Dafar Pustaka - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Business Ethic & GCG
Ethical decision making : personal and
professional contexts
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Ekonomi dan
Bisnis
Program
Studi
Magister
Manajemen
Tatap
Muka
02
Kode MK
Disusun Oleh
35040
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali,
Pre-MSc, MM, CMA
Abstract
Kompetensi
Ethical decision making :
personal and prof e ssional
contexts
Mahasiswa mampu menjelaskan
Ethical decision making :
personal and prof essional
contexts
Dafar Isi
Ethical decision making : personal and professional contexts

Introduction

A decision making process for ethics

When ethical decision making goes wrong: why do “good” people engage in
“bad” acts?

‘15
Ethical decision making in managerial role
2
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
KERANGKA KERJA PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decission making-EDM) menilai
etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat terkena dampak:
a) Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya
b) Hak dan kewajiban terkena dampak
c) Kesetaraan yang dilibatkan
d) Motivasi atau kebijakan yang diharapkan
Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum – Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan
A.
Sniff Test Untuk Pengambilan Keputusan Etis, diantaranya:
1) Akankah saya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini
muncul dihalaman depan surat kabar nasional besok pagi?
2) Akankah saya bangga dengan keputusan ini?
3) Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini?
4) Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dank ode etik
perusahaan?
5) Apakah hal ini terasa benar bagi saya?
B.
Aturan Praktis Untuk Pengambilan Keputusan Etis
1) Golden Rule: Perlakuan orang lain seperti anda ingin diperlakukan
2) Peraturan pengungkapan: jika anda merasa nyaman dengan tindakan
atau keputusan setelah bertanya pada diri sendiri apakah anda akan
keberatan jika semua rekan, teman, dan keluarga anda meyadari hal
itu, maka anda harus bertindak atau memutuskan.
3) Etika intuisi: lakukan apa yang “firasat anda” katakana untuk anda
lakukan.
4) Imperatif Kategoris: jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan,
kecuali prinsip-prinsip tersebut dapat, tanpa adanya inkonsistensi,
diadopsi oleh orang lain.
5) Etika profesi: lakukan hanya apa yang bisa anda jelaskan didepan
komite dari rekan-rekan professional anda.
6) Prinsip Utilitarian: lakukan “yang terbaik untuk jumlah terbesar”
‘15
3
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
7) Prinsip kebajikan: lakukan apa yang menujukkan kebajikan yang
diharapkan.
Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif untuk Menilai
Keputusan dan Tindakan
A.
Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan
Untuk memfokuskan analisis dan pengambilan keputusan pada dimensi etika:
1) Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan
tersebut.
2) Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban.
3) Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku
kepentingan, termasuk hak pengambilan keputusan.
4) Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik-baiknya.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari
deontologi dan etika kebajikan. Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus didukung
dengan kenyataan yang dihadapi oleh pengambil keputusan. Dalam syarat pemangku untuk
perdagangan dan untuk memahami bahwa keputusan bisa meningkatkan kekayaan semua
pemangku kepentingan sebagai kelompok, bahkan jika beberapa individu secara pribadi
menerima efek yang buruk, kepentingan dasar ini harus dimidifikasi untuk berfokus pada
kekayaan pemangku kepentingan dari pada hanya perbaikan mereka. Modifikasi ini
menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme menjadi konsekuensilianisme.
Setelah fokus pada perbaikan telah beralih menjadi kekayaan, kebuthna untuk menganalisis
dampak keputusan dalam kaitannya dengan empat kepentingandasar menjadi jelas.
Keputusan yang tidak menunjukkan karakter, integritas, atau keberanian yang diharapkan
akan dicurigai(secara etis) oleh para pemangku kepentingan. Akibatnya, keputusan yang
diusulkan dapat dinyatakan tidak etis jika tidak memberikan manfaat bersih, tidak adil, atau
meninggung hak pemangku kepentingan termasuk ekspetasi yang wajar untuk perilaku
bajik. Pengujian terhadap keputusan yang diusulkan dengan satu prinsip saja jelas picik,
dan biasanya menghasilkan diagnosis yang salah.
B.
Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur
1) Laba
Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan sangat penting
untuk kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan kita. Di masa inflasi, laba
‘15
4
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
merupakan hal yang penting untuk menggantikan inventori pada harga tinggi yang
diperlukan. Untungnya, pengukuran laba dikembangkan dengan baik dan hanya
dibutuhkan beberapa pendapat tentang penggunaannya dalam pengambilan
keputusan etis. Memang benar, bagaimanapun, bahwa keuntungan merupakan
ukuran jangka pendek, dan beberapa dampak penting tidak terungkap dalam
penentuan laba. Kedua kondisi ini dapat diperbaiki dalam bagian berikut.
2) Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Dapat Langsung Diukur
Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak dimasukkan dalam
penentuan laba perusahaan yang menyebabkan dampak. Sebagai contoh, ketika
sebuah
perusahaan
melakukan
pencemaran,
biaya
pembersihan
biasanya
dikeluarkan oleh individu, perusahaan, atau kota yang terletak di hilir atau arah
angin. Biaya tersebut disebut sebagai eksternalitas, dan dampaknya dapat diukur
langsung oleh biaya pembersihan yang dilakukan oleh orang lain.
