BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Anak Usia Dini Setiap orang tua pasti mendambakan dan menanti-nantikan kehadiran anak, selain sebagai suatu kebanggaan, juga diharapkan dengan menjadi penerus keturunan bagi mereka. "Tangisan bayi yang baru lahir akan disambut dengan penuh gembira dan harapan dari kedua orang tua."1 Anak adalah keturunan yang kedua setelah ibu bapak atau manusia yang masih kecil. Masa dini adalah berkisar antara usia 3 sampai 6 tahun. Masa dini juga bisa dikatakan suatu masa pada anak yang belum memasuki usia sekolah dasar. Pakar psikologi berbeda pendapat dalam menetapkan batas umur anak usia dini di antaranya: Soemiarti Patmonodewo mengatakan "anak usia dini adalah mereka yang berusia 3 sampai 6 tahun"2 mereka biasanya mengikuti program prasekolah atau kindergeanten. Masa ini umumnya "anak usia prasekolah mengikuti program penitipan anak antara 3 bulan sampai 5 tahun, kelompok bermain 3 tahun, 1 Zainudin, Anak dan Lingkungan Menurut Pandanga Islam, (Jakarta: Andes Utara Prima, 1984), 1. 2 Hadi Subrata, Meningkatkan Intelegensi Anak Balita (Jakarta: Gunung Mulia, 1988), 69. 16 17 sedangkan usia 4 sampai 6 tahun anak mengikuti program Taman KanakKanak."3 Jalaludin membagi masa usia dini kepada dua masa yaitu “masa antara 0 sampai 2 tahun, masa ini merupakan masa vital bagi anak dan masa 3 sampai 6 tahun, masa ini merupakan masa estetik bagi anak. Masa estetik adalah suatu masa yang akan dapat dididik secara langsung yaitu melalui pembiasaan kepada hal-hal yang baik”.4 Berdasarkan beberapa batasan pengertian di atas, maka yang dimaksud anak usia dini adalah anak yang belum memasuki usia sekolah dasar, berumur sekitar antara 3 sampai 6 tahun dididik secara langsung oleh kedua orang tuanya di lembaga pendidikan informal (keluarga) serta dididik oleh guru di lembaga pendidikan formal (TKA/TPA/RA). B. Metode Kelompok Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang 3 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Usia Prasekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 19. 4 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 131. 18 berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Sementara itu, Kemp5 mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya6 menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning7. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) 5 Wina Senjaya, Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, 45. 6 Ibid., 47. 7 Ibid. 19 simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu8. Sedangkan model pembelajaran. pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Kendati demikian, seringkali 8 Ibid., 96. 20 penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Metode Pembelajaran Kelompok atau dikenal coorperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang menekankan proses kerjasama pembelajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kelompok adalah falsafah homo homini socius yang menegaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Kerjasama menjadi kebutuhan teramat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak ada individu, keluarga, masyarakat atau sekolah. Dengan demikian model pembelajaran kelompok mengandung makna bahwa “suatu kelas dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi menjadi kelompokkelompok kecil dan ada proses kerjasama antar anggota untuk mencapai tujuan pembelajaran”.9 Permasalahan yang sering muncul dalam metode pembelajaran kelompok antara lain ”kekhawatiran bahwa kelas menjadi ribut dan gaduh. Siswa yang merasa tekun harus bekerja sendiri melebihi siswa lain dalam kelompok mereka dan timbul anggapan bahwa temannya yang kurang mampu hanya nunut dari jerih payah siswa yang pandai. Selain itu, siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang pandai. Kesan negatif lain adalah timbulnya perasaan was-was dari anggota kelompok akan hilangnya karakteristik dan keunikan pribadi, siswa harus beradaptasi dengan kelompoknya. 9 Ndraha Tandziduhu, Manajemen Perguruan Tinggi. Jakarta: Bina Aksara. 1998, 23. 21 Permasalahan lain dalam pembelajaran kelompok adalah ”(1) siswa sulit melakukan job description; (2) anggota kelompok banyak yang tidak melakukan tugasnya; (3) situasi belajar tidak terkendali dan menyimpang dari rencana."10 Pembelajaran kelompok yang dilakukan tanpa perencanaan justru menimbulkan berbagai permasalahan, karena model pembelajaran ini mempunyai perbedaan mendasar dengan sekedar belajar kelompok biasa. Roger dan David Johnson menjelaskan bahwa “untuk mencapai hasil maksimal pembelajaran kelompok harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) adanya saling ketergantungan positif; (2) adanya tanggungjawab perseorangan; (3) adanya komunikasi intensif antar anggota; (4) adanya tatap muka baik di dalam ataupun diluar kelas; (5) adanya proses evaluasi kelompok.11 Kelompok dan team dibentuk dan dapat diatur dalam jumlah besar dengan cara yang berbeda, mulai dari pertemuan informal satu atau dua individu, bagaimanapun, siswa memiliki sejumlah karakteristik umum, termasuk manfaat yang dapat diperoleh dari bekerja di sebuah kelompok antara lain: a. Beberapa orang dapat membuat lebih banyak waktu; b. Berbagai pengetahuan atau keterampilan atau pengalaman menginformasikan bentuk musyawarah dan keputusan; c. Lebih banyak ide dapat dihasilkan; d. Berbagai gagasan yang lebih besar dapat dihasilkan; 10 11 Ibid., 65. Nizar Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta; Ciputat Pres. 2000, 59. dan 22 e. Kesalahan dan jalan buntu dapat diidentifikasi dan dikoreksi atau ditinggalkan lebih mudah; f. Partisipasi meningkatkan komitmen.12 Dalam kehidupan nyata, bagaimanapun, kelompok dan tim jarang menyadari semua potensi keuntungan karena faktor-faktor seperti: a) Tidak adanya atau kurangnya koordinasi yang memadai atau organisasi; b) Partisipasi tidak merata, mulai dari dominasi oleh satu atau lebih individu untuk sebagian atau lengkap memilih keluar; c) Efek status berbeda dan tekanan oleh sub-kelompok; d) Tekanan (eksternal dan internal); e) Tidak adanya pendekatan sistematis; f) Tidak sehat atau ambigu atau mengubah prosedur pengambilan keputusan; g) Prematur evaluasi hasil.13 Beberapa manifestasi belajar pada dinamika kelompok dilakukan oleh Bales selama tahun 1950. Bales mengidentifikasi tiga fase interaksi ketika kelompokkelompok mengatasi masalah atau membuat keputusan yaitu pada tahap orientasi, tahap evaluasi dan fase kontrol. Dalam rancangan penelitiaanya, informasi pertama meminta dan diberikan, kemudian informasi dianalisis, dan akhirnya tindakan dilakukan. Bales menemukan bahwa kelompok kerja membutuhkan beberapa anggota yang menjaga hal-hal yang bergerak dalam cara yang 12 13 Soetomo, Dasar- dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya. Usaha Nasional. 1993, 38. Ibid., 42. 