TUGAS MANDIRI TERSTRUKTUR PERLAWANAN RAKYAT DAN BANGSA INDONESIA UNTUK MELAWAN PORTUGIS DAN VOC DISUSUN OLEH : VINDY F. UTAMA ( 31 ) XI MIA 3 SMA NEGERI 1 WONOSARI TAHUN AJARAN 2014/2015 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kita semua terutama kepada Penulis,sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Berikut ini Penulis mempersembahkan sebuah karya tulis (makalah) yang berjudul “Perlawanan Rakyat dan Bangsa Indonesia Untuk Melawan Portugis dan VOC”. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kepada Pembaca yang budiman,jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam penulisan makalah ini,Penulis mohon maaf karena Penulis sendiri masih dalam tahap belajar. Dengan demikian,tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kapada para Pembaca.Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga bermanfaat bagi kita semua Ponjong, 29 Oktober 2014 2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2 DAFTAR ISI .................................................................................................................. 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................................................... 4 B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5 C. Tujuan ...................................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN A. Perlawanan Rakyat Aceh Melawan Portugis ................................................................... 6 B. Perlawanan Rakyat Maluku Melawan Portugis VOC .......................................................7 C. Perlawanan Rakyat Mataram Melawan VOC ................................................................. 9 D. Perlawanan Rakyat Banten Melawan VOC ..................................................................... 9 E. Perlawanan Rakyat Makasar Melawan VOC ................................................................. 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 17 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedudukan Belanda di Nusantara berlangsung pada tahun 1596-1942 diawali dengan kedatangan armada dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang berlabuh di Banten. Mulanya mencari barang dagangan atau rempah rempah akan tetapi kemudian Belanda bukan sekedar ingin berdagang biasa, melainkan ingin menguasai dan menjajah Nusantara. Pada tahun 1596 awal penjajahan Belanda di Nusantara dengan mendirikan persekutuan dagang yang bernama VOC (Vereeningde Oost-indische Compagnie) atau persekutuaan dagang India timur yang dibantu oleh pemerintahan Belanda. VOC menguasai dan mengekploitasi ekonomi di Indonesia dari tahun 1602 – 1799. Proses hubungan antara kekuasaan negara dan kekuasaan Belanda pada abad ke-19 menunjukkan dua gejala yang bertolak belakang,di satu pihak tampak makin meluasnya kekuasaan Belanda,sedangkan di lain pihak terlihat makin merosotnya kekuasaan negaranegara tradisional.Pengaruh hubungan dengan kekuasaan barat tersebut menyangkut berbagai segi kehidupan,seperti politik,sosial,ekonomi,dan budaya. Selama situasi kritis di daerah kerajaan,ajakan perlawanan dari para bangsawan ataupun ulama yang berpengaruh untuk melawan kekuasaan asing dengan cepat mendapat sambutan baik dari kelompok rakyat karena tekanan-tekanan hidup yang mereka alami dan sikap antipati mereka terhadap kekuasaan asing.Selain itu pengalaman pahit yang pernah dirasakan oleh rakyat di daerah-daerah selama kontak dengan kekuasaan asing dapat memperkuat keinginan untuk berjuang melawan kekuasaan asing. Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi di daerah-daerah selama kontak dengan kekuasaan barat cukup subur untuk timbulnya perjuangan tersebut. Dalam tiaptiap daerah,intensitas kontak dari kekuasaan Belanda tidak bersamaan waktu terjadinya,sehingga timbulnya perjuangan terhadap kekuasaan asing pun tidak sama waktunya.Perjuangan-perjuangan itu dapat pemberontakan,ataupun hanya berupa kericuhan. 4 berupa perlawanan besar atau B. Rumusan Masalah Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini,antara lain 1. Bagaimana perlawanan rakyat Aceh melawan Portugis ? 2. Bagaimana perlawanan rakyat Maluku melawan Portugis dan VOC ? 3. Bagaimana perlawanan rakyat Mataram melawan VOC ? 4. Bagaimana perlawanan rakyat Banten melawan VOC ? 5. Bagaimana perlawanan rakyat Makasar melawan VOC ? C. Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini,antara lain 1. Untuk mengetahui perlawanan rakyat Aceh melawan Portugis 2. Untuk mengetahui perlawanan rakyat Maluku melawan Portugis dan VOC 3. Untuk mengetahui perlawanan rakyat Mataram melawan VOC 4. Untuk mengetahui perlawanan rakyat Banten melawan VOC 5. Untuk mengetahui perlawanan rakyat Makasar melawan VOC 5 BAB II PEMBAHASAN A. Perlawanan Rakyat Aceh Melawan Portugis Sejak Portugis menduduki Malaka pada tahun 1511, Kerajaan Aceh merupakan saingannya yang terberat dalam perdagangannya. Sebab banyak pedagang Asia yang memindahkan kegiatan dagangnya ke Aceh. Pelabuhan Aceh bertambah ramai. Kecuali itu, Aceh merupakan ancaman bagi kedudukan Portugis di Malaka. Setiap waktu Aceh dapat menyerbu Malaka. Persaingan dagang antara Portugis dan Kerajaan Islam Aceh makin lama makin meruncing. Kemudian meningkat menjadi permusuhan. Bila armada Portugis berjumpa dengan patroli-patroli angkatan laut Aceh, terjadilah pertempuran di laut. Pertempuran semacam itu tidak hanya terjadi di Selat Malaka, tetapi juga di lautan internasional, antara lain Laut Merah.Untuk menghadapi Portugis, Sultan Aceh mengambil langkah-langkah sebagai berikut : 1. Kapal-kapal dagangnya yang berlayar disertai prajurit dengan perlengkapan meriam. 2. Meminta bantuan meriam serta tenaga ahlinya dari Turki. Bantuan dari Turki itu diperoleh pada tahun 1567. 3. Meminta bantuan dari Jepara (Demak) dan Calicut (India). Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut : 1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun. 2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan. Namun ternyata rencana Portugis tersebut tidak dapat terlaksana. Sebab Portugis tidak memilik armada yang cukup untuk mengawasi Selat Malaka. Ternyata bukan Portugis yang berhasil menghancurkan kapal-kapal Aceh, tetapi sebaliknya kapal-kapal Acehlah yang sering mengganggu kapal-kapal Portugis di selat Malaka. Bahkan seringkali armada Aceh menyerang langsung ke markas Portugis di Malaka. Hal itu terjadi antara lain pada tahun 1629, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Namun demikian serangan-serangan Aceh itu belum berhasil. 6 Permusuhan antara Aceh dengan Portugis berlangsung terus menerus. Kedua pihak saling berusaha untuk menghancurkan, tetapi sama-sama tidak berhasil. Sampai akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC (Belanda) pada tahun 1641 B. Perlawanan Rakyat Maluku Melawan Portugis dan VOC Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orangorang Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak. Persaingan itu semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin persekutuan dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore. Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini karena kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima tindakan armada Portugis. Rakyat Tidore angkat senjata. Terjadilah perang antara Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis mendapat kemenangan. Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering berlaku kasar terhadap penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan. Maka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat. Sementara itu untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian damai, yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya Perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Kedudukan Portugis juga semakin mengganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo. Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh. Apa yang dilakukan Portugis kala itu sungguh kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi Portugis telah merusak sendi-sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan. 7 Setelah Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk melawannya semakin berkobar. Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Tahun itu Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor Timur. Serangkaian rakyat terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun berbagai serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC yang memiliki peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi. Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC, dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pangeran Nuku). Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC). Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC. Bahkan dalam perlawanan ini Inggris juga member dukungan terhadap Sultan Nuku. Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda. Sultan Nuku berhasil 8 mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805) C. Perlawanan Rakyat Mataram Melawan VOC Sultan Agung (1613-1645) adalah raja terbesar Mataram yang bercita-cita mempersatukan seluruh Jawa di bawah Mataram dan mengusir Kompeni (VOC) dari Pulau Jawa. Untuk merealisir cita-citanya, ia bermaksud membendung usaha-usaha Kompeni menjalankan penetrasi politik dan monopoli perdagangan. Pada tanggal 18 Agustus 1618, kantor dagang VOC di Jepara diserbu oleh Mataram. Serbuan ini merupakan reaksi pertama yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC. Pihak VOC kemudian melakukan balasan dengan menghantam pertahanan Mataram yang ada di Jepara. Sejak itu, sering terjadi perlawanan antara keduanya, bahkan Sultan Agung berketetapan untuk mengusir Kompeni dari Batavia. Serangan besar-besaran terhadap Batavia, dilancarkan dua kali. Serangan pertama, pada bulan Agustus 1628 dan dilakukan dalam dua gelombang. Gelombang I di bawah pimpinan Baurekso dan Dipati Ukur, sedangkan gelombang II di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Manduroredjo, dan Uposonto. Batavia dikepung dari darat dan laut selama tiga bulan, tetapi tidak menyerah. Bahkan sebaliknya, tentara Mataram akhirnya terpukul mundur. Serangan kedua dilancarkan pada bulan September 1629 di bawah pimpinan Dipati Purbaya dan Tumenggung Singaranu. Akan tetapi serangan yang kedua ini pun juga mengalami kegagalan. Kegagalan serangan-serangan tersebut disebabkan: 1. Kalah persenjataan. 2. Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah dimusnahkan oleh Kompeni. 3. Jarak Mataram - Batavia terlalu jauh. 4. Datanglah musim penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk membendung sungai Ciliwung gagal. 5. Terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang prajurit Mataram. D. Perlawanan Rakyat Banten Melawan VOC Pada tahun 1651 sampai dengan 1682, Banten diperintah oleh Pangeran Surya dengan gelar Pangeran Ratu Ing Banten dan setelah kembali dari Mekah mendapat 9 gelar Sultan Abdulfath Abdulfatah atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa setelah sebelumnya Banten diperintah oleh kakek dari Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan anak dari Sultan Abul Ma’ali Ahmad. Sultan Ageng Tirtayasa selama memerintah kesultanan Banten sangat menentang segala bentuk penjajahan asing atas daerah kekuasaannya, termasuk kehadiran VOC yang hendak menguasai Banten sangat ditentang oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Oleh sebab itu, VOC yang berusaha melakukan blokade terhadap pelabuhan Banten dengan menyerang kapal-kapal yang hendak berdagang di Banten mendapatkan perlawanan dari pasukan Banten. Perlawanan itu awalnya diwujudkan dengan perusakan terhadap segala instalasi milik VOC di wilayah kekuasaan kesultanan Banten. Dengan tindakan perlawanan demikian, Sultan Ageng Tirtayasamengharapkan agar VOC segera meninggalkan Banten. Tangerang dan Angke dijadikan sebagai garis terdepan pertahanan dalam menghadapi VOC. Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 juga dimulai dari Tangerang dan Angke. Untuk meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645 disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan gerilya besarbesaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan dilakukan pada malam hari. Selain itu, pasukan Banten juga merusak kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal kapal-kapal tersebut. Saat perlawanan sering terjadi, Sultan Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark.Hal ini dilakukan agar Banten dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa pun melakukan penyatuan 10 terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan Surosowan. Menghadapi kenyataan tersebut, VOC pun melakukan penyatuan kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi, Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi tersebut. Semakin kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar membuat VOC pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran gencatan senjata. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadi. Penolakan dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11 Mei 1658. Menurut Djajadiningrat (1983:71) dan Tjandrasasmita (1967:12-16), pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10 Juli 1659. Pada dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu oleh terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Lurah Astrasusila yang saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa membunuh beberapa orang Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi balas dendam dan perlawanan dari Banten. Penyerangan yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia. 11 Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta Sidana. Pada tanggal 10 Juli 1659, ditandatangani perjanjian gencatan senjata antara Banten dan VOC. Gencatan senjata ini dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki, dan Denmark, dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan senjata ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan Banten kembali dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa membuat Banten berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu Gubernur Jendral Ryklop van Goens sebagai pengganti Gubernur Jendral Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan kepada kerajaan Belanda tertanggal 31 Januari 1679tentang usaha untuk menghancurkan dan melenyapkan Banten. Setelah perjanjian gencatan senjata, VOC menggunakan kesempatan tersebut untukmempersulit kedudukan Banten. Cara yang dilakukan adalah dengan mengadakan kerjasama dengan kesultanan Cirebon dan kesultanan Mataram. Puncaknya adalah ketika Amangkurat II menandatangani perjanjian dengan VOC. Selain itu, Cirebon pun berada di bawah kekuasaan VOC pada tahun 1681. Dengan Mataram dan Cirebon dibawah kendali VOC, maka posisi Banten semakin terjepit karena Mataram dan Cirebon merupakan kesultanan yang memiliki hubungan baik dengan Banten. Posisi tersebut makin sulit dengan terjadinya perpecahan di dalam kesultanan Banten sendiri.Putra Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Pangeran Gusti dan Pangeran Arya Purbaya mendapatkan kekuasaan, masing-masing untuk mengurusi kedaulatan ke dalam kesultanan. Sementara kedaulatan keluar kesultanan masih dikendalikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Pemisahan kekuasaan ini diketahui oleh wakil Belanda di Banten, yaitu W. Caeff yang kemudian mendekati dan menghasut Pangeran Gusti untuk mencurigai ayahnya dan saudaranya sendiri. Pada saat itu, Pangeran Gusti pergi ke Mekkah dengan meninggalkan kekuasaannya untuk sementara waktu dan kekuasaan tersebut diberikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa kepada adiknya yaitu Pangeran Arya Purbaya. Sekembalinya Pangeran Gusti yang bergelar Sultan Abu Nasr Abdul Kahar atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji dari Mekah, kekuasaan yang dimiliki oleh Pangeran Purbaya 12 semakin meluas sehingga membuat Sultan Haji iri. Hal tersebut yang dimanfaatkan oleh VOC untuk mengadu-domba antara Sultan Haji dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa dan adiknya, yaitu Pangeran Arya Purbaya. Konflik ini dimanfaatkan oleh VOC untuk memadamkan dan memperlemah kekuatan Banten. Rasa iri dan kekhawatiran Sultan Haji akan kekuasaannya melahirkan persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. VOC bersedia membantu Sultan Haji dengan mengajukan empat syarat, yaitu menyerahkan Cirebon kepada VOC, monopoli lada dikendalikan oleh VOC, membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan menarik pasukan Banten yang berada di daerah pesisir pantai dan pedalaman Priangan. Syarat tersebut dipenuhi oleh Sultan haji. Pada tanggal 27 Februari 1682, pecahlah perang antara Sultan Haji dengan dibantu VOC melawan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa. Inilah akhir dari kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa di kesultanan Banten. Namun, pasukan yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa masih terlalu kuat sehingga berhasil mengepung VOC bersama dengan Sultan Haji. VOC segera memberikan perlindungan kepada Sultan Haji dibawah pimpinan Jacob de Roy. Bersama dengan Kapten Sloot dan W. Caeff, Sultan Haji mepertahankan loji tempatnya berlindung. Kekuatan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa membuat bantuan dari Batavia tidak dapat mendarat di Banten. Hal tersebut memaksa Sultan Haji untuk mengadakan perjanjian baru dengan VOC yaitu memberikan hak monopoli VOC di Banten. Setelah perjanjian tersebut, tanggal 7 April 1682, datanglah bantuan dari Batavia yang dipimpin oleh Francois Tack dan De Sant Martin, dibantu oleh Jonker, tokoh yang memadamkan pemberontakan Trunojoyo. Pasukan ini berhasil membebaskan loji dari kepungan pasukan Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah itu, pemberontakan terus terjadi meskipun VOC telah beberapa kali meminta Sultan Ageng Tirtayasa untuk menyerah. Untuk menyelesaikan perlawanan tersebut, Sultan Haji mengutus 52 orang