Bab 1 - Library Binus

advertisement
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi teraman di dunia adalah pesawat terbang, dilihat dari sedikitnya jumlah
kecelakaan yang terjadi di pesawat terbang dibandingkan transportasi darat. Data statistik
angka kecelakaan lalu lintas darat dari tahun ke tahun cenderung meningkat menurut apa
yang disampaikan oleh ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman ( dalam
Riswan, 2015), hal tersebut di perkuat oleh Kombes Pol Istiono,(2014) yang mengatakan
bahwa selama tahun 2013 terjadi 93.578 kasus kecelakaan darat dengan jumlah korban
meninggal dunia sebanyak 23.385 jiwa. Menurut, National Highway Traffic Safety
Administration, (2014) menyatakan bahwa terdapat 32.719 orang tewas dalam kecelakaan
lalu lintas kendaraan bermotor di Amerika Serikat sedangkan data pada penerbangan
menyatakan tahun 2014 menjadi tahun yang sangat aman untuk penerbangan komersial.
Selama tahun 2014 Aviation safety Network (dalam Ranter, 2015) mencatat total terjadi 21
kecelakaan pesawat fatal dengan jumlah korban 990 jiwa. Kebanyakan kecelakaan
penerbangan yang terlibat adalah penerbangan kargo dan penerbangan penumpang dari lalu
lintas udara di seluruh dunia dengan total penerbangan 33.000.000 jumlah penerbangan
(Ranter, 2015). Sebagai transportasi teraman, jumlah penumpang moda transportasi pesawat
pun terbukti meningkat di penerbangan domestik dan internasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) ( dalam Sitepu, 2015) merilis bahwa, hingga akhir tahun
2014 penumpang angkutan udara (pesawat), baik domestik maupun internasional meningkat
masing-masing 6,25% dan 5,39% hingga akhir tahun 2014. Kepala BPS, Suryamin ( dalam
Sitepu, 2015) mejelaskan bahwa, jumlah penumpang domestik angkutan udara periode
Januari-November 2014 mencapai 53,4 juta orang, atau naik 6,25% di banding periode yang
sama pada tahun 2013 yang mencapai 50,3 juta orang. Dengan adanya kepercayaan dari
masyarakat pada transportasi udara, berdampak pada peningkatan permintaan pasar domestik
yang mengakibatkan banyaknya maskapai penerbangan yang berlomba-lomba untuk
menambah akan jumlah armadanya (Arum, 2013). Namun belakangan ini mulai bermunculan
kecelakaan pesawat yang menjadi sorotan media.
Berita tentang kecelakaan pesawat udara yang menewaskan ratusan korban jiwa, yang
terjadi di antaranya adalah hilangnya pesawat milik maskapai penerbangan Malaysia airlines
MH370, penembakan pesawat Malaysia airlines di Ukraina, pesawat Airasia QZ8501 yang
hilang kontak di wilayah perairan Kalimantan, jatuhnya pesawat Hercules di Medan,
Sumatera Barat, hingga yang terakhir adalah jatuhnya pesawat Trigana air. Menurut data dari
situs Plane Crash (dalam Dahono, 2014) terjadi beberapa kecelakaan pesawat di tahun 2014
yaitu : 16 Februari pesawat Nepal Airlines, jatuh di dekat Khidim sekitar 74 km Baratdaya
kota Pokhara, Nepal. 8 Maret Malaysia Airlines hilang dari radar di atas teluk Thailand. 17
Juli Malaysia Airlines di tembak jatuh di Ukraina Timur. 23 Juli Transasia Airways jatuh saat
memutar. 24 Juli Air Algerie jatuh di gurun Mali Utara yang sebelumnya hilang dari radar
setelah lepas landas. 10 Agustus Sepahan Airlines jatuh tak lama setelah lepas landas dari
bandara Internasional Mehrabad, Iran. Terakhir, 28 Desember Indonesia Airasia QZ8501
hilang kontak saat berada di atas laut Jawa di antara pulau Kalimantan dan Jawa (Dahono,
2014). Data kecelakaan pesawat tersebut terlihat hampir beruntun terjadi dari setiap bulan di
tahun 2014 padahal, KNKT (dalam Priliawito, 2015) menunjukkan bahwa, sepanjang tahun
2007-2014 di Indonesia tren kecelakaan transportasi udara mengalami penurunan dari 2,94
menjadi 0,76 persen.
Pemberitaan kecelakaan pesawat yang banyak dieksploitasi media massa. Menurut
Juru bicara Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang bertugas mendampingi keluarga
korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501, Margaretha (dalam Riski, 2015) mengatakan,
mengeksploitasi kesedihan sebagai berita tidak dapat membantu proses pemulihan trauma
dan kesedihan keluarga korban. Pemulihan trauma yang di alami keluarga korban adalah
trauma psikologis dikatakan dalam Manual Diagnostic Statistical Mental Disorder (DSM
V) APA, bahwa suatu keadaan di anggap traumatis jika keadaan tersebut mengakibatkan
kematian atau mengancam akan kematian, kejadian aktual, ancaman cidera fisik atau
pelanggaran seksual. Peristiwa trauma psikologis dapat terjadi setelah terpapar peristiwa
tunggal atau beberapa peristiwa diperparah dari waktu ke waktu. Kemungkinan dampak dari
peristiwa traumatik sering di tentukan oleh berbagai faktor individu, relasional, variabel
sosial dan kontekstual, yang saling berhubungan (Ruglass & Tackett, 2015).
