Tradisi Kritis

advertisement
TRADISI-TRADISI KOMUNIKASI
 Istilah yang dipopulerkan pakar komunikasi, Robert
T. Craig, melalui tulisannya “Communication Theory
as a Field” (Communication Theory 9 [1999]), yang
kemudian dikembangkan oleh Stephen W. Littlejohn
bersama koleganya Karen A. Foss, lewat buku
mereka, Theories of Human Communication (2008).
 Craig membagi dunia komunikasi ke dalam tujuh
tradisi pemikiran: (1) semiotik; (2) fenomenologis;
(3) sibernetika; (4) sosiopsikologis; (5)
sosiokultural; (6) kritis; dan (7) retoris.
Asumsi Utama mengenai Ontologi
dan Sifat Manusia
Seberapa jauh perilaku manusia “ditentukan” atau “sukarela”?
Bagaimana orang dapat memahami
dan mengelola lingkungan?
PENDEKATAN
OBJEKTIF
PENDEKATAN
SUBJEKTIF
Fenomenologi
Etnometodologi
Teori
Tindakan
Sosial
Sibernetika
Teori
Sistem
Terbuka
Behaviorisme
Teori Belajar
Sosial
Tradisi Semiotik
(The Semiotic Tradition)
Semiotik (semiotic) sebagai ilmu atau kajian tentang
tanda-tanda membentuk tradisi pemikiran yang vital
dalam teori komunikasi. Pada dasarnya tradisi
semiotik terdiri atas sekumpulan teori mengenai
bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda,
gagasan, keadaan, situasi, perasaan, serta kondisi di
luar tanda-tanda itu sendiri. Kajian tentang tandatanda tidak sekadar memberikan cara untuk melihat
komunikasi, namun juga memiliki pengaruh yang
cukup signifikan pada hampir semua perspektif yang
kini diterapkan pada teori komunikasi.
Dalam pandangan Littlejohn dan Foss
(2008), konsep dasar yang
menyatukan tradisi ini adalah tanda
yang didefinisikan sebagai stimulus
untuk menandakan atau menunjukkan
kondisi-kondisi lain—umpamanya
sewaktu asap menandakan adanya
api. Konsep dasar yang kedua adalah
simbol yang biasanya menandakan
tanda yang kompleks dengan beragam
makna, termasuk makna yang sangat
khusus.
Sementara ahli memberikan perbedaan
yang kuat antara tanda dan simbol—tanda
dalam realitasnya memiliki referensi yang
jelas terhadap sesuatu, sedangkan simbol
tidak. Para ahli lainnya melihatnya sebagai
tingkat-tingkat istilah yang berbeda dalam
kategori yang sama. Dengan
memfokuskan perhatian pada tanda dan
simbol, semiotik menyatukan kumpulan
teori yang sangat luas, yang berkaitan
dengan bahasa, wacana, serta pelbagai
tindakan nonverbal.
Tradisi Fenomenologis
(The Phenomenological Tradition)
Pelbagai teori dalam tradisi
fenomenologi (phenomenology)
berasumsi bahwa orang-orang secara
aktif menginterpretasi pengalamanpengalamannya dan mencoba
memahami dunia lewat pengalaman
pribadinya. Intinya, tradisi ini
memfokuskan perhatiannya pada
pengalaman sadar seseorang.
Stanley Deetz menyimpulkan tiga prinsip
fenomenologi:
 Pertama, pengetahuan ditemukan secara langsung
dalam pengalaman sadar—kita akan mengetahui
dunia ketika kita berhubungan dengannya.
 Kedua, makna benda terdiri atas kekuatan benda
dalam kehidupan seseorang. Dengan kata lain,
bagaimana Anda berhubungan dengan benda, maka
menentukan maknanya bagi Anda. Misalnya, Anda
akan mengambil kajian teori komunikasi dengan
serius sebagai pengalaman di bidang pendidikan saat
Anda mengalaminya sebagai sesuatu yang akan
memberikan pengaruh positif pada kehidupan Anda.
 Ketiga, bahwa bahasa pada dasarnya
merupakan kendaraan makna. Kita mengalami
dunia lewat bahasa yang kita gunakan untuk
mendefinisikan serta mengekspresikan dunia
tersebut. Kita mengetahui kunci sebab bahasa
yang kita hubungkan dengannya akan menunjuk
pada “menutup”, “membuka”, “besi”, “berat,” dan
sebagainya.
