AKULTURASI BUDAYA TIONGKOK PADA TATA CARA PERAYAAN TRADISI FERSTIVAL PERTENGAHAN MUSIM GUGUR DI KOREA SELATAN Juniana, Sri Haryanti Jurusan Sastra China, Fakultas Humaniora, Universitas Bina Nusantara, Jalan Kemanggisan Ilir III nomor 45, Kemanggisan/Palmerah, 021-5327630 E-mail: [email protected], [email protected] ABSTRACT Mid Autumn Festival is one of the popular tradition and has been known well by people especially the people of South Korea. The festival turns out to be the most long awaited event by the people because it massive popularity and it has been enlisted in the korean history of culture. On the other hand, China in the era of Tang Dynasty and Korea in the era of United Silla Kingdom has built a good relationship between two countries and has been supporting each other in many aspect such as politics, economy and culture. The reason is because the era of United Silla Kingdom has been taking and learning the culture of China at that time. Therefore , South Korea go through a space of acculturation culture especially the way South Korea planned its Mid Autumn Festival. The writer wants to analyse the acculturation culture that happens in South Korea regarding the Mid Autumn Festival with the set of mind to witness the process of the acculturation and finding the reason behind it why it happens. The writer uses qualitative methods which is book study method and observation to do some research that is related to acculturation by Koentjaraningrat. The process of acculturation that happens in the Mid Autumn Festival has shown us that South Korea in the era of United Silla Kingdom has been greatly effected by China Tang Dynasty .(J) Keywords : United Silla, Tang Dynasty, Acculturation, Tradition, Mid Autumn Festival ABSTRAK Tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim gugur merupakan salah satu tradisi yang terkenal dan telah berakar kuat di dalam benak masyarakat khususnya pada negara Korea Selatan. Festival ini merupakan perayaan terbesar di Korea Selatan dan merupakan hari raya penting dalam sejarah kebudayaan Korea. Negara Tiongkok pada jaman Dinasti Tang dengan Korea pada jaman Silla Bersatu memiliki hubungan kerjasama yang erat, baik di bidang politik, ekonomi, maupun budaya. Hal tersebut menyebabkan Silla Bersatu menyerap unsur-unsur budaya yang ada pada Dinasti Tang sehingga mengalami proses akulturasi budaya terutama pada tata cara perayaan tradisi festival pertengahan musim gugur. Penulis ingin menganalisa akulturasi budaya Tiongkok yang terjadi pada tata cara perayaan tradisi festival pertengahan musim gugur di Korea Selatan dengan tujuan untuk mengetahui proses akulturasi yang terjadi dan hal yang melatarbelakangi terjadinya akulturasi tersebut. Penulis menggunakan metode kualitatif yang terdiri dari metode studi pustaka dan obervasi untuk melakukan penelitian yang didukung dengan teori akulturasi menurut Koentjaraningrat. Proses akulturasi yang terjadi pada tata cara perayaan tradisi festival pertengahan musim gugur di Korea Selatan membuktikan bahwa negara Korea pada jaman Silla Bersatu mendapat pengaruh yang sangat besar dari Dinasti Tang Tiongkok.(J) Kata Kunci : Silla Bersatu, Dinasti Tang, Akulturasi, Tradisi, Chuseok 1 2 PENDAHULUAN Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat. Salah satu bentuk tradisi yang terkenal dan telah berakar kuat di dalam benak masyarakat adalah tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur. Di Tiongkok perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur ini dikenal dengan sebutan Mooncake Festival ( 中 秋 节 ) dan di Indonesia sendiri dikenal sebagai Festival Perayaan Kue Bulan, sementara di negara Korea Selatan tradisi ini dikenal dengan nama Chuseok Festival (추석, 秋夕) Tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur ini biasanya dilaksanakan pada tanggal lima belas bulan ke delapan sesuai dengan penanggalan kalender lunar. Tradisi ini dirayakan oleh keturunan Tiongkok yang ada di sejumlah negara di berbagai penjuru dunia. Namun adapula negaranegara yang pada dasarnya mempunyai tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur ini, diantaranya adalah negara Tiongkok, Jepang, Korea Utara dan Korea Selatan. Tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan telah ada dan dikenal sejak periode awal kerajaan Silla. Pada saat itu tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur dikenal dengan sebutan Hangawi (한가위) ("han" = "raya", "gawi" = "tengah", "hari besar di tengahtengah musim gugur"). Menurut catatan sejarah, perayaan Chuseok Festival di Korea Selatan diawali dengan diadakannya kompetisi menenun selama satu bulan penuh antara dua tim yang diselenggarakan pada masa pemerintahan raja Yuri zaman kerajaan Silla (24-57 SM). Pengumuman pemenang kompetisi menenun akan diumumkan oleh raja pada tanggal lima belas bulan delapan penanggalan kalender lunar. Tim yang kalah harus menyediakan makanan, minuman,dan hiburan kepada tim pemenang. (Suh Cheng Soo,2004) Negara Tiongkok yang juga memliki tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur ini memiliki