kurang termotivasi dalam memanfaatkan media yang disediakan dari pemerintah. Sebagian besar guru hanya menggunakan buku sebagai satusatunya sumber belajar. Guru kurang terlatih untuk berinovasi dalam pemberdayaan sumber belajar. Belum optimal dalam memanfaatkan lingkungan sebagai Sumber belajar bukan hanya satu-satunya buku, melainkan lingkungan Comment [P83]: Tambahan analisis Perlu upayamemotivasi guru agar mampu memanfaatkan sumber belajar selain buku yang disediakan. 26 Comment [P85]: Tambahan analisis Comment [P87]: Tambahan rekomendasi sumber belajar Pada umumnya guru kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik hanya ada dalam RPP b. Strategi, metode, Media, Sumber Belajar di Luar Kelas (Out Door) c. Strategi, metode, Media, Sumber Belajar di Laboratorium e. Penugasan Comment [P86]: Tambahan analisis Perlu optimalisasi workshop pembelajaran tematik Hendaknya ada kesatuan persepsi diantara tim pengembang Pemahaman dalam pembelajaran di luar kelas masih dirasakan kurang Perlu adanya pelatihan tentang pembelajaran di luar kelas (out door) Pembelajaran di luar kelas (out door) belum optimal Pelaksanaan pembelajaran di luar kelas memerlukan keterampilan guru dala memanfa‟atkan lingkungan sebagai media pembelajaran Perlu adanya pelatihan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran. Sebagian besar sekolah belum memiliki laboratorium Pemberian tindak lanjut kurang memperhatikan kebutuhan siswa Dalam pemberian tugas, pada umumnya Guru tidak memperhatikan keaneka ragaman potensi siswa. Masih ada guru yang belum memeriksa dan menilai tugas /PR Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan Perlu pengadaan laboratorium secara lengkap sehingga mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Perlu adanya pelatihan tentang pengelolaan laboratorium sehingga guru mampu mengelola lab secara optimal. Pembelajaran di laboratorium akan berhasil jika ada peningkatan kemampuan guru dan kelengkapan laboratorium Perlu ada pelatihan guru dalam penggunaan laboratorium Sekolah perlu disuport untuk pengadaan laboratorium Pemberian tindak lanjut tidak memperhatikan kondisi siswa Perlu adanya pemikiran yang lebih jeli saat pemberian tindak lanjut Guru perlu diberi pemahaman yang mendalam tentang keaneka ragaman intelektual siswa. Siswa memiliki keaneka ragaman potensi intelektual Comment [P89]: Tambahan rekomendasi Comment [P88]: Tambahan kelengkapan analisis Belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran di luar kelas (out door) Pembelajaran di dalam laboratorium belum optimal, karena terbatas kemampuan guru dan fasilitas laboratorium d. Tindak lanjut dan sumber lain Kompetensi guru tentang pembelajaran tematik masih dianggap kurang. Sulitnya mengintegrasikan beberapa materi peljaran ke dalam satu tema. Adanya perbedaan persepsi diantara pengemabang dalam penyampaian pembelajaran tematik. 27 Comment [P90]: Temuan baru tentang tindak lanjut pelaksanaan KTSP Comment [P91]: Temuan baru tentang penugasan dalam pelaksanaan KTSP Penulisan Laporan Pendidikan 3 Evaluasi: a. Penilaian harian b. Akhir Tahun dan Ujian Sekolah c. Ujian nasional (UASBN) Sering bergantinya dokumen laporan pendidikan (lapor) dan buku induk berkaitan dengan perubahan point penilaian Penilaian harian masih berorientasi ulangan harian yang sifatnya penilaian produk bukan penilaian proses. Guru kesulitan untuk mengadakan penilaian yang sangat detail, meliputi penilaian per KD, per aspek, per indikator, per individu. Guru masih belum memahami makna penilaian sebagai salah satu bagian penting dari proses pembelajaran. Dalam proses pembuatan soal ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan umum dan ulangan kenaikan kelas, guru belum berpedoman kepada kisi-kisi. Mayoritas guru belum menganaisis soal dan hasil evaluasi Laporan akhir semester tidak dibuat dalam buku lapor, melainkan dalam