analisis perbandingan tiga lagu tradisi dengan garapan baru karya

advertisement
ANALISIS PERBANDINGAN TIGA LAGU TRADISI DENGAN GARAPAN
BARU KARYA ZUL ALINUR PADA ENSAMBEL TALEMPONG
MINANGKABAU YANG DIAJARKAN DI DEPARTEMEN
ETNOMUSIKOLOGI USU
SKRIPSI SARJANA
O
L
E
H
Nama: Luhut Simarmata
NIM: 100707020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
ANALISIS PERBANDINGAN TIGA LAGU TRADISI DENGAN GARAPAN
BARU KARYA ZUL ALINUR PADA ENSAMBEL TALEMPONG
MINANGKABAU YANG DIAJARKAN DI DEPARTEMEN
ETNOMUSIKOLOGI USU
OLEH:
Nama: Luhut Simarmata
NIM: 100707020
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
Dra. Heristina Dewi, M.Pd
NIP 196512211991031001
NIP 1961022019891003
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,
untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni
dalam bidang disiplin Etnomuskologi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2014
ii
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada Tanggal:
Hari:
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP 195110131976031001
Panitia Ujian:
Tanda Tangan
1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D.
(
)
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.
(
)
3. Drs. Fadlin, M.A.
(
)
4. Drs. Prikuten Tarigan, M.si.
(
)
5. Arifninetriosa, S.St, M,St
(
)
iii
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
iv
ABSTRAKSI
Skripsi ini berisikan analisis perbaningan tiga lagu tradisi dengan tiga
lagu garapan baru pada ensambel talempong musik Minangkabau, yang diajarkan
oleh Zul Alinur di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya USU.
Analisis perbandingannya dilihat dari beberapa perbedaan struktural yang
dihasilkan, dan bagaimana proses transmisi atau pembelajaran musik
Minangkabau yang dilakukan oleh Zul Alinur kepada para mahasiswa
Etnomusikoligi USU. Penelitian ini menggunakan teori struktur musik dari Bruno
Nettl. Untuk melaksanakan penelitian ini penulis melakukan observasi,
pengamatan terlibat, wawancara, perekaman atau dokumentasi kegiatan,
transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berpusat pada pendapat
informan kunci dalam konteks studi emik. Namun, penulis tetap melakukan
penafsiran-penafsiran sesuai dengan kaidah ilmiah dalam konteks studi etik.
Melalui metode dan teknik tersebut di atas diperoleh 2 hasil penelitian. (1)
Perbandingan tiga lagu tradisi dan garapan dapat dilihat dari perbedaan yang
dihasilkan seperti pada lagu hasil garapan terdapat garapan baru melodi bagian
paningkah pada lagu Tigo Duo, penambahaan lagu dari dua bagian menjadi tiga
bagian pada lagu Talago Biru, perubahan melodi canang pada lagu Pasambahaan
dan lagu Talago Biru, dan perubahan ritme gendang dol pada lagu Talago Biru. (2)
Proses pembelajaran lagu lagu Minangkabau yang diajarkan Zul Alinur kepada para
mahasiswa Etnomusikologi USU menggunakan dua metode yaitu metode lisan dan
metode tulisan. Dengan demikian, Zul Alinur mengajarkan dua versi lagu pada
ensambel talempong yaitu versi tradisi dan versi garapan baru, sebagai senuah
kreativitas dalam kebudayaan.
Kata kunci: analisis, perbandingan, lagu tradisi, lagu garapan baru, talempong, dan
Minangkabau.
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Suku bangsa Minangkabau adalah suku bangsa yang mendiami wilayah
Provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya dan menerapkan kebudayaannya. Secara
tradisional, suku Minangkabau membagi wilayah kebudayaannya kepada tiga
tempat, yaitu: (1) darek (darat), (2) pasisie (pesisir), dan (3) rantau. Wilayah
darek berada di Bukit Barisan dan sekitarnya di Ranah Minang, sementara daerah
pesisir mencakup wilayah pesisir Barat Minangkabau yang berbatasan langsung
dengan Samudera Hindia. Di lain sisi, wilayah rantau, adalah berbagai tempat di
kawasan nusantara yang menjadi tujuan utama orang Minangkabau dalam
merantau, dalam konteks meningkatkan kualitas perekonomiannya, seperti Jambi,
Riau, Lampung, Bangka Belitung, Sumatera Utara, bahkan sampai ke Negeri
Sembilan di Malaysia (wawancara dengan Zul Alinur Oktober 2013).
Wilayah budaya rantau Minangkabau juga mencakup daerah-daerah lain
seperti halnya Kota Medan, Sumatera Utara. Masuknya suku bangsa
Minangkabau ke Kota Medan pada awalnya bermotip ekonomi, tetapi tanpa
disadari kebudayaan Minangkabau khususnya kesenian juga ikut terbawa dan
berkembang.
Kesenian tersebut mencakup seni pertunjukan, yaitu seni musik,dan tari.
Salah satu elemen penting seni musik dalam kebudayaan Minangkabau, adalah
talempong. Talempong mengandung 3 defenisi, yaitu (1) talempong sebagai alat
musik, (2) talempong sebagai suatu genre kesenian dan (3) talempong sebagai
musik (Adam 1986/1987).
1
Sebagai alat musik, talempong terdiri dari beberapa jenis, di antaranya
yaitu, talempong kayu, talempong batu, talempong batueng, talempong jao,
talempong unggan, talempong duduak, dan talempong pacik. Lebih lanjut, bentuk
dari talempong duduak dan talempong pacik instrumen musik yang berbentuk
gong dan dapat menghasilkan melodi (gong chimes) (Adam 1986/87:6).
Menurut
cara
memainkan
serta
bentuk
Ensambel
Talempong
Minangkabau , talempong dapat dibagi 2 yaitu talempong pacik dan talempong
duduak. Talempong pacik ialah suatu bentuk ensambel musik dimana alat-alat
yang dipakai gendang, serunai dan 1 set talempong (lima buah talempong).
Talempong pacik dimainkan oleh 3 orang pemain masing-masing pemain
memegang satu atau dua buah yang dipegang dengan tangan kiri, dan dipukul
dengan tangan kanan, atau sebaliknya, menggunakan alat pemukul yang terbuat
dari kayu. Talempong duduak ialah seperangkat alat ensambel musik dimana alatalat yang dipakai gendang, gendang tambur, serunai, dan 4 set talempong.
Talempong set dimainkan 4 orang dimana setiap orang memainkan 1 set dan
talempong diletakan pada rak serta pemainnya dapat memainkannya dengan cara
duduk atau berdiri. Talempong juga digunakan pada pertunjukan kultural (Adam
1986/1987).
Pertunjukan kultural ialah pertunjukan yang dimana fungsi dari
pertunjukan tersebut sebagai bagian dari kebudayaan. Dalam konteks ini,
talempong berperan sebagai alat pengesahan dalam setiap upacara atau kegiatan
ritual. Namun selain menjadi bagian pertunjukan kultural, perkembangan itu juga
melibatkan talempong kedalam dunia pendidikan. Salah satunya dapat dilihat
2
dengan adanya mata kuliah praktek musik nusantara pilihan yang ada di
Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Mata kuliah praktek musik di Departemen Etnomusikologi berjumlah 20
satuan kredit semester (SKS) dan mata kuliah praktek nusantara pilihan
berlangsung selama 3 semester dan berbobot 2 SKS dan jumlahnya 6 SKS. Mata
kuliah ini dapat diambil oleh setiap mahasiswa yang sudah berada di semester keIII. Mata kuliah ini tergabung ke dalam mata kuliah praktek nusantara pilihan
yang termasuk di dalamnya praktek musik Jawa, praktek musik Sunda, dan
praktek musik Minangkabau. Mahasiswa berhak memilih 1(satu) mata kuliah dari
yang tersedia tersebut.
Mata kuliah musik Minangkabau ini diajarkan oleh Zul Alinur. Zul Alinur
merupakan keturunan Minangkabau dan Melayu yang lahir 31 Juli 1965 di Kota
Medan. Sekarang beliau juga menjadi salah satu pengurus dalam komunitas
Badan Musyawarah Masyarakat Minangkabau (BM3). Zul Alinur mulai mengajar
di Departemen Etnomusikologi pada tahun 2011. Hingga kini Zul Alinur
mengajar mahasiswa angkatan pertama 2010 yang mengambil mata kuliah praktek
musik nusantara pilihan I yaitu Musik Minangkabau.
Pada tingkatan semester pertama ini mahasiswa diajarkan agar mampu
mengenal, memahami, dan dapat memainkan ensambel talempong pacik, di mana
di antara repertoar yang diajarkan di antaranya yang cukup intensif adalah
repertoar lagu Tigo Duo. Kemudian dalam tingkatan semester kedua mahasiswa
diajarkan agar dapat memahami dan memainkan ensambel talempong duduak dan
dapat memainkan talempong sebagai musik pengiring tari, pada tarian
Minangkabau seperti tari pasambahan. Pada tingkat semester ke III mahasiswa
3
diharapkan mampu memainkan ensambel talempong duduak dalam bentuk
komposisi lagu Talago Biru. Penulis tertarik untuk mendalami permainan
talempong karena penulis telah mengikuti dan melewati mata kuliah tersebut pada
tahun 2011 semester III, IV, V sampai 2012.
Ketertarikan penulis adalah berdasar kepada kenyataan bahwa struktur
musik talempong ini adalah khas beridentitas music Minangkabau dengan gaya
interlokingnya. Selain itu, Zul Alinur sebagai dosen mata kuliah ini membuat
garapan baru di sana-sini sebagai ekspresi estetis dan kreativitas musikalnya.
Seperti diketahui Zul Alinur juga adalah sebagai pencipta lagu-lagu zapin Melayu,
dan berbagai lagu lainnya. Di dalam berkesenian talempong ia juga membuat
pembaharuan
di
sana-sini,
tanpa
menghilangkan
unsure
tradisi
musik
Minangkabau, sekali gus mengikuti perkembangan zaman di saat sekarang ini.
Ensambel talempong ini memiliki melodi yang unik yang melodinya dapat
dilihat dari pengabungan beberapa pola ritme, sehingga dapat mengahasilkan
bentuk melodi yang sangat khas, yang dalam etnomusikologi disebut interloking.