Untuk melihat gambaran lengkap tentang dampak dari sebuah keputusan, laba atau
rugi yang muncul dari transaksi harus dimodifikasi oleh eksternalitas yang
ditimbulkannya. Sering kali, perusahaan yang mengabaikan eksternalitas menyadari
bahwa mereka telah meremehkan biaya sebenarnya dari keputusan saat muncul
denda dan biaya pembersihan, atau muncul pemberitaan yang kurang baik.
3) Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Tidak Dapat Langsung Diukur
Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan laba
perusahaan, tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang diluar perusahaan.
Sumbangan atau beasiswa adalah contoh eksternalitas, dan tentunya akan menarik
untuk memasukkan perkiraan manfaat yang terlibat dalam keseluruhan evaluasi
keputusan yang diusulkan. Masalahnya adalah bahwa baik keuntungan maupun
biaya beberapa dampak negatif, seperti berkurangnya kesehatan yang diderita orang
karena menyerap polusi, dapat diukur secara langsung, tetapi mereka harus
dimasukkan dalam penilaian secara keseluruhan.
Meskipun tidak mugkin untuk mengukur eksternalitas tersebut secara langsung, ada
kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsung dengan menggunakan
alternatif pengganti atau bayangan cermin. Pada kasus beasiswa, pengganti
keuntungan dapat berupa peningkatan laba yang diperoleh oleh penerima. Nilai
kerugian dari berkurangnya kesehatan dapat diperkirakan sebagai pendapatan yang
hilang ditambah biaya perlakuan medis ditambah dengan produktivitas yang hilang di
tempat kerja sebagaimana diukur dengan biaya penambahan pekerja.
‘15
5
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keakuratan estimasi bergantung pada kemiripan ukuran dengan bayangan cermin.
Ada kemungkinan, bagaimanapun, bahwa perkiraan yang ada akan mengecilkan
dampak yang terlibat; dalam contoh sebelumnya, tidak ada perkiraan yang dibuat
untuk keuntungan intelektual dari pendidikan yang dibiayai oleh beasiswa atau rasa
sakit dan penderitaan yang dihadapi sebagai akibat dari hilangnya kesehatan.
Meskipun demikian, jauh lebih baik jika membuat estimasi yang akurat secara
umum, daripada membuat keputusan atas dasar tindakan langsung yang diukur
dengan tepat hanya sebagian kecil dari dampak keputusan yang diusulkan.
4) Membawa Masa Depan ke Masa Kini
Teknik untuk membawa dampak keputusan masa depan ke dalam analisis tidak sulit.
Hal ini ditangani secara paralel dengan analisis penganggaran modal, di mana nilainilai masa depan didiskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan tingkat suku
bunga yang diharapkan di masa mendatang. Pendekatan ini ditunjukkan sebagai
bagian dari analisis biaya-manfaat (ABM) dalam Brooks (1979).
Pendekatan nilai bersih masa kini:
Nilai Bersih Masa Kini = Nilai Keuntungan Bersih Masa Kini – Nilai Biaya Masa Kini
Usulan Tindakan
Sering kali, eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus pada keuntungan
jangka pendek akan menolak gagasan untuk memasukkan eksternalitas dalam
analisis mereka. Bagaimanapun, apa yang dianjurkan di sini bukan berarti mereka
meninggalkan keuntungan jangka pendek sebagai sebuah ukuran, tetapi mereka
juga mempertimbangkan dampak bahwa eksternalitas saat ini memiliki kesempatan
besar dalam memengaruhi perusahaan baru di masa depan. Apa yang
diperkenankan pada analisis biaya-manfaat bagi pembuat keputusan adalah untuk
membawa manfaat dan biaya masa depan ke masa kini agar dapat dianalisis secara
lebih lengkap dari sebuah keputusan.
5) Menangani Ketidakpastian Hasil
Sama seperti dalam analisis penganggaran modal, ada perkiraan yang tidak pasti.
Namun, berbagai teknik telah dikembangkan untuk memasukkan ketidakpastian ini
ke dalam analisis keputusan yang diusulkan. Sebagai contoh, analisis dapat
didasarkan pada perkiraan terbaik, dalam tiga kemungkinan (paling optimis, pesimis,
dan perkiraan terbaik), atau nilai-nilai yang diharapkan, di mana dikembangkan dari
sebuah simulasi komputer. Semua ini merupakan nilai-nilai yang diharapkan, yang
‘15
6
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
merupakan kombinasi dari nilai dan kemungkinan terjadinya. Hal ini biasanya
dinyatakan sebagai berikut:
Nilai Hasil yang Diharapkan = Nilai Hasil x Kemungkinan Terjadinya Hasil
Keuntungan dari rumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka kerja analisis
biaya-manfaat dapat dimodivikasi untuk menyertakan risiko yang terkait dengan
hasil. Pendekatan baru ini disebut sebagai analisis risiko-manfaat (RBA), dan dapat
diterapkan di mana hasil berisiko ditemukan dalam kerangka berikut:
Nilai yang Diharapkan dari Manfaat Bersih atau yang = Nilai Masa Kini yang Diharpkan Nilai Masa Kini dari Biaya Masa Datang Disesuaikan dengan Risiko
6) Identifikasi dan Petingkat Pemangku Kepentingan
Pengukuran laba, yang ditambahkan oleh eksternalitas yang didiskontokan ke masa
sekarang dan difaktorkan oleh resiko hasil, lebih berguna dalam menilai keputusan
yang diusulkan jika dibandingkan dengan hanya darikeuntungan saja. Namun
demikian, manfaat dari analalisis dampak pemangku kepentingan bergantung pada
identifikasi penuh semua pemangku kepentingan dan kepentingan mereka, serta
apresiasiyang penuh terhadap signifikansi dampaknya pada posisi masing – masing.
