Jurnalisme Advokasi

advertisement
Pertemuan ke-9 mata kuliah Dasar-dasar Jurnalistik
Apakah itu advokasi?


Di indonesia, advokasi seringkali diartikan sebatas kegiatan
pembelaan kasus (ligitasi). Dalam bahasa belanda: advocaat,
advocateur (pengacara hukum, pembela)
Dalam bahasa inggris: to advocate tidak hanya membela (to
defend) tetapi juga memajukan atau mengemukakan (to promote)
dan menciptakan (to create)
Jurnalistik advokasi merupakan kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh
wartawan dengan cara mengarahkan fakta hasil reportase untuk
membentuk opini publik.
Pemberitaan jurnalisme advokasi lebih banyak ditujukan untuk suatu
kepentingan tertentu yang disajikan dalam bentuk pemberitaan fakta dan
peristiwa.
Berita-berita yang dimunculkan tidak hanya berupa informasi, akan tetapi
mengemukakan persoalan-persoalan yang erat kaitannya dengan
masyarakat. Dalam hal ini wartawan harus menuliskan fakta demi fakta
secara intens dan benar.
(Eni setiati, Ragam Jurnalistik baru dalam pemberitaan, ed 1,
(Yogyakarta: ANDI, 2005) hal 59 dan 99.
Advocacy journalism?

Adalah kegiatan jurnalistik yang berupaya menyuntikkan
opini ke dalam berita. Tiap reportase, tanpa mengingkari
fakta, diarahkan untuk membentuk opini publik. Rangkaian
opini yang terbentuk dan hendak diapungkan di dapat dari
kerja para jurnalis ketika memproses liputan fakta demi fakta
secara intens dan sungguh-sungguh. Jadi, kesimpulan opini
mereka memiliki erat dengan realitas fakta peristiwa yang
terjadi dalam masyarakat (Sumadiria, 2008: 170).
Komunikasi advokasi:
Aktivitas komunikasi apapun yang dimaksudkan untuk mencapai salah satu
dari tujuan komunikasi berikut:
1.Mendidik/ menginformasikan
2.Melakukan persuasi
3.Menggerakkan untuk bertindak
Dua kaki media
Media dan advokasi:
Berkomunikasi melalui media massa untuk mempengaruhi
pengambil kebijakan dalam menyusun peraturan dan
undang-undang yang mempengaruhi kehidupan orang
banyak.
Mengapa media massa?
 Sebagian besar pengambil keputusan terjangkau oleh
media massa. Media massa dapat membentuk agenda
publik, menciptakan ketertarikan publik mengenai suatu
isu dan melakukan pemaparan setiap hari, bisa
mempengaruhi kepentingan isu tersebut, khususnya isu
yang menyentuh kebutuhan dan kepedulian publik.
 Di media selalu ada pertarungan wacana dan gagasan.




