1 METODE STUDIO ARSITEKTUR : ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN oleh: J.Lukito Kartono JUrusan Arsitektur Universitas Kristen Petra Surabaya. [email protected] PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini dunia makin terbuka,hilang sekat-sekat antara Negara dan muncul saling ketergantungan. Indonesia yang ikut menandatangani kesepakatan WTO (World Trade Organization) sejak tahun 2003,siap atau tidak siap harus membuka diri dan melaksanakan perdagangan bebas.Hal ini tentunya juga berimbas pada bidang jasa konstruksi dan konsultasi arsitektur.Fenomena ini akan memaksa dunia arsitektur untuk secepatnya menata diri.Sebuah keterlambatan mempersiapkan diri akan membuat kita menelan kekalahan demi kekalahan yang akhirnya akan membuat kita hidup dibawah dominasi professional Negara lain. Tragisnya sampai dengan hari ini pengaturan tentang arsitek masih belum terlalu jelas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia,setidaknya hingga tahun 1999 yang lalu,sampai kemudian terbit UU No.18/1999 tentang jasa konstruksi dan UU No.28/2002 tentang bangunan Gedung sebagai pengganti Undang-Undang sejenis dari masa kolonial Belanda. Sayangnya Negara hanya menempatkan ketentuan kegiatan arsitek dalam bentuk kata atau kalimat layanan jasa perencanaan dan jasa pengawasan bangunan yang dituangkan pada beberapa Peraturan Pemerintah termasuk dalam pengadaan barang dan jasa,tanpa memperinci lebih lanjut Siapa yang dimaksud dengan penyedia jasa.Bagaimana ketentuan keahlian yang disyaratkan,tanggung jawab profesi masing-masing ahli disamaratakan bahkan penerapannya terbatas hanya untuk bangunan dan fasilitas milik Negara saja. Ada informasi menarik yang diperoleh dari Pengurus pusat IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) bahwa dalam pertemuan ARCASIA (Architects Regional Council Asia), organisasi arsitek Asia baru-baru ini dengan terpaksa IAI hanya dapat ikut menanda tangani kesepakatan kerjasama organisasi profesi setingkat MRA (Mutual Recognition Arrangement) di tingkat ASEAN karena Indonesia adalah satu-satunya Negara di Asia yang belum mempunyai Undang-Undang Arsitek.Secara lebih detail,salah satunya menyangkut jangka waktu pendidikan arsitek di Indonesia yang hanya 4 tahun,sedangkan dinegara lain sudah 5 tahun.Memang diharapkan tidak lama lagi kita bisa mempunyai Undang Undang Arsitek yang saat ini masih berupa Rancangan Undang-Undang sedang di proses di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Selain itu berdasarkan pengalaman penulis selama duduk sebagai anggota pengurus IAI Jawa Timur dan Panitia Sertifikasi Profesi Arsitek IAI daerah Jawa Timur,terlihat banyaknya kelemahan desain dari para “arsitek” yang mengajukan sertfikasi.Belum lagi keluhan-keluhan dari para biro konsultan terhadap para “arsitek” yang direkurt sebagai tenaga kerjanya.Pada umumnya keluhan berupa ketidak mampuan menyusun program ruang,tidak menguasai detail dan tidak berani mengambil keputusan.Padahal mereka-mereka ini adalah produk dari pendidikan studio arsitektur yang dikembangkan pada sekolah-sekolah arsitektur Karena sejauh ini studio arsitektur dianggap sebagai sebuah model yang paling mendasar pada pendidikan arsitektur.Menurut Adicipto,2002 Inti dari studio adalah belajar merancang. Kalau model studio arsitektur yang diadopsi dari model pendidikan seniman jaman Beaux Art di Perancis merupakan model pendidikan dengan sistem magang didalam sebuah studio/atelier,antara calon seniman dengan para seniman yang sudah dianggap “Empu”.Para calon seniman dibimbing dan bekerja bersama-sama dengan para “Empu” yang dipilihnya.Model ini menghasilkan banyak seniman yang mumpuni pada jamannya.Melihat keberhasilan model 2 pendidikan ini pada awalnya dan “kegagalan” pada saat diadopsi saat ini,maka timbul suatu pertanyaaan: Apa yang salah dalam pelaksanaan studio arsitektur saat ini ? STUDIO ARSITEKTUR DAN HARAPANNYA. Menurut Adicipto,2002: Pendidikan arsitektur adalah pendidikan yang unik.Sistem pendidikan arsitektur tidak ada duanya dibandingkan dengan system pendidikan