Ketika penambahan manfaat sederhana dan biaya tidak sepenuhnya mencerminkan
pentingnya pemangku kepentingan atau dampak yang terlibat. Dalam situasi ini, nilai
– nilai yang termasuk dalam ABM atau RBA dapat ditimbang, atau nilai
bersihsekarang dapat dibuat peringkat sesuai dengan dampak yang dibuat pada
pemangku kepentingan yang terlibat. Peringkat pemangku kepentingan dan dampak
yang terjadi atas mereka bergantung pada ketahanan situasional mereka dalam
menahan dampak juga digunakan ketika dampak yang tidak bisa diukur sedang
dipertimbangkan.
Kekuatan keuangan yang relatif tidak hanya memberikan alasan untuk membuat
peringkat kepentingan para pemangku kepentingan. Bahkan, ada beberapa alasan,
termasuk dampak dari tindakan yang diusulkan pada kehidupan atau kesehatan
pemangku kepentingan, atau pada beberapa aspek flora, fauna, atau lingkungan kita
yang lebih berada pada ambang bahaya atau kepunahan. Biasanya, masyarakat
mempunyai prasangka buruk pada perusahaanyang mengambil keuntungan atas
kehidupan, kesehatan, atau habitat kita. Di samping itu, membuat isu – isu ini
sebagai prioritas utama sering kali justru akanmemicu adanya pemikiran ulang
terhadap tindakan yang menyinggung agar diperbaii dengan menghilangkannya.
‘15
7
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Mitchell, Agle, dan Wood (1997) menyatakan bahwa pemangku kepentingan dan
kepentingan mereka dinilai dalam tiga dimensi : legitimasi atau hak hukum dan/atau
moral untuk mempengaruhi organisasi; kekuatan untuk memengaruhi organisasi
melalui media, pemerintah atau cara yang lain; serta urgensi (urgensitas) yang
dirasakan nyata dari persoalan yang muncul. Analisis semacam ini memaksa
pertimbangan terhadap dampak yang dianggap sangat merusak (khususnya untuk
pemangku kepentingan eksternal) terdahulu, sehingga jika seorang eksekutif
memutuskan untuk terus maju dengan rencana suboptimal, setidaknya kerugian
potensial akan dikenali.
Logika menunjukkan bahwa klaim dari tiga lingkaran yang saling tumpang tindih
(yaitu sah dan/atau dianggap sah, darurat, dan dipegang oleh penguasa) akan selalu
menjadi yang paling penting. Namun, hal ini tidak selalu terjadi. Klaim yang
mendesak dari pemangku kepentingan lain dapat menjadi yang paling penting jika
mereka mengumpulkan lebih banyak dukungan dari penguasa dan mereka yang
mempunyai klaim yang sah, dan akhirnya dianggap mempunyai legitimasi.
Pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang
Diajukan
1) Hanya laba atau rugi
2) A. ditambah eksternalitas (dengan kata lain, Analisis Biaya-Manfaat/ABM)
3) B.
ditambah
probabilitas
hasil
(dengan
kata
lain,
Analisis
Risiko-
Manfaat/RBA)
4) ABM atau RBA ditambah peringkat pemangku kepentingan
C.
Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi
1. Keadilan di Antara Para Pemangku Kepentingan
Kepedulian atas perlakuan yang telah adil telah menjadi perhatian masyarakat baru
– baru ini mengenai isu – isu seperti diskriminasi terhadap perempuan dan hal
lainnya yang menyangkut perekrutan, promosi, dan pembayaran. Akibatnya,
keputusan akan dianggap tidak etis kecuali jika dipandang wajar oleh semua
pemangku kepentingan.
2. Hak Pemangku Kepentingan
Sebuah keputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak menggagu hak
para pemangku kepentingan, dan hak si pembuat keputusan. Pemangku
kepentingan individu maupun kelompok umumnya berharap dapat menikmati hak –
hak sebagai berikut :
‘15
8
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hak Pemangku Kepentingan

Kehidupan

Kesehatan dan Keselamatan

Perlakuan adil

Penggunaan hati nurani

Harga diri dan privasi

Kebebasan berbicara
Beberapa hak ini telah dilindungi undang – undang dan peraturan hukum, sedangkan
yang lain ditegakkan melalui hukum umum atau melalui sanksi publik bagi yang
melanggar. Sebagai contoh, karyawan dan konsumen dilindungi undang – undang
kesehatan dan keselamatan, sedangkan martabat dan privasi dilindungi hukum
umum, dan efek jera menjadi subjek dari sanksi publik.
D.
Analisis
Dampak
Pemangku
Kepentingan:
Pendekatan
Tradisional
Pengambilan Keputusan
Beberapa (pendapat) telah dikembangkan yang memanfaatkan analisi dampak
pemangku kepentingan untuk menyediakan panduan tentang etikalitas tindakan
yang diajukan pada pengambil keputusan. Diskusi dari tiga pendekatan tradisional
akan dibahas kemudian. Memilih pendekatan yang paling berguna bergantung pada
apakah dampak eputusan bersifat jangka pendek jika dibandingkan dengan jangka
panjang, melibatkan eksternalitas dan garis mirin atau probabilitas , atau terjadi
dalam situasi perusahaan . pendekatan mungkin digabungkan kedalam penyesuaian
pendekatan gabungan yang dirancang khusus untuk dapat mengatasi situasi tertentu
dengan baik.