Pemberitaan media tentang proses evakuasi korban Pesawat AirAsia QZ8501 di
kawasan Selat Karimata, menjadi sorotan dunia, seperti yang dikatakan surat kabar Inggris
Guardian (dalam Thirzano, 2014) "Keluarga menerima konfirmasi brutal nasib pesawat yang
hilang itu," demikian judul berita dalam situs surat kabar asal Inggris, Guardian Selasa
(30/12/2014) malam waktu setempat. Surat kabar Guardian menggambarkan situasi saat
keluarga penumpang AirAsia QZ8501 menunggu di Bandara Juanda Surabaya saat melihat
proses evakuasi yang di tayangankan di salah satu stasiun televisi. Dalam tayangan itu,
tampak jasad yang diduga penumpang mengambang di laut lepas sementara tim penyelamat
berupaya turun. "Banyak orang menangis histeris. Sementara Wali Kota Surabaya Tri
Rismaharini mencoba menenangkan dengan mengatakan keluarga korban harus tabah,"
tulis Guardian (dalam Thirzano, 2014). Terkait dengan banyaknya kecelakaan pesawat
terbang beberapa respon ketakutan terbang bermunculan di seluruh dunia. Seperti pada atlet
asal Thailand yang berada di bandara Prancis yang mengaku merasa gelisah sebelum
terbang, ia mengaku bahwa tidak ada pilihan lain selain pesawat terbang yang merupakan
satu-satunya transportasi yang dapat digunakan untuk mengunjungi Prancis. Selain itu, mulai
bermunculan respon takut terbang di forum internet seperti yang di ungkapkan calon
penumpang yang akan pergi ke Seoul dalam situs Prancis Crash-aerian.com bahwa
kecelakaan pesawat yang terjadi membuat kepanikan pada dirinya muncul kembali dan
bahkan beberapa orang mengajukan pertanyaan dalam situs fearofflying.com “apa ada
laporan kecelakaan lagi?”. Dan beberapa calon penumpang lebih mempasrahkan diri kepada
tuhan untuk mengatasi rasa cemas tersebut (Sulityawati, 2014).
Pemberitaan media memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap hubungan pembeli
dan penjual dalam hal ini pembeli tiket dan pihak maskapai, karena informasi yang didapat
konsumen setiap harinya (Lee, 2013). Proses informasi dapat menjadi masukan bagi
konsuemen untuk perbandingan produk atau jasa dengan atribut, merek, perbandingan antar
merek( Schiffman & Kanuk, 2010). Persaingan ketat di dunia usaha membuat persaingan
merebut hati konsumen menjadi sangat penting. Maskapai penerbangan harus berjuang untuk
membuat konsumen mengambil keputusan menggunakan jasa mereka. Banyak pilihan yang
dibuat dalam kelompok dan bahkan ketika seseorang memutuskan membeli, mereka sering di
pengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut orang lain, selain itu asumsi seseorang
berdasarkan keputusan mereka pada informasi yang diterima melalui media massa ( iklan,
surat kabar, dan komentar televisi) (East, Wright, & Vanhuele, 2008). Hubungan kecemasan
dan pengambilan keputusan membeli individu dinyatakan ada hubungan negatif yang
dibuktikan pada penelitian sebelumnya bahwa semakin tinggi kecemasan seseorang terhadap
keselamatan penerbangan, maka akan semakin rendah pengambilan keputusan membelinya
(Sari, 2010).
Kesimpulan dari fenomena yang ada pada dasarnya adalah pesawat merupakan
transportasi teraman dengan perbandingan kecelakaan antara transportasi darat dan udara
yang menyatakan jumlah kecelakaan yang terjadi di udara lebih minim di bandingkan
kecelakaan di darat, tetapi dengan adanyapemberitaan peristiwa kecelakaan pesawat di
seluruh dunia oleh media, maka mulai bermunculan respon kecemasan dan takut terbang dari
calon penumpang yang ingin menggunakan transportasi udara. Dilihat dari segi pemasaran
hal tersebut dapat mengganggu hubungan antara pembeli, dalam hal ini masyarakat pengguna
jasa transportasi udara dan penjual yaitu pihak maskapai, karena salah satu dari proses
pengambilan keputusan membeli konsumen adalah proses pencarian informasi untuk mereka
mengenal lebih jauh merek atau jasa yang akan mereka pilih untuk di beli atau digunakan.
1.2 Rumusan Masalah
Transportasi teraman di dunia adalah pesawat terbang, tetapi dengan adanya daftar
kecelakaan di seluruh dunia yang di beritakan melalui media menimbulkan respon kecemasan
dari masyarakat calon penumpang pesawat. Pemberitaan media yang di tonton oleh
masyarakat luas dapat mengubah hubungan antara konsumen yang akan membeli tiket dan
pihak maskapai dari segi pemasaran, di karenakan proses informasi adalah salah satu proses
yang akan di lalui oleh konsumen sebelum menentukan suatu pembelian produk atau jasa.
Fenomena yang di dapat oleh peneliti membuat peneliti tertarik ingin melihat pula apakah
selain berita kecelakaan pesawat, pengambilan keputusan membeli dipengaruhi oleh
kecemasan individu setelah melihat berita. Maka, pertanyaan penelitian adalah :
Apakah paparan berita kecelakaan pesawat dapat mempengaruhi tingkat kecemasan individu
dan pengambilan keputusan membeli tiket?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh
paparan berita kecelakaan pesawat terhadap
tingkat kecemasan terbang dan keputusan membeli tiket pesawat
2. Mengetahui apakah kecemasan yang muncul setelah menonton berita
kecelakaan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan membeli tiket
individu
3. Mengembangkan alat ukur psikologis yang dapat digunakan untuk mengetahui
faktor kecemasan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan.
Download