Advokasi tidak hanya familiar di ranah hukum saja, dalam ranah
jurnalistik ia juga bisa masuk dan berhubungan dengan media
massa.
Menurut Reyes, advokasi adalah aksi strategis yang ditujukan
untuk menciptakan kebijakan public yang bermanfaat bagi
masyarakat atau mencegah munculnya kebijakan yang
diperkirakan merugikan masyarakat. (Socorro Reyes, Local
Legislative Advocacy Manual, Philippines: The Center for
Legislative Development, 1997).
Secara umum advokasi dapat dimaknai sebagai ragam aktivitas
yang terintegrasi dan sistematis untuk mencapai perubahan/tujuan
dengan melibatkan banyak orang/kelompok melalui proses
pendidikan, penyadaran, dan pengorganisasian.
Advokasi bukanlah suatu proses yang selalu berhubungan dengan
hukum dan peradilan. Hanya saja, sampai saat ini banyak kasus
hukum yang menggunakan cara-cara advokasi untuk
melancarkannya.
Kegiatan yang terorganisir untuk memengaruhi dan membawa
perubahan itu, tentunya membutuhkan proses komunikasi yang tepat
untuk melancarkannya. Untuk itulah, media hadir sebagai saluran
komunikasi tersebut.
 Media memiliki kekuatan yang besar untuk mempengaruhi khalayak.
Hal ini dapat dilihat dari suksesnya media massa digunakan sebagai
alat propaganda oleh berbagai partai politik ketika musim pemilu
berlangsung.
 Berbeda dengan propaganda, advokasi adalah proses yang lebih arif
karena tidak memenangkan atau menjatuhkan salah satu pihak. Dasar
tindakan advokasi sejatinya adalah penyadaran terhadap hal-hal yang
selama ini tertutupi oleh pandangan umum yang sudah tertanam
sedemikian kuatnya sehingga tanpa disadari pandangan umum itu
diyakini sebagai sesuatu yang wajar dan benar.
 Dalam advokasi, proses penyadaran itu dilakukan pada sebagian besar
massa agar tujuan yang dicanangkan dapat dicapai. Tanpa adanya
kekuatan massa, hasil dari advokasi tidak akan begitu terekspos, maka
disinilah peran media massa dalam proses advokasi.

Berbicara tentang komunikasi efektif dan penyampaian pesan, maka
media merupakan salah satu sarana vital advokasi.
 Agar hasilnya efektif, pesan yang disampaikan melalui media massa
harus jelas dan ditujukan kepada audiens yang tepat. Dengan
mendefinisikan jenis pesan, sasaran yang dituju, maka akan
mempengaruhi jenis media massa yang digunakan serta pertimbangan
pilihan media massa jika ditinjau dari cakupan atau jangkauan
siaran/sirkulasi media massa itu sendiri.
 Jika pesan atau isu yang diangkat adalah permasalahan lokal, maka
media massa yang digunakan lebih tepat media massa lokal, begitu
pula sebaliknya. Begitu halnya sasaran tentang isu itu sendiri.
Pengertian sasaran di sini adalah pihak yang dituju dalam proses
advokasi sehingga diharapkan mampu terjadi perubahan suatu
keputusan atau kebijakan, antara lain masyarakat yang bersangkutan,
para pengambil keputusan (legislatif, eksekutif, birokrat), pemilik
modal dan stake holder lainnya.

Contoh jurnalisme advokasi

Misalnya tentang isu Taman Nasional Gunung Merapi. Jika dalam isu ini
sasaran yang dituju lebih banyak pada tingkat lokal, termasuk para
pengambil kebijakan di tingkat lokal, maka media massa yang digunakan
lebih tepat media massa lokal. Hal ini berbeda dengan isu yang berada di
lokal namun berskala nasional atau sararan yang dituju adalah para
pengambil keputusan di pusat pemerintahan.
Terkadang, advokasi yang terjadi di media massa memang sulit untuk
dikenali karena memang advokasi di media tidak dilabeli sebagai
jurnalisme advokasi, melainkan tersirat di dalam konten media itu sendiri.
 Misalnya saja kasus penggusuran rumah warga di pinggir rel kereta api.
Yang ditampilkan dalam pemberitaan sering kali adalah sisi kemanusiaan
yang menggugah rasa kasihan dari masyarakat dan membuat persepsi
seolah-olah pihak yang menggusur adalah yang salah, padahal justru
sebaliknya, penggusuran itu tepat karena walau bagaimana pun
membangun rumah di kawasan terlarang seperti di pinggir rel kereta api
adalah ilegal dan membahayakan. Kasus pemberitaan seperti ini bukanlah
jurnalisme advokasi, jadi jangan dianggap semua berita yang mengekspos
penderitaan kaum proletar adalah jurnalisme advokasi.

