KONTRIBUSI DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KEPUASAN HIDUP, AFEK MENYENANGKAN DAN AFEK TIDAK MENYENANGKAN PADA DEWASA MUDA YANG BELUM MENIKAH NURUL HUDA Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji seberapa besar kontribusi dukungan sosial terhadap kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan pada dewasa muda yang belum menikah. Sampel dalam penelitian ini yaitu 30 orang dewasa muda yang belum menikah baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dan berusia 28 sampai 40 tahun Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dimana pengambilan data berdasarkan karakteristik tertentu. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner dari skala dukungan sosial, skala kepuasan hidup dan skala afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian pada dukungan sosial terhadap kepuasan hidup diperoleh F sebesar 11,723 dengan sign ifikansi 0,002 (P< 0,01) dan R Square sebesar 0,295 ,hal ini berarti ada kontribusi dukungan sosial yang sangat signifikan terhadap kepuasan hidup pada dewasa muda yang belum menikah sebesar 29,5% dan sisanya sebesar 70,5% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil penelitian pada dukungan sosial terhadap afek menyenangkan diperoleh F sebesar 22,073 dengan signifikansi 0,000 (P< 0,01) dan R Square sebesar 0,441 ,hal ini berarti ada kontribusi dukungan sosial yang sangat signifikan terhadap afek menyenangkan pada dewasa muda yang belum menikah sebesar 44,1% dan sisanya sebesar 55,9% dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil penelitian pada dukungan sosial terhadap afek tidak menyenangkan diperoleh F sebesar 5,889 dengan sign ifikansi 0,022 (P< 0,05) dan R Square sebesar 0,174 ,hal ini berarti ada kontribusi dukungan sosial yang sign ifikan terhadap afek tidak menyenangkan pada dewasa muda yang belum menikah sebesar 17,4% dan sisanya sebesar 82,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Kata Kunci : Dukungan Sosial, Subjective Well Being, Dewasa Muda yang Belum Menikah. I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dalam anak dan meniti karier dalam rangka konteks kehidupannya memiliki dua peran yang memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga dan menjadi warga Negara yang bertanggung jawab. berbeda yaitu sebagai makhluk sosial dan makhluk pribadi. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhannya. Status manusia sebagai makhluk sosial itu kemudian mendorong manusia melakukan berbagai bentuk interaksi sosial dan menjalin hubungan-hubungan dengan manusia lainnya. Peran kedua yaitu sebagai makhluk individual atau pribadi. Dalam peran ini manusia berkembang melalui berbagai tahapan perkembangan (Papalia & Olds, 1998). Kedua peran ini menjadi terkait karena dalam tiap tahap perkembangannya manusia memiliki tugas perkembangan yang di dalamnya selalu terkait dengan perannya sebagai makhluk sosial, salah satunya ialah pada tahap perkembangan dewasa muda yang terjadi dalam rentang usia 20 sampai 40 tahun (Papalia & Olds, 1998). Erikson (dalam Papalia & Olds, 1998), juga mengatakan bahwa dalam tahap perkembangan dewasa muda ini, manusia memiliki beberapa tugas perkembangan, salah satunya ialah mengembangkan intimate relationship atau hubungan yang intim dengan orang lain. Membangun intimate relationship ini merupakan tugas perkembangan yang krusial dan penting bagi individu dalam tahap perkembangan dewasa muda. Bila individu dewasa muda belum menjalani tugas perkembangannya sebagaimana mestinya dan sesuai dengan usia, maka ia cenderung akan mengalami masalah pribadi dan sosial. Hal ini mungkin disebabkan karena individu tersebut merasa terlambat dibandingkan dengan individu dewasa lainnya dan juga Masa dewasa muda adalah salah merasa belum memenuhi harapan satu tahapan perkembangan manusia yang m a s ya r a ka t . K e ga g a l a n d a la m memiliki masa terpanjang sepanjang rentang menguasai tugas perkembangan masa kehidupan seseorang. Pada masa ini juga dewasa muda akan mengakibatkan terdapat tugas-tugas perkembangan yang tidak terpenuhinya harapan sosial yang harus dihadapi oleh individu. Menurut sangat Havinghurst (dalam Dariyo, 2003), tugas pribadi dan sosial seseorang (Hurlock, perkembangan masa dewasa muda meliputi 1980). mencari dan menemukan pasangan hidup, membina kehidupan rumah tangga, mengasuh mempengaruhi penyesuaian Intimate relationship dapat