1. PENDAHULUAN Latar Belakang Sayur dan buah merupakan komponen yang penting dalam diet yang sehat sebagai sumber vitamin, mineral, dan serat. WHO merekomendasikan konsumsi sayur dan buah minimal 400 g per hari untuk mengurangi risiko beberapa penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung koroner (Hung et al. 2004), diabetes (Heidemann et al. 2005; Nὂthlings et al. 2008), hipertensi (Appel et al. 1997), dan kanker (Van Duyn & Pivonka 2000; World Cancer Research Fund/American Institute of Cancer Research 2007). Sejak tahun 1996, Departemen Kesehatan mempromosikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Salah satu pesan PHBS rumah tangga adalah mengonsumsi sayur dan buah 5 porsi setiap hari, konsumsi sayur yang dianjurkan adalah 2-3 porsi setiap hari (Kemenkes 2011). Sementara itu, Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) menganjurkan konsumsi sayur 3-5 porsi setiap hari. Manfaat konsumsi sayur dan buah telah terbukti menguntungkan kesehatan, akan tetapi konsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (93.6%) masih kurang dari lima porsi sehari (Balitbangkes 2008). Data Susenas tahun 2012 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi sayur penduduk Indonesia baru mencapai 150.16 g/kap/hari (BPS 2013) atau kurang dari 2 porsi/hari. Peranan sayuran dalam menurunkan risiko penyakit berhubungan dengan zat gizi yang dikandungnya seperti vitamin, kalium, serat, antioksidan, folat, flavonoid dan senyawa fitokimia lainnya (Hu 2003; Dauchet et al. 2006). Kandungan fitokimia dan zat gizi yang terdapat dalam sayuran dapat berfungsi sebagai antioksidan (Van Duyn dan Pivonka 2000), berperan dalam mekanisme mengurangi stres oksidatif, memperbaiki profil glikoprotein, menurunkan tekanan darah, meningkatkan sensitivitas insulin, dan memperbaiki regulasi homeostatis (Dauchet et al. 2006). Konsumsi sayuran dan asupan zat gizi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu sosio demografi, individu dan lingkungan (Pollard 2008; Patrick & Nicklas 2005). Ketersediaan dan akses pangan merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi konsumsi sayuran (Jago et al. 2007; Dave et al. 2010). Scaglioni et al. (2011) menyatakan bahwa lingkungan yang berhubungan dengan makanan yang diciptakan orangtua di rumah membentuk preferensi pangan anak dan pola penerimaan makanan, selain itu, ketersediaan dan paparan terhadap pangan tertentu akan mempengaruhi pemilihan dan asupan pangan anak. Paparan yang sering dan pengenalan rasa sayuran pada anak usia 2-3 tahun merupakan strategi yang baik untuk mengubah penerimaan sayuran yang baru dikenal (Hausner et al. 2012). Hasil penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa program pekarangan meningkatkan konsumsi sayur dan buah (Masset et al. 2012; HKI 2010), meningkatkan intik vitamin A dan konsentrasi serum retinol (Bloem et al. 1996; Faber et al. 2001; Faber et al. 2002). Anak-anak yang tinggal di rumah tangga yang memiliki pekarangan mempunyai keanekaragaman diit dan frekuensi makan sayuran yang lebih baik (Cabalda et al. 2011). Balita yang tidak menerima kapsul vitamin A dan tidak memiliki pekarangan rumah memiliki risiko buta senja 3 kali 2 lebih tinggi dibandingkan balita yang menerima vitamin A dan memiliki pekarangan rumah (Campbell et al. 2011). Pemanfaatan kebun sekolah disertai pendidikan gizi menunjukkan adanya peningkatan konsumsi sayur dan buah pada siswa dan guru (McAleese dan Ranklin 2007; Ratcliffe et al. 2011). Pemanfaatan pekarangan di pulau Jawa dapat mengurangi pengeluaran pangan rumah tangga sebesar 9.9% dan memberikan kontribusi pemenuhan konsumsi vitamin A sebanyak 12.4% dan vitamin C sebesar 23.6% (Arifin et al. 2012) serta mencegah memburuknya status gizi balita di Bogor (Khomsan et al. 2009). Telah banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan konsumsi sayur dan buah melalui pemanfaatan kebun sekolah dan penyuluhan gizi. Akan tetapi, belum banyak penelitian di Indonesia yang dilakukan untuk mengamati dan menganalisis pengaruh intervensi pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan gizi terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita secara khusus. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk menggali informasi tersebut. Perumusan Masalah Sayur merupakan sumber vitamin dan mineral yang berperan sebagai zat pengatur dalam tubuh. Konsumsi sayur memberikan banyak manfaat kesehatan bagi tubuh, akan tetapi tingkat konsumsi sebagian besar penduduk Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya konsumsi sayur dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan seperti sariawan (National Health and Medical Research Council 1999), divertikulosis (Marlett et al. 2002), dan meningkatkan risiko PTM (Hu 2003; Hung et al. 2004; Heidemann et al. 2005; Nὂthlings et al. 2008, Appel et al. 1997, World Cancer Research Fund/American Institute of Cancer Research 2007; Van Duyn dan Pivonka 2000). Determinan konsumsi sayur adalah faktor sosio demografi, individu dan lingkungan. Kebiasaan makan rumah tangga dan ketersediaan pangan merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi preferensi dan asupan pangan anak (Scaglioni et al. 2011). Ketersediaan dan akses pangan merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi konsumsi sayuran (Dave et al. 2010; Jago et al. 2007). Ketika suatu pangan tidak tersedia maka tidak dapat dikonsumsi. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka orang menjadi tidak terbiasa mengonsumsi pangan tersebut yang akhirnya menjadi kebiasaan yang melekat dan sulit diubah sampai dewasa. Rumah tangga yang tinggal di perdesaan umumnya memiliki rumah dan pekarangan yang cukup luas. Pekarangan ini terkadang hanya ditanami tanaman hias atau tidak dimanfaatkan sama sekali. Intervensi penyuluhan gizi dan peningkatan pemanfaatan pekarangan untuk ditanami sayuran merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah (1) bagaimana konsumsi sayur rumah tangga dan anak balita? (2) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsumsi sayur rumah tangga dan anak balita? dan (3) seberapa besar pengaruh penyuluhan gizi dan pemanfaatan tanaman pekarangan terhadap konsumsi sayur rumah tangga dan anak balita?. 3 Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan balita. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk; 1. Menganalisis pemanfaatan pekarangan rumah tangga 2. Menganalisis konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita. 4. Menganalisis dan mengevaluasi pengaruh peningkatan pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan gizi terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan anak balita. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai besaran pengaruh peningkatan pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi. Dengan demikian penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi perencanaan dan pelaksanaan program peningkatan konsumsi sayur yang lebih efektif. Kerangka Pemikiran Kuantitas dan kualitas gizi yang baik dapat menciptakan hidup sehat dan produktif. Hal ini tidak saja memerlukan protein dan kalori yang cukup akan tetapi juga memerlukan vitamin dan mineral yang banyak terkandung dalam sayur dan buah. Pada tahun 2012, rata-rata konsumsi sayur penduduk Indonesia kurang dari 2 porsi sehari. Rendahnya konsumsi sayur dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan dan meningkatkan risiko PTM. Konsumsi sayur dan asupan zat gizi dipengaruhi oleh faktor sosial demografi, individu, dan lingkungan (Patrick & Nicklas 2005; Pollard 2008). Faktor sosial demografi meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan (Beydoun dan Wang 2007), keadaan sosial ekonomi (Viswanath dan Bond 2007), dan pekerjaan (Uglem et al. 2007). Sementara itu, faktor individu yang berpengaruh terhadap konsumsi sayur adalah pengetahuan (Wardle et al. 2000), sikap, perilaku (Gibson et al. 1998) preferensi (Gatto et al. 2012), efikasi diri (Watters et al. 2007), dan kebiasaan (Maclellan et al. 2004). Orangtua, terutama ibu, merupakan gatekeepers konsumsi rumah tangga terutama anak-anaknya. Ibu biasanya membeli, menyediakan, dan menyajikan makanan di rumah. Oleh karena itu, ibu mempunyai peran yang penting dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi rumah tangga. Faktor lingkungan meliputi lingkungan rumah tangga, preferensi anggota rumah tangga, kemampuan daya beli, ketersediaan dan akses pangan. Orangtua memiliki peran langsung dalam membentuk pola makan anak melalui perilaku, sikap dan pola pemberian makan (Patrick & Nicklas 2005). Lingkungan rumah yang berhubungan dengan makanan yang diciptakan orangtua membentuk preferensi pangan anak dan pola penerimaan makanan, selain itu, ketersediaan dan 4 paparan terhadap pangan tertentu akan mempengaruhi pemilihan dan asupan pangan anak (Scaglioni et al. 2011; Patrick & Nicklas 2005). Ketersediaan pangan yang beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup di tingkat rumah tangga dapat dipengaruhi oleh pendapatan (Kamphuis et al. 2006). Ketersediaan melalui produksi sendiri di lahan pekarangan dapat meningkatkan konsumsi sayur dan buah (Cabalda et al. 2011; Ratcliffe et al. 2011). Konsumsi Sayur dan Asupan Zat Gizi Rumah Tangga Balita Karakteristik Sosio Demografi Usia Jenis kelamin Besar RT Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Pengeluaran Pengetahuan, sikap, dan praktek Ibu Praktek pemberian makan Kebiasaan makan Preferensi, Efikasi diri Ketersediaan dan akses pangan (pemanfaatan pekarangan) Intervensi program pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan Keterangan: Hubungan dan pengaruh antar variabel diteliti Hubungan dan pengaruh antar variabel tidak diteliti Gambar 1. Kerangka pemikiran pengaruh program pemanfaatan pekarangan dan penyuluhan terhadap konsumsi sayur dan asupan zat gizi rumah tangga dan balita.