Penyakit virus pada hewan aquatik Profesor Darmono 17 Januari n2014 Penyakit yang disebabkan infeksi virus pada hewan aquatik mewabah sangat cepat dan mengakibatkan kerugian yang besar pada usaha perikanan, terutama pada budidaya tambak dan jaring apung. Organisasi internasional mengenai penyakit menular (OIE) menyatakan ada 5 penyakit virus menular pada ikan yang penting yaitu: Epizootic hematopoietic necrosis (EHN), infectious hematopoietic necrosis (IHN), “spring viremia of carp”, viral hemorrhagic septicemia (VHS), dan Oncorhyncus masou virus. Sedangkan Lightner melaporkan bahwa ada sekitar 11 penyakit virus yang menyerang udang dan juga menyebabkan kerugian yang besar pula pada usaha tambak udang. Penyakit virus yang menyerang udang yang penting dan sering dijumpai adalah: Infectious hypodermal hematopoietic necrosis (IHHNV), Yellow Head Virus (YHV), Taura Syndrome Virus (TSV), dan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Virus pada ikan Menurut daftar organisasi penyakit menular dunia (OIE) ada lima penyakit viral yang penting yang menyerang ikan yaitu: hematopoietic necrosis, infectious hematopoietic necrosis, spring viremia of carp, viral hemorrhagic septicemia, dan Oncorhynchus masou virus di Amerika. Viral hemorrhagic septocaemia (VHSV) Infeksi virus ini menyebabkan kematian yang sangat fatal pada ikan. VHSV telah menyerang lebih dari 50 spesies ikan air tawar dan air laut. VHSV ternasuk dalam kelompok rhabdovirus yang ditemukan pada ikan yang hidup di laut utara dan air tawar di daratan Eropa. Infeksi virus ini menyebabkan kerugian besar pada budidaya tambak dan nelayan penangkap ikan di laut. Virion, gejala klinis dan patologik VHSV termasuk dalam virus negative-sense single stran RNA order Mononegavirales family Rhabdoviridae, dan genus Novirhabdovirus. Virus ini ditemukan menjadi penyebab penyakit pada tahun 1963 oleh Jenson, dimana virus tersebut mempunyai amplop, berbentuk bulat-lonjong, dengan panjang 180nm dan lebar 60 nm dan diselubungi peptomer setebal sekitar 5-15 nm. Genome VHSV panjangnya sekitar 11-Kb single strand RNA, yang mengandung enam gen yang berlokasi sepanjang genome pada 3’-5’ yaitu 3’-N-P-M-G-NVL-5’ protein-nucleocapsid(N), polymerase-associated phosphoprotein(P), matrix protein(M), glycoprotein permukaan (G) non-virion protein unique (NP), dan virus polymerase (L). Reverse genetik virus ini sangat penting untuk mempelajari dan mengkarakterisasi virus baru atau gen virus yang belum diketahui dan riverse genetik sekarang telah tersedia untuk VHSV. Beberapa jenis isolat yang telah ditemukan dikelompokkan menurut genotipenya, telah ditemukan beberapa kelompok genotipe yang dibagi berdasarkan geografi, tidak berdasar spesies ikan yang terinfeksi. Penelitian terakhir dilaporkan bahwa pengelompokan strain VHSV didasarkan atas kesamaan sequens dari gen N- dan G- tipe I-III adalah enzootik di daerah Eropa, tipe IV di Amerika Utara, dan tipe I dan IV dibagi menjadi subtipe sebagai berikut. Tabel 5.1.Prevalesnsi menurut tipe hospes VHSV dan lokasi ditemukannya Tipe Prevalensi tipe hospes dan lokasi ditemukannya I-a Peternakan ikan rainbow trout dan ikan air tawar lainnya di daratan Eropa I-b Ikan laut di L.Baltic,Skagerrak, Kattegat, laut Utara, Jepang I-c Peternakan ikan rainbow trout di Denmark I-d Peternakan ikan rainbow trout di Norwegia, Finlandia Teluk Bothnia I-e Rainbow trout di Georgia, ikan turbot di Laut Hitam II Ikan laut di laut Baltic III Ikan laut di British Isles dan Utara Perancis, perikanan turbot di UK dan Irlandia dan Greenland halibut (Reinhardtius hippoglossoides) di