dibangun dengan berbagai bentuk hubungan, salah satu bentuknya adalah pernikahan (marriage) (Erikson dalam untuk menikah, secara sosial diharapkan untuk menikah. Papalia & Olds, 1998). Perkawinan itu adalah Individu dewasa muda yang sebuah peristiwa dimana sepasang mempelai belum menikah dan sudah memasuki atau sepasang calon suami-isteri usia usia 30-an, memasuki yang disebut dipertemukan secara formil dihadapan dengan usia kritis (critical age), penghulu atau kepala agama tertentu, para terutama pada wanita yang belum saksi dan sejumlah hadirin, untuk kemudian menikah (Hurlock, 1980). Seperti yang disyahkan secara resmi sebagai suami-isteri dikemukakan oleh Campbell (dalam dengan upacara dan ritual-ritual tertentu Hurlock, 1980), “bagi wanita, usia tiga (Kartini, 1977). Perkawinan bertujuan untuk puluh mer upakan pilihan yang membentuk keluarga yang bahagia sejahtera mempunyai persimpangan”, karena dan kekal selamanya. Perkawinan hidup wanita sering diwarnai oleh stres memerlukan kematangan dan persiapan fisik ketika dia mencapai ulang tahunnya dan mental karena menikah atau kawin yang ketiga puluh tetapi belum juga adalah sesuatu yang sakral dan dapat menikah. menentukan jalan hidup seseorang Penelitian yang dilakukan pada sebuah survey di Amerika Serikat atas 127.545 orang dewasa muda, bahwa individu dewasa muda yang menikah secara umum lebih sehat dari segi fisik maupun psikologisnya, dibandingkan dengan mereka yang belum menikah, hidup bersama ( cohabitating ) , ditingga l ma ti ole h pasangannya, hidup berpisah maupun yang bercerai (Wu dan Hart dalam Winarni, 2009). Hal ini membuktikan bahwa pernikahan adalah salah satu bentuk hubungan yang dapat mendukung kesehatan seseorang. Oleh karena itu, di Indonesia, pernikahan merupakan suatu hal yang dianggap penting. Individu dewasa yang telah memasuki usia Tidak terpenuhinya kebutuhan ini bisa menjadi penyebab guncangan jiwa bagi individu yang bersangkutan. Ditambah lagi budaya dan paradigma yang berkembang di masyarakat yang memojokkan mereka yang belum menikah. Belum lagi tuntutan dan pertanyaan dari keluarga dan tetangga yang mengatakan “kapan menikah?”. Tuntutan-tuntutan dari keluarga dan tetangga tersebut, seringkali menimbulkan dampak ne ga tif s e pe r ti s tr e s s , de pr e s i, kecanduan rokok dan alkohol bahkan sampai bunuh diri, selain itu juga berpengaruh pada kesehatan individu (Russel dalam Rakhmiatie, 2006). Dampak-dampak negatif di atas komponen kognitif dan komponen dapat menyebabkan individu dewasa afektif. Komponen kognitif dibagi lagi mengalami isolasi sosial dan kehilangan menjadi kepuasan hidup secara global interaksi dengan orang lain. Hal-hal ini juga dan kepuasan hidup terhadap domain dapat berefek buruk pada kesehatan fisik, tertentu, sedangkan komponen afektif psikologis, dan kesejahteraan diri. Padahal dibagi lagi menjadi evaluasi keberadaan kesejahteraan diri dapat membantu seseorang afek positif dan afek negatif. Hasil penelitian sukses di berbagai area kehidupan termasuk Glenn kesehatan, sehingga penurunan kesejahteraan (dalam diri tersebut perlu dicegah (Gatari, 2008). kontribusi pernikahan terhadap well Winarni, 2009) mengenai Kesejahteraan diri diistilahkan being menunjukkan bahwa orang-orang oleh aliran eudaimonic sebagai psychological yang menikah lebih bahagia secara well-being (PWB), sedangkan aliran hedonic keseluruhan (global happiness ) mengistilahkan kesejahteraan diri sebagai daripada orang-orang yang belum subjective w ell - being ( SWB) . SWB menikah. Dan beberapa penelitian menekankan bahwa seseorang dapat kebahagiaan (well being) yang telah dikatakan sejahtera apabila secara subjektif ia dilakukan sebelumnya menyatakan merasa bahagia, sedangkan PWB bahwa terdapat hubungan antara menjelaskan bahwa seseorang dapat kebahagiaan (well being) dan status dikatakan sejahtera apabila ia menggunakan pernikahan. Hasil penelitian tersebut potensi yang ada di dalam dirinya. Dalam ialah individu yang menikah merasakan menjelaskan konsep kesejahteraan diri tingkat kebahagiaan (well being) yang seorang individu, Diener, dkk (dalam Ryan & lebih tinggi daripada individu yang Deci, 2001) mengatakan bahwa SWB lebih belum menikah (Veenhoven dalam unggul dalam menjelaskan hal apa yang Winarni, 1994). Selain itu, pernikahan membuat hidup seseorang lebih baik memberikan keuntungan bagi individu berdasarkan perspektif orang