Contoh jurnalisme advokasi
Sungguh malang menjadi guru di Indonesia! Penghasilan mereka sedemikian kecil.
Itu pun sering dipotong tanpa alasan yang jelas. Aksi unjuk rasa ribuan guru untuk
menuntut realisasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sebagaimana diamanatkan dalam
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
hanya ditanggapi pemerintah dalam bentuk janji-janji yang tidak pasti. Tragedi
yang dialami para guru semakin meninggi. Kejujuran mereka untuk mengungkap
kebusukan justru membuahkan pemecatan. Itulah yang dialami kalangan guru yang
terhimpun dalam Komunitas Air Mata Guru (KAMG). Sebanyak 27 dari 30 guru
dalam organisasi KAMG yang menyingkap kecurangan dalam pelaksanaan Ujian
Nasional (UN) 2007 di Medan dikenai sanksi. Sebagian besar dipecat dan yang
lainnya dikurangi jam mengajarnya oleh pihak sekolah tempat mereka mengabdi.
KAMG menunjukkan bahwa kecurangan itu melibatkan pihak sekolah dan
dijalankan secara sistematis bersama Kantor Diknas setempat (Media Indonesia, 20
Juli 2007). Peristiwa serupa terjadi di Bandung. Iwan Hermawan, Sekretaris
Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), yang juga adalah anggota tim
pemantau UN 2007 dari Dewan Pendidikan Kota Bandung, terancam sanksi
penundaan kenaikan pangkat. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang
memiliki keharusan moral untuk melindungi para guru, ironisnya, menunjukkan
sikap masa bodoh. Gejala ini dapat disimak dari pernyataan Mendiknas Bambang
Sudibyo yang menegaskan, Depdiknas tidak akan memberikan perlindungan
kepada guru yang mengungkapkan adanya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan
UN. Perlindungan hukum, tegas Mendiknas, adalah tugas kepolisian.
Contoh jurnalisme advokasi
Apakah yang dapat dijalankan kalangan jurnalis ketika menghadapi peristiwa sosial
semacam ini? Haruskah para jurnalis sekadar berdiam diri dengan berdalih pada
objektivitas pemberitaan? Apakah jurnalis harus membela atau mengadvokasi para guru
yang berada dalam situasi dipinggirkan? Memang, jurnalisme dan advokasi merupakan
dua hal yang sangat berlainan. Jurnalisme adalah aktivitas mengumpulkan dan
menyebarkan fakta dalam bentuk berita. Kegiatan ini dilakukan jurnalis yang bekerja
dalam lembaga media massa. Advokasi merupakan tindakan pembelaan yang dijalankan
aktivis sosial untuk mendukung perjuangan mereka yang dilemahkan. Jurnalisme
menuntut wartawan mempraktikkan objektivitas. Advokasi menuntut aktivis menjalankan
dukungan berdasarkan pada subjektivitas. Dalam jurnalisme, KAMG yang membongkar
kecurangan pelaksanaan UN itu disebut sebagai ”peniup peluit” (whistleblower). Mereka
melaporkan ketidakberesan kepada pihak yang berwenang supaya ada tindakan korektif
untuk memperbaiki keadaan. Jika pihak yang memiliki otoritas justru menyudutkan
kedudukan mereka, dengan dalih mencermarkan nama baik misalnya, selayaknya jurnalis
mengadvokasi whistleblower ini. Bukan untuk menciptakan sensasi atau menambah
kontroversi jika jurnalis melakukan advokasi. Tujuan jurnalis dalam kasus ini adalah
membeberkan peristiwa beraroma skandal yang menggerogoti dunia pendidikan.
tugas





Pelajari tentang Jurnalisme Advokasi dari berbagai sumber.
Buatlah analisis terhadap suatu berita yang bersifat advokasi di media
massa (Koran/ TV/ Internet/ Radio, dll)
Analisis diketik di kertas A4 minimal 1000 kata kemudian diprint dan
dikumpulkan ke meja administrasi prodi ilmu komunikasi maksimal
tanggal 9 Desember 2014 jam 12:00 WIB, lampirkan sumber berita
yang dianalisis.
Tugas dikerjakan secara berkelompok maksimal 3 orang.
Segala kecurangan tidak akan mendapat nilai.
Download