lembaran foto copy; Pengisian buku induk berubah-ubah Penilaian non tes belum banyak dilakukan oleh guru karena minimnya pengetahuan Penilaian hasil belajar meliputi penilaian tes dan non tes Perlu adanya penyegaran / pelatihan teknik penilaian non tes untuk guru Tidak ada sinkronisasi antara ujian akhir dengan penilaian harian (yang menekankan penilaian proses). Konsep evaluasi diterapkan dalam kebijakan yang berbeda. Perlu sinkronisasi antara penilaian proses dengan ujian akhir. Kriteria kelulusan di tiap satuan pendidikan yang berbeda-beda sulit untuk dijadikan tolok ukur untuk dijadikan standar nasional Perlu pemahaman yang sama tentang kriteria kelulusan. Kriteria kelulusan yang berbeda antara satu sekolah dengan sekolah yang lain menimbulkan permasalahan di masyarakat. Penentuan kriteria kelulusan belum jelas pemahamannya. Kriteria kelulusan UASBN ditentukan oleh satuan pendidikian Kurangnya kompetensi guru dalam mengevaluasi pembelajaran Diperlukan adanya standarisasi format raport hasil belajar siswa Comment [P92]: Temuan baru tentang penulisan laporan pendidikan Perlu optimalisasi workshop tentang evaluasi pembelajaran Pedoman penilaian perlu disederhanakan dengan tidak meninggalkan substansi penilaian. Kurangnya pemahanan dalam pembuatan kisi-kisi Comment [P94]: Tambahan analisis Perlu adanya sosialisasi cara pembuatan kisiskisi Comment [P95]: Tambahan rekomendasi Comment [P93]: Tambahan temuan Dalam kriteria kelulusan perlu kejelasan Satuan mengalami kesulitan untuk menentukan SKL Comment [P96]: Tambahan analisis Comment [P97]: Tambahan analisis Perlunya penjelasan Comment [P99]: Tambahan analisis Ada pedoman membuat SKL yang lebih rinci dan terarah Comment [P100]: Tambahan analisis tentang kriteria kelulusan UASBN Comment [P101]: Tambahan rekomendasi tentang kriteria kelulusan UASBN Comment [P98]: Temuan baru tentang kriteria kelulusan UASBN 28 Satuan pendidikan menginginkan ujian nasional tidak dijadikan sebagai kriteria kelulusan bagi satuan pendidikan. Ujian nasional hanya bisa dijadikan standar pemetaan keberhasilan kurikulum Pendidikan dasar meliputi pendidikan SD dan SMP, sehingga ujian nasional dapat dijadikan kriteria kelulusan di satuan pendidikan tingkat SMP Perlu pengkajian kembali tentang adanya ujian nasional ( UASBN) bagi pendidikan sekolah Dasar. I. PENUTUP Kegiatan penyempurnaan kajian ketercapaian KTSP SD yang dilakukan terhadap tiga aspek, yakni studi dokumentasi, kajian konsep, dan kajian pelaksanaan menyimpulkan bahwa: 1. Aspek studi dokumentasi KTSP SD masih perlu direvisi (dengan memperhatikan konsistensi dan keruntutan informasi) sehingga menghasilkan dokumen-dokumen KTSP yang mampu memberikan arahan bagi para praktisi pendidikan. 2. Aspek kajian konsep masih perlu direvisi (dikaji ulang atau ditambahkan penjelasan terkait aspek yang dipaparkan dalam komponen kurikulum) agar sesuai dengan perkembangan peserta didik dan dapat memberikan arahan bagi para praktisi pendidikan. 3. Aspek kajian pelaksanaan KTSP pada umumnya masih belum sesuai dengan tuntutan undang-undang. Dengan demikian, rekomendasi yang paling banyak diajukan adalah optimalisasi sosialisasi dan pelatihan/workhop KTSP yang diberikan secara komprehensif, berkesinambungan, dan merata dengan melibatkan para birokrat, akademisi, dan praktisi pendidikan 29 Comment [P102]: Edit kalimat sesuai makna judul Kajian Kebijakan Kurikulum MTs A. KAJIAN KONSEP DAN FALSAFAH No Aspek/Sub Aspek 1. Sistem pengemba ngan kurikulum Temuan Pengembangan KTSP (terutama silabusnya) masih mengadopsi model BSNP, karena diperbolehkan mengadopsi, akibatnya guru/sekolah mengambil langkah praktis. Pada pengembangan RPP guru masih mengalami keterbatasan sehingga banyak guru yang belum mampu mengembangkan secara mandiri. Madrasah sering ketinggalan informasi tentang kebijakan pendidikan. 