23 terkoordinasi ke arah tujuan, dan anggota lain yang memastikan bahwa hubungan tetap harmonis.14 Selama tahap pembentukan, anggota kelompok cenderung cemas dan akibatnya bergantung pada satu pemimpin. Siswa ingin mengetahui apa yang dapat lakukan tentang situasi, tugas, parameter, metode yang diperbolehkan dan standar perilaku yang diharapkan. Ketika siswa menemukan sesuatu yang baru, siswa cenderung pindah ke tahap berikutnya. Di sini, resistensi dan argumen sering muncul ke permukaan dalam bentuk tantangan kepada pemimpin, mungkin dalam konflik antara anggota kelompok. Pada tahap ini pendapat menjadi negosiasi terpolarisasi dan seterampil mungkin untuk diperlukan menjadi sebuah keputusan. Di sini, kohesi kelompok mengembangkan standar yang telah disepakati muncul. Tahap ini ditandai dengan pertukaran cukup terbuka pandangan dan perasaan, dan dengan kerjasama yang ditunjukkan pada saling mendukung. Peserta kini memiliki rasa identitas, dan merasa bahwa mereka membuat kemajuan. Akhirnya, kelompok memasuki tahap melakukan. Di sini, solusi mulai muncul, dengan perbedaan diselesaikan antarpribadi dan hubungan beralih ke orang yang membantu untuk mendapatkan sesuatu. Energi tambahan tampaknya akan tersedia sebagai keputusan akhir atau penyelesaian pindah tugas lebih dekat. 15 14 Ibid., 43. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1987), 81. 15 24 Ukuran kelompok atau tim sangat mempengaruhi fungsi dan cara di mana siswa cenderung untuk mengatur dirinya sendiri. Sebagai aturan umum, kelompok-kelompok kecil cenderung kurang formal dalam perilaku siswa dan kurang terorganisir dan terstruktur daripada kelompok besar. Kelompokkelompok sangat kecil cenderung informal, dan sering berfungsi efektif sebagai kelompok tanpa pemimpin di mana setiap siswa memiliki status yang sama dan suara yang sama, dengan tidak ada pemimpin yang dibutuhkan untuk mengkoordinasikan pekerjaan siswa. Kelompok menengah (5-10 orang) cenderung sedikit lebih formal dalam perilaku mereka, dan umumnya siswa lebih efektif jika siswa mengambil peran pemimpin kelompok. Kelompok besar (sesuatu yang lebih dari sekitar 10 orang) cenderung lebih formal, dan umumnya sulit untuk berfungsi efektif. Sebagai kelompok tersebut menjadi semakin besar, kebutuhan untuk aturan formal perilaku.16 Kelompok belajar bertujuan untuk merangsang diskusi kelompok interaktif yang efektif, hal ini jelas diperlukan untuk menggunakan sekelompok ukuran yang sesuai dalam setiap situasi tertentu. Ukuran kelompok yang optimum tergantung pada berbagai faktor, termasuk tujuan dan sifat dari latihan dan setiap kendala yang mungkin ditetapkan oleh logistik yang kedua. Banyak permainan pendidikan dan simulasi, misalnya, menentukan jumlah peserta, terutama jika mereka sangat terstruktur. Sebagai aturan umum, kelompok tidak harus lebih besar dari sekitar 10 jika untuk bertindak sebagai sebuah kelompok yang efektif 16 Ibid., 86. 25 untuk interaksi kelompok yang baik dan mengembangkan keterampilan kelompok, dan idealnya harus mengandung antara empat dan enam orang.17 Orang yang berbeda dalam kelompok cenderung untuk memainkan peran yang berbeda ketika bekerja dalam kelompok atau tim. Pada tahun 1981, Belbin mengidentifikasi delapan peran seperti itu, yaitu: a) Ketua atau pemimpin yang menghargai apa yang menjadi tujuan adalah memastikan semua pandangan didengar, dan menjaga hal-hal yang bergerak dalam (idealnya) sebuah perusahaan, adil dan ramah. b) Pekerja yang rajin atau pekerja keras, praktis dan disiplin, dan selalu menjaga kepentingan tim (atau orang-orang dari organisasi yang lebih besar yang membentuk bagian) kedepan. c) Pekerja tim, yang mempromosikan semangat tim dan merespon positif kepada orang-orang dan situasi. d) Pembentuk, yang memiliki kemampuan di depan yang bersedia untuk menantang ketidakefektifan, ketidakpuasan diri dan penipuan diri sendiri, dan dapat mempengaruhi hal-hal dengan mengikuti. e) Ide manusia, yang memiliki imajinasi, dan dapat membuat saran-saran baru (meskipun ini tidak selalu terdengar) f) Penyidik sumber daya, yang memiliki kemampuan untuk membuat kontak, dapat merespon tantangan, dan mampu menimbang-nimbang apakah hal-hal yang layak. g) Para completer atau finisher, yang mengikuti hal-hal melalui, menunjukkan kesimpulan, dan adalah sesuatu yang perfeksionis. h) Evaluator memantau, yang keras kepala, memiliki rasa suara penghakiman, dan dapat menilai kontribusi, kemajuan dan keberhasilan.18 Belbin menyatakan bahwa tim yang efektif idealnya berisi orang dengan semua karakteristik di atas. Perhatikan bahwa hal ini tidak menuntut agar seseorang menjadi delapan orang yang berbeda, karena orang kebanyakan mampu 17 Surahmad Winarno, Metodologi Pengajaran Nasional. Bandung; Jemnars, 1980, 71. 18 Uhbiyati Nur. Ilmu Pendidikan Islam II (IPI). Bandung; Pustaka Setia.1997, 66. 26 memenuhi lebih dari satu peran. Memang, Belbin telah mengembangkan banyak persepsi diri yang dirancang untuk membantu orang untuk mengidentifikasi peran siswa yang terbaik dan paling cocok. Madu dan Mumford telah menekankan bahwa peserta didik dan pemimpin harus mengembangkan berbagai gaya. Dalam memilih metode belajar, guru harus melihat bahwa metode yang cocok untuk memungkinkan siswa berinteraksi dengan satu sama lain. Pentingnya interaksi tersebut dalam memberikan pendidikan yang seimbang kepada siswa. Hasilnya adalah peningkatan progresif dalam penggunaan kelompok.19 Pendekatan ini sangat kuat dalam mencapai tujuan kognitif yang lebih tinggi dari semua jenis, khususnya multi-faceted tujuan yang berhubungan dengan halhal seperti pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterampilan siswa yang kompleks. Ini juga merupakan sesuatu yang ideal untuk budidaya berpikir kreatif dan proses berpikir divergen. Metode pembelajaran kelompok telah ditemukan untuk menjadi senjata paling ampuh bagi guru untuk membantu siswa mengembangkan sikap yang diinginkan seperti keterbukaan pikiran dan kemauan untuk mendengarkan pendapat orang lain, dan untuk mengembangkan keterampilan seperti keterampilan komunikasi dan interpersonal umum. 20 Kelompok belajar juga memiliki sejumlah kelemahan, misalnya, menimbulkan sejumlah masalah kelompok itu sendiri, tidak sedikit kenyataan bahwa seringkali sulit untuk menempatkan siswa ke dalam kurikulum pengajaran 19 Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 20 Nana Sudjana, Dasar-Dasar, 88. 182 27 yang normal. Hal ini berlaku dari beberapa latihan jenis studi permainan kasus. Belajar kelompok seperti itu sering memerlukan peserta untuk menghadiri pengarahan atau sesi tanya jawab untuk melaksanakan pekerjaan awal bisa menyebabkan masalah yang komplek. 21 Salah satu potensi kelemahan dari semua metode pembelajaran kelompok adalah siswa memerlukan kerjasama aktif dari para peserta didik jika siswa ingin berhasil. Dalam kasus lain, siswa enggan untuk membuat komitmen pribadi yang sangat nyata bahwa banyak kelompok memerlukan latihan, karena siswa tidak merasa memiliki keterampilan yang diperlukan dan tidak ingin 'menampilkan diri' di depan temannya. 22 Ini adalah ditunjukkan secara skematik Gambar: Metode Kelompok 21 22 Roestiyah N.K., Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 132. Ibid., 133. 28 Dalam situasi (a), guru atau tutor kontrol diskusi, pola dasar menjadi suksesi dialog antara guru dan siswa individu. Ini adalah pola komunikasi agak terbatas yang sering terjadi dalam lingkungan kelompok jenis tutorial. Dalam situasi (b), pola multi-cara, komunikasi yang berlangsung dalam diskusi kelompok yang dikendalikan, di mana siswa dapat berinteraksi secara bebas dengan satu sama lain, sehingga memungkinkan ide-ide yang akan dibangun. Memang, dalam sebuah lingkungan kelompok, guru dituntut untuk terlibat aktif dalam diskusi di semua, asalkan hal itu 'berangkat' ke arah yang benar. 