Penting untuk diakui, bahwa ketika masing-masing pendekatan berhubungan dengan
perkembangan deontologist terhadap dampak pada hak-hak, keadilan, dan tugastugas yang diharapkan, tidak ada yang secara khusus memasukkan kajian
mendalam tentang motivasi bagi keputusan-keputusan yang terlibat, sifat kebajikan
atau karakter yang diharapkan di era akuntabilitas pengku kepentingan modern.
Suatu analisis etika yang konprehensif harus keluar dari odel tradisional Tucker,
velasquez,
dan
Pastin
untuk
memasukkan
penilaikan
tentang
motivasi,
kebijakan,dan karakter yang ditampikan dibandingkan dengan yang diharapkan oleh
para pemangku kepentingan
‘15
9
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Interes pemangku kepentingan yang di
Apakah keputusan itu ?
periksa
1. menguntungkan ?
pemegang saham-biasanya jangka pendek
masyarakat luas-hak yang dapat ditegakkan
2. sah dimata hukum?
oleh hukum
3. adil?
keadilan bagi semua
4. benar ?
hak-hak lain bagi semua
5. mendukung pembangunan berkelanjutan hak khusus
lebih lanjut ?
E.
Pendekatan 5-Pertanyaan Tradisional
Keputusan yang diusulkan ditantang dengan mengajukan semua pertanyaan. Jika
respons negatif timbul (atau lebih dari satu) ketika semua lima pertanyaan
diajukan/dipertanyakan, maka pengambil/pembuat keputusan dapat mencoba untuk
merevisi tindakan yang diusulkan untuk menghapus dan/atau mengimbangi jawaban
negatif itu. Apabila proses revisi berhasil, maka usulan menjadi etis. Jika tidak,
proposal harus ditinggalkan karena tidak etis. Bahkan, jika tidak ada tanggapan
negatif ketika pertanyaan ditanyakan diawal, sebuah upaya harus dilakukan untuk
memperbaiki tindakan yang diusulkan menggunakan lima pertanyaan sebagai
panduan.
Urutan mengajukan pertanyaan tidak penting, tapi semua dari empat pertanyaan
pertama harus ditayangkan untuk memastikan bahwa pengambil keputusan tidak
mengbaikan dampak dari bidang yang penting. Beberapa permasalahan etika tdak
rentan terhadap pemeriksaan dengan 5-pertanyaan jika dibandingkan dengan
pendekatan lain yang diuraikan dalam bagian berikutnya.
F.
Pendekatan Standar Moral Tradisional
Pendekatan
standar
moral
untuk
analisis
dampak
pemangku kepentingan
membangun secara langsung atas tiga kepetingan mendasar dari para pemangku
kepentingan yang diidentifikasi.
Standar moral
Pertanyaan dari keputusan yang diusulkan
utilitarian
memaksimalkan keuntungan bersih
apakah tindakan tersebut memaksimalkan manfaat
‘15
10
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
bagi seluruh masyarakat
sosial dan meminimalkan luka sosial ?
hak-hak individu
dihormati dan dilindungi
apakah tindakan tersebut konsisten dengan hak setiap
orang ?
keadilan
distribusi manfaat dan beban yang
apakah tindakan (tersebut) membawa (kita) pada
adil
sebuah distribusi yang adil dari manfaat dan beban ?
Pada tabel di atas, hal ini agak lebih umum dari pada focus dari pendekatan 5
pertanyaan,dan mengarahkan pengambil keputusan untuk membuat analisis yang
berbasis lebih luas pada manfaat bersih bukan hanya profitabilitas,sebagai
tantangan
pertama
keputusan
yang
diusulkan.
Akibatnya
,pendekatan
ini
menawarkan kerangka kerja yang lebih sesuai dengan pertimbangan keputusan
yang memiliki dampak yang signifikan diluar perusahaan dari kerangka 5
pertanyaan.
Pertanyaan ang berfokus pada keadilan distributive, atau kejujuran, ditangani
dengan cara yang sama seperti pada pendekatan 5-pertanyaan. Untuk perlakuan
lengkap dari pendekatan standar normal, lihat Business Ethics : Concepts and Cases
oleh Manual G. Velasquez, (1992). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
Pendekatan Standar Moral Tradisional I tidak secara khusus memberikan kajian
yang mendalam tentang motifasi bagi keputusan yang terlibat, kebijakan atau
karakter yang diharapkan.
ASPEK KUNCI
TUJUAN PEMERIKSAAN
Etika aturan dasar
Untuk menjelaskan sebuah organisasi dan/atau aturan dan
nilai-nilai individu
etika titik-akhir
untuk menentukan manfaat bersih yang paling baik untuk
semua pihak
etika peraturan
untuk
menetukan
batasan-batasan
yang
harus
dipertimbangkan seseorang atau organisasi sesuai dengan
prinsip-prinsip etis
etika kontrak social
untuk menetukan cara bagaimana memindahkan batasanbatasan demi menghapus kekhawatiran atau konflik
‘15
11
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
G.
Pendekatan Pastin Tradisional
Dalam bukunya, The Hard Problrms of Management: Gaining the Ethical
Edge,Mark Pastin(1986) menyajikan gagasannya tentang pendekatan yang tepat untuk
analisi etika, yang melibatkan pemeriksaan terhadap empat aspek kunci etika seperti yang
terlihat pada Tabel di atas.
