MODUL PERKULIAHAN Business Ethic & GCG Ethical decision making : personal and professional contexts Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magister Manajemen Tatap Muka 02 Kode MK Disusun Oleh 35040 Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Abstract Kompetensi Ethical decision making : personal and prof e ssional contexts Mahasiswa mampu menjelaskan Ethical decision making : personal and prof essional contexts Dafar Isi Ethical decision making : personal and professional contexts Introduction A decision making process for ethics When ethical decision making goes wrong: why do “good” people engage in “bad” acts? ‘15 Ethical decision making in managerial role 2 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id KERANGKA KERJA PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decission making-EDM) menilai etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat terkena dampak: a) Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya b) Hak dan kewajiban terkena dampak c) Kesetaraan yang dilibatkan d) Motivasi atau kebijakan yang diharapkan Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum – Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan A. Sniff Test Untuk Pengambilan Keputusan Etis, diantaranya: 1) Akankah saya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini muncul dihalaman depan surat kabar nasional besok pagi? 2) Akankah saya bangga dengan keputusan ini? 3) Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini? 4) Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dank ode etik perusahaan? 5) Apakah hal ini terasa benar bagi saya? B. Aturan Praktis Untuk Pengambilan Keputusan Etis 1) Golden Rule: Perlakuan orang lain seperti anda ingin diperlakukan 2) Peraturan pengungkapan: jika anda merasa nyaman dengan tindakan atau keputusan setelah bertanya pada diri sendiri apakah anda akan keberatan jika semua rekan, teman, dan keluarga anda meyadari hal itu, maka anda harus bertindak atau memutuskan. 3) Etika intuisi: lakukan apa yang “firasat anda” katakana untuk anda lakukan. 4) Imperatif Kategoris: jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan, kecuali prinsip-prinsip tersebut dapat, tanpa adanya inkonsistensi, diadopsi oleh orang lain. 5) Etika profesi: lakukan hanya apa yang bisa anda jelaskan didepan komite dari rekan-rekan professional anda. 6) Prinsip Utilitarian: lakukan “yang terbaik untuk jumlah terbesar” ‘15 3 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 7) Prinsip kebajikan: lakukan apa yang menujukkan kebajikan yang diharapkan. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif untuk Menilai Keputusan dan Tindakan A. Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan Untuk memfokuskan analisis dan pengambilan keputusan pada dimensi etika: 1) Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan tersebut. 2) Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban. 3) Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku kepentingan, termasuk hak pengambilan keputusan. 4) Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik-baiknya. Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari deontologi dan etika kebajikan. Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus didukung dengan kenyataan yang dihadapi oleh pengambil keputusan. Dalam syarat pemangku untuk perdagangan dan untuk memahami bahwa keputusan bisa meningkatkan kekayaan semua pemangku kepentingan sebagai kelompok, bahkan jika beberapa individu secara pribadi menerima efek yang buruk, kepentingan dasar ini harus dimidifikasi untuk berfokus pada kekayaan pemangku kepentingan dari pada hanya perbaikan mereka. Modifikasi ini menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme menjadi konsekuensilianisme. Setelah fokus pada perbaikan telah beralih menjadi kekayaan, kebuthna untuk menganalisis dampak keputusan dalam kaitannya dengan empat kepentingandasar menjadi jelas. Keputusan yang tidak menunjukkan karakter, integritas, atau keberanian yang diharapkan akan dicurigai(secara etis) oleh para pemangku kepentingan. Akibatnya, keputusan yang diusulkan dapat dinyatakan tidak etis jika tidak memberikan manfaat bersih, tidak adil, atau meninggung hak pemangku kepentingan termasuk ekspetasi yang wajar untuk perilaku bajik. Pengujian terhadap keputusan yang diusulkan dengan satu prinsip saja jelas picik, dan biasanya menghasilkan diagnosis yang salah. B. Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur 1) Laba Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan sangat penting untuk kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan kita. Di masa inflasi, laba ‘15 4 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id merupakan hal yang penting untuk menggantikan inventori pada harga tinggi yang diperlukan. Untungnya, pengukuran laba dikembangkan dengan baik dan hanya dibutuhkan beberapa pendapat tentang penggunaannya dalam pengambilan keputusan etis. Memang benar, bagaimanapun, bahwa keuntungan merupakan ukuran jangka pendek, dan beberapa dampak penting tidak terungkap dalam penentuan laba. Kedua kondisi ini dapat diperbaiki dalam bagian berikut. 2) Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Dapat Langsung Diukur Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak dimasukkan dalam penentuan laba perusahaan yang menyebabkan dampak. Sebagai contoh, ketika sebuah perusahaan melakukan pencemaran, biaya pembersihan biasanya dikeluarkan oleh individu, perusahaan, atau kota yang terletak di hilir atau arah angin. Biaya tersebut disebut sebagai eksternalitas, dan dampaknya dapat diukur langsung oleh biaya pembersihan yang dilakukan oleh orang lain. Untuk melihat gambaran lengkap tentang dampak dari sebuah keputusan, laba atau rugi yang muncul dari transaksi harus dimodifikasi oleh eksternalitas yang ditimbulkannya. Sering kali, perusahaan yang mengabaikan eksternalitas menyadari bahwa mereka telah meremehkan biaya sebenarnya dari keputusan saat muncul denda dan biaya pembersihan, atau muncul pemberitaan yang kurang baik. 3) Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Tidak Dapat Langsung Diukur Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan laba perusahaan, tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang diluar perusahaan. Sumbangan atau beasiswa adalah contoh eksternalitas, dan tentunya akan menarik untuk memasukkan perkiraan manfaat yang terlibat dalam keseluruhan evaluasi keputusan yang diusulkan. Masalahnya adalah bahwa baik keuntungan maupun biaya beberapa dampak negatif, seperti berkurangnya kesehatan yang diderita orang karena menyerap polusi, dapat diukur secara langsung, tetapi mereka harus dimasukkan dalam penilaian secara keseluruhan. Meskipun tidak mugkin untuk mengukur eksternalitas tersebut secara langsung, ada kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsung dengan menggunakan alternatif pengganti atau bayangan cermin. Pada kasus beasiswa, pengganti keuntungan dapat berupa peningkatan laba yang diperoleh oleh penerima. Nilai kerugian dari berkurangnya kesehatan dapat diperkirakan sebagai pendapatan yang hilang ditambah biaya perlakuan medis ditambah dengan produktivitas yang hilang di tempat kerja sebagaimana diukur dengan biaya penambahan pekerja. ‘15 5 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Keakuratan estimasi bergantung pada kemiripan ukuran dengan bayangan cermin. Ada kemungkinan, bagaimanapun, bahwa perkiraan yang ada akan mengecilkan dampak yang terlibat; dalam contoh sebelumnya, tidak ada perkiraan yang dibuat untuk keuntungan intelektual dari pendidikan yang dibiayai oleh beasiswa atau rasa sakit dan penderitaan yang dihadapi sebagai akibat dari hilangnya kesehatan. Meskipun demikian, jauh lebih baik jika membuat estimasi yang akurat secara umum, daripada membuat keputusan atas dasar tindakan langsung yang diukur dengan tepat hanya sebagian kecil dari dampak keputusan yang diusulkan. 4) Membawa Masa Depan ke Masa Kini Teknik untuk membawa dampak keputusan masa depan ke dalam analisis tidak sulit. Hal ini ditangani secara paralel dengan analisis penganggaran modal, di mana nilainilai masa depan didiskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan tingkat suku bunga yang diharapkan di masa mendatang. Pendekatan ini ditunjukkan sebagai bagian dari analisis biaya-manfaat (ABM) dalam Brooks (1979). Pendekatan nilai bersih masa kini: Nilai Bersih Masa Kini = Nilai Keuntungan Bersih Masa Kini – Nilai Biaya Masa Kini Usulan Tindakan Sering kali, eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus pada keuntungan jangka pendek akan menolak gagasan untuk memasukkan eksternalitas dalam analisis mereka. Bagaimanapun, apa yang dianjurkan di sini bukan berarti mereka meninggalkan keuntungan jangka pendek sebagai sebuah ukuran, tetapi mereka juga mempertimbangkan dampak bahwa eksternalitas saat ini memiliki kesempatan besar dalam memengaruhi perusahaan baru di masa depan. Apa yang diperkenankan pada analisis biaya-manfaat bagi pembuat keputusan adalah untuk membawa manfaat dan biaya masa depan ke masa kini agar dapat dianalisis secara lebih lengkap dari sebuah keputusan. 5) Menangani Ketidakpastian Hasil Sama seperti dalam analisis penganggaran modal, ada perkiraan yang tidak pasti. Namun, berbagai teknik telah dikembangkan untuk memasukkan ketidakpastian ini ke dalam analisis keputusan yang diusulkan. Sebagai contoh, analisis dapat didasarkan pada perkiraan terbaik, dalam tiga kemungkinan (paling optimis, pesimis, dan perkiraan terbaik), atau nilai-nilai yang diharapkan, di mana dikembangkan dari sebuah simulasi komputer. Semua ini merupakan nilai-nilai yang diharapkan, yang ‘15 6 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id merupakan kombinasi dari nilai dan kemungkinan terjadinya. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai berikut: Nilai Hasil yang Diharapkan = Nilai Hasil x Kemungkinan Terjadinya Hasil Keuntungan dari rumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka kerja analisis biaya-manfaat dapat dimodivikasi untuk menyertakan risiko yang terkait dengan hasil. Pendekatan baru ini disebut sebagai analisis risiko-manfaat (RBA), dan dapat diterapkan di mana hasil berisiko ditemukan dalam kerangka berikut: Nilai yang Diharapkan dari Manfaat Bersih atau yang = Nilai Masa Kini yang Diharpkan Nilai Masa Kini dari Biaya Masa Datang Disesuaikan dengan Risiko 6) Identifikasi dan Petingkat Pemangku Kepentingan Pengukuran laba, yang ditambahkan oleh eksternalitas yang didiskontokan ke masa sekarang dan difaktorkan oleh resiko hasil, lebih berguna dalam menilai keputusan yang diusulkan jika dibandingkan dengan hanya darikeuntungan saja. Namun demikian, manfaat dari analalisis dampak pemangku kepentingan bergantung pada identifikasi penuh semua pemangku kepentingan dan kepentingan mereka, serta apresiasiyang penuh terhadap signifikansi dampaknya pada posisi masing – masing. Ketika penambahan manfaat sederhana dan biaya tidak sepenuhnya mencerminkan pentingnya pemangku kepentingan atau dampak yang terlibat. Dalam situasi ini, nilai – nilai yang termasuk dalam ABM atau RBA dapat ditimbang, atau nilai bersihsekarang dapat dibuat peringkat sesuai dengan dampak yang dibuat pada pemangku kepentingan yang terlibat. Peringkat pemangku kepentingan dan dampak yang terjadi atas mereka bergantung pada ketahanan situasional mereka dalam menahan dampak juga digunakan ketika dampak yang tidak bisa diukur sedang dipertimbangkan. Kekuatan keuangan yang relatif tidak hanya memberikan alasan untuk membuat peringkat kepentingan para pemangku kepentingan. Bahkan, ada beberapa alasan, termasuk dampak dari tindakan yang diusulkan pada kehidupan atau kesehatan pemangku kepentingan, atau pada beberapa aspek flora, fauna, atau lingkungan kita yang lebih berada pada ambang bahaya atau kepunahan. Biasanya, masyarakat mempunyai prasangka buruk pada perusahaanyang mengambil keuntungan atas kehidupan, kesehatan, atau habitat kita. Di samping itu, membuat isu – isu ini sebagai prioritas utama sering kali justru akanmemicu adanya pemikiran ulang terhadap tindakan yang menyinggung agar diperbaii dengan menghilangkannya. ‘15 7 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Mitchell, Agle, dan Wood (1997) menyatakan bahwa pemangku kepentingan dan kepentingan mereka dinilai dalam tiga dimensi : legitimasi atau hak hukum dan/atau moral untuk mempengaruhi organisasi; kekuatan untuk memengaruhi organisasi melalui media, pemerintah atau cara yang lain; serta urgensi (urgensitas) yang dirasakan nyata dari persoalan yang muncul. Analisis semacam ini memaksa pertimbangan terhadap dampak yang dianggap sangat merusak (khususnya untuk pemangku kepentingan eksternal) terdahulu, sehingga jika seorang eksekutif memutuskan untuk terus maju dengan rencana suboptimal, setidaknya kerugian potensial akan dikenali. Logika menunjukkan bahwa klaim dari tiga lingkaran yang saling tumpang tindih (yaitu sah dan/atau dianggap sah, darurat, dan dipegang oleh penguasa) akan selalu menjadi yang paling penting. Namun, hal ini tidak selalu terjadi. Klaim yang mendesak dari pemangku kepentingan lain dapat menjadi yang paling penting jika mereka mengumpulkan lebih banyak dukungan dari penguasa dan mereka yang mempunyai klaim yang sah, dan akhirnya dianggap mempunyai legitimasi. Pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang Diajukan 1) Hanya laba atau rugi 2) A. ditambah eksternalitas (dengan kata lain, Analisis Biaya-Manfaat/ABM) 3) B. ditambah probabilitas hasil (dengan kata lain, Analisis Risiko- Manfaat/RBA) 4) ABM atau RBA ditambah peringkat pemangku kepentingan C. Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi 1. Keadilan di Antara Para Pemangku Kepentingan Kepedulian atas perlakuan yang telah adil telah menjadi perhatian masyarakat baru – baru ini mengenai isu – isu seperti diskriminasi terhadap perempuan dan hal lainnya yang menyangkut perekrutan, promosi, dan pembayaran. Akibatnya, keputusan akan dianggap tidak etis kecuali jika dipandang wajar oleh semua pemangku kepentingan. 2. Hak Pemangku Kepentingan Sebuah keputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak menggagu hak para pemangku kepentingan, dan hak si pembuat keputusan. Pemangku kepentingan individu maupun kelompok umumnya berharap dapat menikmati hak – hak sebagai berikut : ‘15 8 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Hak Pemangku Kepentingan Kehidupan Kesehatan dan Keselamatan Perlakuan adil Penggunaan hati nurani Harga diri dan privasi Kebebasan berbicara Beberapa hak ini telah dilindungi undang – undang dan peraturan hukum, sedangkan yang lain ditegakkan melalui hukum umum atau melalui sanksi publik bagi yang melanggar. Sebagai contoh, karyawan dan konsumen dilindungi undang – undang kesehatan dan keselamatan, sedangkan martabat dan privasi dilindungi hukum umum, dan efek jera menjadi subjek dari sanksi publik. D. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Pendekatan Tradisional Pengambilan Keputusan Beberapa (pendapat) telah dikembangkan yang memanfaatkan analisi dampak pemangku kepentingan untuk menyediakan panduan tentang etikalitas tindakan yang diajukan pada pengambil keputusan. Diskusi dari tiga pendekatan tradisional akan dibahas kemudian. Memilih pendekatan yang paling berguna bergantung pada apakah dampak eputusan bersifat jangka pendek jika dibandingkan dengan jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan garis mirin atau probabilitas , atau terjadi dalam situasi perusahaan . pendekatan mungkin digabungkan kedalam penyesuaian pendekatan gabungan yang dirancang khusus untuk dapat mengatasi situasi tertentu dengan baik. Penting untuk diakui, bahwa ketika masing-masing pendekatan berhubungan dengan perkembangan deontologist terhadap dampak pada hak-hak, keadilan, dan tugastugas yang diharapkan, tidak ada yang secara khusus memasukkan kajian mendalam tentang motivasi bagi keputusan-keputusan yang terlibat, sifat kebajikan atau karakter yang diharapkan di era akuntabilitas pengku kepentingan modern. Suatu analisis etika yang konprehensif harus keluar dari odel tradisional Tucker, velasquez, dan Pastin untuk memasukkan penilaikan tentang motivasi, kebijakan,dan karakter yang ditampikan dibandingkan dengan yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan ‘15 9 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Interes pemangku kepentingan yang di Apakah keputusan itu ? periksa 1. menguntungkan ? pemegang saham-biasanya jangka pendek masyarakat luas-hak yang dapat ditegakkan 2. sah dimata hukum? oleh hukum 3. adil? keadilan bagi semua 4. benar ? hak-hak lain bagi semua 5. mendukung pembangunan berkelanjutan hak khusus lebih lanjut ? E. Pendekatan 5-Pertanyaan Tradisional Keputusan yang diusulkan ditantang dengan mengajukan semua pertanyaan. Jika respons negatif timbul (atau lebih dari satu) ketika semua lima pertanyaan diajukan/dipertanyakan, maka pengambil/pembuat keputusan dapat mencoba untuk merevisi tindakan yang diusulkan untuk menghapus dan/atau mengimbangi jawaban negatif itu. Apabila proses revisi berhasil, maka usulan menjadi etis. Jika tidak, proposal harus ditinggalkan karena tidak etis. Bahkan, jika tidak ada tanggapan negatif ketika pertanyaan ditanyakan diawal, sebuah upaya harus dilakukan untuk memperbaiki tindakan yang diusulkan menggunakan lima pertanyaan sebagai panduan. Urutan mengajukan pertanyaan tidak penting, tapi semua dari empat pertanyaan pertama harus ditayangkan untuk memastikan bahwa pengambil keputusan tidak mengbaikan dampak dari bidang yang penting. Beberapa permasalahan etika tdak rentan terhadap pemeriksaan dengan 5-pertanyaan jika dibandingkan dengan pendekatan lain yang diuraikan dalam bagian berikutnya. F. Pendekatan Standar Moral Tradisional Pendekatan standar moral untuk analisis dampak pemangku kepentingan membangun secara langsung atas tiga kepetingan mendasar dari para pemangku kepentingan yang diidentifikasi. Standar moral Pertanyaan dari keputusan yang diusulkan utilitarian memaksimalkan keuntungan bersih apakah tindakan tersebut memaksimalkan manfaat ‘15 10 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bagi seluruh masyarakat sosial dan meminimalkan luka sosial ? hak-hak individu dihormati dan dilindungi apakah tindakan tersebut konsisten dengan hak setiap orang ? keadilan distribusi manfaat dan beban yang apakah tindakan (tersebut) membawa (kita) pada adil sebuah distribusi yang adil dari manfaat dan beban ? Pada tabel di atas, hal ini agak lebih umum dari pada focus dari pendekatan 5 pertanyaan,dan mengarahkan pengambil keputusan untuk membuat analisis yang berbasis lebih luas pada manfaat bersih bukan hanya profitabilitas,sebagai tantangan pertama keputusan yang diusulkan. Akibatnya ,pendekatan ini menawarkan kerangka kerja yang lebih sesuai dengan pertimbangan keputusan yang memiliki dampak yang signifikan diluar perusahaan dari kerangka 5 pertanyaan. Pertanyaan ang berfokus pada keadilan distributive, atau kejujuran, ditangani dengan cara yang sama seperti pada pendekatan 5-pertanyaan. Untuk perlakuan lengkap dari pendekatan standar normal, lihat Business Ethics : Concepts and Cases oleh Manual G. Velasquez, (1992). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Pendekatan Standar Moral Tradisional I tidak secara khusus memberikan kajian yang mendalam tentang motifasi bagi keputusan yang terlibat, kebijakan atau karakter yang diharapkan. ASPEK KUNCI TUJUAN PEMERIKSAAN Etika aturan dasar Untuk menjelaskan sebuah organisasi dan/atau aturan dan nilai-nilai individu etika titik-akhir untuk menentukan manfaat bersih yang paling baik untuk semua pihak etika peraturan untuk menetukan batasan-batasan yang harus dipertimbangkan seseorang atau organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip etis etika kontrak social untuk menetukan cara bagaimana memindahkan batasanbatasan demi menghapus kekhawatiran atau konflik ‘15 11 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id G. Pendekatan Pastin Tradisional Dalam bukunya, The Hard Problrms of Management: Gaining the Ethical Edge,Mark Pastin(1986) menyajikan gagasannya tentang pendekatan yang tepat untuk analisi etika, yang melibatkan pemeriksaan terhadap empat aspek kunci etika seperti yang terlihat pada Tabel di atas. Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar utnuk menangkap gagasan bahwa individu dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar untuk nilai-nilai pundamental yang mengatur perilaku mereka atau perilaku yang diharapkan. Jika keputusan dianggap menyinggung nilai-nilai ini, ada kemungkinan kan terjadi kekecewaan atau balas dendam. Sayangnya, hal ini dapat menyebabkan pemberhentian atau pemutusan kerja seorang pegawai yang bertindak tanpa memahami dengan baik aturan dasar etika organisasi tempat dia bekerja. Untuk memahami aturan dasar yang berlaku, mengatur komitmen organisasi secara benar atas proposal, dan melindungi para pembuat keputusan, Pastin mengusulkan agar dilakukan pemeriksaan terhadap keputusan atau tindakan dimasa lalu. Ia menyebut pendekatan ini sebagai rekayasa balik sebuah keputusan , karena dilakukan usaha untuk membongkar pengambilan keputusan masa lalu selain untuk melihat bagaimana dan mengapa keputusan tersebut dibuat. Pasti menunjukan bahwa individu sering dibatasi (secara sukarela maupun tidak) dalam mengungkapkan nilai-nilai mereka, dan rekayasa balik menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakan-tindakan mereka dimasa lalu, dan apa nilai-nilai mereka sebenarnya. H. Memperluas dan Memadukan Pendekatan Tradisional Dari waktu ke waktu, masalah etika akan muncul yang mungkin tidak sesuai dengan salah satu pendeatan yang telah diuraikan. Sebagai contoh, isu yang diangkat oleh permasalahan etika dapat diperiksa dengan pendekatan 5 pertanyaan, kecuali jika ada dampak jangka panjang yang signifikan atau hal lain yang lebih membutuhkan analisis biaya-manfaat dari pada keuntungan sebagai pertanyaan tingkat pertama. Untungnya, anaisis biaya-manfaat dapat diganti atau ditambahkan untuk memperkaya pendekatan tersebut. Mungkin pula, konsep etika aturan dasar dapat dipindahkan kependekatan nonPastin, jika diperlukan dalam keputusan yang berhubungan dengan keadaan perusahaan. Harus hati-hati ketika memperluas dan menggabungkan pendekatan yang ada. Namun, untuk memastikan bahwa masing-masing bidang kebaikan, keadilan, dan dampaknya terhadap hak-hak individu telah diperiksa dalam analisis yang komprehensif-jika tidak, keputusan akhir kemungkinan salah. ‘15 12 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pendekatan Filosofis dan Analisis Dampak Pemangku Kepentingan Pendekatan filosofis konsekuensialisme, deotologi, dan ektika kebajikan merupakan landasan, dan harus selalu diingat untuk menginformasikan dan memperkaya, analisis ketika mengguanakan tiga pendektatan dampak pemangku kepentingan. Pendekatan analissi dampak pemangku kepentingan yang digunakan harus memberikan pemahaman tentang fakta-fakta, hak, kewajiban, dan keadilan yang terlibat dalam keputusan atau tindakan yang penting untuk analisis etika yang tepat dari motivasi, kebajikan, dan karakter yang diharapkan. Pada analisis yang efektif dan koperhensif terhadap etikalitas suatu keputusan atau tindakan yang diusulkan, pendekatan-pendekatan filosofis tradisonal harus meningkatkan model pemangku kepentingan, dan sebaliknya. Memodifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Menilai Motivasi, Kebijakan yang Diharapkan, dan Sifat Karakter A. Mengapa Mempertimbangkan Harapan Motivasi dan Perilaku? Suatu analisis etika yang komperhensif harus melebihi pendekatan tradisional Tucker, Velasquez, dan pastin untuk menggabungkan penilaian tentang motivasi, kebajikan, dan karakter yang terllibat dalam perbandingan dengan apa yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan.Namun, seperti yang terrlihat dalam skandal yang baru-baru ini terjadi, para pengambil keputusan di masa lalu tidak mengenali pentingnya harapan pemangku kepentingan akan kebajikan. Jika mereka mengenalinya, keputusan yang dibuat oleh eksekutif perusahaan, akuntan m dan pengacara yang terlibat dalam Enron, arthur andersen, WorldCom, Tyco, Adephia, dan lain-lain mungkin telah menghindari tragedi pribadi dan organisasi yang terjadi. Beberapa eksekutif dimotivasi oleh keserakahan , bukan oleh kepentingan pribadi yang berfokus pada kebaikan semua orang. Intinya adalah mereka lupa mempertimbangkan kebajikan (dan tugas ) secara tepat yang seharusnya mereka tunjukkan. Apabila suatu tugas fidusia merupakan utang kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dimasa depan . Sifat karakter, seperti integritas, profesionalisme , keberanian , dan seterusnya tidak diperhitungkan dengan pantas. Dalam peninjauan kembali (retrospect), akan sangat bijaksana jika menyertakan penilaian etika kebajikan yang diharapkan sebagai langkah terpisah dalam setiap proses EDM untuk memperkuat tata kelola dan sistem manajemen risiko serta menjaga dari kepututsan tidak etis dan berorientasi jangka pendek. ‘15 13 