PADA TANAMAN LADA

advertisement
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI
PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE)
PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.)
DI INDONESIA
IRWAN LAKANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
ii
ABSTRAK
IRWAN LAKANI. Deteksi dan Identifikasi Penyebab Penyakit Belang pada
Tanaman Lada (Piper nigrum L). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA dan TRI
ASMIRA DAMAYANTI.
Penyakit belang pada tanaman lada pada awalnya diduga disebabkan oleh
mikoplasma, namun hasil penelitian di beberapa negara menunjukka n bahwa
penyakit ini disebabkan oleh dua jenis virus yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV)
dan Piper Yellow Mottle Virus (PYMV).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus
penyebab penyakit belang pada tanaman lada yang terdapa t di pulau Bangka,
Lampung, Sukabumi, dan Bogor, serta untuk mengetahui efisiensi tiga jenis
serangga vektor dalam penularan virus CMV dan PYMV.
Hasil pengamatan yang dilakukan di sembilan kebun petani dibeberapa desa
di Pulau Bangka menunjukkan serangan sebesar 95% dengan gejala umum belang
dan keriting. Gejala serangan yang sama ditemukan pula di beberapa kebun
petani di Lampung dan Bogor, sedangkan pada lokasi di Kebun Percobaan Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Sukamulya didominasi gejala be lang.
Deteksi daun sakit bergejala keriting dan belang dengan uji ELISA menunjukkan
sampel positif bereaksi dengan antiserum CMV dan Banana Streak Virus (BSV).
Penularan virus dengan perlakuan jumlah serangga vektor, kontrol, 1, 3, 7, dan 10
ekor menunjukkan bahwa kutu daun Aphis gossypii tidak dapat menularkan kedua
jenis virus tersebut. Penularan menggunakan serangga vektor Planococcus minor
dan Ferrisia virgata pada perlakuan satu ekor serangga vektor diperoleh hasil
bahwa hanya PYMV yang dapat ditula rkan dengan efisiensi 40-100%.
Amplifikasi genom virus dengan PCR menggunakan 5’-Badna T dan 3’-SCBVR1
diperoleh amplikon berukuran ± 650 bp. Perunutan nukleutida amplikon hasil
PCR menunjukkan adanya homologi sekuen sebesar 85% dengan sekuen PYMV
ORF1 yang dilaporkan oleh de Silva et al.
iii
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI
PENYEBAB PENYAKIT BELANG (MOTTLE)
PADA TANAMAN LADA (Piper nigrum L.)
DI INDONESIA
IRWAN LAKANI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Proteksi Tanaman
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
iv
Judul Tesis
Nama
NIM
: Deteksi dan Identifikasi Penyebab Penyakit Belang (Mottle)
pada Tanaman Lada (Piper nigrum L) di Indonesia
: Irwan Lakani
: A451030051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.
Ketua
Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr.
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Entomologi- Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.
Tanggal Ujian : 27 Januari 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal Lulus : 03 Februari 2006
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Luwuk, Sulawesi Tengah pada tanggal 15 Oktober
1970 sebagai anak keenam dari tujuh bersaudara dari pasangan Hamzah Lakani
(alm) dan Sun Lasori (alm). Penulis menikah dengan Dian Astuti, SP pada tahun
2004 dan telah dikaruniai seorang putri Afiqah Syazana pada tanggal 15
Desember 2005.
Pendidikan Sekolah dasar diselesaikan di SDN Pembina Kecamatan
Pagimana tahun 1983,
Sekolah Menengah Pertama di SMPN Kecamatan
Pagimana tahun 1986 dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMAN 2 Palu
tahun 1989.
Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Tadulako di Palu dan lulus pada tahun 1996. Pada
tahun 2003 penulis memperoleh kesempatan melanjutkan studi S2 di Program
Studi Entomologi-Fitopatologi Institut Pertanian Bogor, dengan biaya Beasiswa
Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional.
Sejak tahun 2000 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar
di Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Tadulako Palu.
vi
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyusun tesis dengan judul “Deteksi dan Identifikasi Penyebab Penyakit
Belang pada Tanaman Lada (Piper nigrum L) di Indonesia”. Tesis ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi
Entomologi-Fitopatologi Departeman Proteksi Tanaman Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing, Dr. Ir. Gede
Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr. atas segala arahan, bimbingan,
dan masukan saran-saran serta bantuan moril dan materil sejak penyusunan rencana
penelitian sampai penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir.
Rodiah Balfas,M.Sc dan Dr.Ir. Sukamto, M.Sc. yang
telah membantu untuk
menyediakan sebagian biaya sebagai bentuk kerjasama penelitian dan juga atas saran dan
masukan untuk penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih pula disampaikan kepada Dra.
Dewi Sartiami, M.Si. atas bantuannya dalam identifikasi serangga vektor.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian dan Rektor
Universitas Tadulako Palu, atas dorongan dan izin yang diberikan untuk mengikuti
pendidikan S2 di IPB. Ucapan terima kasih juga kepada Dekan Sekolah Pascasarjana
IPB, Ketua Departemen Proteksi Tanaman, dan Ketua PS Entomologi-Fitopatologi atas
kesediaan menerima penulis untuk studi di IPB.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Laboratorium Virologi
Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman atas izin penggunaan bahan dan peralatn
laboratorium. Kepada laboran, Pak Edi, Ibu Aisyah terima kasih atas bantuan teknis dan
pengetahuan teknis yang diberikan selama penelitian dilaksanakan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada sahabat dan senior di Laboratorium
Virologi Tumbuhan, Tuty Leg iastuty yang tidak bosan menjawab pertanyaan-pertanyaan
bila penulis mengalami kesulitan, Ir. Noor Aidawati, M.Si, Ir. Elisa S. Rusli, M.Si, Dr.
Ir. Muhamma d Taufik, M.Si., Ir. Ummu S.R, M.Si, Firdaus, SP,M.Si., Supriyanto,
SP,M.Si. atas bantuan dan saran-saran selama penelitian. Juga kepada teman-teman
seangkatan, Pak Rustam, Pak Andre, Pak Jekvy, Ibu Yayuk, Ibu Rita, penulis ucapkan
terima kasih atas kebersamaan selama menempuh pendidikan S2.
Kepada rekan-rekan di Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah
(Himpast) dan teman-teman serumah Bang Suhaedi, Pak Nur Sangadji, Pak Iskandar, Pak
Wahid serta Fajar, penulis haturkan terima kasih atas dukungan semangatnya.
Kepada Ayahanda (Alm) dan Ibunda (Alm), penulis ucapkan terima kasih yang tak
terhingga atas asuhan dan didikkan sehingga penulis dapat bertahan dan melanjutkan
hidup tanpa sempat didampingi sejak SD hingga sekarang, kepada paman dan bibi serta
kakak dan adiku terima kasih atas dukungan moril dan materil yang tiada hentinya.
Rasa terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada istri tercinta Dian Astuti,
yang begitu sabar ditinggal selama menempuh pendidikan S2 hingga hadirnya buah hati
tercinta “Afiqah Syazana”. Terima kasih pula sedalam-dalamnya kepada mertua, Bapak
Soebandjar S dan Ibu Dra. Farida S. Amu, M.Si atas bantuan yang amat tulus dan
dorongan semangat.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini,
namun demikian penulis harapkan semoga tesis ini dapat memberikan informasi dan
banyak manfaat kepada pembaca.
Bogor, Januari 2006
Irwan Lakani
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan Penelitian ....................................................................................
Hipotesis .................................................................................................
1
4
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gejala Infeksi Virus Pada Tanaman Lada..............................................
Karakter Molekuler Virus Penyebab Penyakit Belang........................
Penularan Virus Penyebab Penyakit Belang........................................
Deteksi dan Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Belang.................
5
6
8
9
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian ...............................................................
Survei Lokasi dan Pengambilan Sampel................................................
Persiapan Vektor dan Tanaman Lada.....................................................
Penularan Virus......................................................................................
Deteksi CMV dan PYMV dengan Teknik Serologi...............................
Deteksi Molekuler PYMV dengan PCR................................................
Purifikasi Virus.......................................................................................
Perunutan Susunan Nukleutida...............................................................
11
11
11
13
14
16
18
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kejadian Penyakit Virus di Pertanaman Lada........................................
20
Penularan Virus Belang................................................................................ 23
Purifikasi Virus......................................................................................
29
Perunutan Nukleutida PYMV.................................................................
30
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...........................................................................................
Saran......................................................................................................
33
33
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
34
LAMPIRAN ...................................................................................................
38
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1
Luas areal, produksi, produktivitas dan ekspor komoditi
lada Indonesia tahun 1990 – 2003
2
Gejala infeksi penyakit belang dan keriting serta hasil uji
ELISA terhadap sampel tanaman yang positif terinfeksi
CMV dan PYMV....................................................................
22
Periode inkubasi dan persentase kejadian penyakit serta
gejala penyakit belang pada tanaman lada uji setelah
diinokulasi melalui vektor P.minor dan F.virgata..................
28
3
2
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
Halaman
Gejala tanaman yang terinfeksi virus di lapangan,
(a) malformasi daun, (b) bercak klorotik/mottle, (c) keriting,
(d) dompolan buah yang tidak terbentuk sempurna ....................
21
Hasil visualisasi pita DNA PYMV pada agarose gel 1,5% TBE;
(M) marker 100 bp (1) sampel lada dari Sukabumi (2) Bangka
(3) Lampung (4-5) Bogor (6) Tanaman lada sehat sebagai
kontrol negatif...............................................................................
23
3
Preparat serangga kutu putih P.minor..............................................
24
4
Serangga vektor kutu putih F.virgata...........................................
24
5
Preparat serangga kutu daun A. gossypii, ...................................
26
6
Gejala yang muncul pada tanaman lada hasil penularan
(a) belang, (b) malformasi, (c) bercak klorotik, setelah
diinokulasi virus dengan vektor P.minor dan F.virgata..............
27
Hasil purifikasi virus setelah dilakukan sentrifugasi gradien
CsCl-sukrosa.................................................................................
29
Hasil PCR PYMV asal Bogor pada agarose gel 1,5% TBE
yang dianalisa lebih lanjut dengan sequencing; (M) Marker
100 bp (P) PYMV asal Bogor.....................................................
30
Alignment antara sekuen parsial PYMV-ORF I asal Bogor
(PYMV_Bgr) dengan PYMV yang dilaporkan oleh
de Silva et al. (PYMV_DS), ( | ) basa antara kedua sekuen
sama, ( ) basa antara ke dua sekuen tidak sama,
( - ) delesi/tidak ada basa............................................................
31
.
2
7
8
9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu komoditas ekspor
tradisional andalan yang sudah cukup dikenal di dunia. Tanaman lada bukan
tanaman asli Indonesia, namun sejak dibudidayakan di beberapa daerah
keberadaannya sangat penting dalam menunjang perdagangan luar negeri. Lada
sangat dibutuhkan terutama sebagai produk rempah-rempah, maupun bahan baku
industri produk lain.