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar utnuk menangkap gagasan bahwa
individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar untuk nilai-nilai pundamental yang
mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diharapkan. Jika keputusan dianggap
menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan kan terjadi kekecewaan atau balas dendam.
Sayangnya, hal ini dapat menyebabkan pemberhentian atau pemutusan kerja seorang
pegawai yang bertindak tanpa memahami dengan baik aturan dasar etika organisasi tempat
dia bekerja. Untuk memahami aturan dasar yang berlaku, mengatur komitmen organisasi
secara benar atas proposal, dan melindungi para pembuat keputusan, Pastin mengusulkan
agar dilakukan pemeriksaan terhadap keputusan atau tindakan dimasa lalu. Ia menyebut
pendekatan ini sebagai rekayasa balik sebuah keputusan , karena dilakukan usaha untuk
membongkar pengambilan keputusan masa lalu selain untuk melihat bagaimana dan
mengapa keputusan tersebut dibuat. Pasti menunjukan bahwa individu sering dibatasi
(secara sukarela maupun tidak) dalam mengungkapkan nilai-nilai mereka, dan rekayasa
balik menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakan-tindakan mereka dimasa lalu, dan
apa nilai-nilai mereka sebenarnya.
H.
Memperluas dan Memadukan Pendekatan Tradisional
Dari waktu ke waktu, masalah etika akan muncul yang mungkin tidak sesuai
dengan salah satu pendeatan yang telah diuraikan. Sebagai contoh, isu yang diangkat oleh
permasalahan etika dapat diperiksa dengan pendekatan 5 pertanyaan, kecuali jika ada
dampak jangka panjang yang signifikan atau hal lain yang lebih membutuhkan analisis
biaya-manfaat dari pada keuntungan sebagai pertanyaan tingkat pertama. Untungnya,
anaisis biaya-manfaat dapat diganti atau ditambahkan untuk memperkaya pendekatan
tersebut. Mungkin pula, konsep etika aturan dasar dapat dipindahkan kependekatan nonPastin, jika diperlukan dalam keputusan yang berhubungan dengan keadaan perusahaan.
Harus hati-hati ketika memperluas dan menggabungkan pendekatan yang ada. Namun,
untuk memastikan bahwa masing-masing bidang kebaikan, keadilan, dan dampaknya
terhadap hak-hak individu telah diperiksa dalam analisis yang komprehensif-jika tidak,
keputusan akhir kemungkinan salah.
‘15
12
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pendekatan Filosofis dan Analisis Dampak Pemangku Kepentingan
Pendekatan
filosofis
konsekuensialisme,
deotologi,
dan
ektika
kebajikan
merupakan landasan, dan harus selalu diingat untuk menginformasikan dan memperkaya,
analisis
ketika mengguanakan
tiga
pendektatan
dampak
pemangku kepentingan.
Pendekatan analissi dampak pemangku kepentingan yang digunakan harus memberikan
pemahaman tentang fakta-fakta, hak, kewajiban, dan keadilan yang terlibat dalam
keputusan atau tindakan yang penting untuk analisis etika yang tepat dari motivasi,
kebajikan, dan karakter yang diharapkan.
Pada analisis yang efektif dan koperhensif terhadap etikalitas suatu keputusan atau
tindakan yang diusulkan, pendekatan-pendekatan filosofis tradisonal harus meningkatkan
model pemangku kepentingan, dan sebaliknya.
Memodifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku Kepentingan:
Menilai Motivasi, Kebijakan yang Diharapkan, dan Sifat Karakter
A. Mengapa Mempertimbangkan Harapan Motivasi dan Perilaku?
Suatu analisis etika yang komperhensif harus melebihi pendekatan tradisional
Tucker, Velasquez, dan pastin untuk menggabungkan penilaian tentang motivasi,
kebajikan, dan karakter yang terllibat dalam perbandingan dengan apa yang
diharapkan oleh para pemangku kepentingan.Namun, seperti yang terrlihat dalam
skandal yang baru-baru ini terjadi, para pengambil keputusan di masa lalu tidak
mengenali pentingnya harapan pemangku kepentingan akan kebajikan. Jika mereka
mengenalinya, keputusan yang dibuat oleh eksekutif perusahaan, akuntan m dan
pengacara yang terlibat dalam Enron, arthur andersen, WorldCom, Tyco, Adephia,
dan lain-lain mungkin telah menghindari tragedi pribadi dan organisasi yang terjadi.
Beberapa eksekutif dimotivasi oleh keserakahan , bukan oleh kepentingan pribadi
yang berfokus pada kebaikan semua orang.
Intinya adalah mereka lupa mempertimbangkan kebajikan (dan tugas ) secara tepat
yang seharusnya mereka tunjukkan. Apabila suatu tugas fidusia merupakan utang
kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dimasa depan .
Sifat karakter, seperti integritas, profesionalisme , keberanian , dan seterusnya tidak
diperhitungkan dengan pantas. Dalam peninjauan kembali (retrospect), akan sangat
bijaksana jika menyertakan penilaian etika kebajikan yang diharapkan sebagai
langkah terpisah dalam setiap proses EDM untuk memperkuat tata kelola dan sistem
manajemen risiko serta menjaga dari kepututsan tidak etis dan berorientasi jangka
pendek.
‘15
13
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Dilihat pada karyawan yang terus-menerus membuat keputusan untuk alasan yang
salah, bahkan jika konsekuensi hasil adalah benar dapat menimbulkan risiko tata
kelola yang tinggi . Terdapat banyak contoh dimana eksekutif yang hanya termotifasi
oleh keserakahan tergelincir ke dalam praktik tidak etis, dan yang lainnya tersesat
oleh sistem insetif yang salah.