budaya yang paling gemilang dan menjadi sumber budaya negara lain yang mempengaruhi budaya-budaya di beberapa negara Asia , terutama pada jaman Dinasti Tang. Dinasti Tang (618-907 M) adalah jaman dimana Negara Tiongkok mencapai puncak kejayaannya dengan politik yang stabil, ekonomi yang berkembang dan budaya yang maju. Negara Korea jaman Silla Bersatu (통일 신라) (668-935 M) mendapat pengaruh yang cukup besar dari dinasti Tang. Tidak hanya dalam segi politik, tetapi juga segi ekonomi dan budaya. Di dalam buku yang berjudul “Mitos dan Legenda China” menjelaskan bahwa Hari ke-15 bulan-8 adalah Festival Pertengahan Musim Gugur, yang dikenal oleh orang-orang asing sebagai hari segala arwah. Pada festival ini para wanita menyembah bulan, memberikan persembahan berupa kuekue, buah buahan, dan sebagainya. (Johan Japardi, 2008) serta di dalam buku yang berjudul “Memory and Honor” memaparkan Chuseok merupakan hari raya penting dalam sejarah kebudayaan Korea. Pada perayaan Chuseok seluruh sanak keluarga berkumpul melakukan ritual dan memberikan persembahan kepada nenek moyang mereka sebagai tanda terima kasih telah diberkati hasil panen yang melimpah. (Kim Simon, 2013) Agar pembahasan penelitian ini tidak meluas, maka penulis membuat cakupan penelitian yaitu perbandingan makna tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur antara negara Tiongkok dan negara Korea Selatan serta akulturasi budaya Tiongkok yang terjadi pada tata cara perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif yang penulis gunakan terdiri dari metode studi pustaka dan observasi. Penulis menggunakan metode studi pustaka dengan melakukan pencarian data-data melalui jurnal, artikel, buku, dan hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penulis. Pengumpulan data juga dilakukan dengan menggunakan media online seperti e-book. Adapun metode lain yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan menggunakan metode observasi dengan pengamatan langsung pada tahun 2013 dan 2014. Dimana penulis mengalami perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur secara langsung di negara Korea Selatan. Setelah mendapatkan sumber-sumber data yang diinginkan, penulis mulai menganalisis apa perbedaan makna dasar perayaan tradisi Festival Pertengahan Musim Gugur di negara Tiongkok dan Korea Selatan serta menganalisis akulturasi budaya Tiongkok apa saja yang ada pada perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan dengan menggunakan teori akulturasi menurut Koentjaraningrat. 3 HASIL DAN BAHASAN 4.1 Hubungan Dinasti Tang Tiongkok dengan Kerajaan Silla Bersatu Korea Dinasti Tang (618-907 M) adalah dinasti yang paling berjaya di negara Tiongkok. Silla Bersatu (동일 신라) (668-935 M) adalah salah satu jaman dinasti kekaisaran Korea yang terkena pengaruh yang cukup besar dari Dinasti Tang Tiongkok. Tidak hanya dalam bidang politik dan ekonomi yang terpengaruh oleh Dinasti Tang, tetapi dalam bidang budaya juga mendapatkan pengaruh yang cukup besar. Contohnya kaligrafi, teh, makanan, agama, sutra, pakaian dan lain-lain. Sebelum Silla Bersatu terbentuk, Dinasti Kekaisaran Tiga Negara sedang berkuasa di Korea, yang terdiri dari Goguryeo, Baekje dan Silla. Silla adalah kekaisaran yang terlemah dan terbelakang diantara ketiga kekaisaran ini. Di bawah tekanan Goguryeo yang bekerja sama dengan Baekje melawan Silla, Silla yang tersudut meminta bantuan dari Dinasti Tang Tiongkok, karena letak Silla secara geografis sangat strategis dengan Dinasti Tang Tiongkok. Melalui aliansi militer dengan Dinasti Tang, Silla berhasil mengalahkan Goguryeo dan Baekje dan kemudian menyatukannya dengan nama Silla Bersatu dan setelah itu Silla bersatu mencapai puncak kejayaannya. Setelah Silla Bersatu terbentuk , Silla bersatu tetap mempertahankan hubungan yang baik dengan Dinasti Tang, sehingga terjadilah akulturasi budaya antar kedua negara tersebut melalui jalur ekonomi, pertukaran pelajar dan perdagangan dengan Dinasti Tang Tiongkok. Dalam bidang politik, kedua negara saling mengutus duta negaranya masing-masing. Setiap kali mengutus duta, Silla Bersatu selalu mempersembahkan barang-barang berharga pada kaisar Dinasti Tang yang berupa kuda poni, obat-obatan seperti gingseng, perhiasan , kulit binatang dan lainlain. Sebagai imbalannya, Dinasti Tang juga memberikan hadiah yang bernilai tinggi kepada kaisar Silla Bersatu yang berupa alat sulaman, pakaian tradisional Dinasti Tang, dan barang kesenian yang terbuat dari emas dan logam. Dalam hubungan kerjasama tersebut hubungan kedua negara juga menjadi semakin erat. Dalam bidang ekonomi dan perdagangan, banyak pedagang Silla Bersatu yang datang ke Chang’ an, Ibukota dari Dinasti Tang Tiongkok, untuk melakukan transaksi jual-beli. Banyak barang yang diekspor ke Korea Silla Bersatu, seperti sutra, daun teh, koleksi buku, barang- barang kerajinan tangan dan lain-lain. (王小甫,2000) Kerjasama ini menyebabkan rakyat Silla Bersatu menerima pengaruh budaya Dinasti Tang sehingga terjadilah akulturasi budaya antara kedua negara tersebut hingga saat ini. Meskipun negara Korea sejak