kajian kebijakan kurikulum pendidikan dasar

advertisement
LAPORAN HASIL DISKUSI
KAJIAN KURIKULUM PENDIDIKAN DASAR
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT KURIKULUM TAHUN 2008
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional merupakan dasar hukum penyelenggaraan dan reformasi
sistem pendidikan nasional. Undang-undang tersebut memuat visi, misi, fungsi
dan tujuan pendidikan nasional serta strategi pembangunan pendidikan nasional,
untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan
masyarakat, dan berdaya saing dalam kehidupan global.
Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi Pusat Kurikulum
Depdiknas yang meliputi melakukan layanan professional, menyusun modelmodel kurikulum, dan melakukan kajian kebijakan kurikulum, maka perlu
diadakan kegiatan pengkajian kebijakan kurikulum Depdiknas.
Sesuai Renstra Depdiknas tentang penelitian dan pengembangan pendidikan
disebutkan bahwa salah satu kegiatan pokok pemerintah adalah implementasi dan
penyempurnaan Standar Nasional Pendidikan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Salah satu bagian dari Standar Nasional Pendidikan adalah
Standar Isi yang memuat struktur kurikulum SD/MI dan SMP/MTs dengan
beberapa mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh peserta didik pada satuan
pendidikan tersebut. Struktur Kurikulum tersebut selanjutnya dijabarkan atau
disesuaikan dan diimplementasikan oleh sekolah dalam kurikulum sekolah.
Langkah penting dalam setiap kajian adalah melakukan studi dokumentasi dan
kajian konsep tentang pengembangan kurikulum dan penerapannya. Kajian ini
meliputi konsep dan falsafah dalam sistem pengembangan kurikulum, muatan dan
konten kurikulum, perencanaan pembelajaran, pengembangan bahan ajar, sistem
pengadministrasian dan pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan dokumen tersebut
meliputi dokumen kurikulum, studi perbandingan antar dokumen kurikulum,
dokumen perencanaan pembelajaran, dokumen bahan ajar, dokumen
pengadministrasian dan pelaksanaan pembelajaran.
Hasil analisis digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hambatan,
peluang maupun tantangan dari setiap kurikulum yang diterapkan oleh satuan
pendidikan.
Efektivitas implementasi kurikulum sangat ditentukan oleh praktek
pembelajarannya di sekolah dan madrasah atau di tempat belajar. Untuk itu perlu
dilakukan diskusi fokus pelaksanaan kegiatan belajar, sumber belajar dan
lingkungan pendukungnya di tempat belajar, yang melibatkan berbagai
karkateristik setiap satuan pendidikan. Beragamnya kondisi satuan pendidikan
sehingga diperlukan data dan informasi komprehensif untuk menjaring data dan
informasi perencanaan, praktek pembelajaran dan manajemen pengelolaan
pembelajaran oleh satuan pendidikan.
B. Tujuan.
Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi hasil kajian konsep,
kajian dokumen dan pelaksanaan kurikulum.
C. Ruang Lingkup
2
Kegiatan ini meliputi Kajian Dokumentasi, Kajian Konsep, dan Pelaksanaanya
yang terdiri dari:
1. Hasil kajian kebijakan Program Pembelajaran PAUD
2. Hasil kajian kebijakan pelaksanaan TK/RA
3. Hasil kajian kebijakan Kurikulum MI
4. Hasil kajian kebijakan pelaksanaan SD terpadu
5. Hasil kajian kebijakan pencapaian KTSP SD
6. Hasil kajian kebijakan Kurikulum MTs.
D. Hasil Yang Diharapkan
Kegiatan ini diharapkan akan memperoleh hasil pembahasan terhadap kajian
sebagai berikut:
1. Hasil diskusi kajian Kebijakan Program Pembelajaran PAUD
2. Hasil diskusi kajian kebijakan pelaksanaan TK/RA
3. Hasil diskusi kajian Kurikulum SD/MI
4. Hasil diskusi kajian kebijakan pelaksanaan SD terpadu
5. Hasil diskusi kajian kebijakan pencapaian KTSP SD
6. Hasil diskusi kajian kebijakan Kurikulum MTs.
Penjelasan hasil kajian terlampir.*)
II. PELAKSANAN KEGIATAN
A. Tempat dan Waktu
a. Tempat
Hotel Parama, Cisarua, Bogor
b. Waktu
Selasa s.d Sabtu, 11 s.d 15 Maret 2008
B. Peserta
Peserta kegiatan ini terdiri dari:
Staff Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas
Direktorat TK-SD
Akademisi (UNJ, UIN, UNM, IAIN Lampung)
Birokrat (Direktorat PAIS Depag RI, Pengawas TK-SD)
Praktisi (Kepala Sekolah)
3
C. Strategi kegiatan
I. Hasil Kajian Kebijakan Program Pembelajaran PAUD yang terdiri dari:
C.1. Studi Dokumentasi
No
1
Dokumen
UUD 1945
Mencerdaskan kehidupan bangsa
(alinea ke-4 Pembukaan )
Temuan
Analisis
Rekomendasi
Belum semua anak usia
PAUD di DIY mendapat
layanan pendidikan, ini
ditunjukan APK PAUD
formal dan non formal 47%
dan yang sudah terlayani
39,0149%.
Pendidikan usia dini mestinya
diipandang sebagai hak (right)
semua anak, bukan sekedar
kebutuhan (need). Terlebih
PAUD memiliki signifikansi
yang positif bagi perkembangan
psikologis, intelektual, dan
sosial anak.
Perlu aturan
operasional bagi
keberlangsungan
PAUD.
Belum ada jaminan dari
negara dan pemerintah
Secara yuridis, anak berhak
mendapatkan pendidikan,
namun negara belum
menfasilitasi penyelenggaraan
PAUD. Fakta ini bertentangan
dengan UU No. 23 tahun 2002
ttg Perlindungan Anak Pasal
22. ”negara dan pemerintah
berkewajiban dan
bertangungjawab memberi
dukungan sarana dan prasarana
dalam penyelenggaraan
perlindungan anak” termasuk
dalam bidang pendidikan.
Negara dan
pemerintah wajib
menfasilitasi
penyelenggaraan
PAUD.
Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2 )
2
Setiap anak berhak
mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapatkan pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia (
pasal 28 c ayat 2 )
Negara
menjamin kelangsungan hidup,
pengembangan dan perlindungan
anak terhadap eksploitasi dan
kekerasan”.
Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
3
Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya ( pasal 9 ayat
1) 3. Kesepakatan JomttienThailand (1990)
Pendidkan
untuk semua – Pendidikan
sepanjang hayat
Pendidikan non formal
4
a.Kerangka Dasar
Pendidikan non formal
belum ad
Perlu aturan operasional untuk
Pemerintah perlu
menerbitkan PP.
Biaya pendidikan PAUD
mahal, daya beli
masyarakat rendah,
pertumbuhan potensi
ekonomi masyarakat kecil
Dilapangan terjadi
diskriminasi gender dan
proses pembelajaran bias
gender sehingga tidak
membangun karakter
Dilapangan banyak guru
mengajarkan mengenai
perbedaan pendapat, hak
dan kewajiban,
tanggungjawab
Masih menyatunya lembaga
formal dengan formal (KB
dan TK)
Landasan Ekonomi
Perlu dicantumkan
landasan ekonomi
Landasan sosial budaya (pasal 8
uu no 23 thn 2002, INPRES
NO 9 Thn 2000)
Perlu dicantumkan
landasan sosial
budaya
Landasan politik ( pasal 2 dan
10 uu no 23 thn 2002)
Perlu dicantumkan
landasan
politik+E29
Satuan pendidikan PAUD
formal dan non formal masih
mengacu pada kelompok usia
Tidak Perlu
pemisahan yang
diperlukan adalah
peningkatan status
PAUD formal
menjadi
Kkelompok pra SD
Perlu dicantumkan
landasan politik
Indikator
disesuaikan
karakteristik
perkembangan
anak indonesia.
- landasan PAUD
5
Bentuk satuan pendidikan AUD
6
Standar Perkembangan
Indikator belum sesuai
dengan perkembangan anak
Tingkat ketercapaian
perkembangan anak sesuai
dengan tingkat perkembangan
usia per individu
7
Waktu belajar
Untuk TK/ RA dalam satu
hari
,- Kelompok B 3 jam
8
Silabus
9
Evaluasi
Belum memadai dokumen
juknis untuk pengembangan
silabus di PAUD non
formal
Terlalu banyaknya format
evaluasi
Waktu belajar di TK/RA
minmal 2,5 jam namun dapat
dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan lembaga
Juknis pengembangan silabus
diperlukan sebagai acuan dalam
perencanaan program
pembelajaran
Bertambahnya beban guru
dalam pengadministrasian
evaluasi
Perlu dibuat juknis
untuk
pengembangan
silabus non formal
Penyerdehanaan
teknik evaluasi
penilaian
Hasil yang dicapai
5
Kajian yang dicapai adalah sebagai beriku:
1. Kajian studi dokumentasi tentang PAUD
2. Kajian Konsep tentang PAUD
3. Kajian pelaksanaan tentang PAUD
a. lembaga
b. kurikulum
c. pendidik
d. peserta didik
e. sarana dan prasarana
f.
pembiayaan
g. partisipasi masyarakat
Kesimpulan
Berdasarkan Hasil Kebijakan Kurikulum dapat disimpulkan bahwa:
a. Kajian studi dokumentasi tentang UUD 1945; UU Sistem Pendidikan Nasional
tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 mengenai PAUD sudah
ada, tetapi PP khusus PAUD belum diterbitkan.
b. Kajian konsep PAUD Formal dan PAUD Non Formal mulai landasan teori, beban
belajar, kalender akademik, silabus, SKM dan SKH serta pelaksanaan evaluasi
sudah dapat dilaksnaakan di lapangan.
c. Kajian Pelaksanaan PAUD yaitu tentang penyelenggaraan lembaga dalam
pelaksanaan kurikulum 2004 dapat terlaksana dengan baik, namun mengalami
beberapa kendala di antaranya ketersediaan dokumen kurikulum belum memadai,
tenaga kependidikan yang belum memenuhi kualifikasi pendidik yang diharapkan
sarana prasarana belum lengkap dan belum memenuhi standar.
Adapun rekomendasi hasil kajian adalah:
a. Segera ditetapkan PP tentang PAUD.
6
b. Diharapkan semua Perguruan Tinggi agar membuka S1 PAUD
Diharapkan semua Perguruan Tinggi agar melaksanakan S1 PAUD dengan
konsentrasi guru TK, KB, TPA.
c. Stimulan dana dari APBD dan APBN dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan PAUD Formal dan PAUD Non Formal.
d. Diklat keprofesionalisme guru dan citra profesi guru perlu ditingkatkan,.
e. Upaya pembinaan perlu ditingkatkan dan dilaksanakan mulai dari yayasan
sampai tingkat pusat.
7
II. Hasil Kajian Kebijakan Pelaksanaan TK/ RA yang terdiri dari:
1. Kajian Dokumentasi
No
Dokumen
1
UUD 1945
Mencerdaskan kehidupan bangsa
(alinea ke-4 Pembukaan)
Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2 )
Setiap anak berhak mengembangkan
diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia ( pasal
28 c ayat 2 )
Negara
menjamin kelangsungan hidup,
pengembangan dan perlindungan
anak terhadap eksploitasi dan
kekerasan”.
Temuan
Analisis
Rekomendasi
Belum semua anak usia PAUD
di DIY mendapat layanan
pendidikan, ini ditunjukan
APK PAUD formal dan non
formal 47% dan yang sudah
terlayani 39,0149%.
Pendidikan usia dini
Perlu aturan
mestinya diipandang sebagai
operasional bagi
hak (right) semua anak, keberlangsungan PAUD.
bukan sekedar kebutuhan
(need). Terlebih PAUD
memiliki signifikansi yang
positif bagi perkembangan
psikologis, intelektual, dan
sosial anak.
Secara yuridis, anak berhak
mendapatkan pendidikan,
namun negara belum
menfasilitasi
penyelenggaraan PAUD.
Fakta ini bertentangan
dengan UU No. 23 tahun
2002 ttg Perlindungan Anak
Pasal 22. ”negara dan
pemerintah berkewajiban
dan bertangungjawab
memberi dukungan sarana
dan prasarana dalam
penyelenggaraan
perlindungan anak”
termasuk dalam bidang
pendidikan.
Perlu aturan operasional
untuk profesionalisasi
penyelenggaraan pendidikan
non formal termasuk PAUD.
Negara dan
pemerintah wajib
menfasilitasi
penyelenggaraan
PAUD.
Untuk peningkatan kualitas
PAUD perlu peningkatan
kualifikasi tenaga
kependidikan yang sesuai.
Ketentuan tersebut
masih relevan
2
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan
minat dan bakatnya ( pasal 9 ayat 1) 3.
Kesepakatan Jomttien- Thailand ( 1990)
Pendidkan untuk semua – Pendidikan
sepanjang hayat
Belum ada jaminan dari negara
dan pemerintah
3
Pendidikan non formal
Pendidikan non formal belum
ada aturan operasional
4
PP 19 Pasal 29,
(1) Pendidik pada pendidikan anak usia
dini memiliki:
a. kualifikasi akademik pendidikan
minimum diploma empat (D-IV)
atau sarjana (S1)
b. latar belakang pendidikan tinggi di
bidang pendidikan anak usia dini,
Masih banyak pendidik yang
belum memiliki kualifikasi
sesuai yang ditetapkan
pemerintah. (umumnya dari
tingkat SMP dan SMU).
Pemerintah perlu
menerbitkan PP.
Comment [UNJ1]: Dipindahkan pada kajian
PAUD.
Tidak lagi menjadi bagian dari TK/RA
Comment [UNJ2]:
TK/ RA merupakan lembaga penyelenggara PAUD
yang melayani anak usia 4 – 6 tahun di jalur formal.
Pendidik TK/RA perlu ditingkatkan kualitasnya
dengan meningkatkan tingkat pendidikan guru
TK/RA dari D2 PGTK menjadi S1 PAUD/ PG
PAUD.
8
No
Dokumen
c.
Temuan
Analisis
kependidikan lain, atau psikologi;
dan
sertifikat profesi guru untuk PAUD
5
PP 27 tahun 1990 tentang pendidikan
prasekolah
Pendidikan prasekolah tidak
merupakan persyaratan untuk
memasuki pendidikan dasar.
TK/ RA merupakan pelatak
dasar utama dan pertama
sebelum memasuki
pendidikan dasar
6
Permendiknas No. 22/2006 Standar isi
Draft akademik telah
disusun
7
Pasal 30 (tentang tenaga kependidikan).
(1), Pendidik pada TK/RA sekurangkurangnya terdiri atas guru kelas yang
penugasannya ditetapkan oleh masingmasing satuan pendidikan sesuai dengan
keperluan.
(2)
Pendidik pada SD/MI
sekurang-kurangnya terdiri atas guru
kelas dan guru mata pelajaran yang
penugasannya ditetapkan oleh masingmasing satuan pendidikan sesuai dengan
keperluan.
Daerah menginginkan standar
isi untuk PAUD
Belum anak ketentuan yang
mengatur struktur pengelolaan
kelompok bermain.
8
9
10
Rekomendasi
(3)
Guru mata pelajaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sekurang-kurangnya mencakup guru
kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia serta guru kelompok mata
pelajaran pendidikan jasmani, olah raga,
dan kesehatan.
Kepmen no 0486/ U/ 1992 tentang
taman kanak – kanak
Kepmen No. 129a/U/2004 ttg Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan
Pasal 2 (2), penyelenggaraan satuan
pendidikan dasar dan menengah
termasuk PAUD menjadi wewenang
pemerintah Kabupaten/Kota
Keputusan Dirjen DIKDASMEN No
399a/C.C2/Kep/ DS/2004 tentang
implementasi terbatas kurikulum 2004
di TK dan SD
TK/ RA dapat
merupakan syarat
sebelum memasuki
pendidikan dasar,
bagi provinsi yang
mampu
Segera tetapkan Comment [UNJ3]: Mohon disahkan bahwa
TK/RA merupakan satu kajian dengan PAUD yang
Pemerintah perlu membedakan hanyalah lembaga penyelenggara
pendidikanya.
menerbitkan PP
yang mengatur
struktur managemen
PAUD non formal
dengan tetap
memperhatikan
kekhasannya.
Comment [UNJ4]: Dihilangkan dari TK/ RA.
Dikaji lebih dalam di PAUD
TK /RA merupakan bentuk
satuan pendidikan pada jalur
sekolah
Sebelum memasuki
pendidikan dasar perlunya
anak melalui pendidikan
TK/RA
Khusus PAUD realisasinya
masih kurang.
Meski era otoda, Kepmen
perlu menjadi acuan
kebijakan
Implementasi tentang
kurikulum 2004 belum seluruh
TK/ RA melaksanakan
Kurikulum TK/ RA 2004
belum disahkan oleh BSNP
Adanya PP yang
mengatur tentang
perlunya anak
melalui pendidikan
TK/RA
Realisasi kepmenComment [UNJ5]: Dialihkan kajian di PAUD.
Karena masalah lebih banyak terjadi di lembaga
PAUD non formal
Segera pengesahan
kurikulum 2004 oleh
BSNP
9
2.
No
1
Aspek/Sub
Aspek
Lembaga
Kajian Pelaksanaan
Temuan
Analisis
Rekomendasi
DIY Jogjakarta
a. Masih adanya 2 ijin
pendirian untuk satu
lembaga TK yaitu ke
Dinas Pendidikan dan
Depar temen Agama
b. Yayasan kurang peduli
tentang
penyelenggaraan dan
tidak me mikirkan
keberlangsungan ke
depan
c. Penerimaan peserta
didik tidak sesuai
dengan rasio karena
masih banyak yang
menerima per kelas lebih
dari 30 anak
d. Penerimaan peserta
didik yang mempunyai
kebutuhan khusus
a. Ijin pendirian TK
diperlukan dalam
rangka legalitas lembaga
a. Perlu Juknis ijin
pendirian dari
daerah Setempat
b. Sebagian besar
pendidikan TK/RA
diselenggarakan oleh
masyarakat
b. Sosialisasi
penyelenggaraan
TK/RA
Sebagian besar yayasan
penyelenggara pendidikan TK/ RA
tidak memiliki pengetahuan
tentang pengelolaan kelembagaan.
c. Perkembangan anak
harus terpantau secara
optimal
c. Perlu teguran
teguran baik
secara lisan
maupun tertulis
Yayasan tidak memahami
kebutuhan anak dan tingginya
biaya operasional pengelolaan TK/
RA Tidak adanya sanksi bagi
penyelenggara TK/ RA yang
melanggar.
Adanya petunjuk pelaksanaan
yang lebih jelas mengenai batasan
anak kebutuhan khusus yang dapat
mengikuti pendidikan bersama
anak Normal
e. Sosialisasi
kepada yayasan
ttg manajerial
idem poin b
e. Pengelolaan keuangan
belum maksimal
terutama dalam
penyusunan RABTK/RA
2
Kurikulum
a. Belum semua TK/RA
mempunyai dokumen
Kurikulum 2004
b. Belum semua TK/RA
memahami kurikulum
2004
3
Pendidik
a. Kualifikasi pendidikan
yang di miliki kurang
memadai
b. Terbatasnya perguruan
tinggi yang
menyelenggarakan pro
d. Peserta didik yang
mempunyai kebu- tuhan
khusus diberikan layanan
pen- didikan pada
lembaga yang sesuai
kebutuhan khusus
Setiap lembaga perlu
menerima peserta didik
dengan berkebutuhan
khusus dengan
diberikan layanan yang
sesuai
e. RABTK sangat
diperlukan untuk acuan
penyelenggaraan
pendidikan
Sebagian besar
Pengelola kurang
memahami pengelolaan
keuangan
a. Kurikulum sangat
diperlukan sebagai acuan
dalam proses
pembelajaran dalam
mencapai hasil
perkembangan
b. Pemahaman terhadap
kurikulum perlu sebagai
acuan dalam proses
pembelajaran.
a. Kualifikasi pendidikan
diperlukan untuk
peningkatan kualitas
pendidikan
b. Perguruan tinggi
diperlukan untuk
meningkatkan kulaitas
Masukan Cisarua
a. Penggadaan
dokumen
kurikulum oleh
pusat dan daerah
b. Sosialisasi
kurikulum secara
berkesinambungan
a. Pemberian
beasiswa untuk
mengikuti
pendidikan tinggi
b. Univeritas
Terbuka membuka
program S1
a. Substansi kajian keilmuan
PAUD perlu dilengkapi dengan
kemampuan leadership.
Mempermudah perizinan bagi
lembaga pendidikan tinggi yang
akan menyelenggarakan S1 PAUD
10
No
Aspek/Sub
Aspek
Temuan
gram S1 PAUD
c. Ketersediaan dana
untuk peningkatan SDM
masih kurang
d. Kesejahteraan SDM
masih kurang
e. Diklat tentang
profesionalisme masih
kurang ( dilaksanakan
me lalui KKG, KKTK
dan yayasan)
f. Kurangnya tenaga
pengawas khusus TK/RA
karena selama ini
merangkap pengawas SD
f. Pengawas diperlukan
untuk peningkat an
kualitas pendidikan
g. Pendidik dalam
melaksanakan tertib
administrasi
g. Tertib adminstrasi
sangat diperlukan untuk
peningkatan kualitas
pendidikan
h. Pentingnya
kesadaran dan
kepekaan guru
terhadap kebutuhan
kelompok anak
didik(need assesmen)
i. Pentingnya guru
memahami
perkembangan anak
dan neuroscience dalam
pendidikan
Perlunya memelihara
sikap keramahtamahan
pendidik
a. Sarana prasarana yang
memadai dan
memenuhi standar akan
meningkatkan kualitas
pembelajaran
b. APE yang memadai
dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran
c. Ruang perpustakaan
dan UKS serta buku -bu
h. Guru belum memliki
kesadaran dan
kepekaan terhadap
kebutuhan kelompok
anak didik.
5
Sarana
Analisis
tenaga kependidikan
c. Dana diperlukan
sebagai stimulan
peningkatan kulitas SDM
d. Bantuan dana bagi
tenaga kependidik an
baik yang negeri maupun
swasta perlu disetarakan
e. Diklat diperlukan
untuk peningkatan
kualitas profesionalisme
i. Guru kurang
memiliki pemahaman
tentang perkembangan
anak dan neuroscience
dalam pendidikan
j. Pemahaman
hospitality masih
kurang
a. Ketersediaan Sarana
prasarana yang belum
memenuhi standar
kebutuhan
b. Ketersediaan APE
yang belum memadai
untuk menunjang KBM
c. Ketersediaan ruang
khusus perpustakaan dan
Rekomendasi
PAUD
c. Penyediaan
dana yang
mamadai
d. Pemberian
intensif secara
rutin
Masukan Cisarua
dengan criteria tertentu
e. Pelatihan teknis
bagi pendidik
,- Pembinaan profesi guru TK/RA
f. Adanya Surat
Edaran dari untuk
daerah agar
mengangkat pengawas TK/RA
pusat
g. Diklat tentang
pengelolaan
administrasi
secara rutin
,- Sosialisasi kode etik guru TK/RA
,- Melibatkan organisasi profesi
guru TK/RA untuk meningkatkan
pembinaan profesionalisme Guru
,- Adanya database untuk
pembinaan profesional guru,
sehingga pembinaan karir
berjenjang dan merata
,- Disusunya aturan perindungan
profesi guru TK/RA
f. Pelatihan substansi pelaksanaan
TK/ RA, baik pengawas lama
maupun tenaga pengawas baru
h. Pelatihan guru untuk melakukan
need assesmen dan melakukan
modifikasi pada KBM yang
disesuaikan dengan kebutuhan
kelompok anak didik.
i. Pelatihan bagi guru tentang
perkembangan anak dan
pentingnya neuroscience dalam
Pendidikan
j. Pelatihan hospitality bagi guru
a. Penyediaan
sarana prasarana
yang sesuai
standar
b. Penyediaan
APE yang
memadai
c. Penyediaan
ruang
11
No
6
Aspek/Sub
Aspek
Partisipasi
Masyarakat
Temuan
UKS belum memenuhi
standar
Analisis
uku diperlukan untuk menunjang PBM
Kinerja Komite belum
maksimal
Komite diperlukan untuk
kontribusi peningkatan
kualitas pendidikan, trans
paransi sebagai
pertanggungjawaban
lembaga
Rekomendasi
perpustakaan dan
UKS yang
memenuhi standar
serta buku-buku
Pelatihan Komite
dalam
meningkatkan
pengelolaan TK
Masukan Cisarua
,- Penyuluhan tentang peran
komite dalam meningkatkan
pengelolaan TK
,- Penyuluhan kepada masyarakat
tentang tanggung jawab dalam
meningkatkan mutu pendidikan
TK/RA
7
Model
Pembelajaran
Aplikasi dari ke-3
pilihan model
pembelajaran (area,
sudut dan kelompok)
yang lebih dominan
dipilih kelompok dan
area.
a. Tidak adanya
petunjuk pelaksanaan
model pembelajaran
secara jelas.
a. Penyusunan petunjuk
pelaksanaan tentang model
pembelajaran di TK / RA meliputi
kegiatan belajar
mengajar(kegiatan awal, inti dan
kegiatan akhir) penataan ruang,
peran guru dan perleng kapan/
APE.
Kurang konsisten
terhadap penerapan
model pembelajaran
yang sudah dirancang
guru
b. Keterbatasan
pemahaman guru
tentang model
pembelajaran di TK /
RA
b. Pelatihan model pembelajaran di
TK/ RA, secara merata dan
berjenjang
SDA
Kurangnya sarana
pendukung dalam
melaksanakan model
pembelajaran
8
Partisipasi
Orang Tua
dalam
pelaksanaan
KBM
Tuntutan orang tua
pada lembaga TK/RA,
bahwa pendidikan jadi
tanggung jawab
lembaga sepenuhnya
Kurang dana dan
kreativitas guru dalam
memanfaatkan barang
limbah untuk
mendukung proses
pembelajaran
Perlunya keterlibatan
orang tua dalam KBM
* Diefektifkan fungsi pengawas
dalam melaksanakan supervisi
Pelatihan intensif model
pembelajaran TK/RA bagi
Pengawas
Pelatihan APE melalui gugus atau
kelompok kerja guru serta
pelatihan khusus
,- Membangun komunikasi efektif
antara orang tua dengan lembaga
TK/RA, melalui kegiatan yang
terprogram.
12
B. Hasil yang Diharapkan
Studi Dokumentasi (UU, PP, PERMENDIKNAS, Panduan, Edaran)
Kajian Konsep
Kajian Pelaksanaan (Perencanaan, Pelaksanaan Pembelajaran: Di luar kelas dan
Di dalam kelas, dan evaluasi; harian, dan semester)
Comment [UNJ6]: Tambahan
Analisis hasil kajian
Comment [UNJ7]: Judul tetap dipertahankan,
karena landasan keilmuan TK/RA sebagai bagian
dari kajian kelimuan PAUD. Tetapi pada
pelaksnaanya TK/RA merupakan lembaga
penyelenggara PAUD yang menyelenggarakan
pendidikan bagi anak usia 4 – 6 tahun dalam jalur
formal
II. KERANGKA DASAR LANDASAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
A. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini
1.
Landasan Yuridis
a. Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
b. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya
sesuai dengan minat dan bakatnya”.
c. Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1,
Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada
pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1)
Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar,
(2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan
formal, non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal: TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang
sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal: pendidikan
keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6)
Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam
1
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.”
2.
Landasan Filosofis
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya
melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar
manusia yang “baik”
berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena
perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang
dianut dari suatu bangsa
akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan
pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa
pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu
menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai
perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa
Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan
yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang sangat
berhak untuk mendaptkan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh
sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa
yang diharapkan. Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila
yang didasarkan pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia
dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup
berdampingan, tolong menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni
sebagai bangsa yang bermartabat.
Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat
dalam mencapai
tujuan
pendidikan, pengembangannya harus
memperhatikan
pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung.
3.
Landasan Kelimuan
Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dinii
didasarkan kepada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah
2
perkembangan otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan serabut dendrit,
kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak
tersebut sangat penting
untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia. Sejalan
dengan itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi sekitar
100 milyar hingga 200 milyar sel saraf. Tiap sel saraf siap berkembang sampai taraf
tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang sesuai dari lingkungan.
Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar:“ Anak belajar
melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu melakukan
percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak dengan
menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak dapat
memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri,
dan ia harus
menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigostsky meyakini bahwa : pengalaman
interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak.
Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan
orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia
dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Howard Gardner menyatakan tentang
kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia terbagi menjadi: kecerdasan bodily
kinestetik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalistik,
kecerdasan logika matematik, kecerdasan visual – spasial, kecerdasan musik.
Dengan demikian perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan
dengan struktur otak, sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi,
kesehatan dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan yang
sesuai bagi anak usia dini sangat diperlukan.
B. Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini
1.
Pengertian
a. Anak usia dini
Anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki
karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0-6 tahun)
merupakan masa keemasan (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek
perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Masa awal
kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak.
3
Pada masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat
(eksplosif).
b. Pendidikan anak usia dini
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani anak sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya serta memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan lebih
lanjut.
2.
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
a. PAUD berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi
anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar
sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki
pendidikan selanjutnya.
b. PAUD bertujuan
1) membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab;
2) Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual,
emosional, dan
sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan
bermain yang edukatif dan menyenangkan.
3.
Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam melaksanakan Pendidikan anak usia dini hendaknya menggunakan prinsip-
prinsip sebagai berikut :
a. Berorientasi pada Perkembangan Anak
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan
tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik, maka perlu
memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian dalam kegiatan yang
disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang dimulai dari cara sederhana ke
rumit, konkrit ke abstrak, gerakan ke verbal, dan dari ke-aku-an ke rasa sosial.
4
b. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan
anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan
untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik
maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.
c. Bermain sambil Belajar atau Belajar Seraya Bermain
Bermain merupakan cara belajar anak usia dini. Melalui bermain anak bereksplorasi
untuk mengenal lingkungan sekitar, menemukan, memanfaatkan objek-objek yang
dekat dengan anak, dan kesimpulan mengenai benda di sekitarnya. Ketika bermain
anak membangun pengertian yang berkaitn dengan pengalamannya.
d. Lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan
dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan
bermain anak.
e. Berpusat pada anak
Pembelajaran di PAUD hendaknya menempatkan anak sebagai subyek pendidikan.
Oleh karena itu, semua kegiatan pembelajran diarahkan atau berpusat pada anak.
Dalam pembelajaran berpusat pada anak, anak diberi kesempatan untuk menentukan
pilihan, mengemukakan pendapat dan aktif melakukan atau mengalami sesndiri.
Pendidik bertindak sebagai pembimbing atau fasilitator.
f.
Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada pendidikan anak usia dini menggunakan pembelajaran terpadu.
Dimana setiap kegiatan pembelajaran
mencakup pengembangan seluruh aspek
perkembangan anak. Hal ini dilakukan karena antara satu aspek perkembangan
dengan aspek perkembangan lainnya saling terkait. Pembelajaran terpadu dilakukan
dengan menggunakan tema sebagai wahana untuk mengenalkan berbagai konsep
kepada anak secara utuh.
g. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Proses pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan berbagai kecakapan hidup
agar anak dapat menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab, memiliki
disiplin diri serta memperoleh keterampilan yang berguna bagi kelangsungan
hidupnya.
h. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
5
Media dan sumber pembelajaran memanfaatkan lingkungan sekitar , nara sumber dan
bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
i. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang–ulang
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari
konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Untuk mencapai pemahaman konsep
yang optimal maka penyampaiannya dapat dilakukan secara berulang
j.
Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat
dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang
menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi
anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran
hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam
proses pembelajaran.
k. Pemanfaatan Teknologi Informasi
Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi untuk
kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio, televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi
informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk memudahkan anak
memenuhi rasa ingin tahunya.
Comment [UNJ8]: Kajian difokuskan pada
PAUD jalur formal TK/RA
C. Bentuk Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini. Pada ayat 3) menyebutkan bahwa
pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanakkanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan ayat
4) menyebutkan bahwa Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan non formal
berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA) atau bentuk lain
yang sederajat. Sehubungan dengan hal tersebut maka Kerangka Dasar Pendidikan
Anak Usia Dini adalah sebagai berikut.
1.
Comment [UNJ9]: Tidak diuraikan. Kajian ini
akan lebih banyak diuraikan pada pembahasan kajian
kebijakan PAUD
Satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur non formal meliputi
6
2.
Satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur formal
a. Taman Kanak-Kanak
Adalah salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini jalur pendidikan formal
yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 4 sampai 6 tahun
b. Raudhatul Athfal
Adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur
pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan
pendidikan keagamaan Islam bagi anak usia 4 sampai 6 tahun
c. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini jalur Formal yang Sederajat
Salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal
selain Taman kanak-kanak dan Raudatul Athfal, yaitu:
Tarbiyatul Athfal (TA)
Taman kanak-kanak Al-Quran (TKQ)
Taman pendidikan Al-Quran (TPQ)
Adi Sekha
TK-SD Satu atap
TK asuh
TK anak pantai
TK Bina Anaprasa
TK di lingkungan tempat kerja
Tk Keliling
TK mahasiswa KKN
TK di Lingkungan tempat ibadah
III. STRUKTUR PROGRAM PEMBELAJARAN
Comment [UNJ10]: Untuk kajian TK/RA
mengkaji usia 4 – 6 tahun
A. Standar Perkembangan Anak Usia Dini
1.
Pengertian
Standar perkembangan anak usia dini adalah standar kemampuan anak sejak lahir
sampai dengan usia 6 tahun yang didasarkan pada perkembangan anak. Standar
7
perkembangan merupakan acuan dalam mengembangkan program pembelajaran anak
usia dini.
2.
Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Cakupan Standar perkembangan anak usia dini terdiri atas pengembangan aspek-
Comment [UNJ11]: Aspek perkembangan anak
pada setiap jenjang usia adalah sama, yang
membedakannya adalah tugas perkembangan pada
tiap usia.
aspek sebagai berikut:
a. Moral dan nilai-nilai agama
b. Sosial, emosional, dan kemandirian
c. Bahasa
d. Kognitif
e. Fisik/Motorik
f. Seni
3.
Standar Perkembangan per Usia
Standar perkembangan Per Usia ini disusun dalam rentangan usia dan disesuaikan
dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Standar perkembangan Per Usia ini
dapat digunakan sebagai dasar untuk melihat pencapaian tahapan perkembangan
anak pada tahapan usia tertentu.
8
Comment [UNJ12]: TK/RA fokus pada usia 4 –
6 tahun. Tetaapi guru perlu mengetahui tugas