Motivasi yang didasarkan pada kepentingan pribadi yang terlalu sempit dapat
menghasilkan keputusan yang tidak etis ketika pedoman diri dan pengawasan
eksternal yang pantas tidak mencukupi. Pemantauan ekternal tidak mungkin
menangkap semua keputusan sebelum pelaksanaan, maka penting bagi semua
karyawan untuk memahami motibasi yang luas akan membela kepentingan diri dan
organisasi mereka dari perspektif pemangku kepentingan. Akibatnya para pembuat
keputusan harus mempertimbankan motivasi dan perilaku yang diharapkan oleh para
pemangku kepentingan dalam pendekatan EDM komperhensif, dan organisasi harus
meminta akuntabilitas dari karyawan atas harapan itu melalui mekanisme tata kelola.
B. Penilaian Etis Motivasi dan Perilaku
Etika kebijakan, beberapa aspek perilaku etis diidentifikasi sebagai indikasi mens rea
(pikiran bersalah), yang merupakan salah satu dari dua dimensi tanggung jawab,
kemungkinan melakukan kesalahan, atau perasaan bersalah.
Perilaku pribadi atau perusahaan tidak memnuhi
harapan , mungkin akan
berdampak negatif pada reputasi dan kemampuan untuk mencapai tujuan strategis
yang berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang, proses penilaian dampak
pemangku kepentingan akan menawarkan kesempatan untuk menilai motivasi yang
mendasari kepututsan atau tindakan yang diusulkan.
Harapan harapan motivasi , kebajikan , sifat karakter , dan proses
Motivasi yang diharapkan,
Pengendalian diri atas keserakahan
Pertimbangan kesetaraan atau keadilan
Kebaikan , kepedulian, kasih sayang , dan kebajikan
Kebajikan yang diharapkan
Loyalitas penuh
Integritas dan trasparansi
Ketulusan bukan bermukan dua
Sifat karakter yang diharapkan
Keberanian untuk melakukan hal yang benar setiap individu dan standar profesional
‘15
14
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Keandalan
Objektifitas , ketidakberpihakkan
Kejujuran , kebenaran
Mementingkan diri sendiri bukan egoisme
Menyeimbangkan pilihan di antara pebedaan besar
Kesimpulannya, dalam rangka untuk memastikan analisis EDM yang komperhensif,
penilaian motivasi, kebajikan, dan sifat karakter yang diharapkan, harus ditambahkan
pada pendektatan tradisional sehingga menghasilkan 5 pertanyaaan modifikasi atau
analisis tucker, pendekatan standa moral yang dimodifikasi, pendekatan pastin yang
dimodifikasi, atau kombinasi turunan dari pendekatan yang dimodifikasi.
Permasalahan Lainnya dalam Pengambilan Keputusan Etis
A. Masalah Bersama
Istilah masalah bersama mengacu pada kesengajaan atau mengetahui penggunaan
aset atau sumber daya yang dimiliki bersama secara berlebihan. Namun, dalam
praktiknya sering kali pengambil keputusan tidak peka terhadap masalah bersama,
sehingga tidak akan memberikan atribut nilai yang cukup tinggi untuk penggunaan
aset atau sumber daya, dan karena itu mereka membuat keputusan yang salah.
Kesadaran akan masalah ini dapat memperbaiki hal tersebut dan memperbaiki
pengambilan keputusan. Jika seorang eksekutif dihadapkan pada penggunaan suatu
aset atau sumber daya yang berlebihan, mereka akan melakukan dengan baik untuk
menggunakan solusi yang diterapkan di zaman dahulu.
B. Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis
Perbaikan yang berulang-ulang adalah salah satu keuntungan dari menggunakan
kerangka kerja EDM yang diusulkan. Menggunakan serangkaian pendekatan
filosofis, 5-pertanyaan, standar moral, Pastin, atau pendekatan bersama yang
memungkinkan aspek-aspek tidak etis dari sebuah keputusan dapat diidentifikasi,
kemudian
dimodifikasi
secara
berulang-ulang
untuk
memperbaiki
dampak
keseluruhan dari keputusan tersebut. Pada akhir setiap pendekatan EDM, harus ada
pencarian yang spesifik untuk hasil sama-sama untung. Proses ini melibatkan
pelaksanaan
imajinasi moral. Terkadang, direktur,
eksekutif,
atau akuntan
profesional akan mengalami kelumpuhan keputusan akibat dari kompleksitas analisis
atau ketidakmampuan untuk menentukan pilihan maksimal karena alasan ketidak
pastian, kendala waktu, atau sebab lainnya. Herbert Simon mengusulkan konsep
satisficing untuk memecahkan masalah ini. Ia berargumen bahwa seseorang “tidak
boleh membiarkan kesempurnaan menjadi musuh kebaikan” – perbaikan yang harus
‘15
15
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
terus menerus sampai tidak ada kemajuan lebih lanjut yang dibuat seharusnya
menghasilkan solusi yang dianggap cukup baik dan bahkan optimal pada titik waktu
tersebut.
C. Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis
Menghindari perangkap umum pengambilan keputusan etis sangatlah penting.