tahun 1950 terbagi menjadi dua negara yaitu negara Korea Utara dan negara Korea Selatan yang kita kenal saat ini. Namun kebudayaan yang ditinggalkan masih dapat terlihat dan dipraktekkan hingga saat ini. 4.2 Perbedaan makna dasar Festival Pertengahan Musim Gugur di negara Tiongkok dan Korea Selatan Tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur biasanya dilaksanakan pada tanggal lima belas bulan ke delapan sesuai dengan penanggalan kalender lunar. Tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur ini dirayakan oleh keturunan Tiongkok yang ada di sejumlah negara di berbagai penjuru dunia. Namun adapula negara-negara yang pada dasarnya mempunyai tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur ini, diantaranya adalah negara Tiongkok dan Korea Selatan. Meskipun negara-negara tersebut pada dasarnya sudah mempunyai tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur, namun makna dasar festival tersebut di masing-masing negara tidaklah sama. 4.2.1 Makna Festival Pertengahan Musim Gugur di negara Tiongkok Festival Pertengahan Musim Gugur ( 中秋节 ) atau yang dikenal dengan sebutan Festival Perayaan Kue Bulan merupakan hari raya panen, hari suka cita yang dilambangkan dengan kehadiran bulan purnama penuh dan merupakan salah satu festival penting di Tiongkok. Tradisi perayaan ini pertama kali muncul pada zaman Dinasti Xia dan Dinasti Shang (2000-1600 SM). Pada zaman Dinasti Shang, leluhur bangsa Tiongkok masih menganut kepercayaan shamanisme dan memuja bulan. Pemujaan terhadap bulan bermula dari kepercayaan masyarakat setempat pada jaman dahulu yang menganggap bulan sebagai suatu simbol yang mistik. Mereka percaya bahwa bulan memiliki nyawa, kekuatan, dan kemampuan yang luar biasa. Oleh sebab itu, bulan dijadikan masyarakat jaman dahulu sebagai objek pemujaan untuk memohon perlindungan dan pemberkatan. (李东秦,2011) 4 Tradisi perayaan pertengahan musim gugur ini pada dasarnya bersifat secara ritual. Tradisi ritual ini berasal dari latar belakang pertanian Tiongkok, dimana petani memohon pada Dewa Bumi agar diberi musim yang baik. Di akhir masa panen yang bertepatan sekitar pertengahan bulan ke-8 (imlek), para petani akan mengadakan ritual pemujaan terhadap Dewa Bumi yang telah memberikan hasil panen yang berlimpah sebagai rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada Dewa Bumi. Selain itu, pada malam hari semua anggota keluarga berkumpul di halaman rumah, mempersembahkan dupa besar, kue , buah, dan sayuran hasil panen untuk memuja Dewi Bulan. Mereka percaya bahwa dengan adanya ritual pemujaan tersebut, mereka akan diberkati panen yang melimpah di tahun berikutnya. Namun ritual pemujaan tersebut baru popular dan menjadi tradisi tetap ketika masa Dinasti Tang (618-907). Tradisi tersebut mulai dikenal di kalangan rakyat banyak dan menjadi sebuah festival resmi pada masa Dinasti Song (960-1279 M) serta menjadi populer sebagai Festival Pertengahan Musim Gugur pada masa Dinasti Ming dan Dinasti Qing (1368 - 1644). (杨琳,2000) Di Tiongkok pada hari pertengahan musim gugur , bulan tampak sangat bulat dan indah. Bagi orang Tiongkok bulan melambangkan simbol reuni, berkumpul kembali secara utuh ( 团圆 / Tuányuán). Pada hari ini, kerabat dan keluarga yang pergi merantau jauh akan pulang berkumpul kembali bersama-sama dan menyantap kue bulan sambil menikmati indahnya bulan purnama. Makna utamanya adalah untuk menjalin kebersamaan diantara keluarga. Oleh sebab itu, Festival pertengahan musim gugur ini kerap dikenal juga sebagai Reunion Festival (团圆节/ Tuányuán jié). Di Tiongkok, Festival Pertengahan Musim Gugur ini juga untuk memperingati kemenangan Zhu Yuan Zhang yang berhasil menggulingkan Dinasti Yuan. Saat ini Festival Pertengahan Musim Gugur telah menjadi perayaan besar kedua setelah hari raya imlek. 4.2.2 Makna Festival Pertengahan Musim Gugur di negara Korea Selatan Tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan dikenal dengan nama Chuseok (추석) yang memiliki arti hari bulan purnama. Tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan telah ada dan dikenal sejak periode awal kerajaan Silla. Pada saat itu tradisi perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur dikenal dengan sebutan Hangawi(한가위) ("han" = "raya", "gawi" = "tengah", "hari besar di tengah-tengah musim gugur"). Menurut catatan sejarah, perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan diawali dengan diadakannya kompetisi menenun / gabae (가배) selama satu bulan penuh antara dua tim yang diselenggarakan pada masa pemerintahan raja Yuri, zaman kerajaan Silla (24-57 SM). Pengumuman pemenang kompetisi menenun akan diumumkan oleh raja pada tanggal lima belas bulan delapan penanggalan kalender lunar. Tim yang kalah harus mengadakan pesta dengan menyediakan makanan, minuman,dan hiburan kepada tim pemenang. (Suh Cheng Soo,2004) Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan diadakan untuk merayakan keberhasilan panen, sehingga disebut juga hari panen. Di hari tersebut, seluruh sanak keluarga berkumpul dan melakukan persembahan menggunakan barang-barang