tersebut. yang menjalaninya karena pada Definisi dari subjective well-being dasarnya untuk sebagian besar orang, (SWB) menurut Diener dan Lucas (1999), pe r nika ha n m e r upa ka n s um be r adalah evaluasi seseorang tentang hidup dukungan sosial terbesar bagi mereka, termasuk penilaian kognitif terhadap seseorang, termasuk di dalam dukungan kepuasan hidupnya serta evaluasi afektif dari sosial ini ialah dukungan emosional dan mood dan emosi-emosi. Komponen- material (Argyle & Furnham, dalam komponen dari SWB dibagi menjadi Winarni, 2009). Keberadaan dukungan emosional dan material ini juga menjadi salah berfungsi antara lain untuk memenuhi satu faktor yang mempengaruhi kualitas kebutuhan adanya bimbingan, hidup seseorang, ketika dukungan emosional memberikan adanya perasaan ada dan material yang dibutuhkan oleh seseorang teman yang dapat diandalkan, dapat ter penuhi dalam jumla h ya ng meyakinkan keberhargaan diri, mencukupi maka kualitas hidup dari orang kesempatan untuk memberikan tersebut dapat meningkat. perhatian kepada orang lain, kasih Meskipun pria atau wanita dewasa muda yang belum menikah tidak mendapatkan sumber dukungan dari sayang dan integrasi sosial (Weiss dalam Cutrona & Russel, 1994). Dukungan sosial merupakan mendapatkan suatu fenomena yang menarik dalam dukungan dari sumber lain, seperti keluarga, ilmu psikologi karena secara potensial sahabat dan rekan kerja. Bantuan dan dapat membantu memahami hubungan dukungan ini dapat bersifat instrumental yang antara individu dengan lingkungan berupa tindakan atau bantuan materi yang sosialnya. Hubungan ini melibatkan memungkinkan seseorang untuk memenuhi berbagai aspek dukungan yang diterima tanggung jawab sehari-harinya. Dukungan individu atau komunitas sosial dari sosioemosional berupa ungkapan rasa cinta, orang lain dan lingkungan sosial yang perhatian, simpati dan kebersamaan yang lebih luas. Dengan demikian, secara diberikan oleh keluarga, rekan kerja dan umum dukungan sosial telah dianggap sahabat. Dukungan informasional, yang sebagai sesuatu yang menguntungkan berupa pemberian pendapat dan saran yang baik langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi terhadap kualitas hubungan sosial oleh dewasa yang belum menikah yang (Veiel dan Baumann, 1992). pasangan, mereka masih memungkinkan kehidupan seseorang menjadi Penelitian-penelitian dan lebih menyenangkan (House dalam Thoits, literatur dalam dekade terakhir 1986). menunjukkan manfaat positif dari Dukungan sosial didefinisikan dukungan sosial bagi seseorang. Cohen sebagai persepsi atau pengalaman bahwa dan Wills (dalam Elliot & Gramling, seseorang dicintai dan disayangi, dihargai dan 1990), menemukan bahwa orang yang dinilai, dan merupakan bagian dari suatu kurang mendapatkan dukungan sosial jaringan sosial yang memberikan bantuan dan lebih banyak merasakan depresi dan kewajiban secara timbal balik (Wilis dalam kecemasan dalam mengalami stress. Taylor, 2003). Dukungan sosial dapat Cutrona (dalam Elliot & Gramling, 1990), mengemukakan bahwa orang yang sedangkan berhubungan negatif dengan memperoleh dukungan sosial memperlihatkan afek tidak menyenangkan pada ibu kesejahteraan (well being) yang lebih baik bekerja. Berdasarkan hasil penelitin dalam berbagai tingkat stress dibandingkan Ishii-Kuntz, Masako (1987), hasilnya dengan orang yang kurang memperoleh me nunjukka n ba hwa dukunga n dukungan sosial. Wolchik, Sandler dan keluarga dan teman-teman mempunyai Braver (1987), mengemukakan sejumlah pengaruh kuat pada kesejahteraan laki- besar penelitian memperlihatkan dukungan laki dan perempuan di awal dewasa. sosial mempunyai pengaruh yang Dilihat dari hasil penelitian tersebut, menguntungkan terhadap kesehatan fisik dan dapat disimpulkan bahwa salah satu psikologis. ciri-ciri individu yang lebih mungkin Hasil penelitian Taylor (2003) untuk merasakan kepuasan hidup, afek mengemukakan, bahwa dukungan sosial menyenangkan dan afek tidak dapat membantu seseorang berpikir bahwa menyenangkan yang tinggi adalah ada seseorang yang dapat membantu dalam individu yang mendapatkan atau tidak menghadapi kejadian yang membuat stres. mendapatkan dukungan sosial. Penelitian lain yang dilakukan oleh Walen Jadi, seperti yang sudah da n La c hm a n ( da lam G a ta r i, 2008) diuraikan di atas, maka tujuan utama menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat dari penelitian ini adalah untuk menguji