Interloking adalah permainan musik yang memainkan satu atau beberapa nada
yang menghasilkan pola ritme dan melodi gabungan (Malm 1977).
Permainan ensambel talempong ini merupakan sebuah bentuk garapan
yang pada awalnya adalah No Name ( tidak diketahui penciptanya). Oleh sebab itu
penulis tertarik untuk membahas bagaimana hasil garapan yang dibuat oleh Zul
Alinur dengan mengangkat judul skripsi ”Analisis Perbandingan Tiga Lagu
Tradisi dengan Garapan Baru Karya Zul Alinur pada Ensambel Talempong
Minangkabau di Departemen Etnomusikologi USU.”
1.2 Pokok Permasalahan
4
1. Bagaimana bentuk perbandingan Tiga lagu tradisi dan garapan Ensambel
Talempong yang diajarkan Zul Alinur pada mahasiswa/i di Departemen
Etnomusikologi. Dalam konteks ini bentuk garapannya melihat aspek
melodi talempong dan ritme gendang dol.
2 Bagaimana proses transmisi atau pembelajaran talempong oleh Zul Alinur.
Dalam konteks ingin proses pembelajaran praktek musik Minangkabau.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa saja bentuk Garapan Melodi dan pola Ritme lagulagu dalam ensambel talempong. Dalam kontek sini dikhususkan pada
proses pembelajaran bagi mahasiswa/I yang mengikuti mata kuliah
praktek musik nusantara pilihan yang dijarankan oleh Zul Alinur di
Departemen Etnomusikologi.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Untuk mendokumentasikan sebuah tulisan skripsi pada Departemen
Etnomusikolgi
2. Untuk sebagai bahan penelitian dan untuk acuan bagi peneliti berikut
dalam membahas ensambel Talempong.
3. Sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Seni di Departemen
Etnomusikologi.
1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan
5
1.4.1 Konsep Penelitian
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari
peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991). Jadi
konsep adalah gambaran abstrak yang diperoleh dari peristiwa yang sifatnya
nyata, dapat dilihat, dan disaksikan. Konsep akan terwujud jika ada fenomena, dan
tidak akan terjadi konsep jika tidak terjadi fenomena, baik itu sosial, budaya, atau
alam.
Selanjutnya, kata analisis atau analisa yaitu penyelidikan dan penguraian
terhadap suatu masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta
proses pemecahan masalah yang dimulai dengan dugaan akan sebenarnya (Kamus
Besar Bahasa Indonesia 1988).
Di sisi lain, perbandingan adalah membandingkan dua nilai atau lebih dari
suatu besaran yang sejenis dan dinyatakan dengan cara yang sederhana. Dalam
konteks ini analisis perbandingan terhadap lagu tradisi dengan garapan baru yang
dimainkan pada ensambel talempong Minangkabau.
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam
pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak
lama dan berlangsung secara terus menerus dari generasi-generasi serta menjadi
bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Dalam konteks ini ialah tradisi
lagu-lagu masyrakat Minangkabau.
Garapan merupakan proses, cara, perbuatan menggarap atau mengerapkan.
Dalam konteks ini garapan ensambel talempong yang dibuat Zul Alinur adalah
lagu pada ensambel talempong yang penciptanya tidak diketahui.
6
Ensambel secara umum diartikan bermain musik bersama-sama. Ensambel
(Perancis) juga berarti kelompok musik dalam satuan kecil atau permainan
bersama dalam satuan kecil alat musik (Banoe, 2003:133). Sedangkang
Talempong merupakan salah satu intrumen musik Minangkabau (wawancara
dengan Zul Alinur Desember 2013).
Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas suku
Minangkabau bentuknya hampir sama dengan intrumen bonang dalam perangkat
gamelan atau juga disebut Gong Chimes. Talempong dapat terbuat dari kuningan,
namun ada pula terbuat dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan
lebih banyak dingunakan. Dalam konteks ini ensambel talempong seperangkat
alat musik yang terdiri dari beberapa buah talempong yaitu level 1 set talempong
yang jumlah talempong nya 5 buah sedangkan level 2 dan 3 berjumlah 4 set (20
buah talempong) dan alat musik pendukung lainnya antara gendang bansi dan
gendang tambur (dol).
1.4.2 Teori Penelitian
Berkaitan dengan kajian terhadap analisis melodi talempong, penulis
menggunakan teori dari Bruno Nettel yang menyebutkan dalam buku Folk and
Traditional Musik of the Western Continent dalam menganalisis sebuah musik
penting dilakakukan pentranskripsian notasi. Dimana transkripsi ini dilihat dari
beberapa bagian antara lain: bagian pertama wilayah nada dan tangga nada,
bagian kedua ritme dan meter, bagian ketiga interval, dan bagian keempat durasi
not.
7
Serta berkaitan dengan cara belajar dan mengajar yang dikemukakan oleh
Alam P. Merriam dalam bukunya The Antrophology of Music (1964).
menyebutkan dalam kajian etnomusikologi penting untuk mengetahui proses
transmisi sebuah musik. Dalam konteks ini proses Transmisi ensambel talempong
di Departemen Etnomusikologi.
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud
atau tujuan, (KBBI edisi ke-2 tahun 1996:652). Pendapat ini juga didukung oleh
pendapat dari Gorys Keraf, (1984:310) yang juga mengkatakan bahwa metodologi
adalah kerangka teoritis yang dipergunakan penulis untuk menganalisa,
mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif
yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang menghasilkan
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan
dan Taylor dalam Moleong, 1989:3). Penelitian ini dilaksanakan di ruangan
praktek musik Minangkabau di Departemen Etnomusikologi FIB USU.
Metode penelithan dalam skripsi menggunakan metode musik yang
dikemukakan oleh Malm (1977:8) mengatakan bahwa ada delapan karakteristik
yang harus diperhatikan ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) scale (tangga
nada), (2) pitch center (nada dasar), (3) range (wilayah nada), (4) frequency of
notes (jumlah nada-nada), (5) prevalents intervals (interval yang dipakai), (6)
cadence patterns (pola-pola kadensa), (7) melodic formulas (formula-formula
melodis), dan (8) contour (kontur).
8
1.5.1 Lokasi Penelitian
Dalam tulisan penulis memilih lokasi penelitiannya di Departemen
Etnomusikologi. Karena di Departemen Etnomusikologi terdapat pembelajaran
mata kuliah praktek musik Minangkabau yang diajarkan langsung Zul Alinur.
Dan Zul Alinur juga dipilih sebagai Informan Kunci dalam penelitian ini.
1.5.2 Metode Observasi Partisipan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode observasi partisipanya itu
suatu metode penelitian dimana penulis terlibat langsung dalam permainanya yang
dalam konteks ini pada ensambel talempong. Agar dapat memudahkan penulis
untuk memperoleh data atau informasi.
1.5.2.1 Metode Wawancara
Selain melakukan pengamatan, penulis juga melakukan wawancara terhadap
informan untuk menanyakan secara langsung apa yang menjadi dari topik atau
data yang dibutuhkan. Wawancara adalah proses untuk memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan yang orang yang diwawancarai (informan) dengan atau
tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. (Burhan Burgin, 2007 : 108).
Dalam konteks wawancara yang dilakukan oleh penulis wawancara dengan bapak
Zul Alinur yaitu selaku Infoman Kunci. Serta wawancara juga dilakukan terhadap
musisi Minangkabau lainnya yang antara lain: Oyok Ardyk, Safrizal, dan Beni
Purba, Miduk Nadeak, selaku mahasiswa yang mengambil praktek musik
Minangkabau.
9
1.5.2.2 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu metode pengumpulan data yang
dingunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini untuk
menelusuri data historis, sifat utama dari penelitian ini tidak terbatas pada ruang
dan waktu sehingga memberikan peluang untuk mengetahui hal-hal yang pernah
terjadi pada masa lampau, baik itu yang bersifat tulisan, artefak, benda, foto, dan
dokumentasi yang bersifat, visual, audio, dan audio visual (Burhan Burgin, 2007:
121).
Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan bukubuku yang cukup relevan tentang masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang
berhubungan dengan kajian-kajian sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi.
Kemudian penulis juga mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi
yang ada di Departemen Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan
perbandingan. Selain itu penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana
dari literatur tersebut diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan
skripsi ini. Serta proses perekaman dengan menggunakan kamera digital Nikon
D600.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium, dimulailah proses pengkajian terhadap semua
data-data yang telah didapat. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan dan
bahan dari studi kepustakaan terkumpul, langkah selanjutnya dilakukan
pengolahan data dan penyusunan tulisan. Pada hasil rekaman, dilakukan
10
pentranskripsian dan selanjutnya dikaji. Pada akhirnya, data-data hasil olahan dan
kajian disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan.
11
BAB II
RIWAYAT KEHIDUPAN MUSIKAL ZUL ALINUR
2.1 Biografi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2003:145),
disebutkan bahwa biografi adalah riwayat hidup seseorang yang di tulis oleh
orang lain. Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, biografi adalah kisah atau
keterangan tentang kehidupan seseorang.
Dalam ilmu sejarah, biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai
sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris
kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah,
biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang
dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang
meliputi, tentunya,
informasi-informasi penting, namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan
tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.
Biografi menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup
seseorang. Melalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari
tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan
mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita
tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, namun demikian,
biografi tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat
atau masa tertentu.
Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah, namun tak
jarang juga tentang orang yang masih hidup.
Banyak biografi ditulis secara
kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar tema12
tema utama tertentu (misalnya "masa-masa awal yang susah" atau "ambisi dan
pencapaian"). Walaupun demikian, beberapa hal yang lain berfokus pada topiktopik atau pencapaian tertentu.
Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan
utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping
koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, bukubuku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu. Halhal yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) pilih
seseorang yang menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta utama mengenai
kehidupan orang tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu;
(d) pikirkan, apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana
dari hidupnya yang ingin lebih banyak anda tuliskan.
Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan partimbangan
misalnya: (a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak apa
yang telah ia lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang mungkin
akan sering peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh apa
yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) kejadian
apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah ia mampu
mengatasi rintangan tersebut; (g) apakah ia mengatasinya dengan mengambil
resiko, atau dengan keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi lebih baik atau
lebih buruk jika orang ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa, dan mengapa.
Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari
perpustakaan atau
internet untuk membantu anda menjawab pertanyaan-
13
pertanyaan di atas serta supaya cerita peneliti lebih menarik. Dalam konteks ini,
biografi yang penulis maksud untuk biografi singkat Zul Alinur.
2.1.1 Riwayat Kehidupan
Zul alinur adalah putera keturunan Minangkabau dan Melayu yang lahir
pada tahun 31 juli 1965 di Medan. Zul Alinur putera dari pasangan Baharum Ali
(almahrum) dan Rosmiar (almahrumah). Baharum Ali (almahrum) merupakan
seorang keturunan Melayu Batubara dan ibunya Rosmiar (almahrumah) seorang
keturunan Minangkabau. Ayah nya berasal dari Tanjung Tiram yang merantau ke
Medan untuk berdagang kain di pajak sentral pada tahun 1940 an. Sedangkan
Ibunya perantau yang berasal dari Bukit Tinggi yang 1942 hijrah ke kota Medan,
ibunya merupakan seorang Ibu rumah tangga. Dari garis keturunan tersebut, dapat
di lihat bahwa Zul Alinur berdarah Melayu sekaligus berdarah Minangkabau.
Dalam aktifitas nya sehari-hari, karena lingkungan masyarakat berada dalam
kebudayaan Minangkabau, sehingga beliau kerap di sapa dengan sebutan mak
Boy oleh keluarga, kerabat terdekat, dan rekan seniman lainnya. Kedua Orang tua
Zul Alinur Menikah sekitar tahun 1944 dan dikaruniahi tujuh orang anak, yaitu
sebagai berikut:
1. Rasidin Bahari ( laki-laki lahir di Medan 1953)
2. Wiratih Bahari ( perempuan lahir di Medan 1955)
3. Yuswaris Bahari ( perempuan lahir di Medan 1957)
4. Darwin Bahari ( laki-laki lahir di Medan 1959)
5. Zul Alinur (laki-laki lahir di Medan 31 Juli 1965)
6. Yusri Bahari ( laki-laki lahir di Medan 1967)
14
7. Yanizar bahari ( perempuan lahir di Medan 1970)
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hanya nama Zul Alinur lah yang
tidak memakai tambahan nama Bahari yang diambil dari nama bapaknya, beliau
tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi ketika hal itu ingin ditanyakan kepada Ibunya
tetapi sayang Ibunya belum sempat menjawab Zul Alinur dikarenakan Ibunda
telah wafat.
Dari ke enam saudara Zul Alinur yang masih hidup, hanya beliaulah yang
berbakat seni, yang merupakan darah seni yang diwariskan oleh ayahnya yang
dulunya sebagai seorang penari. Zul Alinur menikah pada usia 39 tahun, tepatnya
pada tangal 12 Desember 2004. beliau menikah dengan Nur Ainur yang bersuku
Jawa - Minang Kabau, yang pada saat itu menikah berumur 25 tahun.
15
Gambar 1:
Zul Alinur dan Istri
Sumber: Dokumentasi Zul Alinur, 2004
Dengan demikian inilah merupakan riwayat kehidupan singkat dari
keluarga besar Zul Alinur.
2.1.2 Riwayat Pendidikan
Zul Alinur mengenyam pendidikan pada tingkat dasar di Sekolah Dasar
(SD) Josua I Medan pada tahun 1970 dan tamat sekolah dasar tahun 1976. Ketika
SD Zul Alinur sudah menyenangi dunia dari musik, khususnya musik Barat.
16
Kemudian Zul Alinur melanjutkan sekolah menengah pertama pada tahun 1977 di
sekolah Smp Josua II Medan dan tamat pada tahun 1980 dan pada saat SMP Zul
Alinur mulai belajar Gitar di Medan Musik meskipun tidak sampai pada tingkat
mahir dalam memainkannya. Dan melanjutkan sekolah lagi kejenjang sekolah
menengah atas disekolah SMAN 8 Medan dan tamat pada tahun 1984. Dan ketika
duduk di bangku SMA, beliau juga mengikuti vocal group untuk mengisi acara
Maulid Nabi pada masa itu, dari sinilah Zul Alinur mulai belajar menciptakan
lagu khususnya lagu-lagu bernafaskan Islam, yang berjudul 12 Rabiul Awal. Zul
Alinur juga bisa memainkan alat musik piano, itu diperlajarinya dengan cara
otodidak atau mempelajarinya dengan belajar sendiri dan melihat orang yang
bermain piano. Demikian riwayat pendidikan Zul Alinur yang juga mendorong ia
menjadi seorang seniman.
2.1.3 Riwayat Pekerjaan
Dalam menopong kehidupan, Zul Alinur juga memiliki pekerjaan
sampingan lain diluar sebagai seniman. Salah satu pekerjaan yang dilakukan Zul
Alinur adalah sabagai Staff Tata Usaha diperusahaan elektonika sebagai sekertaris
pembukuan. Perkerjaan ini dilakukamya sekitar tahun 1991. Sebelum Zul Alinur
menjadi seniman Profesional. Zul Alinur tidak bertahan dalam pekerjaan itu
karena ia merasa nyaman dan hanya mau pokus menjadi seniman.
Pada tahun 2011 Zul Alinur diminta oleh Departemen Etnomusikologi
melalui dosen Etnomusikologi yaitu ibu Arifni Septiniosa, S,st. M,st. untuk
mengajar di Departemen Etnomusikologi sebagai dosen Praktek Musik Nusantara
Pilihan yakni Praktek musik Minangkabau.
17
2.1.4 Riwayat Kepemusikan
Awal mula Zul Alinur mengenal dan menyenangi serta tertarik terhadap
musik Minangkabau yaitu sekitar tahun 1987 Zul Alinur melihat-lihat dan
mengamati sebuah upacara pernikahan Minangkabau yaitu pernikahan seorang
anak Abubakar Sidik. Abubakar Sidik merupakan pimpinan Sanggar Tigo Sapilin.
Dimana sanggar ini merupakan tempat pembelajaran kesenian non formal yang
termaksud didalamnya musik Minangkabau. Pada saat upacara pernikahan anak
Abubakar Sidik pemusik Minangkabau adalah pemusik yang didatangkan dari
ASKI Padang Panjang (akademi seni karawitan Indonesia di padang panjang). Hal
inilah yang membuat Zul Alinur sangat tertarik ingin mempelajari musik
Minangkabau.
Gambar 2 :
Foto Zul Alinur Bersama Hajizar
Dokumentasi: Zul Alinur, 1991
18
Zul alinur pertama sekali belajar kesenian Minangkabau disanggar Tigo
sapilin pada tahun 1988 sampai 1990. Di sanggar tigo sapilin Zul alinur belajar
kesenian Minangkabau seperti lagu-lagu tradisi, dan belajar memainkan alat
musik Minangkabau diantaranya Talempong Pacik, Gendang, Serunai dan alat
musik minangkabau lain
yang diajarkan oleh Azizar dan kawan-kawan.
Kemudian secara pribadi ia pergi belajar kesenian Minangkabau di Aski Padang
Panjang sampai tahun 1991. Disinilah Zul alinur mempelajari dan mendalami
musik Minangkabau serta lagu-lagu pengiring tari yang berbentuk komposisi
lagu-lagu atau dendang. Pada akhir tahun 1991 sampai pada akhir 1994 Zul alinur
berkeja sama dengan Arifni Septionosa membuka sanggar tari dan musik
Bagurau, dan ia berperan sebagai penata musik, tari dan theater Minangkabau.
Pada awal tahun 1995 Zul Alinur dengan kawan-kawan membuka grup musik
String Ensambel Cressendo yang didalamnya juga terdapat musik tradisi
minangkabau. Pada tahun 1997 zul alinur sudah menjadi seorang seniman
professional sampai pada saat ini. Diantaranya menjadi :
1.
Pada tahun 2001 menjadi penata musik pada PPSS (Pameran Pagelaran
Seni- Se Sumatera) diaceh.
19
Gambar 3:
Hasil dokumentasi Zul Alinur di Garuda Plaza dalam
Pertunjukan Musik Minangkabau.
Dokumentasi Zul Alinur, 1992
2.
Pada tahun 2002 menjadi penata musik pada PPSS (Pameran Pagelaran
Seni- Se Sumatera) di Bengkulu.
20
Gambar 4:
Dokumentasi Zul Alinur pada Pertunjukan Musik
Minangkabau di Padang
Dokumentasi: Zul Alinur, 1992
3. Pada tahun 2003 menjadi penata musik pada PPSS (Pameran Pagelaran SeniSe Sumatera) di Palembang.
4. Pada tahun 2004 bersama team kesenian Sumut (sumatera utara) promosi
Budaya ke Eropa selama 40 hari : Belanda, Jerman, Belgia, Luxemburg, dan
perancis.
5. Pada tahun 2005 menjadi penata musik pada “cross culture” di Surabaya.
6. Pada tahun 2006 menjadi penata musik pada temu budaya se-Indonesia di
Surabaya.
21
7. Pada tahun 2008 menjadi musik pada temu budaya se- Indonesia di padang.
8. Pada tahun 2008 Pesta Pedati di Bukit Tinggi. Pesta Pedati ini merupakan
kegiatan pesta rakyat.
Gambar 4:
Permainan Musik 2008 Pesta Pedati di Bukit Tinggi
Dokumentasi: Zul Alinur, 2008
9. Pada tahun 2010 bersama team kesenian Sumut (sumatera utara) ke Thailand.
10. Pada tahun 2011 Zul Alinur juga mulai mengajar di Departemen
Etnomusikologi sebagai dosen praktek musik nusantara pilihan musik Minankabu
11. Pada tahun 2012 bulan Mei menjadi penata musik pada “lomba tari anak seIndonesia” di Surabaya.
12. Pada tahun 2012 pada bulan September Zul Alinur melakukan pertunjukan
musik Minangkabau pada kegiatan Halal Bi Halal masyarakat Minangkabau di
Singapore yang diadakan oleh kedutaan Besar Indonesia untuk Singapore.
22
Gambar 4:
Permainan Musik 2008 Pesta Pedati di Bukit Tinggi
Dokumentasi: Zul Alinur, 2008
13. Pada tahun 2013 menjadi penata musik parade tari nusantara di Jakarta.
14. Pada tahun 2014 bulan Januari Zul Alinur melakukan pertunjukan musik
Minangkabau pada upacara pernikahan di Pekanbaru Provinsi Riau.