Greenland[15] IV-a Ikan laut di Baratdaya Pacific (Amerika Utara), Perairan pantai Atlantik, Jepang dan Korea IV-b Ikan air tawar di daerah Great Lakes Amerika Gejala yang terlihat pada ikan yang terinfeksi virus ini adalah adanya perdarahan pada urgan dalam, kulit, dan daging. Beberapa ikan tidak menunuukkan adanya gejala luar tetapi ada beberap gejala yang tidak khas misalnya mata nmembesar, ada udara dalam perut, mata kemerahan juga pada insang, kulit dan sirip. Ikan yang masih hidup terlihat berenang lemah, mengambang moncong berada pada permukaan air, berenang memutar-mutar karena adanya gangguaqnn infeksi virus pada otak, mata menonjol keluar dan berair. Gambar 5.1. Gejala klinis infeksi VHSV yangmemperlihatkan hemoragek pada kulit, sirip, sekitar mulit dan mata (kiri), dan viru VHS dilihat dengan elektron mikroskop (kanan). Penularan dan pencegahannya Virus VHS dapat menular dan menyebarkan penyakit dari ikan yang terinfeksi ke ikan yang sehat melalui air, begitu juga melalui telur ikan yang sudah terkomtaminasi dan melalui umpan pancing yang telah tertular virus pada penangkapan air di laut maupun tambak. Ikan yang dapat selamat dari kematian biasabya dapat tahan hidup lebih lama, tetapi dapat bertindak sebagai karier dan dapat mengkotaminasi airnya baik melalui urinnya maupun cairan sekresinya. Virusnya sendiri dapat tahan hidup dalam kebekuan bila ikan yang karier atau terkontaminasi disimpan dalam frezzer. Usaha pencegahan penyebaran infeksi VHSV haurs dilakukan dengan cara menyeluruh, dimulai dengan pembersihan kapal, trailer, jaring dan peralatan lainnnya bilamana melakukan perjalanan melalui danau dan arus sungai. Environment protection agency (EPA) merekomendasikan desinfektan yang terbukti efektif melawan VHS “Viskon AQUATIC” (diproduksi oleh Dupony). Pemutih chlorin dapat membunih virus VHS, tetapi bila konsentrasinya berlebihan dapat mengganggu biota lainnya termasuk ikannya sendiri. Di Amerika terdapat station yang berlokasi pada beberapa danau yang menyediakan fasilitas desinfektan ini. Infectious Hematopoietic Necrosis (IHN) Virus IHN adalah merupakan penyebab penyakit “Infectius haematopoietic necrosis” (IHN) pada ikan. Virus ini adalah virus RNA termasuk dalam kelompok famili Rhabdoviridae. Virus pertama berhasil diisolasi di Amerika, yaitu virus dalam kelompok yang berbasis dari bagian glikoprotein (G) sequen gen. Ada tiga kelompok sequen gen (genogroup) mayor dari IHNV yang ditemukan di Amerika disebut sebagai gen U, M dan L untuk bagian atas(Upper), tengah(Middle) dan bawah(Lower). Di Jepang dan Korea telah dilakukan isolasi dan diperoleh genogroup yang dinamakan JRt (Japanese Rainbow trout). Virion, repilkasi dan penularannya Virion dari IHNV terdiri dari amplop dan nukleokapsid, virion berbentuk bulat lonjong dengan ukuran diameter 45-100 nm dan panjang 100-130 nm, pada permukaannya terdapat duri yang hampir menutupi seluruh permukaan virion. Virus ini mengandung genome RNA negative non-segmented single-strand yang mempunyai sekitar 11.000 nukleotida yang terkode sebagai berikut: nukleoprotein (N), phosphoprotein (P), matrix protein (M), glikoprotein (G), non-virion-protein (NV), dan polimerase (L). Siklus huidup rhabdovirus dimulai dari infeksi virus masuk kedalam sel tubuh ikan, kemudian terjadi proses absorpsi, penetrasi dan uncoating (pelepasan kapsid virus), transkripsi, translasi, replikasi, assembly dan budding (keluar dari sel, sebagai virus baru). Ikan yang bertindak sebagai reservoire virus adalah sebagai karier virus dan akan menularkan virus pada ikan yang dibudidayakan atau pada ikan