Ekspor lada Indonesia tertinggi dicapai pada tahun 2000 yaitu sebanyak
65.011 ton dengan nilai $ 221 juta. Hal ini telah membuktikan kontribusi lada
Indonesia dalam pemenuhan kebutuhan lada dunia yaitu 38% kebutuhan lada
dunia (172.000 ton) (Deptan, 2003).
Produksi lada Indonesia selama 10 tahun terakhir cukup berfluktuasi,
produksi terendah terjadi pada tahun 1997 sedang tertinggi pada tahun 2003.
Lada yang dihasilkan adalah lada hitam dan lada putih. Lada hitam dihasilkan di
Lampung dan dikenal dengan sebutan lampung black pepper, sedangkan lada
putih di Bangka dan daerah lainnya dikenal dengan sebutan muntok white pepper.
Sekitar 80% dari produksi lada Indonesia merupakan komoditas ekspor , sehingga
tingkat harga lada internasional akan sangat dipengaruhi kondisi perladaan
Indonesia (Fery et al. 2004).
Berdasarkan data Departemen Pertanian (2004) (Tabel 1), produksi lada
Indonesia sejak tahun 2000 sampai 2002 meningkat namun volume ekspor al da
Indonesia terus mengalami penurunan. Produktivitas lada pada selang waktu yang
sama mengalami penurunan. Tahun 2000 produktivitas lada mencapai 0,46 ton/ha
sedangkan tahun 2003 produktivitasnya turun menjadi 0,44 ton/ha. Penurunan
produktivitas ini merupakan akibat dari beberapa faktor, diantaranya teknik
budidaya yang belum intensif dan terdapatnya gangguan beberapa organisme
pengganggu tanaman, diantaranya adalah infeksi virus. Kehilangan hasil akibat
serangan hama dan penyakit pada tanaman lada tahun 1999 diperkirakan
menyebabkan kerugian sebesar 6 juta US$ (Manohara dan Rizal 2002).
2
Tabel 1 Luas areal, produksi, produktivitas dan ekspor komoditi lada Indonesia
tahun 1990 - 2003
Tahun
Luas Areal
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
1990
127.582
69.899
0,55
Ekspor
Volume
Nilai
(ton)
(000 US$)
48.442
80.575
1991
126.783
62.549
0,49
50.300
66.820
1992
127.200
65.014
0,51
62.317
62.406
1993
130.676
65.782
0,50
27.689
46.044
1994
127.673
54.043
0,42
36.045
78.636
1995
134.689
58.955
0,44
57.781
155.430
1996
126.632
52.168
0,41
36.848
98.864
1997
111.263
46.708
0,42
33.386
163.144
1998
131.265
64.538
0,49
38.724
188.917
1999
136.842
61.224
0,45
36.293
191.241
2000
150.531
69.087
0.46
65.011
221.090
2001
186.022
82.078
0.44
53.638
100.507
2002
2003 *)
204.068
90.181
0.44
63.214
89.197
204.107
90.413
0.44
54.350
93.454
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan
Keterangan : *) Data Sementara
Adapun beberapa virus yang menginfeksi tanaman lada yaitu antara lain
Piper Yellow Mottle Badnav irus (PYMV) dan Cucumbar Mosaic Cucumo virus
(CMV) yang bergejala umum belang dan keriting. Penyakit ini dikenal dengan
beberapa nama yaitu penyakit kuning lada (Ben 1988), penyakit kerdil (Firdaus il
1988), penyakit keriting (Balfas et al. 2001), dan penyakit belang (mottle) (Eng
2002). Penyakit ini dan beberapa hama dan penyakit lainnya yang menginfeksi
tanaman lada, menyebabkan rendahnya produksi lada di Bangka, Lampung dan
Kalimantan Barat, yait u rata -rata 1,07 ton/ha (Manohara dan Rizal 2002).
Pada awalnya penyakit dengan gejala bervariasi kuning, keriting dan
belang ini diduga disebabkan oleh mikoplasma (fitoplasma) (Ben 1988).
Di
Serawak (Malaysia), penyakit belang pada tanaman lada diketahui disebabkan
oleh dua jenis virus yaitu PYMV dan CMV yang saling berasosiasi dalam
3
menginfeksi tanaman (Eng 2002). Di bebarapa negara seperti Brazil, Malaysia,
Thailand, dan Filipina serta di Srilanka dan India diketahui penyakit ini
berasosiasi dengan P YMV (Lockhart et al. 1997; de Silva et al. 2002; Bhat et al.
2003).
Penularan dan penyebaran penyakit ini terjadi melalui serangga vektor dan
bibit tanaman. De Silva et al. (2002) melaporkan PYMV tidak dapat ditularkan
secara mekanis. Penularan melalui vektor Planococcus citri (Risso) dan
Diconocoris hewetii (Dist.) dilaporkan kurang efisien, sedangkan penularan
melalui grafting efisiensinya mencapai 95%. Bhat et al. (2003) mengemukakan
PYMV
dapat
ditularkan melalui inokulasi mekanis, Planococcus citri,
Pseudococcu s elisae Borchsenius dan Ferrisia virgata (Cockerell). Isolat CMV
dapat ditularkan pada sesama tanaman tembakau oleh vektor Aphis gossypii
(Glover). Duarte et al. 2002 menyatakan, penyakit yang disebabkan CMV-Pn,
strain spesifik untuk lada ditularkan oleh A. spiricolae sedangkan PYMV
ditula rkan oleh vektor P. elisae.
Untuk mendeteksi penyakit yang disebabkan oleh virus dapat dilakukan
antara lain melalui pengamatan gejala, uji penularan dengan vektor, serologi dan
melalui teknik deteksi molekuler. Deteksi molekuler diantaranya dengan cara
hibridisasi asam nukleat dan teknik Polymerase chain reaction (PCR) serta
pengamatan partikel virus dengan mikroskop elektron.
PCR merupakan teknik yang memiliki kepekaan yang tinggi dan cepat, serta
dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk untuk mengidentifikasi patogen
tanaman. Selain itu teknik PCR memberikan kelebihan bila dibandingkan dengan
cara konvensional, antara lain tidak diperlukan pembiakan patogen pada media.
Hal ini sangat menguntungkan untuk patogen yang belum dapat dibiakkan secara
in vitro seperti virus (Henson dan French 1993).
Di Indonesia deteksi penyakit belang lada yang disebabkan virus belum
banyak dilaporkan. Penyakit dengan gejala kuning, keriting (kerdil) ditemukan di
Lampung, Bangka, Kalimantan Barat dan Jawa Barat (Firdausil 1988; Balfas et al.
2001). Selain itu ditemukan juga tanaman dengan gejala belang yang berbeda
dengan gejala keriting di lokasi yang sama. Hasil pengamatan Eng (2002) di
4
Serawak terlihat bahwa tanaman yang terinfeksi oleh Badnavirus hanya bergejala
belang dan tidak memperlihatkan gejala kerdil (keriting) serta ukuran daun tidak
berkurang. Balfas et al. (2001) mengemukakan penyakit keriting tanaman lada di
Indonesia belum dapat dipastikan penyebabnya.
Hasil penelitian penularan
penyakit keriting yang dilakukan Balfast et al. (2001) mengindikasikan
keberadaan PYMV tetapi hasilnya belum dapat dipastikan karena hanya
berdasarkan pengamatan gejala dan pengamatan dengan mikroskop elektron,
namun oleh Febrianti (2004) dilaporkan bahwa penyakit keriting pada lada di
daerah Sukamulya disebabkan oleh CMV.
Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
deteksi dan identifikasi penyebab penyakit belang pada tanaman lada yang ada
pada beberapa lokasi pertanaman lada di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeteksi dan mengidentifikasi virus penyebab penyakit belang (mottle ),
pada tanaman lada yang terdapat di Bangka, Lampung, Sukamulya, dan
Bogor.
2. Mengetahui efisiensi penularan penyakit belang (mottle) melalui vektor P.
minor, F.virgata, dan A.gossypii.
Hipotesis
1
Penyakit belang pada tanaman lada di Bangka, Lampung, Sukabumi, dan
Bogor berasosiasi dengan CMV dan PYMV.
2
Serangga vektor P. minor lebih efis ien menularkaan virus dibanding
F.virgata dan A.gossypii.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Gejala Infeksi Virus Pada Tanaman Lada
Tanaman lada diketahui dapat diinfeksi oleh berbagai macam patogen.
Beberapa patogen yang menginfeksi tanaman lada menyebabkan stem blight,
penyakit kuning, busuk akar, mosaik, bercak bergaris , busuk akar putih, busuk
pangkal stek, nemotoda root knot, black berry, dan motel kuning. Selain itu
terdapat hama yang menyebabkan kerusakan kecil yaitu kutu daun (aphis ) dan
kutu putih (mealybugs) yang juga merupakan vektor penyakit CMV dan PYMV
(Duarte et al. 2002). Menurut Bhat et al. (2003), virus yang menginfeksi lada
adalah dari genus Badna-, Cucumo-, dan Clostero virus, sedangkan pada
pertanaman lada di Serawak disebabkan oleh dua jenis virus yaitu Badnavirus dan
Cucumovirus yang selalu terdapat bersamaan (Eng 2002).
Bhat et al. (2003) menyatakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh CMV
memperlihatkan karakteristik gejala daun mengecil, keriting, rapuh, daun
mengeras dan bercak klo rotik. Pada kasus berbeda, daun menjadi tidak normal,
menyempit, pengurangan panjang ruas, dan gejala utama berupa tanaman menjadi
kerdil. Duarte et al. (2002) melaporkan bahwa gejala mosaik pada tanaman lada
pertama kali diteliti oleh Caner pada tahun 1963, tetapi epidemi mosaik terjadi
pada tahun 1970 di beberapa tempat di Brasil. Tanaman yang terserang CMV
memperlihatkan gejala kerdil dan berbagai bentuk daun yang abnormal seperti
malformasi, daun menebal, menyempit dan memperlihatkan gejala khas mosa ik
kuning menyebar dalam jaringan daun.
Tanaman juga menunjukkan gejala
berupa dompolan buah menjadi pendek dan jumlah buah dalam dompolan tidak
lengkap dan tanaman memperlihatkan pertumbuhan yang lambat. Hu et al (1995)
mengemukakan bahwa CMV pada umumnya menimbulkan infeksi sistemik pada
beberapa tanaman inang.
Jaringan dan organ tanaman yang tua kadang kurang efektif untuk infeksi
virus. Tanaman yang terinfeksi virus akan menyebabkan laju respirasinya
6
meningkat atau bahkan diperlambat. Perubahan tersebut menyebabkan sel
tanaman akan berubah bentuk, ukuran, dan warnanya, seperti tanaman menjadi
kerdil, daun menunjukkan gejala mosaik, klorosis sepanjang tulang daun, dan
daun muda akan lebih ramping serta salah bentuk (Hu et al 1995).