2. Muatan dan konten kurikulum Hasil UN MTs lebih rendah daripada SMP, terutama pada MTs Swasta. Suasana Islami di MTs, masih belum memenuhi harapan Analisis Sosialisasi KTSP belum merata, Madrasah mengalami kesulitan dalam pengembangan KTSP. Rekomendasi Perlu program sosialisasi KTSP, dan harus diikuti dengan bimbingan serta pendampingan dari pihak yang berkompeten. . Kurang efektifnya pembinaan yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten. Belum efektifnya kordinasi antara Depag dengan Depdiknas. Beban belajar di MTs lebih banyak daripada SMP, sementara faktor pendukung pembelajarannya lemah. 90% dari MTs yang ada adalah MTs Swasta. Pendidikan Agama Islam (PAI) masih didominasi dengan pendekatakan kognitif sehingga tidak terjadi internalisasi nilainilai Islami. Minimnya sarana pendukung (seperti : Mushola/Masjid, Alqur‟an, dll), karena belum terbangunnya lingkungan Madrasah yang memungkinkan siswa melakukan internalisasi nilai-nilai Islami. Perlu peningkatan profesionalisme pengawas madrasah dan kepala madrasah. Meningkatkan koordinasi Depag dengan Depdiknas. Harus ada komitmen pemerintah untuk memperlakukan MTs sama dengan SMP. Perlu diterbitkan buku panduan model pembelajaran PAI yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai Islami. Perlu ditentukan standarisasi sarana/pra sarana yang mendukung internalisasi nilai-nilai Islami. 30 Comment [I103]: Sejauh ini sosialisasi KTSP, baru sebatas memberikan pelatihan penyususnan KTSP diikuti praktek yang bersifat simulasi. Keterampilan sekolah menysusn KTSP akan optimal bila dilakukan pendampingan oleh ahli. Comment [I104]: Profesionalisme pengawas sejauh ini memang masih dipertanyakan, terutama dengan sistem rekrutmen pengawas yang tidakmempertimbangkan potensi calon pengawas. Comment [I105]: Kordinasi Depag dengan Depdiknas dalam pembinaan pendidikan memang masih sangat lemah, dan hal ini berimplikasi pada ketertinggalan madrasah dalam banyak hal, terutama karena madrasah dalam banyak hal juga masih sangat tergantung kepada kebijakan yang dibuat oleh Depdiknas. Comment [I106]: Pemerintah daerah otonom masih melihat Madrasah sebagai bagian dari pemerintah pusat yang tidak menjadi tanggung jawab pemerintah otonom. Implikasinya distribusi dana pendidikan dari APBD tidak mengakomodasi kepentingankepentingan madrasah. Walaupun sudah ada permen mendagri yang menghendaki adanya perlakuan yang sama terhadap semua jenis pendidikan, belum dirasakan dampak implementasinya. 3 Perencana an pembelajar an Guru MTs menggunakan RPP yang bukan hasil pengembangan sendiri. Kriteria Kenaikan kelas dan Kelulusan.hanya berpatokan pada perolehan nilai, seakan-akan tidak dilihat moral/akhlak siswa. 4 Pengemba ngan bahan ajar Beban belajar untuk MTs minimal 40 jam pelajaran per minggu, dan boleh lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mata pelajaran BK tidak dimasukkan dalam struktur kurikulum. Guru masih mengalami kesultan mendapatkan bahan ajar (buku/lks/) Pemahaman guru tentang bahan ajar dalam KTSP masih kurang 5 Sistem pengadmin istrasian Pembelajaran tidak dapat optimal karena pengembangannya tidak sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan Mengadakan kerjasama dengan pihak luar, yaitu : Primagama, dan dengan sekolah standar Internasional. Pemerintah lebih memperhatikan guru MTs untuk mengefektifkan penyelenggaraan pelatihan peningkatan profesionalisme guru. Kebijakan tentang UN telah membuat mata pelajaran yang di UN-kan, menjadi perioritas utama sehingga mata pelajaran lainnya terabaikan. Kebijakan yang mendorong agar mata pelajaran Non-UN tidak diabaikan, harus diikuti dengan pengawasan. Pembinaan akhlak, bakat, minat siswa kurang optimal Jam pengembangan diri (BK) agar masuk pada kegiatan intrakurikuler (masuk kelas) Fasilitas perpustakaan seperti: buku pokok dan penunjang belum memadai. MGMP diberdayakan untuk memfasilitasi guru membuat buku dan