yang hidup bebas diperairan. Virus dikeluarkan lewat urine, sperma dan cairan mukus. Sedangkan lokasi virus dalam organ ikan penderita adalah pada ginjal, limpa dan organ dalam lainnya, dimana virus ditemukan dalam jumlah banyak. Virus berpotensi menjadi epizootik diperkirakan pada suhu sekitar 10oC dan penyakit tidak terjadi secara alamiah pada suhu 15oC. Kerugian yang ditimbulkan Frekwensi kejadian serta intensitas serangan virus pada ikan menimbulkan kerugian ekonomi sangat besar dan telah meyebar pada perikanan di banyak negara. Negara yang mengalami outbreak penyakit virus pada ikan sudah meluas, dan kerugian yang ditimbulkannya meliputi berkurangnya produksi, pendapatan, lapangan kerja, akses pemasaran, investasi, konsumsi, industri dan bisnis. Menurut laporan ADB/NACA, 1991 kerugian perikanan air tawar maupun payau karena wabah epizootik termasuk infeksi virus di 15 negara berkembang di Asia mencapai 36 juta dolar US, sedangkan pada tingkat dunia kerugian mencapai 3 milyard dolar. Virus pada udang Paling tidak ada 4 jenis virus yang menginfeksi udang yang dibudidayakan (famili penaeid) sejak tahun 1980 an. Virus tersebut adalah Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV), Yellow Head Virus (YHV), Taura Syndrome Virus (TSV), dan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Dampak sosial ekonomi karena serangan penyakit virus tersebut sangat besar terhadap produksi udang di daerah Asia dan Amerika yang dilaporkan oleh organisasi kesehatan hewan dunia (Office International des Epizootica/OIE). Kerugian banyak dialami oleh industri bududaya udang dan udang tangkap, disamping itu berakibat pada perdagangan dan usaha ekspor impor karena pembatasan karantina dalam usaha pencegahan penyebaran infeksi oleh IHHNV, TSV dan WSSV dan berpengaruh juga terhadap investasi terhadap produksi udang. Infectious hypodermal and hematopietic necrosis virus (IHHNV) Virus IHHN adalah virus yang paling kecil yang menginfeksi udang penaeid, berukuran diameter 22nm, singel strand DNA dengan panjang 4.1 kb, dan kapsid polipeptida dengan berat molekul 37-74 kd, termasuk dalam kelompok parvoviridae. Infeksi IHHNV pada udang penaeus menyebabkan angka kematian/mortality sampai mencapai 90% dan bersifat akut. Gejala yang terlihat pada suatu tambak udang adalah, udang terlihat berenang perlahan, muncul kepermukaan dan mengambang dengan perut diatas. Kemudian alat geraknya/kaki berhenti bergerak, kemudian udang akan tenggelam dibawah kolam. Sejak timbulnya gejala kemudian udang akan mati dalam waktu 4 sampai 12 jam. Pada fase penyakit yang akut kulit dan tubuhnya (daging) akan berubah warna menjadi putih. Banyak udang akan mengalami kematian pada periode moulting (ganti kulit). Gambar 5.2 Udang penaeus yang terserang IHHNV (atas) dan udang yang normal (nawah) White spot syndrom virus (WSSV)/white spot disease (WSD) Infeksi WSSV dapat menyerang berbagai hospes decapoda crustacea, disebabkan oleh virus yang berukuran cukup besar, yang merupakan virus doble strand DNA dalam genus whitespot virus, famili Nimaviridae. Virion WSSV cukup besar dengan ukuran 80-120 X 250-380 nm, beramplop dua lapis lipida (lipida bilayer). Kadang virus mempunyai ekor/tail seperti alat tambahan/appendages pada ujung dari virion. Nukleus kapsid mengandung 15 “conspicious vertical helic” yang terletak pada sepanjang axis. Penyakit WSD dilaporkan pertama kali di Taiwan tahun 1992, wabah penyakit udang menyebabkan bangkrutnya industri udang budidaya. Penyakit tersebut mulai menjalar ke Jepang tahun 1994 dan menyebar ke Korea, Thailamd, India dan Malaysia dan pada