PERANCANGAN PUSAT KEBUDAYAAN MINANGKABAU WORKING PAPER Nesia Dyma Putri Taman Kebalen Indah Blok i4/20, Bekasi Utara 17610 021-8921571 . [email protected] ABSTRAK The increasing number of visitors in Padang, West Sumatera museum, showed an enhancement of interest in the culture of Minangkabau society. This fact formed a basis for a cultural centre design that can meet the public’s curiousity about the culture of Minangkabau. Data on the activities and facilities that are required for a cultural centre in the form of class – art classes, to a facility that can accommodate all the activities concerned with the culture were obtained after conducting surveys, interviews and literature studies. The design done considering the aspects of activities and facilities, macro condition of Padang that includes warm temperature that range in 30 0 – 320 Celcius, natural disasters aspect such as tectonic earthquakes, until the condition of the micro plan adjacent to the sea. The design result of a cultural centre in Padang based on needs is to give an airy room impression along with an earthquake ressistant system, based on equilibrium theory belongs to Leonardo Da Vinci’s Vitruvian Theory. (N). Key Words : Equilibrium, harmony, minangkabau, cultural centre Peningkatan jumlah kunjungan pada museum yang ada di Padang, Sumatera Barat menunjukkan peningkatan minat masyarakat terhadap budaya Minangkabau. Hal ini menjadi dasar atas perancangan sebuah pusat kebudayaan yang dapat memenuhi keingintahuan masyarakat mengenai kebudayaan Minangkabau. Data mengenai aktifitas dan fasilitas yang dibutuhkan oleh sebuah pusat kebudayaan berupa kelas – kelas kesenian hingga fasilitas yang dapat menampung segala kegiatan yang bersangkutan dengan budaya didapat setelah melakukan survei, wawancara, dan studi secara literatur. Perancangan dilakukan dengan memperhatikan aspek dari aktifitas dan fasilitas, kondisi makro kota Padang yang meliputi suhu hangat yang berkisar pada 30 0 – 320 C, aspek bencana alam berupa gempa dengan jenis tektonik, hingga kondisi mikro dari denah yang berdekatan dengan laut. Hasil perancangan pusat kebudayaan atas dasar kebutuhan menunjukkan aspek terbaik dalam perancangan pusat kebudayaan di kota Padang adalah dengan memberikan kesan ruang sejuk dengan sistem tahan gempa yang didasari oleh teori keseimbangan Vitruvian milik Leonardo Da Vinci. (N). Kata Kunci : Harmoni, keseimbangan, minangkabau, pusat budaya PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah kunjungan pada Museum Adityawarman dari tahun ke tahun, membuktikan bahwa masyarakat menaruh perhatian dan minat pada kebudayaan Minang. Dan hal ini berdampak pada tuntutan akan sebuah museum yang lebih informatif dan modern sehingga mampu mengedukasi masyarakat. Tetapi sebuah museum saja tidak cukup, untuk dapat mengedukasi masyarakat dan memberikan informasi secara langsung, maka dibutuhkan pengalaman yang dapat dirasakan sendiri oleh masyarakat melalui sebuah kegiatan mengenai budaya yang bersangkutan. Sebuah pusat kebudayaan adalah salah satu wadah yang dibutuhkan. Karena itulah dibutuhkan kehadiran sebuah pusat kebudayaan. Sebuah pusat kebudayaan yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat yang mendekatkan budaya Minang dengan orang Minangkabau sendiri, tetapi juga bertindak sebagai wadah pelestarian budaya yang dapat berkomunikasi langsung dengan masyarakat mengenai sejarah dan budayanya, melalui sebuah desain yang dapat menyeimbangkan fungsi pusat budaya yang kompleks dengan sebuah desain kreatif yang dapat menimbulkan ketertarikan masyarakat baik dalam maupun luar negeri terhadap pusat kebudayaan Minang. METODE PENELITIAN 1. Metode Kualitatif Non-Interaktif / Studi Literatur Studi literatur adalah bentuk studi dan pencarian data mengenai pusat kebudayaan, budaya Minang, dan hal lainnya baik secara teknikal maupun estetis secara