23 Peran guru dalam belajar kelompok sangat penting untuk keterampilan dan kemampuan beradaptasi. Pertama, guru harus menunjukkan kemampuan organisasi yang baik dalam perencanaan dan penataan pengalaman belajar. Setelah itu, mungkin peran lebih adaptif dan kurang otoriter atau otokratis berbasis situasi. Tergantung pada bentuk, isi dan struktur teknik kelompok diadopsi, dan setelah tujuan tertentu pendidikan, peran guru mungkin termasuk bertindak sebagai pemimpin kelompok (memberikan arah yang kuat untuk diskusi), fasilitator kelompok (menghasilkan ekspresi diri dan interaksi dalam kelompok), netral ketua (mengendalikan prosedur, tetapi tidak memberikan kontribusi substansial untuk diskusi), konsultan (memberikan bantuan informasi sebagai dan bila diperlukan) atau hanya pengamat. 24 23 Abdul Madjid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 135. 24 R. Ibrahim dan Nana Sayodih Sukmadinata, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 123 29 Dalam latihan kelompok, aspek lain yang penting dari peran guru dalam sesi debriefing ini melibatkan peserta peristiwa yang terjadi selama latihan dan 'menarik keluar' setiap poin penting yang muncul, baik berhubungan dengan sifat dan isi dari diskusi atau tentang proses dan interaksi dalam kelompok itu sendiri. Jika pendekatan terstruktur akan digunakan, kelompok dapat diselenggarakan dengan cara membahas materi pelajaran tertentu dalam cara yang ditentukan oleh guru. Di sisi lain, jika pendekatan bebas untuk diadopsi, proses kelompok akan jauh lebih 'berpusat pada siswa' dan fleksibel, dan sebagai konsekuensinya, hasil belajar mungkin jauh lebih sulit untuk diprediksi. 25 Tiga strategi dalam membelajarkan siswa dengan sistem kelompok yaitu: 1. Pair-share (berpasangan lalu berbagi). Pair-share terdiri dari dua siswa, cara membuat kelompok dengan strategi Pair-share yaitu secara berpasangan siswa diajak untuk berbagi ide atau bereksplorasi menjawab pertanyaan. Tipe Pair-share berguna saat melatih siswa untuk berbicara dan belajar mendengarkan orang lain.26 Tipe tugas yang cocok untuk kelompok Pair-share adalah berbagi pengalaman pribadi saat mengunjungi museum atau kunjungan lapangan (field trip), memeriksa pekerjaan teman, berdiskusi dengan tema yang sulit, atau berbagi pengalaman pribadi yang ada hubungannya dengan topik yang sedang diajarkan. Keuntungan dari tipe Pair-share adalah siswa punya banyak kesempatan untuk berbagi dengan rekan satu grupnya dengan leluasa tanpa khawatir oleh 25 26 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta, Kalam Mulia, 1990), 163. Zuhairini. Methodik Khusus Pendidikan Agama Islam. Malang. IAIN.1993, 64. 30 gangguan yang biasanya terjadi dalam kelompok yang besar. Dengan grup atau kelompok yang terdiri dari dua orang, siswa dengan kemampuan interpersonal yang sedikit akan merasa nyaman.27 Kelemahan dari Pair-share adalah kelompok yang hanya terdiri dari dua orang, siswa kurang mendapat sudut pandang pendapat yang beragam. 2. Jigsaw Cara membuat kelompok dalam grup jigsaw, siswa melakukan dua fungsi sebagai orang yang meneliti (grup peneliti) atau mencari jawaban kemudian setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaan kemudian berubah menjadi orang yang mengajarkan (grup ahli)28 Tipe kelompok Jigsaw akan berfungsi dengan baik apabila guru mempunyai empat atau lima bagian dari sebuah topik untuk diteliti. Misalnya apabila guru punya empat pertanyaan mengenai suku Baduy di Jawa Barat (karate fisik, kebiasaan, adat istiadat, dan kepercayaan) Setiap grup meneliti lima fakta dari setiap pertanyaan mengenai suku Baduy. Bila sudah selesai kelompok-kelompok tersebut saling mengajarkan satu dengan lainnya mengenai apa yang mereka teliti. Keuntungan dari tipe jigsaw adalah dengan memberi siswa tanggung jawab untuk mengajarkan dan belajar pada saat bersamaan, siswa sudah 27 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan di Perguruan Tinggi. Bandung. Rosda Karya. 2005, 33. 28 Usman Uzer, Menjadi Guru Profesional. Bandung; Remaja Rosda Karya. 2005, 77. 31 memperbaharui kemampuan mereka dalam mengajar dan meneliti (mencari jawaban).29 Kelemahan dari pengelompokan jigsaw adalah ada beberapa tipe siswa yang akan berjuang keras ketika guru menerapkan strategi pembelajaran jigsaw ini. Biasanya masalah yang timbul dikarenakan waktu yang kurang dan kemampuan mengajarkan guru yang masih terbatas. 3. Split-class discussion (membagi kelas menjadi dua untuk melakukan diskusi) Cara membuat Split-class discussion yaitu dengan membagi kelas menjadi dua kelompok, topik diskusi harus benar-benar menarik agar siswa antusias, dalam membahas topic yang sedang didiskusikan serta harus melibatkan semua siswa.30 Tipe tugas yang cocok untuk Split-class discussion adalah menyusun meja menjadi empat bagian, dua deret menghadapi dua deret yang lainnya. Gunakan bola yang tidak terlalu keras untuk dilempar ke belakang dan ke depan. Siswa yang bebicara ialah siswa yang memegang bola, hal ini penting untuk memastikan agar semua siswa mendapat kesempatan berbicara. Setiap siswa memegang bola hanya satu kali. Keuntungan dari Split-class discussion adalah seluruh anggota kelas dapat mendengar sudut pandang yang berbeda. Saat mendengarkan siswa lain berbicara siswa biasanya langsung merubah pendiriannya atau membuat pendapatnya menjadi lebih tajam dan komprehensif. Kelemahan dari Split29 30 Mulyana Rohmat. Mengartikulasikan pendidikan Nilai. Bandung; Alfabeta. 2004, 29. Nata Abudin. Filsafat Pendidikan Islam I. Jakarta: Wacana Ilmu, 1997, 12. 32 class discussion adalah ada beberapa tipe siswa yang kesulitan berbicara di depan temannya sendiri dan menyukai grup yang lebih kecil. C. Metode Hafalan Dalam kaitan metode hafalan, penulis mengungkapkan sebuah metode belajar dengan metode mnemonic adalah metode belajar dengan menggunakan alat ungkit atau centolan-centolan dalam menghafal suatu pengetahuan teoritis ataupun praktis sehingga proses belajar akan semakin mudah. Mnemonic (dibaca “ne-mo-nik”) merupakan bantuan ingatan. Biasanya mnemonic sering menggunakan alat verbal, terkadang menggunakan sejenis sajak kecil atau kata khusus yang digunakan seseorang untuk mengingat sesuatu, seperti halnya suatu daftar, terkadang juga menggunakan alat visual, kinestetik, ataupun audio. Mnemonic menggunakan asosiasi antara bentuk atau rumusan yang mudah diingat yang dapat dihubungkan kembali dengan data yang ingin diingat. Hal ini berdasarkan prinsip bahwa ingatan manusia akan lebih mudah mengingat informasi yang parsial, personal, mencengangkan, seksual, humor, atau informasi yang berarti dari pada urutan yang berubah-ubah.31 Kata mnemonic berasal dari bahasa Yunani yaitu mnemonikos yang memiliki hubungannya dengan Mnemosyne (remembrance atau ingatan) sebutan nama bagi seorang dewi ingatan dalam mithologi Yunani.32 Kedua kata tersebut merujuk pada kata mnema 31 Ibid., 36. Al-Syaibany Omar Mohammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam. (Terj). Jakarta; Bulan Bintang. 1979, 34. 