Penyakit yang disebabkan oleh PYMV (Badnavirus) memperlihatkan
karakteristik motel klorotik, klorosis, vein clearing, distorsi daun, pengurangan
vigor tanaman, dan jumlah buah dalam dompolan sedikit (Bhat et al. 2003). Pada
awalnya daun muda tanaman yang memperlihatkan bercak klorotik menyebar
pada jaringan daun yang hijau diduga karena defisiensi unsur hara mikro yang
akan menghilang bila disempotkan pupuk daun. Sejak Oktober 1998, tanaman
lada memperlihatkan gejala penyakit seperti tersebut di atas pada beberapa koleksi
genotip lada di Brazil. Tanaman yang terinfeksi menampakkan daun yang
menguning dan cerah yang jelas dalam helain daun atau bentuk interveinal yang
khas motel.
Pada kasus infeksi berbeda, daun menjadi salah bentuk dengan
bentuk bergelombang. Tanaman lada memperlihatkan daun yang jarang dan
penurunan produksi yang diakibatkan oleh pengurangan ukuran dan jumlah
dompolan buah. Setelah dipotong cabang baru yang terbentuk menjadi klorotik
dan pertumbuhan lambat.
Secara internal, jaringan vaskular memperlihatkan
discolorasi dan bercak nekrotik (Duarte et al. 2002).
Eng (2002) menyatakan bahwa kombinasi infeksi dua jenis virus CMV dan
PYMV dapat menyebabkan pengurangan ukuran daun, klorosis, mosaik kuning
dan gejala motel dan daun berputar atau keriting, ruas batang dan cabang pendek,
bunga dan dompolan buah mengecil, dan jumlah buah sedikit. Pada beberapa
kasus berbeda, keseluruhan tanaman menjadi kerdil dan pembentukan bunga
berkurang cepat.
Jika tanaman hanya diinfeksi oleh Badnavirus gejalanya
tanaman tidak kerdil dan ukuran daun tidak berkurang.
Karakter Molekuler Virus Penyebab Penyakit Belang
Cucumber Mosaic Cucumovirus (CMV)
CMV adalah salah satu anggota famili Bromoviridae, termasuk dalam
kelompok Cucumovirus (Gibbs dan Harrison 1970). Virus ini termasuk dalam
7
golongan tripartite virus, yaitu virus yang memiliki tiga partikel CMV berbentuk
polihedral dengan diameter 30 nm. Berat molekul keseluruhan partikel 5.8 – 6.7 x
106 dalton, tersusun dari asam nukleat dan selubung protein, berukuran 28-30 nm
(Smith 1972). Menurut Agrios (1997), virus ini terdiri atas 180 sub unit protein
dan memiliki RNA utas tunggal. CMV mempunyai titik panas inaktivasi 70 oC
(10 menit), titik batas pengenceran 10-4 , dan ketahanan in vitro pada suhu 20 oC
selama 3 - 6 hari (Gibbs dan Harrison 1970).
CMV terdiri atas 3 RNA fungsional yaitu RNA 1, RNA 2, dan RNA 3 serta
satu subgenom RNA yaitu RNA 4 yang merupakan hasil transkripsi dari RNA 3
pada proses replikasi (Hu et al. 1995). RNA 1, RNA 2, dan RNA 3 memiliki
ukuran berturut-turut sekitar 3,4 kb, 3,0 kb, dan 2,2 kb (Pares et al 1992). Tiga
RNA tersebut terbungkus dalam tiga partikel icosahedral dengan diameter sekitar
28 nm. CMV memilki berat molekul berkisar antara 5,8 – 6,7 x 106 yang terdiri
dari 18% RNA dan 82% protein (Ferraira dan Bolley 1992). Empat jenis RNA
yaitu 1270 kDa (RNA-1), 1130 kDa (RNA-2), 820 kDa (RNA3), dan 350 kDa
(RNA4) terbungkus sebagai RNA-1 dan RNA-2 secara terpisah dan RNA-3 dan
RNA-4 bersama dalam satu partikel.
RNA-1, -2, dan -3 infektif, sebaliknya
RNA-4 mengandung gen untuk coat protein. Beberapa isolat CMV mengandung
small ssRNA (10 kDa) yang dikenal sebagai satelit.
Coat protein satelit
mengandung polypeptida tunggal berukuran 24,5 kDa (Sutic et al. 1999).
CMV mempunyai banyak strain yang berbeda dalam urutan nukleotida
strain -strain tersebut (Kaper dan Waterworth, 1981). Ragam strain CMV yang
paling banyak dikenal menurut Gibbs dan Harrison (1970) adalah: yellow strain
menyebabkan mosaik kuning yang sangat jelas pada Nicotiana sp. dan lesio
nekrotik pada Zinnia elegans; Y strain pada Vigna sinensis menyebabkan gejala
mosaik seperti yellow strain , namun dengan gejala yang lebih ringan; dan spinach
strain pada N. tabacum, menyebabkan lesio lokal, atau mosaik sistemik, atau
bercak cincin diikuti dengan salah bentuk dan nekrosis pada tulang daun.
Piper Yellow Mottle Badnavirus (PYMV)
8
Belum banyak informasi molekuler yang diketahui tentang virus ini. Hasil
pengamatan dengan mikroskop elektron menunjukkan bahwa PYMV berbentuk
bacilliform tidak memiliki pembungkus, berukuran 30 x 125 nm. Partikel
memiliki double-stranded DNA. Virus ini termasuk dalam genus badnavirus
(Lockhart et al. 1997).
Genus Badnavirus memiliki beberapa anggota spesies selain PYMV, yaitu :
Banana streak virus (BSV), Cacao swollen shoot virus (CSSV), Canna yellow
mottle virus (CaYMV), Commelina yellow mottle virus (ComYMV), Dioscorea
bacilliform virus (DBV), Kalanchoe top -spotting virus (KTSV), Rice tungro
bacilliform virus (RTBV), Schefflera ringspot virus (SRV), dan Sugarcane
bacilliform virus (SCBV).
Salah satu anggota Badnavirus yaitu RTBV telah diketahui berukuran 8,0
kbp.
RTBV memiliki open reading frame (ORF) yang panjang, menyandi
poliprotein (P3). Poliprotein tersebut terdiri atas gen penyandi capsid protein
(CP), movement protein (MP), aspartat protease (PR), dan reverse transcriptase
(RT) dengan aktivitas ribonuklease H (Marmey et al. 2005).
Penularan Virus Penyebab Penyakit Belang
Cara penularan virus sangat penting diketahui karena merupakan faktor
yang menentukan penyebaran dan bertahannya virus di lapangan.
CMV dan
PYMV dapat ditularkan oleh kutu daun, bibit tanaman sakit, cara penyambungan
dan mekanik (de Silva et al. 2002).
Penularan virus di lapang yang paling sering terjadi dan paling merugikan
adalah penularan melalui serangga vektor (Suseno 1990). Sebanyak 75 spesies
kutu daun dapat menularkan CMV secara nonpersisten, namun Aphis gossypii dan
Myzus persicae (Hemiptera : Aphididae) yang paling efektif (Fritzsche et al. 1972,
diacu dalam Kaper dan Waterworth 1981). Semua virus dari kelompok
Cucumovirus dapat ditularkan secara nonpersisten atau terbawa stilet kutu daun.
Semua instar kutu daun dapat menularkan virus tersebut dan tidak ada periode
laten. Periode retensi dalam vektor kurang dari empat jam dan virus tidak dapat
9
ditularkan ke keturunan kutudaun tersebut (Gibbs dan Harrison 1970; Kaper dan
Waterworth 1981).
Kisaran tumbuhan inang CMV sangat luas, meliputi berbagai spesies dari
Famili Ranunculaceae, Cruciferae, Violaceae, Polygonaceae, Phytolacaceae,
Chenopodiaceae, Geraniaceae, Tropaeolaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae,
Leguminosae,
Apocynaceae,
Solanaceae,
Compositae,
Primulaceae,
dan
Asclepiadaceae (Smith 1972). Menurut Agrios (1997) CMV dapat menyerang
tanaman sayuran, tanaman hias dan jenis tanaman lainnya. Selain menyerang
tanaman ketimun, virus ini juga menyerang tanaman cabai, melon, labu, lada,
bayam, seledri, tomat dan tanaman polong-polongan.
PYMV
tidak dapat ditularkan secara mekanis namun dapat ditularkan
melalui penyambungan, serangga vektor kutu putih dan D. distansi dan melalui
benih dengan efisiensi hanya 5% (de Silva et al. 2002).
Efisiensi penularan
PYMV dengan vektor F.virgata mencapai 70% sedangkan secara mekanis tingkat
keberhasilannnya kecil yaitu sekitar 10% (Bhat et al. 2003)
Deteksi dan Identifikasi Virus Penyebab Penyakit Belang
Untuk dapat mengetahui keberadaan virus dalam tanaman terinfeksi dengan
tepat diperlukan tindakan deteksi dan identifikasi. Langkah ini perlu diambil agar
tindakan pengendalian yang dilakukan tepat sasaran. Teknik dasar yang sejak
lama dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus biasanya dilakukan
melalui pengamatan gejala, uji penularan pada berbagai tanaman inang dan
penularan dengan vektor. Perkembangan metode deteksi virus saat ini sudah
sangat maju seperti teknik serologi, hibridisasi asam nukleat, dan teknik PCR,
sehingga upaya deteksi dan identifikasi berbagai jenis virus menjadi lebih mudah
dan akurat.
Teknik serologi yang digunakan saat ini adalah ELISA (Enzim Linked
Immuno Sorbent Assay), yang dikembangkan pada akhir 1970-an.
Teknik
serologi ini telah digunakan secara luas dan berkembang pesat untuk mendeteksi
dan mempelajari virus tumbuhan. Keuntungan uji ELISA adalah kepekaannya
yang sangat tinggi, dapat menguji sampel dalam jumlah banyak secara cepat,
10
penggunaan antiserum yang sedikit, dan hasilnya dapat diperoleh secara kualitatif
dan kuantitatif, serta prosedur pengujian yang mudah. Karena keuntungankeuntungan tersebut, ELISA denga n cepat menggantikan semua teknik seri
diagnostik yang lain (Agrios 1997).
Identifikasi CMV pada sampel tanaman lada yang berasal dari Sukabumi
telah dilakukan oleh Febrianti (2004) menggunakan antiserum CMV dan
menunjukkan bahwa 92% sampel yang diuji positif terinfeksi CMV. Bhat et al.
(2002) melakukan pengujian pada sampel lada di India untuk mendeteksi
keberadaan PYMV menggunakan metode Direct antigen-coated ELISA (DACELISA) dengan antiserum Commelina yellow mottle badnavirus (CoYMV),
Banana streak badnavirus (BSV), Rice tungro bacilliform badnavirus (RTBV)
and Sugarcane bacilliform badnavirus (ScBV), Potato virus potyvirus Y (PVY),
Tobacco streak virus ilarvirus (TSV), Groundnut bud necrosis tospovirus
(GBNV) , dan CMV, hasilnya menunjukkan hanya 2 antiserum bereaksi positif
dengan PYMV yaitu antiserum BSV dan antiserum ScBV.