Pengalaman menunjukkan bahwa para pengambil keputusan secara berulang-ulang
membuat kesalahan berikut:
1) Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis. Ada banyak contoh dimana
budaya perusahaan yang tidak didasarkan pada nilai-nilai etika telah
memengaruhi
atau
memotivasi
eksekutif
dan
karyawan
untuk
membuat/mengambil keputusan yang tidak etis. Dalam banyak kasus tidak
adanya
etika
kepemimpinan
merupakan
penyebabnya.di
lain
kasus,
perusahaan itu diam atau kurang jelas tentang nilai-nilai inti mereka, atau ini
disalah artikan, untuk memungkinkan diambilnya tindakan tidak etis dan
ilegal. Pada kesempatan lain, sistem penghargaan yang tidak etis memotivasi
karyawan untuk memanipulasi hasil keuangan atau berfokus pada kegiatan
yang tidak dalam kepentingan terbaik organisasi.
2) Salah menafsirkan harapan masyarakat. Banyak eksekutif salah mengira
bahwa tindakan tidak etis dapat diterima karena:

“semua orang melakukannya,” atau

“jika saya tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya,” atau

“saya
bebas
dari
beban
tanggung
jawab
karena
atasan
memerinahkan saya untuk melakukannya,”.
Dalam dunia sekarang ini, pembenaran bagi keputusan yang tidak etis sangat
mencurigakan. Setiap tindakan harus dipikirkan dengan saksama dari sisi
standar etika.
3) Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang
saham. Sering kali, dampak yang paling signifikan (bagi para pemangku
kepentingan yang bukan pemegang saham) dari tindakan yang diusulkan
adalah apa yang akan terjadi di masa depan akan terlebih dahulu menimpa
pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham. Hanya setelah
kelompok-kelompok ini bereaksi barulah pemegang saham menanggung
biaya untuk kelakuan buruk mereka. Sarana bagi pemikiran yang dangkal ini
adalah untuk memastikan pandangan yang tepat untuk melakukan analisis,
dan untuk memperhitungkan eksternalitas atas dasar biaya—dampak dari
‘15
16
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
manfaat yang diukur pada awalnya dirasakan oleh sekelompok nonpemegang saham.
4) Berfokus hanya pada legalitas. Banyak manajer hanya peduli dengan suatu
tindakan yang sah secara hukum. Mereka berpendapat, “Jika sah secara
hukum, maka tindakan tersebut etis.” Sayangnya, banyak ditemukan
perusahaan yang dikenai boikot konsumen, karyawan yang mundur,
meningkatnya regulasi pemerintah untuk menutup celah, dan denda.
Beberapa tidak peduli karena mereka hanya berniat untuk bekerja di
perusahaan ini untuk sementara waktu. Faktanya adalah undang-undang dan
peraturan tidak seperti yang diinginkan masyarakat, tetapi reaksi bisa datang
jauh sebelum undang-undang dan peraturan yang baru dibuat. Salah satu
alasannya adalah bahwa perusahaan mencoba memengaruhi perubahan
aturan tersebut. Hanya karena tindakan yang diusulkan sah secara hukum,
tidak berarti itu membuatnya menjadi tindakan yang etis.
5) Batas keberimbangan. Terkadang, pengambil keputusan memiliki sikap bias
atau ingin bersikap adil hanya untuk kelompok yang mereka suka.
Sayangnya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan opini
publik dan biasanya harus membayar kekeliruan mereka di akhir. Banyak
eksekutif telah mengalah pada organisasi-organisasi aktivis, tetapi juga
belajar bahwa jika isu-isu lingkungan diabaikan maka akan berbahaya bagi
mereka. Sebuah kajian penuh tentang keadilan untuk semua pemangku
kepentingan adalah satu-satunya cara untuk memastikan sebuah keputusan
akan menjadi etis.
6) Batas untuk meneliti hak. Bias tidak terbatas pada keadilan saja. Para
pembuat keputusan harus meneliti dampak pada keseluruhan hak semua
kelompok pemangku kepentingan. Selain itu, para pembuat keputusan harus
didorong untuk mempertimbangkan nilai-nilai mereka sendiri saat membuat
keputusan.
7) Konflik kepentingan. Bias yang didasarkan atas prasangka bukan satusatunya alasan penilaian keliru dari tindakan yang diusulkan. Penilaian dapat
menutupi kepentingan pribadi yang saling bertentangan—kepentingan
pengambil kepuutusan versus kepentingan terbaik perusahaan, atau
kepentingan kelompok dimana pembuat keputusan bersikap parsial versus
kepentingan terbaik perusahaan, keduanya dapat menyebabkan penilaian
dan keputusan yang keliru. Kadang-kadang, karyawan terjebak pada apa
yang disebut dengan slippery slope, dimana mereka mulai dengan keputusan
kecil yang bertentangan dengan kepentingan majikan mereka, diikuti oleh
‘15
17
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
keputusan lain yang tumbuh secara signifikan, dan akan menjadi sangat sulit
untuk mengoreksi atau mengakui keputusan yang mereka buat sebelumnya.
8) Keterkaitan di antara pemangku kepentingan. Sering kali, para pengambil
keputusan gagal mengantisipasi apa yang mereka lakukan untuk sau
kelompok akan berkontribusi memicu tindakan orang lain. Sebagai contoh,
pencemaran lingkungan di negara yang jauh dari perusahaan dapat
menyebabkan reaksi negatif dari pelanggan dalam negeri dan pasar modal.
9) Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan.