keluarganya untuk membujuk Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil dibujuk, Sultan Haji dan VOC menerapkan tipu muslihat dengan mengepung iring-iringan Sultan Ageng Tirtayasa menuju ke istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap, namun Pangeran Arya Purbaya berhasil lolos. Kemudian Sultan Ageng Tirtayasa dipenjarakan di Batavia sampai meninggal pada tahun 1692. Sultan Haji sendiri akhirnya naik tahta dengan restu VOC, memerintah dari tahun 1682 sampai dengan 1687. Pada tanggal 17 April 1684, ditandatanganilah perjanjian dalam bahasa Belanda, 13 Jawa, dan Melayu yang berisi 10 pasal. Perjanjian inilah yang menandai berakhirnya kekuasaan kesultanan Banten, dan dimulainya monopoli VOC atas Banten. Dengan demikian berakhirlah perlawanan Sultan Ageng Tirtayasasetelah dikhianati oleh anaknya sendiri. E. Perlawanan Rakyat Makasar Melawan VOC Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil seperti Gowa, Tello, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan tersebut yang muncul menjadi kerajaan yang paling kuat ialah Gowa, yang lebih dikenal dengan nama Makasar. Adapun faktor-faktor yang mendorong perkembangan Makasar, antara lain 1. Letak Makasar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan MalakaBatavia-Maluku. 2. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511. 3. Timbulnya Banjarmasin sebagai daerah penghasil lada, yang hasilnya dikirim ke Makasar. Usaha penetrasi kekuasaan terhadap Makasar oleh VOC dalam rangka melaksanakan monopolinya menyebabkan hubungan Makasar - VOC yang semula baik menjadi retak bahkan akhirnya menjadi perlawanan. Hal ini dikarenakan Makasar selalu menerobos monopoli VOC dan selalu membantu rakyat Maluku melawan Kompeni. Pertempuran besar meletus pada tahun 1666, ketika Makasar di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1654-1670). Dalam hal ini VOC berkoalisi dengan Kapten Jonker dari Ambon, Aru Palaka dari Bone, dan di pihak VOC sendiri dipimpin oleh Speelman. Makasar dikepung dari darat dan laut, yang akhirnya pertahanan Makasar berhasil dipatahkan oleh VOC. Para pemimpin yang tidak mau menyerah, seperti Karaeng Galesung dan Karaeng Bontomarannu melarikan diri ke Jawa (membantu perlawanan Trunojoyo). Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya : 1. Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka. 2. Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC. 3. Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya. 14 4. Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam. 5. Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit. Sultan Hasanuddin walaupun telah menandatangani perjanjian tersebut, karena dirasa sangat berat dan sangat menindas; maka perlawanan muncul kembali (16671669). Makasar berhasil dihancurkan dan dinyatakan menjadi milik VOC. 15 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Indonesia memperoleh kemerdekaan dalam waktu yang lama. Banyak para pahlawan yang gugur demi mempertahankan bumi pertiwi tercinta. Mereka mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk mengejar sebuah kata merdeka. Sebelum tahun 1908, telah banyak bangsa lain yang ingin menjajah dan menguasai Indonesia. Mereka banyak memeras, menindas, dan merampas hak-hak rakyat Nusantara. Banyak perlawanan dari pahlawan-pahlawan kita yang masih bersifat kedaerahan. Muncul banyak tokoh-tokoh yang memegang andil besar dalam perlawanan terhadap penjajahan yang bangsa lain lakukan. Tugas kita sebagai penerus bangsa adalah mempertahankan kemerdekaan ini, tetap menjaga semangat perjuangan dan mempertahankan kebudayaan nenek moyang kita. Namun di jaman globalisasi sekarang ini, semangat generasi muda penerus bangsa kian menurun dan sangat memprihatinkan. Melihat akan gigihnya para pejuang daerah kita terdahulu, harusnya para pemuda merasa malu. Semestinya para pemuda generasi baru harus bisa melanjutkan perjuangan para pendahulu yang rela berkorban tanpa jasa dan berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sebagai generasi muda seharusnya dapat melanjutkan tonggak harapan ini untuk mengisi kemerdekaan dengan cara meningkatkan akhlak. 16 DAFTAR PUSTAKA http://hikmat.web.id/sejarah-kelas-xi/perlawanan-rakyat-dan-bangsa-indonesia-melawan-voc/ http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/09/perlawanan-aceh-terhadapportugis.html http://www.pustakasekolah.com/perlawanan-rakyat-maluku.html#ixzz3HUONUzrv http://usmanmanor.wordpress.com/2012/06/29/perlawanan-kesultanan-banten-terhadap-voc2/ 17