Tradisi Sibernetika
(The Cybernetics Tradition)
 Sibernetika (cybernetics) merupakan tradisi
sistem-sistem kompleks yang di dalamnya banyak
orang saling berinteraksi, memengaruhi satu sama
lainnya. Teori-teori dalam tradisi sibernetika
menjelaskan bagaimana proses fisik, biologis,
sosial, dan perilaku bekerja.
 Dalam sibernetika, komunikasi dipahami sebagai
sistem pelbagai bagian atau variabel-variabel
yang saling memengaruhi satu sama lainnya,
membentuk, serta mengontrol karakter
keseluruhan sistem; dan layaknya organisme,
menerima keseimbangan dan perubahan.
 Pada dasarnya, ide sistem membentuk inti pemikiran
sibernetika. Sistem adalah seperangkat komponen
yang saling berinteraksi, yang bersama-sama
membentuk sesuatu yang lebih dari sekadar sejumlah
bagian.
 Sebetulnya, para pakar tidak begitu tertarik dengan
sistem dan fungsi-fungsinya. Mereka lebih tertarik
pada bagaimana sistem itu mengatur dalam
menyokong dan mengontrol diri dari waktu ke waktu.
Bagaimana, misalnya, pesawat terbang membuat
pengaturan dalam melawan gaya gravitasi, arus
angin, dan daya-daya lainnya serta mengatur dirinya
bersama dengan rute yang telah diatur? Hal ini hanya
bisa terjadi karena adanya sistem di dalam sistem.
 Sistem ditanamkan di dalam satu dan lainnya,
seolah sistem itu merupakan bagian dari sistem
yang lebih besar yang membentuk sejumlah
tingkatan dengan kompleksitas yang terus
berkembang. Kita melihat dengan sangat leluasa
ketika mengamati sejumlah sistem yang saling
berinteraksi satu dengan lainnya dalam sistem
induk yang besar atau kita dapat mengambil
perspektif yang lebih sempit dengan
mengobservasi subsistem yang lebih kecil.

Tradisi Sosiopsikologis
(The Sociopsychological Tradition)
Kajian individu sebagai makhluk sosial merupakan
tujuan dari tradisi sosiopsikologis
(sociopsychological).
Tradisi yang berasal dari kajian psikologi sosial ini
memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi.
Teori-teori tradisi ini berfokus pada perilaku sosial
individu, variabel psikologis, efek individu,
kepribadian dan sifat, persepsi, serta kognisi.
Walaupun teori-teori ini memiliki banyak
perbedaan, mereka sama-sama memperhatikan
perilaku dan sifat-sifat pribadi serta proses
kognitif yang menghasilkan perilaku.
Pelbagai penjelasan psikologis
penting dalam tradisi sosiopsikologis.
Mekanisme-mekanisme universal
yang menentukan tindakan dianggap
bisa ditemukan lewat penelitian yang
cermat. Konsekuensinya, tradisi ini
menjadi yang kerap diasosiasikan
dengan “ilmu komunikasi” (the
science of communication).
Menurut Littlejohn & Foss (2008), banyak
karya komunikasi terbaru dalam tradisi ini
yang memperhatikan pada persuasi dan
perubahan sikap—pemrosesan pesan,
bagaimana individu merencanakan strategi
pesan, bagaimana penerima pesan
memproses informasi pesan, dan dampak
pesan pada individu.
Bagian yang masih popular dalam perspektif
sosiopsikologis adalah teori sifat, yang
mengidentifikasi variabel kepribadian serta
pelbagai kecenderungan pelaku komunikasi
yang memengaruhi bagaimana individu
bertindak serta berinteraksi.
Tradisi Sosiokultural
(The Sociocoltural Tradition)
Pendekatan sosiokultural (sociocultural)
terhadap teori komunikasi menunjukkan cara
pemahaman kita terhadap makna, norma,
peran, serta peraturan yang dijalankan secara
interaktif dalam komunikasi. Pelbagai teori
tersebut mengeksplorasi dunia interaksi yang
dihuni oleh manusia, menjelaskan bahwa
realitas bukanlah seperangkat susunan di luar
kita, melainkan dibentuk lewat proses interaksi
di dalam kelompok, komunitas, serta budaya.
Tradisi sosiokultural memfokuskan
diri pada bentuk-bentuk interaksi
manusia daripada karakteristik
individu atau model mental.
Interaksi merupakan proses dan
tempat makna, peran, peraturan,
dan nilai budaya yang dijalankan.
Walaupun individu memproses
informasi secara kognitif, namun
tradisi ini kurang tertarik pada
komunikasi level individu.