Dewasa ini karakterisasi maupun identifikasi virus tumbuhan selain
menggunakan teknik serologi, telah banyak dikembangkan teknik molekuler
melalui analisis sidik jari DNA. Ide ntifikasi virus banyak mengunakan teknik
Polymerase chain reaction (PCR).
Teknik PCR dapat mengatasi masalah
konsentrasi virus yang rendah, walaupun sampel yang digunakan sedikit dan dapat
berupa bahan segar, beku ataupun kering (Rojas et al. 1993; Wyatt dan Brown
1998).
Pengujian dengan teknik PCR memerlukan sepasang primer yang spesifik
yang akan menginduksi pembentukan dan perbanyakan asam nukleat atau untai
DNA dengan bantuan enzim Taq polymerase dalam mesin PCR atau
thermocycler.
Pemilihan primer yang tepat sangat menentukan keberhasilan
identifikasi suatu jenis virus (Rojas et al. 1993). Febrianti (2004) melakukan
teknik PCR untuk mendeteksi CMV pada tanaman lada menggunakan sepasang
primer CMV -R dan CMV-F yang dibuat berdasarkan sekuen CMV-B2 (RNA2)
diperoleh ukuran pita 940 bp. Metode PCR untuk mendeteksi PYMV dengan
menggunakan sepasang primer berhasil mengamplifikasi ukuran pita DNA 450 bp
11
(5’-primer BADNA 2 dan 3’-MYS) dan 700 bp (primer Badna-T dan SCBV R1)
(Lockhart et al. 1997; de Silva et al. 2002).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Survei dan pengambilan sampel tanaman lada dilakukan di Pulau Bangka
pada bulan Februari 2005, sedangkan dari tiga tempat lainnya yaitu di Lampung,
kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Bogor dan
di Sukamulya Kabupaten Sukabumi, dilakukan pengambilan sampel pada bulan
Maret-Juni 2005. Analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Virologi
Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman dan Identifikasi serangga vektor
dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi
Tanaman Fakultas Pertanian IPB serta uji penularan dilakukan di rumah kaca
Balitro Cimanggu Bogor pada bulan Januari sampai Agustus 2005.
Survei dan Pengambilan Sampel
Survei dilakukan untuk me lihat kondisi tanaman di lapangan sekaligus
mengumpulkan sampel tanaman lada. Lokasi survei dilakukan pada beberapa
tempat yang merupakan sentra produksi lada dan sentra penyedia dan penelitian
tanaman lada. Sampel dari Bangka diambil di sembilan kebun petani dan Kebun
Percobaan Balai Penelitian Teknologi Pertanian (BPTP) Bangka yang tersebar
pada empat desa yaitu Ciluak, Payung, Cengkong Abang, dan Petaling (Gambar
lampiran 1). Pada setiap kebun diambil sebanyak 5 sampel secara acak. Sampel
dari daerah Lampung diambil dari tiga lokasi yaitu Desa Gunung Labuan, Desa
Simpang, dan Desa Sukamarga.
Pengamatan dilakukan berdasarkan gejala yang tampak. Deskripsi gejala
pada tanaman diamati menurut gejala umum yang muncul akibat infeksi virus
seperti keriting, mosaik, motel dan kerdil.
12
Persiapan Vektor dan Tanaman Lada
Identifikasi Serangga Vektor
Serangga yang digunakan, sebelumnya diidentifikasi untuk memastikan
jenis spesies yang digunakan sebagai vektor. Vektor yang digunakan dalam
penelitian ini adalah P. minor, F. virgata dan A. gossypii. Sebelum diperbanyak,
serangga tersebut diidentifikasi melalui pengamatan visual untuk tingkat genus
dan pengamatan melalui preparat awetan untuk tingkat spesies. Identifikasi kutu
putih diidentifikasi menurut William dan de Willink (1992) dan William dan
Watson (1988), sedangkan identifikasi kutu daun menggunakan kunci identifikasi
menurut Blackman dan Eastop (1994) dan Cottier (1953).
Pembuatan preparat awetan kutu putih.
Preparat awetan dibuat
menurut metode William dan Watson (1988) yang telah dimodifikasi oleh
Sartiami (2004).
Pembuatan dimulai dengan memasukkan kutu putih dalam
tabung reaksi berisi 2 ml alkohol 95% dan dipanaskan dalam penangas air selama
3-5 menit.
Kemudian kutu putih diangkat dan dimasukkan ke dalam cawan
sirakus dan ditusuk pada bagian atas abdomen. Serangga kemudian dipanaskan
kembali dalam larutan KOH 10% sampai terlihat transparan, selanjutnya diangkat
dan diletakkan pada cawan sirakus untuk dikeluarkan isi tubuhnya menggunakan
jarum. Tahapan selanjutnya, dilakukan pencucian dengan akuades sebanyak dua
kali kemudian dimasukkan ke dalam acid alcohol 50% dan dibiarkan selama 10
menit.
Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes acid fuchsin dan dibiarkan
semalam. Setelah itu, awetan diberi satu tetes acetic acid glacial dan dibiarkan
selama 5 menit dan didehidrasi berturut-turut mengunakan alkohol 80% selama 5
menit, dan alkohol 100% selama 10 menit. Kemudian serangga dimasukkan ke
dalam carbol xylene selama beberapa saat dan dimasukkan lagi ke dalam alkohol
13
100% selama 10 menit, lalu ditambahkan tiga tetes minyak cengkeh dan ditunggu
selama 10 menit.
Tahap akhir, kutu putih yang telah diproses sebelumnya
diletakkan pada gelas objek dan ditambahkan balsam kanada, posisinya diatur dan
ditutup dengan gelas penutup.
Pembuatan preparat awetan kutu daun.
Preparat awetan dibuat
menurut metode Blackman dan Eastop (1994). Kutu daun dimasukkan dalam
tabung reaksi yang berisi 5 ml alkohol 95% dan dipanaskan dalam penangas air
selama 10 menit.
Se lanjutnya kutu daun diangkat dipindahkan dalam tabung
reaksi yang berisi 5 ml KOH 10% dan dipanaskan kembali sampai kutu daun
tersebut telihat transparan. Kemudian larutan KOH bersama kutu daun dituang ke
dalam cawan sirakus, lalu isi tubuh serangga dikeluarkan dengan cara dilubangi
dengan jarum serangga dan ditekan secara perlahan-lahan. Kemudian serangga
dicuci dengan akuades sebanyak tiga kali. Perlakuan berikutnya adalah dehidrasi
kutu daun dengan cara merendam secara berurut-turut dalam alkohol 50% , 70%,
95% dan 100% masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya kutu daun diletakkan
di atas gelas obyek dan ditetesi minyak cengkeh dan dibiarkan 2 menit.
Kemudian minyak cengkeh dikeluarkan dengan cara diserap menggunakan kertas
tissue. Langkah selanjutnya, kutu daun ditetesi dengan balsam kanada dan diatur
posisinya lalu ditutup dengan gelas penutup.
Perbanyakan Vektor
Imago P.minor diperoleh dari tanaman lada di rumah kaca Balitro
Cimanggu dan diperbanyak pada umbi kentang yang telah bertunas, sedangkan
imago F. virgata diperoleh dari tanaman lada di Kebun Percobaan Balitro
Sukamulya dan diperbanyak pada bibit tanaman lada sehat. Imago A. gossypii
diambil dari tanaman tapak dara (Catharathus roseus (L) G.Don .) di halaman
Balitro Cimanggu, kemudian dipelihara dan diperbanyak pada jenis tanaman yang
sama.
Perbanyakan serangga vektor di atas dilakukan di laboratorium hama
Balitro Cimanggu.
Vektor yang akan digunakan dalam uji penularan adalah
generasi ketiga untuk membebaskan vektor dari virus yang mungkin terbawa dari
lapangan.
14
Persiapan Tanaman Lada
Tanaman untuk uji penularan yang digunakan adalah bibit tanaman lada
varietas kuching hasil perbanyakan dari benih. Benih disemai pada tanah steril
dan ditumbuhkan sampai membentuk 4 - 5 daun (berumur 3 bulan). Bibit yang
sudah siap dipindahkan ke polybag dan ditempatkan pada ruang kedap serangga
untuk menghindari serangan hama terutama serangga vektor virus.
Penularan Virus
Uji penularan virus dilakukan terhadap kedua jenis virus yang berasosiasi
dengan tanaman lada yaitu CMV dan PYMV. Sumber inokulum berasal dari
koleksi tanaman sakit Balitro Cimanggu yang positif terinfeksi CMV dan PYMV
berdasarkan uji ELISA (Gambar lampiran 2). Penularan dilakukan menggunakan
vektor, P. minor, F.virgata dan A.gossypii.
Serangga instar pertama hasil
perbanyakan dipindahkan ke tanaman sakit dengan periode akuisisi selama satu
jam untuk A.gossypii dan 24 jam untuk kedua jenis vektor lainnya.
Vektor
kemudian dipindahkan ke tanaman sehat dengan periode inokulasi sela ma 24 jam
untuk A.gossypii dan 36 jam untuk P. minor dan F.virgata.
Penularan virus
dilakukan terdiri atas perlakuan tiap jenis serangga dengan jumlah masing-masing
serangga vektor yaitu kontrol, 1, 3, 7, dan 10 ekor serangga untuk setiap tanaman
yang diulang sebanyak lima kali. Perlakuan kontrol digunakan 10 ekor serangga
yang tidak ditularkan ke tanaman sakit (Gambar lampiran 3).
Peubah yang
diamati adalah masa inkubasi dan persentase tanaman terserang (kejadian
penyakit) serta deskripsi gejala yang muncul. Seluruh tanaman hasil penularan
dideteksi dengan ELISA untuk konfirmasi terjadinya penularan.
Deteksi CMV dan PYMV dengan Teknik Serologi
Direct Double Antibody Sandwich-Enzyme Linked Immunoabsorbent Assay
(DAS-ELISA)
Deteksi CMV dan PYMV terhadap sampel tanaman hasil survei dan CMV
hasil penularan dilakukan dengan metode DAS ELISA menurut Crowther (1995).
15
Pelat mikroititer
di coating dengan antiserum BSV sebanyak 100 µl
(perbandingan antiserum dan coating buffer 1 : 200) lalu diinkubasi pada suhu
4
o
C semalam (overnight).
Keesokan harinya pelat dicuci dengan PBST
(phosphate buffer saline tween-20) [8 g NaCL, 02 g KH2PO4, 1,15 g Na2HPO4,
0,2 g KCL, 0,2 g NaN3, 0,5 ml Tween 20, pH 7,4] sebanyak 5 kali. Daun tanaman
bergejala digerus dalam GEB (general extract buffer) [1,3 g Na2SO3, 20 g PVP40, 0,2 g NaN3, 2 g Powdered egg albumin, 20 g Tween-20, pH 7,4] yang
ditambahkan merkaptoetanol 1% dengan perbandingan 1 : 10 (w:v). Sap tanaman
diambil sebanyak 100 µl kemudian dimasukkan kedalam sumuran pelat
mikrotiter.
Pelat mikrotiter diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37
Selanjutnya pelat mikrotiter dicuci 5 kali dengan
PBST.
o
C.