menjelaskan sebagian besar varians pada secara empiris kontribusi dukungan kepuasan hidup dan afek positif, serta sosial terhadap kepuasan hidup, afek memprediksi afek negatif yang rendah pada menyenangkan dan afek tidak orang dewasa. Lyons (2002), juga menyenangkan pada dewasa muda yang menemukan bahwa dukungan sosial belum menikah. mempunyai efek langsung dalam mengurangi afek negatif pada orang dewasa Afrika yang tinggal di Amerika. Yi Pei Kuo (2008), menemukan bahwa terdapat korelasi positif antara dukungan sosial dengan kesejahteraan pada karyawan berteknologi tinggi. Penelitian yang dilakukan ole h Gatari ( 2008), menunjukkan bahwa dukungan sosial mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan hidup dan afek menyenangkan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial Dukungan sosial (social support) didefinisikan oleh Gottlieb (1983) sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan pinjaman uang, pemberian barang, sosialnya atau yang berupa kehadiran dan makanan serta pelayanan. Bentuk hal-hal yang dapat memberikan dukungan ini dapat mengurangi keuntungan emosional atau berpengaruh stres karena individu dapat langsung pada tingkah laku penerimanya. Dalam memecahkan hal ini orang yang merasa memperoleh berhubungan dengan materi. dukungan sosial, secara emosional merasa Dukungan lega karena diperhatikan, mendapat saran diperlukan terutama dalam atau kesan yang menyenangkan pada mengatasi masalah dengan lebih dirinya. mudah. Pendapat senada dikemukakan masalahnya instumental yang sangat juga oleh Sarason (dalam Kuntjoro, 2002) b.Dukungan informasional Bentuk dukungan ini melibatkan yang mengatakan bahwa dukungan sosial pemberian informasi, saran atau adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian umpan balik tentang situasi dan dari orang-orang yang dapat diandalkan, kondisi individu. Jenis informasi menghargai dan menyayangi kita. seperti ini dapat menolong individu Menurutnya, dukungan sosial selalu untuk mengenali dan mengatasi mencakup dua hal penting, yaitu persepsi masalah dengan lebih mudah. bahwa ada sejumlah orang yang dapat diandalkan oleh individu pada saat ia c. Dukungan emosional Bentuk dukungan ini membuat membutuhkan bantuan dan derajat individu memiliki perasaan nyaman, kepuasan akan dukungan yang diterima yakin, diperdulikan dan dicintai berkaitan dengan persepsi individu bahwa oleh sumber dukungan sosial kebutuhannya terpenuhi. sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih 2. Dimensi Dukungan Sosial Secara garis besar, Sarafino (1990) membagi dukungan sosial ke dalam lima bentuk, yaitu : a. Dukungan instrumental (tangible assisstance) Bentuk dukungan ini merupaka n penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol. d.Dukungan pada harga diri Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini Mencakup bantuan langsung, membantu individu dalam membangun seperti kalau orang-orang memberi harga diri dan kompetensi. pinjaman uang kepada orang itu e. Dukungan dari kelompok sosial atau menolong dengan pekerjaan Bentuk dukungan ini akan membuat pada waktu mengalami stres. individu merasa anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktifitas sosial dengannya. Dengan d. Dukungan informasi (informational support) Mencakup memberi nasehat, begitu individu akan merasa memiliki petunjuk-petunjuk, saran-saran atau teman senasib. umpan balik. Orfard (dalam Smet, 1994), membedakan lima dimensi dukungan sosial yaitu: a. Dukungan emosional (emotional support) e. Dukungan integritas sosial Dapat diartikan dengan perasaan individu sebagai bagian dari sekelompok yang memiliki minat pemikiran yang sama. Integritas Mencakup ungkapan empati, kepedulian, sosial disebut sebagai dukungan perasaan nyaman, dicintai oleh orang lain jaringan (network support), dimana dan perhatian terhadap orang yang dukungan ini mencakup perasaan bersangkutan, misalnya umpan balik, terdukung karena keanggotaan pada penegasan. sebuah kelompok yang saling b. Dukungan support) Terjadi penghargaan lewat ungkapan (esteem berbagi ketertarikan dan kegiatan sosial. Dukungan ini juga berupa hormat persahabatan yang terjadi kebetulan, (penghargaan) positif untuk orang itu, dimana individu mengisi waktu dorongan maju atau persetujuan dengan luang dengan orang lain dalam gagasan atau perasaan individu dan berbagai aktivitas sosial dan perbandingan positif orang itu dengan hiburan. orang-orang lain, seperti misalnya orangorang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri). c. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support) Berdasarkan penjelasan di atas, maka dimensi-dimensi dukungan sosial terdiri dari dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan dari kelompok sosial (integritas sosial). 3. Sumber–Sumber Dukungan Sosial dukungan sosial ini adalah orang Menurut Ger ungan (1999) , lain yang akan berinteraksi dengan keluarga merupakan kelompok sosial individu sehingga individu tersebut pertama dalam kehidupan manusia, dapat merasakan kenyamanan tempat individu belajar dan menyatakan secara fisik dan psikologis. Orang diri sebagai makhluk sosial. Di dalam lain ini terdiri dari keluarga, sahabat keluarga individu belajar memperhatikan dan rekan kerja. keinginan orang lain dan bekerja sama. Pengalaman - pengalaman berinteraksi dalam keluarga turut menentukan tingkah lakunya terhadap orang-orang lain di luar keluarga, termasuk tetangga di lingkungan tempat tinggalnya maupun temannya. Keluarga dapat menjadi pemberi dukungan yang utama bagi seseorang dalam menemukan kualitas serta kuantitas bantuan yang didapatnya (Caplan dalam Maldonado, 2005). Penelitian yang ada menemukan bahwa dukungan sosial dari keluarga merupakan hal yang paling efektif dalam mengurangi beban pada perempuan sedangkan dukungan sosial dari tempat kerja lebih efektif untuk lakilaki (House dalam Maldonado, 2005). Pentingnya dukungan sosial pada keluarga juga diungkapkan oleh Holahan dam Moos (dalam Pakalns,1990) yang menemukan bahwa dukungan sosial dari keluarga lebih berpengaruh kepada mood dibandingkan dengan dukungan sosial dari lingkungan kerja pada perempuan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disim pulkan bahwa sumber dari 4. Fungsi Dukungan Sosial Dalam aplikasinya, dukungan sosial mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Sumber daya atau mekanisme coping yang penting untuk mengurangi efek negatif dari stres dan konflik. Carlson dan Perrewe (1999), menemukan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi kemungkinan seseorang untuk mempersepsikan bahwa tekanan perannya bagi menimbulkan dirinya. Apabila seseorang menghadapi konflik di kantornya tapi ia mendapatkan dukungan sosial yang baik dari teman-teman di kantornya, efek buruk yang didapatkan dari adanya konflik tersebut dapat berkurang atau hilang sama sekali. b. Meningkatkan kepuasan terhadap lingkungan yang memberikan dukungan sosial. Suchet dan Barling (dalam Treitsman, 2004) mengatakan bahwa dukungan dari pasangan memprediksi kepuasan pernikahan yang lebih tinggi dan menurunkan afek negatif B. Subjective Well Being 1. Pengertian Subjective Well Being atau afek tidak menyenangkan dari Istilah subjective well-being konflik antar peran pada kepuasan didefinisikan sebagai evaluasi pernikahan serta komunikasi verbal. kognitif dan afektif seseorang Selain itu, dukungan sosial yang tentang hidupnya. Evaluasi ini dipersepsikan di rumah dan di tempat meliputi penilaian emosional kerja dapat meningkatkan kepuasan terhadap berbagai kejadian yang kerjanya. Namun, ada perbedaan dari efek dialami yang sejalan dengan dukungan sosial pada kepuasan kerja pe ni la ia n k o g ni t if te r ha da p terhadap laki-laki dan perempuan. kepuasan dan pemenuhan hidup Kepuasan kerja pada perempuan akan (Diener, Lucas, & Oishi, 2005). lebih dipengaruhi oleh dukungan Diener (dalam Synder dan pasangannya dibandingkan kepuasan Lopez, 2007) menyatakan definisi kerja pada laki-laki (Roxbourgh, 1999). subjective well-being (SWB) adalah c. Menguntungkan bagi kesehatan mental dan fisik seseorang kombinasi dari afek positif Salah satu contoh fungsi dukungan sosial kepuasan hidup secara umum dalam memba ntu kesehatan fisik (seperti misalnya apresiasi subjektif seseorang adalah penelitian dari Uchino, Uno dan Holt-Lunstad (dalam Ryan & Deci, 2001) yang menyebutkan bahwa (ketiadaan dari afek negatif) dan pada penghargaan dalam hidup). 