32 33 (remembrance atau ingatan). Mnemonic pada saat itu sering dianggap dengan seni mnemonic. Asumsi utamanya adalah karena dua hal: ingatan natural (alami) dan ingatan arificial (buatan).33 Meskipun tehnik mnemonic ini dapat membantu lebih mudah dalam menghafal segala sesuatu yang ingin kita ketahui dengan baik, terkadang manusia harus mengandalkan hafalan di luar kepala (menghafal tanpa berfikir lebih dahulu). Di bawah ini beberapa tehnik-tehnik mnemonic yang dapat digunakan dalam mengingatatau menghafal. Teknik-Teknik Mnemonic: 1. Akronim (Mnemonic Acronym System) Akronim merupakan penggunaan setiap huruf pertama dari suatu kelompok kata (kalimat) menjadi suatu kata baru. Biasanya penggunaan akronim ini berguna atau bermanfaat ketika mengingat kata-kata tersebut menjadi urutan yang khusus –berarti bagi kita.34 Beberpa contoh penggunaan akronim seperti L A S ER = Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation SCRAM = Sentencesatau acrostics, Chunking, Rhymes & songs, Acronyms, and Method of loci NASA = National Aeronautics and Space Administration.(badan ruang angkasa Amerika Serikat, singkatan dari) 33 Djamarah Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik Dalam, Interaksi Edukatif. Jakarta; Rineka Cipta. 2000, 25. 34 Hamalik Oemar, Manajemen Belajar Diperguruan Tinggi; Pendekatan Sistem Kredit Semester. Bandung; Sinar Baru. 1991, 76. 34 L KMD = Lembaga Keamanan Masyarakat Desa KU D = Koperasi Unit Desa • PR A MU KA = Praja Muda Karana A B RI = Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Meskipun akronim sangat berguna sebagai bantuan ingatan, tetapi memiliki beberapa kelemahan. Akronim berguna untuk hafalan di luar kepala, tetapi tidak membantu dalam proses pemahaman sesuatu yang dihafal. Karena sungguh berbeda antara pemahaman dan hafalan, sedangkan materi yang akan dihafal akan lebih mudah dihafal ketika materi tersebut dipahami. Akronim sulit dibentuk karena tidak semua daftar kata itu dapat dibentuk dengan baik sehingga menjadi suatu kata baru yang memiliki makna atau arti. Karenanya seperti yang lainnya, akronim bisa menyebabkan lupa terlebih lagi jika tidak adanya komitmen untuk menghafal. 2. Akrostik (Mnemonic Acrostic System) Akrostik merupakan penggunaan setiap huruf pertama dari suatu kelompok kata dan suku kata-suku kata lainnya sehingga menjadi suatu kalimat. 35 Contoh akrostik. Kings Phil Came Over for the Genes Special (Kingdom, Phylum, Class, Order, Genus, Species) 35 Idris dan Jamal, Pengantar Pendidikan I. Jakarta; Grasindo. 1992, 87. 35 Warna pelangi Me = Merah Ji = Jingga Ku = Kuning Hi = Hijau Bi = Biru Ni = Nila U = Ungu Dasa Dharma Parmuka: 1. TA K – Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2.CI N TA – Cinta Alam dan kasih sayang kepada sesama manusia 3.PA – Patuh dan suka bermusyawarah 4.PA – Patriot yang sopan dan ksatria 5.RE – Rela menolong dan tabah 6.RA – Rajin, trampil dan gembira 7.HE – Hemat, cermat dan bersahaja 8.DI – Disiplin, berani, dan setia 9.BER – Bertanggung jawab dan dapat dipercaya 10.SU – Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan Seperti halnya akronim, akrostik sangat mudah dihafal dan akan sangat berguna ketika kita perlu menghafal suatu daftar dalam urutan khusus –yang memiliki arti atau makna. Salah satu kelebihan dari akronim adalah pada akrostik kurangnya batasan kata. Jika pada 0 = telor, hola hoop, cincin, bola, kelereng, bumi, mars, matahari, goa 1. = tongkat, pedang, pensil, rokok, tiang, ulat bulu, sapu 2. = angsa, gantungan baju, orang (duduk) sholat, zorro, keluarga berencana, peace (salam dua jari) 3. = burung terbang, kelelawar, batman, gunung kembar, bra, di dalam bra, pantat 4. = layar kapal, bendera, salah satu dari fantastic four, 5. = kuda laut, kursi roda, orang hamil, ular kobra, tangan bajak laut 6. = tali gantung diri, tongkat golf, belalai gajah, peniti 7. = kapak, cangkul, sabit, clurit 8. = boneka salju, batu ditumpuk, orang-orangan di sawah, kaca mata, 36 teropong (binocular), lubang hidung 9. = raket, raket nyamuk elektrik, kecebong, (maaf) spermatozoa, ikan paus, balon 10. = raja telor (telor bawa tongkatatau pedang) Bebeberapa teknik penggunaan metode akrostik sebagai berikut: a. Metode Sistem Utama (Mnemonic Major System) Metode utama merupakan metode mnemonic yang digunakan dengan cara menghubungkan angka dengan huruf yang memiliki ciri dengan masingmasing angka tersebut kemudian dijadikan kunci dalam menghafal sejumlah daftar atau suatu urutan. Metode sistem utama ini disebut juga sistem mnemonic fonetik merupakan teknik mnemonic yang paling terkenal untuk menghafal sejumlah bilangan. Metode system utama telah digunakan lebih dari 300 tahun lalu yang diperkenalkan oleh Stanislaus Mink von Wennsshein dan kemudian diadaptasi atau dikembangkan oleh Richard Grey. Dalam metode system utama setiap digit digambarkan kedalam sejumlah huruf konsonan. Adapun huruf vocal (A,I,U,E,O) dan huruf W atau H atau Y sementara diabaikan dan dapat digunakan sebagai pengisi dalam kata-kata yang dihasilkan dari urutan konsonan. Inilah urutan sistem utama 0: s,z 1: d,t,th 2: n,ing 3: m 4: r 5: l 6: j,sh,ch,zh (like the s in vision) 7: k,hard g 8: f,v 9: b,p Metode Loci (Loci Method) menghafal Metode loci sering digunakan oleh para orator Yunani untuk teks pidato mereka. Metode loci merupakan metode menggabungkan penggunaan dari pengorganisasianatau pengelompokan, 37 ingatan visual, dan sosiasi atau penghubungan.Loci berarti lokasi adalah alat mnemonik yang berfungsi dengan mengasosiasikan tempat-tempat atau benda- benda di lokasi yang dikenal dengan hal-hal yang ingin seseorang ingat. 36 b. Metode Chunking Biasanya penggunaan metode Chunking melibatkan tempat-tempat sebagai ingatan visual kemudian mengingat segala sesuatu yang ada di tempat tersebut untuk dihubungkan setiap bagiannya sehinga menjadi satu kesatuan atau gabungan yang utuh. Dan segala sesuatu dari tempat tersebut berisi segala sesuatu yang diingat atau hafal. Karena itu, penggunaan metode Chunking mengharuskan seseorang memiliki kekuatan imajinasi yang kuat untuk menggambarkan segala sesutu yang ingin diingatnya tersebut. Misalnya akan memberikan presentasi yang mengandung tiga topik utama. Setiap bagian presentasi akan dihubungkan dengan pasak (penanda) yang mewakili urutan isi presentasi. Misalnya, dalam sebuah ruangan kelas, pot tanaman yang ada di sudut ruangan adalah hal pertama yang siswa lihat ketika maju ke depan. Memilih pot tanaman itu untuk mengingatkan pada ucapan selamat pada guru dan teman-teman di kelas. Piagam-piagam yang terpasang di dinding dipilih untuk mengingatkan pada topik selanjutnya, dan mungkin pintu kelas dipilih untuk mengingatkan bagian penutup dari presentasi yang akan seseorang sampaikan. 36 Isna Mansur. Diskursus Pendidikan Islam Yogyakarta. Global Pustaka Utama. 2001, 57. 