bidang-bidang lainnya.Kita banyak mewarisi system-sistem pendidikan dari masa lampau yang tetap masih relevan sampai saat ini.Sistem magang masih kita gunakan dalam kerja-praktek maupun dalam studio,dimana system studio kita warisi dari system pendidikan Beaux-Arts dan learning by doing dengan membuat model-model atau mengerjakan tugas-tugas rupa dasar di bengkel sekolah kita warisi dari Bauhaus. Pendidikan arsitektur melalui proses di studio arsitektur diharapkan nantinya melahirkan seorang arsitek yang professional.Definisi seorang arsitek kalau mengacu kepada kepada apa yang tercantum pada draft Rancangan Undang-Undang Arsitek pasal 1: “Arsitek adalah seorang tenaga ahli lulusan pendidikan tinggi didalam maupun dari luar negeri yang dinyatakan kompeten berpraktik dalam bidang arsitektur,atau bidang desain interior,atau bidang arsitektur lansekap,atau bidang perencanaan kota dan atau bidang keahlian lain yang terkait dengan arsitektur dan memiliki sertifikat keahlian.” Sertifikat yang dimaksud adalah sertifikat keahlian arsitek sebagai bukti pengakuan telah memenuhi persyaratan kompetensi arsitek untuk menjalankan praktik arsitektur lagipula sertifikat itu harus terregristasi.Agar dapat diregristasi maka “arsitek” tersebut harus lulusan pendidikan tinggi yang memenuhi standard pendidikan arsitektur seperti yang tercantum pada pasal 7 : “Pendidikan tinggi adalah pendidikan formal bidang arsitektur 5 (lima) tahun atau pendidikan formal 4 (empat) tahun ditambah dengan pendidkan profesi arsitek 1 (satu) tahun. Seandainya dalam waktu dekat Undang-Undang Arsitek ini bisa disahkan oleh DPR maka akan memperjelas posisi profesi arsitek,baik didalam negeri maupun diluar negeri.Hal ini akan sangat mendukung para arsitek kita dalam berkiprah di era globalisasi ini. Proses pendidikan arsitektur saat ini diberbagai manca Negara banyak bertumpu pada model studio arsitektur.Model pendidikan ini mengadopsi model pendidikan pada jaman Beaux Arts,yang awalnya didirikan oleh Kardinal Mazarin tahun 1648.Model ini pada awalnya mendidik murid-murid yang dianggap mempunyai talenta dibidang menggambar,melukis,patung dan arsitektur.Murid-murid bekerja di studio/Atelier mendampingi para seniman (Empu) yang dipilihnya sebagai Master (Empu) untuk jadi Patronnya..Mereka belajar sampai suatu saat dianggap mampu berdiri sendiri.Ukuran keberhasilan seorang anak didik adalah kalau berhasil memenangkan kompetisi yang secara rutin diadakan.Jadi kuncinya adalah proses magang pada seorang seniman yang sudah dianggap Empu sebagai patron dan memenangkan kompetisi. Studio arsitektur sebagai wadah proses pendidikan calon arsitek diharapkan mampu membekali kompetensi para mahasiswa agar nantinya mampu tersertifikasi secara profesional.Seperti apa yang diungkapkan oleh Salama,2001: “The design studio is the melting pot of different types of knowledge thereby occupying the core of the education of architects.It is the kiln where future architects are moulded.It is primary space where budding professionals explore their creative skills.Thus,the attitudes imbibed in the studio are those that young graduates take to the profession” 3 Pada hakekatnya studio arsitektur merupakan muara dari berbagai pengetahuan yang diintegrasikan pada kegiatan merancang.Mengacu kepada proses studio pada masa Beaux Arts maka studio arsitektur pada masa kini sebaiknya juga dibimbing oleh tutor yang professional dari kalangan praktisi.Diharapkan para mahasiswa dapat memperoleh informasi bagaimana kondisi nyata maupun masalah-masalah yang terjadi dalam proses merancang di masyarakat.Lagipula fenomena ini mampu membentuk kebanggaan atas profesinya dengan melihat figure-figure tutornya yang merupakan arsitek professional sebagai Patron nya. Para tutor didalam studio arsitektur merupakan ujung tombak keberhasilan proses pendidikan arsitektur,proses keberhasilan ini sangat dipengaruhi sejauh mana hubungan interaksi terjalin dengan baik dan lamanya pembimbingan di studio.Para tutor harus mampu menjadi fasilitator sekaligus stimulator kreativitas