perkembangan sebelum anak usia 4 -6 tahun.
Bagan Rentangan Standar Perkembangan Per Usia
USIA/UMU
R
Usia
Usia
Usia
Usia
Usia
Usia
1 tahun
2 tahun
3 tahun
4 tahun
5 tahun
6 tahun
Anak
mampu
memperhat
ikan
perilaku
keagamaan
yang
diterima
melalui
inderanya
Anak mulai
meniru
perilaku
keagamaan
secara
sederhana
dan mulai
mengekspre
sikan rasa
sayang dan
cinta kasih
Anak mampu
meniru secara
terbatas
perilaku
keagamaan
yang dilihat
dan
didengarnya
Mulai meniru
perilaku baik
atau sopan
Anak
mampu
meniru
dan
mengucapkan
bacaan
doa/lagu-lagu
keagamaan dan
gerakan
beribadah secara
sederhana, mulai
berperilaku baik
atau sopan bila
diingatkan
Anak
mampu
melakukan
perilaku
keagamaan
secara berurutan
dan
mulai
belajar
membedakan
perilaku
baik
dan buruk
SOSIAL
EMOSION
AL
dan
Kemandiria
n
Anak
mampu
berinteraks
i dengan
merespon
kehadiran
orang lain
Anak mampu
berinteraksi
dan mengenal
dirinya, dan
menunjukkan
keinginannya
Anak
mampu
berinteraksi,
dapat
menunjukkan
reaksi
emosi
yang
wajar,
serta
mulai
menunjukkan
rasa percaya diri
KOGNITIF
Anak
mampu
menyadari
keberadaa
n
benda
yang tidak
dilihatnya
Anak
mampu
berinteraksi
dg
lingkungan
terdekatnya
(keluarga),
dan
menunjukka
n
keinginanny
a
Anak
mampu
bereksploras
i terhadap
benda yang
ada
di
sekitarnya
Anak
mampu
meng ucapkan
bacaan
doa/lagu-lagu
kea-gamaan,
meniru gerakan
beribadah,
mengikuti
aturan
serta
mampu belajar
berpetilaku baik
dan sopan bila
diingatkan
Anak
mampu
berinteraksi,
mulai
dapat
mengendalikan
emosinya, mulai
menunjukkan
rasa
percaya
diri, serta mulai
dapat menjaga
diri sendiri
Anak mampu
mengenal
benda
dan
memanipulasi
objek/benda
Anak
mampu
mengenal
konsep
sederhana dan
dapat
mengklasifikasi
Anak
mampu
mengenal dan
memahami
berbagai konsep
sederhana dalam
kehidupan
sehari-hari
BAHASA
Anak
mampu
merespon
suara dan
mengucapkan satu
kata yang
bermakna
Anak
mampu
mengerti
isyarat dan
perkataan
orang lain
serta
mengucapka
n
keinginanny
a
secara
sederhana
Anak dapat
mendengangarkan
, dan berkomunikasi
secara lisan
dengan
kalimat
sederhana
Anak
dapat
mendengarkan,
berkomunikasi
secara lisan serta
memiliki
perbendaharaan kosa kata
yang
semakin
banyak
Anak
dapat
berkomunikasi
secara
lisan,
memiliki
perbendaharaan kata-kata
dan mengenal
simbol-simbol
FISIK/
motorik
Anak
mampu
menggerak
-kan
tangan,
Anak
mampu
menggerakk
an anggota
tubuhnya
Anak mampu
melakukan
gerakan
seluruh
anggota
Anak
mampu
melakukan
gerakan secara
ter- koordinasi
untuk
Anak
mampu
melakukan
gerakan tubuh
secara
terkoordinasi untuk
ASPEK
MORAL
DAN
NILAINILAI
AGAMA
Comment [UNJ13]: Kelompok usia kajian
TK/RA
Anak
mampu
ber- interaksi,
dan
mulai
mematuhi
aturan,
dapat
mengendalikan
emosinya,
menunjukkan
rasa
percaya
diri, dan dapat
menjaga
diri
sendiri.
Anak
mampu
memahami
konsep
sederhana dan
dapat
memecahkan
masalah
sederhana dalam
kehidupan
sehari-hari.
Anak
dapat
berkomunikasi
secara
lisan,
memiliki
perbendaharaan
kata,
serta
mengenal
simbol-simbol
untuk
persiapan
membaca,
menulis
dan
berhitung
Anak
mampu
melakukan
gerakan tubuh
secara
terkoordinasi
9
USIA/UMU
R
Usia
Usia
Usia
Usia
Usia
Usia
1 tahun
2 tahun
3 tahun
4 tahun
5 tahun
6 tahun
lengan,
kaki,
kepala dan
badan
(latihan
kekuatan
otot tangan,
otot
punggung
dan
otot
kaki) untuk
menjaga
keseimbang
an
Anak
mampu
meniru
suara
dan
gerak secara
sederhana
tubuhnya
secara
terkoordinasi
kelenturan, dan
keseimbangan
kelenturan,
kelincahan, dan
keseimbangan
kelenturan
sebagai
keseimbangan,
dan kelincahan
Anak mampu
melakukan
berbagai
gerakan
anggota
tubuhnya
sesuai dengan
irama dapat
mengekpresikan
diri
dalam bentuk
goresan
sederhana
Anak
mampu
melakukan
berbagai
gerakan sesuai
irama
,
menyajikan dan
berkarya seni
Anak
mampu
mengekspresikan diri
dengan menggunakan
berbagai
media/bahan
dalam berkarya
seni
melului
kegiatan
eksplorasi
Anak
mampu
mengekspresikan diri
dan
berkreasi
dengan berbagai
gagasan
imajinasi
dan
menggunakan
berbagai
media/bahan
menjadi suatu
karya seni.
ASPEK
SENI
Anak
mampu
bereaksi
terhadap
irama yang
didengarny
a
10
Comment [UNJ13]: Kelompok usia kajian
TK/RA
B. Program Pembelajaran
1. Program pembelajaran TK, RA, BA dan bentuk lain yang sederajat
dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD,MI atau bentuk
lain yang sederajat.
2. Program pembelajaran TK dapat dikelompokkan dalam :
a. Program pembelajaran agama dan akhlak mulia
b. Program pembelajaran sosial dan kepribadian
c. Program pembelajaran pengetahuan dan teknologi
d. Program pembelajaran estetika, dan
e. Program pembelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
3. Semua kelompok program pembelajaran terdiri dari : pengembangan moral dan
nilai-nilai agama, sosial, emosional dan kemandirian berbahasa, kognitif, seni ,
fisik/motorik. Untuk menyederhanakan
lingkup program pembelajaran dari
tumpang tindih serta untuk memudahkan guru menyusun program pembelajaran
yang sesuai dengan pengalaman mereka, maka aspek-aspek perkembangan
tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup bidang
pengembangan pembiasaan dan bidang pengembangan kemampuan dasar
4. Penyelenggaraan program pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang dan mendorong kreativitas serta kemandirian.
5. Program pembelajaran disusun dengan memperhatikan tingkat perkembangan
fisik dan psikologis peserta didik serta kebutuhan dan kepentingan terbaik anak
dan dilaksanakan secara berkelanjutan.
6.
Pengembangan program pembelajaran TK di didasarkan pada prinsip bermain
sambil belajar dan belajar seraya bermain dengan memperhatikan perbedaan
bakat, minat dan kemampuan masing-masing peserta didik, sosial budaya serta
kondisi kebutuhan masyarakat setempat.
7. Pengembangan program pembelajaran harus mengintegrasikan kebutuhan peserta
didik terhadap kesehatan, gizi, dan stimulasi psikososial.
8. Program pembelajaran dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan relevansinya
oleh satuan pendidikan.
Bagan Cakupan Program Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
11
No
Program
Cakupan
Pembelajaran
1
Agama
dan Peningkatan potensi spiritual peserta didik melalui contoh
akhlak mulia
pengalaman dari pendidik agar menjadi kebiasaan sehari-hari, baik
di dalam maupun di luar sekolah, sehingga menjadi bagian dari
budaya sekolah
2
Sosial
dan Pembentukan kesadaran dan wawasan peserta didik atas hak dan
kepribadian
kewajibannya sebagai warga masyarakat dan dalam interaksi sosial
serta pemahaman terhadap diri dan peningkatan kualitas diri sebagai
manusia sehingga memiliki rasa percaya diri
3
Pengetahuan dan Mempersiapkan peserta didik secara akademik memasuki SD, MI
teknologi
atau bentuk lain yang sederajat dengan menekankan pada penyiapan
kemampuan berkomunikasi dan berlogika melalui berbicara,
mendengarkan, pra membaca, pra menulis dan pra berhitung yang
harus
dilaksanakan
secara
hati-hati,
tidak
memaksa,
dan
menyenangkan sehingga anak menyukai belajar.
4
Estetika
Meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan diri dan
kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni yang terwujud
dalam tingkah laku keseharian
5
Jasmani,
olahraga
Meningkatkan potensi fisik dan menanamkan sportivitas serta
dan kesadaran hidup sehat dan bersih.
kesehatan
C. Waktu Belajar dan Kalender Pendidikan
1.
Waktu Belajar
Program pembelajaran pada anak usia dini untuk TK /RA dan bentuk lain yang
sederajat menggunakan beban belajar satu tahun dalam bentuk perencanaan semester,
perencanaan mingguan dan perencanaan harian. Perencanaan program pembelajaran
di TK / RA dan bentuk lain yang sederajat adalah perencanaan mingguan efektif
dalam satu tahun pelajaran (2 semester) adalah 34 minggu, dengan jam belajar efektif
adalah 2,5 jam (150 menit). Perminggu adalah 15 jam (900 menit) pertahun adalah
510 jam (30.600 menit).
12
Comment [UNJ14]:
Waktu belajar yang diatur selama ini adalah waktu
belajar minimal di TK/RA.
Seiring dengan perkembangan dalam bidang
pendidikan, sekarang ini banyak bermunculan TK
yang lebih dari 2.5 jam , menjadi TK/RA yang full
day. Sehingga perlu adanya aturan bagi pengelolaan
TK/RA fullday
2.
Kalender Pendidikan
Kalender pendidikan anak usia dini mencakup permulaan tahun ajaran,
minggu efektif, waktu pembelajaran efektif dan hari libur. Kalender pendidikan
tersebut disesuaikan dengan kondisi daerah setempat.
D. Pengembangan Program Pembelajaran
1.
Prinsip – Prinsip Pengembangan
Pengembangan program pembelajaran hendaknya memperhatikan beberapa
prinsip berikut ini:
a. Relevansi
Program pembelajaran anak usia dini harus relevan dengan kebutuhan dan
perkembangan anak secara individu
b. Adaptasi
Program pembelajaran anak usia dini harus memperhatikan dan mengadaptasi
perubahan psikologis, IPTEK, dan Seni.
c. Kontinuitas
Program pembelajaran anak usia dini harus disusun secara berkelanjutan antara
satu tahapan perkembangan ke tahapan perkembangan berikutnya dalam rangka
mempersiapkan anak memasuki pendidikan selanjutnya
d. Fleksibilitas
Program pembelajaran anak usia dini harus dipahami, dipergunakan dan
dikembangakan secara fleksibel sesuai dengan keunikan dan kebutuhan anak serta
kondisi lembaga penyelenggara
e. Kepraktisan dan Akseptabilitas
Program pembelajaran anak usia dini harus memberikan kemudahan bagi praktisi
dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendidikan pada anak usia dini.
f.
Kelayakan (feasibility)
Program pembelajaran anak usia dini harus menunjukkan kelayakan dan
keberpihakan pada anak usia dini.
g. Akuntabilitas
Program pembelajaran anak usia dini harus dapat dipertanggungjawabkan pada
masyarakat sebagai pengguna jasa pendidikan anak usia dini
13
2.
Pendekatan Pengembangan
Pengembangan
program
pembelajaran
anak
usia
dini
juga
harus
memperhatikan berbagai pendekatan berikut ini:
a. Pendekatan Holistik dan Terpadu
Pengembangan program pembelajaran dan isi program didalamnya hendaknya
dapat mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan, potensi kecerdasan jamak
serta berbagai aspek kebutuhan anak usia dini lainnya seperti kesehatan dan gizi
secara holistik dan terpadu. Sebagai konsekuensinya, identifikasi dan pemetaan
kompetensi harus disusun dan diorganisasikan sesuai dengan perkembangan dan
analisis kebutuhan anak usia dini.
b. Pendekatan Ragam Budaya (Multiculture approach)
Pengembangan program pembelajaran anak usia dini harus memperhatikan
lingkungan sosial dan budaya yang ada di sekitar anak, maupun
yang mungkin
dialami anak pada perkembangan berikutnya.
Pendekatan multi budaya akan memberikan konsekuensi pentingnya cakupan isi
program yang dihadapi untuk mengakomodasi pemahaman anak pada kebiasaan,
budaya dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan budaya-budaya lain yang terdapat
di Indonesia maupun budaya global.
c. Pendekatan Konstruktivisme (Constructivism Approach)
Program pembelajaran anak usia dini hendaknya mengacu pada pendekatan
konstruktivisme yang beranggapan bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya.
Untuk itu isi program pembelajaran harus dapat memberikan peluang bagi anak untuk
belajar sesuai dengan minat, motivasi dan kebutuhannya. Hal ini akan berdampak
pada proses pembelajaran yang berpusat pada anak, yang diwarnai dengan adanya
kebebasan untuk bereksplorasi dalam rangka mencari dan menemukan sendiri
pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya.
d. Pendekatan program pembelajaran bermain kreatif (Play based curriculum
approach)
Filosofi dan teori program pembelajaran bermain kreatif didasarkan pada 4
(empat) hal, yaitu: (1) bagaimana anak membangun kemampuan sosial dan emosional,
(2) bagaimana anak belajar untuk berpikir, (3) bagaimana anak mengembangkan
kemampuan fisik serta (4) bagaimana anak berkembang melalui budaya anak.
3.
Prinsip Pelaksanaan
14
Comment [UNJ15]: Pendekatan pengembangan
di TK/RA sama dengan PAUD, hanya saja TK/RA
fokus pada usia 4 – 6 tahun.
Dalam pelaksanaan Program Pembelajaran pada pendidikan anak usia dini
menggunakan prinsip sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Program Pembelajaran didasarkan pada potensi, perkembangan dan
kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang
bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara
bebas, dinamis dan menyenangkan.
b. Program Pembelajaran dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar,
yaitu : 1) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2)
belajar untuk memahami dan menghayati, 3) belajar untuk mampu melaksanakan
dan berbuat secara efektif, 4) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk
orang lain dan 5) belajar untuk membangun menemukan jati diri, melalui proses
pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan Program Pembelajaran memungkinkan peserta didik mendapat
pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan dan atau percepatan sesuai dengan
potensi, tahap perkembangan dan kondisi peserta didik dengan tetap
memperhatikan
keterpaduan
pengembangan
pribadi
peserta
didik
yang
berdimensi ke Tuhanan, individual, kesosialan, dan moral.
d. Program Pembelajaran dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan
pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka dan hangat,
dengan prinsip tut wuri handayani, ing madya mangunkarsa, ing ngarsa sung
tulado (bahasa Jawa yang berarti : di belakang memberikan daya dan kekuatan, di
tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan contoh dan
teladan).
e. Program Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multi
strategi dan multi media, sumber belajar, dan teknologi yang memadai dan
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
f.
Program Pembelajaran dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam,
sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan
muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
E. Prinsip Penyusunan Rencana Pembelajaran
1.
Sesuai dengan tahap perkembangan anak
15
Rencana pembelajaran disusun untuk memberikan panduan dalam menyiapkan
kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak. Dengan kata lain
penyusunan rencana pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
anak. Rencana pembelajaran yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak
tidak atau kurang memberi manfaat bagi pengembangan kemampuan anak.
Sebagai contoh untuk kelompok anak usia 2 tahun yang sudah dapat berjalan
dengan lancar, rencana pembelajaran yang berisi latihan berdiri tentunya tidak
menantang anak untuk berkembang lebih lanjut. Sebaliknya untuk kelompok anak
tersebut yang belum mengenal warna, kegiatan untuk membuat pola warna tidak akan
dapat dicapai anak.
Mengetahui tahap perkembangan kelompok usia anak dapat merujuk pada Standar
Perkembangan.
2.
Memenuhi kebutuhan belajar anak
Selain memperhatikan tahap perkembangan anak, rencana pembelajaran juga
harus dapat memenuhi kebutuhan belajar anak secara individu karena setiap anak
memiliki gaya belajar yang berbeda. Meskipun pada umumnya anak pada kelompok
usia tertentu ada dalam tahap perkembangan yang sama, tetapi pada kenyataannya
setiap anak memiliki kekhasan masing-masing. Oleh karena itu dalam menyusun
rencana pembelajaran perlu juga memperhatikan kekhasan anak secara individu.
Memahami kekhasan dan kebutuhan pembelajaran masing-masing anak dapat
dilakukan melalui Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) di saat anak baru masuk
program, atau dengan cara mengamati saat anak main. DDTK adalah sekelompok
instrumen yang digunakan untuk mendeteksi tahap perkembangan anak. Apabila
perencanaan pembelajaran disusun setelah dilakukan penilaian, maka hasil penilaian
perkembangan anak dapat dijadikan dasar untuk membuat perencanaan pembelajaran
berikutnya.
3.
Menyeluruh (meliputi semua aspek perkembangan)
Rencana pembelajaran yang disusun harus mencakup semua aspek perkembangan
anak yang meliputi: moral dan nilai-nilai agama, sosial, emosional, dan kemandirian,
bahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni sebagai satu kesatuan kegiatan pembelajaran
yang menyenangkan. Pada pendidikan anak usia dini pengembangan setiap aspek
perkembangan disampaikan dalam kegiatan pembelajaran yang terpadu dengan
menggunakan tema. Contoh: dengan tema pembelajaran ”Aku”, aspek yang
16
Comment [UNJ16]: DDTK dapat diperoleh dari
departemen kesehatan.. untuk melakukan DDTK
pendidik perlu mendapatkan pelatihan untuk
menggunakan instrumen DDTK
dikembangkan mencakup moral dan nilai-nilai agama (mengenal aku sebagai ciptaan
Tuhan), bahasa (menambah kosa kata tentang aku, menceritakan keluargaku, dll),
kognitif (menghitung jumlah anggota tubuh), sosial emosional (mengenal kesukaan
dan ketidaksukaanku), dan seterusnya.
4.
Operasional
a. Tujuan jelas dan dapat diukur
Perencanaan yang dibuat harus berisi tujuan yang jelas dan ingin dicapai dalam
pembelajaran. Seperti yang dipaparkan di depan, tujuan yang ingin dicapai mencakup
pengembangan semua kemampuan anak. Penetapan indikator yang ingin dicapai
dalam rencana pembelajaran harus bertahap dan berkelanjutan, dimulai dari indikator
paling sederhana, konkrit ke yang lebih rumit. Jumlah indikator yang ditetapkan
dalam tujuan pun harus dibatasi sesuai dengan kemampuan.
Tujuan yang dituangkan dalam rencana pembelajaran pun harus dapat terukur,
konkrit, dan dapat diamati. Contoh perumusan tujuan: Untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa anak (Tujuan masih umum belum kongkrit). Bandingkan
dengan tujuan berikut ini; Anak mampu menjawab pertanyaan dengan tepat (lebih
kongkrit/terukur).
b. Dapat dilaksanakan
Perencanaan disusun sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran, karena itu
penyusunan rencana pembelajaran harus dipastikan dapat diterapkan dalam
pembelajaran yang menyenangkan bagi anak. Agar perencanaan dapat laksanakan
maka harus memperhatikan sumber daya yang ada (SDM, sarana dan prasarana,
lingkungan/muatan lokal), serta sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
5.
Mengoptimalkan potensi lingkungan
Salah satu tujuan PAUD adalah mengembangkan kemampuan anak dalam
mengenal lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain anak diharapkan peka terhadap
lingkungan tempat tinggalnya. Anak dapat melihat lingkungan sebagai pusat sumber
belajar, sebagai potensi yang harus dioptimalkan dan sebagai wahana yang harus
dijaga kelestariannya. Karena itu pengembangan rencana belajar untuk PAUD harus
berakar pada lingkungan yang ada di sekitar anak.
17
Lingkungan yang dimaksud disini meliputi, lingkungan fisik yakni orang-orang
yang ada di sekitar anak (guru, pengelola, orang tua, masyarakat), benda-benda,
tumbuhan, binatang, dan bangunan sekitarnya, cuaca, alam sekitar. Selain lingkungan
fisk juga perlu memperhatikan lingkungan non fisik, yakni adat, budaya, nilai-nilai
keagamaan, seni, bahasa, dan lainnya.
Lingkungan fisik maupun non fisik tersebut diatas menjadi sumber belajar yang
tidak ada habisnya untuk diolah menjadi bagian dari perencanaan pembelajaran bagi
anak usia dini.
Contoh:
Tema Tempat Beribadah,
Sub tema:: Masjid
Kegiatan yang akan dilaksanakan:
- Mendiskusikan perilaku yang diharapkan selama ada di masjid, kegiatankegiatan yang dapat dilakukan di masjid.
- Mengajak anak langsung mengunjungi masjid untuk mengamati seluruh
bagian bangunan masjid.
- Memberi kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pengalamannya
tentang masjid kedalam kegiatan-kegiatan seperti: melukis, menggambar,
menyusun balok, bermain pasir, membentuk dengan playdough, menggunting,
menyusun puzle, dll.
Mengoptimalkan potensi lingkungan juga dapat diartikan dengan memanfaatkan
semua benda dan alat yang ada di lingkungan sebagai APE yang dapat dikembangkan
sendiri oleh guru bersama anak sebagai salah satu alternatif mengatasi kekurangan
atau keterbatasan APE yang dimiliki.
F. Pengembangan Perencanaan Program Pembelajaran
1.
Perencanaan semester
Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yang dipetakan
berisi jaringan tema, bidang pengembangan, kompetensi dasar, hasil belajar,
dan indikator yang ditata secara urut dan sistematis, alokasi waktu yang
diperlukan untuk setiap jaringan tema, dan sebarannya ke dalam semester 1
dan 2.
18
Langkah-langkah pengembangan program semester, sebagai berikut:
Mempelajari dokumen Kurikulum, yakni
dan standar perkembangan
dasar.
Menentukan tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi
tersebut untuk setiap kelompok dalam satu semester.
Membuat “Matriks Hubungan Kompetensi Dasar dengan Tema”. Dalam
langkah ini yang harus dilakukan adalah memasukkan hasil belajar
dan/atau indikator ke dalam jaringan tema.
Menetapkan pemetaan jaringan tema dengan memperhatikan keleluasaan
cakupan pembahasan tema dan sub-sub tema serta minggu efektif sekolah,
sesuai dengan alokasi waktu yang ditetapkan.
Berikut ini disajikan contoh tema dan alokasi waktu
Tema Semester 1
No.
Tema
Perkiraan Waktu*
1
Diri Sendiri
3 minggu
2
Lingkunganku
4 minggu
3
Kebutuhanku
4 minggu
4
Binatang
3 minggu
5
Tanaman
3 minggu
JUMLAH
17 minggu
Tema Semester 2
No.
Tema
Alokasi Waktu
1
Rekreasi
4 minggu
2
Pekerjaan
3 minggu
3
Air, udara, dan api
2 minggu
4
Alat komunikasi
2 minggu
5
Tanah airku
3 minggu
6
Alam semesta
3 minggu
JUMLAH
17 minggu
19
Catatan:
Antara minggu ke-8 dan ke-9 pada semester I dan II diadakan kegiatan tengah
semester selama 4 hari, misalnya kegiatan pekan olah raga dan seni (Porseni),
karyawisata/rekreasi, lomba kreatifitas, bazaar, dan kegiatan lainnya.
Kegiatan tengah semester ini dimaksudkan untuk mengembangkan bakat, kepribadian,
prestasi dan kreatifitas peserta didik dalam rangka pengembangan pendidikan anak
seutuhnya.
2.
Pengembangan tema
Pada awal tahun pelajaran, penentukan tema yang akan dibahas dalam satu tahun
sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan setempat. Beberapa dalam menentukan
tema :
a. Mengidentifikasi tema yang sesuai dengan hasil belajar dan indikator dalam
standar isi Menata dan mengurutkan tema berdasarkan prinsip-prinsip pemilihan
tema.
b. Menjabarkan tema ke dalam sub-sub tema agar cakupan tema lebih terurai.
c. Diri Sendiri
d. Lingkunganku
e. Kebutuhanku
f.
Binatang
g. Tanaman
h. Rekreasi
i.
Pekerjaan
j.
Air, Udara, dan Api
k. Alat Komunikasi
l.
Tanah Airku
m. Alam Semesta
Tema-tema di atas merupakan contoh dan dapat dibuat tema lain atau
dikembangkan berdasarkan kondisi daerah dan kemampuan masing-masing lembaga
sesuai dengan prinsip-prinsip penentuan tema, demikian pula dalam penentuan
perkiraan waktu untuk setiap tema.
20
Selain tema-tema tersebut di atas, apabila terjadi peristiwa atau kejadian di sekitar
anak pada saat pembelajaran berlangsung hendaknya dimasukkan dalam pembelajaran
walaupun tidak sesuai dengan tema yang dipilih pada hari itu.
3.
Perencanaan mingguan
Perencanaan mingguan disusun dalam bentuk satuan kegiatan mingguan (SKM).
SKM merupakan penjabaran dari perencanaan semester yang berisi kegiatan-kegiatan
dalam rangka mencapai indikator yang telah direncanakan dalam satu minggu sesuai
dengan keluasan pembahasan tema dan subtema.
Perencanaan mingguan dapat disusun dalam bentuk, antara lain satuan kegiatan
mingguan (SKM) model pembelajaran kelompok, dengan kegiatan pengaman, satuan
kegiatan mingguan (SKM) model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan dan
satuan kegiatan mingguan (SKM) model pembelajaran berdasarkan minat.
a. SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman
1) Komponen SKM model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman
adalah sebagai berikut
a) Tema dan sub tema.
b) Alokasi waktu.
c) Aspek pengembangan.
d) Kegiatan per aspek pengembangan.
2) Langkah-langkah pengembangan SKM model pembelajaran kelompok dengan
kegiatan pengaman adalah sebagai berikut:
a) Menjabarkan tema dan merinci subtema.
b) Membuat matrik hubungan antara tema, subtema dengan kegiatan.
c) Menjabarkan indikator menjadi kegiatan-kegiatan pada bidang
d) pengembangan dalam program semester.
b. SKM model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan
1) Komponen SKM model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan adalah
sebagai berikut:
a) Tema dan sub tema.
b) Alokasi waktu.
21
c) Aspek pengembangan.
d) Kegiatan per aspek pengembangan.
2) Langkah-langkah pengembangan SKM model pembelajaran dengan sudut
kegiatan adalah sebagai berikut:
a) menjabarkan tema dan merinci subtema.
b) membuat matrik hubungan antara tema, subtema dengan kegiatan.
c) menjabarkan indikator menjadi kegiatan-kegiatan dan dimasukkan dalam area
c. SKM model pembelajaran berdasarkan minat
1) Komponen SKM model pembelajaran berdasarkan minat adalah sebagai berikut:
a) Tema dan sub tema.
b) Alokasi waktu.
c) Aspek pengembangan.
d) Kegiatan per aspek pengembangan.
2) Langkah-langkah pengembangan SKM model pembelajaran berdasarkan minat
adalah sebagai berikut:
a) menjabarkan tema dan merinci subtema.
b) membuat matrik hubungan antara tema, subtema dengan kegiatan.
c) menjabarkan indikator menjadi kegiatan-kegiatan dan dimasukkan dalam area
4.
Perencanaan harian
Perencanaan harian disusun dalam bentuk satuan kegiatan harian (SKH). SKH
merupakan penjabaran dari satuan kegiatan mingguan (SKM). SKH memuat
kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual,
kelompok, maupun klasikal dalam satu hari. SKH terdiri atas kegiatan awal,
kegiatan inti, istirahat/makan, dan kegiatan akhir.
Kegiatan awal merupakan kegiatan untuk pemanasan dan dilaksanakan secara
klasikal. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain, misalnya berdoa/mengucap
salam, membicarakan tema atau subtema, dan sebagainya.
Kegiatan inti merupakan kegiatan yang dapat mengaktifkan perhatian,
kemampuan, sosial dan emosional anak. Kegiatan ini dapat dicapai melalui
22
kegiatan yang memberi kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan
bereksperimen sehingga dapat memunculkan inisiatif, kemandirian dan kreativitas
anak, serta kegiatan yang dapat meningkatkan pengertian-pengertian, konsentrasi
dan mengembangkan kebiasaan bekerja yang baik. Kegiatan inti merupakan
kegiatan yang dilaksanakan secara individual/ kelompok.
Istirahat/Makan
merupakan kegiatan yang digunakan untuk
mengisi
kemampuan anak yang berkaitan dengan makan, misalnya mengenalkan
kesehatan, makanan yang bergizi, tata tertib makan yang diawali dengan cuci
tangan kemudian makan dan berdoa sebelum dan sesudah makan. Setelah
kegiatan makan selesai, anak melakukan kegiatan bermain dengan alat permainan
di luar kelas dengan maksud untuk mengembangkan motorik kasar anak dan
bersosialisasi. Kegiatan ini disesuaikan dengan kemauan anak, anak makan
kemudian bermain atau sebaliknya anak bermain terlebih dahulu kemudian makan.
Kegiatan akhir merupakan kegiatan penenangan yang dilaksanakan secara
klasikal. Kegiatan yang dapat diberikan pada kegiatan akhir, misalnya
membacakan cerita dari buku, mendramatisasikan suatu cerita, mendiskusikan
tentang kegiatan satu hari atau menginformasikan kegiatan esok hari, menyanyi,
berdoa, dan sebagainya.
Satuan kegiatan harian (SKH) dapat disusun dalam bentuk, antara lain SKH
model pembelajaran kelompok, SKH pembelajaran berdasarkan minat dengan
sudut kegiatan, dan SKH pembelajaran berdasarkan minat dengan area.
a. SKH model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman
1) Komponen SKH model pembelajaran kelompok dengan kegiatan pengaman
adalah sebagai berikut:
a) Hari, tanggal, waktu.
b) Indikator.
c) Kegiatan pembelajaran.
d) Alat/sumber belajar.
e) Penilaian perkembangan peserta didik.
23
2) Langkah-langkah penyusunan SKH model pembelajaran kelompok dengan
kegiatan pengaman adalah sebagai berikut:
a) Memilih kegiatan yang sesuai dalam SKM untuk dimasukkan ke dalam
SKH. Penulisan indikator dalam SKH diberi keterangan bidang
pengembangan.
b) Merumuskan kegiatan yang sesuai untuk mencapai indikator yang dipilih
dalam SKH.
c) Memilah kegiatan ke dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan
akhir. Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajaran dibagi ke dalam
kelompok sesuai program yang direncanakan.
d) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan yang dipilih.
e) Memilih alat/sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan.
f) Menyediakan alat – alat
kegiatan pengaman dimana alat-alat tersebut
tidak sama dengan alat-alat pada kegiatan inti.
g) Memilih dan menyusun alat penilaian yang dapat mengukur ketercapaian
indikator.
b. SKH model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan
1) Komponen SKH model pembelajaran kelompok dengan sudut kegiatan
sebagai berikut:
a) Hari, tanggal, waktu.
b) Indikator.
c) Kegiatan pembelajaran.
d) Alat/sumber belajar.
e) Alat dan hasil penilaian perkembangan anak didik.
2) Langkah-langkah penyusunan SKH dengan sudut kegiatan
sebagai
berikut:
a) Memilih dan menata kegiatan ke dalam SKH.
b) Memilah kegiatan ke dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan
akhir.
24
c) Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan sudut
kegiatan yang akan dilaksanakan.
d) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan yang dipilih.
e) Memilih alat/sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan
pembelajaran yang akan dilakukan.
f) Memilih dan menyusun alat penilaian yang dapat mengukur
ketercapaian hasil belajar atau indikator.
c. SKH model pembelajaran berdasarkan minat
1) Komponen SKH model pembelajaran berdasarkan minat sebagai berikut:
a) Hari, tanggal, waktu.
b) Indikator.
c) Kegiatan pembelajaran.
d) Alat/sumber belajar.
e) Alat dan hasil penilaian perkembangan anak didik.
2) Langkah-langkah penyusunan SKH berdasarkan minat sebagai berikut:
a) Memilih kegiatan yang sesuai dengan SKM untuk dimasukkan ke dalam
SKH. Penulisan Indikator dalam SKH diberi keterangan bidang
pengembangan.
b) Merumuskan kegiatan yang sesuai untuk mencapai indikator yang dipilih
dalam SKH.
c) Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajarn disesuaikan dengan minat (area)
yang akan dilaksanakan.
d) Memilih kegiatan dalam kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.
Pada kegiatan inti, kegiatan pembelajaran dibagi ke dalam kelompok
sesuai program yang direncanakan.
e) Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan yang dipilih.
f) Memiih alat/sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran
yang akan dilakukan.
g) Memilih dan menyusun alat penilaian yang dapat mengukur ketercapaian
hasil belajar atau indikator.
IV. Penutup
25
Berdasarkan kajian dokumentasi, kajian konsep dan kajian kebijakan pelaksanaan
TK/RA dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perlu aturan yang jelas dan tegas tentang perijinan dan pembinaan antara
lembaga TK dan RA.
2. Ditemukan data tentang kompetensi guru TK/RA yang belum memahami
neouroscience, perkembangan anak, dan need assessment,. Berdasarkan temuan
tersebut, maka sebaiknya guru diberikan pelatihan yang merata mengenai
pemahaman tersebut.
3. Pada pengawas TK/RA perlu pelatihan intensif tentang ke TK/Ra-an.
4. IGRA dan IGTKI dimaksimalkan peranya dalam membantu pelaksanaan
pelatihan pengembangan kompetensi kepala dan guru TK/RA.
5. Perlunya disusun data based guru TK/RA dalam rangka peningkatan
profeisonalisme guru dan monitoring kualitas TK/RA. Pendataan dapat
dilakukan dengan melibatkan organisasi profesi guru TK/RA.
26
III. Kajian Kurikulum MI
KAJIAN DOKUMENTASI
N
O
SUB
ASPEK
1
Undangundang
2
Peraturan
Pemerint
ah
3
Peraturan
Menteri
4
5
Panduan
POS
BSN
P
Edaran
TEMUAN
ANALISIS
REKOMENDASI
 Adanya kontradiksi dalam UU
Sisdiknas antara BAB IV
Pasal 9 yang
berbunyi; ”Masyarakat
berkewajiban memberikan
dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan”
Vs BAB VIII Pasal 34 (2)
yang berbunyi; ”Pemerintah
dan Pemerintah Daerah
menjamin terselenggaranya
wajib belajar minimal pada
jenjang pendidikan dasar tanpa
memungut biaya”
 UU RI No.20/2003 BAB XII
Pasal 49(1)
 UU RI No.20/2003 Pasal 46 (1)
Penyelenggara pendidikan
dilema untuk melaksanakan
UU tersebut dan terjadi tarikmenarik antara tuntutan
kualitas dan sumber dana yang
kurang memadai karena
dilarang melakukan pungutan
biaya
Pemerintah meninjau Comment [u17]: Pemerintah harus
ulang dan mencermati merealisasikan dana pendidikan minimal 20% dari
APBN dan minimal 20% dari APBD selain gaji
kembali
pendidikan dan biaya pendidikan kedinasan.
nomenklatur ”...tanpa
Comment [u18]: Pendanaan pendidikan menjadi
memungut biaya...” Pada
tanggung jawab bersama anatara Pemerintah,
BAB VIII Pasal 34 (2)pemerintah daerah, dan masyarakat.
 Adanya kontradiksi antara PP
No 19 Th. 2005 Pasal 10
(1&2) yang
menyatakan ”Beban belajar
untuk SD/MI...sesuai
kebutuhan dan ciri khas
masing-masing Vs Permen
diknas 22 Th 2006 Tentang
struktur kurikulum point (d)
yang berbunyi; ”Jam
pembelajaran untuk setiap
mata pelajaran..menambah
maksimum 4 jam
pembelajaran per minggu
secara keseluruhan.
 PP No.55/2007 Pasal 3 (2)
 Sebagian madrasah proses
pembelajaran yang sangat
beragam dan kreatif untuk
menuntaskan mata
pelajaran tertentu yang
kekurangan jam tatap muka
perminggu. Sebagian lagi
yang mengacu pada struktur
yang ada dan tanpa ada
keberanian melakukan
inovasi
 Terjadi pengelabuan
informasi dimana sekolah
tidak memiliki keberanian
untuk menuliskan jumlah
jam yang sebenarnya.
 Pemerintah
memberikan
keleluasaan untuk
menambah atau
mengembangkan jam
Rekomendasi:
tatap muka untuk setiap
Pemerintah segera mensosialisasikan Kep. Mendagri
mata pelajaran
No 55 Th. 2007 mengenai kesetaraan anggaran
 Tambahan
untuk sekolah dan madrasah.
 Meninjau kembali
Comment [u20]: Sekolah diberi peran dan
Permen 22 tahun 2006
keleluasaan untuk mendisain struktur kurikulum dan
Struktur yang
jam tatap muka.
membatasi penambahan
Comment [u19]: Tentang pendidikan agama dan
jam pembelajaran keagamaan yaitu “Pengelolaan pendidikan agama
hanya 4 jam
menjadi tanggung jawab Menteri Agama”.
 Belum adanya kejelasan
informasi terkait pelaksanaan
ujian akhir semester kelas VI
 dan mekanisme pengambilan
nilai semester 12 (semester 2
kelas VI)
 Belum adanya kejelasan untuk
menentukan passing grade di
tingkat MI
Guru merasa galau dan
kesulitan untuk menentukan
passing grade kelulusan.

