Hidup Sehat itu Mudah

advertisement
Meet The Expert
Prof. DR. dr. Achmad Rudianto, SpPD-KEMD
Spesialis Penyakit Dalam, Sub-Spesialis Endokrin Metabolik, RSU
Syaiful Anwar/FK Universitas Brawijaya, Malang
“Hidup
Sehat itu Mudah:
Cukupi Sesuatu sesuai Kebutuhan dan Selalu Tawakal”
Ada yang berbeda dari wawancara dengan Guru Besar Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya ini. Jika biasanya tim Redaksi Medicinus menyambangi narasumber Meet The Expert langsung
ke tempat praktiknya. Namun kali ini, Redaksi MEDICINUS berkesempatan menemui Prof. DR. dr. Achmad
Rudijanto, SpPD-KEMD di sela-sela acara undangan yang tengah ia hadiri di Jakarta. Kesempatan emas ini
tidak kami sia-siakan dan pada akhirnya kami berhasil mencuri waktu pria berusia 67 tahun itu. Meskipun
mengakui bahwa semasa kecilnya ia tidak pernah berpikir menjadi seorang dokter, namun ketika sudah
sukses berkecimpung di dunia medis, cita-citanya ingin memeratakan akses fasilitas kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Berikut cerita serunya lewat wawancara Redaksi Medicinus (RM) bersama Prof.
DR. dr. Achmad Rudijanto, SpPD-KEMD (AR).
RM: Apa motivasi Profesor ingin berkecimpung di
dunia kedokteran/medis? Dan kenapa memilih
sub-spesialis Endokrinologi?
AR: Awalnya, saya dulu sama sekali tidak pernah
berpikir menjadi seorang dokter, bahkan tidak berpikir akan bercita-cita sebagai apa. Namun, seiring
berjalannya waktu, ketika saya menginjak bangku
sekolah menengah atas, kebetulan saya mempunyai
kenalan seorang dokter di Surabaya. Beliau menanyakan kepada saya apakah saya tertarik terjun ke
dunia medis dan karena waktu itu saya belum punya
gambaran apapun mengenai profesi seorang dokter,
jadi saya hanya menjawab bahwa saya tidak tertarik.
Akhirnya beliau pun memberikan gambaran yang
sejelas-jelasnya mengenai apa itu dan bagaimana
profesi dokter saat itu. Beliau menjelaskan bahwa
banyak hal yang bisa dilakukan melalui profesi ini
dan yang paling utama adalah kita bisa membantu
masyarakat dalam beberapa aspek, terutama aspek
kesehatan. Dan setelah saya mengambil pendidikan
kedokteran umum, ternyata apa yang dikatakan oleh
dokter tersebut semuanya benar. Lalu, kenapa saya
tertarik mengambil spesialis penyakit dalam dan sub
spesialis Endokrinologi, bahwa sub spesialis ini mencakup seluruh organ tubuh manusia dan pengaruh
hormon terhadap proses metabolisme tubuh manusia yang nantinya akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Bahkan saat
ini, gangguan hormon terutaman metabolik manusia menjadi penyakit dengan angka kejadian yang
mengalami peningkatan luar biasa. Sehingga, saya
berpikir bahwa jalur pekerjaan yang saya miliki sekarang sangat tepat untuk bisa berperan aktif dalam
menanggulangi atau paling tidak menimalisir angka
kejadian gangguan metaboli tersebut.
52
MEDICINUS
RM: Bagaimana suka-duka selama menjalani profesi
sebagai dokter ahli Endokrin?
AR: Pada dasarnya, saya bukan tipe orang yang menganggap semua permasalahan atau pekerjaan adalah suatu beban dan kesulitan, sehingga membuat
saya mellow ataupun stress dalam memikirkannya.
Saya selalu merasa enjoy dalam melakukan sesuatu,
termasuk dalam hal pekerjaan. Saya pun meyakini
bahwa dari setiap permasalahan di semua aspek kehidupan pasti akan ada ada jalan keluarnya. Dengan
begitu kita tidak terbebankan yang pada akhirnya
akan membuat kita stress dan penyakit pun akan
dengan mudah masuk ke dalam tubuh kita. Jadi prinsip itulah yang bisa menangkal saya dari gangguan
stress.
RM: Bagaimana dukungan keluarga terhadap karier
Profesor selama ini?
AR: Alhamdulillah, istri dan ketiga anak-anak saya
sangat mendukung pekerjaan saya di dunia medis.
Saya pun tidak memaksakan arah karier anak-anak
saya agar mengikuti jejak saya, karena terbukti ketiga
anak saya tidak ada yang mengambil jalur pendidikan kedokteran, bahkan 2 dari 3 anak saya mengambil
pendidikan non-eksakta. Karena saya meyakini bahwa sikap kedewasaan mereka lah yang akan menentukan masa depan mereka sendiri, bukan saya ataupun istri yang menentukan masa depan anak-anak.
RM: Sejauh ini, bagaimana kiat/sikap Profesor menghadapi pasien-pasien DM ‘nakal’ (yang tidak atau
sulit mengikuti anjuran pengobatan/diet sehat ala
Profesor)?
Vol. 27, No.2, Agustus 2014
MEET THE EXPERT
AR: Intinya adalah pemberian edukasi yang benar.