Kebutuhan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan
dan kepentingan mereka sebelum menilai dampaknya pada masing-masing
kelompok merupakan bukti pribadi. Namun, hal ini merupakan langkah yang
sering diambil tanpa pemahaman, dengan hasil bahwa isu-isu penting
menjadi tidak diketahui. Pendekatan yang berguna untuk membantu masalah
ini adalah untuk berspekulasi pada kemungkinan buruk yang mungkin terjadi
dari tindakan yang diusulkan, dan mencoba untuk menilai bagaimana media
akan bereaksi.
10) Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para
pemangku
kepentingan.
Kecenderungan
yang
umum
adalah
untuk
memperlakukan kepentingan seluruh pemangku kepentingan menjadi sama
pentingnya. Namun, mereka yang mendesak biasanya menjadi yang
terpenting. Mengabaikan hal ini benar-benar picik, dan dapat menghasilkan
keputusan yang suboptimal dan tidak etis.
11) Mengacuhkan kekayaan, keadilan, atau hak. Seperti yang ditunjukkan
sebelumnya, keputusan etis yang komprehensif tidak bisa dilakukan jika
salah satu dari ketiga aspek ini ada yang terlupakan. Namun, berulang kali
para pembuat keputusan mengambil jalan pendek dan menderita akibatnya.
12) Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan. Selama
bertahun-tahun, pengusaha dan profesional tidak khawatir tentang motivasi
untuk sebuah tindakan, selama konsekuensinya dapat diterima. Sayangnya,
banyak pengambil keputusan kehilangan kebutuhan untuk meningkatkan
manfaat bersih secara keseluruhan bagi semua (atau sebanyak mungkin
orang),
dan
mengambil/membuat
keputusan
yang
dibuat
untuk
menguntungkan dirinya, aau hanya beberapa di antaranya, yang bermanfaat
dalam jangka pendek dan merugikan orang lain pada jangka panjang.
Keputusan picik ini, yang diambil demi keuntungan pribadi pengambil
keputusan, mencerminkan risiko tata kelola yang tinggi bagi organisasi.
‘15
18
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
13) Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk
ditunjukkan. Anggota dewan, eksekutif, dan akuntan profesional diharapkan
untuk bertindak dengan itikad baik dan melaksanakan tugas fidusia bagi
orang-orang yang bergantung pada mereka. Mengabaikan kebajikan yang
diharapkan dari mereka dapat menyebabkan ketidakjujuran, kurangnya
integritas dalam penyusunan laporan, kegagalan untuk bertindak atas nama
pemangku kepentingan, dan kegagalan untuk menunjukkan keberanian
dalam menghadapi orang lain yang terlibat dalam tindakan tidak etis, atau
whistle-blowing saat dibutuhkan. Akuntan profesional yang mengabaikan
kebajikan yang diharapkan dari mereka cenderung melupakan bahwa mereka
diharapkan untuk melindungi kepentingan umum.
Sebuah Kerangka Kerja Komprehensif Pengambilan Keputusan Etis
Pendekatan terbaik EDM akan bergantung pada sifat dari tindakan yang diusulkan
atau dilema etikan dan pemangku kepentingan yang terlibat . Sebagai cotoh , sebuah
masalah yang melibatkan dampak jangka pendek dan tidak ada eksternalitas mungkin
cocok untuk analisis 5 pertanyaan yang dimodifikasi , Masalah dengan dampak jangka
panjang dan ekternalitas ini mungkin lebih cocok dengan pendekatan standar moral yang
dimodifikasi, atau pendekatan pastin yang dimodifikasi . Masalah signifikansi bagi
masyarakat dari pada bagi perusahaan kemungkinan akan baik jika dianalisis menggunakan
pendekatan filosofis , atau pendekatan standar moral yang dimodifikasi. Pendekatan EDM
apaun yang digunakan , pembuat keptursan harus mepertimbangkan semua isu yang
diangkat .
A. Ringkasan Langkah-langkah untuk sebuah Keputusan Etis
Pendekatan dan isu-isu yang telah dijelaskan sebellumnya dapat digunakan secara
terpisah atau dalam kombinasi gabungan untuk membantu dalam mengambil
keputusan etis. Pengalaman menunjukan bahwa dengan menyelesaikan tiga
langkah berikut menyediakan dasar untuk menantang keputusan yang diusulkan .
a) Identifikasi fakta dan semua kolompok pemangku kepentingan serta
kepentingan yang mungkin akan terpengaruhi
b) Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka,
identifikasi yang paling penting dan lebih mempertimbangkan mereka dalam
analisis
c) Menilai dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepeentingan
kelompok pemangku kepentingan berkenaan dengaan kekayaan mereka,
keadilan perlakuan, dan hak-hak lainnya, termasuk harapan kebajikan ,
‘15
19
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menggunakan pertanyaan kerangka kerja yang komperhensif , dan
memastikan bahwa perangkap umum yang dibahas nanti tidak masuk
kedalam analisis.
Dafar Pustaka
1) Huse, M. (2007). Boards, Governance and Value Creation: The Human Side of
Corporate Governance. Cambridge:
2) Laura P.Hartman – Joe DesJardins. 2011. Business Ethics: Decision Making for
Personal Integrity & Social Responsibility, McGraw-Hill International Edition,
Second Edition.
3) Cherrington, Moral Leadership and ethical Decision Making, 1st edition, CHC
Forecast, Inc., 2000
4) Robert.A.G. Monks and N. Minow., 2011, Corporate Governance, John Wiley &
Sons, Ltd. Fifth Edition
‘15
20
Business Ethics & GCG
Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download