2. Komponen Subjective Well Being dukungan sosial mempengaruhi tingkat kematian dengan mengubah sistem kardiovaskular, endokrin dan imunisasi diri (autoimmune). Roxbourgh (1999) juga mengatakan bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan di lingkungan kerja serta keluarga kesejahteraan diri. berhubungan dengan Komponen SWB dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi kognitif (penilaian atau judgement) dan afektif (emosional) (Diener, 2006). Penjelasan komponen tersebut adalah sebagai berikut: a. Komponen Kognitif Subjective Well Being Komponen kognitif dari SWB adalah evaluasi terhadap kepuasan hidup, yang didefinisikan sebagai penilaian dari refleksi dari persepsi seseorang hidup seseorang. Evaluasi terhadap terhadap kepuasan hidup dapat dibagi menjadi: 1) Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global yaitu evaluasi responden terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Kepuasan hidup secara global dimaksudkan untuk merepresentasikan penilaian responden secara umum dan reflektif terhadap kehidupannya (Diener, 2006). Menurut Shin dan Johnson (dalam Treitsman, 2004), kepuasan hidup secara global didasarkan pada proses penilaian dimana seorang individu mengukur kualitas hidupnya dengan didasarkan pada satu set kriteria yang unik dan mereka tentukan sendiri. Secara lebih spesifik, kepuasan hidup secara global melibatkan persepsi seseorang terhadap perbandingan keadaaan hidupnya dengan standar unik yang mereka punyai. 2) Evaluasi terhadap kepuasan pada domain tertentu adalah penilaian yang dibuat mengevaluasi seseorang dalam domain dalam kehidupannya, seperti kesehatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi, hubungan sosial dan keluarga (Diener, 2006). Kedua komponen tersebut tidak sepenuhnya terpisah. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global merupakan hal-hal yang ada di dalam hidupnya ditambah dengan bagaimana kultur mempengaruhi pandangan hidup yang positif dari seseorang (Diener, Scollon, Oishi, Dzokoto & Suh, 2000). Diener, Scollon dan Lucas (2003), m e n g a t a k a n b a h w a seseorang akan menggunakan informasi mengenai kepuasan domain yang paling penting bagi hidupnya untuk menilai kepuasan hidupnya secara global. b. Komponen Afektif Subjective Well Being Secara umum, komponen afektif SWB merefleksikan pengalaman peristiwa dasar yang d a la m terjadi hidup se se or a ng. meneliti tipe-tipe afektif yang peneliti dapat dalam De nga n dari ada, reaksi seorang memahami cara seseorang mengevaluasi kondisi dan peristiwa di dalam hidupnya (Diener, Scollon & Lucas, 2003). Komponen afektif SWB dapat dibagi menjadi: 1) Evaluasi terhadap keberadaan a f e k positif atau afek menyenangkan Afek positif menyenangkan atau afek merepresentasikan mood dan emosi yang menyenangkan, seperti Watson dan Tellegen (dalam kasih sayang. Emosi positif atau Diener, Scollon & Lucas, 2003), menyenangkan adalah bagian dari mengatakan bahwa afek negatif SWB, karena emosi-emosi tersebut adalah kombinasi dari hal yang merefleksikan reaksi seseorang sifatnya membangkitkan terhadap peristiwa-peristiwa yang (arousal) dan hal yang bersifat menunjukkan bahwa hidup berjalan tidak sesuai dengan apa yang ia inginkan (unpleasantness). Keadaan afek (Diener, 2006), Watson dan Tellegen negatif yang tinggi adalah (dalam Diener, Scollon & Lucas, keadaan 2003), mengatakan bahwa afek positif merasakan adalah kombinasi dari hal yang kebencian, jijik, rasa bersalah, sifatnya membangkitkan (arousal) ketakutan dan hal yang bersifat menyenangkan sedangkan afek negatif yang (pleasantness). Watson, Clark dan rendah adalah keadaan dimana Tellegen (1988), menyebutkan bahwa seseorang afek positif yang tinggi adalah ketenangan keadaan dimana seseorang merasakan (Watson, Clark & Tellegen, energi yang tinggi, konsentrasi penuh 1988). menyenangkan dimana seseorang kemarahan, dan kegelisahan; merasakan dan kedamaian dan keterlibatan yang menyenangkan; Walaupun beberapa emosi sedangkan afek positif yang rendah negatif memang diharapkan dikarakterisasi oleh kesedihan dan terjadi dalam hidup dan kelelahan. dibutuhkan agar seseorang dapat 2) Evaluasi terhadap keberadaan afek hidup secara efektif. Emosi negatif atau afek tidak negatif yang sering terjadi dan menyenangkan berkepanjangan Afek negatif atau afek tidak mengindikasikan bahwa menyenangkan merepresentasikan seseorang percaya bahwa mood dan emosi yang tidak hidupnya berjalan dengan buruk menyenangkan dan merefleksikan (Diener, 2006). Diener respon negatif yang dialami seseorang menjelaskan lebih lanjut bahwa sebagai reaksinya terhadap kehidupan, pengalaman merasakan emosi kesehatan, keadaan dan peristiwa negatif yang berkepanjangan yang mereka alami (Diener, 2006). dapat mengganggu seseorang dalam