hasil panen kepada leluhur mereka sebagai tanda terima kasih dan rasa syukur mereka karena telah diberkati panen yang berlimpah. Di jaman sekarang, perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur ini menjadi kesempatan orang korea untuk pulang ke kampung halaman untuk mengunjungi makam leluhur. Di pagi hari, orang korea melakukan penghormatan kepada arwah leluhur mereka dalam bentuk ziarah ke makam untuk merapikan tanaman dan tanah yang berada di sekitar makam. Biasanya arwah leluhur disuguhi makanan, buah-buahan dan minuman serta hasil panen di altar persembahan. Pada hari perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur, orang korea akan saling berbagi makanan, membuat songpyeon, dan bermain permainan tradisional. Lain halnya dengan Tiongkok, Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan ini merupakan perayaan tradisi terbesar di Korea Selatan. 4.3 Akulturasi budaya Tiongkok yang ada pada tata cara perayaan tradisi Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan. Kerjasama antara Dinasti Tang dan Silla Bersatu berawal dari aliansi perang. Saat dinasti Kekaisaran Tiga Negara sedang berkuasa di Korea, yang terdiri dari Goguryeo, Baekje dan Silla. Silla adalah kekaisaran yang terlemah dan terbelakang diantara ketiga kekaisaran ini. Di bawah tekanan Goguryeo yang bekerja sama dengan Baekje melawan Silla, Silla yang tersudut meminta bantuan dari Dinasti Tang Tiongkok. Melalui aliansi dengan Dinasti Tang, Silla berhasil memukul mundur Goguryeo dan Baekje, sehingga mempersatukan Korea dengan nama Silla Bersatu dan mencapai puncak kejayaannya. Dinasti Tang dan Silla Bersatu melanjutkan kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, hubungan dagang dan budaya( 王 小 甫 ,2000).Budaya Dinasti Tang mempengaruhi budaya Silla Bersatu, contohnya dalam cara perayaan tradisi, khususnya pada perayaan 5 tradisi Festival Pertengahan Musim Gugur. 4.3.1 Akulturasi budaya Tiongkok pada tradisi ritual persembahan Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan Jauh sebelum Konfusianisme dan Buddha dikenal di Korea, Shamanisme telah menjadi suatu kepercayaan bagi orang-orang Korea kuno(Song Oak Lee,2009). Sebagai salah satu kepercayaan masyarakat, Shamanisme mempercayai bahwa tubuh manusia terdiri dari badan jasmani dan rohani, bahkan terkadang di dalam satu jasmani terdapat beberapa roh. Selain dianggap sebagai kekuatan hidup yang paling vital bagi jasmani, roh juga dianggap tidak akan pernah mati. Bila jasmani mati maka roh akan tetap hidup selamanya di dunia yang lain, atau kembali lahir dalam bentuk yang lain. Penganut Shamanisme di Korea melakukan pemujaan terhadap roh yang dipercaya ada di semua benda di dunia ini, termasuk batu, pohon, gunung dan aliran air. Salah satu aspek yang sangat dipercayainya adalah keberadaan roh orang yang meninggal. Dalam ritual pemujaan Shamanisme, mereka menggunakan mediator antara dunia manusia dan dunia roh-roh yang disebut dengan Shaman. Lewat ritual eksotik Kut, seorang Shaman berhubungan dan berdialog dengan roh-roh. Ritual-ritual yang dilakukan oleh Shaman merupakan fenomena religius yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat Korea dan sejak jaman dahulu dilakukan oleh seluruh level masyarakat dari kalangan bangsawan sampai rakyat jelata. Biasanya ritual pemujaan yang dilakukan didasari dengan tujuan memohon kebaikan yaitu melakukan ritual untuk memohon panen yang melimpah , menghilangkan wabah penyakit, dan mengarahkan roh-roh orang yang sudah meninggal ke surga (Yuliawati.DW,2012). Seiring berjalannya waktu, ritual-ritual yang dilakukan telah mengalami banyak perubahan sejak jaman Tiga Kerajaan Korea (57 SM- 935 SM). Paham dan kepercayaan pertama kali masuk ke Korea adalah agama Buddha dan paham Konfusianisme. Agama Buddha pertama kali diperkenalkan ke Korea melalui Tiongkok pada masa kerajaan Goguryeo pada tahun 372. Letak lokasi kerjaaan Goguryeo yang dekat dengan Tiongkok membuat mereka mengadopsi budaya Tiongkok dan Buddhisme. Sekitar pada abad ke-4 Masehi paham Konfusianisme pertama kali diterima di kerajaan Goguryeo, lalu berturut-turut ke Baekje dan Silla. Pada jaman ini, agama Buddha menjadi agama negara dan menjadi fondasi spiritual yang kuat. Selain agama Buddha, paham Konfusianisme telah menjadi pedoman bagi masyarakat Korea dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Claudia.YK,2011). Berkembangnya agama Buddha dan paham Konfusianisme yang cepat sangat mempengaruhi kepercayaan tradisional rakyatnya. Masuknya filsuf-filsuf serta berbagai buku-buku dengan ajaran paham Konfusianisme dari Tiongkok membawa dampak pada sistem penyelenggaraan pemerintahan korea pada saat itu. Adanya keinginan mencontoh kebudayaan Tiongkok membuat kerajaan Goguryou, Baekje dan Silla mengangkat Konfusianisme menjadi ideologi politik negara dengan tujuan membuat tata kehidupan menjadi lebih baik, teratur dan maju. Aneka ritual Konfusianisme yang ada diakui sebagai budaya religius Korea yang penting. Secara umum ritual Konfusianisme dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu ritual yang diselenggarakan pada lingkup keluarga dan ritual yang diselenggarakan oleh lingkup kerajaan(Yuliawati.DW,2012). Hingga saat ini hampir seluruh masyarakat masih menyelenggarakan ritual-ritual tersebut, terutama ritual keluarga dalam bentuk ritual upacara pernikahan dan upacara persembahan. Kesetiaan, kepatuhan, kesolehan serta rasa terima kasih orang Korea terhadap lelulurnya terekspresikan lewat berbagai ritual, terutama upacara persembahan yang mereka lakukan secara rutin dua kali setiap tahunnya yang dikenal dengan sebutan Charye. Charye (차례, 茶禮) merupakan salah satu ritual peringatan leluhur yang telah dilakukan selama ribuan tahun di Korea. Ritual peringatan Charye dilaksanakan berdasarkan pengaruh dari ajaran Buddha dan paham Konfusianisme (Claudia.YK,2011). Charye hanya diperingati dua kali dalam setahun pada saat perayaan dua hari raya besar di korea yaitu pada saat perayaan tahun baru lunar dan perayaan Chuseok. Ritual peringatan leluhur charye pada kedua hari raya besar ini, dalam sisi ritual tidak ada perbedaan namun yang membedakannya adalah makanan yang dipersembahkan pada saat ritual tersebut. Makanan yang dipersemba hkan pada saat charye perayaan tahun baru lunar berupa sup kue beras atau yang dikenal dengan sebutan Tteokguk (떡국/ 年 糕 汤 ), sedangkan makanan yang dipersembahkan pada saat Charye perayaan Chuseok berupa makanan-makanan hasil panen dan olahannya yang masih segar seperti nasi, buah-buahan, kue serta minuman alkohol. (佚名,2010) Pada hari raya Chuseok, Charye dilakukan di rumah pada pagi hari dan seluruh keluarga harus mengenakan pakaian tradisional mereka melakukan ritual peringatan untuk nenek moyang 6 mereka. Charye biasanya dilakukan untuk memperingati dan menghormati leluhur dengan periode empat generasi sebelumnya(Aran.Han,2008). Makna dari Charye adalah untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa para leluhur serta memohon perlindungan untuk keturunan sanak keluarga agar senantiasa dilindungi dan diberkati oleh para leluhur. Bagi para keturunan silsilah keluarga, mereka selalu percaya bahwa roh para leluhur mereka masih hidup dan selalu melindungi mereka. Oleh sebab itu, mereka sangat menghormati nenek moyang mereka dengan cara mempersiapkan makanan khusus untuk menjamu mereka di altar persembahan. Sebelum masuknya paham Konfusianisme ke Korea ritual persembahan dilakukan berdasarkan kepercayaan Shamanisme(孙雪岩,2010). Pada saat itu ritual persembahan dilakukan pada saat bulan purnama dengan tujuan mengucap rasa syukur atas keberhasilan panen serta memohon panen yang melimpah untuk masa panen yang akan datang kepada para leluhur dan para roh-roh yang dipercaya senantiasa memberkati mereka. Dalam ritual persembahan tersebut mereka menggunakan Shaman sebagai mediator untuk menghubungkan komunikasi mereka dengan para roh. Namun, setelah masuknya paham Konfusianisme di korea praktek ritual yang dipimpin oleh seorang Shaman tersebut sudah bergeser dan jarang dipraktekan lagi di berbagai ritual persembahan. Pada ritual persembahan yang dilakukan pada saat ini penghormatan kepada leluhur dilambangkan dengan sebuah papan arwah yang bertuliskan nama leluhur mereka dengan urutan empat generasi sebelumnya(Yuliawati.DW,2012). Selain memberikan pemujaan dan persembahan makanan kepada para leluhur pada pagi hari, masyarakat korea juga harus mengunjungi dan melakukan ritual persembahan di makam leluhur mereka yang dikenal dengan sebutan Seongmyo(성묘/掃墓). Berbeda dengan Charye yang melakukan ritual persembahan untuk mengenang empat generasi leluhur sebelumnya, Seongmyo dilakukan untuk mengenang para leluhur dengan periode lima atau lebih generasi sebelumnya. Seongmyo biasanya dilakukan setelah ritual Charye selesai dilaksanakan. Seluruh keluarga pergi bersama-sama mengunjungi makam leluhur mereka dengan membawa makanan olahan hasil panen, buah-buahan serta minuman alkohol dan dipersembahkan di depan makam leluhur mereka. Seluruh keluarga bersujud melakukan penghormatan di depan makam leluhur mereka seperti layaknya mereka melakukan penghormatan kepada orang tua dan senior mereka yang masih hidup. Selain mengunjungi makam dan melakukan persembahan serta penghormatan kepada para leluhur, mereka juga membersihkan rumput-rumput yang ada di sekitar makam leluhur mereka yang dikenal dengan sebutan Beolcho (벌초/伐草). Kegiatan membersihkan makam ini biasanya dilaksanakan seminggu maupun sehari sebelum perayaan Chuseok. Kebiasaan ini dianggap sebagai tugas dan ekspresi pengabdian serta menghormati satu keluarga. (Junglim.Kim,2009) Kegiatan mengunjungi makam leluhur seperti yang terdapat di perayaan Chuseok Korea juga terdapat di negara Tiongkok. Di Tiongkok kegiatan serupa dirayakan secara terpisah dan menjadi perayaan tersendiri. Di Tiongkok kegiatan Seongmyo dan Beolcho ini dikenal dengan sebutan Qingming Festival ( 清 明 节 / qīng míng jié). Qingming festival merupakan ritual tahunan etnis Tiongkok untuk bersembahyang dan ziarah ke kuburan sesuai dengan ajaran Konfusianisme. Festival ini biasanya jatuh pada tanggal 4 atau 5 bulan ke-4 sesuai