38 Apabila ingin menggunakan metode Chunking, maka pilihlah tempat yang akrab seperti rumah atau mobil. Contoh lain misalnya seseorang ingin mengingat daftar belanjaan yang terdiri dari tomat, mi, pisang, dan saus sambal. Seseorang tahu bahwa seseorang akan pulang ke rumah menyetir mobil dan harus mampir ke swalayan dalam perjalanan pulang, maka luangkanlah waktu untuk membayangkan ini. Tomat-tomat itu pecah dan berserakan di bagasi mobil, kemudian menutup pintunya dan tomat-tomat itu muncrat keluar. Bakmi bergelantungan di kaca spion, roti melompat ke luar dari radio mobil, pisang terinjak di lantai, botol saus berada di atas kepalanya. Kini, ketika seseorang memasuki mobil untuk pulang dari tempat kerja dan ingin mengingat apa yang harus seseorang beli, seseorang hanya perlu melihat ke bagasi, dan yang lain-lainnya akan bermunculan kembali dalam bayangannya. Semakin aneh dan konyol imajinasi seseorang, semakin mudah untuk mengingatnya. Tekhnik Chunking umumnya digunakan untuk mengingat bilangan, meskipun idealnya sama baiknya digunakan untuk mengingat segala sesuatu. Chunking merupakan penggolongan atau pengelompokan sejumlah unit menjadi item-item kecil. Dalam bilangan, “chunking” membaginya menjadi beberapa bilangan demikin juga dalam sejumlah kalimat menjadi beberapa bagian kata. Contoh penggunaan metode chunking pada sejumlah bilangan berikut, 64831996. Kita dapat menghafal setiap bilangan tersebut per bilangan atau 39 kita dapat menghafalnya dengan memikirkannya menjadi per dua bilangan 64 83 19 96 atau dengan membaginya menjadi bilangan yang memilki arti bagi kita seperti menjadi kelompok bilangan 1996. Menghubungkan adalah proses mengaitkan atau mengasosiasikan satu kata dengan kata yang lain melalui sebuah aksi atau gambaran. Strategi ini biasa digunakan dengan sistem kata penanda untuk mengingatkan serangkaian informasi dalam urutan tertentu. c. Strategi Kata Penanda Dengan strategi kata penanda, misalnya nomor telepon 438-0367 dapat diingat dengan dihubungkan dengan (4) roda mobil mogok ditarik oleh bemo beroda (3) sampai di sebuah sirkuit balap (8) yang kosong (0). Bemo beroda (3) itu membawa telur setengah lusin (6) untuk makan selama semingu (7). 37 Atau seseorang ingin meyederhanakan proses mengingatnya dengan mengkombinasikan nomor dalam beberapa unit, sehingga nomor 1945-1965 dapat diingat dengan tahun kemerdekaan Indonesia yang coba dikudeta oleh PKI. Kunci dalam membuat hubungan adalah menggunakan imajinasi. Hubungan yang dibentuk tidak perlu logis atau realistis, yang penting hubungan itu memicu ingatan seseorang . 38 37 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam; Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, Hingga Redefinisi Islamisasi Pengetahuan. Bandung; Nuansa Cendikia. 2003, 47. 38 Ali Imron. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta; Dunia pustaka. 1995, 89. 40 D. Kepribadian Islami Siswa 1. Pengertian Kepribadian Siswa Perlu diketahui bahwasanya manusia sebagai bagian dari makhluk hidup mempunyai pola pertumbuhan biologis yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dalam pertumbuhan jasmaniahnya, akan tetapi dalam suatu variabel tertentu yang dapat membedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikatakan oleh Retno Indayati, bahwa “tiap-tiap individu tumbuh menurut caranya yang unik”, 39 maksud unik di sini adalah antara individu yang satu dengan yang lain mempunyai ciri-ciri tertentu yang berbeda. Kita amati adanya perbedaan nyata dari masing-masing individu, ada yang tinggi, ada pula yang pendek, ada yang hitam, ada pula yang putih, dan sebagainya. Keunikan pertumbuhan ini antara lain disebabkan oleh: a. b. c. d. e. f. g. h. Perbedaan kondisi lingkungan internal. Perbedaan kondisi lingkungan eksternal. Perbedaan materi hereditas (pembawaan). Perbedaan aktivitas. Perbedaan kondisi fisiologis. Perbedaan usia. Perbedaan jenis kelamin. Perbedaan hasil belajar.40 Demikian pula pertumbuhan psikis, ada pula sebagian individu yang nampaknya mempunyai ciri-ciri atau sifat yang sama, misalnya daya tangkap, daya pikir, daya pengamatan, dan lain-lain. Kekhususan itu nampak dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya dinamakan pribadi atau kepribadian. 39 40 Retno Indayati, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Tulungagung: IAIN Sunan Ampel, t.t.), 52 Ibid., 52-53 41 Dari keterangan di atas dapat diambil pengertian bahwa tiap-tiap individu mempunyai cara yang khas yang disebut pribadi yang nampak dalam kehidupan sehari-hari seperti pemarah, pemalu, periang, pendiam dan sebagainya, yang dapat dilihat dalam waktu tertentu, misalnya dilihat dulu ia diam, apakah di rumah, sekolah, dan lain-lain. Di bawah ini penulis memaparkan tentang pengertian kepribadian yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli, di antaranya adalah: a. Menurut Koswara mengutip pendapat Gordon Allport dalam bukunya “Teori-teori Kepribadian” mengemukakan bahwa kepribadian adalah, “suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang turut menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas”. 41 Istilah “sistem psikofisik” dengan maksud menunjukkan bahwa “jiwa” dan “raga” manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta di antara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah “khas” dalam batasan kepribadian Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu bertingkah laku dalam caranya sendiri karena setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri, tak ada dua orang yang berkepribadian sama, dan karenanya tidak akan ada dua orang pun yang bertingkah laku sama.42 41 42 Koswara, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: Eresco, 1991), 11 Ibid. 42 b. Ahmad Patoni dalam bukunya Dinamika Pendidikan Anak mendefinisikan kepribadian adalah, “apa yang menentukan perilaku dalam situasi yang ditetapkan dan dalam kesadaran jiwa yang ditetapkan”.43 c. Menurut Uswah Wardiana mengutip pendapat Newcomb dalam bukunya Psikologi Umum mengemukakan bahwa kepribadian adalah, “organisasi dari sikap-sikap (predispositions) yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perikelakuan”. 44 d. Ngalim Purwanto mengutip pendapat Sartain mendefinisikan kepribadian adalah, “suatu organisasiatau susunan daripada sifat-sifat dan aspekaspek tingkah laku lainnya yang saling berhubungan di dalam suatu individu”.45 e. Menurut Kartini Kartono mendefinisikan kepribadian adalah satu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individual, yang memberi kemungkinan untuk memperbedakan ciri-cirinya yang umum dalam pribadi lainnya. 46 Terkait dengan definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa, kepribadian ialah totalitas dari psikologi yang kompleks dari individu sehingga nampak dalam 43 Achmad Patoni, et.al., Dinamika Pendidikan Anak, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), 96 Uswah Wardiana, Psikologi Umum, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), 172. 45 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2004), 154 46 Kartini Kartono, Teori-teori Kepribadian, (Bandung: Mandar Maju, 2005), 10 44 43 tingkah laku sehari-hari, sehingga sebenarnya pribadi itu adalah perpaduan dari faktor luar individu yang kemudian akan timbul suatu pribadi yang unik antara yang satu dengan yang lainnya, tidak ada yang sama betul. Artinya tidak ada yang sama seratus persen dalam kepribadian dua individu. Terkait dengan definisi kepribadian yang telah dikemukakan, terdapat elemen-elemen penting yang mencirikan tentang kepribadian, yaitu bahwa: a. Pada umumnya, definisi menekankan perlunya memahami arti perbedaanperbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian” keunikan dari setiap individu ternyatakan. Dan melalui studi menggunakan kepribadian, sifatsifat individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan menjadi jelas atau bisa lebih dipahami. Jadi kepribadian itu dipandang sebagai sesuatu yang unik atau khas pada diri setiap orang. b. Kepribadian sebagai suatu struktur atau organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi dan diintegrasikan oleh kepribadian, atau dengan kata lain, kepribadian dipandang sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengaruh tingkah laku. c. Pentingnya melihat kepribadian dari sudut “sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian menurut para teoritis kepribadian merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individual atas pengaruh internal dan eksternal, yang mencakup faktor genetik atau biologis, pengalaman sosial, dan perubahan lingkungan. Dengan kata lain corak 44 dan keunikan kepribadian individu ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. 