para mahasiswa pada proses merancang. Akan lebih baik lagi kalau pendidikan tinggi arsitektur juga mampu bersinergi dengan organisasi profesi arsitek yang sudah terakreditasi seperti misalnya IAI yang nantinya akan mensertifikasi para lulusan pendidikan tinggi tersebut.Akan terjadi sebuah proses yang berkesinambungan dari mulai pendidikan dibangku pendidikan tinggi sampai saatnya mereka berprofesi sebagai arsitek professional. STUDIO ARSITEKTUR DALAM KENYATAAN. Dari hasil observasi dibeberapa perguruan tinggi yang ada di Indonesia dan secara khusus melihat studio arsitektur yang ada di jurusan arsitektur Universitas Kristen Petra yang telah melaksanakan sistem studio sejak tahun 1981 maka terlihatlah bahwa secara umum hampir semua perguruan tinggi mampu menyediakan Ruang studio sebagai tempat pelaksanaan proses belajar mengajar secara baik,Program yang menjadi acuan dalam proses pendidikan secara ideal dan Tutor sebagai pembimbing para mahasiswa. Hampir semua instrument yang mendukung pelaksanaan telah dapat disediakan dengan baik, tetapi kenapa “arsitek” yang dihasilkan masih belum memenuhi harapan pasar kerja? Dari hasil pengamatan dan melihat kembali jiwa dari proses studio pada awalnya yaitu jaman Beaux- Arts maka muncullah sebuah hipotesa: Ketidak berhasilan proses studio arsitektur dalam membentuk lulusan yang mampu menjawab tuntutan pasar kerja karena pendidikan tinggi saat ini lepas dari organisasi professional arsitek,begitu pula Tutor,sebagai ujung tombak proses pengajaran di studio sebagian besar adalah akademisi,bukan praktisi/professional dan tidak ada sebuah mekanisme dalam bentuk masukan (input) hasil evaluasi proses kegiatan di studio arsitektur.Feed back sangat penting untuk dipakai sebagai evaluasi proses pendidikan yang terjadi di studio arsitektur. Kalau dijaman Beaux Arts dilakukan dalam bentuk kompetisi,dimana hasil kompetisi akan memberikan masukan untuk mengevaluasi program yang sudah dilaksanakan selama studio berlangsung. SEbagai contoh kasus: Proses pendidikan di studio arsitektur Universitas Kristen Petra: 01.Perbandingan jumlah mahasiswa dan tutor di studio: MUlai dari semester 1 sampai semester 8 = 1 tutor - 10 mahasiswa. 02.Tutor yang praktisi/professional dan sebagai tenaga tidak tetap hanya hadir selama 2 jam di studio dan jumlahnya hanya sekitar 20 %. 03.Masukan informasi tentang kualitas lulusan dari luar institusi didapatkan dengan mendatangkan secara khusus super juri,penguji dari luar UK Petra untuk mengevaluasi karyakarya terbaik mahasiswa pengikut Tugas Akhir. Kalau di era globalisasi ini,dunia semakin terbuka dan terjadi saling ketergantungan antar Negara.Sebagai pembanding marilah kita menengok pelaksanaan Studio arsitektur di National 4 University of Singapore yang mempunyai mekanisme sinergi dengan dunia kerjanya seperti dengan SIA (Singapore Intitute of Architecs),BOA (Board Of Architects) dan RIBA (Royal Institute of British Architects).Standard RIBA ini juga diikuti oleh Malaysia,Australia,Hongkong dan India.Mereka punya mekanisme yang menarik dalam mempertahankan standard pedagogi,kurikulum dan system pendidikan yang ada. Ada beberapa hal yang dapat kita simak dari proses pendidikan di jurusan arsitektur NUS: 01.Perbandingan jumlah mahasiswa dan tutor di studio: Tingkat 1 = 1 tutor - 14 mahasiswa. Tingkat 2 = 1 tutor - 12 mahasiswa Tingkat 3 = 1 tutor - 12 mahasiswa Tingkat 4 = 1 tutor - 10 mahasiswa (BA Arch Hons) Tingkat 5 = 1 tutor - 2-4 mahasiswa ( Master professional) Dari perbandingan jumlah tutor dan mahasiswa terlihatlah bahwa makin tinggi tingkatannya maka makin dibutuhkan pembimbingan yang semakin intensip dan ini berarti membutuhkan waktu yang lebih banyak dalam proses pendampingan mahasiswa. 02.Tutor di studio arsitektur terdiri dari 60 % akademisi dan 40 % adalah tenaga praktisi/professional yang harus berada distudio selama 4 jam atau selama studio berlangsung.Konskwensinya studio berlangsung mulai pukul 17.00 - 21.00. Setiap kelompok mahasiswa diusahakan mendapatkan pembimbingan dari tutor akademisi dan praktisi/professional dengan melakukan rotasi. 