Jadi, meskipun para penderita gangguan metabolik tersebut akan mengalaminya seumur hidup, namun mereka bisa menanamkan self-mindset bahwa
mereka bisa menjalankan aktivitas layaknya orang
sehat, seperti makan, bekerja dan lain-lain asalkan
dengan bekal edukasi yang benar dalam mengatur
pola hidup yang sehat, sesuai dengan kebutuhan
bukan berdasarkan keinginan. Untuk itulah, kami
memiliki tim edukator yang berperan melakukan hal
tersebut, yang minimal terdiri dari dokter, spesialis
gizi dan perawat. Nah, yang masih kami usahakan
sampai saat ini adalah mendidik para pasien supaya
bisa mandiri, dalam arti mampu menjadi provider
kesehatan untuk dirinya sendiri. Namun, belum banyak yang bisa melakukan seperti itu, sehingga muncullah apa yang disebut pasien ‘nakal’.
maksud dan tujuannya adalah mencapai equality
akses kesehatan, di semua lapisan masyarakat.
RM: Dalam hal pencapaian prestasi dalam karier,
adakah hal-hal lain yang masih ingin Profesor wujudkan/capai di bidang medis?
AR: Kegiatan favorit yang biasa kami lakukan bersama antara lain jalan-jalan, seperti misalnya ketika
saya mendapatkan tugas/undangan acara ke luar
kota atau luar negeri, biasanya saya juga mengajak
serta istri dan anak-anak saya. Hal ini saya lakukan,
agar meskipun di tengah-tengah kesibukan pekerjaan, paling tidak saya masih bisa meluangkan waktu
sedikit untuk berkumpul dan melakukan kegiatan
tertentu bersama keluarga.
AR: Jika ditanya seperti ini, saya bingung menjawabnya. Sebab, dalam pekerjaan, level golongan
saya sudah mencapai puncaknya, yakni golongan IV
B. Sementara kalau masalah pendidikan, saya mau
mengenyam jenjang pendidikan apa lagi, karena sudah mentok juga. Namun, kalau dalam hal program
kesehatan, terutama masalah Diabetes, saya melalui PERKENI yang juga bekerja sama dengan ADA
(American Diabetes Association) dan STENO dari
Denmark, sedang mengejar target sebuah program
agar bisa menghasilkan 5000 dokter umum dan 500
dokter spesialis penyakit dalam setiap 5 tahun sekali,
sekaligus memberikan pelatihan kompetensi yang
baik agar bisa menelurkan pekerja-pekerja medis
yang kapabel dan kompeten di bidangnya. Selain itu,
untuk memperkecil kesenjangan kemampuan yang
cukup lebar antara jumlah dokter berkompetensi
dengan perawat, saya juga mengajukan program
pelatihan kompetensi bagi para perawat, khususnya
kompetensi di bidang penanganan penyakit diabetes kepada WDF (World Diabetes Foundation). Hal
ini berangkat dari kondisi ketika program peningkatan kompetensi bagi para dokter terus digalakkan,
sementara perawatnya sangat jarang diintervensi
dengan program-program peningkatan kompetensi
seperti itu. Dan Alhamdulillah, semua proposal yang
saya ajukan kepada beberapa organisasi kesehatan, baik dalam maupun internasional diterima dan
akhirnya bisa terwujud. Satu hal lagi yang menjadi
concern dalam karier adalah saya ingin agar semua
lapisan masyarakat benar-benar bisa memperoleh
fasilitas kesehatan yang equal, dalam arti memiliki
akses kesehatan yang sama dan merata. Contoh
yang menurut saya baik saat ini yang sedang digalakkan pemerintah yakni BPJS. Meskipun pelaksanaannya masih sedikit tertatih-tatih, karena beberapa faktor SDM-nya masih banyak yang belum siap, namun
Vol. 27, No.2, Agustus 2014
RM: Apa hobi Profesor? Kapan waktu yang tepat untuk meluangkan hobi tersebut di tengah kesibukan
pekerjaan Profesor?
AR: Hobi saya itu bermain tenis. Namun, karena semakin bertambahnya usia dan keterbatasan kemampuan fisik, sudah tiga tahun belakangan ini saya sudah jarang sekali melakukan aktivitas tenis tersebut.
Yang masih rajin saya lakukan adalah olahraga jalan
kaki setiap pagi. Bahkan kalau ada kesempatan kapanpun untuk bisa berjalan kaki, pasti saya lakukan.
RM: Adakah ritual/kegiatan favorit Profesor yang
biasa dilakukan bersama keluarga saat liburan?
RM: Bagaimana perkembangan penyakit DM hingga
saat ini? Dan bagaimana kemajuan teknik pengobatan/penatalaksanaan terhadap DM saat ini?
AR: Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi DM di Indonesia mencapai 5,7% dari jumlah penduduk berusia 19 tahun ke atas sekitar 180 juta orang. Sementara
menurut laporan dari IDF (International Diabetes
Federation), prevalensi DM di Indonesia tahun 2010
mencapai 7 juta orang. Kemudian pada tahun 2013,
prevalensinya kembali meningkat ke angka 8,5 juta
orang. WHO sendiri juga memprediksi bahwa akan
ada sekitar 21 juta lebih orang Indonesia yang mengidap DM pada tahun 2030. Mengenai pengobatan
terhadap DM, saat ini perkembangannya cukup
pesat. Oleh karena itu, selain dari BPOM, dibutuhkan pula peran serta aktif organisasi profesi dalam
upaya menyeleksi pengobatan jenis apa yang memang benar-benar dibutuhkan oleh orang Indonesia. Dengan begitu akan terjadi efisiensi biaya.
RM: Apa tips hidup sehat ala Prof. DR. dr. Achmad
Rudijanto, SpPD-KEMD?
AR: Pertama, be active, baik secara fisik maupun
pikiran. Kedua, cukupi segala sesuatu sesuai kebutuhan bukan dengan keinginan. Karena jika melakukan sebaliknya, hidup tidak akan sehat dan nyaman.
Ketiga, berserah diri pada Yang Kuasa. Jika kita sudah
sampai pada level ini, saya yakin kita akan selalu terhindar dari stres. (NDA)
MEDICINUS
53
Download