LKS. Panduan pembuatan bahan ajar untuk MTs belum ada. Depdiknas membuat program motivasional untuk mendorong guru membuat bahan ajar. Arsip di MTs ( kurikulum, penilaian, edaran dan peraturanperaturan perundangannya) belum diadministrasikan dengan baik. Tenaga arsiparis dibutuhkan dalam menata berbagai dokumen di MTs. Jumlah dan Peran pengawas umum sebagai supervisor administrator, belum maksimal Pembinaan Pengawas terhadap penataan administrasi belum optimal karena ratio- pengawas : madrasah belum memadai. (1 pengawas membawahi 132 madrasah) Jumlah dan Peran pengawas mata pelajaran sebagai supervisor administrator, belum maksimal Jabatan Pengawas hanya untuk memperpanjang Usia PNS Pembinaan Pengawas terhadap penataan administrasi belum optimal karena ratio- pengawas : madrasah belum memadai. (1 pengawas membawahi 132 madrasah) Pembinaan pengawas terhadap penataan administrasi tidak optimal Perlakuan pemerintah otonom terhadap SDM di sekolah umum Depdiknas mengikutsertakan MTS dalam pelatihan bagi tenaga arsiparis . Pemerintah perlu merekrut pengawas umum secara proporsional. Pemerintah perlu merekrut pengawas mata pelajaran secara proporsional. Pengangkatan Pengawas harus mempertimbangkan potensi calon pengawas agar dapat bekerja secara profesional. Administrasi seluruh SDM 31 Comment [I107]: Untuk mendorong sekolah agar tetap memperhatikan mata pelajaran Non-UN pemerintah telah membuat kebijakan agar UN didahulukan sebelum US, sehingga kelulusan UN tidak selalu menjamin kelulusan US. Artinya mata pelajaran Non-UN harus dipersiapkan dengan sungguh-sungguh. Comment [I108]: Pengawasan yang ketat diperlukan agar penilaian hasil US objektif sehingga dapat diketahui secara objektif hasil pembelajaran mata pelajaran yang di-US-kan. Comment [I109]: Model BK dalam KTSP terlampir Comment [I110]: Program motivasional ini bias berbentuk kompetisi yang bias memotivasi guru membuat bahan ajar. Comment [I112]: Bagi guru madrasah, yang mereka fahami sebagai pengawas adalah pengawas Pendais yang diangkat oleh Depag. Walaupun pembinaan terhadap guru-guru bidang studi di madrasah merupakan tugas pengawas mata pelajaran yang diangkat oleh Depdiknas, kenyataannya pengawas ini tidak pernah melakukan pembinaan di madrasah. Comment [I113]: Tidak dilakukannya pembinaan oleh pengawas mata pelajarn pada madrasah, boleh jadi bukan hanya karena lemahnya kordinasi, tetapi karena keterbatasan jumlah pengawas yang ada. Comment [I111]: Walaupun ada aturan yang mensyaratkan pengawas tidak boleh berusia lebih dari 50 tahun, namun kesan jabatan pengawas sebagai tempat menungg masa pensiun masih tetap melekat. dan madrasah masih berbeda Kurang sinerginya antara Mapenda dan dinas dikdas . Administrasi SDM Madrasah belum menjadi bagian dari administrasi pemerintah otonom Tidak ada payung kebijakan yang mensinergikan antara Mapenda dan dinas dikdas . pendidikan harus masuk dalam administrasi dinas pendidikan di daerah otnom. Perlu adanya kebijakan yang mensinergikan antara Mapenda dg dinas dikdas. Comment [I114]: Permendagri No. memungkinkan menjadi paying aturan yang mendasari perlakuan yang sama antara pendidikan umum dan madrasah. B. KAJIAN DOKUMEN No 1 Aspek/Sub Aspek Temuan Analisis Rekomendasi Dokumen Kurikulum Permen No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi Standar isi terlalu luas dan berat Ada bagian yang kurang relevan dengan tingkat siswa pendidikan dasar. Indonesia memiliki sumber daya yang kaya, tapi sebagian belum tersentuh oleh kurikulum Sebagian standar kompetensi agar dikurangi atau disederhanakan UndangUndang guru dan dosen No.14 tahun 2005 Bab IV pasal 9. PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab V pasal 25 Pendidikan Bab VII pasal 42 tentang Sarana Prasarana Standar isi masih ada sebagian yang belum berorientasi kepada pengembangan kemanfaatan SDM dan SDA Masih ada sebagian guru