03.Tugas-tugas perancangan mulai dari semester 1 -10 selalu menggunakan tapak riil.Para mahasiswa diajar mulai dari Programming,Designing dan Evaluating.Tidak ada tapak yang fiktif dan program kebutuhan ruang yang diberikan.Para mahasiswa diajarkan menyusun program ruang dan menganalisis masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. 04. Masukan tentang kualitas lulusan yang dihasilkan dilakukan melalui mekanisme, pertemuan berkala dengan biro-biro konsultan yang arsiteknya tergabung dalam SIA (Singapore Institute of Architects) dan juga dari arsitek professional yang terlibat sebagai tutor di studio. RIBA juga mengirimkan 2 external examiner tiap tahun untuk menguji studio semester 6 dan semester 10 ( Part I dan Part II) yang setelah menguji mereka selalu memberikan masukan ke jurusan dan seluruh staff pengajar. Tiap 5 tahun sekali ada assessment menyeluruh yang dilakukan oleh RIBA dan Singapore BOA (Board of Architects).Selain itu 2 tahun sekali ada panel internasional khusus yang sengaja didatangkan dari luar negeri (USA,EU dll)-yang berbeda dari RIBA-untuk melakukan assesment studio dan kurikulum. SIMPULAN. Metode studio arsitektur pada masa Beaux Arts dilakukan untuk “mendaratkan” dunia arsitektur pada masa itu yang dianggap terlepas dari dunia nyata.Para arsitek dianggap mahluk setengah dewa yang terlepas dari masyarakatnya.Jadi kalau kita masih menghayati kembali jiwa studio arsitektur seperti pada awalnya maka kita harus mulai melakukan perubahan paradigma yang mendasar bagi pelaksanaan studio arsitektur. Dari studi kasus,pelaksanaan studio arsitektur yang terjadi di UK Petra dan NUS dan mengacu kepada konsep studio dijaman Beaux Arts maka terlihatlah bahwa studio arsitektur yang ada di Perguruan tinggi Indonesia masih terlepas dengan dunia professional. Pendampingan di studio masih kurang melibatkan tenaga praktisi/professional atau dapat dikatakan dunia pendidikan arsitektur masih belum bersinergi dengan dunia professional.Sehingga masing-masing institusi berjalan dalam dunianya masing-masing.Dunia pendidikan arsitektur dengan studionya belum mempunyai mekanisme untuk mendapatkan masukan sebagai evaluasi sejauh mana tingkat keberhasilan pendidikan di studio arsitektur. 5 Memang tidak mudah untuk melaksanakan studio arsitektur yang ideal,apalagi melibatkan tutortutor praktisi/professional dalam proses belajar mengajar.Ada kendala honor yang harus diberikan dan seandainya institusi pendidikan mampu membayar ,apakah praktisi/professional mempunyai waktu untuk terlibat secara intensip di studio arsitektur.Melihat kasus di NUS, bagaimana institusi pendidikan mengakomodir kemampuan hadir para praktisi/professional dengan menjadwalkan studio arsitektur dimulai setelah jam kerja mereka (Jam 17.00 -21.00) Melihat kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaan studio arsitektur di pendidikan arsitektur saat ini dan dalam menghadapi persaingan kerja di era globalisasi saat ini maka sudah saatnya kita harus mulai berbenah diri dengan melakukan sinergi dengan institusi yang ada diluar dunia pendidikan tinggi agar nantinya mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas dan mampu berkompetisi dengan lulusan Negara lain. 6 DAFTAR KEPUSTAKAAN: DRAFT UNDANG-UNDANG ARSITEK DAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ARSITEK, 2007. Adicipto, M.I. STUDIO PERANCANGAN ARSITEKTUR, UNiversitas Kristen Petra,Surabaya, 2002. JUrusan arsitektur Drexler, Arthur THE ARCHITECTURE OF THE ECOLE DES BEAUX-ARTS, MIT Press, Cambridge,Massachusets,1977. Salama, Ashraf M.A. TOWARD A KNOWLEDGE BASED ARCHITECTURAL PEDAGOGY AND PRACTICE:THE DESIGN STUDIO UNDER THE MICROSCOPE. Dalam Proceeding Themes in Architectural Education Today,8th Architecture & Behaviour colloquium April 8-13,2001,Monte Verita, Ascona,Switzerland. Widodo, J. STUDIO CULTURE AND ARCHITECTURE PROFESSIONAL EDUCATION. Dalam The Design Studio ed.Joyce M Laurens. Department of Architecture,Faculty of Civil Engineering and Planning,Petra Christian University,Surabaya 2002.