23
Gambar 4:
Permainan Musik 2008 Pesta Pedati di Bukit Tinggi
Dokumentasi: Zul Alinur, 2008
Ini merupakan riwayat kepemusikan Zul Alinur secara umum pertahunnya,
dan hingga sekarang Zul Alinur masih aktip berkesenian.
2.2 Hasil Karya Garapan musik Talempong Zul Alinur
Menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia :1995) dijelaskan bahwa
hasil karya garapan merupakan hasil dari suatu proses, cara, perbuatan menggarap
atau mengerjakan ciptaan yang dapat menimbulkan rasa indah bagi orang yg
melihat, mendengar, atau merasakannya. Dalam hal ini hasil karya garapan yang
dimaksud adalah hasil karya garapan Zul Alinur kedalam ensambel talempong
dimana ensambel talempong tersebut dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
Ensambel Talempong Pacik dan Talempong Duduak.
24
2.2.1 Hail karya Garapan Talempong Pacik
Talempong pacik merupakan ensambel talempong yang dimainkan dengan
cara di pegang berdasarkan arti katanya pacik (dipegang) dengan satu tangan dan
tangan yang lainnya memukul dengan menggunakan stik. Talempong Pacik terdiri
dari :
1. 1 set Talempong
2. Gendang Tambur
3. Gendang Bansi
4. Serunai
Talempong Pacik ini dimainkan oleh 3 orang, dimana setiap orang
memainkan 1 atau 2 buah talempong. Pada talempong pacik, Zul alinur membuat
beberapa lagu hasil garapan yang diajarkan kepada mahasiswa/mahasiswi di
Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Adapun lagu-lagu hasil garapan Zul Alinur diantaranya tigo duo, cak dindin,
Mulo pado.
Namun penulis hanya mengangkat lagu tigo duo menjadi contoh dari
garapan talempong pacik yang diajar oleh Zul Alinur karena lagu ini lagu yang
pertama sekali diajarkan pada mahasiswa etnomusikologi dan lagu ini mudah
dipahami dan dimainkan.
Lagu Tigo Duo merupakan salah satu lagu tradisional Minangkabau yang
sering dimainkan oleh para musisi-musisi tradisional Minangkabau sebagai
pengiring tarian pada upacara-upacara adat. Upacara adalah serangkaian tindakan
atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat, agama,
dan kepercayaan. Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat, antara lain, upacara
25
penguburan, upacara perkawinan, dan upacara pengukuhan kepala suku. Upacara
adat adalah suatu upacara yang dilakukan secara turun-temurun yang berlaku di
suatu daerah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki upacara adat sendirisendiri, seperti upacara perkawinan, upacara labuhan, upacara camas pusaka dan
sebagainya. Dalam konteks ini upacara adat yang dimaksud adalah upacara adat
yang ada pada masyarakat Minangkabau seperti hal nya upacara pernikahan
upacara pengesahan ketua adat dan upacara-upacara lainnya. dimana pada
upacara-upacara adat masyarakat Minangkabau terdapat Ensambel talempong
pacik. Demikian juga dengan ensambel talempong duduak merupakan sebuah
ensambel yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau.
2.2.2 Hasil Karya Garapan Talempong Duduak
Hasil karya lagu garapan talempong duduak adalah hasil karya yang di
ciptakan dengan mengunakan talempong. Talempong duduak yang berarti di
dudukan atau diletakan pada suatu Rak yang berdasarkan arti katanya duduak
(diletakan). Talempong ini dimainkan oleh 5 orang, dimana setiap orang
memainkan 1 set talempong dengan cara memukul dan posisi pemain pada saat
memainkan dengan cara duduk. Talempong duduak ini terdiri dari:
1. Talempong Dasar Rendah
2. Talempong Dasar Tinggi
3. Talempong Melodi
4. Talempong Canang Rendah
5. Talempong Canang Tinggi.
26
Pada Ensambel Talempong duduak, lagu yang diajarkan oleh Zul Alinur
pada mahasiswa Etnomusikologi merupakan lagu-lagu pengiring tari seperti lagu
pengiring tari pasambahan dan lagu iringan tari talago biru, Ensambel Talempong
Duduak ini terdiri dari:
1. 5 set Talempong
2. Gendang Tambur
3. Gendang Bansi
4. Serunai
Ensambel Talempong Duduak ini juga terdapat 3 buah gendang yang
terdiri dari: 2 gendang kecil atau sering disebut gendang Bansi yang berbentuk
Barel dan 1 gendang besar yang disebut Gendang Tambur yang berbentuk
Silinder. Gendang bansi dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan
tangan, sedangkan gendang tambur dimainkan dengan dipukul dengan
menggunakan 1 buah stik. Instrument gendang ini berfungsi sebagai pembawa
Ritme dan juga tempo.
Ensambel Talempong Duduak yang diajarkan oleh Zul Alinur pada
mahasiswa/mahasiswi Etnomusikologi merupakan sebuah garapan yang pada
awalnya berasal dari lagu-lagu tradisi Minangakabau atau pada masyarakat
Minangkabau disebut dengan dengdang dan diiringan talempong duduak yang
diperggunakan untuk mengiringi tari. Lagu-lagu yang digarap Zul Alinur dan
diajarkan kepada mahasiswa/mahasiswi Etnomusikologi diantarannya:
1. Lagu pengiring tari persembahan
2. Lagu pengiring tari talago biru.
27
Lagu-lagu
ini
yang
pertama
sekali
mahasiswa/mahasiswi Etnomusikologi.
28
diajarkan
Zul
Alinur
pada
BAB III
DESKRIPSI ALAT MUSIK TALEMPONG
Deskripsi diambil dari bahasa Inggris description. Kata ini berhubungan
dengan verba to describe (melukis dengan bahasa). Dalam bahasa latin, deskripsi
dikenal dengan describere yang berarti ’menulis tentang’ membeberkan sesuatu
hal, melukis sesuatu hal (Finoza, 2004:197-198). Deskripsi adalah tulisan yang
tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat
memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar
bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung
objek tersebut (Semi, 2003:41).
Deskripsi bertujuan menyampaikan sesuatu hal dalam urutan atau rangka
ruang dengan maksud untuk menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca
segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap, diraba, atau dicium oleh pengarang.
(Widyamartaya, 1992:9-10). Jadi, deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan
memperluas pengetahuan dan pengalaman pembaca dengan jalan melukiskan
hakikat objek yang sebenarnya.
Supaya tulisan ini sesuai dengan penulisannya, diperlukan suatu
pendekatan. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan realistis dan
pendekatan impresionistis. Penulis ditutut memotret hal atau benda seobjektif
mungkin sesuai dengan keadaan yang dilihatnya, dinamakan pendekatan realistis.
Sebaliknya, pendekatan impresionistis adalah
pendekatan yang berusaha
menggambarkan sesuatu secara subjektif (Finoza, 2004:197-198).
29
Menurut Semi (2003:41), deskripsi ini merupakan ekposisi juga, sehingga
ciri umum yang dimiliki oleh ekposisi pada dasarnya dimiliki pula oleh deskripsi.
Lebih lanjut, Semi (2003:41) mengatakan bahwa ciri-ciri deskripsi yang sekaligus
sebagai pembeda dengan ekposisi adalah sebagai berikut.
1) Deskripsi lebih berupaya memperlihatkan detail atau perincian tentang objek.
2) Deskripsi lebih bersifat memberi pengaruh sensitivitas dan membentuk
imajinasi pembaca.
3) Deskripsi disampaikan dengan gaya yang nikmat dengan pilihan kata yang
menggugah; sedangkan ekposisi gayanya lebih lugas.
4) Deskripsi lebih banyak memaparkan tentang sesuatu yang dapat didengar
dilihat, dan dirasakan sehingga objeknya pada umumnya berupa benda, alam,
warna, dan manusia.
5) Organisasi penyampaiannya lebih banyak menggunakan susunan ruang
(spartial order).
Di antara ciri-ciri tersebut yang tidak dimiliki oleh ekposisi adalah gaya
yang indah dan memikat sehingga memancing sesitivitas dan imajinasi pembaca
atau pendengar. Ada pula deskripsi yang disampaikan dengan bahasa yang lugas
dan juga tidak memancing sensitivitas pembaca, tapi menekankan pada perincian
atau detail dengan mengajukan pembuktian atau banyak contoh (mis. deskripsi
tentang keadaan ruang praktik atau deskripsi tentang keadaan daerah yang
dilanda bencana).
3.1
Talempong
Talempong adalah sebuah alat musik pukul tradisional khas suku
minangkabau. Bentuknya hampir sama dengan instrumen bonang dalam perangkat
30
gamelan. Talempong dapat terbuat dari kuningan, namun ada pula yang terbuat
dari kayu dan batu. Saat ini talempong dari jenis kuningan lebih banyak
digunakan.
Talempong berbentuk lingkaran dengan diameter 15 sampai 17,5
sentimeter, pada bagian bawahnya berlubang sedangkan pada bagian atasnya
terdapat bundaran yang menonjol berdiameter lima sentimeter sebagai tempat
untuk dipukul. Talempong memiliki nada yang berbeda-beda. Bunyinya
dihasilkan dari sepasang kayu yang dipukulkan pada permukaannya.
Talempong biasanya digunakan untuk mengiringi tarian pertunjukan atau
penyambutan, seperti Tari Piring yang khas, Tari Pasambahan, dan Tari
Galombang.
Gambar 5:
Talempong
Dokumentasi Penulis, 2014
31
3.1.1 Talempong Duduak
Talempong duduak adalah salah satu genre musik talempong Minangkabau
yang dimainkan dalam posisi duduk bersila atau bersimpuh. Sebagian masyarakat
Minangkabau sering menyebutnya dengan talempong rea. Sebutan talempong rea
didasari bentuk tempat meletakkan alat musik talempong itu, berupa sebuah kotak
persegi panjang yang disebut rea (rehal: bhs. Melayu).
Genre talempong duduak yang kadangkala disebut talempong rea ini hanya
dijumpai di beberapa nagari dalam wilayah budaya Minangkabau, misalnya
talempong unggan dari daerah Unggan, talempong gandang oguang di Nagari
Sialang dan sekitarnya, talempong paninjauan di Maninjau, talempong gandang
lasuang di Nagari Sikapak dan sekitarnya, dan lain-lain. Pendukungnya cenderung
terbatas pada masyarakat di sekitar lokasi genre musik talempong duduak saja.