47 Uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa, anak yang telah menemukan pribadinya adalah anak yang dapat menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat dengan berbagai aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat, yang berhubungan dengan moral, sosial serta berbagai aturan yang ada dan semakin orang itu dewasa, semakin jelaslah kepribadian orang tersebut. Untuk itu anak harus mendapatkan bimbingan/didikan yang baik, agar anak tersebut terbiasa dengan perbuatan yang baik pula. 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Siswa Secara garis besarnya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi setiap individu yang (orang dewasa, anak-anak, anak didik, dan sebagainya) dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu dan faktor yang berasal dari luar individu. Dengan keterangan di atas dapat dimengerti bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian anak terbagi menjadi 2 bagian, yaitu: a. Faktor Yang Terdapat Dalam Diri Anak Sendiri (Faktor Pembawaan) Menurut Ngalim Purwanto, pembawaan ialah seluruh kemungkinankemungkinan atau kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat 47 Wardiana, Psikologi, 173-174. 45 dalam suatu individu dan yang selama masa perkembangannya benarbenar dapat diwujudkan (direalisasikan).48 Menurut Retno Indayati mengutip pendapat Mahfaudz Shalahudin pembawaan adalah “kecenderungan untuk bertumbuh dan berkembang bagi manusia menurut pola-pola, ciri-ciri serta sifat-sifat tertentu dari suatu generasi ke generasi berikutnya dengan melalui plasma benih, yang timbul pada saat konsepsi dan berlangsung sepanjang hidup salah satu.”49 Kemudian menurut Retno Indayati juga mengutip pendapat Wasty Soemanto bahwa pembawaan adalah "pewarisan atau pemindahan biologis karakteristik individu dari pihak orang tuanya melalui proses genetic".50 Dari pernyataan para ahli di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, pembawaan adalah segala sesuatu yang telah dibawa oleh anak itu sendiri sejak ia keluar dari kandungan ibunya. Para sarjana yang mendukung pendapat ini mengatakan bahwa seluruh kehidupan manusia ditentukan oleh potensi-potensi yang dibawanya sejak lahir, apakah orang menjadi jendral, pencuri, dan lain-lain, semuanya sudah ditentukan sejak ia lahir yaitu dengan bakat-bakatnya, pandangan ini atau aliran ini disebut nativisme. 51 48 Purwanto, Psikologi, 21. Indayati, Ilmu, 66. 50 Ibid., 65 51 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grafindo Persada, 2004), 177 49 46 Dengan demikian, dari beberapa pendapat di atas dapat dimengerti bahwa faktor intern atau faktor pembawaan adalah salah satunya faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian yang baik maka akan lebih manakala dalam perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh lingkungan yang baik pula. Dalam ajaran agama Islam telah dijelaskan bahwa pembawaan itu adalah suatu fitrah yang telah dibawa setiap anak sejak lahir, akan tetapi agama Islam juga menjelaskan bahwa proses kelanjutan proses itu bisa dipengaruhi oleh adanya bimbingan dan oleh adanya pengaruh lingkungan. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad saw: ََقَالَََرسَ َولََللاََصَلََللاََعَلَيَه,ََعَنََأَبََهََريََرة,ََعَنََالَعََرج,َىالزنَد َ ََعَنََأَب,ََعَنََمَالَك,َحَدَثَنَاَالقَعَنَبَيي َََكَلََمَ َولَ َودََيَ َولَدََعَلىََالَفَطََرةََفَأَبََواهََيَنَصََرانَهَ َاَ َويَهَ َودَنَهََاَ َولَجَسَانَهََكَمَاَتَنَاتَحََالَبَلََمَنََبَيَمَة:ََوسَلَم َََ<<للا:ََأَفََريَتََمَنََيَ َوتَََوهَوََصَغٌََي؟َقَال,ََيََرسَ َولََللا:ََهَلََتَسََمَنََجَدَعَاءَ؟َقَالَوا:َجَعَأ َ >>َانواَعَامَلَي َ َأَعَلَمََبَاَك ”Al- Qo’nabi bercerita kepada kami, dari Malik, dari Abi zinad, dari A’roj, dari Abu hurairah, Nabi SAW. Bersabda: Setiap anak yang dilahirkan, dilahirkan ata dasar fitrah. Maka ibu bapaknya yang menasranikan atau mengyahudikan atau memajusikannya seperti dilahirkannya unta Ibil dari unta Jam’ak (binatang yang selamat dari bahaya). Apakah unta dapat diantikan oleh Jad’ak?Para sahabat bertanya, Hai rasullulah bagaimana pendapatmu mengenai seorang anak yang mati dalam keadaan masih kecil? Rasul menjawa: Allah lebih 47 mengetahui terhadap apa yang kamu lakukan ”. (H.R. Bukhari dan Muslim)52 Hadits Nabi di atas menekankan bahwa fitrah yang dibawa semenjak lahir bagi anak itu sangat besar dipengaruhi oleh lingkungan. Fitrah itu sendiri tidak akan berkembang tanpa dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar, yang mungkin dapat dimodifikasikan atau dapat diubah secara drastis manakala lingkungan itu tidak memungkinkan menjadikannya lebih baik. 53 Dari sini nampak jelas bahwa pembawaan dapat dipengaruhi oleh lingkungan, dalam kaitannya dengan proses mempengaruhi faktor pembawaan ini seorang guru dan juga orang tua mempunyai tugas, peranan serta tanggung jawab yang sangat besar sekali. b. Faktor Yang Terdapat Dari Luar (Lingkungan) Seorang ahli psikologi Amerika (Sartain) mengatakan bahwa lingkungan (environment) adalah semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan kita kecuali gen-gen dan bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan bagi gen yang lain.54 52 Sulaiman Abi Dawud, Sunan Abu Dawud, Juz 4, (Qohirah: Dar al-Hadits, 1999), 214 Ibid. 54 Purwanto, Psikologi, 28 53 48 Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah lingkungan adalah faktor yang dapat mempengaruhi tingkah laku manusia, namun bukan satusatunya faktor tanpa adanya faktor yang lain. 55 Terkait dengan pernyataan para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkah laku manusia dari luar diri individu. Dari penjelasan-penjelasan di atas penulis akan membahas tentang faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian anak, yaitu faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Pembahasan ini bukannya mengesampingkan faktor lingkungan psikis, akan tetapi kalau kita lihat dan kita amati, pada dasarnya keberhasilan dari lingkungan psikis dalam membentuk kepribadian secara langsung ataupun secara tidak langsung ditentukan oleh lingkungan fisik. Adapun faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kepribadian anak adalah: 1) Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan pendidik pertama dari pengalamanpengalaman anak sejak masa bayi hingga mandiri lepas dari tanggung 55 Abdul Rahaman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 63. 49 jawab keluarga, seorang anak senantiasa berada dalam lingkungan keluarga. Sejak seorang anak dilahirkan oleh sang ibu maka dengan sendirinya telah berusaha berinteraksi dengan orang lain dalam upaya pembentukan kepribadiannya. Dalam alam barunya ini, ia akan menemukan berbagai macam pengaruh, terutama adalah lingkungan keluarga, karena lingkungan inilah yang akan memberikan pendidikan yang pertama dan utama pada si anak. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan ini, orang tua sangat berperan untuk membentuk kepribadiannya. Demikian pula tindakan-tindakan dan kebijaksanaan keluarga serta kebiasaankebiasaan yang ada di keluarga dan alam sekitarnya dapat pula mempengaruhi dan membentuk kepribadian anak. Sebagai gambaran betapa pentingnya faktor lingkungan keluarga dalam membentuk dan mempengaruhi anak, Retno Indayati mengatakan bahwa, Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan rumah yang sehat dengan suasana keluarga penuh kasih sayang dan dorongan, maka besar kemungkinan bahwa mereka akan memiliki tingkat kesehatan mental dan emosi yang baik, dan tumbuhlah individu dengan pribadi yang baik pula. Sebaliknya, manakala mereka berada dalam situasi protektif dan membatasi tingkah laku maka besar kemungkinan mereka cenderung mengidap penyakit 50 mental dan emosional, karena kondisi yang tidak wajar dan menekan.56 Demikian pula keluarga yang besar (banyak anggotanya) akan berlainan pula pengaruhnya daripada keluarga yang kecil (sedikit anggotanya). Keluarga yang mampu dalam memberi pengaruhnya terhadap kepribadian anak juga berlainan pula dengan keluarga yang kurang mampu. Demikian pula keluarga yang berpendidikan tinggi akan lain pula pengaruhnya terhadap kepribadian seorang anak jika dibandingkan dengan keluarga yang berpendidikan rendah. Demikian pula anak yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang kerjasama di antara keluarga, kurang bersatu atau bahkan tidak ada patokan-patokan hidup yang baik dalam tingkah laku keluarga dan orang tua tidak berusaha menyembunyikan rasa ketidakcocokan mereka dan anak dibiarkan berusaha sendiri untuk menemukan kepribadian yang menurutnya dianggap baik, maka rumah tangga yang demikian itu akan menghambat anak dalam bersikap yang diterima oleh masyarakat disekitarnya. 2) Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan pusat lembaga pendidikan kedua setelah keluarga, dalam sekolah baik formal maupun non formal dapat mempengaruhi kepribadian anak, sehingga dengan demikian sekolah 56 Indayati, Ilmu, 78-79 51 mempunyai kewajiban memberikan pendidikan bagi warga masyarakat sesuai dengan haluan yang pasti dan diperlukan dalam masyarakat ataupun negara yang bersangkutan. Mengenai pentingnya anak ditempatkan pada lingkungan sekolah, menurut M. Dalyono dalam bukunya Psikologi Pendidikan adalah karena sekolah sangat berperan dalam meningkatkan pola pikir anak, karena di sekolah mereka dapat belajar bermacam-macam ilmu pengetahuan. Tinggi rendahnya pendidikan dan jenis sekolahnya turut menentukan pola pikir serta kepribadian anak. 57 Di sekolah di bawah asuhan guru-guru anak-anak memperoleh pengajaran dan pendidikan. Anak-anak belajar berbagai macam pengetahuan dan ketrampilan, yang akan dijadikan bekal dalam kehidupan nanti di masyarakat. Memberi bekal ilmu pengetahuan dan ketrampilan pada anak inilah sebenarnya adalah tugas utama di sekolah. Sehingga tepat sekali jika dikatakan bahwa kehidupan sekolah adalah jembatan bagi anak-anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat. 3) Lingkungan Masyarakat Lingkungan masyarakat adalah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan masyarakat ada yang kita terima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh 57 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), 131 52 secara langsung seperti dalam kehidupan sehari-hari dengan orang lain, keluarga kita, teman-teman, kawan sekolah, dan sebagainya. Kemudian pengaruh secara tidak langsung melalui radio, televisi, membaca buku, majalah, surat kabar, dan sebagainya. 58 Kemudian mengenai pengaruh lingkungan masyarakat terhadap kepribadian anak ada yang bersifat positif dan juga ada yang bersifat negatif. Yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat positif adalah segala sesuatu yang membawa pengaruh baik terhadap pendidikan dan perkembangan anak, yaitu pengaruh-pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang baik dan berguna bagi kehidupan anak itu sendiri, maupun baik dan berguna bagi kehidupan bersama. Pengaruh yang positif dari masyarakat banyak kita jumpai dalam perkumpulanperkumpulan pemuda, organisasi pelajar atau mahasiswa, maupun organisasi yang lain. Tetapi perlu ditekankan di sini, bahwa organisasi atau perkumpulan pemuda yang memberikan pengaruh positif ini ialah perkumpulan pemuda yang dikelola secara baik dan “legal”, bukan organisasi perkumpulan pemuda dan diorganisasi secara baik tetapi tidak legal atau dengan kata lain ilegal. Seperti halnya dengan adanya group-group pemuda pada akhir-akhir ini yang gerak tingkah lakunya sebagian besar lebih mendekati dengan geng-geng di luar negeri. 58 Ibid., 131-132. 53 Sedangkan yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat negatif adalah segala macam pengaruh yang menuju pada hal-hal yang tidak baik dan merugikan bagi pendidikan dan perkembangan anak sendiri, maupun tidak baik dan merugikan kepada kehidupan bersama. Hal ini bisa terlihat pada realita yang ada di masyarakat yang menunjukkan banyaknya pengaruh negatif yang seolah-olah telah terorganisasikan dan terlembagakan. Oleh karena itulah sudah seharusnya dari orang tua untuk selalu mengadakan pengawasan kepada anak-anaknya, dengan siapa anaknya bergaul, bukannya dimaksudkan untuk membedakan mana lawan dan mana kawan, tetapi justru untuk mengajar anak dan menjaganya untuk tidak terlanjut memperoleh pengaruh-pengaruh yang tak diinginkan. 3. Membentuk Kepribadian Islami Sebenarnya arti kepribadian mengandung cakupan arti yang cukup luas sebagaimana yang penulis uraikan di muka, tetapi kalau kita teliti secara cermat menunjukkan bahwa kepribadian itu tidak terbentuk mendadak akan tetapi memerlukan proses yang cukup panjang. Pada zaman dahulu sering terjadi kontroversi mengenai apakah kepribadian itu lebih ditentukan oleh faktor dalam (pembawaan) ataukah 54 faktor dari luar (lingkungan). Pada zaman sekarang ini, sebagaimana dikatakan oleh Saifudin Azwar bahwa: Tidak ada lagi ahli psikologi yang berpandangan ekstrim untuk menyatakan bahwa kepribadian adalah atribut bawaan yang ditentukan oleh faktor-faktor keturunan secara murni maupun yang sebaliknya untuk menyatakan bahwa kepribadian hanya ditentukan oleh faktor lingkungan sebagai hasil belajar semata. 