 Edaran Dirjen PAIS tentang
Standar Kompetensi Lulusan
7,5
Guru dan masyarakat
pengguna pendidikan merasa
resah
Analisis:
Pada tataran kebijakan madrasah termasuk MI
diposisikan diskriminatif dalam anggaran APBD,
baik menyangkut sarana prasarana, bahan ajar, dan
kesejahteraan guru karena mengacu pada Edaran
Mendagri No. 903/2429/SJ Tanggal 21 September
2005 tentang pedoman penyusunan APBD. Padahal
sudah ada edaran Dirjen No. 903/210/BAKD,yang
menyebutkan
“Untuk menyukseskan program wajib belajar
Sembilan tahun…penyediaan kredit anggaran
melalui APBD untuk mendanai kegiatan proses
belajar pada sekolah yang dikelola masyarakat
termasuk yang berbasis keagamaan seperti madrasah
Ibtidaiyah….”
kemudian diperkuat dengan Kep.Mendagri No.55
Th 2007 yang menjelaskan bahwa anggaran untuk
madrasah dan sekolah diposisikan setara atau sejajar
tanpa adanya diskriminasi.
Temuan :
Adanya temuan pada beberapa lembaga pendidikan
yang ter indikasi inklusivisme dan eklusivisme.
Perlu juknis untuk Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang
memperkuat dan menyimpulkan bahwa militansi dan eklusifisme
pada sekolah umum,
memberikan uraian terjadi
Indikasi inklusivisme lebih mengarah pada
penegasan dalam bagaimana agama maupun kepercayaan disejajarkan
penyelenggarakan dan bersentuhan dengan wilayah aqidah/keyakinan
UASBN
 Perlu kesepakatan Analisis:
Konten dan Pelaksanaan pendidikan agama dan
bersama dalam
keagamaan pada sekolah umum harus terkoordinasi
menentukan kriteriadengan Departemen Agama.
passing grade pada
Rekomendasi:
tingkat wilayah
Semua Intansi di bawah Departemen Pendidikan
Pemerintah agar lebih Nasional harus menacu pada PP No.55/2007
cermat dan hati-hati dalam
Comment [u21]: Tambahan:
membuat dan menerbitkan
seperti yang diedarkan pada tahun-tahun
sebelumnya.
27
edaran untuk masyarakat
pendidikan
KAJIAN KONSEP
N
O
1
2
ASPEK
TEMUAN
ANALISIS
Struktur
kurikulum
dan Beban
Belajar
 Struktur kurikulum terlalu luas
dan melebar, sehingga
pembelajaran tidak bisa
dikembangkan secara
mendalam
 Terlalu banyaknya
pelajaran mengakibatkan
siswa sulit fokus
penguasaan materi.
Sehingga anak tidak dapat
menguasai pelajaran secara
mendalam dan tidak
maksimal
Kalender
Pendidika
n
 Kalender pendidikan masih
menginduk ke diknas
3
Silabus
dan RPP
4
Mata
Pelajaran
 Mayoritas guru belum kreatif
untuk mengembangkan
silabus/RPP kurang mandiri
(copy paste)
 Tambahan-)
 Sering berubahnya
pengistilahan mata pelajaran
 Guru di madrasah belum
bisa merancang kalender
pendidikan secara mandiri
sehingga harus mengadopsi
kalender yang ada
 Adanya beberapa contoh
silabus dan RPP yang
mudah diakses membuat
guru kurang inovatif
 Perubahan nama mata
pelajaran tersebut tanpa
menyentuh makna substansi
mata pelajaran tersebut
REKOMENDASI
 Mengurangi muatan
mata pelajaran.
Comment [u24]: Mata pelajaran tertentu, bisa
 Pelajaran tertentu dilakukan dengan cara tugas mandiri atau test out
digabungkan sesuaisystem seperti; Penjas Olah Raga dan Kesehatan dan
Seni Budaya dan Keterampilan, bila perlu
dengan rumpun mata
kwarganegaraan dikategorikan sebagai
pelajaran tanpa
pengembangan diri.
menghilangkan
substansi dan pesanAndreas H: Sekat-sekat pembatasan kurikulum
merupakan pembodohan anak bangsa.
moral mata pelajaran
Comment [u23]: Lihat kurikulum nasional
tersebut
Belanda, Ingris, Malaysia, dan Amerika
 Perlu adanya payung
hukum bagi madrasah
untuk melakukan
inovasi dan
pengembangan
madrasah
 Perlu adanya pelatihan
peningkatan mutu
profesionalisme guru
 Perlunya pelatihan
peningkatan SDM guru
terutama untuk
Comment [u22]: Langkah-langkah dan
mengembangkan komponen silabus maupun RPP terlalu banyak, perlu
silabus dan RPP dibuat simple
Temuan: Guru terlalu disibukkan oleh perangkat
 Perlu adanya
administratif sehingga terlalu letih untuk melakukan
inovasi setrategi pembelajaran.
konsistensi penamaan
mata pelajaran
Rekomendasi:
Format dan dan komponen Silabus/RPP
disederhanakan. Guru diberi kewenangan penuh
untuk mendesain silabus/RPP tanpa menghilangkan
substansi
KAJIAN PELAKSANAAN
1
Pengemba
ngan visi
dan misi
sekolah