Kemudian enzim
konjugat yang dilarutan dalam ECL buffer (Bovine serum albumin 2 g, PVP-40
20 g, NaN3 0,2 g) sebanyak 100 µl dimasukkan ke dalam sumuran (perbandingan
konjugat dan ECL buffer 1 : 200) dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 jam,
kemudian dibilas 5 kali dengan PBST. PNP (P-nitrophenyl-phosphate ) yang telah
dilarutkan dalam PNP buffer (0.1 g MgCl2 , 0.2 g NaN3, 97 ml dietanolamin ),
dimasukkan sebanyak 100 µl kedalam sumuran pelat mikrotiter dan diinkubasikan
selama 30-60 menit pada suhu ruang.
Setelah waktu inkubasi tersebut akan terjadi perubahan warna pada cairan
didalam sumuran pelat mikrotiter, yaitu warna kuning, yang menandakan reaksi
positif. Reaksi segera dihentikan dengan penambahan 3M NaOH, selanjutnya
dianalisis secara kuantitatif dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
405 nm.
Pengujian dinyatakan positif jika nilai absorban 1,5 X nilai kontrol
negatif.
Direct Antigen Coating ELISA (DAC-ELISA)
Deteksi PYMV terhadap sampel tanaman hasil uji penularan menggunakan
metode direct antigen coating (DAC) ELISA menurut Hobbs et al. (1987).
Antiserum untuk PYMV sampai saat ini belum tersedia di pasaran, oleh sebab itu
digunakan antiserum yang memiliki hubungan serologi yang dekat dari genus
virus yang sama yaitu antiserum BSV.
16
Daun tanaman bergejala digerus dalam karbonat buffer (1,59 g Na2CO3,
2,93 g NaHCO3, 0,2 g NaN3, pH 9,6) yang ditambahkan merkaptoetanol 1%
dengan perbandingan 1 : 10 (w:v).
Sap tanaman diambil sebanyak 100 µl
kemudian dimasukkan kedalam sumuran pelat mikrotiter. Pelat mikrotiter
disimpan semalam pada suhu 4oC. Keesokan harinya, pelat mikroititer dicuci 5
kali dengan PBST. Primary antiserum BSV yang sudah dilarutkan dalam bufer
PBSTPO [PBST yang mengandung 2% polyvinyl pyrolidone (PVP) dan 0,2%
ovalbumin ] 1 : 200 dimasukkan kedalam sumuran pelat mikrotiter sebanyak 100
µl, kemudian diinkubasikan pada suhu kamar selama 1 jam. Pelat mikrotiter
dicuci lagi dengan PBST, kemudian diberi antibodi sekunder yang telah diberi
label (alkaline phosphatase goat-anti rabbit enzyme) sebanyak 100 µl, lalu
diinkubasi 1 jam pada suhu 37 o C. PNP yang telah dilarutkan dalam PNP buffer,
dimasukkan sebanyak 100 µl ke dalam sumuran pelat mikrotiter dan
diinkubasikan selama 30-60 menit pada suhu ruang. Setelah waktu inkubasi
tersebut akan terjadi perubahan warna pada cairan di dalam sumuran pelat
mikrotiter, yaitu warna kuning, yang menandakan reaksi positif. Reaksi segera
dihentikan dengan
penambahan 3M NaOH, selanjutnya dianalisis secara
kuantitatif dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 405 nm. Pengujian
dinyatakan positif jika nilai absorban 1,5 X nilai kontrol negatif.
Deteksi Molekuler PYMV dengan PCR
Ekstraksi DNA total dari jaringan tanaman terinfeksi PYMV
Ekstraksi DNA total menggunakan prosedur yang dikemukakan oleh
Doyle dan Doyle (1990). Daun tanaman lada yang sakit (0,1 g) digerus dalam
nitrogen cair dengan mortar sampai menjadi tepung dan dimasukkan dalam
tabung eppendorf kemudian ditambahkan 750 µl ml bufer CTAB (hexadecyl
trimethyl ammonium bromida) [CTAB 2%; 1,4 M NaCl; 100 mM Tris; 20 mM
EDTA; PVP-40 1%] yang mengandung 0,5% mercaptoethanol (V/V) dan
diinkubasi dalam penangas pada suhu 65 o C selama 30 menit, lalu dibiarkan
mendingin.
Kemudain ke dalam tabung eppendorf ditambahkan 1,5 µl RNAse
dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Setelah itu ditambahkan CI
17
(Chloroform-isoamyl alcohol – 24 : 1, v/v) dengan volume yang sama dan
divortex, lalu disentrifugasi pada kecepatan 12.500 rpm 15 menit pada suhu 4 oC.
Proses selanjutnya, supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung
eppendorf baru lalu ditambahkan 0,1 volume 10% CTAB, dan ditambahkan CI
dengan volume yang sama, divorteks dan disentrifugasi pada kecepatan 12.500
rpm 15 menit pada suhu 4 o C.
Supernatan diambil ditambahkan 2/3 volume
isopropanol dingin (-20 o C) dan kemudian diinkubasi pada suhu -80 o C selama 30
menit. Presipitasi dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 12.500 rpm 15
menit pada suhu 4 oC. Supernatan dibuang sehingga tersisa pelet pada dinding
tabung. Pelet dicuci dua kali dengan 150 µl alkohol dingin (-20 o C) dan setiap
pencucian dilakukan sentrifugasi pada 12.500 rpm 10 menit. Pele t yang telah
dicuci dikeringkan dengan pompa vakum, selanjutnya diresus pensikan dalam 20
µl bufer TE (10 mM Tris-HCl pH 8,0, 1 mM EDTA) dan disimpan dalam freezer
sampai digunakan.
Amplifikasi DNA
DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan teknik PCR mengikut prosedur de
Silva et al. (2002), dengan menggunakan sepasang primer yaitu Badna-T (5’CACCCCCGGGCCAAAGCTCTGATACCA -3’) dan SCBV-R1 (5’-CTCCTTCA
TCTCAAGAAGCCT-3’). Primer -primer ini conserved dengan sekuen PYMV
ORF-1 dan akan menghasilkan amplikon dengan ukuran 700 bp. Reaksi PCR
(total volume 25 µl) terdiri atas 2 µl sampel DNA, 1 µl Badna-T (10 pmol/ µl),
1 µl SCBV-R1 (10 pmol/µl), 21 µl dH2O dan Ready To Go PCR Beads
(Amhersham pharmacia Biotech) yang mengandung 1,5 mM Taq DNA
polymerase, 10mM Tris-HCl (pH 9,0), 50 mM KCl, 1,5 M MgCl2, 200 mM
dNTP, 200 mM stabilizer, dan 200 mM bufer asam sulfat.
Tabung-tabung
tersebut ditempatkan pada mesin PCR ( thermal cycler) pada suhu 92 o C selama 15 menit untuk pemanasan awal. Amplifikasi dengan PCR dilakukan dengan Siklus
terdiri atas dua step yaitu : 5 siklus pada suhu 94 oC – 30 detik, 37 oC – 30 detik,
72 o C – 2 menit, 25 siklus pada suhu 94 oC – 30 detik, 58 oC – 30 detik, 72 oC –
2 menit, diakhir siklus suhu dipertahankan pada 4 oC. Hasil PCR disimpan di
dalam freezer untuk digunakan lebih lanjut.
18
Visualisasi DNA
DNA virus hasil amplifikasi dielektroforesis menggunakan gel agarose
1,5% (w/v) (dalam TBE 1X) yang ditambahkan ethidium bromide (0,5 µl /10 ml
TBE).
Untuk pengukuran DNA digunakan Marker 100 bp ladder. Sampel
disiapkan dengan mencampurkan 12 µl DNA dan 2 µl loading buffer. Selanjutnya
masing-masing sampel diisikan dalam sumuran gel dengan pipet mikro
(Sambrook et al. 1989). Elektroforesis dilakukan pada tegangan 70 V DC selama
60 menit. Hasil visualisasi elektroforesis tersebut dilihat dibawah transilluminator
ultraviolet dan dipotret menggunakan gel dok.
Purifikasi Virus
Purifikasi virus dilakukan mengikuti prosedur yang dimodifikasi dari de
Silva et al. (2002). Daun lada terinfeksi PYMV dihomogenasi selama 90 detik
pada suhu 4 oC dalam bufer ekstraksi [0.25 M Tris-HCI pH 7.4 yang mengandung
0.5% (w/v) Na2SO3, 4% (w/v) polyvinyl pyrrolidne (PVP-40), 0,5% (v/v) 2-B
mercaptoethanol, 0.25% diethyldithio-carbamic acid (DIECA)].
Perbandingan
daun ter hadap bufer adalah 1:10 (b/v).
Sap disaring dengan kain kasa dan kemudian disentrifugasi pada kecepata n
12.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC. Partikel PYMV dipresipitasi dengan
menambahkan polyethylene glycol (PEG, MW 6000) (konsentrasi PEG 4% dan
mengandung 1,75% NaCI) kemudian diaduk dengan stirer selama 1 jam pada
suhu 4 o C, lalu dipeletkan dengan disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm
selama 15 menit pada suhu 4 oC). Pelet yang diperoleh diresuspensikan dalam
larutan suspensi semalam [10 ml sap dalam 100 ml bufer suspensi (50 mM TrisHCI, 150 mM NaCI pH 7.4) ] pada suhu 4 oC. Ekstrak kasar hasil fitrasi
ditambahkan 0,25% Triton X-100 sambil diaduk dengan strirer selama 30 menit
pada suhu 4 oC, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 20
menit pada suhu 4 oC. Supernatan diambil dan diultrasentrifugasi pada kecepatan
30.000 rpm selama 1,5 jam pada suhu 4o C). Pelet yang merupakan virus murni
19
sebagian diresuspensi dalam 25 ml bufer suspensi (50 mM Tris-HCI, 150 mM
NaCI pH 7.4).
Purifikasi akhir dilakukan dengan ultrasentrifugasi gradien CsCl sukrosa
(Gumpf et al. 1981). Virus murni sebagian sebanyak 2 ml diletakkan di atas
larutan gradien CsCl sukrosa (0-40%) dan diultrasentrifugasi pada kecepatan
35.000 g selama 5 jam pada suhu 10 o C.
Perunutan Susunan Nukleutida
Fragmen DNA hasil PCR ditentukan urutan nukleutidanya dengan
menggunakan primer forward Badna -T dan reverse SCBV-R1.
Perunutan
dilakukan menggunakan mesin sequencer ABI-Prism 3100-Avant Genetic
Analyzer di Laboratorium Research and Development Centre PT. Charoen
Pokphand, Indonesia.
Hasil sekuen dianalisis menggunakan software Blast
(www.NCBI.nml.nih.gov) dan software Wu-Blastn (www.ebi.ac.uk).
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kejadian Penyakit Virus di Pertanaman Lada
Hasil survei memperlihatkan bahwa penyakit keriting dan belang telah
ditemukan di sembilan lokasi/kebun yang diamati, yaitu Desa Ciluak, Payung,
Cengkong Abang, dan Petaling.