Para peneliti dalam tradisi ini berharap
dapat memahami cara-cara yang di
dalamnya manusia bersama-sama
menciptakan realitas kelompok sosial
mereka, organisasi, dan budaya.
Sudah tentu, kategori yang digunakan
oleh individu dalam memproses
informasi diciptakan secara sosial
dalam komunikasi, berdasarkan pada
tradisi sosiokultural.
Tradisi Kritis
(The Critical Tradition)
Pelbagai pertanyaan ihwal keistimewaan dan
kekuatan dianggap penting dalam teori
komunikasi dan merupakan tema dari tradisi kritis
(critical).
Jika, misalnya, Anda memiliki atau kurang
memiliki keistimewaan karena warna kulit,
kewarganegaraan, bahasa, agama, jenis kelamin,
orientasi seksual, permasalahan wilayah, tingkat
pendapatan, serta aspek-aspek identitas Anda
lainnya, maka Anda menghadapi bentuk
perbedaan sosial yang dianggap sangat penting
oleh para ahli tradisi kritis.
Teori-teori tersebut sesungguhnya
menyangkut tentang bagaimana kekuatan,
tekanan, dan keistimewaan sebagai hasil
dari bentuk-bentuk komunikasi tertentu
dalam masyarakat, membuat tradisi kritis
penting dalam kajian teori komunikasi
sekarang ini.
Tradisi kritis berlawanan dengan banyak
asumsi dasar dari tradisi lainnya. Sangat
dipengaruhi oleh karya-karya di Eropa,
feminisme Amerika, serta kajian-kajian postmodernisme dan post-kolonialisme. Tradisi
ini berkembang pesat dan berpengaruh pada
teori komunikasi.
Dalam kajian komunikasi, para penganut
mazhab kritis umumnya tertarik dengan
bagaimana pesan memperkuat penekanan
dalam masyarakat.
Meski para penganut pendekatan kritis
tertarik pada tindakan sosial, mereka juga
fokus pada wacana dan teks-teks yang
mempromosikan ideologi-ideologi
tertentu, membentuk dan
mempertahankan kekuatan, meruntuhkan
minat-minat kelompok atau kelas
tertentu.
Analisis wacana kritis memperhatikan
fitur-fitur aktual dalam teks yang
memunculkan rangkaian penekanan
tersebut, tanpa memisahkan
komunikasi dari faktor lain pada
keseluruhan sistem kekuatan yang
bersifat menekan.
Sesungguhnya sedemikian luasnya
teori-teori kritis itu, sehingga selalu
sulit ditempatkan dan dikelompokkan
dalam keseluruhan teori komunikasi.
Tradisi Retoris
(The Rhetorical Tradition)
Kata ‘retorika’ sekarang ini tampaknya
kerap mengalami penyempitan makna—
kosong, atau sekadar ungkapan ornamen
yang berlawanan dengan tindakan.
Bagaimanapun, dalam kondisi yang
sesungguhnya, kajian retorika mempunyai
sejarah yang berbeda di belahan Barat,
abad kelima sebelum Masehi di Yunani.
Kajian retorika secara umum didefinisikan sebagai
simbol yang digunakan manusia.
Pada awalnya, ilmu ini berhubungan dengan
persuasi, sehingga retorika adalah seni
penyusunan argumen dan pembuatan naskah
pidato. Kemudian, berkembang sampai meliputi
proses penyampaian segala jenis pesan.
Fokus dari retorika telah diperluas, bahkan lebih
mencakup segala cara manusia dalam
menggunakan simbol untuk memengaruhi
lingkungan di sekitarnya serta guna membangun
dunia tempat mereka tinggal.
Pada dasarnya, pusat dari tradisi
retorika adalah kelima karya agung
retorika—penemuan, penyusunan,
gaya, penyampaian, dan daya ingat.
Semua ini merupakan elemen-elemen
dalam mempersiapkan sebuah pidato
orang Yunani dan Roma kuno,
berhubungan dengan pelbagai ide
penemuan, pengaturan ide, memilih
bagaimana membingkai ide-ide tersebut
dengan bahasa, serta pada akhirnya,
penyampaian isu dan daya ingat.
Dengan perubahan pada retorika,
kelima karya agung ini telah mengalami
kesamaan perluasan. Penemuan
sekarang mengacu pada
konseptualisasi—proses saat kita
menentukan makna dari simbol lewat
interpretasi, respons terhadap fakta
yang tidak mudah kita temukan pada
apa yang sudah ada, namun
menciptakannya melalui penafsiran dari
kategori-kategori yang kita gunakan.
(Littlejohn & Foss, 2008).
Download