dengan penanggalan kalender lunar. Festival ini dicetuskan oleh kaisar XuanZhong dari Dinasti Tang (唐玄宗/ Táng xuánzōng). pada tahun 732. Beliau menilai kebiasaan rakyatnya terlalu sering memaksakan diri untuk mengadakan upacara pemujaan leluhur dengan cara yang terlalu mahal dan rumit. Melihat kondisi tersebut kaisar menitahkan sejak saat itu upacara pemujaan untuk para leluhur cukup dilakukan pada pertengahan musim semi saja dengan cara mengunjungi kuburan nenek moyang pada hari Qingming (林继富,苏日 娜,2008). Bagi orang Tiongkok, hari Qingming merupakan suatu hari untuk mengingat dan menghormati nenek moyang mereka. Setiap orang berdoa di depan nenek moyang, menyapu dan membersihkan area di sekitar makan serta bersembahyang dengan melakukan persembahan makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang sebagai bentuk hormat kepada nenek moyang mereka. Masuknya ajaran Buddha dan Konfusianisme dari Tiongkok memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat Korea. Hal ini dapat terlihat pada pengaruh ritual peringatan leluhur Charye,Seongmyo dan Beolcho dari sisi pelaksanaan dan makna dibalik ritual tersebut. Meskipun demikian, masyarakat korea hingga saat ini tetap berlandaskan kepercayaan tradisional mereka (Shamanisme) dalam melakukan ritual persembahan, dimana mereka percaya bahwa roh nenek moyang mereka selalu hidup dan senantiasa berada di samping mereka. 4.3.2 Akulturasi budaya Tiongkok pada pakaian tradisional wanita Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan 7 Kerjasama antara Dinasti Tang dengan Silla Bersatu yang berawal dari aliansi perang membuat Dinasti Tang dan Silla Bersatu melanjutkan kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, hubungan dagang, dan budaya. Budaya Dinasti Tang mempengaruhi budaya Silla Bersatu, salah satu contohnya dalam bidang pakaian tradisional. Di korea, pada masa tiga kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan memakai baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat yang dilapisi rok berukuran panjang di bagian luar, serta memakai jubah seukuran pinggang yang diikatkan di pinggang. (许婷 婷、邝海宝,2011) Berbeda halnya dengan pakaian wanita pada jaman Dinasti Tang, pakaian wanita Dinasti Tang anggun dan bermartabat, terbuat dari bahan yang bermutu bagus seperti bahan sutra. Bahan ini memberikan satu perasaan yang sabar dan tenang kepada orang yang memakainya dan memperlihatkan aura kecantikan wanita(Liming Wei,2010). Pada pakaian wanita Dinasti Tang mereka memakai rok yang sangat panjang hingga menutupi bagian dada dan diikatkan dengan menggunakan sebuah tali di bagian dada yang memberikan kesan menonjol dan seksi. Pada bagian luar memakai pakaian tipis yang berbentuk jubah pendek berlengan panjang. Pakaian tradisional wanita Korea berubah setelah menerima pengaruh dari Dinasti Tang. Rok untuk wanita korea berubah naik sampai setinggi dada yang membuat kesan wanita terlihat lebih tinggi dan mulai menggunakan bahan sutra dengan mengikuti gaya pakaian wanita Dinasti Tang. Pakaian tersebut dipakai di seluruh lapisan masyarakat Korea, mulai dari kaum bangsawan hingga rakyat jelata. Akan tetapi, mereka tetap mempertahankan gaya khas pakaian tradisional mereka dengan mempertahankan keindahan corak-corak garis yang sederhana dan indah. Corak garis di Korea melambangkan kebijaksanaan dan kesucian yang dimiliki oleh wanita Korea. Perubahan yang terjadi merupakan salah satu contoh proses akulturasi antara Dinasti Tang dengan Silla Bersatu membuktikan pengaruh Dinasti Tang sangatlah besar pada jaman Silla Bersatu sehingga membuat Korea menyerap budaya pakaian tradisional Dinasti Tang. Pada jaman sekarang, pakaian tradisional Korea sudah tidak digunakan untuk keperluan sehari-hari melainkan hanya dipakai pada saat perayaan penting seperti pada saat perayaan tahun baru dan perayaan Chuseok. Pada saat perayaan Chuseok, seluruh keluarga wajib mengenakan pakaian tradisional mereka yang kini dikenal dengan sebutan Hanbok (한복/韓服). Kebiasaan ini dikenal sebagai Chuseokbim (추석빔) yang memiliki arti menghiasi penampilan diri dengan pakaian baru untuk menyambut pesta(TNAKL,2003). Pada saar Chuseok hanbok dikenakan pada saat ritual penyembahan leluhur Charye dan Seongmyo. 4.3.3 Akulturasi budaya Tiongkok pada makanan sesajian wajib Festival Pertengahan Musim Gugur di Korea Selatan Festival Pertengahan Musim Gugur pada umumnya identik dengan kue bulan. Di Tiongkok kue bulan menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Pertengahan Musim Gugur. Kue bulan biasanya menjadi penganan sesajian pada persembahan dan penghormatan pada leluhur serta penyembahan terhadap bulan di Tiongkok. Kue bulan Tiongkok berbentuk bundar bulat seperti layaknya bentuk bulan. Kue bulan Tiongkok berukuran kurang lebih 10 cm dengan tebal diameter 3 hingga 4 cm(佚名,2010). Kue bulan Tiongkok terdiri dari berbagai macam variasi rasa, diantaranya kacang wijen, kacang mete, kacang hitam, kacang tanah, serta kombinasi kacang hitam dengan kismis, dan kacang hitam dengan telur asin. Di Tiongkok kue bulan melambangkan kebulatan dan