bertingkah laku secara efektif dan merasakan afek positif lebih dalam kehidupannya sehari-hari. Hal sering dibandingkan afek tersebut dapat membuat hidupnya negatif (Diener & Lucas dalam tidak menyenangkan. Ryan & Deci, 2001). Andrews Diener, Scollon & Lucas (2003), dan Robinson (1991), mengatakan bahwa sebaiknya afek mengatakan bahwa dalam positif dan afek negatif diukur secara pengukurannya, seorang peneliti terpisah karena kedua afek tersebut dapat memilih untuk terkadang mempunyai hubungan yang menggunakan kepuasan hidup berbeda dengan berbagai faktor. secara global atau kepuasan Dalam pengukurannya, Diener, terhadap domain tertentu untuk Sandvik dan Pavot (dalam Diener, mengukur komponen kognitif Scollon & Lucas, 2003), mengatakan SWB. Di dalam penelitian ini, bahwa frekuensi dari emosi yang peneliti dialami lebih penting dibandingkan komponen evaluasi terhadap intensitas dari emosi tersebut dalam kepuasan hidup secara global, penelitian SWB. Diener, dkk (2003), afek positif dan afek negatif. memberikan beberapa penjelasan mengenai hal tersebut. Pertama, tampaknya proses yang mengarahkan seseorang pada emosi negatif yang intens. Selanjutnya, kedua emosi intens tersebut akan meniadakan satu sama lainnya. Kedua, pengalaman emosi yang sangat intens merupakan sesuatu yang jarang terjadi. Ketiga, pengukuran emosi melalui frekuensi lebih akurat dibandingkan pengukuran emosi melalui intensitas. Seseorang dideskripsikan mempunyai SWB yang tinggi apabila ia menilai kepuasan hidupnya tinggi secara fisik (physically trantition), transisi pada C. Dewasa Muda 1. Pengertian Dewasa Muda Hurlock (1980), menyatakan pada emosi positif yang intens te r ka da n g a ka n m e n ga r a h ka n memfokuskan bahwa masa dewasa muda adalah ma sa dima na pa da ta ha p ini merupakan tahap penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan dan harapan-harapan sosial yang baru. Papalia dan Olds (1998), menyebutkan bahwa dewasa muda adalah mereka yang berada dalam usia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock ( 199 9) , or a ng de w a s a m uda termasuk masa transisi, baik transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition). Menurut Traupmann dan Hatfield D. Belum Menikah 1. Pengertian Belum Menikah Belum menikah adalah (dalam Atkinson, Atkinson & Hilgard, belum adanya hubungan antara pria 1994) selama masa awal kedewasaan, dan wanita yang diakui dan diatur seseorang mengikat diri pada suatu dalam seperangkat pranata sosial pekerjaan dan banyak yang menikah atau dan disyahkan dalam norma hukum membentuk jenis hubungan intim lain. dan agama. Dewasa muda merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapanharapan sosial yang beru. Manusia dewasa muda diharapkan memainkan 2. Alasan Belum Menikah Menurut Hurlock (1980), alasan-alasan orang dewasa muda belum menikah antara lain: peranan-peranan baru dalam hal-hal a. Penampilan seks yang tidak tepat dan tidak menarik, sebagai suami atau istri, orang tua dan b. Cacat fisik atau penyakit lama, sebagai pemimpin rumah tangga, serta c. Sering gagal dalam mencari pasangan, mengembangkan sikap-sikap, minatminat dan nilai-nilai dalam memelihara peranan yang baru tersebut (Mappiare, d. Tidak mau memikul tanggung jawab perkawinan dan orang tua, 1983). e. Keinginan untuk meniti karier Berdasarkan beberapa definisi di yang menuntut kerja lama dan atas dapat disimpulkan bahwa dewasa jam kerja tanpa batas dan banyak muda adalah mereka yang berada pada bepergian, usia 20-40 tahun, dimana mereka f. Tidak seimbangnya jumlah melakukan penyesuaian diri terhadap anggota masyarakat pria dan pola-pola kehidupan dan harapan-harapan wanita di masyarakat dimana ia sosial yang baru, berkomitmen untuk tinggal, s ua tu pe ke r ja a n da n m e m be ntuk g. Jarang mempunyai kesempatan hubungan intim melalui suatu pernikahan. untuk berjumpa dan berkumpul dengan lawan jenis yang dianggap cocok dan sepadan, h. Karena mempunyai tanggung jawab keuangan dan waktu untuk orang tua dan saudara-saudaranya, i. Kekecewaan yang pernah dialami karena kehidupan keluarga yang tidak m. Kebebasan untuk mengubah bahagia pada masa lalu atau dan pengalaman pernikahan yang tidak dalam pekerjaan dan gaya hidup, membahagiakan yang dialami oleh n. Mempunyai kepercayaan bahwa temannya, melakukan percobaan mobilitas sosial akan lebih j. Mudahnya fasilitas untuk melakukan mudah diperoleh apabila dalam