Visi misi di beberapa
madrasah belum mencakup
secara holistik
Perumusan dilakukan tanpa
melibatkan stake-holder,
sehingga masih parsial dan
kurang fokus


2
Penentuan
struktur
kurikulum

Jam pelajaran al- Qur‟an
yang tersedia kurang
memadai (hanya 2 jam),
 kenyataan di lapangan
banyak madrasah yang
kreatif menyiasati

Perlu peningkatan
peran serta
masyarakat dalam
merumuskan visiComment
dan
[u25]: Sekolah diganti dengan
misi madrasah madrasah
Meningkatkan
profesionalisme guru
dengan melakukan
pelatihan terkait
dengan
pengembangan
KTSP
Perlu adanya
28
3
Pengemba
ngan
program
kegiatan
dan
pengemba
ngan diri
(BK dan
Ekskul)


Dibeberapa madrasah masih
belum memiliki guru olah
raga dan BK
Pengemba
ngan diri
(mulok,
penyusun
an
silabus,
dan
penyusun
an RPP)

Langkanya guru mulok
bahasa jawa
Tidak adanya standarisasi
kompetensi mulok setiap
daerah (bahasa daerah)
masih kurang tergerak
untuk membuat silabus atau
RPP, terlebih lagi sudah
banyak silabus atau RPP
yang siap saji dari beberapa
penerbit dan sekolah lain
yang notabene lebih maju.
Untuk pengembangan
silabus Bahasa arab, Bahasa
Inggris, dan mulok
menemukan kesulitan
karena guru harus
merancang dan mendisain
SK dan KD secara mandiri

4



Kegiatan pengembangan
diri masih kering dari
kebutuhan bermain anak
Minimnya sarana dan
prasarana pendukung
kegiatan ekskul
5
Pelaksana
an
pembelaja
rn
(Strategi,
metode,
dan media
pembelaja
rn di kelas
dan luar
kelas
 Terbatasnya sarana dan media
pembelajaran
 Penggunanaan alat peraga
belum maksimal karena belum
memahami penggunaannya
 Guru belum maksimal
mempraktekkan setrategi
pembelajaran
6
Evaluasi
(penilaian
 Beragamnya aspek penilaian
dalam administrasi kelas
kekurangan jam mata
pelajaran al-Qur‟an dengan
menggunakan jam nol
(sebelum jam pertama, 30
menit jam pertama,
melakukan tutor sebaya, dan
lain-lain, contoh di MIN
Jejeran, MIN Sindutan, MI
Maarif Bego, MI Jappi, MI
Al Islami, MI Istiqomah
Sambas, MI Pembangunan
UIN, dll)

penambahan jam
pada mata pelajaran
al- Qur‟an
Madrasah perlu
dimotivasi untuk
melakukan inovasi
dalam menyiasati
kekurangan jam tatap
muka
Guru di madrasah masih belum
komprehensip memahami
 Perlu adanya sosialisasi
konsep pengembangan diri,
atau informasi tambahan
diperparah lagi dengan
baik secara tertulis atau
minimnya sarana dan
pembinaan langsung
prasarana serta SDM yang
dari pemerintah terkait
kurang memadai
dengan pengembangan
diri
 Pemerintah
mengidentifikasi dan
menempatkan guru BK
dan olah raga sesuai
kebutuhan madrasah.
Yogya sebagai representasi
daerah dan kota pendidikan di
 mensosialisasi kan
Indonesia masih kekurangan
buku panduan
guru mulok yang kompeten
pengembangan
sesuai dengan potensi daerah,
dilengkapi dengan
contoh MIN Yogja II yang
contoh silabus dan
terdapat pembelajaran
RPP yang
membatik masih mengundang
representatif ,
guru tamu.
pleksibel, dan simpel.
 mengadakan pelatihan
pengembangan silabus
dan RPP
 Pemerintah daerah
perlu manggali potensi
daerah dan
mempersiapkan guru
yang kompeten untuk
mengembangkan dan
memberdayakan mapel
mulok
Adanya tuntutan
 Perlu pelatihan
profesionalisme untuk
setrategi dan teknologi
melakukan pembelajaran yang
pembelajaran
menarik di satu sisi dengan
tuntutan tugas administrasif
yang semakin menumpuk
sehingga guru merasa
terbebani dan tidak maksimal
melakukan inovasi dan
improvisasi.
 Perubahan sistem penilaian
secara cepat dan banyaknya
 Perlu adanya
kesepakatan untuk
29
harian,
akhir
tahun,
dan ujian
sekolah)
7
sehingga sebagian guru masih
merasa kesulitan
 Instrumen penilaian setiap
aspek mata pelajaran terutama
mapel Bahasa di kelas
menemui kesulitan
 Adanya kebijakan perubahan
sistem penilaian yang terlalu
cepat
aspek penilaian sehingga
guru disibukkan oleh
perangkat administratif
Evaluasi pembelajaran kurang
terukur karena penilaian proses
tidak dilakukan secara
maksimal. Hal ini diperjelas
dengan jomplangnya hasil
ulangan harian, rapor dengan
hasil ujian bersama
menentukan aspek
penilaian dan
penyederhanaan
penilaian
 Adanya payung
hukum yang
memberi
keleluasaan untuk
melakukan,
mendesain, dan
membagikan hasil
penilaian
akhir/rapor.
 Ada pelatihan
pembuatan
instruman soal dan
kisi-kisi
Pengemb
angan
SDM
Comment [u26]:
Temuan:
Masih banyak ditemukan guru dan karyawan yang
kurang bermutu
Analisis:
Kualitas madrasah masih terpuruk karena ditangani
oleh guru yang tidak profesional
Rekomendasi:
Segera dilakukan rekrutmen guru yang standar
sesuai peraturan yang berlaku
Pemerintah memfasilitasi pelatihan peningkatan
profesionailsme guru
Comment [u27]:
Temuan:
Masih banyak Kepala madrasah tidak memiliki
kemampuan menejerial kepemimpinan
Analisis:
Kepala madrasah kurang kreatif dan lemah dalam
penanganan pengelolaan
Rekomendasi:
Perlu pengangkatan kepala madrasah dengan seleksi
yang ketat melalui tes kepatutan dan kelayakan
Perlu peningkatan kemempuan profesionalisme
melalui pelatihan dan workshop
Comment [u28]:
Temuan:
Pengawas di lingkungan depag banyak yang belum
memenuhi kualifikasi dan kompetensi
Adanya beberapa pengawas yang tidak bisa
menjalankan tugas dengan baik karena tidak adanya
kemampuan dan keberaian
Analisis:
Adanya tuntutan profesionalisme, kualitas, dan
beberapa kebijakan yang ada (UU, PP, Permen,
Pergub/perbup, Edaran dan lain-lain
Rekomendasi:
Perlu adanya sosialisasi dan implementasi kebijakan
yang berlaku tentang pengawas
Perlu adanya seleksi pengawas yang bermutu dan
pembinaan SDM yang memadai
30
IV. Kajian Pelaksanaan SD Terpadu
1. Studi Dokumentasi
No
Aspek
Temuan/Analisis
Rekomendasi
.
1
UU Sisdiknas No.

20, 2003

Belum ada penjelasan konsep SD
 Untuk menyamakan persepsi
Terpadu
diperlukan diktum tentang SD
Secara substansi UUSPN sudah
Terpadu
membicarakan tentang SD
Terpadu namun belum ada pasal
tertentu yang mengatur
pelaksanaan SD Terpadu
2
Peraturan

PP hanya secara implisit
Pemerintah No.
menggambarkan keterpaduan
19 tahun 2005
dalam pengembangan fisik dan
psikis

 PP perlu secara tegas dan eksplisit
menjelaskan tentang proses
pembelajaran terpadu
 Perlu 8 standar pendidikan nasional
8 standar pendidikan nasional
disesuaikan sesuai dengan
merupakan standar unum yang
karakteristik SD Terpadu
dapat digunakan oleh SD
Terpadu
3
Permen

Tidak menyebut secara tegas SD
 Permendiknas perlu menyebut
Diknas No. 22
Terpadu walaupun substansinya
secara eksplisit dan tegas tentang
tahun 2006
sudah ada
pengembangan kurikulum dan
pengelolaan/penyelenggaraan SD
Terpadu
4
Permen

Diknas No. 23
2006
Belum ada penjelasan tentang
SKL SD Terpadu


SKL hanya menjaring aspek
 Perlu merumuskan SKL untuk
sekolah terpadu dan siswa ABK
 SKL SD Terpadu harus
kognitif
memperhatikan aspek kognitif,
Pemahaman praktisi pendidikan
afektif dan psikomotorik
tentang SKL masih variatif
misalnya UASBN merupakan
syarat kelulusan siswa
 Perlu verifikasi dan resosialisasi
SKL SD Terpadu
 Nilai UASBN dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu
syarat kelulusan
31
5
Permen

Diknas No. 24
tahun 2006

Pasal 2 ayat 4 hanya menyebut
 Perlu menyebut secara eksplisit
SD, MI, SDLB.
sekolah dasar terpadu (SD, MI, SD
Pasal 7
terpadu, SDLB)
a. mengembangkan modelmodel
kurikulum
sebagai masukan BSNP
b. mengembangkan dan
mengujicobakan model
mengembangkan
 perlu menyebutkan secara eksplisit:
mengembangkan model-model
kurikulum SD Terpadu sebagai
masukan BSNP
 mengembangkan dan
mengujicobakan kurikulum
mengembangkan model kurikulum
untuk pendidikan layanan khusus
dan SD Terpadu
6
Permen

Pasal 1 menyebutkan bahwa
Diknas No. 6
satuan pendidikan dapat
tahun 2007
mengadopsi atau mengadaptasi
model kurikulum yang disusun
oleh Balitbang bersama unit
utama terkait.