MTs yang belum berkualifikasi S1/D4 dan mengajar tidak sesuai dengan bidangnya (mismatch) Sertifikas melalui portofolio tidak selalu menghasilkan guru profesional. Nilai UN dijadikan standar kelulusan dan syarat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya Masih banyak sekolah yang sarana prasarananya belum memenuhi standar minimal Sebagian guru MTs belum memenuhi kualifikasi akademik Dengan cara portofolio, guru bisa menduplikasi dokumen. Mapel UN menjadi prioritas utama, sehingga sekolah/madrasah mengenyampingkan mapel lain. Kurikulum agar berorientasi kepada penanganan SDM dan pemanfaatan SDA Indonesia disamping kemajuan teknologi global. Berasiswa pendidikan untuk guru-guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik dan mismatch diperbanyak agar dalam waktu yang tidak terlalau lama semua guru telah memenuhi kulaifikasi yang diperlukan. Sistem portofolio harus dikaji ulang. Comment [I117]: Panduan sertifikasi terlampir. Nilai UN tidak dijadikan satu-satunya alat ukur keberhasilan proses pembelajaran tapi hanya sebagai instrumen pemetaan mutu pendidikan. Comment [I116]: Banyak guru yang layak mendapatkan sertifikat pendidik, karena keterbatasan dokumen bisa gagal dalam sertifikasi, sebaliknya guru yang tidak atau belumlayak,karena mampu menduplikasi dokumen bisa lulus sertifikasi dan mendaptkan sertifikat pendidik. Pemerintah harus memenuhi dana pendidikan 20% dari APBN dan APBD. Jumlah dan judul buku sedikit, tidak memiliki laboratorium serta fasilitas lain yang memadai Comment [I115]: Walaupun standar isi merupakan standar minimal yang diasumsikan bisa dicapai oleh siswa di seluruh wilayah Indonesia, tanpaknya masih harus dikaji ulang. Bagi banyak sekolah di daerah standar ini masih terlalu tinggi, terutama karena fasilitas pendukng pembelajaran masih sangat terbatas. Pemerintah menambah anggaran BOS buku 32 Permen No.11 tahun 2005 tentang buku teks pelajaran pasal 9 2 3. 4. Studi perbandingan antar dokumen kurikulum Dokumen Perencanaan Pembelajaran Dokumen bahan ajar Buku tidak sesuai dengan SKL yang ditetapkan oleh BSNP Guru kurang aktif, kreatif dan inovatif dalam mengimplementasikan KTSP Idealisme guru belum sesuai dengan kemampuan Madrasah Kerjasama komite dalam penyusunan program kerja belum terlaksana dengan baik Guru mismatch Pengisian administrasi guru belum sempurna. Kebanyakan guru menunggu guru paket dari pusat dan guru hanya menggunakan buku sebagai bahan ajar Kekurangan bahan ajar (media pembelajara) di MTs Keberadaan buku-buku di Madrasah sangat kurang Dengan KTSP guru dituntut lebih aktif, kreatif dan inovatif dibandingkan dengan implementasi kurikulum 1994 Keterbatasan anggaran Madrasah Peran Komite belum maksimal Kekurangan Guru Pemahaman pengisian administrasi guru belum merata Kurangnya pemahaman guru dlm menentukan atau membuat bahan ajar dan kurang memahami maksud bahan ajar itu Keterbatasan anggaran madrasah Pemerintah menfasilitasi implementasi KTSP pelatihan Comment [I118]: Untukmengefektif kan pemahaman seluruh jajaran pendidikan sampai ke tingkat sekolah, perlu diberdayakan jaringan kurikulum, yang pernah digagas oleh Puskur Depdiknas. Anggaran pendidikan di maksimalkan Partisipasi aktif pemerintah dalam pemberdayaan komite Pengangkatan guru sesuai dg kebutuhan Sosialisasi pengisian adminitrasi guru madrasah perlu ditingkatkan Perlu diadakan sosialisasi dan pelatihan menyusun bahan ajar bagi guru Penyelenggaraan lomba-lomba penyusnan bahan ajar Subsidi bahan ajar perlu ditambah 33 Comment [I120]: Kewajiban pemerintah pusat dan daerah menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20% harus segera diwujudkan Comment [I119]: Komite sekolah/madrasah masih sekedar berganti nama dari BP3 ke Komite,yang lebih berperan sebagai lembaga yang meligitimasi program sekolah. Comment [I121]: Masih diperlukan pelatihan pembuatan perangkat