59 Proses pembentukan kepribadian pada diri individu sampai dengan umur 4 tahun biasanya hanya ditangani oleh keluarga yang caranya dilakukan secara tradisional, artinya menurut warisan dari orang tuanya masing-masing sehingga jarang terjadi keseragaman, baik mengenai cara atau materi sebagai alat bantunya. Dalam hal ini titik berat pendekatannya diletakkan pada penanaman kebiasaan-kebiasaan yang baik agar anak mendapat kesempatan berkembang dalam masyarakat, sehingga kebiasaan ini nantinya terbawa sampai si anak menginjak usia dewasa. Ajakan untuk menghayati, ataupun untuk menanyakan siapa yang membuat langit, siapa yang menurunkan hujan, siapa yang mengatur siang, siapa yang mengatur malam adalah salah satu cara yang baik untuk mengatakan bahwa Tuhan itu ada. Pengetahuan tentang adanya Tuhan akan melekat pada jiwa anak apabila ia telah memasuki usia remaja. Pada dasarnya masyarakat luas tidak hanya menyajikan serta menjanjikan hasil pengaruh kepribadian yang positif saja, akan tetapi juga 59 1996),75 Saifudin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi, (Bandung: Pustaka Pelajar Offset, 55 mempengaruhi kepribadian anak dalam segi negatif. Pembentukan kepribadian dari masyarakat yang positif ini mengarah pada pergaulan yang mengacu pada kegiatan keagamaan, dan juga sosial yang didalamnya banyak diajarkan rasa cinta kasih dan hormat terhadap sesamanya. Perasaan sama dalam tanggung jawab dan sepenanggungan, membantu pada yang membutuhkan, setia kawan, dan sebagainya semua banyak ditemukan dan didapati dalam ajaran agama. Sedangkan pergaulan negatif yang sering nampak dalam kehidupan masyarakat misalnya adalah pergelaran orkes pentas musik atau sejenis yang disertai dengan minum-minuman keras, main kartu judi, dan sebagainya. Hal ini mampu memberikan dampak negatif yang akhirnya dapat membentuk kepribadian atau watak individu yang tak hanya merugikan dirinya sendiri akan tetapi juga pada masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu sebagai orang tua yang menginginkan dalam pembentukan pribadi anaknya agar mempunyai pribadi yang terpuji harus secara dini memantau pergaulan anaknya agar memilih teman bergaul di dalam masyarakat yang baik atau juga dapat ditempatkan dalam pondok pesantren, sehingga anak mampu beretika dan berakhlak mulia. Selain orang tua, selanjutnya tugas pembentukan pribadi yang islami ini adalah tugas seorang guru ketika anak berada di sekolah. Ungkapan jawa menyatakan bahwa guru merupakan sosok manusia yang harus digugu dan ditiru. Ini menunjukkan bahwa segala perilaku guru baik itu berupa ucapan 56 maupun tindakan selalu akan menjadi panutan bagi peserta didik. Dalam hal mengajar, kemampuan guru mengorkestrasi kelas akan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam mengajar. Apa yang dilakukan guru ketika mengajar juga menjadi ukuran bagi keberhasilan belajar siswa. Ketika guru agama Islam dalam menanamkan pengetahuan keislaman hanya sebatas pemberian atau pencagaran saja, akan berimbas pada ketidaktertarikan anak didik dalam menerima materi pelajaran serta sulit untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan di masyarakat. Apa lagi ditambah dengan perilaku guru agama Islam yang menyimpang dari apa yang diajarkan kepada anak didik, akan berakibat fatal bagi akhlak anak didik. Sehingga dalam hal ini, “seorang guru ketika mengajar hendaknya berniat untuk memperoleh keridhaan Allah, dan jangan menjadikannya sebagai perantara untuk mendapatkan kemewahan duniawi, melainkan untuk beribadah.”60 Seorang guru hendaknya memelihara kedua tangan atau pandangan serta lainnya (ketika mengajar) dari hal – hal yang tidak perlu, melainkan memandang anak didik dengan pandangan yang mengandung maksud sesuai dengan kebutuhan, kemudian duduk di tempat duduk yang dapat terlihat oleh semua anak didik. 60 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid : Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghozali, (Bandung: RajaGrafindoPersada, 2001), h. 93-94 57 Sehingga dengan sistem yang demikian para siswa akan mengikuti perbuatan baik yang dilakukan oleh gurunya dan para siswa dibimbing menuju Allah yang memberikan kecerdasan dan kesempurnaan akal kepada manusia, sehingga ia menjadi amat cerdas dan brilian. Tidak membatasi proses pendidikan dengan batasan usia dan lamanya belajar. Karena hakekat pendidikan adalah hak setiap manusia yang harus dipenuhi oleh negara. Allah mengamanahkan penguasa negara untuk benarbenar memenuhi kebutuhan umat tanpa syarat termasuk pendidikan Selain itu peran dari kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan juga mempengaruhi terbentuknya kepribadian yang islami. Pemerintah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Menyusun kurikulum berdasarkan aqidah islam untuk semua institusi pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi). Filterisasi terhadap pahampaham sesat dan menyesatkan bisa dijalankan melalui standar kurikulum Islami. Sehingga harapannya tidak lagi masuk di materi sekolah tentang teori Darwin, ekonomi ribawi, serta filsafat liberal-sekuler dan lainnya yang tidak sesuai dengan Aqidah Islam. b. Seleksi dan kontrol ketat terhadap para tenaga pendidik. Penetapan kualifikasi berupa ketinggian syakhsiyah islamiyah dan kapabilitas mengajar. Jika sudah didapatkan tenaga pendidikan yang sesuai kualifikasi, negara harus menjamin kesejahteraan hidup para tenaga pendidik agar mereka bisa fokus dalam penelitian dan pengembangan ilmu bagi anak didik dan tidak disibukkan aktivitas mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. c. Menyajikan content pendidikan dengan prinsip Fikru lil Amal (Link and Match atau ilmu yang bisa diamalkan). Artinya jangan sampai isi materi pendidikan tidak membumi (tidak bisa diterapkan) sehingga tidak berpengaruh dan tidak memotivasi anak didin untuk mendalaminya.61 61 Ibid. 58 4. Membina Pribadi yang Islami Seorang anak sejak lahir dari rahim ibu, ia tumbuh dan berkembang menurut tahap-tahap perkembangannya sendiri-sendiri, sehingga hasil perkembangannya berupa bentuk-bentuk kepribadian yang berlainan dan unik pula. Keunikan ini disebabkan karena antara pribadi yang satu dengan yang lainnya tidak ada yang sama. Sebenarnya pada tahap-tahap tertentu manusia yang satu dengan yang lainnya mempunyai persamaan. Misalnya sama-sama dalam masa bayi, masa anak-anak, masa remaja dan masa tua. Kunci agar tahap persamaan ini adalah antara manusia yang satu dengan yang lain bisa hidup rukun dan damai adalah setiap manusia itu harus mempunyai pribadi yang baik. Pribadi yang baik itu adalah merupakan kesanggupan dari konsekuensi manusia untuk hidup dengan tenang tanpa mengganggu dan merasa diganggu oleh manusia yang lain. Cepat atau lambat untuk membina pribadi yang baik harus diusahakan sendiri secara sepenuh hati. Membina pribadi ini dapat pula dilakukan dengan membaca teori-teori kepribadian para pakar yang disenangi, sehingga timbul perasaan dan daya tarik untuk mengidentifikasikan dirinya sendiri seperti apa yang menjadi idolanya. Dalam membina pribadi ini Agus Sujanto dkk., memberikan motivasi dengan kata-kata, “biarlah orang lain lebih baik 59 dari kita, yang penting adalah kita sekarang harus lebih dari kita yang kemarin”.62 Perlu diketahui pula biasanya niat yang baik dalam berbuat, bersikap, atau pula bertindak disertai pula dengan perasaan rendah diri dan minder. Perasaan rendah diri dan minder yang berlebihan akan tidak menguntungkan bahkan anak mengucilkan diri dari masyarakat luas. Dengan menanamkan rasa ingin mencoba sesuatu, itulah akan dapat menghilangkan rasa rendah diri dan minder yang berlebihan. Akan tetapi perlu juga diingat rasa percaya diri yang berlebihan juga kurang baik karena akibatnya akan menimbulkan sikap kurang hati-hati. Menurut D. H. Gulo, untuk membina pribadi diri sendiri ada beberapa cara, di antaranya adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. Kepercayaan pada diri sendiri. Sikap optimis. Sikap berhati-hati. Sikap tak bergantung pada orang lain. Sikap tak mementingkan diri sendiri. Ketahanan menghadapi kepayahan. Toleransi. Ambisi. Kepekaan sosial (simpatik).63 Aspek-aspek di atas jika dilaksanakan dengan baik maka akan mampu membina dan membentuk kepribadian dengan baik tanpa merugikan orang lain. 62 63 Agus Sujanto, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 155 Ibid., 158.