Artinya, mayoritas masyarakat Minangkabau tidak merasa memilikinya,
sebagaimana mereka merasa memiliki talempong pacik.
Secara tradisional, genre talempong duduak dengan teknik permainan yang
berbeda ini hanya disebut dengan istilah talempong saja, sehingga nama ensambel
itu tidak mengandung pengertian yang konsepsional. Jika para musisi talempong
duduak bermain talempong, maka mereka akan menyebut aktivitasnya ini dengan
batalempong (bermain musik talempong).
Talempong duduak lebih mengutamakan ostinato melodis. Pada umumnya
lagu-lagu dalam repertoar genre talempong ini dimainkan oleh seorang pemain
talempong, namun pada lagu-lagu tertentu dimainkan oleh dua orang. Dua orang
pemain talempong terdiri dari seorang memainkan ostinato melodis dan seorang
32
lainnya memainkan ostinato ritmis. Permainan kedua orang itu akan
menghasilkan ostinato melodis, bagian ostinato ritmis cendrung melatarbelakangi
ostinato melodis. Pada bagian-bagian tertentu salah satu nada dari dua nada yang
dimainkan sebagai ostinato ritmis berfungsi juga membantu permainan melodi
bagi pemain ostinato melodis.
Suatu teknik permainan yang efektif ditemui dalam genre talempong duduak,
pemikiran seniman tradisional terhadap penempatan nada-nada tertentu dapat
dipahami sebagai upaya meringankan kerja kedua tangan dalam melahirkan
melodi. Bilamana tangan kiri harus bekerja keras melahirkan melodi tertentu
dengan posisi talempong sesuai dengan urutan yang digunakan untuk lagu-lagu
sebelumnya, maka pemikiran yang sangat sederhana adalah dengan menukar letak
alat musik itu pada posisi lain sehingga sebagian fungsi tangan kiri dapat
digantikan oleh tangan kanan.
Teknik yang efektif dan efisien ini sangat menguntungkan dalam penciptaan
lagu-lagu baru, mengulangi pola permainan yang relatif sama dengan perubahan
posisi talempong yang pada prinsipnya dapat melahirkan lagu baru. Perubahan
letak alat musik itulah yang melahirkan gerak melodi yang berbeda dengan
sebelumnya, walaupun pola permainannya relatif sama.
Fungsi gendang pada genre talempong duduak hampir sama dengan fungsi
gendang pada talempong pacik, hanya jumlah alat musik ini yang berbeda. Fungsi
gendang pada talempong duduak sebagai pengiring melodi talempong, sebagian
dari kelompok-kelompok talempong duduak menggunakan dua buah gendang
mengikuti pola ritme melodi talempong, dan kelompok-kelompok lainnya
menggunakan satu atau dua buah gendang hanya mengiringi melodi dengan pola33
pola ritme konstan. Fungsi gendang sebagai pengiring melodi talempong dalam
bentuk ritme konstan biasanya menggunakan sebuah gendang, sedangkan fungsi
gendang mengiringi ritme melodi talempong biasanya menggunakan dua buah
gendang (terdiri dari ritme konstan dan variabel).
Selain dari gendang, alat-alat musik lain sebagai kelengkapan ensambel
talempong duduak yang berfungsi mengiringi melodi talempong cukup beragam,
ada yang menggunakan satu atau dua buah gong, dan ada pula yang menggunakan
lesung (lasuang), dan botol sebagai alat musik perkusi. Alat musik gong, selain
berfungsi memberi tekanan terhadap batas-batas siklus ritmis pada ensambel
talempong gandang oguang, pada kelompok tertentu seperti dalam ensambel
talempong unggan alat musik gong berfungsi memberi tekanan pada aksentuasi
ritme gendang. Dalam permainan talempong paninjauan, gong dimainkan dengan
menggunakan dua alat penabuh, pertama metal seperti sendok makan atau pisau,
dan penabuh lainnya adalah buah nangka yang berukuran lebih dari satu kepalan
tangan. Pola permainan 1 buah gong dalam ensambel talempong duduak di
Paninjauan ini membuat pola ritme sendiri yang dapat digunakan hampir untuk
semua repetoar. Yang menarik dan spesifik adalah perkawinan hasil bunyi
penabuh sendok dan buah nangka mengesankan ada dua buah gong yang
dimainkan.
Alat musik pengiring yang agak spesifik adalah lesung dan botol, permainan
lesung hadir dalam ensambel talempong gandang lasuang memperkuat ritme
gendang dan melodi talempong. Dalam hal ini, ritme lesung sejalan dengan ritme
gendang serta melodi talempong. Alat musik botol yang digunakan dalam
34
ensambel talempong paninjauan lebih bersifat pengatur tempo, sedangkan gong
memberi tekanan pada ritme gendang.
Masing-masing daerah tempat tumbuh dan berkembangnya talempong
duduak cenderung memiliki spesifikasi ornamentasi musikal yang dipelihara
secara tradisional oleh masyarakatnya. Ornamentasi dan variasi musikal itu hadir
dalam bentuk beragam dengan satu konsep dasar sebagaimana telah disinggung di
atas yaitu konsep ostinato melodis bagi genre talempong duduak, dan konsep
ostinato ritmis bagi konsep dasar talempong pacik.
Lain lubuak lain ikannya, secara gamblang inilah gambaran keberadaan
talempong duduak di Minangkabau. Walaupun setiap ensambel talempong
duduak menggunakan alat musik talempong yang diletakkan di rea, dan konsep
musikalnya ostinato melodis, tetapi alat-alat pengiringnya yang bersifat ritmis
sangat bervariasi. Inilah kekayaan talempong duduak Minangkabau.
Berbeda dengan keberadaan talempong pacik yang cenderung menggunakan
alat yang hampir sama pada setiap kelompok musisi talempong. Karena itu pula
genre talempong pacik dirasakan milik setiap masyarakat nagari yang ada di
Minangkabau. Kedua genre musik talempong ini tetap eksis di tempat-tempat
tertentu, dan semoga anak nagari dapat menjaga keberadaannya. Lebih dari itu
dapat mengembangkannya untuk diperhitungkan setara dengan perkembangan
musik-musik lainnya.
3.1.2 Talempong Pacik
Musik talempong pacik merupakan suatu jenis kesenian berupa ensambel
telempong. Ensambel musik ini dimainkan secara berkelompok, dimana konsep
35
kelompok sangat penting dalam membangun suatu hasil bunyi yang kait-mengait.
Konsep kait-mengait dalam musik ritmik disebut interlocking, dimana peran
setiap unit ritmik saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini,
masing-masing musisi harus kompak dan mempunyai apresiasi yang searah
(khusus tradisi musik talempong), sehingga terjadi kesatuan dalam susunan bunyi
yang dilahirkan secara berkelompok.
Kesadaran setiap pemain terhadap hasil kait-mengait mempunyai pengaruh
terhadap variasi-variasi dan ornamentasi permainan mereka sehingga melodi yang
diakibatkan dari teknik permainan ini dapat berkembang atas kehendak setiap
pemain.
Pada
prinsipnya,
peranan
utama
menciptakan
melodi
dan
pengembangannya ada pada bagian paningkah, namun pengembangan melodi
selanjutnya dapat dilakukan oleh bagian panyaua (batino) dan bagian pambao
(jantan) yang disebut juga dengan anak atau dasar. Istilah yang digunakan untuk
bagian-bagian atau unit-unit ritmik talempong cenderung berbeda untuk setiap
nagari.
Orientasi musikal inilah yang membedakan antara genre talempong pacik
dan talempong duduak. Pada prinsipnya, talempong duduak mengutamakan
ostinato melodis yang dilahirkan oleh bunyi talempong, sedangkan sejumlah alat
musik lain yang berfungsi ritmis seperti gandang (double headed sylindrical
drum), gong, dan lain-lain hanya sebagai pengiring melodi talempong.
Pada umumnya, genre talempong duduak selalu diiringi oleh alat-alat musik
perkusi. Alat musik iringan bagi talempong duduak tidak selalu sama, bahkan
cendrung berbeda di lain wilayah tradisi tempat tumbuh dan berkembangnya,
seperti dua buah gendang (double-headed sylindrical drum) dan sebuah gong pada
36
tradisi talempong unggan ; sebuah gendang (double-headed sylindrical drum
berukuran besar) dan sebuah lasuang (lesung berukuran kecil) pada tradisi
talempong gandang lasuang di Sikapak Pariaman; dan sebuah gendang (doubleheaded sylindrical drum berukuran besar), sebuah rabano (single-headed frame
drum berukuran kecil) serta sebuah bell (berasal dari botol atau lempengan besi)
pada tradisi talempong paninjauan, Maninjau. Pada umumnya permainan gendang
(baik satu atau dua buah gendang) selalu terkait dengan ritme melodi talempong.
Permainan gong (aguang), biasanya memberi aksentuasi pada siklus ritmik dan
atau memperkuat jalinan ritme gendang bila yang dimainkan satu buah gong; dan
memperkuat ritme gendang bila yang dimainkan dua buah gong.
Genre talempong pacik mengutamakan jalinan permainan ritmik menuju
suatu hasil berupa melodi-melodi pendek yang selalu berkembang, diiringi oleh
beberapa alat musik lain dalam fungsi ritmik seperti gandang dan rapa’i (single
headed frame drum), dan alat musik pupuik gadang yang berfungsi melodis.
Pupuik gadang atau pupuik liolo yang memiliki banyak lidah (multiple-reed) juga
dianggap tidak begitu penting dalam komposisi musik talempong pacik; fungsi
musikalnya tidak berhubungan langsung dengan aspek interlocking; selain itu,
para musisinya hingga kini juga sulit ditemui, kecuali para pemain pupuik gadang
dengan kemampuan terbatas yang ada, itupun jarang dijumpai.
Ensambel Talempong Pacik
Kedua genre tradisi musik talempong Minangkabau yang mengandung dua
unsur yang sangat penting dalam tubuh musik, masing-masing unsur ritme dan
unsur melodi, secara tradisional selalu berkembang dari pola-pola yang sederhana
hingga pola permainan yang cukup kompleks. Dua unsur musikal itu dilahirkan
37
dengan teknik-teknik permainan yang menarik, teknik yang menonjol di antaranya
yaitu jalinan atau kait-mengait sejumlah ritme pada talempong pacik dan teknik
palalu dan panyaua serta efektivitas memposisikan alat musik talempong pada
talempong duduak.