 Permendiknas perlu secara tegas
menjelaskan konsep SD Terpadu
 Perlu persepsi yang sama tentang
SD terpadu, sekolah inklusi, TK/SD
satu atap
 Konsep SD Terpadu perlu
Namun Balitbang dan unit terkait
disosialisasikan, difahami dan
belum menyusun model
dilaksanakan oleh sekolah-sekolah
kurikulum terpadu
dasar di Indonesia
32
2. Kajian Konsep
Kerangka Dasar
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No.19/2005 tentang tentang Standar Nasional Pendidikan khususnya pasal 19
Permen
Diknas No. 22/2006 tentang Standar Isi
Permen Diknas
Permen
No.23/2006 ttg Standar Kompetensi Lulusan,
Diknas No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Permen No.22/2006
dan
23/2006
Struktur SD Terpadu
Struktur yang didesain untuk SD Terpadu memiliki komposisi sebagai berikut:
a. Muatan Kurikulum Depdiknas
b. Muatan Kurikulum Depag
c. Muatan Kurikulum Institusional (Life Skill= IT, Keagamaan, Ekskul, Capacity
Development)
Beban jam belajar siswa disesuaikan dengan tipologi SD Terpadu (Boarding
School, Full Day School, Half School)
Kajian Pengembangan
Konsep SD Terpadu memiliki ragam pengertian yang terjadi di lapangan.
Berdasarkan Kajian Akademik yang berpedoman pada berbagai sumber, diantaranya
dalam
Struktur Kurikulum menurut Permen No. 22/2006 tentang Standar Isi
menyatakan bahwa peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas
manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, &
olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Dengan
demikian konsep SD Terpadu memiliki kelengkapan unsur sebagai berikut:
1. Terpadu dalam bidang Desain Kurikulum
Kurikulum terpadu dikehendaki memiliki sifat akomodatif terhadap:
a. Hakikat kebutuhan anak usia SD
sesuai dengan prinsip Developmentally
Appropriate Parctice (DAP) bahwa anak usia SD membutuhkan 5 hal yang perlu
di
stimulasioleh
pendidik
di
SD,
meliputi:
Pengembangan
Kowledge,
Pengembangan Speech, Pengembangan Emosi, Pengembangan Life Skill, dan
Pengembangan Gerak/Motorik
b. Kurikulum yang memberi fungsi dasar bagi pertumbungan dan perkembangan
anak usia SD yang meliputi: Moral dan nilai-nilai agama, bahasa, fisik motorik,
sosial emosional, seni, dan kognitif.
c. Kurikulum yang memperhatikan hakikat kehidupan anak usia SD dalam konteks :
Kurikulum Terpadu/Integrated Curriculum, Kegiatan Harian Terpadu/Integrated
Day Activities, dan Pembelajaran Terpadu/ Integrated Learning
SD Terpadu
1
SD
Terpadu
2. Terpadu dalam bidang Penyusunan Silabus/RPP
Sesuai Permen No. 22/2006 ttg
meningkatkan kualitas
manusia
Standar Isi Pendidikan yg diarahkan utk
Indonesia
seutuhnya
melalui
olahhati,
2
olahpikir, olahrasa, & olahraga agar memiliki daya
saing
dlm
menghadapi
tantangan global, maka penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
disusun berdasarkan prinsip keterpaduan dengan istilah Tematik. Hal itu khusus
dilaksanakan pada kelas awal SD (kelas 1, 2, dan 3).
Hal ini didasarkan pada lndasan teori yang mengatakan bahwa anak usia SD
kelas awal memiliki pola berpikir Holistic, Eksploratif, Operasional Konkrit, dan
Kontekstual.
3. Terpadu dalam bidang Pendekatan Pembelajaran
Berdasarkan PP 19/2005 mengamanatkan bahwa pendekatan pembelajaran
khususnya di kelas 1, 2, dan 3 dengan pendekatan tematik/terpadu, yang menjadikan
tema sebagai payung dalam melakukan proses pembelajaran. Hal ini dilandasi oleh
keunggulan yan dimiliki oleh pendekatan pembelajaran terpadu sebagai berikut:
* Sesuai dengan perkembangan peserta didik (Developmentally Appropriate
Practice)
* Sesuai dengan pola berpikir anak (Holistic)
* sesuai dengan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning)
* sesuai dengan prinsip kebermaknaan dalam belajar (meaning full)
* sesuai dengan karakteristik anak yang ingin mendapatkan kegembiraan dalam
belajar (joyfull learning)
* mampu memancing siswa aktif dalam belajar (student active learning)
* menerapkan pendekatan kontekstual dalam belajar (contextual teaching and
learning)
4. Terpadu dalam bidang Pengembangan Potensi Siswa
Menurut perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan ditemukan
bahwa paradigma ilmu pendidikan perlu berubah dalam memandang peserta didik.
Saat ini paradigma baru memandang bahwa setiap siswa adalah cerdas, namun bentuk
kecerdasannyalah yang berbeda antara siswa satu dengan yang lain. dengan demikian
bahwa tidak ada lagi pengkategorian anak cerdas, pandai, bodoh, dan ideot.
Menurut Daniel Golman, mengatakan bahwa IQ yang tinggi hanya
berkontribusi 20 % saja terhadap keberhasilan hidup manusia. Dengan demikian guru
perlu menstimulasi berbagai potensi lain dari setiap siswa. seperti Emotional Quotient
3
dan Spiritual Quotient yang merupakan alternatif potensi yang dapat dikembangkan
sampai (80 %).
Bentuk apresiasi terhadap hal tersebut, keterpaduan pengembangan berbagai
potensi siswa seyogianya mendapat perhatian yang sama dari setiap guru.
Termasuk dalam hal ini adalah perlunya menerapkan anjuran UNESCO
tentang Education for All, dalam wujud SD Terpadu yang menerapkan prinsip sebagai
Sekolah Inklusi. Sebab setiap anak ABK (tertentu) memiliki hak yang sama dalam
layanan pendidikan dengan anak-anak normal dalam sekolah yang sama.
5. Terpadu dalam bidang Penyelenggaraan dalam kriteria
Penyelenggaraan SD Terpadu dapat dikategorikan dalam aspek:
Fisik dan manajemen,(TK Terpadu dan SD Terpadu Satu Atap)
Penyelenggaraan Pendidikan
TK Terpadu - SD Terpadu
TK
Terpadu
SD
Terpadu
PENGEMBANGAN TK TERPADU,
SD TERPADU SATU ATAP
Tipologi, terdiri dari : (Boarding School, Full day School, Half School)
4
3. Kajian Pelaksanaan
Analisis Pelaksanaan SD Terpadu
N
o
1.
2.
Aspek/Sub
Aspek
Bidang
Desain
Kurikulum
Bidang
Penyusunan
RPP
Temuan
Masih ada paradigma
parsial dari guru SD
pada saat mengajar
Kurikulum khusus
untuk anak ABK masih
belum jelas
Kompetensi yang harus
dicapai oleh kelas 1
sampai kelas 6 SD
terlalu banyak
Alokasi waktu untuk
proses evaluasi sangat
minim, seperti untuk
melakukan remidial
Sebagian besar SD
menerapkan guru kelas
di kelas 6 (khusus DIY)
Sebagian besar SD
menerapkan guru kelas
di setiap kelas (dari
kelas 1 sampai kelas 6)
(khusus DIY)
Rotasi untuk guru kelas
6 SD sangat kurang
yang berakibat
memberatkan guru tsb
untuk menghadapi
UNAS dan SKL
Konsistensi kriteria
penilaian antara
evaluasi harian dengan
kelulusan kurang
sinergi
Sebagian besar guru
mengalami kesulitan
dalam menyusun RPP
(Tematik) khususnya
guru kelas awal SD
Guru-guru masih
mengalami kesulitan
dalam menjabarkan SK
dan KD untuk
pemetaan tema
Guru masih mengalami
kesulitan dalam sistem
penilaian dalam disain
pembelajaran tematik
Kemampuan guru
dalam menyusun
Analisis
Rekomendasi
Pelaksanaan KBM mulai
dari unsur kurikulum,
pemahaman guru,
kesanggupan melaksanakan
tugas, profesionalitas,
sampai dengan konsistensi
penilaian
antara evaluasi harian
dengan kelulusan kurang
sinergi.
Dengan demikian eksistensi
Kurikulum SD untuk dapat
melaksanakan SD Terpadu
masih kurang
memungkinkan
Pemerintah dalam hal ini Pusat
Kurikulum
Nasional
perlu
merumuskan dan menyusun
Kurikulum untuk keperluan SD
Terpadu yang memiliki sifat
akomodatif terhadap:
a. Hakikat kebutuhan anak usia
SD sesuai dengan prinsip
Developmentally Appropriate
Parctice (DAP) bahwa anak
usia SD membutuhkan 5 hal
yang perlu di stimulasi oleh
pendidik di SD, meliputi:
Pengembangan
Kowledge,
Pengembangan
Speech,
Pengembangan
Emosi,
Pengembangan Life Skill, dan
Pengembangan
Gerak/Motorik
b. Kurikulum
yang memberi
fungsi
dasar
bagi
pertumbungan
dan
perkembangan anak usia SD
yang meliputi: Moral dan
nilai-nilai agama, bahasa,
fisik
motorik,
sosial
emosional, seni, dan kognitif.
c.
Kurikulum
yang
memperhatikan
hakikat
kehidupan anak usia SD
dalam konteks : Kurikulum
Terpadu/Integrated
Curriculum, Kegiatan Harian
Terpadu/Integrated
Day
Activities, dan Pembelajaran
Terpadu/ Integrated Learning
Kondisi kemampuan guru
dalam menyusun RPP yang
meliputi:
Pemahaman
kurikulum
Kemampuan
memetakan SK,
KD dan Indikator
sampai pada
pengembangan
alat evaluasi masih
sangat lemah
Pemerintah perlu menyiapkan
panduan penyusunan RPP,
termasuk RPP Tematik/Terpadu
5
terdapat
banyak
ragam
temuan
baru untuk
melengkapi
data yang
dibutuhkan
Penjelasan
lebih lanjut
terdapat
pada
halaman 22
s.d 37
3.
4.
5.
Bidang
Pendekatan
Pembelajara
n
Bidang
Pengembang
an Potensi
Bidang
Penyelenggar
aan
pengembangan silabus
dari kompetensi dasar
ke indikator masih
kurang
SDM guru SD kelas
awal kurang mumpuni
karena kebanyakan
berpendidikan D II
Sarana dan prasarana
SD kelas awal sangat
minim
Pemahaman tentang
pembelajaran terpadu
diantara guru SD masih
kurang
Kemampuan
menggunakan alat
peraga/media
pembelajaran masih
lemah karena kurang
mendapatkan pelatihan
Penguasaan guru
terhadap model-model
pembelajaran dan
learning style masih
lemah
Guru malas
menggunakan alat
peraga dalam mengajar
di depan kelas
Banyak alat peraga
menumpuk kurang
dimanfaatkan
Apresiasi terhadap
pengembangan EQ,
SQ, dan Multiple
Intelligence kurang
dapat perhatian serius
Apresiasi terhadap
pengembangan potensi
anak (Seni, Budaya,
dan Keterampilan)
kurang didukung oleh
sarana yang
mencukupi
Kondisi peserta didik
saat ini sangat parah
dalam pembinaan
emotional quotient
(kesopanan,
keramahaan, etika, dll.)
Tenaga GPK tidak
sebanding denga
jumlah siswa ABK
kelas masih 1 guru,
belum ada
bantuan/kerjasama
dengan SDLB atau
Kompetensi pedagogik
Guru dalam kaitannya
dengan proses belajar
mengajar masih sangat
memprihatinkan
Pemerintah perlu secara serius,
rutin dan berkesinambungan
memprogramkan pendidikan
latihan kepada guru-guru dalam
hal peningkatan Kompetensi
Pedagogik.
Apresiasi terhadap berbagai
hidden excellence in
personhood (potensi
tersembunyi) para siswa
sangat kurang mendapatkan
perhatian dalam proses
belajar mengajar
Pemerintah dalam hal ini perlu
bekerjasama dengan LPTK
untuk menyelenggarakan
program pendidikan dan latihan
bagi guru dan calon guru dalam
hal Peningkatan kompetensi guru
dibidang pengembangan potensi
peserta didik
Pelaksanaan SD Terpadu
berdesain sekolah inklusi
masih banyak mengalami
kendala, dan keterbatasan
Pemerintah perlu menyiapkan
aturan operasional pelaksanaan
SD terpadu berdesain inklusi dan
kelengkapan dukungan sarana
6
Pola
pelayanan
pendidikan
dengan
layanan
khusus di
SD bagi
semua
ABK,
sudah
saatnya
tenaga pendidik lain
yang terkait
Pendidikan untuk ABK
menjadi kurang
terperhatikan dengan
baik
Terkesan anak ABK
memberatkan guru
dalam melakukan
KBM
Penyusunan soal dan
pelaksanaan tes masih
disamakan dengan anak
normal
Kecakapan guru masih
sangat lemah dalam
penyusun
pengembangan
instrumen evaluasi
untuk kebutuhan
tuntutan aspek
kompetesi tiap bidang
studi
Masih terjadi salah
penempatan guru untuk
layanan pendidikan
ABK
Perlu adanya tenaga
pendidik tambahan
(guru BK) khusus
untuk pengembangan
potensi anak dan ABK
Perlu adanya tambahan
tenaga kepenididikan
(Tenaga Administrasi)
untuk pengelolaan
manajemen di SD
Tenaga guru yang
profesional
dibidangnya sangat
minim
Sosialisasi sekolah
inkulsi sangat kurang
sehingga pihak dinas
sendiri kurang
memperhatikan
Gedung (lokal) masih
terpisah yang
menyulitkan dalam
proses KBM
Dana untuk
penyelenggaraan
kurang mendapatkan
perhatian serius
dalam bidang kurikulum,
pemahaman guru tentang
inklusi, sarana, penyusunan
perangkat RPP inklusi,
kolaborasi dengan tim
GPK.
Khusus dalam
penyelenggaraan TK SD
satu atap masih belum
dapat disleenggrakana
dengan nyata
yang komprehensif
Hal ini
dilandasi
bahwa:
semua
termasuk
ABK
memiliki
hak dan
kewajiban
yang sama
untuk
hidup dan
erkembang
secara
penuh
sesuai
dengan
potensi
yang
dimiliki
7
Dalam kelas
reguler siswa
berkesulitan
belajar seluruh
waktunya
berada/bersam
siswa tidak
berkesulitan
belajar. suasan
dalam kelas
reguler harus
diciptakan
suasana belajar
kebersamaan,
bukan suasana
belajar yang
kompetitif. Ha
ini agar siswa
yang berkesuli
belajar tidak
putus asa atau
rendag diri. gu
kelas reguler
harus
menerapkan
Individual
Education
Program kepa
semua siswa
yang
membutuhkan.
Deskripsi Kajian Lanjutan:
a. Tinjauan Aspek SD Terpadu “Tipe Boarding School”:
No.
1.
2.
Aspek Kajian
Pengelolaan Sistem
Boarding
a. Lokasi Asrama:
(perbandingan antara
gedung sekolah
dengan gedung
asrama dilihat dari
jarak, lingkungan
masyarakat, dan
penataan)
b. Sistem Pendidikan
Asrama:
* Kurikulum
* Strategi
Pembelajaran
* Media/Alat Bantu
Pembelajaran
* Metode
Pembelajaran
* Monitoring dan
Evaluasi
Pembelajaran
* Sistem Pelaporan
Perkembangan dan
Prestasi siswa
c. Fasilitas Standar
Asrama:
* Tempat Ibadah
* Perpustakaan
* Fasilitas Olah
Raga
* Layanan
Kesehatan
* Kelengkapan
konsumsi (ruang
makan, Menu, Gizi,
dll)
* Ruang serba guna
(indoor – outdoor)
* Fasilitas seni dan
budaya
d. Kapasitas per
kamar
Sistem Rekrutmen
Calon Siswa
a. Kriteria
b. Prosedur
pendaftaran
c. Jumlah Siswa yang
diterima/kelas
Temuan Implementasi
Analisis
Sarana dan prasarana berada
dalam satu lokasi dan
menyatu dalam satu
manajemen
Fasilitas ini akan dapat
difungsikan dengan baik jika
setiap komponen didukung oleh
job description dan standard
operational procedure yang
jelas
Kajian keagamamaan
dengan muatan materi
disesuaikan dengan peserta
didik
Materi kajian keagamaan
diarahkan untuk
memperkuat materi yang
dipelajari di kurikulum
sekolah.
Pelaporan prestasi kajian
keagamaan diinformasikan
secara formal
Pendekatan guru „asuh‟
mendampingi siswa dalam
aktivitas sehari-hari
Ada
Pendekatan individual menjadi
suatu keharusan dalam sistem
boarding
Rekomendasi
Perlu dibuat job
description dan
standard
operational
procedure yang
jelas
Profesionalitas dalam:
- pengelolaan
- pemeliharaan, dan
- keberlanjutan
(sustainability)
Perlu
menyediakan
tenaga terampil
dan permanen
untuk keperluan
Perlu dipersiapkan Quality
Control & Quality Assurance
Untuk tahap awal
cukup
diselenggarakan 1
atau 2 kelas
paralel
4 siswa per kamar asrama
Observasi dan interview
Standar
20 – 30 siswa (laki-laki
perempuan)/ kelas
8
3.
d. Bentuk Komitmen
yang disepakati
(Boarding dengan
Wali Siswa)
Tertulis
Sistem pengawasan terpadu
terhadap siswa (melibatkan
semua komponen penanggung
jawab)
e. Sistem Pembinan
awal Siswa Baru
Prioritas untuk target
adaptasi lingkungan asrama
Perlu melakukan pendekatan
multi dimensi dengan
pertimbangan: psikologis dan
fisiologis anak
 Akselerasi keilmuan tidak
menerapkan akselerasi
kelas
 ( Menambah yang lebih,
menguatkan yang kurang )
 Diknas& Depag:
 7, 5 jam dalam sehari ( 8
jam pelajaran = 4 sampai
5 mata pelajaran) di
lingkungan sekolah
boarding
Penyusunan jadwal dibuat
sesuai proporsi tingkat
kebutuhan mata pelajaran,
dengan tujuan
memperhitungkan rasa
jenuh, lelah, dan
sebagainya
Pembiasaan berbahasa
asing
Disesuaikan dengan visi dan
misi sekolah masing-masing:
(Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, Teknologi
Informasi, keagamaan, dll)
Desain KBM
Reguler
Sekolah :
masih terpisah antar
bidang studi, namun
ditahap penutup KBM ada
keterpaduan dengan visi
dan misi sekolah
Kebijakan kurikulum
terintegrasi dibuat dan
merupakan kebijakan
kurikulum terintegrasi.
Menerapkan joyfull
learning dan tidak pernah
aga guru marah.
Pendekatan di semester 1
ditekankan pada adaptasi
dan ketertarikan pada
kehidupan boarding
Kurikulum SD lebih
menekankan pada pembentukan
karakter, dan kecakapan hidup,
serta memberikan penguatan
materi khususnya bagi kelas
tinggi SD (4,5, dan 6)
Desain Kurikulum :
a. Kurikulum
Nasional
b. Kurikulum
Institusional
c. Desain Rencana
Pelaksanaan
Pembelajaran
4.
Desain Kegiatan
Belajar Mengajar
a. Pendekatan
Pembelajaran Terpadu
Terdapat dalam Buku
Pegangan guru
Diperlukan
kolaborasi semua
pihak untuk
merealisasikan
seluruh
kesepakatan
Dituntut kreatifitas guru untuk
menerapkan strategi
pembelajaran yang mampu
mengintegrasikan visi misi
sekolah dan suasana
pembelajaran yang
menyenangkan dan kontekstual.
Kemampuan guru untuk
9
(integrated learning)
b. Penerapan
Contextual Learning
c. Penerapan Joy Full
Learning
d. Pendekatan
Holistic
e. Penerapan Masteri
Learning
Ditekankan pada akhir
tahap pembelajaran
Siswa distimulasi untuk
dapat mengimprovisasi
integrasi materi umum
dengan agama, kondisi
lokal dan kebutuhan
institusi
Pemberian materi pelajaran
disajikan sesuai konteks
kehidupan dan lingkungan
Proses pembimbingan
daily activities secara
terpadu misalya pada saat
makan, rekreasi, kegiatan
keagamaan, bimbingan dan
penyuluhan
Pendekatan KBM senantiasa
menghindari kondisi marah
Menguatkan yang kurang
menambah yang
berkemampuan lebih
Tidak menerapkan
akselerasi kelas tapi
menerapkan akselerasi
ilmu
f. Pendekatan DAP
g. Pendekatan
Pembelajaran
Bermakna (meaning
full)
h. Desain Monitoring
& Evaluasi
5.
Desain Kegiatan
Reguler (rutin):
a. Pagi hari (sebelum
KBM di sekolah)
b. Kegiatan reguler
(KBM) di sekolah
Menanamkan Kedewasaan
dalam berpikir
Siswa hanya distimulasi
untuk mengembangkan
materi
Penanaman aqidah dan
akhlak (kejujuran,
kedewasaan, dan
kesadaran)
Menggunakan format
Standar+ porto folio prestasi
anak secara komprehensif
Pembinaan Rohani dan
jasmani
 7, 5 jam dalam sehari ( 8
jam pelajaran = 4 sampai 5
mata pelajaran) di
lingkungan sekolah
boarding
Penyusunan jadwal dibuat
sesuai proporsi tingkat
kebutuhan mata pelajaran,
mengembangkan dan
mengintegrasikan pembelajaran
melalui kelengkapan buku ajar,
kerjasama dengan guru bidang
studi lain yang disesuaikan
dengan kebutuhan siswa, lokal
dan institusi.
Suatu pendekatan yang aplikatif
dan efektif sesuai dengan
konteks dan suasana
lingkungan. Bahkan suasana
pembelajaran yang
menyenangkan akan mampu
memaksimalkan potensi peserta
didik
Pendekatan pembelajaran ini
mampu mengembangkan IQ,
EQ, SQ, dan MI
Optimalisasi kemampuan siswa
Optimalisasi potensi siswa
disesuaikan dengan
perkembangan psikologis dan
fisiologis peserta didik
Guru berfungsi sebagai
mediator, fasilitator, stimulator
dan sebagai model
Desain monev yang bersifat
deskriptif yang komprehensif
Peting untuk keseimbangan
antara IQ, EQ dan SQ
10
c. Sore hari (setelah
KBM di sekolah
selesai)
d. Malam hari (di
asrama)
6.
Program Kekhususan
dan Unggulan:
a. Pengembangan
Minat/bakat
b. Pengembangan
Karakter
dengan tujuan
memperhitungkan rasa
jenuh, lelah, dan
sebagainya
Pembiasaan berbahasa
asing
Invidual Activities
(komputer,musik, olah raga,
santai)
Invidual Activities untuk
persiapan kegiatan belajar
besok hari
Taekwondo, sepak bola,
basket,
Bahasa Asing
Club musik/seni
Menanamkan
Kemandirian, kejujuran,
kebersamaan, dan
tanggung jawab
Penanaman etika dan
moral
Pemberian waktu istirahat
kepada seluruh siswa
Peran pembina dan tutor
Pengembangan motorik dan
potensi verbal linguistik
Pemantapan program
pembentukan karakter
11
b. Tinjauan Aspek SD Terpadu Tipe “Full Day School”:.
N
o.
1.
Aspek Kajian
Pengelolaan Sistem Full Day
School
a. Pengadaan Lokal
b. Sistem Penyelenggaraan
Pendidikan Full Day School:
* Kurikulum
* Strategi Pembelajaran
* Media/Alat Bantu Pembelajaran
* Metode Pembelajaran
* Monitoring dan Evaluasi
Pembelajaran
* Sistem Pelaporan Perkembangan
dan Prestasi siswa
c. Fasilitas yang Disediaakan
d. Kapasitas per kelas
e. Kelengkapan Penunjang:
* Tempat Ibadah
* Perpustakaan
* Lapangan Olah Raga
* Layanan Kesehatan
* fasilitas seni dan budaya
* Kelengkapan konsumsi (ruang
makan,Menu,Gizi,dll)
2.
Sistem Rekrutmen Calon Siswa
a. Kriteria