Berdasarkan gejala dari 270 tanaman yang
diamati secara acak, 255 tanaman (94%) menunjukkan gejala penyakit belang
dengan beberapa variasi gejala. Gejala yang terlihat dalam satu tanaman berupa
daun keriting, bercak klorotik dan ruas pendek serta pembentukan buah tidak
sempurna. Pada tanaman lain terlihat ukuran daun normal, namun terdapat gejala
belang kekuningan dan tanaman kurang membentuk cabang serta buah tidak
normal (Gambar 1). Pengamatan pada tiga lokasi areal pertanaman lada di
Lampung menunjukkan terdapat gejala yang sama dengan gejala yang ditemukan
pada tanaman lada di Bangka dan di kebun Balitro Cimanggu. Pada pertanaman
lada perdu di Kebun Percobaan Balitro Sukamulya didominasi oleh gejala
malformasi daun yaitu daun mengecil dan mengeriting.
Hasil analisis terhadap sampel tanaman dengan uji ELISA menunjukkan
bahwa pada sampel yang dideteksi secara serologi memperlihatkan reaksi positif
terhadap CMV dan PYMV (Tabel 2).
Berdasarkan data pengamatan gejala tanama n di lapangan dan hasil uji
ELISA terlihat bahwa tanaman yang terinfeksi CMV cenderung memperlihatkan
bentuk daun keriting, mengecil dan klorosis sedangkan tanaman yang terinfeksi
PYMV ukuran daun normal dan bergejala belang. Infeksi ganda kedua virus
tersebut juga ditemukan dibeberapa lokasi.
Deteksi sampel tanaman lada dari Bangka dengan diuji dengan ELISA
menunjukkan bahwa lada bangka dominan terinfeksi CMV (65%), sedangkan
yang terinfeksi PYMV dan infeksi ganda ditemukan sebesar 35% dari sampel
yang diuji. Demikian pula sampel yang berasal dari Lampung dan Sukamulya
lebih dominan terinfeksi CMV, sedangkan sampel lada Bogor dominan terinfeksi
PYMV.
21
b
a
c
d
Gambar 1 Gejala tanaman yang terinfeksi virus di lapangan, (a) malformasi daun,
(b) bercak klorotik/mottle, (c) keriting, (d) dompolan buah yang tidak
terbentuk sempurna
Analisis lebih lanjut dengan menggunakan PCR untuk konfirmasi
keberadaan PYMV menunjukkan adanya virus tersebut pada semua lokasi
pengambilan sampel. Hasil visualiasi menunjukkan bahwa amplikon hasil PCR
berukuran ± 650 bp (Gambar 2). Hasil amplifikasi PCR ini berukuran lebih kecil
daripada produk PCR yang pernah dilaporkan oleh de Silva et al. (2002) yaitu
berukuran 700 bp. Hal ini mengidikasikan bahwa terdapat perbedaan strain antara
kedua virus tersebut.
22
Tabel 2 Gejala infeksi penyakit belang dan keriting serta hasil uji ELISA
terhadap sampel tanaman yang positif terinfeksi CMV dan PYMV
SAMPEL
(NAE)
CMV
PYMV
GEJALA
Kontrol Negatif CMV
0,102
Kontrol Negatif PYMV
0,175
Bangka I.1
0,214
-
Bangka I.3
0,176
-
Bangka I.5
0,189
0,265
Daun normal, warna bercak klorotik/ belang
Bangka II.3
0,156
0,274
Daun keriting, warna bercak klorotik / belang
Bangka II.2
1,321
-
Bentuk daun keriting, Vein clearing.
Bangka III.5
Bangka IV.4
0,804
0,806
-
Daun keriting
Daun klorotik, keriting.
Bangka V.6
0,664
-
Daun menguning, bercak klorotik
Bangka VI.3
0,799
-
Daun keriting, bercak klorotik
Bangka VII.4
0,993
-
Bercak klorotik, ukuran daun normal
Bangka VIII.3
0,988
-
Bercak klorotik, ukuran daun normal
Bangka Paniur
0,232
0,513
Bentuk daun normal, gejala samar, sedikit klorosis
Bangka LDL
Bangka LDK
-
0,413
0,325
Daun tidak simeris, belang, daun bergelombang
Idem LDL
Bangka Natar 1
Gunung Labuan
Waikanan
Talang Empang
Lampung 1
Lampung 3
Lampung 5
Bengkayan Sukabumi
Lada Liar (Rhino)
LDL Sukamulya
Bogor, Cunuk 0
Bogor, Cunuk 1
Bogor, LDL
Bogor, Petaling 1
Bogor, Petaling 2
Bogor, Natar 1
Bogor, Natar 2
Bogor, Bangka
Bogor, Talang Empang
-
0,353
Bentuk daun normal, mottle
0,891
-
0,845
1,175
1,561
1,252
1,476
0,817
0,859
0,381
0,231
-
0,600
0,288
0,270
0,263
0,271
0,332
0,316
0,346
0,323
Daun mengecil, malformasi, klorotik, malai bunga
memendek, ruas tanaman pendek
Malformasi, klorotik, malai bunga memendek, ruas
tanaman pendek
Daun keriting, bercak klorotik
Daun keriting, bercak klorotik
Daun keriting, bercak klorotik
Daun keriting, bercak klorotik
Daun keriting, bercak klorotik
Bentuk daun keriting, warna bercak belang/ klorosis
Bercak klorotik, ukuran daun normal
Bentuk daun keriting, bercak klorotik/ belang
Malformasi, permukaan bergelombang, belang
Bentuk daun normal, belang keseluruhan daun
Daun normal, hijau muda, belang kurang jelas
Malformasi, permukaan bergelombang, belang
Daun oval, belang, permukaan bergelombang
malformasi, permukaan bergelombang, belang
Daun normal, belang
Daun oval kecil, warna hijau muda, belang
Daun ter gulung kearah bawah, belang
Keterangan : NAE = Nilai Absorban ELISA ; ( - ) = < 1,5 kali NAE kontrol negatif
23
M
1
2
3
4
5
6
700 bp
650 bp
300 bp
Gambar 2 Hasil visualisasi pita DNA PYMV pada agarose gel 1,5% TBE;
(M) marker 100 bp (1) sampel lada dari Sukabumi (2) Bangka
(3) Lampung (4-5) Bogor (6) Tanaman lada sehat sebagai
kontrol negatif.
Penularan Virus Belang
Identifikasi Serangga Vektor
Identifikasi kutu putih.
Dua jenis kutu putih yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu P. minor dan F. virgata berdasarkan ciri morfologi sesuai
dengan kunci identifikasi William dan de Willink (1992) dan William dan Watson
(1988).
Pengamatan ciri morfologi P. minor (Gambar 3) pada nimfa instar pertama
berwarna kuning pudar dan belum terdapat lapisan lilin, sedangkan pada nimfa
instar ketiga terdapat lapisan lilin yang menutupi tubuh serangga. Pengamatan
lebih lanjut menggunakan mikroskop binokuler nimfa instar ketiga, nampak tubuh
berbentuk oval, memiliki antena yang terdiri dari delapan segmen. Serari
berjumlah 18 pasang, setiap serari terdapat dua seta berbentuk konikal, terkecuali
serari preokular terdapat satu atau tiga seta. Kaki terbentuk sempurna memanjang
dengan perbandingan panjang tibia + tarsus dan trochanter + femur adalah 1,051,15. Pori translusen terdapat pada bagian belakang koksa dan tibia. Pada
permukaan dorsal terdapat seta berbentuk flagela yang lebih panjang
dibandingkan pada bagian abdomen segmen VI. Pada bagian ventral dijumpai
seta-seta berukuran normal, seta cisanal lebih pendek dibanding seta anal ring,
24
terlihat anal lobe bar pada bagian dasar seta apikal Terdapat pori multikular di
bagian anterior di bawah tungkai depan dengan jumlah tertentu. Di sekitar vulva
juga terdapat pori multikolar berbaris ganda melintas bagian posterior dari
abdomen segmen III-VII dan baris tunggal melintas bagian anterior segmen IVVI, terkadang terdapat pada bagian tengah antara toraks dan kepala.
anterior
posterior
Gambar 3 Preparat serangga kutu putih P.minor.
Gambar 4 Serangga vektor kutu putih F.virgata
25
Vektor F.virgata betina dewasa (Gambar 4) berukuran panjang 2-5 mm,
berwarna merah muda pucat. Terdapat suatu lapisan lilin seperti tepung putih dan
2 garis (area yang lebih gelap) tampak dibagian dorsal. Filamen seperti tombol
dan sangat pendek terlihat di pinggiran badan (di sekeliling bagian luar dari kutu
putih). Nimfa dewasa dan betina dewasa mempunyai beberapa filamen yang
panjang (5-10 mm), dan menghasilkan filamen seperti tangkai kaca yang
bervariasi panjangnya untuk menutupi satu koloni berbentuk suatu tenda .
Identifikasi kutudaun. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa kutudaun
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aphis gossypii (Gambar 5)
berdasarkan ciri-ciri morfologi dengan mengunakan kunci identifikasi Blackman
dan Eastop (1994) dan Cottier (1953). Ciri-ciri morfologi imago kutudaun adalah
tubuh berwarna kuning kehijauan, ujung antena, ujung tungkai dan kornikel
berwarna kehitaman, kauda berwarna kehijauan. Berdasarkan pengamatan pada
preparat dengan menggunakan mikroskop pada serangga betina bersayap
menunjukkan adanya dua pasang sayap, dimana sayap depan lebih besar
dibanding sayap belakang,
Pada bagian sayap
rangka sayap kosta berwarna
lebih gelap dibanding dagian sayap lainnya. Kepala berwarna hitam, antena
memiliki enam ruas dan toraks berwarna hitam. Antena segemen ke-enam lebih
panjang 2-3.1 kali dibanding dasar antenna segmen pertama, terdapat banyak
rambut. Kauda berbentuk lidah, lebih panjang dibanding lebar dasarnya. Kauda
dengan lima rambut. Tidak ada stridulatory. Spira kel berukuran kecil. Antennal
tubercles pendek atau tidak berkembang, tidak melebihi tinggi bagian tengah dari
sisi depan kepala bila dilihat dari arah dorsal. Terlihat adanya Siphunculus
dengan sisi-sisinya terdapat bercak-bercak Siphunculus pada umumnya lebih
gelap dibanding warna badan secara umum, termasuk dibandingkan dengan
kauda. Terdapat lateral tubercles sedikitnya pada abdomen segmen 1 dan 7.
Abdomen belakang dari spesimen tidak berwarna atau bercak hitam pucat,
kadang-kadang terlihat samar, tetapi lebih jelas dibanding siphunculus. Rambut
pada femur yang paling belakang lebih pendek dibanding garis tengah pangkal
femur.
26
Gambar 5 Preparat serangga kutu daun A. gossypii.
Penularan Virus Menggunakan Kutu Putih
Penularan penyakit belang menggunakan vektor kutu putih dengan jumlah
yang berbeda menunjukkan keberhasilan.