Repertoar talempong pacik relatif banyak ditinjau dari nama-nama lagunya,
namun adakalanya ditemui kesamaan dasar lagu antara repertoar telempong pacik
suatu nagari dengan nagari lain, sedangkan nama atau judul lagunya berbeda.
Sebaliknya, nama lagunya sama tetapi dasar komposisinya berbeda, maka tetap
saja lagunya berbeda.
Terjadinya hal di atas menyangkut juga dengan peranan seniman-seniman
yang mewariskan tradisi musik tersebut, bisa saja dalam proses penyebarannya
terjadi generasi yang menerima warisan itu berasal dari nagari lain pada mulanya
sehingga pewaris bersangkutan hanya tahu atau mengenal apa yang mereka
terima. Adakalanya para seniman tidak mengenal nama lagu, mereka hanya
mengetahui komposisi musiknya saja, tetapi karena suatu hal mereka harus
memberi nama terhadap musiknya atas permintaan pihak tertentu dan terjadilah
kesamaan nama dengan nama lagu yang telah ada di tempat lain.
Ada kecenderungan terjadinya perubahan dari satu lagu ke lagu yang lain
pada sejumlah repertoar talempong pacik, kecendrungan perubahan yang terjadi
itu ditentukan oleh bagian (unit) ritmik yang meletakkan pola ritme dasar, seperti
pola titme yang dibangun oleh permainan talempong jantan (disebut juga anak)
dan talempong batino (disebut juga pambaoan/palalu). Pola ritme yang dibangun
oleh kedua bagian talempong itu pada akhirnya diselesaikan oleh permainan
talempong paningkah menuju terbangunnya sebuah lagu berupa melodi-melodi
38
pendek yang berulang. Pengembangan ostinato melodis cenderung disebabkan
oleh variasi-variasi ritme, baik yang dimainkan oleh talempong paningkah
maupun talempong batino. Talempong pacik secara umum terdiri dari 3 bagian
yaitu:
1. Talempong Penganak. Talempong penganak berfungsi sebagai pembawa
tempo.
2. Talempong Dasar. Talempong dasar merupakan melodi utama atau
pokok.
3. Talempong Peningkah. Talempong peningkah merupakan talempong
melodi.
Dengan demikian, peranan utama membangun melodi terletak pada
paningkah, sedangkan perubahan-perubahan ritme dari bagian-bagian tertentu
menciptakan perubahan pada melodi. Perubahan tidak selalu pada gerak melodi
tetapi juga terjadi akibat kehadiran hiasan-hiasan (ornamentasi)dari peran
talempong jantan dan batino pada melodi yang telah ada. Perubahan yang
diciptakan kedua bagian talempong ini pada umumnya mengarah pada pengayaan
berupa hiasan-hiasan melodi yang telah dibangun paningkah. Namun demikian,
adakalanya bagian jantan dan batino berperan juga dalam mengarahkan gerak
melodi, walaupun kejadian ini tidak sering terjadi. Jadi, ketiga bagian talempong
mempunyai peran dalam membangun jalinan ritme yang menciptakan melodimelodi pendek serta pengembangannya.
Fungsi gendang dalam ensambel talempong pacik tidak selalu sama,
perbedaan yang mengemuka pada umumnya dalam hal keterkaitan pola ritme
gendang dengan pola ritme talempong. Beberapa kelompok talempong pacik
39
menggunakan gendang hanya sebagai pengatur tempo dan memberi aksen dalam
bentuk ritme konstan, sedangkan pada kelompok yang lain menggunakan gendang
dalam fungsi mempertegas hasil jalinan ritme (interlocking) permainan
talempong. Ada kecenderungan pola permainan gendang dalam fungsi ini
menyimpulkan hasil jalinan ritme tiga bagian talempong dan secara bersamaan
hadir di dalamnya (ritme talempong bersamaan dengan ritme gendang). Jadi,
permainan ritme gendang sebagai mempertegas jalinan ritme talempong termasuk
pada ritme yang variatif, bertolak belakang dengan ritme konstan.
3.2 Proses Pengarapan Musik Talempong.
Penggarapan adalah suatu proses, cara, perbuatan menggarap atau
mengerjakan segala sesuatu untuk menghasilkan suatu penggarapan yang dimana
dalam konteks ini proses penggarapan yang dimaksud proses penggarapan
terhadap musik Ensambel Talempong.
Proses penggarapan Ensambel Talempong ini dilakukan oleh Zul Alinur
yang
kemudian
mengajarkannya
kepada
mahasiswa/I
di
Departemen
Etnomusikologi yang mengambil mata kuliah praktek musik Minangkabau.
Dalam melakukan proses penggarapan, Zul Alinur biasanya sering mendengarkan
lagu-lagu Minangkabau yang di garap secara berulang-ulang dan memahaminya
agar memudahkan dalam melakukan penggarapan. Hal ini dilakukannya pada saat
keadaan sendiri maupun sedang berada di tempat ramai dimana ditempat tersebut
terdapat alat musik Minang maupun alat musik lainnya. Seperti hal nya yang
terdapat pada sanggar-sanggar musik.
40
Sanggar musik merupakan sebuah wadah untuk tempat belajar dan
mendalami suatu musik. Dimana musik yang ada pada sanggar-sanggar bisa
terdiri dari 1 kebudayaan maupun lebih. Sanggar-sanggar yang berada di Kota
Medan umumnya merupakan sanggar dengan latarbelakang budaya Sumatera
Utara yang antara lain: Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalunggung,
Batak Mandailing, Batak Pak-pak, Nias, dan Batak Angkola. Dan beberapa
kebudayaan dari suku-suku yang berasal di luar Sumatera Utara seperti halnya
Jawa, Sunda, dan Minangkabau.
Proses panggarapan yang dilakukan Zul Alinur biasanya menggunakan
instrument atau alat-alat musik pendukungnya. Guna untuk mempermudah serta
mempelancar proses penggarapan yang akan dilakukannya
3.2.1 Alat-alat yang dingunakan dalam proses penggarapan
Dalam melakukan proses penggarapan Zul Alinur biasanya menggunakan
alat musik seperti Gitar atau Suling Bansi yang berguna untuk memudahkannya
dalam melakukan penggarapan. Alat musik dipakainya jika Zul Alinur melakukan
sebuah proses penggarapan dan berketepatan berada dirumah. Namun, jika Zul
Alinur sedang berada di sanggar seperti sanggar Tigo Sapilin Zul Alinur akan
langsung menggunakan alat musik Talempong dan langsung menuliskan musik
yang telah siap digarapnya kesebuah buku dalam bentuk Notasi angka dan juga
menggunakan notasi simbol khusus serta notasi musik Barat (notasi balok).
41
3.2.2 Proses Penciptaan Garapan
Dalam melakukan proses penciptaan penggarapan beberapa musisi
tradisional banyak melakukan beberapa tahapan yang menurut musisi tersebut
harus dilakukan. Salah satu musisi tradisional Datuk Ahmad Fauzi. Datuk Ahmad
Fauzi melakukan beberapa proses penggarapan yang banyak dilakukan pada
setiap pertunjukan. Sama juga halnya dengan Zul Alinur, Zul alinur juga
melakukan proses penggarapan musik Minangkabau di setiap pertunjukannya.
Namun, Zul Alinur memiliki sedikit perbedaan. Perbedaan itu antara lain.
Tahapan pertama Zul Alinur mempunyai ilmu musik Barat. Tahapan
kedua Zul Alinur mampu menuliskan setiap hasil karyanya kedalam bentuk
notasi. Oleh sebab itu dalam melakukan proses penggarapan musik Minangkabau
Zul Alinur melakukan beberapa tahapan. Pertama Zul Alinur mencari melodi
utama atau melodi dasar melalui instrument Gitar atau Bansi. Kedua Zul Alinur
akan menuliskan melodi yang sudah digarap kedalam pada buku dalam bentuk
notasi balok dan notasi angka. Ketiga Zul Alinur mencari ritme pada gendang
yang dipraktekan dengan menggunakan tepukan tangan. Setelah mencari ritme
gendang Zul Alinur juga menuliskannya dalam bentuk notasi symbol khusus dan
notasi balok. Keempat setelah menyelesaikan proses penggarapan Zul Alinur akan
mempraktekannya langsung pada alat musik talempong. Serta Zul Alinur akan
mengamati hasil garapannya kembali dan memperbaiki supaya lebih baik.
Ini merupakan tahapan yang biasa dilakukan oleh Zul Alinur dalam melakukan
proses penggarapan pada lagu-lagu Minangkabau maupun lagu-lagu daerah lain
seperti lagu Melayu.
42
3.2.3 Hasil Akhir Pengarapan Musik Talempong
Dalam sebuah proses garapan hasil akhir merupakan tujuan yang dicapai
dari sebuah proses penggarapan. Hasil akhir penggarapan yang dilakukan oleh Zul
Ainur langsung diajarkan kepada seluruh mahasiswa/mahasiswi etnomusikologi
yang mengambil mata kuliah praktek musik Minangkabau.
Zul
Alinur
melakukan
pengajaran
pada
mahasiswa/mahasiswi
etnomusikologi dengan mengabungkan metode tulisan dan metode lisan. Metode
tulisan ialah sebuah metode pengajaran musik yang diajarkan berdasarkan pada
panduan buku, dalam hal ini Zul Alinur menggunakan panduan dengan
menggunakan notasi angka dimana untuk notasi angka merupakan salah satu cara
untuk dimana untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami dan memainkan
ensambel talempong yang diajarkan oleh Zul Alinur. sedangkan metode
pembelajaran lisan merupakan sebuah metode pengajaran musik yang dimana Zul
Alinur terlebih dahulu mempraktekan atau memainkan alat musik secara langsung
lalu
disampaikan
kepada
seluruh
mahasiswa/mahasiswi
etnomusikologi.
Kemudian mahasiswa/mahasiswi etnomusikologi mempraktekan kembali hingga
mampu memahami dan memainkannya.