b. Prosedur pendaftaran
c. Jumlah Siswa yang diterima
Temuan Implementasi
Analisis
Rekomendas
i
Banyak kendala jika TK
dan SD dalam satu gedung
Penataan lokasi belajar
TK-SD satu atap
dipandang kurang cocok,
khususnya bagi anak SD
kelas tinggi (4,5,dan 6)
 Dalam beberapa hal
kurikulum TK dengan
SD yang
berkesinambungan
 Berbasis Diknas dan
bernuansa Islam
 Menerapkan kurikulum
institusional (materi
agama PAI Diknas, tapi
diberikan
pengembangan materi
dan jam belajar)
 Terpadu dengan sarana
TK, memiliki
keuntungan dalam
kontrol dan
pemberdayaan sarana
secara bersama, efektif
dan efisien
30 siswa dengan 2 orang
guru pendamping
Sebuah penerapan
kurikulum yang cukup
baik dan efektif
Masih
diperlukan
pengakjian
lebih lanjut
untuk
merumuskan
sarana dan
prasarana SD
full day
school
Pemerintah
perlu
memfasilitasi
penyusunan
kurikulum
khusus untuk
SD full day
school
Ada
dilakukan observasi pada
saat rekrutmen siswa
baru dengan
menggunakan instrumen
observasi
menerapkan standar
umum, tanpa persyaratan
khusus
adanya program apresiasi
terhadap informasi awal
Efektivitas sarana dan
prasarana yang
berdampak pada efisiensi
dan kemudahan
manajerial
Kebijakan yang sangat
baik untuk dapat
menangani perkembangan
siswa secara optimal
Standar kelengkapan
penunjang Kegiatan
Belajar Mengajar yang
layak diadakan
Suatu kebijakan yang
kreatif yang bertujuan
untuk mengetahui entri
behaviour para calon
siswa
Membuat
Standar
Minimal
Kelengkapan
Sekolah Full
Day School
Pemeritah
akan lebih
baik jika
menyediakan
instrumen
observasi
untuk
kepertingan
penjaringan
anak yang
akan masuk
12
d. Bentuk Komitmen yang
disepakati (sistem Full Day
School dengan Wali Siswa)
e. Sistem Pembinaan awal Siswa
Baru
3.
Desain Kurikulum :
a. Kurikulum Nasional
b. Kurikulum Institusional
c. Desain Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
4.
Desain Kegiatan Belajar
Mengajar
a. Pendekatan Pembelajaran
Terpadu (integrated learning)
b. Penerapan Contextual Learning
c. Penerapan Joy Full Learning
hasil observasi
rekrutmen dalam bentuk
pengayaan, dan
pembinaan lebih lanjut
ke SD full
day school
Mengatur setting class
yang menarik sesuai
perkembangan siswa.
Memberlakukan kegiatan
yang disesuaikan dengan
perkembangan dan
kebutuhan siswa baru.
Mengkonsisikan suasana
belajar yang
menyenangkan dan rasa
aman t siswa di sekolah
Pendekatan yang
bijaksana dalam melayani
pendidikan anak usia SD
sesuai dengan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi serta dan
persoalan-persoalan
kontemporer
 Dalam beberapa hal
kurikulum TK dengan
SD yang
berkesinambungan
 Berbasis Diknas dan
bernuansa Islam
 Menerapkan kurikulum
institusional (materi
agama PAI Diknas, tapi
diberikan
pengembangan materi
dan jam belajar)
* Dibuat dengan
pendekatan Tematik
(khusus untuk kelas
awal SD) dengan
sistem guru kelas.
* Untuk RPP kelas tinggi
menerapkan semibidang
studi ( 4-5-6)
Sebuah penerapan
kurikulum yang cukup
baik dan efektif
Ada
Sesuai dengan kebijakan
pemerintah dan ilmu
pendidikan kontemporer
Dilakukan lebih dari
sekedar konsep materi,
namum prinsip ini
diimplementasikan dalam
kegiatan rutin terprogram
seperti makan siang
bersama, kegiatan apresiasi
seni, olah raga, kemping,
dan kegiatan keagamaan
Sangat memegang prinsip
belajar dengan pendekatan
menyenangkan
Suatu pendekatan yang
dapat memberikan hidden
curriculum yang
signifikan bagi
perkembangan peserta
didik
Kebijakan yang sesuai
dengan tuntutan
pemerintah dan ilmu
pendidikan kontemporer
Pembuatan
Standar
Operational
Procedure
(SOP) untuk
keperluan
para guru di
full day
school
Sesuai dengan
perkembangan dan
kebutuhan peserta didik
13
d. Pendekatan Holistic
e. Penerapan Masteri Learning
5.
f. Pendekatan Develompmentally
Appropriate Practice (DAP)
Ada
g. Pendekatan Pembelajaran
Bermakna (meaning full)
Ada
h. Desain Monitoring & Evaluasi
Menggunakan standar
nasional+ lampiran
portofolio perkembangan
akademik siswa
Desain Kegiatan Reguler (rutin):
a. Pagi hari (sebelum KBM)
b. Kegiatan reguler (KBM)
c. Siang hari (KBM setelah makan
siang sampai selesai/pulang)
6.
Ada khususnya di kelas
awal SD
Menekankan ketuntasan
materi
Program Kekhususan dan
Unggulan:
a. Pengembangan Minat/bakat
b. Pengembangan Karakter
Sesuai dengan pola
berpikir siswa
Kebijakan yang masih
sulit dalam hal
implementasinya
Pendekatan pembelajaran
yang sangat ideal, karena
mempedulikan kondisi
peserta didik dalam proses
belajar mengajar
Dalam implementasinya
akan lebih baik jika
dilengkapi dengan
instrumen yang reliable
dan Valid
Suatu kebijakan yang
komprehensif dalam
memberikan
perkembangan potensi
siswa kepada orang tua
Melaksanakan kegiatan
rutin yang bersifat
pembentukan karakter,
seperti kegiatan agama,
pembentukan sikap
tanggung jawab, disiplin,
dan kesabaran)
Reguler KBM @ 35
menit
Kelas (1 dan 2) = 4 jam
per hari
Jam 14.00 kelas (1 dan
2) pulang
Kelas (3 – 6) = 6 jam
per hari
Program kegiatan
pendidikan yang ringan
dan tidak memberatkan
siswa baik secara fisik
maupun psikis
Program yang sangat
positif untuk character
building siswa SD
* Pramuka,
* Renang,
* Out Bond
* Pengayaan Potensi
Aademik
Program Keagamaan,
Makan bersama,
Pembinaan kejujuran,
tanggung jawab, dan
kedisiplinan
Mengapresiasi Multiple
Intelligences
Pengaturan jam belajar
yang cukup
memperhatikan kebutuhan
siswa dan disesuaikan
dengan program
kurikulum institusional
Program yang cukup
memperhatikan aspirasi
siswa
Apresiasi terhadap
kebutuhan character
building sejak usia dini
14
D. Hasil yang Dicapai
1. Studi Dokumentasi :
Pemerintah perlu melengkapi landasan hukum/diktum tentang penyelenggaraan
“SD Terpadu”.
2. Kajian Konsep:
Pemerintah perlu merumuskan hakikat, karaktersitik, dan tipologi “SD Terpadu”.
3. Kajian Pelaksanaan
Pemerintah perlu menyusun panduan penyelenggaraan SD Terpadu yang meliputi:
kurikulum, penyusunan Silabus/RPP, proses pembelajaran, pelayanan dan
pengembangan potensi, serta penyelenggaraan/manajemen “SD Terpadu”.
III. PENUTUP
Kajian ini menghasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
a. muncul persepsi yang sama terhadap hakikat, karakteristik, dan tipologi SD
Terpadu
b. menghasilkan kesepakatan pentingnya penyelenggaraan SD Terpadu dalam
rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk manusia
Indonesia seutuhnya
c. menghasilkan
rumusan
rekomendasi
tentang
pentingnya
pemerintah
memunculkan diktum konsep SD Terpadu dan menyusun panduan
penyelenggaraan SD Terpadu
d. pemerintah perlu membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti rekomendasi
SD Terpadu dan penyelenggaraannya
15
V. Kajian Kebijakan Pencapaian KTSP SD
1. STUDI DOKUMENTASI
N
O.
SUB ASPEK
TEMUAN
1.
UU Nomor 20
Tahun 2003
Pasal 6 ayat 1 UU No 20/2003 :
Setiap warga negara berusia 715 th wajib mengikuti
pendidikan dasar
Pelaksanaan UASBN
bertentangan dengan prinsip
pelaksanaan wajar tersebut
Aggaran pendidikan di
Indinesia baru ± 12 %,
bertentangan dengan Pasal 49
ayat (1) UU No.20/2003 : dana
pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal 20 % dari
APBN & APBD
3.
PP Nomor 19 Tahun
2005
Struktur kurikulum
SD butir d, yang
tersurat dalam
Permendiknas No. 22
tahun 2006 dan
Ketidaksesuaian
pelaksanaan UU terkait
pelaksanaan UASBN.
REKOMENDASI
UASBN tidak
dilaksanakan di jenjang
SD, tetapi dilaksanakan
setelah wajar 9 th.
Anggaran pendidikan
harus sesuai dengan
pasal 49 ayat (1) UU
No.20/2003 : dana
pendidikan selain gaji
pendidik dan biaya
pendidikan kedinasan
dialokasikan minimal
20 % dari APBN &
APBD
Untuk meningkatkan
kualitas pendidikan
maka anggaran
pendidikan harus
mengacu pada Ps. 49
ayat (1)
Menurut UU
masyarakat mempunyai
kewajiban yang sama
dengan pemerintah
dalam hal pembiayaan
Diharapkan peran serta
masyarakat untuk ikut
serta membiayai
pendidikan sesuai
dengan amanat UU
Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 mengamanatkan 8
Standar Nasional Pendidikan,
namun baru diterbitkan 7
standar, standar pembiayaan
belum diterbitkan
Belum terbitnya
Standar Pembiayaan
Perlu ada kebijakan
untuk segera
menerbitkan Standar
Pembiayaan
Penyajian nama mata pelajaran
Keterampilan tidak disajikan
secara eksplisit pada PP Nomor
19 Tahun 2005
Kalender pendidikan yang
diterbitkan oleh Depdiknas
tidak mencantumkan waktu
penyelenggaraan UN
Mata pelajaran
keterampilan penting
dicantumkan dalam PP
19/2005
Penjelasan kurang
komprehenship dalam
penyusunan kalender
pendidikan
Perlu penyajian secara
eksplisit nama mata
pelajaran Keterampilan
pada setiap kebijakan
Depdiknas
mencatumkan waktu
penyelenggaraan UN
secara pasti pada
kalender pendidikan
Struktur kurikulum SD butir d,
yang menyatakan ”Satuan
pendidikan dimungkinkan
menambah maksimum empat
jam pembelajaran per-
Isi butir d, tidak
mengakomodir
kebutuhan satuan
pendidikan yang
memiliki karakteristik
tertentu (pada sekolah-
Pada saat ini masyarakat
menuntut diberlakukannya
pendidikan gratis bertentangan
dengan Pasal 5 ayat (3) UU
No.20/2003 : Dana
penyelenggaraan pendidikan
dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat,
pemerintah, pemerintah daerah
atau sumber lain.
2
ANALISIS
Perlu adanya kebijakan
baru terkait
penambahan jam
pelajaran sehingga
mampu mengakomodir
16
Comment [P29]: Temuan baru tentang UASBN
Comment [P30]: Temuan baru tentang Anggaran
pendidikan
Comment [P31]: Temuan baru tentang
pendidikan gratis
Comment [P32]: Temuan baru tentang
ketidaklengkapan PP Nomor 19 Tahun 2005
Comment [P33]: Pindahan dari kajian konsep
N
O.
SUB ASPEK
Permendiknas No. 6
tahun 2007
4.
Penerbitan Panduan
Penyusunan KTSP
Sebagaimana tersurat
dalam Permendiknas
No. 24 tahun 2006
dan No. 6 tahun 2007
tentang Pelaksanaan
Standar Isi dan SKL
dan perubahannya.
TEMUAN
minggu secara keseluruhan”,
tidak mengakomodir kebutuhan
beberapa satuan pendidikan
yang memiliki karakteristik
tertentu.
ANALISIS
REKOMENDASI
sekolah swasta yang
memiliki keinginan
menambah belajar,
alokasi penambahan
waktu belajar 4 jam
masih kurang).
seluruh kebutuhan
satuan pendidikan.
Kegiatan pengembangan diri
dalam struktur kurikulum
dialokasikan ekuivalen 2 jam
pelajaran. Makna
pengembangan diri
menimbulkan banyak
persepsi.
Belum adanya
pemahaman yang sama
diantara para guru dan
praktisi pendidikan
tentang makna
pengembangan diri.
Perlu mencantumkan
penjelasan secara
komprehensif tentang
pengembangan diri.
Sebaiknya struktur
kurikulum tidak
mencantumkan
ekuivalen
Panduan penyusunan KTSP
yang tersebar di lapangan
berasal dari dua lembaga
pemerintah, yakni BSNP dan
Direktorat Pendidikan Dasar.
Kedua panduan ini berbeda
sehingga banyak menimbulkan
permasalahan untuk dijadikan
acuan pelaksanaan KTSP
Tidak adanya
konsistensi kebijakan
pada kedua lembaga
(BSNP dan Direktorat
Pendidikan Dasar)
Perlu adanya ketegasan
lembaga yang
ditugaskan untuk
menerbitkan panduan
penyusunan KTSP
sehingga panduan yang
diterbitkan hanya satu
dan hendaknya mampu
mempermudah dalam
menyusun KTSP
Kata “setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite
Sekolah atau Komite
Madrasah” banyak
menimbulkan persepsi. Ada
yang menganggap Penyusunan
KTSP harus ditandatangani
Komite ada pula yang tidak
perlu.
Beberapa satuan pendidikan
mengasumsikan bahwa kata
pertimbangan sebagai bentuk
Tidak adanya
pemahaman yang sama
diantara para praktisi
pendidikan tentang
makna Pasal 1 Ayat 5
Perlu optimalisasi
sosialisasi KTSP dan
dilaksanakan secara
menyeluruh
Pasal 1 ayat 3
Permen Nomor 24
tahun 2006
Aturan penambahan
jam pembelajaran
disesuaikan dengan
kebutuhan dan
karakteristik satuan
pendidikan serta tahap
perkembangan dan hakhak anak
Pengembangan dan
penetapan
kurikulum tingkat
satuan pendidikan
memperhatikan
panduan
penyusunan
kurikulum tingkat
satuan pendidikan
dasar dan
menengah yang
disusun BSNP
5.
Kejelasan makna
yang tersurat dalam
Pasal 1 ayat 5
Permendiknas No. 24
tahun 2006 dan No. 6
tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Standar
Isi dan SKL dan
perubahannya.
Kurikulum satuan
pendidikan
Comment [P34]: Tambahan kelengkapan
analisis
Comment [P35]: Tambahan kelengkapan
rekomendasi
Comment [P36]: Dihilangkan
17
N
O.
SUB ASPEK
ditetapkan oleh
kepala satuan
pendidikan dasar
dan menengah
setelah
memperhatikan
pertimbangan dari
Komite Sekolah
atau Komite
Madrasah.
6.
Panduan
penyusunan KTSP
Jenjang Pendidikan
Dasar dan
Menengah dari
BSNP.
TEMUAN
ANALISIS
REKOMENDASI
Comment [P37]: Tambahan kelenkapan temuan
tentang makna kata yang tersurat dalam
Permendiknas No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun
2007
legalisasi dari komite.
Kriteria kelulusan
butir b yang menyatakan
“Memperoleh nilai minimal
baik pada mata
pelajaran ......”.
Kriteria baik, menimbulkan
berbagai persepsi.
Perumusan visi-misi yang
disusun satuan pendidikan
belum sesuai dengan visi-misi
Diknas dan Pemda setempat.
Sistematika KTSP satuan
pendidikan kurang proporsional
(sistematika penyususnan KTSP
harus mencantumkan tujuan
penyusunan KTSP, tujuan
pendidikan dan tujuan satuan
pendidikan)
Masih rancunya pemahaman
tentang pendidikan berbasis
keunggulan lokal dan global,
karena dipahami terpisah dari
struktur dan muatan kurikulum
Belum meratanya
pemahaman
pendekatan penilaian
yang digunakan dalam
menentukan kriteria
kelulusan dalam suatu
mata pelajaran tertentu
Perlu ada penjelasan
tambahan tentang
kriteria “baik”
sehingga para guru dan
praktisi pendidikan
lainnya mampu
menerapkan kriteria
kelulusan secara
optimal
Kurang adanya
sinkronisasi antara
Diknas dan Pemda
setempat.
Dalam panduan KTSP
perlu dimuat alur
perumusan visi-misi
satuan pendidikan
Kurang optimalnya
panduan KTSP
Perlu ada panduan
sistematika penyusunan
KTSP sehingga Satuan
Pendidikan diharapkan
mampu menyusun
KTSP secara
proforsional
Tidak adanya kejelasan
posisi keunggulan
lokal dan global dalam
kurikulum
Perlu ada penjelasan
pada struktur dan
muatan kurikulum
bahwa mata pelajaran,
mulok dan
pengembangan diri
hendaknya memuat
pendidikan kecakapan
hidup dan pendidikan
berbasis keunggulan
lokal dan global karena
ada pada indikator
Kriteria kenaikan kelas masih
membingungkan
Kriteria kenaikan kelas
diatur oleh masingmasing Direktorat
Teknis Terkait,
sehingga menimbulkan
ketidakjelasan dalam
mengimplementasikann
ya.
Diperlukan adanya
panduan kriteria
kenaikan kelas yang
dibuat lebih operasional
UASBN diterapkan sebagai
salah satu kriteria kelulusan
sekolah, akan memisahkan
jenjang pendidikan Dasar yang
Tidak adanya
konsistensi antara
konsep evaluasi dan
kebijakan yang harus
UASBN hendaknya
tidak dijadikan syarat
kelulusan pendidikan
SD
18
Comment [P38]: Dihilangkan
Comment [P39]: Tambahan kelengkapan temuan
Comment [P40]: Tambahan penjelasan
proporsional
Comment [P41]: Tambahan kelengkapan
rekomendasi
N
O.
SUB ASPEK
TEMUAN
ANALISIS
meliputi SD dan SMP
REKOMENDASI
dilaksanakan di
lapangan
Penyusunan SKBM (KKM)
tidak termuat dalam panduan
karena UN hanya
dijadikan pemetaan dan
untuk ketercapaian
kriteria ketuntasan
materi
Kurang optimalnya
panduan
(SKBM dijadikan dasar
untuk melihat
ketuntasan dalam
proses pembelajaran)
Panduan KTSP
hendaknya
dilengkapi dengan
penyajian cara/teknis
penyusunan SKBM
(KKM)
Comment [P42]: Tambahan kelengkapan
rekomendasi
Comment [P43]: Tambahan kelengkapan
analisis
Perlu adanya Juknis
yang melengkapi
panduan penyusunan
SKBM (KKM).
Perumusan tujuan satuan
pendidikan dasar yang
tercantum dalam Panduan
berbunyi “dirumuskan
mengacu kepada tujuan
umum pendidikan”.
Panduan tidak
dilengkapi dengan
contoh tentang cara
penyusunan tujuan
satuan pendidikan dasar
Perlu penambahan
contoh pada panduan
yang membahas tentang
cara penyusunan tujuan
satuan pendidikan
dasar.
Perlu ada sosialisasi
yang diikuti workshop
secara komprehensif
dan terpadu
Perlu ada sosialisasi
yang diikuti workshop
secara komprehensif
dan terpadu dan
dikoordinir oleh pusat
Makna rumusan ini banyak
menimbulkan persepsi
sehingga banyak satuan
pendidikan dalam perumusan
tujuan satuan pendidikan
dalam KTSP hanya
mencantumkan tujuan umum,
tanpa merumuskan tujuan
satuan pendidikan.
7.
Surat Edaran No. 33
tahun 2007 yang
diterbitkan daerah
tentang sosialisasi
KTSP
Belum mengakomodir
kebutuhan para guru dan
praktisi pendidikan untuk dapat
mengimplementasikan KTSP
(masih banyak para guru dan
praktisi pendidikan yang belum
memahami KTSP)
2. KAJIAN KONSEP KETERCAPAIAN KTSP SD
NO.
1
SUB ASPEK
Kerangka
Dasar
TEMUAN
Terjadi perbedaan
sistematika panduan
penyusunan kurikulum
dari BSNP dengan
sistematika dari Puskur.
ANALISIS
1.
2.
Tidak adanya kejelasan
kaitan fungsi antara
panduan yang
diterbitkan BSNP dan
Puskur.
Judul kedua panduan
sama
REKOMENDASI
Perlunya kebijakan tentang
kaitan fungsi panduan
penyusunan KTSP antara
kedua lembaga tersebut
sehingga para guru dan
praktisi pendidikan dapat
menyusun KTSP secara
optimal
Panduan yang diterbitkan
BSNP merupakan payung
19
Comment [P44]: Ditambah kata panduan
penyusunan
Comment [P45]: Kesamaan pendapat diganti ...
Comment [P46]: Ditambah point 2
Comment [P47]: Perlunya kaitan fungsi panduan
NO.
2
3
SUB ASPEK
Struktur
Kurikulum
Beban Belajar
TEMUAN
ANALISIS
Kadar adaptasi dalam
penyusunan KTSP
masih rendah
Sosialisasi penyusunan
KTSP dirasakan masih
kurang
Ada perbedaan Struktur
Kurikulum dari BSNP
dengan dari Puskur.
Tidak adanya kesamaan
pendapat antara BSNP dan
Puskur
Konsep pengembangan
diri oleh guru
ditafsirkan sama dengan
ekstrakurikuler,
pembiasaan dan BK.
Alokasi waktu
pengembangan diri yang
disediakan dengan
ekuivalen 2 jam dirasa
masih sangat kurang
Pendidikan Agama perminggu hanya 3 jam
pelajaran, tidak sinkron
dengan kewajiban
Penjelasan konsep
pengembangan diri masih
belum jelas
Adanya pembatasan
penambahan 4 jam
pelajaran dianggap
membelenggu
kebebasan sekolah
Beban belajar masih
dipahami sebagai
jumlah jam pelajaran
tatap muka saja.
Sebagian sekolah dan
guru belum
memasukkan
pemberian tugas
mandiri dan
kelompok sebagai
beban belajar.
Guru belum
memberikan tugas
terstruktur dan tidak
terstruktur kepada
para siswa. Hal ini
menimbulkan
pandangan umum
bahwa KTSP identik
dengan pengurangan
jam belajar.
REKOMENDASI
panduan yang diterbitkan
Puskur, sehingga panduan
dari Puskur lebih bersifat
operasional. Untuk itu,
hendaknya kedua panduan
tersebut dibedakan.
Dinas Pendidikan hendaknya
mengintensifkan pelatihan
penyusunan KTSP secara
merata ke seluruh satuan
pendidikan
Perlunya kebijakan untuk
menyamakan pendapat antara
kedua lembaga sehingga para
guru dan praktisi pendidikan
dapat menyusun KTSP secara
optimal
Perlu penjelasan lebih detail
tentang pengembangan diri.
Perlu diarahkan ke life skill
(keterampilan hidup)
Alokasi waktu belum
mengakomodir kebutuhan
dalam pengembangan
potensi anak sesuai dengan
visi misi sekolah
Penambahan jam pelajaran
per-minggu menjadi 4 jam
pelajaran sehingga beban
mengajar menjadi minimal
24 jam per-minggu
Pembatasan penambahan
jam bertentangan dengan
karakter MBS
Perlu ada penambangan jam
sesuai dengan karaktersitik
satuan pendidikan,
perkembangan anak, dan
kebutuhan anak.
Depdiknas perlu memberikan
penambahan jam pelajaran
per-minggu menjadi 4 jam
pelajaran
Belum adanya pemahaman
yang sama tentang beban
belajar sebagaimana
tercantum dalam KTSP
Perlu adanya sosialisasi yang
lebih intensif kepada sekolah
dan masyarakat agar memiliki
pandangan yang sama tentang
beban belajar.
Comment [P48]: Judul kedua panduan
dibedakan
Comment [P49]: Dipindahkan ke kajian