Tanaman yang diinokulasi dengan
vektor kutu putih umumnya menunjukkan gejala belang dan bercak klorosis.
Pengamatan terhadap tanaman hasil penularan dengan kedua jenis kutu putih
menunjukkan tidak terdapat perbedaan gejala untuk setiap jenis vektor.
Perkembangan
gejala
dimula i
dengan
adanya
berkembang menjadi lesio klorotik dan belang.
lesio
nekrotik
kemudian
Sebagian lagi berkembang
menjadi gejala vein clearing, permukaan daun menjadi tidak rata (Gambar 6).
Selama selang waktu pengamatan beberapa tanaman menunjukkan gejala
menghilang,
namun kembali muncul pada akhir pengamatan. Hal ini diduga
berhubungan dengan kondisi penyinaran dan suhu yang terjadi selama
pengamatan. Mattthews (1970) menyatakan, hasil percobaan pada tanaman yang
diberi perlakuan penggelapan setelah inokulasi menyebabkan terjadinya
pengurangan jumlah lesio lokal. Suhu diduga mempengaruhi pergerakan virus
dari sel epidermis tempat inokulasi, menyebabkan virus tidak bergerak dari sel
mesofil.
27
b
a
c
Gambar 6 Gejala yang muncul pada tanaman lada hasil penularan, (a) belang,
(b) malformasi, (c) bercak klorotik, setelah diinokulasi virus dengan
vektor P.minor dan F.virgata.
Hasil uji efisiensi penularan virus menunjukkan bahwa satu ekor P.minor
sudah mampu menularkan PYMV dengan efisiensi 40% dan 100% dengan vektor
F.virgata (Tabel 3).
Tanaman yang diinokulasi kedua vektor kutu putih dengan masing-masing
10 ekor menunjukkan periode inkubasi tercepat dibandingkan perlakuan lainnya,
sedangkan tanaman yang diinokulasi satu ekor serangga menunjukkan waktu
inkubasi terlama. Hal ini diduga berkaitan dengan konsentrasi awal virus yang
terbawa oleh setiap vektor, semakin banyak vektor maka konsentrasi virus akan
semakin tinggi pula, dengan asumsi setiap vektor mengandung virus dengan
konsentrasi yang sama. Bos (1990) menyatakan bahwa daya tular vektor
kemungkinan dapat bertahan selama virus masih terdapat dalam serangga dan
sangat bergantung pada jumlah virus yang masuk ke dalam tubuh serangga.
Efektivitas penularan virus oleh vektor tergantung pula pada karakter virus
(Omura et al. 1983). Danniells et al. (1995) menyatakan karakter BSV yang
merupakan genus Badnavirus (satu genus dengan PYMV) adalah virus
semipersisten yang tidak ditularkan transovarial dan tidak sirkulatif di dalam
tubuh vektor.
28
Tabel 3 Periode inkubasi dan persentase kejadian penyakit serta gejala penyakit
belang pada tanaman lada uji setelah diinokulasi melalui vektor P.minor
dan F.virgata.
Serangga
vektor
P.minor
F.virgata
Jumlah vektor
(ekor)
Periode
inkubasi
(hari)
Kejadian
penyakit *
(%)
Gejala
Kontrol
1
3
7
10
Kontrol
1
3
7
10
0
32,0
22,3
22,5
19,3
0
31,3
28,0
18,8
16,8
0
40
80
100
100
0
100
100
100
100
TB
LK, N.
MF, M, VC
MF, M, VC
MF, M, VC,K
TB
M, VC
LK
MF, LK, VC
MF, M, VC,K
Keterangan : Kontrol = 10 ekor serangga yang tidak mengakuisisi virus pada tanaman sakit
* Dikonfirmasi dengan uji ELISA
TB = Tidak bergejala; MF = Malformasi daun; LK= Lesio Klorotik; M = Motel
N = Nekrotik; VC = Vein Clearing ; K = Kerdil
.
Menurut laporan Omura et al. (1983) genom Badnavirus pada ORF III
diduga berperan dalam penularan oleh kutu putih seperti penularan BSV, CoYMV
dan SCBV serta transmisi RTBV oleh masing-masing vektornya..
Penularan Virus Menggunakan Kutu Daun
Penularan virus dengan vektor kutu daun A.gossypii menunjukkan tidak ada
gejala infeksi virus keriting dan belang yang disebabkan oleh kedua virus.
Konfirmasi uji penularan dilakukan dengan uji ELISA bereaksi negatif dengan
kedua virus.
Hal ini diduga jumlah vektor yang digunakan belum mampu
menularkan virus, dan diduga pula asal A.gossypii yang tidak spesifik inang
karena, bukan berasal dari tanaman lada tetapi dari tanaman tapak dara. De Silva
et al. (2002) menggunakan 20 ekor kutu daun untuk dapat menularkan CMV pada
tanaman indikator Nicotiana glutinosa dan N.tabacum cv. White Burley. Hasil
penularan secara mekanis yang dilakukan di Balitro dari tanaman lada terinfeksi
CMV pada tanaman tembakau (N. tabacum) menunjukkan hasil positif gejala
infeksi CMV dengan ciri mosaik pada daun (Sukamto, komunikasi pibadi).
29
Purifikasi Virus
Pada pemurnian virus penyebab penyakit belang diperoleh hasil dan tingkat
kemurnian yang masih rendah. Hal ini disebabkan daun tanaman lada
mengandung senyawa fenolik yang tinggi, se hingga mudah teroksidasi. Hasil
purifikasi dengan densitas sentrifugasi gradien sesium clorida (CsCl)-sukrosa,
melalui pengamatan menggunakan penglihatan dengan bantuan cahaya diperoleh
tiga fraksi yaitu fraksi 1 dan 2 merupakan larutan bufer yang bercampur dengan
debris dan fraksi 3 merupakan campuran partikel virus merupakan campuran
larutan CsCl dan sukrosa serta partikel lain yang berukuran besar (Gambar 7).
Salah satu fraksi yaitu fraksi 3 diperoleh nilai absorbansi pada A 260/280 yaitu
1,08 untuk sampel Bogor dan 1,29 untuk sampel Sukamulya.
Hasil sesuai
penelitian yang dilaporkan oleh de Silva et al. (2002) pada tanaman lada yang
terinfeksi PYMV menggunakan gradien CsCl-sukrosa diperoleh tiga fraksi
(band). Steere (1964) menyatakan, jika sampel larutan virus di sentrifugasi
dengan gradien CsCl, molekul garam berukuran berat akan bergerak ke arah dasar
tabung dan kerapatan akan menjadi stabil selama sentrifugasi. Partikel dalam
larutan dengan kerapatan lebih besar dan lebih kecil akan mengapung pada
kerapatan yang sesuai dengan kondisi kerapatan fraksi.
Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Gambar 7 Hasil purifikasi virus setelah dilakukan sentrifugasi gradien CsClsukrosa.
30
Perunutan Nukleutida PYMV
Perunutan susunan fragmen DNA menggunakan hasil PCR PYMV asal
Bogor (Gambar 8) dengan primer Badna -T dan SCBV-R1 Hasil amplifikasi
dengan menggunakan primer yang sama dengan yang digunakan de Silva et al.
(2002) menghasilkan amplikon yang lebih kecil (± 650 bp) dari yang dilaporkan
oleh de Silva et al. (2002) (700 bp). Hal ini menunjukkan bahwa kedua strain
virus tersebut diduga berbeda. Hasil perunutan menggunakan software Wu -Blastn
(www.ebi.ac.uk) menghasilkan urutan sekuen 639 basa dari genom PYMV
ORF-I.
Hasil
penelusuran menggunakan
Blast
(www.NCBI.nml.nih.gov)
menunjukkan homologi yang tinggi yaitu 85% dengan PYMV de Silva et al.
(2002) pada Bank Gen (accession number AJ626981) (Gambar 9).
Sekuen
PYMV asal Bogor dengan urutan 1-639 mempunyai homology dengan PYMV
yang telah dilaporkan oleh de Silva et al. (2002). Nukleutida PYMV Bogor yang
diurutkan (alignment) dengan PYMV de Silva terlihat bahwa te rdapat 4 basa yang
bertambah (insersi), 2 basa tidak ada (delesi) dalam urutan antara 1-639, dan 89
basa yang tidak sama ( missmach), serta 67 basa yang tidak ada pada bagian ujung
sekuen.
M
P
600 bp
Gambar 8
Hasil PCR PYMV asal Bogor pada agarose gel 1,5% TBE, yang
dianalisa lebih lanjut dengan sequencing; (M) Marker 100 bp
(P) PYMV asal Bogor.