tahun 1996 telah menyebar ke Asia Timur dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1995 virus menyebar ke Amerika Selatan, tahun 1999 ke Meksiko dan tahun 2000 ke Filipina serta tahun 2011 ke Saudi Arabia. Gambar 5.3 Penyakit WSSV yang memperlihatkan titik-titik putih (whitr spot) pada udang penaeus. Penularan virus dapat melalui saluran pencernaan dari pakan yang dikonsumsi, juga dapat melaui air (transmisi horizontal) dan juga secara vertikal melalui induk udang pada suatu usaha pemijahan udang. Virus juga dapat ditemukan pada udang yang ditangkap dari alam terutama daerah pantai didekat usaha budidaya udang. Hospes alami dari virus adalah berbagai jenis hewan decapoda air termasuk udang: Penaeus monodon, Marsupenaeus japonicus, Litopenaeus vannamei, dan Fenneropenaeus indicus Beberapa jenis krustacea lainnya juga dapat terinfeksi seperti kepiting: Scylla spp., Portunus spp., spiny lobsters Panulirus spp., crayfish, Astacus spp., Cherax spp. dan udang air tawar Macrobrachium spp. Gejala klinis yang terlihat adalah tidak nafsu makan, lemah, erosi kutikula, kemerahan dan adnya titik-titik putin dengan diameter 0,5 mm sampai 2 mm pada bagian dalam karapase (cangkang bagian kepala). Sel yang terinfeksi sangat bervariasi dari ektodermal kemudian ke mesodermal, epitel insang, kelenjar antena, jaringan hematopoietik, saraf, dan jaringan ikat. Diagnosis sangat khas dan berbeda dengan infeksi virus lainnya. Taura syndrom virus (TSV) Virus ini termasuk virus berukuran kecil dengan genome single strand RNA, virion berukuran diameter 32nm terdiri dari 10.205 nukleotida, tidak beramplop bentuk icosahedral. “Open reading frame 2”(ORF2) mengandung sequen struktur protein untuk TSV termasuk tiga protein kapsid utama yaitu VP1, VP2, dan VP 3. Virus bereplikasi dalam sitoplasma sel hospes. Hospes yang utama dari TSV adalah udang dari regional Pacific, P. Vannamei, walaupun spesies udang lainnya bisa juga terinfeksi. Angka kematian infeksi TSV berkisar antara 40-90% dalam suatu kolam perbenihan fase post larva, sedangkan udang yang dapat selamat dari penyakit dapat bertindak sebagai karier. . Gambar 5.4 Infeksi TSV pada udang Llittopenaeus vannamei (atas) memperlhatkan kemerahanpada alat gerak Beberapa spesies udang lain yang telah diketahui peka terhadap infeksi TSV adalah: P. setiferus, P. stylirostris, P. schmitti, Metapenaeus ensis. P. chinensis. Pada kondisi budidaya TSV dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi dalam kurun waktu 15-40 hari pada saat mulai dilakukan stoking dalam kolam. Diduga penyakit berjalan akut dan kemudian menjadi kromik sampai lebih dari 120 hari. Berjalannya penyakit TSV melalui tiga fase, Grjala klinis timbul pada awal penyakit sekitar 7 hari setelah infeksi, kadang 4-7 hari. Udang terlihat tidak nafsu makan, lemah dan berenang lambat tidak terarah. Telson/ekor terlihat memucat, kulit lunak dan pada infeksi alami terlihat kemerahan pada ekor dan anggota gerak. Angka kematian pada fase ini dapat mencapai 95%. Fase akut tersebut bila dilihat secara histologi terlihat adanya karyopiknosis dan karyoreksis (inti sel memadat dan pecah) dan terlihat adanya “inklusion bodi” pada sitoplasma (materi kemerahan padat) pada sel epitel kutikula. Pada fase transisional, terlihat adanya melanisasi pada kutikula daerah kepala dan dada serta ekor. Hal tersebut mungkin terjadinya proses kesembuhan atau adanya infeksi sekunder oleh bakteri. Pada pemeriksaan molekuler daerah tersebut negatif TSV. Proses melanisasi tersebut berjalan menuju penyakit kronis pada fase berikutnya. Fase kronis terlihat pada 6 hari