pelaksanaan
Comment [P50]: Ditambah kata oleh guru
Comment [P51]: Ditambah kata life skill
Comment [P52]: Misi-misi sekolah diubah visi
misi sekolah
Comment [P53]: Dianulir karena kesalahan
penafsiran beban kerja guru minimal
Sekolah diberikan kebebasan
untuk menambah jam
pelajaran guna peningkatan
kualitas pembelajarannya.
20
Comment [P54]: Dipindahkan ke kajian
pelaksanaan
NO.
SUB ASPEK
TEMUAN
Satuan jam
pembelajaran tatap
muka siswa kelas 1dan
2 selama 35 menit
4
5
Kalender
Akademik
Silabus dan
RPP
Sekolah mengalami
kesulitan untuk
menyusun kalender
tahunan pendidikan.
ANALISIS
Durasi waktu belajar (35
menit) tidak sesuai dengan
perkembangan anak yang
mana anak usia sampai 8
tahun memiliki konsentrasi
belajar hanya selama 10
menit
Adanya keterbatasan
sekolah dalam menyusun
kalender pendidikan
Kalender pendidikan
yang diterbitkan oleh
Depdiknas tidak
mencantumkan waktu
penyelenggaraan UN
Tidak terdapat
penjelasan untuk setiap
kegiatan yang
tercantum dalam tabel
kalender akademik
Istilah ”Jeda tengah
semester” yang
tercantum pada tabel
kalender akademik
Penjelasan kurang
komprehenship dalam
penyusunan kalender
pendidikan
Keterangan dalam
kolom libur akhir tahun
tertulis ”Digunakan
untuk penyiapan
kegiatan dan
administrasi akhir dan
awal tahun pelajaran”
Dapat menimbulkan
penafsiran berbeda dalam
penyiapan kegiatan dan
administrasi
Istilah”Hari libur
khusus” yang tercantum
dalam tabel kalender
Dapat menimbulkan
pemahaman berbeda
Penjelasan dalam
panduan penyusunan
KTSP yang diterbitkan
BSNP tidak membahas
tentang RPP
Penjelasan tentang panduan
penyusunan KTSP tidak
komprehenshif.
Panduan penyusunan
Terdapat ketidakjelasan
Dapat menimbulkan
penafsiran yang berbeda
Dapat menimbulkan
pemahaman yang berbeda
dalam menggunakan waktu
tersebut
REKOMENDASI
Perlu pengkajian ulang
tentang kebijakan penentuan
waktu belajar untuk kelas 1
dan 2
Adanya sinkronisasi antara
Dinas Kabupaten dalam
menyusun Kalender
Pendidikan.
Perlu adanya pembinaan
lebih intensif dalam
penyusunan kalender
pendidikan.
Depdiknas mencatumkan
waktu penyelenggaraan UN
secara pasti pada kalender
pendidikan
Perlu penjelasan untuk setiap
kegiatan yang tercantum
dalam tabel kalender
akademik
Perlu penjelasan yang
komprehensif sehingga para
praktisi pendidikan dapat
menggunakan waktu tersebut
secara optimal dalam
meningkatkan mutu
pendidikan
Perlu tambahan
penjelasan ”bagi guru”
dan ”disesuaikan dengan
kebijakan tingkat satuan
pendidikan” pada kalimat
keterangan tersebut sehingga
menjadi: Bagi guru digunakan
untuk penyiapan kegiatan dan
administrasi akhir dan awal
tahun pelajaran yang
disesuaikan dengan kebijakan
Tingkat Satuan Pendidikan
Perlu tambahan penjelasan
sehingga para praktisi
pendidikan dapat
menggunakannya tanpa
mengurangi upaya
peningkatan mutu pendidikan
di SD
Perlu revisi panduan
penyusunan KTSP yang
komprehenshif sehingga
mempermudah
pengimplementasiannya di
lapangan
1. Penjelasan secara
21
Comment [P55]: Dipindahkan ke kajian
pelaksanaan
Comment [P56]: Dipindahkan ke kajian
dokumen
Comment [P57]: Temuan terkait kalender
akademik
Comment [P58]: Temuan baru tentang kalender
akademik
Comment [P59]: Temuan baru terkait kalender
akademik
Comment [P60]: Temuan baru terkait kalender
akademik
Comment [P61]: Tmbahan temuan tentang
kaitan antara silabus dan RPP
NO.
6
SUB ASPEK
Nama Mata
Pelajaran
TEMUAN
ANALISIS
KTSP hanya membahas
silabus, sementara
standar proses
membahas silabus dan
RPP
kaitan antara silabus dan
RPP
Komponen RPP
memberatkan para guru
dan praktisi pendidikan
Guru masih mengalami
kesulitan menyusun
silabus karena
keterbatasan
pemahaman dan
wawasan guru.
Nama mata pelajaran
Penjasor serta Seni
Budaya dan
Keterampilan
menimbulkan
pemahaman yang
berbeda
Komponen RPP kurang
sederhana
Belum meratanya
kompetensi guru dalam
membuat RPP
Kurang spesifiknya nama
mata pelajaran
REKOMENDASI
eksplisit tentang peranan
silabus dan RPP.
2. Penjelasan silabus dan
RPP dibahas dalam
panduan yang sama
dengan disertai contoh
yang jelas berdasarkan
kaitan antarkeduanya
bukan contoh yang tidak
menunjukkan kaitan
antara silabus dan RPP
Diupayakan agar komponen
RPP disederhanakan.
Perlu diadakan pelatihan dan
motivasi bagi guru untuk
menyusun silabus secara
intesnif.
Nama mata pelajaran
hendaknya tidak
menggunakan kata yang
memiliki multi tafsir, namun
menjadi nama mata pelajaran
secara sendiri-sendiri (empat
mata pelajaran: Penjas,
olahraga, seni budaya, dan
keterampilan.
Comment [P62]: Tambahan temuan kaitan
silabus dan RPP
Comment [P63]: Dipindah ke kajian pelaksanaan
Comment [P64]: Dipindahkan ke kajian
pelaksanaan
Comment [P65]: Tambahan singkatan SBS
Comment [P66]: Edit bahasa
3. KAJIAN PELAKSANAAN KETERCAPAIAN KTSP SD
NO
.
SUB ASPEK
1
Perencanaan
(Penyusunan Buku
I)
a. Pengembangan
Visi Misi
Sekolah
TEMUAN
Penyusunan buku 1
dokumen KTSP di satuan
pendidikan masih adopsi
penuh
Terjadi keragaman bentuk
perumusan visi
ANALISIS
Kurang adanya pemahaman
terhadap KTSP
Adanya panduan yang
berbeda. tentang visi-misi
REKOMENDASI
Perlu ada sosialisasi
KTSP yang
berkesinambungan
Lembaga terkait perlu
memberikan pedoman
perumusan visi-misi
Sekolah mengalami
kesulitan merumuskan
latar belakang masalah,
visi, misi, dan tujuan
dalam penyusunan KTSP.
Pemahaman terhadap
pengembangan merumuskan
latar belakang masalah,visi
misi, dan tujuan dalam
penyusunan KTSP sekolah
masih kurang
Perlu diadakan pelatihan
perumusan latar
belakang, visi, misi, dan
tujuan secara intensif di
semua sekolah.
Antara visi, misi, tujuan,
dan program yang ada
belum menunjukkan
adanya keterkaitan
Pada umumnya
Adanya keterbatasan
kemampuan SDM sekolah.
Perlu diadakan pelatihan
khusus menyusun Buku
I di setiap gugus melalui
KKG/KKKS
Perlu ada kebijakan
Penyusunan visi-misi
22
Comment [P67]: Tambahan kelengkapan
temuan, analisis, dan rekomendasi tentang
pengembangan visi, misi
sekolah belum
mencantumkan
indikator visi
Visi belum spesifik
b. Penentuan
Struktur
Kurikulum
Sekolah
c. Muatan
Kurikulum
d. Pengembangan
Program
Pengembangan
Diri (BP dan
Ekstra
Kurikuler)
Sekolah kesulitan dalam
menentukan alokasi waktu
(Jam Pelajaran untuk kelas
I, II, III yang
menggunakan pendekatan
tematik, serta jam untuk
pengembangan diri).
Pelajaran SBK memuat
dua materi pembelajaran
dalam satu kegiatan
KKM tidak dibuat melalui
proses yang seharusnya,
karena guru belum
terbiasa menentukan KKM
Guru
Terdapat kerancuan
pemahaman terhadap
pengertian pengembangan
diri. Sebagian besar
sekolah menganggap
pengembangan diri setara
dengan mata pelajaran
karena ada alokasi waktu
pada struktur kurikulum.2.
Masih adanya kerancuan
model pengembangan diri
yang bagaimana yang
perlu dikembangkan
tidak melibatkan
stakeholders
Belum memahami
tentang perumusan visimisi yang spesifik
Belum adanya standar
minimal jumlah jam
pelajaran tiap mata pelajaran
Perlu ada acuan yang
dibakukan sebagai
standar minimal.
Guru terbebani karena
dituntut menyampaikan dua
materi pembelajaran dalam
satu kegiatan
Perlu adanya pemisahan
antara pelajaran Seni
Budaya dengan
Keterampilan.
Guru belum terlatih
membuat KKM
Perlu mengoptimalkan
pembinaan tentang
KKM.
Tidak ada penjelasan yang
komprehensif tentang
pengembangan diri. Banyak
satuan pendidikan yang tidak
melaksanakan
pengembangan diri
kepada seluruh guru dan
praktisi pendidikan
lainnya.
Comment [P69]: Temuan baru temuan tentang
SBK
Comment [P70]: Temuan baru
Comment [P72]: Tambahan kelengkapan
analisis
Comment [P71]: Tambahan kelengkapan temuan
Satuan pendidikan tidak
memiliki tenaga profesional
untuk untuk kegiatan
pengembangan diri
Pemerintah hendaknya
mengangkat tenagatenaga profesional
pengembangan diri di
satuan pandidikan
Sekolah menggeneralisasi
potensi siswa, sehingga
cenderung memaksakan
jenis pengembangan diri.
Belum meratanya
pemahaman tentang
pengembangan diri
Perlu adanya sosialisasi
yang intensif sehingga
sekolah mampu
menginventarisir potensi
setiap peserta didik,
selanjutnya dapat
memberikan kegiatan
pengembangan diri
sesuai potensi masing –
masing.
Muatan lokal pilihan
sekolah belum
dilaksanakan secara
optimal. Sekolah belum
memahami potensi lokal
secara cermat, serta belum
Comment [P68]: Tambahan komponen analisis
Perlu sosialisasi tentang
pemahaman terhadap
pengertian
pengembangan diri.
Pengembangan diri yang
dilaksanakan di sekolah
belum dapat
mengakomodasi
kebutuhan, bakat dan
minat siswa
Di sisi lain banyak potensi
siswa yang tidak
terkembangkan.
e. Pengembangan
Program
Muatan Lokal
dalam menentukan SDM
yang terlibat dalam
penyusunan visi-misi
dan panduan tentang
perumusan visi-misi
yang spesifik
Keterbatasan sekolah
dalam menganalisis
potensi lokal.
Sekolah perlu
melakukan kajian
bersama tentang
potensi lokal.
Dilakukan denga
mengoptimalkan
23
mampu memilih muatan
lokal yang prospektif dan
memiliki daya dukung
lebih.
Belum ada standar isi
untuk mulok selain Bahasa
Inggris dan bahasa Jawa
f. Penyusunan
Silabus dan
RPP
Kelengkapan silabus dan
RPP masih belum optimal
Kemampuan guru dalam
memberikan pembelajaran
muatan lokal pilihan masih
dianggap kurang
Satuan pendidikan
memerlukan standar isi
mulok selain Bahasa Inggris
dan bahasa Jawa untuk
mengembangkan muatan
lokal
Belum semua guru
mampu menyusun silabus
dan RPP (menentukan
indikator dari KD yang
telah ditentukan dalam
standar isi).
Kurangnya
kemauan/semangat guru
dalam peningkatan
profesionalisme
Komponen RPP
memberatkan para guru
dan praktisi pendidikan.
Guru belum mampu
menyusun sendiri silabus.
Misalnya dalam
menentukan indikator dari
KD yang telah ditentukan
dalam standar isi.
Komponen RPP kurang
sederhana
Sebagian guru tidak
membuat RPP sendiri
sehingga pembelajaran
berjalan tanpa perencanaan
yang baik.
Sebagian guru kurang
memiliki komitmen terhadap
tugas dan tanggungjawab
dalam membuat RPP. Guru
merasa terbebani sehingga
mengadpsi RPP jadi
pemberdayaan
masyarakat.
Perlu diadakan
pelatihan dalam
meningkatkan
kompetensi guru
khususnya tentang
muatan lokal.
Dinas pendidikan daerah
hendaknya memfasilitasi
standar isi mulok selain
Bahasa Inggris dan
Bahasa jawa
Perlunya pelatihan
cara-cara
pengembangan
Silabus dan RPP
yang diberikan
secara komprehensif
dan
berkesinambungan.
Perlunya optimalisasi
workshop
penyusunan silabus
dan RPP
Diupayakan agar
komponen RPP
disederhanakan.
Mengoptimalkan
workshop tentang
penyusunan RPP.
Perlu adanya
optimalisasi dalam
mengelola SDM
khususnya guru
sehingga memiliki
komitmen tinggi
dalam
melaksanakan tugas
dan
tanggungjawabnya.
Perlu ada pola RPP
sederhana dengan
tidak mengurangi
aturan.
Perlu optimalisasi
workshop sehingga
mampu
menghasilkan guru
yang profesional.
Pada umumnya guru
Guru kurang terlatih dalam
Dinas pendidikan
24
Comment [P73]: Tambahan kelengkapan
analisis terkait RPP
Comment [P74]: Tambahan kelengkapan
rekomendasi
g. Perangkat KTSP
2
Pelaksanaan:
a. Kalender
Akademik
b. Beban belajar
kesulitan merumuskan dan
mengembangkan indikator
pada silabus, dan
pembelajaran ”Tematik”
untuk kelas 1, 2, dan 3.
merumuskan dan
menjabarkan SK/ KD
menjadi indikator serta
pembelajaran ”Tematik” bagi
kelas 1, 2, dan 3
hendaknya memfasilitasi
pelatihan /workshop
penjabaran SK/KD
menjadi indikator serta
pembelajaran ”Tematik”
bagi kelas 1, 2, dan 3
Komponen RPP
memberatkan para guru
dan praktisi pendidikan
Guru masih mengalami
kesulitan menyusun silabus
karena keterbatasan
pemahaman dan wawasan
guru.
Munculnya aturan
penerapan KTSP pada
setiap satuan pendidikan
tidak dilengkapi dengan
perangkat (buku lapor,
buku induk, pedoman
penulisan lapor)
Dalam pembuatan
kalender akademik, masih
banyak satuan pendidikan
yang tidak mengacu pada
PP 19/2005 Ps. 18 ayat 3
Komponen RPP kurang
sederhana
Diupayakan agar
komponen RPP
disederhanakan.
Perlu diadakan
pelatihan dan motivasi
bagi guru untuk
menyusun silabus secara
intesnif.
Sekolah mengalami
kesulitan untuk menyusun
kalender tahunan
pendidikan.
Adanya keterbatasan sekolah
dalam menyusun kalender
pendidikan
Beban belajar masih
dipahami sebagai
jumlah jam pelajaran
tatap muka saja.
Sebagian sekolah dan
guru belum
memasukkan
pemberian tugas
mandiri dan
kelompok sebagai
beban belajar.
Guru belum
memberikan tugas
terstruktur dan tidak
terstruktur kepada
para siswa. Hal ini
menimbulkan
pandangan umum
bahwa KTSP identik
dengan pengurangan
Belum meratanya kompetensi
guru dalam membuat RPP
Dokumen KTSP sangat
mendukung kelancaran
dalam peleksanaan KTP
Berdasarkan PP19/2005 Ps.
18 ayat 3 : Kalender
pendidikan /Akademik untuk
setiap satuan pendidikan
diatur dengan Permen
Belum adanya pemahaman
yang sama tentang beban
belajar sebagaimana
tercantum dalam KTSP
Perangkat KTSP
hendaknya diadakan
secara bersamaan
dengan diberlakukannya
KTSP
Satuan pendidikan agar
diberikan pemahaman
tentang pelaksanaan
kalender
pendidikan/akademik
dengan PP 19/2005 Ps.
18
Adanya sinkronisasi
antara Dinas
Kabupaten dalam
menyusun Kalender
Pendidikan.
Perlu adanya
pembinaan lebih
intensif dalam
penyusunan kalender
pendidikan.
Perlu adanya sosialisasi
yang lebih intensif
kepada sekolah dan
masyarakat agar
memiliki pandangan
yang sama tentang
beban belajar.
25
Comment [P75]: Pindahan dari kajian konsep
Comment [P76]: Pindahan dari kajian konsep
Comment [P77]: Temuan baru tentang perangkat
KTSP
Comment [P78]: Temuan baru tentang
pelaksanaan kelender akadmeik Kompetensi guru
dalam memahami karakteristik mata pelajaran
dirasakan masih kurang.
Rekomendasi:
Perlu optimalisasi workshop yang mampu
meningkatkan komptensi guru dalam mendisain
pembelajaran (menggunakan strategi, metode,
media, dan seumber belajar).
Comment [P79]: Pindahan dari kajian konsep
Comment [P80]: Pindahan dari kajian konsep
jam belajar.
c. Strategi, Metode, Sebagian besar guru belum
memahami karakteristik
Media, Sumber
mata pelajaran
Belajar di dalam
kelas (In Door)
Strategi pembelajaran
belum sesuai dengan
yang diharapkan
KTSP, strategi masih
dirasakan klasik
sehingga belum
mampu menciptakan
pembelajaran ideal
(PAIKEM)
Kompetensi guru dalam
memahami karakteristik mata
pelajaran dirasakan masih
kurang.
Perlu optimalisasi
workshop yang mampu
meningkatkan
komptensi guru dalam
mendisain pembelajaran
(menggunakan strategi,
metode, media, dan
seumber belajar).
Kompetensi guru dalam
tentang strategi, metode,
media, dan sumber belajar
dirasakan masih kurang
Perlu optimalisasi
workshop yang mampu
meningkatkan
komptensi guru dalam
mendisain pembelajaran
(menggunakan strategi,
metode, media, dan
seumber belajar)
Pembelajaran di dalam
kelas lebih didominasi
penggunaan metode
ceramah dan
pemberian tugas yang
tidak terencana
Penggunaan media
pembelajaran sangat minim.
Guru masih kurang
memiliki motivasi dalam
menyediakan alat peraga
dan sumber belajar. Guru
kurang respon terhadap
perubahan.
Guru masih kurang
memiliki motivasi dalam
menyediakan alat peraga
dan sumber belajar. Guru
kurang respon terhadap
perubahan.
Sekolah perlu
memberikan alokasi
anggaran untuk
menyediakan media
pembelajaran.
Comment [P81]: Tambahan kelengkapan
analisis
Pemerintah agar
menyiapkan alat
peraga yang
memadai
Comment [P84]: Tambahan rekomendasi terkait
media pembelajaran
Comment [P82]: Tambahan kelengkapan
analisis
Guru kurang termotivasi
dalam memanfaatkan
media yang disediakan
dari pemerintah.
Sebagian besar guru
hanya menggunakan
buku sebagai satusatunya sumber belajar.
Guru kurang terlatih
untuk berinovasi dalam
pemberdayaan sumber
belajar.
Belum optimal dalam
memanfaatkan
lingkungan sebagai
Sumber belajar bukan
hanya satu-satunya buku,
melainkan lingkungan
Comment [P83]: Tambahan analisis
Perlu
upayamemotivasi
guru agar mampu
memanfaatkan
sumber belajar
selain buku yang
disediakan.
26
Comment [P85]: Tambahan analisis
Comment [P87]: Tambahan rekomendasi
sumber belajar
Pada umumnya guru
kesulitan dalam
melaksanakan
pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik
hanya ada dalam RPP
b. Strategi, metode,
Media, Sumber
Belajar di Luar
Kelas (Out Door)
c. Strategi, metode,
Media, Sumber
Belajar di
Laboratorium
e. Penugasan
Comment [P86]: Tambahan analisis
Perlu optimalisasi
workshop
pembelajaran
tematik
Hendaknya ada
kesatuan persepsi
diantara tim
pengembang
Pemahaman dalam
pembelajaran di luar kelas
masih dirasakan kurang
Perlu adanya pelatihan
tentang pembelajaran di
luar kelas (out door)
Pembelajaran di luar kelas
(out door) belum optimal
Pelaksanaan pembelajaran di
luar kelas memerlukan
keterampilan guru dala
memanfa‟atkan lingkungan
sebagai media pembelajaran
Perlu adanya pelatihan
pembelajaran yang
sesuai dengan
karakteristik materi
pembelajaran.
Sebagian besar sekolah
belum memiliki
laboratorium
Pemberian tindak lanjut
kurang memperhatikan
kebutuhan siswa
Dalam pemberian
tugas, pada
umumnya Guru tidak
memperhatikan
keaneka ragaman
potensi siswa.
Masih ada guru yang
belum memeriksa dan
menilai tugas /PR
Kurangnya sarana dan
prasarana pendidikan
Perlu pengadaan
laboratorium secara
lengkap sehingga
mampu memberikan
kesempatan kepada
peserta didik untuk
mengembangkan
potensi yang
dimilikinya.
Perlu adanya pelatihan
tentang pengelolaan
laboratorium sehingga
guru mampu
mengelola lab secara
optimal.
Pembelajaran di laboratorium
akan berhasil jika ada
peningkatan kemampuan
guru dan kelengkapan
laboratorium
Perlu ada pelatihan
guru dalam
penggunaan
laboratorium
Sekolah perlu disuport
untuk pengadaan
laboratorium
Pemberian tindak lanjut
tidak memperhatikan kondisi
siswa
Perlu adanya pemikiran
yang lebih jeli saat
pemberian tindak lanjut
Guru perlu diberi
pemahaman yang
mendalam tentang
keaneka ragaman
intelektual siswa.
Siswa memiliki keaneka
ragaman potensi intelektual
Comment [P89]: Tambahan rekomendasi
Comment [P88]: Tambahan kelengkapan
analisis
Belum optimalnya
pelaksanaan pembelajaran
di luar kelas (out door)
Pembelajaran di dalam
laboratorium belum
optimal, karena terbatas
kemampuan guru dan
fasilitas laboratorium
d. Tindak lanjut
dan sumber lain
Kompetensi guru tentang
pembelajaran tematik masih
dianggap kurang. Sulitnya
mengintegrasikan beberapa
materi peljaran ke dalam
satu tema. Adanya
perbedaan persepsi diantara
pengemabang dalam
penyampaian pembelajaran
tematik.
27
Comment [P90]: Temuan baru tentang tindak
lanjut pelaksanaan KTSP
Comment [P91]: Temuan baru tentang
penugasan dalam pelaksanaan KTSP
Penulisan Laporan
Pendidikan
3
Evaluasi:
a. Penilaian harian
b. Akhir Tahun
dan Ujian Sekolah
c. Ujian nasional
(UASBN)
Sering bergantinya
dokumen laporan
pendidikan (lapor) dan
buku induk berkaitan
dengan perubahan point
penilaian
Penilaian harian masih
berorientasi ulangan
harian yang sifatnya
penilaian produk bukan
penilaian proses.
Guru kesulitan untuk
mengadakan penilaian
yang sangat detail,
meliputi penilaian per
KD, per aspek, per
indikator, per individu.
Guru masih belum
memahami makna
penilaian sebagai salah
satu bagian penting dari
proses pembelajaran.
Dalam proses
pembuatan soal ulangan
harian, ulangan tengah
semester, ulangan umum
dan ulangan kenaikan
kelas, guru belum
berpedoman kepada
kisi-kisi. Mayoritas guru
belum menganaisis soal
dan hasil evaluasi
Laporan akhir semester tidak
dibuat dalam buku lapor,
melainkan dalam lembaran
foto copy; Pengisian buku
induk berubah-ubah
Penilaian non tes belum
banyak dilakukan oleh
guru karena minimnya
pengetahuan
Penilaian hasil belajar
meliputi penilaian tes dan