31
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
PYMV_Bgr:
PYMV_DS :
1 CTCCTTTATCTCCTCAAAGAGCTTCCAAGACTCCGACGGATAGGGTTCAACGAGTACATA 60
|||||| |||||||||| ||| | ||||| ||||| |||||||||||| || ||||||
1 CTCCTTCATCTCCTCAAGAAGCCTTCAAGAGTCCGATGGATAGGGTTCACTGATTACATA 60
61 ACCGGACTAGAAATCGTTGTTATATTCCCACATCTTGACGGTAAAGGAAATTCTCTAGCT 120
|| ||||||| |||| ||||| ||||| |||| |||||||||||| ||||||| |||||
61 ACAGGACTAGGGATCGATGTTAAATTCCAACATATTGACGGTAAAGAAAATTCTTTAGCT 120
121 GATTCATTATCTCGGTTAACGTGTTCGTTGATCAGGTCATTGGCATCAACTGGAAGCCGA 180
||||| ||||||||| |||||||||||||||||||| || |||||||| |||||| |||
121 GATTCTTTATCTCGGCTAACGTGTTCGTTGATCAGG-CAATGGCATCATCTGGAA-CCG - 177
181 GTAATTACCACTATGGAAGCAGCTCTCGTTCAGGAGCAACTGAACCCAACGCCAGGATCA 240
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| ||||||||||||||||||
178 GTAATTACCACTATGGAAGCAGCTCTCGTTCAGGAGCAACAGAACCCAACGCCAGGATCG 237
241 ACGAAAGCCCTGATGCAGACCTTGGACGAAGTCAGCCAATGGCTAAGCTCAGCCAGCAGT 300
|| |||||||||| |||| |||| || ||| || |||||||||||| |||
|||||||
238 ACCAAAGCCCTGAAGCAGGCCTTACACCAAGCCAACCAATGGCTAAGCTCGATCAGCAGT 297
301 ACCAAGACGCTCTTCGAGAGGTTCACCAGGACTGACTGCACCAGCACACGAGAATGGTGG 360
||||||| || ||| || || ||||| |||||||||||||||||||||||||||||||||
298 ACCAAGATGCCCTT -GAAAGATTCACAAGGACTGACTGCACCAGCACACGAGAATGGTGG 356
361 AACCACTTGTGCCAGCTCGTAGAGCTCGAAGGCAAAGCCACCCAGCATGCCGAAAAAGCG 420
|||||||||||||||||| |||||| ||||| ||||||||| | | |||||| |||||
357 AA CCACTTGTGCCAGCTCAAAGAGCTTGAAGGAAAAGCCACCAAAGAAGCCGAAGAAGCG 416
421 TCTG--GTCCTCCTCCACCTCCACCATCTTAAGCATGCCGAGTGCGCCTGTCTATCCAAA 478
| |||||| || |||||||||| || ||||||||||||||||| |||| ||||
417 ATGGAAGTCCTCGTCAACCTCCACCAACTAAAGCATGCCGAGTGCGCACGTCTTTCCAGG 476
479 ACAAATCAGCATCTAAAGGATTCCGTGCCATATTACTCTCATGATCAGCTGGAATCTGTC 538
| ||||||||| || |||||||| || || | || | ||| || ||||||||| | |
477 AAAAATCAGCAGCTGAAGGATTCTGTACCCGACT ATTATCAAGACCAGCTGGAAGCAATA 536
539 ATGATGGATGACGTGGCACTCCGACAAATTGCCTTCGACTTGGGGGATGTGGTCAATTCG 598
|||||||||||||||||||||||||| ||||| || |||||| ||||||| |||| ||
537 ATGATGGATGACGTGGCACTCCGACAGATTGCTATCAACTTGGTGGATGTGATCAAATCT 596
599 GTAAGGGCAAAAGATCTGTCAAGGAGCGTGGTAGGGCCCAA 639
|| |||||||||| |||| |||||||||||||||||||||
597 GTGCGGGCAAAAGAGCTGTGAAGGAGCGTGGTAGGGCCCAA 637
Gambar 9 Alignment antara sekuen parsial PYMV-ORF I asal Bogor
(PYMV_Bgr) dengan PYMV yang dilaporkan oleh de Silva et
al.(2002) (PYMV_DS), ( | ) basa antara kedua sekuen sama, ( )
basa antara kedua sekuen tidak sama, ( - ) delesi/tidak ada basa
Urutan basa antara sekuen PYMV Bogor dan PYMV de Silva et al. yang
tidak sama yaitu, T7C, A18G, G19A, T23C, C25T, C31G, C37T, A50C, C51T,
G54T, C63A, A71G, A72G, T77A, T83A, C89A, C94A, G107A, C115T, A126T,
T136C, T160A, A169T, T221A, A240G, G243C, T254A, A259G, G264A,
G265C, G268C, T272C, G275A, A291G, G292A, C293T, C308T, T311C,
32
G318A, G321A, C327A, G379A, T380A, C387T, C393A, C403A, G405A,
C406G, T408A, A415G, T423A, C424T, C431G, C434A, T445A, T448A,
C466A, T467C, A72T, A477G, A478G, C480A, T490G, A493G, C502T, G506A,
A508C, T509G, T511C, C514T, C516A, T520A, T523C, T533G, T535A,
G536A, C538A, A565G, C571T, T572A, G575A, G582T, G590A, T595A,
G598T, A601G, A602C, T513G, dan C518G, sedangkan urutan basa yang tidak
berpasangan (delesi) yaitu 421A, dan 422A. Urutan basa PYMV yang bertambah
(insersi) yaitu, T157, G176, A180, dan C315.
33
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada pertanaman lada di Bangka, Lampung dan di Jawa Barat ditemukan
penyakit keriting dan belang yang berasosiasi dengan CMV dan PYMV.
Berdasarkan hasil uji serologi, PCR, uji penularan dan pengamatan partikel virus
serta perunutan susunan nukleotida amplikon PCR membuktikan bahwa penyakit
belang pada tanaman lada di Bogor berasosiasi dengan infeksi PYMV.
Uji
penularan CMV dan PYMV menunjukkan bahwa vektor F.virgata lebih efisien
menularkan PYMV dibandingkan dengan P.minor, sedangkan vektor A.gossypii
tidak berhasil menularkan kedua jenis virus tersebut.
Saran
Beberapa penelitian lanjutan tentang PYMV perlu dilakukan antara lain
yang berkaitan dengan :
1. Pembuatan antibodi monoklonal PYMV.
2. Kloning gen PYMV secara lengkap untuk mengetahui organisasi genom dan
sekuennya
3. Keragaman genetik PYMV pada beberapa lokasi pertanaman lada di
Indonesia dan penyebarannya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Edisi ke -4. New York: Academic Press.
Balfas R, Supriadi, Mardiningsih TL, Sugandi E. 2001. Penularan penyakit
keriting pada tanaman lada oleh Planococcus minor [laporan penelitian].
Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bos, 1990. Pengantar Virology Tumbuhan.
Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press,
Daniells, J., J.E. Thomas and M. Smith. 1995. Seed transmission of banana streak
virus confirmed. Infomusa 4:1-7.
Ben FA. 1988. Deteksi penyebab penyakit kerdil pada tanaman lada (piper
nigrum.L) [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bhat AI, Devasahayam S, Sarma YR, Pant RP. 2003. Association of of a
badnavirus in black pepper (Piper nigrum L.) transmitted by mealybug
(Ferrisia virgata) in India. Current Science 84 (12): 1547- 1550.
Blackman RL, Eastop VF. 1994. Aphids on The World’s Trees. An Identification
and Information Guide. Willingford: CAB International.
Crowther JR. 1995. ELISA Theory and Practice. Totowa : Humana Press.
de Silva DPP, Jones P, Shaw MW. 2002. Identification and transmission of
Piper yellow mottle virus and Cucumber mosaic virus infecting black
pepper (Piper nigrum.L) in Sri Lanka. Plant Pathology 51: 537-545.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2003. Luas areal, produksi dan ekspor-impor
lada. http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/bun/2003/.html. [16 Desember
2003]
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of Plant DNA from fresh tissue. Lifr
Technical Incorporated Focus 12, 13-15.
Duarte MLR, Filho PC, Dantas MSF. 2002. Pests and diseases of black pepper in
Brazil. International Pepper News Bul. Jul-Des. Hlm 24-31.
Eng L. 2002. Viral disease and root-knot nematoda problems of black pepper
(Piper nigrum.L) in Sarawak, Malaysia. International Pepper News Bul.
Jul-Des. Hlm 39-45.
35
Febrianti G. 2004. Deteksi cucumber mosaic virus (CMV) penyebab penyakit
kuning pada tanaman lada [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Ferraira SA, Bolley RA. 1992. Cucumber Mosaik Virus. http:// www.extento.
hawai. edu/kbase/crop/type/cucvir.htm. [1 Juni 2003].
Fery Y, Amrizal, Yuhono YT.
2004.
Kendala pengembangan industri
pengolahan lada. http://www. perkebunan.litbang.deptan.go.id/warta. [29
Nopember 2004].
Firdausil AB. 1988. Deteksi penyebab penyakit kerdil pada tanaman lada (Piper
nigrum L.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Gibbs AJ, Harrison BD. 1970. Cucumber mosaic virus. Di dalam : Gibbs AJ,
Harrison BD, Murant AF, editor. Description of Plant Viruses. Scotland:
Commonwealth Mycologycal Institute and Association of Applied
Biologist. Hlm 1-4.
Gumpf DJ, Bar-Joseph M, Dodds JA. 1981. Purification of citrus tristeza virus
(CTV) on sucrose-cesium sulfate cushion gradients and estimation of its
RNA size. Pathology 71:878.
Henson JM, French R. 1993. The Polimerase chain reaction and plant disease
diagnoses. Annu Rev. Pythopathol.
Hobbs HA, Reddy DVR, Rajeshwari R, Reddy AS. 1987. Use of direct antigen
coating and protein coating ELISA procedures for detection of three peanut
viruses. Plant Diseases 71: 747-749.
Hu JS, Li HP, Bany K, Wang M. 1995. Comparison of dot blot, ELISA and RTPCR assay for detection of two Cucumber mosaic virus isolates infecting
banana in Hawaii. Plant Diseases 79: 902-906.
Kaper JM, Waterworth HE. 1981. Cucumoviruses. Di dalam : Kurstak E, editor.
Handbook of Plant Virus Infections and Comparative Diagnosis.
Amsterdam: Elsevier, North-Holland Biomedical Press.
Koenig R. 1981. Indirect ELISA methods for the broad specificity detection of
plant viruses. J Gen Virol. 55: 53-62.
Lockhart BEL et al. 1997. Identification of Piper yellow mottle virus, a
mealybug-transmited badnavirus infecting Piper spp. In Southeast Asia.
European J of Plant Pathology 103: 303-311.
36
Manohara D, Rizal M. 2002. Pest and diseases on pepper in Indonesia and their
management. International Pepper News Bul. Jul-Des. Hlm 34-39.
Marmey P , Mendoza AR, de Kochko A, Beachy RN, Fauquet CM.. 2005.
Characterization of the protease domain of rice tungro bacilliform virus
responsible for the processing of the capsid protein from the polyprotein.
Virology Journal 2:33. http://www.virologyj.com/content/2/1/33 [30 Jan
2006]
Matthews REF. 1970. Student Edition, Plant Virology. New York: Academic
Press.
Omura T, Saito Y, Usigi T, Hibino H. 1983. Purification and serology of rice
tungro spherical and rice tungro bacilliform virus. Annals of The
Phytopathologycal Society of Japan 49: 73-76
Pares RD, Gillings MR, Gunn LV. 1992. Differentiation of biologically distinct
Cucumber mosaik virus isolates by PAGE of double-stranded RNA.
Intervirologi 34: 23-29.
Rojas ME, McLaughlin WA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1993. Use of the
generate primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly extract,
saliva, hemolymph, and honeydew. Phytopathol 89: 239-246
Sambrook J, Fritscch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning, A Laboratory
Manual. Edisi ke-2. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Sartiami D. 2004. Keberadaan Dysmicoccus brevipes (Hemiptera:Pseucoccidae)
sebagai vektor virus layu pada tanaman nenas [Laporan akhir penelitian
dosen muda IPB]. Bogor: LPPM IPB.
Smith KM. 1972. A Textbook of Plant Virus Diseases. London: Longman Group
Ltd.
Steere RL. 1964. Purification. Di dalam: Corbett MK, Sisler HD, editor. Plant
Virology. Gainesville: University of Florida Press. Pr. Hlm 211-234.
Suseno R. 1990. Virologi Tumbuhan. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sutic DD, Ford RE, Tosic MT. 1999. Handbook of Plant Virus Diseases. Boca
Raton : CRC Press.
Williams DJ, Watson GW. 1988. The Scale Insect of The Tropical South Pasific.
Part 2 : The Mealybugs (Pseudococcidae). London: CAB International
Institut of Entomology.
37
Williams DJ, de Willink MCG. 1992. Mealybugs of Central and South America.
Willingford: CAB International.
Wyatt SD, Brown JK. 1998. Detection of subgroup III geminiviruses isolates in
leaf extract by degenerate primers and polymerase chain reaction.
Pythopathol 86: 1288-1293.
LAMPIRAN
Gambar lampiran 1 Pertanaman lada pada kebun petani di Bangka
Gambar lampiran 2 Tanaman sumber inokulum untuk penularan
Gambar lampiran 3 Tanaman la da yang sudah diinokulasi virus
Download