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dilihat pada karyawan yang terus-menerus membuat keputusan untuk alasan yang salah, bahkan jika konsekuensi hasil adalah benar dapat menimbulkan risiko tata kelola yang tinggi . Terdapat banyak contoh dimana eksekutif yang hanya termotifasi oleh keserakahan tergelincir ke dalam praktik tidak etis, dan yang lainnya tersesat oleh sistem insetif yang salah. Motivasi yang didasarkan pada kepentingan pribadi yang terlalu sempit dapat menghasilkan keputusan yang tidak etis ketika pedoman diri dan pengawasan eksternal yang pantas tidak mencukupi. Pemantauan ekternal tidak mungkin menangkap semua keputusan sebelum pelaksanaan, maka penting bagi semua karyawan untuk memahami motibasi yang luas akan membela kepentingan diri dan organisasi mereka dari perspektif pemangku kepentingan. Akibatnya para pembuat keputusan harus mempertimbankan motivasi dan perilaku yang diharapkan oleh para pemangku kepentingan dalam pendekatan EDM komperhensif, dan organisasi harus meminta akuntabilitas dari karyawan atas harapan itu melalui mekanisme tata kelola. B. Penilaian Etis Motivasi dan Perilaku Etika kebijakan, beberapa aspek perilaku etis diidentifikasi sebagai indikasi mens rea (pikiran bersalah), yang merupakan salah satu dari dua dimensi tanggung jawab, kemungkinan melakukan kesalahan, atau perasaan bersalah. Perilaku pribadi atau perusahaan tidak memnuhi harapan , mungkin akan berdampak negatif pada reputasi dan kemampuan untuk mencapai tujuan strategis yang berkelanjutan dalam jangka menengah dan panjang, proses penilaian dampak pemangku kepentingan akan menawarkan kesempatan untuk menilai motivasi yang mendasari kepututsan atau tindakan yang diusulkan. Harapan harapan motivasi , kebajikan , sifat karakter , dan proses Motivasi yang diharapkan, Pengendalian diri atas keserakahan Pertimbangan kesetaraan atau keadilan Kebaikan , kepedulian, kasih sayang , dan kebajikan Kebajikan yang diharapkan Loyalitas penuh Integritas dan trasparansi Ketulusan bukan bermukan dua Sifat karakter yang diharapkan Keberanian untuk melakukan hal yang benar setiap individu dan standar profesional ‘15 14 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Keandalan Objektifitas , ketidakberpihakkan Kejujuran , kebenaran Mementingkan diri sendiri bukan egoisme Menyeimbangkan pilihan di antara pebedaan besar Kesimpulannya, dalam rangka untuk memastikan analisis EDM yang komperhensif, penilaian motivasi, kebajikan, dan sifat karakter yang diharapkan, harus ditambahkan pada pendektatan tradisional sehingga menghasilkan 5 pertanyaaan modifikasi atau analisis tucker, pendekatan standa moral yang dimodifikasi, pendekatan pastin yang dimodifikasi, atau kombinasi turunan dari pendekatan yang dimodifikasi. Permasalahan Lainnya dalam Pengambilan Keputusan Etis A. Masalah Bersama Istilah masalah bersama mengacu pada kesengajaan atau mengetahui penggunaan aset atau sumber daya yang dimiliki bersama secara berlebihan. Namun, dalam praktiknya sering kali pengambil keputusan tidak peka terhadap masalah bersama, sehingga tidak akan memberikan atribut nilai yang cukup tinggi untuk penggunaan aset atau sumber daya, dan karena itu mereka membuat keputusan yang salah. Kesadaran akan masalah ini dapat memperbaiki hal tersebut dan memperbaiki pengambilan keputusan. Jika seorang eksekutif dihadapkan pada penggunaan suatu aset atau sumber daya yang berlebihan, mereka akan melakukan dengan baik untuk menggunakan solusi yang diterapkan di zaman dahulu. B. Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis Perbaikan yang berulang-ulang adalah salah satu keuntungan dari menggunakan kerangka kerja EDM yang diusulkan. Menggunakan serangkaian pendekatan filosofis, 5-pertanyaan, standar moral, Pastin, atau pendekatan bersama yang memungkinkan aspek-aspek tidak etis dari sebuah keputusan dapat diidentifikasi, kemudian dimodifikasi secara berulang-ulang untuk memperbaiki dampak keseluruhan dari keputusan tersebut. Pada akhir setiap pendekatan EDM, harus ada pencarian yang spesifik untuk hasil sama-sama untung. Proses ini melibatkan pelaksanaan imajinasi moral. Terkadang, direktur, eksekutif, atau akuntan profesional akan mengalami kelumpuhan keputusan akibat dari kompleksitas analisis atau ketidakmampuan untuk menentukan pilihan maksimal karena alasan ketidak pastian, kendala waktu, atau sebab lainnya. Herbert Simon mengusulkan konsep satisficing untuk memecahkan masalah ini. Ia berargumen bahwa seseorang “tidak boleh membiarkan kesempurnaan menjadi musuh kebaikan” – perbaikan yang harus ‘15 15 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id terus menerus sampai tidak ada kemajuan lebih lanjut yang dibuat seharusnya menghasilkan solusi yang dianggap cukup baik dan bahkan optimal pada titik waktu tersebut. C. Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis Menghindari perangkap umum pengambilan keputusan etis sangatlah penting. Pengalaman menunjukkan bahwa para pengambil keputusan secara berulang-ulang membuat kesalahan berikut: 1) Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis. Ada banyak contoh dimana budaya perusahaan yang tidak didasarkan pada nilai-nilai etika telah memengaruhi atau memotivasi eksekutif dan karyawan untuk membuat/mengambil keputusan yang tidak etis. Dalam banyak kasus tidak adanya etika kepemimpinan merupakan penyebabnya.di lain kasus, perusahaan itu diam atau kurang jelas tentang nilai-nilai inti mereka, atau ini disalah artikan, untuk memungkinkan diambilnya tindakan tidak etis dan ilegal. Pada kesempatan lain, sistem penghargaan yang tidak etis memotivasi karyawan untuk memanipulasi hasil keuangan atau berfokus pada kegiatan yang tidak dalam kepentingan terbaik organisasi. 2) Salah menafsirkan harapan masyarakat. Banyak eksekutif salah mengira bahwa tindakan tidak etis dapat diterima karena: “semua orang melakukannya,” atau “jika saya tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya,” atau “saya bebas dari beban tanggung jawab karena atasan memerinahkan saya untuk melakukannya,”. Dalam dunia sekarang ini, pembenaran bagi keputusan yang tidak etis sangat mencurigakan. Setiap tindakan harus dipikirkan dengan saksama dari sisi standar etika. 3) Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham. Sering kali, dampak yang paling signifikan (bagi para pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham) dari tindakan yang diusulkan adalah apa yang akan terjadi di masa depan akan terlebih dahulu menimpa pemangku kepentingan yang bukan pemegang saham. Hanya setelah kelompok-kelompok ini bereaksi barulah pemegang saham menanggung biaya untuk kelakuan buruk mereka. Sarana bagi pemikiran yang dangkal ini adalah untuk memastikan pandangan yang tepat untuk melakukan analisis, dan untuk memperhitungkan eksternalitas atas dasar biaya—dampak dari ‘15 16 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id manfaat yang diukur pada awalnya dirasakan oleh sekelompok nonpemegang saham. 4) Berfokus hanya pada legalitas. Banyak manajer hanya peduli dengan suatu tindakan yang sah secara hukum. Mereka berpendapat, “Jika sah secara hukum, maka tindakan tersebut etis.” Sayangnya, banyak ditemukan perusahaan yang dikenai boikot konsumen, karyawan yang mundur, meningkatnya regulasi pemerintah untuk menutup celah, dan denda. Beberapa tidak peduli karena mereka hanya berniat untuk bekerja di perusahaan ini untuk sementara waktu. Faktanya adalah undang-undang dan peraturan tidak seperti yang diinginkan masyarakat, tetapi reaksi bisa datang jauh sebelum undang-undang dan peraturan yang baru dibuat. Salah satu alasannya adalah bahwa perusahaan mencoba memengaruhi perubahan aturan tersebut. Hanya karena tindakan yang diusulkan sah secara hukum, tidak berarti itu membuatnya menjadi tindakan yang etis. 5) Batas keberimbangan. Terkadang, pengambil keputusan memiliki sikap bias atau ingin bersikap adil hanya untuk kelompok yang mereka suka. Sayangnya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan opini publik dan biasanya harus membayar kekeliruan mereka di akhir. Banyak eksekutif telah mengalah pada organisasi-organisasi aktivis, tetapi juga belajar bahwa jika isu-isu lingkungan diabaikan maka akan berbahaya bagi mereka. Sebuah kajian penuh tentang keadilan untuk semua pemangku kepentingan adalah satu-satunya cara untuk memastikan sebuah keputusan akan menjadi etis. 6) Batas untuk meneliti hak. Bias tidak terbatas pada keadilan saja. Para pembuat keputusan harus meneliti dampak pada keseluruhan hak semua kelompok pemangku kepentingan. Selain itu, para pembuat keputusan harus didorong untuk mempertimbangkan nilai-nilai mereka sendiri saat membuat keputusan. 7) Konflik kepentingan. Bias yang didasarkan atas prasangka bukan satusatunya alasan penilaian keliru dari tindakan yang diusulkan. Penilaian dapat menutupi kepentingan pribadi yang saling bertentangan—kepentingan pengambil kepuutusan versus kepentingan terbaik perusahaan, atau kepentingan kelompok dimana pembuat keputusan bersikap parsial versus kepentingan terbaik perusahaan, keduanya dapat menyebabkan penilaian dan keputusan yang keliru. Kadang-kadang, karyawan terjebak pada apa yang disebut dengan slippery slope, dimana mereka mulai dengan keputusan kecil yang bertentangan dengan kepentingan majikan mereka, diikuti oleh ‘15 17 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id keputusan lain yang tumbuh secara signifikan, dan akan menjadi sangat sulit untuk mengoreksi atau mengakui keputusan yang mereka buat sebelumnya. 8) Keterkaitan di antara pemangku kepentingan. Sering kali, para pengambil keputusan gagal mengantisipasi apa yang mereka lakukan untuk sau kelompok akan berkontribusi memicu tindakan orang lain. Sebagai contoh, pencemaran lingkungan di negara yang jauh dari perusahaan dapat menyebabkan reaksi negatif dari pelanggan dalam negeri dan pasar modal. 9) Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan. Kebutuhan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan dan kepentingan mereka sebelum menilai dampaknya pada masing-masing kelompok merupakan bukti pribadi. Namun, hal ini merupakan langkah yang sering diambil tanpa pemahaman, dengan hasil bahwa isu-isu penting menjadi tidak diketahui. Pendekatan yang berguna untuk membantu masalah ini adalah untuk berspekulasi pada kemungkinan buruk yang mungkin terjadi dari tindakan yang diusulkan, dan mencoba untuk menilai bagaimana media akan bereaksi. 10) Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para pemangku kepentingan. Kecenderungan yang umum adalah untuk memperlakukan kepentingan seluruh pemangku kepentingan menjadi sama pentingnya. Namun, mereka yang mendesak biasanya menjadi yang terpenting. Mengabaikan hal ini benar-benar picik, dan dapat menghasilkan keputusan yang suboptimal dan tidak etis. 11) Mengacuhkan kekayaan, keadilan, atau hak. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, keputusan etis yang komprehensif tidak bisa dilakukan jika salah satu dari ketiga aspek ini ada yang terlupakan. Namun, berulang kali para pembuat keputusan mengambil jalan pendek dan menderita akibatnya. 12) Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan. Selama bertahun-tahun, pengusaha dan profesional tidak khawatir tentang motivasi untuk sebuah tindakan, selama konsekuensinya dapat diterima. Sayangnya, banyak pengambil keputusan kehilangan kebutuhan untuk meningkatkan manfaat bersih secara keseluruhan bagi semua (atau sebanyak mungkin orang), dan mengambil/membuat keputusan yang dibuat untuk menguntungkan dirinya, aau hanya beberapa di antaranya, yang bermanfaat dalam jangka pendek dan merugikan orang lain pada jangka panjang. Keputusan picik ini, yang diambil demi keuntungan pribadi pengambil keputusan, mencerminkan risiko tata kelola yang tinggi bagi organisasi. ‘15 18 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 13) Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk ditunjukkan. Anggota dewan, eksekutif, dan akuntan profesional diharapkan untuk bertindak dengan itikad baik dan melaksanakan tugas fidusia bagi orang-orang yang bergantung pada mereka. Mengabaikan kebajikan yang diharapkan dari mereka dapat menyebabkan ketidakjujuran, kurangnya integritas dalam penyusunan laporan, kegagalan untuk bertindak atas nama pemangku kepentingan, dan kegagalan untuk menunjukkan keberanian dalam menghadapi orang lain yang terlibat dalam tindakan tidak etis, atau whistle-blowing saat dibutuhkan. Akuntan profesional yang mengabaikan kebajikan yang diharapkan dari mereka cenderung melupakan bahwa mereka diharapkan untuk melindungi kepentingan umum. Sebuah Kerangka Kerja Komprehensif Pengambilan Keputusan Etis Pendekatan terbaik EDM akan bergantung pada sifat dari tindakan yang diusulkan atau dilema etikan dan pemangku kepentingan yang terlibat . Sebagai cotoh , sebuah masalah yang melibatkan dampak jangka pendek dan tidak ada eksternalitas mungkin cocok untuk analisis 5 pertanyaan yang dimodifikasi , Masalah dengan dampak jangka panjang dan ekternalitas ini mungkin lebih cocok dengan pendekatan standar moral yang dimodifikasi, atau pendekatan pastin yang dimodifikasi . Masalah signifikansi bagi masyarakat dari pada bagi perusahaan kemungkinan akan baik jika dianalisis menggunakan pendekatan filosofis , atau pendekatan standar moral yang dimodifikasi. Pendekatan EDM apaun yang digunakan , pembuat keptursan harus mepertimbangkan semua isu yang diangkat . A. Ringkasan Langkah-langkah untuk sebuah Keputusan Etis Pendekatan dan isu-isu yang telah dijelaskan sebellumnya dapat digunakan secara terpisah atau dalam kombinasi gabungan untuk membantu dalam mengambil keputusan etis. Pengalaman menunjukan bahwa dengan menyelesaikan tiga langkah berikut menyediakan dasar untuk menantang keputusan yang diusulkan . a) Identifikasi fakta dan semua kolompok pemangku kepentingan serta kepentingan yang mungkin akan terpengaruhi b) Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka, identifikasi yang paling penting dan lebih mempertimbangkan mereka dalam analisis c) Menilai dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepeentingan kelompok pemangku kepentingan berkenaan dengaan kekayaan mereka, keadilan perlakuan, dan hak-hak lainnya, termasuk harapan kebajikan , ‘15 19 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menggunakan pertanyaan kerangka kerja yang komperhensif , dan memastikan bahwa perangkap umum yang dibahas nanti tidak masuk kedalam analisis. Dafar Pustaka 1) Huse, M. (2007). Boards, Governance and Value Creation: The Human Side of Corporate Governance. Cambridge: 2) Laura P.Hartman – Joe DesJardins. 2011. Business Ethics: Decision Making for Personal Integrity & Social Responsibility, McGraw-Hill International Edition, Second Edition. 3) Cherrington, Moral Leadership and ethical Decision Making, 1st edition, CHC Forecast, Inc., 2000 4) Robert.A.G. Monks and N. Minow., 2011, Corporate Governance, John Wiley & Sons, Ltd. Fifth Edition ‘15 20 Business Ethics & GCG Prof. Dr. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id