non tes
Perlu adanya
penyegaran / pelatihan
teknik penilaian non tes
untuk guru
Tidak ada sinkronisasi
antara ujian akhir dengan
penilaian harian (yang
menekankan penilaian
proses).
Konsep evaluasi diterapkan
dalam kebijakan yang
berbeda.
Perlu sinkronisasi antara
penilaian proses dengan
ujian akhir.
Kriteria kelulusan di tiap
satuan pendidikan yang
berbeda-beda sulit untuk
dijadikan tolok ukur untuk
dijadikan standar nasional
Perlu pemahaman yang
sama tentang kriteria
kelulusan.
Kriteria kelulusan yang
berbeda antara satu
sekolah dengan sekolah
yang lain menimbulkan
permasalahan di
masyarakat.
Penentuan kriteria
kelulusan belum jelas
pemahamannya.
Kriteria kelulusan
UASBN ditentukan oleh
satuan pendidikian
Kurangnya kompetensi guru
dalam mengevaluasi
pembelajaran
Diperlukan adanya
standarisasi format
raport hasil belajar
siswa
Comment [P92]: Temuan baru tentang penulisan
laporan pendidikan
Perlu optimalisasi
workshop tentang
evaluasi
pembelajaran
Pedoman penilaian
perlu
disederhanakan
dengan tidak
meninggalkan
substansi penilaian.
Kurangnya pemahanan
dalam pembuatan kisi-kisi
Comment [P94]: Tambahan analisis
Perlu adanya sosialisasi
cara pembuatan kisiskisi
Comment [P95]: Tambahan rekomendasi
Comment [P93]: Tambahan temuan
Dalam kriteria kelulusan
perlu kejelasan
Satuan mengalami kesulitan
untuk menentukan SKL
Comment [P96]: Tambahan analisis
Comment [P97]: Tambahan analisis
Perlunya penjelasan
Comment [P99]: Tambahan analisis
Ada pedoman membuat
SKL yang lebih rinci dan
terarah
Comment [P100]: Tambahan analisis tentang
kriteria kelulusan UASBN
Comment [P101]: Tambahan rekomendasi
tentang kriteria kelulusan UASBN
Comment [P98]: Temuan baru tentang kriteria
kelulusan UASBN
28
Satuan pendidikan
menginginkan ujian
nasional tidak dijadikan
sebagai kriteria kelulusan
bagi satuan pendidikan.
Ujian nasional hanya bisa
dijadikan standar
pemetaan keberhasilan
kurikulum
Pendidikan dasar meliputi
pendidikan SD dan SMP,
sehingga ujian nasional dapat
dijadikan kriteria kelulusan
di satuan pendidikan tingkat
SMP
Perlu pengkajian
kembali tentang adanya
ujian nasional
( UASBN) bagi
pendidikan sekolah
Dasar.
I. PENUTUP
Kegiatan penyempurnaan kajian ketercapaian KTSP SD yang dilakukan terhadap
tiga aspek, yakni studi dokumentasi, kajian konsep, dan kajian pelaksanaan
menyimpulkan bahwa:
1. Aspek studi dokumentasi KTSP SD masih perlu direvisi (dengan
memperhatikan konsistensi dan keruntutan informasi) sehingga menghasilkan
dokumen-dokumen KTSP yang mampu memberikan arahan bagi para praktisi
pendidikan.
2. Aspek kajian konsep masih perlu direvisi (dikaji ulang atau ditambahkan
penjelasan terkait aspek yang dipaparkan dalam komponen kurikulum) agar
sesuai dengan perkembangan peserta didik dan dapat memberikan arahan
bagi para praktisi pendidikan.
3. Aspek kajian pelaksanaan KTSP pada umumnya masih belum sesuai dengan
tuntutan undang-undang. Dengan demikian, rekomendasi yang paling banyak
diajukan adalah optimalisasi sosialisasi dan pelatihan/workhop KTSP yang
diberikan secara komprehensif, berkesinambungan, dan merata dengan
melibatkan para birokrat, akademisi, dan praktisi pendidikan
29
Comment [P102]: Edit kalimat sesuai makna
judul
Kajian Kebijakan Kurikulum MTs
A. KAJIAN KONSEP DAN FALSAFAH
No
Aspek/Sub
Aspek
1.
Sistem
pengemba
ngan
kurikulum
Temuan
Pengembangan
KTSP
(terutama silabusnya) masih
mengadopsi model BSNP,
karena
diperbolehkan
mengadopsi,
akibatnya
guru/sekolah
mengambil
langkah praktis.
Pada pengembangan RPP
guru
masih
mengalami
keterbatasan
sehingga
banyak guru yang belum
mampu
mengembangkan
secara mandiri.
Madrasah sering ketinggalan
informasi tentang kebijakan
pendidikan.
2.
Muatan
dan konten
kurikulum
Hasil UN MTs lebih rendah
daripada SMP, terutama pada
MTs Swasta.
Suasana Islami di MTs,
masih belum memenuhi
harapan
Analisis
Sosialisasi KTSP belum
merata,
Madrasah
mengalami
kesulitan
dalam
pengembangan
KTSP.
Rekomendasi
Perlu program sosialisasi
KTSP, dan harus diikuti
dengan bimbingan serta
pendampingan dari pihak
yang berkompeten.
.
Kurang
efektifnya
pembinaan
yang
dilakukan oleh pihak
yang berkompeten.
Belum
efektifnya
kordinasi antara Depag
dengan Depdiknas.
Beban belajar di MTs
lebih banyak daripada
SMP, sementara faktor
pendukung
pembelajarannya lemah.
90% dari MTs yang ada
adalah MTs Swasta.
Pendidikan Agama Islam
(PAI) masih didominasi
dengan
pendekatakan
kognitif sehingga tidak
terjadi internalisasi nilainilai Islami.
Minimnya
sarana
pendukung (seperti :
Mushola/Masjid,
Alqur‟an, dll), karena
belum
terbangunnya
lingkungan
Madrasah
yang
memungkinkan
siswa
melakukan
internalisasi
nilai-nilai
Islami.
Perlu
peningkatan
profesionalisme
pengawas madrasah dan
kepala madrasah.
Meningkatkan koordinasi
Depag
dengan
Depdiknas.
Harus ada komitmen
pemerintah
untuk
memperlakukan
MTs
sama dengan SMP.
Perlu diterbitkan buku
panduan
model
pembelajaran PAI yang
mampu
menginternalisasikan
nilai-nilai Islami.
Perlu
ditentukan
standarisasi
sarana/pra
sarana yang mendukung
internalisasi
nilai-nilai
Islami.
30
Comment [I103]: Sejauh ini
sosialisasi KTSP, baru sebatas
memberikan pelatihan
penyususnan KTSP diikuti
praktek yang bersifat simulasi.
Keterampilan sekolah
menysusn KTSP akan optimal
bila dilakukan pendampingan
oleh ahli.
Comment [I104]: Profesionalisme
pengawas sejauh ini memang
masih dipertanyakan, terutama
dengan sistem rekrutmen
pengawas yang
tidakmempertimbangkan
potensi calon pengawas.
Comment [I105]: Kordinasi Depag
dengan Depdiknas dalam
pembinaan pendidikan memang
masih sangat lemah, dan hal ini
berimplikasi pada
ketertinggalan madrasah dalam
banyak hal, terutama karena
madrasah dalam banyak hal
juga masih sangat tergantung
kepada kebijakan yang dibuat
oleh Depdiknas.
Comment [I106]: Pemerintah
daerah otonom masih melihat
Madrasah sebagai bagian dari
pemerintah pusat yang tidak
menjadi tanggung jawab
pemerintah otonom.
Implikasinya distribusi dana
pendidikan dari APBD tidak
mengakomodasi kepentingankepentingan madrasah.
Walaupun sudah ada permen
mendagri yang menghendaki
adanya perlakuan yang sama
terhadap semua jenis
pendidikan, belum dirasakan
dampak implementasinya.
3
Perencana
an
pembelajar
an
Guru MTs menggunakan
RPP yang bukan hasil
pengembangan sendiri.
Kriteria Kenaikan kelas dan
Kelulusan.hanya berpatokan
pada
perolehan
nilai,
seakan-akan tidak dilihat
moral/akhlak siswa.
4
Pengemba
ngan
bahan ajar
Beban belajar untuk MTs
minimal 40 jam pelajaran per
minggu, dan boleh lebih sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Mata pelajaran BK tidak
dimasukkan dalam struktur
kurikulum.
Guru masih mengalami kesultan
mendapatkan
bahan
ajar
(buku/lks/)
Pemahaman guru tentang bahan
ajar dalam KTSP masih kurang
5
Sistem
pengadmin
istrasian
Pembelajaran tidak dapat
optimal
karena
pengembangannya tidak
sesuai
dengan
karakteristik
satuan
pendidikan
Mengadakan kerjasama
dengan pihak luar, yaitu
:
Primagama,
dan
dengan sekolah standar
Internasional.
Pemerintah
lebih
memperhatikan guru MTs
untuk
mengefektifkan
penyelenggaraan
pelatihan
peningkatan
profesionalisme guru.
Kebijakan tentang UN telah
membuat mata pelajaran
yang di UN-kan, menjadi
perioritas utama sehingga
mata
pelajaran
lainnya
terabaikan.
Kebijakan yang mendorong
agar mata pelajaran Non-UN
tidak diabaikan, harus diikuti
dengan pengawasan.
Pembinaan akhlak, bakat,
minat siswa kurang optimal
Jam pengembangan diri
(BK) agar masuk pada
kegiatan
intrakurikuler
(masuk kelas)
Fasilitas
perpustakaan
seperti: buku pokok dan
penunjang belum memadai.
MGMP diberdayakan untuk
memfasilitasi guru membuat
buku dan LKS.
Panduan pembuatan bahan
ajar untuk MTs belum ada.
Depdiknas
membuat
program motivasional untuk
mendorong guru membuat
bahan ajar.
Arsip di MTs ( kurikulum,
penilaian, edaran dan peraturanperaturan
perundangannya)
belum diadministrasikan dengan
baik.
Tenaga arsiparis dibutuhkan
dalam menata berbagai
dokumen di MTs.
Jumlah dan Peran pengawas
umum
sebagai
supervisor
administrator, belum maksimal
Pembinaan
Pengawas
terhadap
penataan
administrasi belum optimal
karena ratio- pengawas :
madrasah belum memadai.
(1 pengawas membawahi
132 madrasah)
Jumlah dan Peran pengawas
mata
pelajaran
sebagai
supervisor administrator, belum
maksimal
Jabatan Pengawas hanya untuk
memperpanjang Usia PNS
Pembinaan
Pengawas
terhadap
penataan
administrasi belum optimal
karena ratio- pengawas :
madrasah belum memadai.
(1 pengawas membawahi
132 madrasah)
Pembinaan
pengawas
terhadap
penataan
administrasi tidak optimal
Perlakuan pemerintah otonom
terhadap SDM di sekolah umum
Depdiknas mengikutsertakan
MTS dalam pelatihan bagi
tenaga arsiparis .
Pemerintah perlu merekrut
pengawas umum
secara
proporsional.
Pemerintah perlu merekrut
pengawas mata pelajaran
secara proporsional.
Pengangkatan
Pengawas
harus
mempertimbangkan
potensi calon pengawas agar
dapat
bekerja
secara
profesional.
Administrasi seluruh SDM
31
Comment [I107]: Untuk mendorong
sekolah agar tetap
memperhatikan mata pelajaran
Non-UN pemerintah telah
membuat kebijakan agar UN
didahulukan sebelum US,
sehingga kelulusan UN tidak
selalu menjamin kelulusan US.
Artinya mata pelajaran Non-UN
harus dipersiapkan dengan
sungguh-sungguh.
Comment [I108]: Pengawasan
yang ketat diperlukan agar
penilaian hasil US objektif
sehingga dapat diketahui
secara objektif hasil
pembelajaran mata pelajaran
yang di-US-kan.
Comment [I109]: Model BK dalam
KTSP terlampir
Comment [I110]: Program
motivasional ini bias berbentuk
kompetisi yang bias memotivasi
guru membuat bahan ajar.
Comment [I112]: Bagi guru
madrasah, yang mereka fahami
sebagai pengawas adalah
pengawas Pendais yang
diangkat oleh Depag. Walaupun
pembinaan terhadap guru-guru
bidang studi di madrasah
merupakan tugas pengawas
mata pelajaran yang diangkat
oleh Depdiknas, kenyataannya
pengawas ini tidak pernah
melakukan pembinaan di
madrasah.
Comment [I113]: Tidak
dilakukannya pembinaan oleh
pengawas mata pelajarn pada
madrasah, boleh jadi bukan
hanya karena lemahnya
kordinasi, tetapi karena
keterbatasan jumlah pengawas
yang ada.
Comment [I111]: Walaupun ada
aturan yang mensyaratkan
pengawas tidak boleh berusia
lebih dari 50 tahun, namun
kesan jabatan pengawas
sebagai tempat menungg masa
pensiun masih tetap melekat.
dan madrasah masih berbeda
Kurang
sinerginya
antara
Mapenda dan dinas dikdas .
Administrasi
SDM
Madrasah belum menjadi
bagian dari administrasi
pemerintah otonom
Tidak ada payung kebijakan
yang mensinergikan antara
Mapenda dan dinas dikdas .
pendidikan harus masuk
dalam administrasi dinas
pendidikan di daerah otnom.
Perlu adanya kebijakan yang
mensinergikan
antara
Mapenda dg dinas dikdas.
Comment [I114]: Permendagri No.
memungkinkan menjadi paying
aturan yang mendasari
perlakuan yang sama antara
pendidikan umum dan
madrasah.
B. KAJIAN DOKUMEN
No
1
Aspek/Sub
Aspek
Temuan
Analisis
Rekomendasi
Dokumen
Kurikulum
Permen
No.22 tahun
2006 tentang
Standar Isi
Standar isi terlalu luas
dan berat
Ada bagian yang kurang
relevan dengan tingkat
siswa pendidikan dasar.
Indonesia
memiliki
sumber daya yang kaya,
tapi sebagian belum
tersentuh
oleh
kurikulum
Sebagian standar kompetensi agar
dikurangi atau disederhanakan
UndangUndang guru
dan dosen
No.14 tahun
2005 Bab IV
pasal 9.
PP
No.19
tahun 2005
tentang
Standar
Nasional
Pendidikan
Bab V pasal
25
Pendidikan
Bab
VII
pasal
42
tentang
Sarana
Prasarana
Standar isi masih ada
sebagian yang belum
berorientasi
kepada
pengembangan
kemanfaatan SDM dan
SDA
Masih ada sebagian
guru MTs yang belum
berkualifikasi
S1/D4
dan mengajar tidak
sesuai
dengan
bidangnya (mismatch)
Sertifikas
melalui
portofolio tidak selalu
menghasilkan
guru
profesional.
Nilai UN dijadikan
standar kelulusan dan
syarat melanjutkan ke
jenjang
pendidikan
berikutnya
Masih banyak sekolah
yang
sarana
prasarananya
belum
memenuhi
standar
minimal
Sebagian guru MTs
belum
memenuhi
kualifikasi akademik
Dengan cara portofolio,
guru bisa menduplikasi
dokumen.
Mapel UN menjadi
prioritas
utama,
sehingga
sekolah/madrasah
mengenyampingkan
mapel lain.
Kurikulum agar berorientasi kepada
penanganan SDM dan pemanfaatan
SDA Indonesia disamping kemajuan
teknologi global.
Berasiswa pendidikan untuk guru-guru
yang belum memenuhi kualifikasi
akademik dan mismatch diperbanyak
agar dalam waktu yang tidak terlalau
lama semua guru telah memenuhi
kulaifikasi yang diperlukan.
Sistem portofolio harus dikaji ulang.
Comment [I117]: Panduan sertifikasi terlampir.
Nilai UN tidak dijadikan satu-satunya
alat
ukur
keberhasilan
proses
pembelajaran tapi hanya sebagai
instrumen pemetaan mutu pendidikan.
Comment [I116]: Banyak guru yang
layak mendapatkan sertifikat
pendidik, karena keterbatasan
dokumen bisa gagal dalam
sertifikasi, sebaliknya guru yang
tidak atau belumlayak,karena
mampu menduplikasi dokumen
bisa lulus sertifikasi dan
mendaptkan sertifikat pendidik.
Pemerintah harus memenuhi dana
pendidikan 20% dari APBN dan
APBD.
Jumlah dan judul buku
sedikit, tidak memiliki
laboratorium
serta
fasilitas
lain
yang
memadai
Comment [I115]: Walaupun standar
isi merupakan standar minimal
yang diasumsikan bisa dicapai
oleh siswa di seluruh wilayah
Indonesia, tanpaknya masih
harus dikaji ulang. Bagi banyak
sekolah di daerah standar ini
masih terlalu tinggi, terutama
karena fasilitas pendukng
pembelajaran masih sangat
terbatas.
Pemerintah menambah anggaran BOS
buku
32
Permen
No.11 tahun
2005
tentang buku
teks
pelajaran
pasal 9
2
3.
4.
Studi
perbandingan
antar dokumen
kurikulum
Dokumen
Perencanaan
Pembelajaran
Dokumen
bahan ajar
Buku
tidak
sesuai
dengan
SKL
yang
ditetapkan oleh BSNP
Guru kurang aktif,
kreatif dan inovatif
dalam
mengimplementasikan
KTSP
Idealisme guru
belum sesuai
dengan
kemampuan
Madrasah
Kerjasama komite
dalam penyusunan
program kerja
belum terlaksana
dengan baik
Guru mismatch
Pengisian
administrasi guru
belum sempurna.
Kebanyakan guru
menunggu guru
paket dari pusat
dan guru hanya
menggunakan
buku sebagai
bahan ajar
Kekurangan
bahan ajar (media
pembelajara) di
MTs
Keberadaan buku-buku
di Madrasah sangat
kurang
Dengan KTSP guru
dituntut lebih aktif,
kreatif dan inovatif
dibandingkan
dengan
implementasi kurikulum
1994
Keterbatasan
anggaran Madrasah
Peran Komite
belum maksimal
Kekurangan Guru
Pemahaman
pengisian
administrasi guru
belum merata
Kurangnya
pemahaman guru
dlm menentukan
atau membuat
bahan ajar dan
kurang memahami
maksud bahan ajar
itu
Keterbatasan
anggaran
madrasah
Pemerintah menfasilitasi
implementasi KTSP
pelatihan
Comment [I118]: Untukmengefektif
kan pemahaman seluruh
jajaran pendidikan sampai ke
tingkat sekolah, perlu
diberdayakan jaringan
kurikulum, yang pernah digagas
oleh Puskur Depdiknas.
Anggaran pendidikan di
maksimalkan
Partisipasi aktif pemerintah
dalam pemberdayaan komite
Pengangkatan guru sesuai dg
kebutuhan
Sosialisasi pengisian adminitrasi
guru madrasah perlu ditingkatkan
Perlu diadakan sosialisasi dan
pelatihan menyusun bahan ajar
bagi guru
Penyelenggaraan lomba-lomba
penyusnan bahan ajar
Subsidi bahan ajar perlu
ditambah
33
Comment [I120]: Kewajiban
pemerintah pusat dan daerah
menyediakan anggaran
pendidikan sebesar 20% harus
segera diwujudkan
Comment [I119]: Komite
sekolah/madrasah masih
sekedar berganti nama dari
BP3 ke Komite,yang lebih
berperan sebagai lembaga
yang meligitimasi program
sekolah.
Comment [I121]: Masih diperlukan
pelatihan pembuatan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari:
1. Program tahunan; 2.
Program semester; 3. Silabus;
4.. RPP
C. KAJIAN PELAKSANAAN
No
1
2
Aspek/Sub Aspek
Temuan
Analisis
Landasan hukum sebagai
pedoman Penyusunan
KTSP
Surat Edaran Dirjen
Depag RI No.DJ.21/
PP.00/Ed.681/2006
tentang Standar Isi
Landasan Hukum
Ada beberapa
landasan hukum
yang belum
dicantumkan
Struktur
Muatan
3
Kalender
Pendidikan
4
Silabus
dan Belum semua MTs
memberdayakan
guru BK masuk
kelas sebagai muatan
kurikulum
Pelaksanaan masih
dipengaruhi kalender
umum,terutama hari
libur
Kemampuan guru
dlm menyusun &
mengembangkan
silabus
belum
merata:
Ada guru yang blm
mampu menyusun
silabus, dan guru
yg sudah mampu
belum
dapat
mengembang kan
secara optimal
5
RPP
6
Pelaksanaan
pembelajaran
Masih ada guru yg
belum melaksanakan
RPP yg te lah dibuat
(pembelajaran yang
dilaksanakan belum
sesuai dengan yang
telah direncanakan)
Madrasah
belum
mampu
mensejajarkan
output UN dengan
SMP
Penambahan
belum efektif
Karena pentingnya
penanganan siswa untuk
lebih memahami individu
secara klasikal
Kebijakan dari atasan yang
berbeda
Guru belum sepenuhnya
menguasai sistematika
penyusunan silabus. Dlm
menentukan indikator, &
evaluasi msh banyak
menemui kesulitan
Evaluasi yg dilaksanakan
belum dapat
mengungkap aspek yg
seharusnya
dikembangkan pada
siswa seseuai dengan
kebijakan KTSP
Dlm melaksanakan RPP
masih ter pancang pada
model lama, belum me
nyesuaikan dengan
tuntutan kurikulum (kondisi
seharusnya)
Rekomendasi
Perlu dilengkapi landasan
hukum yang lain
Guru BK ada jam tatap muka
di kelas sebagai bimbingan
Menggunakan kalender
pendidikan yang telah
ditetapkan oleh/dari Mapenda
Diadakan pelatihan
penyusunan & pembuatan
silabus yang dilaksanakn
secara bertahap/ berjenjang
Perlu mensosialisasi buku
model pengembangan
silabus dan RPP secara
merata sehingga dapat
dijadikan sebagai contoh
bagi guru
Pemerintah pusat (Depag)
memfasilitasi pelaksanaan
MGMP baik di tingkat
provinsi maupun kabupaten
(MGMP dilaksa nakan secara
terstruktur dan berjenjang
Input MTs rendah
Peningkatan profesionalime
guru-guru mata pelajaran UN
Jam belajar ideal bagi MTs
adalah 6-7 jam
Jam tatap muka harus optimal
Guru TIK hanya diangkat
Depag perlu mengangkat PNS
jam
34
Comment [I122]: Landasan hukum
berupa Peraturan
Pemerintah,Permen
Diknas,Perda, Edaran-edaran,
dan lain-lain
Kekurangan
guru
Komputer (TIK) di
Madrasah
Sistem
evaluasibelum
maksimal
dalam
proses pembelajaran
Guru
kurang
memperhatikan
Penilaian
proses
(tidak ada lembar
pengamatan)
melalui guru kontrak
jurusan TIK
Alat ukur keberhasilan
harus lebihditekankan oleh
pihak yang berkompeten
Adanya pengawasan ketat
dalam setiap evaluasi di MTs
Penilaian adalah alat ukur
yang mampu membedakan
siswa yang aktif dan kreatif
Pembinaan
guru
mata
pelajaran melalui MGMP
Siswa
madrasah
tahu
sedikit dari yang banyak
Pemerintah mengurangi beban
mata
pelajaran
untuk
pendidikan dasar
Beban
kurikulum
terlalu berat dan
materi ajar terlalu
banyak
35
PENUTUP
Berdasarkan hasil diskusi kajian studi dokumentasi, kajian konsep, dan kajian
pelaksanaan dari keenam bidang tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kebijakan kurikulum pendidikan dasar perlu didukung oleh
seperangkat peraturan perundang-undangan, seperti;
a. PP PAUD dan TK
b. Diktum SD Terpadu.
1. Perlu pengkajian ulang terhadap beban materi ajar untuk tingkat pendidikan dasar.
2. Pelaksanaan kebijakan kurikulum perlu didukung oleh seperangkat peraturan
dalam pelayanan yang sama pada pendidikan dasar di seluruh Indonesia.
3. Ditemukan data di lapangan bahwa pengembangan kurikulum kurang dapat
mengakomodir materi muatan lokal yang bercirikan daerah masing-masing.
4. Kompetensi guru belum mendukung pelaksanaan KTSP, karena sosialisasi belum
merata.
5. Pertemuan dan pembahasan di Cisarua berhasil merumuskan konsep dan
penyelenggaraan pendidikan/sekolah terpadu dengan berbagai tipologinya.
36
Download