pembelajaran yang terdiri dari: 1. Program tahunan; 2. Program semester; 3. Silabus; 4.. RPP C. KAJIAN PELAKSANAAN No 1 2 Aspek/Sub Aspek Temuan Analisis Landasan hukum sebagai pedoman Penyusunan KTSP Surat Edaran Dirjen Depag RI No.DJ.21/ PP.00/Ed.681/2006 tentang Standar Isi Landasan Hukum Ada beberapa landasan hukum yang belum dicantumkan Struktur Muatan 3 Kalender Pendidikan 4 Silabus dan Belum semua MTs memberdayakan guru BK masuk kelas sebagai muatan kurikulum Pelaksanaan masih dipengaruhi kalender umum,terutama hari libur Kemampuan guru dlm menyusun & mengembangkan silabus belum merata: Ada guru yang blm mampu menyusun silabus, dan guru yg sudah mampu belum dapat mengembang kan secara optimal 5 RPP 6 Pelaksanaan pembelajaran Masih ada guru yg belum melaksanakan RPP yg te lah dibuat (pembelajaran yang dilaksanakan belum sesuai dengan yang telah direncanakan) Madrasah belum mampu mensejajarkan output UN dengan SMP Penambahan belum efektif Karena pentingnya penanganan siswa untuk lebih memahami individu secara klasikal Kebijakan dari atasan yang berbeda Guru belum sepenuhnya menguasai sistematika penyusunan silabus. Dlm menentukan indikator, & evaluasi msh banyak menemui kesulitan Evaluasi yg dilaksanakan belum dapat mengungkap aspek yg seharusnya dikembangkan pada siswa seseuai dengan kebijakan KTSP Dlm melaksanakan RPP masih ter pancang pada model lama, belum me nyesuaikan dengan tuntutan kurikulum (kondisi seharusnya) Rekomendasi Perlu dilengkapi landasan hukum yang lain Guru BK ada jam tatap muka di kelas sebagai bimbingan Menggunakan kalender pendidikan yang telah ditetapkan oleh/dari Mapenda Diadakan pelatihan penyusunan & pembuatan silabus yang dilaksanakn secara bertahap/ berjenjang Perlu mensosialisasi buku model pengembangan silabus dan RPP secara merata sehingga dapat dijadikan sebagai contoh bagi guru Pemerintah pusat (Depag) memfasilitasi pelaksanaan MGMP baik di tingkat provinsi maupun kabupaten (MGMP dilaksa nakan secara terstruktur dan berjenjang Input MTs rendah Peningkatan profesionalime guru-guru mata pelajaran UN Jam belajar ideal bagi MTs adalah 6-7 jam Jam tatap muka harus optimal Guru TIK hanya diangkat Depag perlu mengangkat PNS jam 34 Comment [I122]: Landasan hukum berupa Peraturan Pemerintah,Permen Diknas,Perda, Edaran-edaran, dan lain-lain Kekurangan guru Komputer (TIK) di Madrasah Sistem evaluasibelum maksimal dalam proses pembelajaran Guru kurang memperhatikan Penilaian proses (tidak ada lembar pengamatan) melalui guru kontrak jurusan TIK Alat ukur keberhasilan harus lebihditekankan oleh pihak yang berkompeten Adanya pengawasan ketat dalam setiap evaluasi di MTs Penilaian adalah alat ukur yang mampu membedakan siswa yang aktif dan kreatif Pembinaan guru mata pelajaran melalui MGMP Siswa madrasah tahu sedikit dari yang banyak Pemerintah mengurangi beban mata pelajaran untuk pendidikan dasar Beban kurikulum terlalu berat dan materi ajar terlalu banyak 35 PENUTUP Berdasarkan hasil diskusi kajian studi dokumentasi, kajian konsep, dan kajian pelaksanaan dari keenam bidang tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan kebijakan kurikulum pendidikan dasar perlu didukung oleh seperangkat peraturan perundang-undangan, seperti; a. PP PAUD dan TK b. Diktum SD Terpadu. 1. Perlu pengkajian ulang terhadap beban materi ajar untuk tingkat pendidikan dasar. 2. Pelaksanaan kebijakan kurikulum perlu didukung oleh seperangkat peraturan dalam pelayanan yang sama pada pendidikan dasar di seluruh Indonesia. 3. Ditemukan data di lapangan bahwa pengembangan kurikulum kurang dapat mengakomodir materi muatan lokal yang bercirikan daerah masing-masing. 4. Kompetensi guru belum mendukung pelaksanaan KTSP, karena sosialisasi belum merata. 5. Pertemuan dan pembahasan di Cisarua berhasil merumuskan konsep dan penyelenggaraan pendidikan/sekolah terpadu dengan berbagai tipologinya. 36