Dengan
menggunakan
kedua
metode
ini
mahasiswa/mahasiswi
etnomusikologi merasa lebih mudah untuk memahami dan memainkan ensambel
talempong. Ini juga dikatan dari hasil wawancara kepada Benny Purba salah
seorang mahasiswa etnomusikologi stambuk 2010 yang mengambil mata kuliah
praktek musik Minangkabau yang berpendapat bahwa Zul Alinur mampu
menyampaikan dan mengajaran musik Minangkabau dengan baik. Demikian juga
43
beberapa mahasiswa/mahasiswi etnomusikologi yang mengambil mata kuliah
praktek musik minangkabau yang memiliki pendapat yang sama.
44
BAB IV
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS PERBANDINGAN
4.1 Transkripsi
Dalam ilmu Etnomusikologi, transkripsi merupakan proses penulisan
bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik ke
dalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi. Untuk melakukan
transkripsi melodi dampeng, penulis memilih notasi deskriptif yang dikemukakan
oleh Charles Seeger. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan untuk
menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi
musik yang belum diketahui oleh pembaca.
Dalam bab ini, penulis memilih untuk mentranskripsi dan menganalisis
melodi Talempong. Hasil transkripsi dan analisis dikerjakan dengan menggunakan
notasi Barat. Penulis memilih notasi Barat agar dapat menggambarkan pergerakan
melodi talempong secara grafis. Hasil transkripsi yang dibuat oleh penulis
merupakan hasil penelitian pada mata kuliah praktek musik Minangkabau 30
September 2014 di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara..
45
4.1.1 Metode Transkripsi
Simbol-simbol
yang
digunakan
dalam
notasi
transkripsi
melodi
Talempong merupakan simbol-simbol dalam notasi Barat. Berikut ini, beberapa
simbol yang digunakan dalam hasil transkripsi melodi Talempong.
1. :
merupakan garis paranada yang memiliki lima buah
garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda
kunci G.
2. :
merupakan birama 4/4 dalam kunci G.
3.
: merupakan dua buah not 1/16 dan satu buah not
1/8 yang digabung menjadi 1 not yang bernilai 1 ketuk.
4. 11
:
merupakan 8 not 1/32 yang digabung
menjadi 1 not bernilai 1 ketuk.
5. :
merupakan satu buah not 1/4 yang bernilai 1 ketuk.
6. :
merupakan satu buah not penuh yang bernilai 4 ketuk.
7.
8.
:
merupakan satu buah not 1/8 yang bernilai 1/2 ketuk.
:
merupakan satu buah not 1/2 dengan satu buah titik di
depannya yang bernilai 3 ketuk.
9.
: merupakan
satu buah not 1/32 dengan tanda pugar di
depannya yang berarti nada dikembalikan dengan
menaikkan
atau
nada sebelumnya.
46
menurunkan
1/2
laras
dari
10. :
merupakan satu buah not 1/32 dengan tanda kress di
depannya yang berarti nada dinaikkan 1/2 laras dari
nada sebelumnya.
11. :
merupakan
satu
buah
not
1/32
dengan
tanda
mol
di
depannya yang berarti nada diturunkan 1/2 laras
dari nada sebelumnya.
12.
: merupakan tanda diam yang bernilai 4 ketuk.
13. :
merupakan tanda diam yang bernilai 1 ketuk.
Simbol-simbol di atas merupakan simbol-simbol yang terdapat dalam
lampiran partitur yang perlu diketahui agar pembaca memahami artinya. Ini
penting untuk menjelaskan tentang hal-hal yang dimaksud dalam notasi. Dari cara
bekerja transkripsi seperti diurai di atas, maka hasilnya adalah seperti di bawah
ini.
47
4.1.2 Hasil Transkripsi
Hasil transkripsi itu adalah sebagai berikut.
(a) Lagu Tigo Duo tradisi
48
49
(b) Lagu Tigo Duo Garapan
50
51
(a) Lagu Pasambahan Bawaan tradisi
52
53
54
55
56
57
58
59
60
(b) Lagu Pasambahan garapan
61
62
63
64
65
66
67
68
69
(a) Lagu Talago Biru tradisi
70
71
72
73
74
(b) Lagu Talago Biru garapan
75
76
77
78
79
80
81
82
4.2 Analisis Melodi Talempong
4.2.1 scale (Tangga Nada)
Dalam mendeskripsikan tangga nada (scale), penulis mengurutkan nadanada yang terdapat dalam Talempong tersebut dimulai dari nada terendah sampai
nada yang tertinggi dan tangga nada yang dingunakan tangga nada C=do atau C
Mayor.
Lagu Tigo Duo Tradisi = C Mayor
Lagu Tigo Duo Garapan = C Mayor
Lagu Pasambahan Tradisi = C Mayor
Lagu Pasambahan Garapan = C Mayor
83
Lagu Talago Biru Tradisi = C Mayor
Lagu Talago Biru Garapan = C Mayor
Tangga Nada C Mayor:(C-D-E-F-G-A-B-C / 1-1-1/2-1-1-1-1/2)
4.2.2 Pitch Center (Nada Dasar).
Dalam menentukan nada dasar Talempong ini, penulis beracuan pada hasil
rekaman video maupun
audio yang penulis peroleh saat pelaksanaan
pembelajaran praktik musik Minangkabau di Etnomusikologi. Selanjutnya, hasil
rekaman telah ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Hasil yang didapatkan
dalam transkripsi Talempong adalah C.
Lagu Tigo Duo Tradisi = C
Lagu Tigo Duo Garapan = C
Lagu Pasambahan Tradisi = C
Lagu Pasambahan Garapan = C
Lagu Talago Biru Tradisi = C
Lagu Talago Biru Garapan = C
4.2.3 Melodic Formulas (Formula-formula Melodis)
Formula melodi yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk dan frasa.
Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola
melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. William P. Malm
mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu:
1. Repetitive yaitu bentuk nyanyian dengan melodi pendek yang diulangulang.
84
2. Iterative yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil
dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan
nyanyian.
3. Strophic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks
nyanyian yang baru atau berbeda.
4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan
pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi.
5. Progresive
yaitu
menggunakan materi
bentuk
nyanyian
yang
terus
berubah
dengan
melodi yang selalu baru.
Dalam konteks ini bentuk-bentuk melodi lagu-lagu talempong ialah bentuk
Repetitive.
Lagu Tigo Duo Tradisi = 1 Bentuk
Lagu Tigo Duo Garapan = 1 Bentuk
Lagu Pasambahan Tradisi = 3 Bentuk
Lagu Pasambahan Garapan = 3 Bentuk
Talago Biru Tradisi = 4 Bentuk
Talago Biru Garapan = 8 Bentuk
85
4.2.3.1 Perbandingan Lagu Garapan dan Tradisi Tigo Duo
Garapan melodi pada lagu Tigo Duo yang dilakukan Zul Alinur adalah
menbambahi melodi pada bagian peningkah yaitu
nada E seperdelapan
kemuidian ditambah seperenambelas dua kali pada beat pertama, dilanjut dengan
harga not seperdelapan dan dua not seperenambelas pada beat kedua, demikian
juga seterusnya pada beat tiga dan empat. Birama kedua nada dan ritmenya sama
dengan birama pertama. Birama tiga diisi oleh nada C sebesar not seperempat,
dilanjut ke nada E sebesar not berdurasi seperempat; beat ketiga nada E masingmasing not seperdelapan; beat keempat tanda istirahat seperempat. Birama
keempat, diisi nada C seperempat, dilanjut ke beat kedua dua nada E masingmasing durasi not seperdelapan. Pada beat keempat dimulai tanda istirahat
seperdelapan, ditambah not seperdelapan nada E dan kemudian di akhir beat yaitu
beat keempat adalah tanda istirahat seperempat. (lihat notasi yang dikurung di
bawah ini).
86
Sementara pada lagu Tigo Duo tradisi nadanya dikomposisikan sebagai
berikut.
87
Lagu Tigo Duo tradisi ini pada bagian peningkah menggunakan dua nada
yaitu C dan E pada ketukan pertama diisi oleh not seperempat nada C. Selanjutnya
beat kedua yaitu dua nada E masing-masing not seperdelapan. Beat ketiga terdiri
dari tanda istirahat seperdelapan kemudian diisi oleh not seperdelapan, kemudian
88
beat keempat istirahat penuh, dengan tanda istirahat seperempat. Sementara pada
birama berikut, beat pertama nada C not seperempat, beat kedua nada E
seperempat. Dilanjut pada beat ketiga dua nada E masing-masing not
seperdelapan, dan disudahi pada beat keempat dengan menggunakan tanda
istirahat seperempat.
Jadi secara prinsip lagu Tigo Duo garapan densitasnya relatif lebih rapat.
Secara rritmik suasana up bet lebih terasa pada bentuk garapan Zul Alinur ini,
dibandingkan yang berbentuk tradisi.
4.2.3.2 Perbandingan Lagu Garapan dan Tradisi Pasambahan
Lagu Pasambahan garapan pada bahagian canang dasar birama pertama
diisi oleh nada E dengan durasi not seperempat nada E dan dilanjutkan kepada
beat kedua durasi seperdelapan, diisi oleh nada D durasi seperdelapan dan dilanjut
dengan nada D sebagai sambungan nada D tadi sebesar seperempat, dan beat
berikutnya nada F sebesar seperempat. Birama dua dan tiga sama dengan birama
pertama.
Pada canang tinggi bet pertama diisi oleh delapan not seperdelapan, masingmasing nadanya adalah C, G, G, G, C, G, G, G. Ini dilanjutkan ke birama dua dan
tiga. Garapan ini lebih berdensitas padat dibandingkan dengan yang tradisi.
89
Pada lagu Pasambahan tradisi pada canang dasar diisi oleh masing-masing
dua nada yang serentak yaitu C dan E dengan durasi tiga perdelapan, seperdelapan
dan seperempat dan disudahi dengan tanda istirahat seperempat. Ini diulang pada
birama dua dan tiga. Secara musikal ini lebih “menguatkan” ritmik bagian canang
dasar ini. Sementara bagian canang tinggi lebih menaknkan kepada fungtuasi
ritmik yaitu masing-masing mengisi beat pertama dan ketiga saja.
90
4.2.3.1 Perbandingan Lagu Garapan dan Tradisi Talago Biru
Pada lagu Talago Biru Garapan, Zul Alinur mengembangkan form melodi
yang diistilahkan beliu dengan lagu, sebanyak tiga bentuk. Sementara di dalam
lagu Talago Biru Tradisi hanya terdiri dari dua bentuk saja. Hal ini diperkuat
dengan garapannya yang telah duitranskripsi, yaitu pada lagu Talago Biru garapan
jumlah biramanya mencapai 106 birama (bar), sementara di dalam lagu Talago
Biru Tradisi hanya mencapai 40 birama (bar saja).