interior yang dapat membantu proses perancangan dari sumber – sumber tertulis seperti majalah, buku – buku referensi, internet, dan lainnya 2. Metode Kualitatif Interaktif a. Survei Lapangan Melakukan survei secara langsung ke pusat kebudayaan yang terkait untuk mendapatkan data yang dapat membantu proses perancangan. Baik berupa aktifitas dan fasilitas, hingga data pengunjung b. Wawancara Melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang terkait untuk mendapatkan data lengkap mengenai pusat kebudayaan c. Observasi Lapangan Melakukan pengamatan secara langsung pada pusat kebudayaan untuk mendapatkan data seperti perilaku pengunjung dan alur pengunjung d. Dokumentasi Melakukan dokumentasi terhadap pusat kebudayaan HASIL DAN BAHASAN Eksotisme daerah dan gaya hidup elegan merupakan cerminan dari falsafah hidup orang Minangkabau yang sering mengingatkan akan harga diri, malu yang tidak dapat dibagi dengan terus mempertahankan kehidupan yang bermartabat. Karena etnis Minangkabau adalah etnis yang lebih mengutamakan martabat daripada harta. Hal ini dapat diambil menjadi salah satu unsur konsep. Orang Minangkabau terkenal elegan dan selalu terkesan mewah dengan warna – warnanya yang mencolok. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan gaya art deco yang memiliki unsur elegan dengan sentuhan eksotisme daerah. Warna – warna cerah art deco yang kemudian dipadukan dengan warna hitam, emas, maupun silver untuk memberikan kesan elegan, sangat sesuai dengan image orang Minangkabau. Orang Minangkabau percaya akan keharmonisan pada setiap hal yang ada di muka bumi ini. Seperti ada api maka ada air, ada pagi dan ada malam, ada bintang dan ada bulan. Hal ini dipercaya oleh orang Minangkabau adalah hal – hal yang keberadaannya penting bagi masing – masing pihak. Keharmonisan ini dapat diterapkan pada interior dengan memadukan hal satu dengan lainnya sehingga terlihat harmonis dan tetap memiliki satu kesatuan benang merah. Benang merah ini adalah desain dengan bentuk – bentuk seni dasar Minangkabau. Seperti bentuk – bentuk bunga, jalar, binatang, serta hal – hal lainnya yang berhubungan dengan alam, karena orang Minangkabau sangat menjunjung tinggi alam. Selain itu lengkungan – lengkungan dan bentuk geometris segitiga yang banyak dijumpai pada Rumah Gadang juga dapat dijadikan benang merah dalam perencanaan Pusat Kebudayaan Minangkabau ini. Wilayah Minangkabau sangat rawan akan gempa. Gempa terbagi menjadi dua. Gempa tektonik adalah gempa yang menyebabkan guncangan secara horizontal, serta gempa vulkanik yang guncangannya terjadi secara vertikal. Gempa yang sering terjadi di daerah Padang adalah gempa tektonik. Sehingga pada saat gempa terjadi guncangannya akan mengarah ke kiri dan kanan. Gempa adalah salah satu kejadian alam yang tidak dapat dihindari. Tetapi hal ini dapat diminimalisir. Keseimbangan sangat diperlukan dalam perancangan interior ini. Rumah Gadang sering disebut sebagai salah satu rumah tradisional yang tahan gempa. Kerubuhan akan terjadi apabila Rumah Gadang telah dimakan usia. Hal ini dapat terjadi karena Rumah Gadang tidak memiliki pondasi. Rumah jenis ini cenderung bertumpu pada suatu beban yang memiliki coak yang bertugas sebagai penjaga keseimbangan dari rumah itu sendiri. Pada saat guncangan terjadi, rumah tidak akan langsung jatuh karena pasak kayu yang menopangnya akan bergerak disekitar coakan sehingga pasak hanya akan bergerak disekitar coakan. Berangkat dari teori Vitruvian milik Leonardo da Vinci keseimbangan dan keharmonisan dapat diaplikasikan pada interior perancangan Pusat Kebudayaan Minangkabau ini. Pemajangan dengan kabel dapat dijadikan alternatif dibandingkan dengan pemajangan pada lemari yang dipasak di dinding. Pada saat gempa terjadi kabel akan melakukan gerakan ayun dan tidak akan langsung jatuh. Furnitur – furnitur yang bersifat display dan berat dapat dieratkan