keutuhan. Jika di Tiongkok terdapat kue bulan, di Korea juga memiliki sajian wajib yang disajikan pada saat Festival Pertengahan Musim Gugur yang dikenal dengan sebutan Songpyeon (송편/ 松 饼 ). Songpyeon merupakan kue yang terbuat dari tepung beras dengan bentuk bulan sabit yang diisi dengan kacang atau wijen. Kue ini disebut songpyeon karena pada saat dikukus, kue tersebut dilapisi dengan daun pinus sehingga menimbulkan aroma pinus yang sangat harum aromanya(NFMK,2007). Di Korea songpyeon hanya disajikan pada saat perayaan Chuseok yaitu pada saat ritual persembahan Charye dan Seongmyo. Pada jaman dahulu sebelum adanya pengaruh budaya Tiongkok masuk ke Korea, songpyeon hanyalah sebuah kue beras biasa yang tidak memiliki bentuk yang pasti serta tidak memiliki isi seperti songpyeon yang kita ketahui sekarang(Suh Cheng Soo,2004). Adanya aliansi perang antara Dinasti Tang dengan Silla Bersatu membuat Budaya Tiongkok masuk ke Korea dan beradaptasi dengan kebudayaan Korea setempat. Budaya Tiongkok secara transparan masuk ke Korea melalui kerjasama-kerjasama yang dilakukan oleh Dinasti Tang dan Silla Bersatu. Budaya Tiongkok yang masuk ke Korea pada saat itu mempengaruhi budaya Korea di berbagai aspek salah satunya pada 8 makanan.sesajian pada ritual persembahan. Pada jaman Dinasti Tang, jiaozi merupakan makanan yang populer dan berkembang dalam berbagai ukuran dan bentuk yang artistik serta diisi dengan berbagai kombinasi daging dan sayuran. Jiaozi masuk ke Korea dibawa dari Tiongkok pada jaman Silla Bersatu melalui hadiah yang dibawa dari duta utusan Dinasti Tang ke Silla Bersatu Korea sebagai hadiah. (王小甫,2000) Dalam catatan sejarah, sejak jaman tiga kerajaan di Korea terdapat dua simbol bentuk yang melambangkan dua dinasti kerajaan yang terkuat di Korea pada saat itu yaitu Silla dan Baekje. Pada era dinasti Baekje pemerintahan Raja Uija penyampain pesan rahasia dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol dan kata sandi. Simbol bulan purnama dan bulan sabit ditemukan di belakang punggung kura-kura yang melambangkan Baekje sebagai simbol bulan purnama, sedangkan Silla sebagai simbol bulan sabit. Simbol-simbol tersebut memiliki makna ramalan akan jatuhnya pemerintahan Baekje dan bangkitnya Silla. Ramalan tersebut ternyata menjadi kenyataan ketika Baekje dikalahkan oleh Silla dalam perang. Sejak saat itu, masyarakat Korea mulai mengacu pada bentuk bulan sabit sebagai indikator kemenangan dan masa depan yang cerah. (Suh Cheng Soo,2004) Untuk memperingati keberhasilan Silla dalam peperangan melawan Baekje yang dibantu dengan aliansi dari Dinasti Tang Tiongkok, mulai saat itu masyarakat Korea memperbaharui kue sesajian ritual persembahan sebagai rasa terima kasih dalam bentuk bulan sabit terutama pada saat perayaan Chuseok. Hal tersebut mereka lakukan dengan harapan mendapatkan keberuntungan dan hasil panen yang berlimpah di tahun berikutnya. Untuk menghormati Dinasti Tang Tiongkok yang sudah berjasa membantu Silla dalam melawan Baekje, kue sesajian ritual persembahan dibentuk menyerupai pembuatan jiaozi yang merupakan makanan populer Dinasti Tang yang dibawa ke Silla Bersatu Korea. Kue sesajian untuk ritual persembahan yang pada awalnya tidak memiliki bentuk yang pasti dan tidak memiliki isi, saat ini sudah dibentuk seperti bulan sabit dan diisi dengan kacang atau wijen menyerupai bentuk jiaozi di Tiongkok. Meski dalam cara pembuatan dan bentuknya mengapdosi budaya dari Tiongkok akan tetapi mereka tetap mempertahankan ciri khas makanan mereka yaitu bahan kulit kue yang digunakan tetap menggunakan bahan kue yang terbuat dari tepung beras seperti kue sesajian ritual persembahan pada awalnya, serta mereka mempertahankan ciri khas pada makanannya yang kuat akan warna pada penataan dan penggunaan bahan-bahan alami dalam memberikan warna pada makanan yang disajikan. Kue sesajian ritual persembahan yang telah berubah bentuk tersebut dipertahankan hingga saat ini di Korea yang dikenal dengan sebutan songpyeon. Seiring perkembangan jaman, isi dari songpyeon pun berkembang menjadi beraneka ragam diantaranya biji wijen, kacang hitam, kayu manis, kacang pinus, walnut, cokelat, jujube, daging, dan madu. Pada saat malam sebelum Chuseok, semua anggota keluarga akan duduk bersama membuat songpyeon sambil melihat bulan purnama. Menurut mitos yang ada, bagi orang yang dapat membuat songpyeon yang indah bentuknya dipercaya akan menemukan pasangan hidup yang baik atau melahirkan bayi yang cantik(孙雪岩,2010). Adanya mitos ini membuat masyarakat korea berlombalomba membuat songpyeon dengan bentuk yang paling indah. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan penulis dapat dibuktikan bahwa Dinasti Tang adalah dinasti yang paling berjaya dan paling kuat di Tiongkok sehingga dapat mempengaruhi budaya negara-negara lain di sekitarnya. Kerjasama antara Dinasti Tang dengan Silla Bersatu yang berawal dari aliansi perang membuat Dinasti Tang dan Silla Bersatu melanjutkan kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, hubungan dagang, dan budaya. Melalui kerjasama-kerjasama yang terjalin antara Dinasti Tang dengan Silla bersatu membuat hubungan kedua negara tersebut terjalin sangat erat. Dinasti Tang Tiongkok terkenal akan sistem politik pemerintahan yang etis, teratur dan maju dan mengalami kemajuan dalam berbagai aspek seperti perdagangan, agama, budaya dan kesenian. Melihat keberhasilan Dinasti Tang Tiongkok, Silla Bersatu yang pada saat itu juga merupakan kerajaan yang mencapai puncak kejayaannya mulai mengadopsi konfusianisme sebagai ideologi negara serta budaya-budaya yang berkembang dari Dinasti Tang Tiongkok. Hal tersebut dilakukan oleh Silla Bersatu dengan tujuan menjadikan negaranya teratur dan maju seperti Dinasti Tang Tiongkok. Budaya Dinasti Tang yang diserap oleh Silla Bersatu pada saat itu tidak seluruhnya diterima dan diterapkan secara langsung dalam masyarakat ,melainkan kebudayaan yang diserap disesuaikan dengan kondisi keadaan negara Silla Bersatu pada saat itu. Budaya Tiongkok yang diserap oleh Silla 9 Bersatu terlihat jelas pada tata cara perayaan hari besar Chuseok yang dipertahankan hingga saat ini. Budaya Tiongkok yang diserap oleh Silla Bersatu pada perayaan Chuseok dapat terlihat pada ritual persembahan , pakaian tradisional wanita yang dikenakan pada saat perayaan, serta makanan sesajian wajib pada perayaan tersebut. Proses akulturasi yang terjadi pada tata cara perayaan Chuseok tersebut membuktikan bahwa negara Korea pada jaman Silla Bersatu mendapat pengaruh yang sangat besar dari Dinasti Tang Tiongkok. Saran Penulis berharap melalui penulisan ini dapat membuat setiap pembaca mengerti lebih dalam bagaimana proses akulturasi budaya Tiongkok mempengaruhi budaya negara lain, khususnya negara Korea Selatan pada tata cara perayaan hari besarnya, dan dapat menjadi sebuah referensi untuk penelitian yang sama atau yang sejenis. REFERENSI 王小甫.统一新罗在东亚世界中的地位——八九世纪唐代与新罗关系论[D].北京:北京大学历史 系,2000. 许婷婷、邝海宝. 浅析中朝传统服装的文化变迁——唐装与韩服的对比[D]. 雅加达:建国大学 中文系,2011. 李东秦.中秋节与月祭拜[D].湖北:中南民族大学民数学,2011. 杨琳.中国传统节日文化[M].北京:宗敎文化出版社,2000. 韩鉴堂.中国文化[M].北京:北京语言大学出版社,2005. 安廷山,祝君,安波.中国民族民俗博物馆概论[M].北京:紫禁城出版社,2009. 駱思嘉.中外文化交流[M].江苏:雜志社,2009. 林继富,苏日娜.民间信仰与民俗生活[M].北京:中央民族大学出版社,2008. 孙雪岩.中韩中秋节史科呈现及文化比较[D].北京:中央民族大学民族学与社会学学院,2010 北京语言文化大学.唐朝与新罗[Z].http://media.eblcu.cn/site/kj1/intro-productionblank.asp?id=273 2015/07/05 張厚耀.韓國人中秋節掃墓 [Z].http://hk.apple.nextmedia.com/supplement/culture/art/20130920/18430376 2013-920/ 2015-05-03 韩国传统节日--中秋 [Z].http://chinese.visitkorea.or.kr/chs/SI/SI_CHG_2_11.jsp?cid=809502 2014-08-27/ 2015-05/24 中秋节的当代意义[Z].http://www.docin.com/p-1029122621.html 2015-01-18/ 2015-06-03 佚名.韩国中秋节传统食品[Z].http://www.docin.com/p-810690497.html 2010-0924/2015/05/28 培华教育集团。韩国中秋节的传统[Z].http://www.docin.com/p-1188107714.html 2015-0617/ 2015-07-05 (秋夕)-韩国的中秋节[Z].http://www.docin.com/p-909269220.html 2014-02-05/2015-0528 韩国中秋节简介[Z].http://www.docin.com/p-929258200.html 2014-10-07/2015-05-28 中秋节的汗青流传、变更及现代意义[Z] http://www.docin.com/p-826573066.html 2014-0626/2015-04-29 Liao, Sabrina. (2001). Chinese Astrology. New York, USA : Grand Central Publishing Simon C, Kim. (2013). Memory and Honor. America : Liturgical Press Suh cheng, Soo.( 2004). An Encyclopedia of Korean Culture. Seoul, Korea : Center for Globalization of Korean Language and Culture TNAKL.(2003). An Illustrated Guid to Korean Culture. Seoul, Korea : Hakgojae Publishing Co. 10 Liming,Wei.(2010). Chinese Festivals Traditions,Customs and Rituals. Seoul,Korea: China Intercontinental Press Song-Oak,Lee.(2009). Korean Language and Culture.Seoul,Korea: SOTONG NFMK.(2007). Encyclopedia of Korean Seasonal Customs.Seoul,Korea: 길잡이미디어 Ruru,Zhou. (2014). The History and Origins of Mid-Autumn Festival ,access by 2015-05-28 from http://www.chinahighlights.com/festivals/mid-autumn-festival-history-origin.htm# Aran,Han.(2008). Chuseok Korea’s Thanksgiving Day, access by 2015-06-30 from http://www.ckva.org/documents/080913_chuseok.pdf Junglim,Kim.(2009). Chuseok: The Korean Thanksgiving Celebration.The Jeju Weekly access by 2015/06/15 from http://www.jejuweekly.com/news/articleView.html?idxno=1917 Japardi, Johan. (2008). Mitos dan Legenda China. Jakarta : PT Gramedia Pustaka. Utama Koentjaraningrat.(2002). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Claudia, YK.(2011).Pengaruh Ajaran Buddha dan Konfusianisme Terhadap Tata Cara dan Makna Ritual Pemakaman dan Peringatan Arwah Dalam Masyarakat Korea. Depok : Universitas Indonesia. Yuliawati, DW.(2012).Sekilas Tentang Shamanisme dan Konfusianisme di Korea.Fakultas Ilmu Budaya Korea. Yogyakarta : UGM. RIWAYAT PENULIS Juniana lahir di kota Jakarta pada 24 Juni 1993. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Sekolah Chandra Kusuma pada tahun 2011. Sri Haryanti lahir di Semarang pada tanggal 11 Juli 1973. Penulis menamatkan pendidikan Strata 1 Universitas Dharma Persada pada tahun 1998 , menamatkan pendidikan Strata 2 di Si Chuan Normal University pada tahun 2014. Saat ini penulis bekerja sebagai SCC Skill Umum pada jurusan Sastra China di Universitas Bina Nusantara, aktif di jurnal Lingua Cultura Universitas Bina Nusantara sebagai penyunting pelaksana.