Pada lagu Talago Biru garapan, lagu satu mencapai tiga puluh lima bar,
demikian pula pada lagu dua. Sementara pada lagu tiga, dua puluh empat bar yang
kemudian diulang kembali. Secara pertunjukan, lagu pertama dengan lagu kedua
dibedakan pada ujung lagu atau kadensanya. Urutannya adalah lagu pertma,
diulang oleh lagu dua yang dibedakan kadensa, dan kemudioan lagu ketiga yang
91
diulang dua kali sampai akhirnya selesai pertunjukan garapan ini. Selengkapnya
ketiga lagu garapan ini dapat dilihat pada analisis notasi berikut ini.
92
Pada lagu Talago Biru tradisi bentuk melodinya hanya dua, yaitu “hampir
sama” dengan dua lagu pada garapan. Selengkapnya dua lagu Talago Biru tradisi
tersebut adalah seperti analisis pada notasi transkripsi berikut ini.
93
4.2.4 Contour (Kontur).
Kontur adalah garis melodi dalam sebuah nyanyian. Malm membedakan
kontur ke dalam beberapa jenis, sebagai berikut:
1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada
yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi.
2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari
nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah.
94
3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari
nada yang
lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi
ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu
nada ke nada yang lain baik naik maupun turun.
5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang
lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih
rendah ke nada yang lebih tinggi.
6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada
yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor
maupun minor.
7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai
batas-batasan.
Dalam konteks ini, melodi Talempong yaitu menggunakan pola Ascending
dan Descending yaitu pada lagu-lagu:
Lagu Tigo Duo Tradisi = Ancending
Lagu Tigo Duo Garapan = Ancending
Lagu Pasambahan Tradisi = Ancending dan Decending
Lagu Pasambahan Garapan = Ancending dan Decending
Lagu Talago Biru Tradisi = Ancending dan Decending
Lagu Talago Biru Garapan = Ancending dan Decending
95
4.3 Bentuk Ritme
Lagu Tigo Duo Tradisi
Lagu Tigo Duo Garapan
Lagu Pasambahan Tradisi
96
97
Lagu Pasambahan Garapan
98
99
Lagu Talago Biru Tradisi
100
101
Lagu Talago Biru Garapan
102
4.3.1 Analisis Ritme Gendang
Dalam menganalisis Gendang pada lagu-lagu diatas penulis menggunakan
beberapa simbol-simbol khusus yaitu antara lain
Dum =
Tak =
Rall =
Gendang Lagu Tigo Duo Tradisi : Pukulan pertama gendang berpola pukulan 2 (
Gendang Lagu Tigo Duo Garapan : Pukulan Pertama gendang berpola pukulan 1(
Gendang Lagu Pasambahan Tradisi dan Garapan :
Pukulan Gendang terjadi
perbedaan pada bagian Rall dimana gendang bermain bebas namun sesuai tempo.
Gendang Lagu Talago Biru Tradisi : Lagu ini hanya sampai 40 Barr dimana ritme
–ritme yang dimainkan 4 bentuk
Gendang Lagu Talago Biru Garapan : Lagu ini mengalami sebuah penambahan
lagu yaitu dari 2 bagian lagu menjadi 3 bagian lagu, sehingga jumlahnya menjadi
106 Barr dan bentuk-bentuk ritme yang dimainkan menjadi 8 bentuk.
4.3.2 Tempo
Lagu Tigo Duo Tradisi = Allegro (98 M.m)
Lagu Tigo Duo Garapan = Allegro (98 M.m)
103
Lagu Pasambahan Tradisi = Allegro (102 M.m)
Lagu Pasambahan Garapan = Allegro (102 M.m)
Lagu Talago Biru Tradisi = Allegro (100 M.m)
Lagu Talago Biru Garapan = Allegro ( 100 M.m
104
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah diuraikan secara terperinci dari bab satu sampai empat, maka pada
Bab V ini, penulis menyimpulkan dan memberikan saran terhadap penelitian ini.
Adapun kesimpulan dibuat untuk menyimpulkan hasil dari pokok masalah utama
seperti yang telah ditentukan di Bab I, yaitu: (1) Bagaimana bentuk perbandingan
tiga lagu tradisi dan garapan ensambel ralempong yang diajarkan Zul Alinur pada
mahasiswa/I di Departemen Etnomusikologi USU. Dalam konteks ini bentuk garapannya
melihat aspek melodi talempong dan ritme gendang bansi. (2) Bagaimana proses
transmisi atau pembelajaran talempong oleh Zul Alinur.
Dalam konteks ini
proses pembelajaran praktek musik Minangkabau. Maka penulis membuat
kesimpulan sebagai berikut .
Zul Alinur merupakan seorang seniman professional musik Minangkabau
yang telah memiliki banyak pengalaman di dalam negeri maupun di luar negeri,
dan Zul Alinur juga merupakan seorang dosen praktik yang mengajar mata kuliah
musik Minangkabau di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.
Zul Alinur mengajarkan lagu-lagu Minangkabau menggunakan dua metode yaitu
metode lisan dan tulisan untuk mempermudah mahasiswa dalam mempelajari dan
memahami musik Minangkabau. Lagu lagu yang diajarkan Zul Alinur merupakan
suatu hasil garapan yang dilakukannya sendiri, lagu-lagu hasil garapan tersebut
hanya terdapat beberapa perbedaan saja dari lagu lagu tradisi sebelumnya.
Garapan itu adalah berupa penambahan melodi dalam peningkah pada lagu Tigo
105
Duo, penambahan lagu dari dua bagian lagu menjadi tiga bagian lagu pada lagu
Talago Biru, perubahan melodi pada canang pada lagu Pasambahan dan lagu
Talago Biru serta terdapat juga perubahan ritme gendang pada lagu Talago Biru.
5.2 Saran
Minangkabau merupakan salah satu Etnis pendatang di Sumatera Utara
yang dalam kehidupannya banyak menghasilkan pemusik-pemusik yang sangat
penting dalam menjaga kesinambungan adat kebudayaan dan kesenian
Minangkabau.
Dalam tulisan ini, penulis mendokumentasikan Zul Alinur sebagai salah
satu pemusik Minangkabau yang dianggap penting bagi masyarakat dalam
mengembangkan pertunjukan musik Minangkabau
Besar harapan penulis kepada pembaca, masyarakat Minangkabau pada
umumnya, dan pemerintah pada khususnya, hendaknya lebih memperhatikan
keberadaan dan kelayakan dari para pemusik-pemusik tradisi, serta memberikan
penghargaan yang layak pula terhadap kemampuan dan kreatifitas para pemusik
tersebut, serta berusaha mensejahterakan kehidupan mereka sebagai pekerja seni
di samping kedudukan mereka sebagai penyangga kebudayaan.
Kepada para pemusik juga diharapakan agar selalu berkreatifitas dan
berkarya, serta mampu memanajemen dirinya sebagai artis atau pemusik tradisi
Minangkabau sehingga pemusik tersebut memiliki nilai jual dari kreatifitas, karya
yang dihasilkan serta kemampuan yang dimilikinya.
106
Diharapkan dari keseluruhan tulisan ini dapat menjadi informasi bagi
orang lain yang ingin meneliti lebih jauh tentang biografi kepemusikan Zul
Alinur, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi
yang memerlukannya.
107
Daftar Pustaka
Burgin, prof. Dr Burhan. 2007. Penelitihan kualitatif. Jakarta : Prenada Media
Group.
Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Depdikbud.1996 edisi ke-2. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka.
Depadikbud, 1997”Antologi Biografi Pengarang Sastra” Indonesia 19201950Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Depdikbud. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang
Melayu Sumatera Timur. Medan: Jurusan Etnomusikologi.
Goldsworthy, David J 1979 Melayu Music of North Sumatra: Continuities and
Changes. Sydney: Disertasi Doktoral Monash University.
Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English
sixth edition. New York: Oxford University Press.
Lukman Sinar, Tengku. dalam buku “Pengantar Etnomusikologi dan Tarian
Melayu” Medan 1990.
Lukman sinar Basyarsyah II 2001Kebudayaan Melayu Sumatera Timur,Medan :
USU Press
Malm, William P1977”Music Culture Of Pacific Music The Near East and Asia,
New Jersey : Prentice Hall, Inc. England Wood CliffsTerjemahan Rizaldi
Siagian
Malau, Sudarsono 2013 “ Teknik Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik
Tiup Untuk Mengiringi Adat Upacara Kematian Batak Toba Di Kota
Medan”. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi.
M. Hood: The ethnomusicologist ( New York, 1971).
Merriem, Alan P 1964 “The Antropology Of Music” Chicago, North Western
University Press
Manurung, Eva Yanthi. 2010. Samelan. Medan: USU. Sitorus, M. 2003.
Berkenalan dengan Sosiologi jilid 2. Jakarta: Erlangga.
108
Nettl, Bruno, 1963. Theory and Method In Ethnomusicology, New York : The
Free Press
Narrol, R 1965. "Ethnic Unit Classification," Current Anthropology, volume 5,
No. 4.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Purba , Mauly dan Pasaribu, Ben dalam buku “ musik populer” pada buku
pelajaran kesenian nusantara, Universitas HKBP Nomensen. Tahun
2006.
Ridwan, T. Amin 2005 Budaya Melayu Menghadapi Globalisasi, Medan : USU
Press
Supanggah, Rahayu. 1995. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, Indonesia.
Takari, Muhammad 2005 “ studi Banding Antara Nada Pentatonik dan Diatonik”,
dalam Jurnal Etnomusikologi, Medan, USU Press.
Takari, Muhammad dan Dewi, Heristina dalam buku “Budaya Musik dan Tari
Melayu Sumatera Utara” Tahun 2008.
Zulaika, Siti 2008
”Ahmad Setia Pemusik Melayu Sumatera Utara : Biografi
dan Gaya Melodis Permainan Akordion”,Skripsi Sarjana Departemen
Etnomusikologi
Sumber Penelusuran
www.google.com
www.wikipedia.com
www.usu.ac.id
http://religion Minangkabau.wikia.com/wiki/kesenian
109
Download