dengan menggunakan baut. Hal ini sama dengan konsep pasak rumah gadang. Pada saat terjadi guncangan, maka baut yang akan bergerak terlebih dahulu sehingga display tidak akan langsung roboh. SIMPULAN DAN SARAN Dalam perancangan interiornya banyak yang harus diperhatikan dalam mendesign sebuah Pusat Kebudayaan. Aktifitas – aktifitas yang ada di dalamnya baik aktifitas pengunjung, pengelola hingga barang, harus disertai dengan fasilitas yang memadai. Perancangan zoning dan grouping juga sebaiknya melihat alur aktifitas dari individu yang ada di dalamnya, serta kegunaan dari area tersebut. Untuk area – area yang publik dan menjual sebaiknya terletak di bagian depan. Tetapi tidak menutup kemungkinan area yang bersifat semi publik maupun private juga berada di depan. Contohnya kantor yang bisa berada di depan dengan alasan kemungkinan adanya pengunjung yang membutuhkan guidance dari pengelola. Area semi private seperti teater mungkin dapat diletakkan di belakang. Tetapi apabila ruang itu disewakan, maka peletakkannya di depan adalah pilihan yang lebih baik dengan mempertimbangkan jalur keluar masuk barang, kebisingan yang akan terjadi, hingga kesulitan peserta acara apabila area terletak dibelakang. Sistem furnitur, material dan warna juga harus dipertimbangkan. Sebuah pusat kebudayaan yang berfungsi untuk memamerkan keberagaman seninya, sebaiknya diberikan sebuah wadah yang dapat meningkatkan nilai dari segi penglihatan pengunjung. Selain itu perlu juga dilakukan analisa terhadap lingkungan dan bangunan. Karena hal ini akan sangat mempengaruhi elemen – elemen interior. Dalam pengerjaan proyek diharapkan mahasiswa dapat tetap berpegang pada sistem interior yang telah dipelajari dari awal tahun ajaran. Mahasiswa juga diharapkan untuk dapat memahami topik yang diambil dengan cara melakukan studi literatur, studi kasus dan berbagai macam metode yang dapat membantu. Kekreatifan tetap harus dikeluarkan dan tidak perlu ‘dikotakkan.’ Yang penting adalah tetap berpegang pada basic perancangan interior sehingga ide dan konsep yang dikeluarkan dapat dibuat secara nyata. REFERENSI Chiabai, Aline. (2011). Sustainable Cultural Tourism Management. International Journal of Tourism, Jilid 15, No.1, diakses 16 Februari 2013 dari http://onlinelibrary.wiley.com Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 2012. Jumlah dan Jenis Koleksi Museum Adityawarman. 02-15-2013 from http://www.sumbarprov.go.id Hasan, Hasmurdi.Ir. (2004). Ragam Rumah Adat Minangkabau Falsafah, Pembangunan dan Kegunaan. Jakarta : Yayasan Citra Pendidikan Indonesia Latief. (2009). Studi Gaya Desain Pada Interior Pusat Kebudayaan Peranci (CCCL) di Surabaya. Jurnal Desain Interior, Jilid 7, No.1, diakses 16 Februari 2013 dari http://puslit2.petra.ac.id Lesmana, Deviani. (1992). Pusat Kebudayaan Antar Bangsa di Kemayoran Jakarta. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya : Program Pascasarjana Universitas Kristen Petra Mutia, Riza.Dra. (1998/1999). Ukiran Tradisional Minangkabau. Sumatera Barat : Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat Navis, AA. (1984). Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta : PT Grafiti Pers Neuferst, Ernst. (1996). Data Arsitek. Jakarta : Erlangga Panero, Julius. AIA, ASID. (1979). Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta : Penerbit Erlangga Reznikoff, S.C. (1986). Interior Graphic and Design Standards. Great Britain : The Architectural Press Ltd. Syukri, Andi. (2011). Kearifan Lokal Sistem Pembangunan Rumah Tradisional Minangkabau Terhadap Reduksi Bahaya Gempa. Academia.edu diakses 16 maret 2013 dari http://academia.edu/606055 Thallom, Rob. (1998). Graphic Guide to Interior Details. U.S : The Tantun Press, Inc. RIWAYAT PENULIS Nesia Dyma Putri lahir di kota Jakarta pada tanggal 2 juni 1992. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Desain Interior pada tahun 2013.