setelah infeksi dan berlanjut sampai sekitar 12 bulan dalam komdisi penelitian. Fase ini dapat dilihat secara histologis dengan menghilangnya lesi gejala akut dengan ditemukannya limfoid vakuolisasi. Yellowhw head disease (YHD/YHV) Penyakit ini pertama dideteksi pada tahun 1991 sebagai penyakit yang epizootik pada budidaya udang di Thailand, kemudian wabah penyakit menyebar pada peternakan udang di daerah Asia. Pada percobaan di laboratorium infeksi YHV dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi dalam kolam budidaya udang penaeus dan juga pada udang di laut (wild shrimp) di Amerika. Bila infeksi terjadi pada kolam budidaya udang Penaeus monodon, YHD terciri dengan tinggi dan cepatnya angka kematian yang disertai dengan adanya gejala warna kuning pada sepalothorax (kepala) dan memutihnya warna tubuh udang. Gambar 5.5 Udang P.monodon yang terinfeksi yellow head virus (kiri) dan udang sehat (kanan) pada gambar paling kiri; udang penderita YHD pada gambar tengah; gambar paling kanan kepala udang dibuka terlihat adanya radang warna merah. (courtesy of C.K. Niphon, Bangkok, Thailand). Agen penyebab YHD adalah YHV, dilihat dengan elektron mikroskop transmisi (TEM) YHV yang menginfeksi jarigan termasuk virus beramplop berukuran panjang 150-200 nm dan berdiameter 40-50nm, berlokasi pada vesikula dalam sitoplasma sel atau dalam ruang interseluler. Virion timbul memanjang dengan nukleikapsid berbentuk filamentus terakumulasi dalam sitoplasma dan mendapatkan amplop melalui budding pada endoplasma retikulum kedalam vesikula. Walaupun YHD pertama mewabah di kolam budidaya udang di Thailand, tetapi wabah YHD telah dilaporkan pada banyak lokasi produk udang di Asia. dan juga pada komoditi import udang beku yang masuk ke Amerika. Gambar 5.6 semi purified preparasi dari YHV dari hemolymp (darah udang) (paling kiri); pewarnaan Negatively-stained YHV particle (tengah dan kanan) garis hitam adalah skala 100nm. Infectious myonecrosis (IMN) Infeksi virus IMN pertama kali terdeteksi pada udang L. Vannamei daerah Timurlaut Brazil. Penyakit ini dapatmenyebabkan penyakit yang serius pada udang yang masih muda dan udang menjelang dewasa yang dipelihara pada kolam pengembangan. Penyakit ini dapat merugikan budidaya udang sampai hutaan dolardi perusahaan budidaya udang di Beazil. Wabah penyakit sangat diduga karena kondisi lingkungan dan stress, misalnya karena adanya perunahan kadar garam dan suhu secara drastis serta penyebab lainnya. Penyakit dapat terjadi secara akut dengan amgka kematian yang tinggi dan berkembang menjadi kronis dengan angka kematian yang rendah pada udang L. Vannamei. Dewasa ini kasus penyakit tersebut telah menurun, tetapi kejadian penyakit dengan gejala mirip telah dilaporkan dari negara lain dimana ada peternakan udang L. Vannamei. Udang yang terinfeksi virus IMN menunjukkan gejala adanya gambaran nekrosis warna putih nyata pada daging/otot terutama pada daerah ruas perut dan ekor. Gejala tersebut berkembang menjadi timbulnya nekrosis dan pada beberapa individu udang terlihat warna kemerahan. Pada pemeriksaan histopatologi, udang yang mengalami penyakit akut ditemukan adanya lesi koagulasi nekrosis pada otot, sering disertai dengan edema. Udang yang selamat dan hidup setelah menderita penyakit myonecrosis akut atau kronis lesinya berkembang dari coagulativ nekrosis menjadi liquefacious nekrosis. Perubahan tersebut disertai dengan adanya infiltrasi hemosit (leuksit) dan jaringan fibrosa. Gambar 5.7 Uadang L. Vannamei mati yang terserang IMN menunjukkan gejala adanya gambaran nekrosis warna putih nyata pada daging/otot