keadaan lajang daripada setelah hubungan seksual tanpa nikah, menikah. k. Gaya hidup yang menggairahkan, III. METODE PENELITIAN A. l. Besarnya kesempatan untuk meningkatkan jenjang karier, Untuk mengukur Kepuasan Hidup, Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah dewasa muda yang belum menikah baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dan berusia antara 28 sampai 40 tahun. Sampel digunakan Satisfaction With Life Scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener, dkk (dalam Pavot & Diener, 1993). Sedangkan untuk mengukur Afek Menyenangkan dan Afek Tidak pada penelitian ini diambil sebanyak 30 orang. Menyenangkan adalah alat ukur yang Teknik pengambilan sampel menggunakan disebut dengan Positive Affect Negative purposive sampling, dimana pengambilan Affect Schedule (PANAS) yang sampel dikembangkan oleh Diener, Smith dan harus berdasarkan ciri-ciri atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri Fujita (1995). pokok populasi (Arikunto, 1993). C. Sistem Penilaian B. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Skala Dukungan Sosial yang disusun berdasarkan dimensi- Sistem penilaian pada skala dukungan sosial dan subjective well being berbentuk skala Likert. Item-item atau pernyataan dimensi dukungan sosial yang dikemukakan dukungan sosial dibagi menjadi item-item oleh Orfard (dalam Smet, 1994) yaitu yang favorable dan unfavorable bergerak dukungan emosional, dukungan penghargaan, dari Sangat Setuju (SS) sampai dengan dukungan instrumental, dukungan informasi Sangat Tidak Setuju (STS). dan dukungan integritas sosial atau dukungan Konsep subjective well-being (SWB) tersebut terdiri dari komponen- jaringan. komponen subjective well-being (SWB) yang IV. HASIL DAN ANALISIS dikemukakan oleh Diener, Scollon dan Lucas A. Uji Validitas dan Reliabiitas (2003) yaitu kepuasan hidup (life satisfaction), Perhitungan uji validitas dan uji afek menyenangkan (pleasant affect) dan afek reliabilitas skala dukungan sosial dan skala tidak menyenangkan (unpleasant affect). Untuk kepuasan hidup, afek menyenangkan dan mengukur kepuasan hidup menggunakan alat afek tidak menyenangkan pada dewasa ukur yang disebut dengan Satisfaction With Life muda yang belum menikah didasarkan pada Scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener, tabel nilai-nilaikritiskoefisien korelasi dkk (dalam Pavot & Diener, 1993). Alat ukur ini prouct moment dari Azwar (1996). menggunakan skala Likert 1-7 dan terdiri dari Berdasarkan analisis data dengan lima pernyataan. Tujuh alternatif pilihan menggunakan teknik Korelasi Product jawaban tersebut bergerak dari sangat tidak Moment Pearson (1-tailed), maka diperoleh setuju, tidak setuju, agak tidak setuju, netral, untuk skala dukungan sosial dari 23 item, 6 agak setuju, setuju, dan sangat setuju. Skor item dinyatakan gugur sehingga jumlah kepuasan hidup (life satisfaction) diperoleh item yang valid adalah 17 item yang dengan menjumlahkan keseluruhan angka, mempunyai nilai korelasi > 0,3 (dari tabel dimana semakin besar angka menunjukkan product moment) yang berada pada rentang semakin besar kepuasan hidup individu yang korelasi antara 0,305 sampai dengan 0,643. bersangkutan. Sedangkan untuk mengukur afek Uji reliabilitas pada skala dukungan sosial menyenangkan dan afek tidak menyenangkan didapatkan nilai alpha sebesar 0,86 1 ,maka menggunakan alat ukur yang disebut dengan Positive Affect Negative Affect Schedule item-item dukungan sosial dianggap reliabel. (PANAS) yang dikembangkan oleh Diener, Pada Satisfaction With Life Scale Smith dan Fujita (1995). Alat ukur ini (SWLS), yang dipakai untuk mengukur menggunakan skala Likert 1-5 dan terdiri dari kepuasan hidup (life satisfaction ), 20 afek yang terbagi atas 10 afek menyenangkan berdasarkan teknik Korelasi Product dan 10 afek tidak menyenangkan. Lima pilihan Moment Pearson (1-tailed), dari 5 item alternatif jawaban brgerak dari sangat lemah, yang diujikan, 5 item dinyatakan valid lemah, sedang, kuat dan sangat kuat. Skor afek dengan nilai korelasi > 0,3 yang berada menyenangkan dan afek tidak menyenangkan antara 0,389 sampai dengan 0,671. diperoleh dengan menjumlahkan angka afek, Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan dimana semakin besar angka menunjukkan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh nilai semakin kuat afek tersebut dirasakan oleh individu yang bersangkutan. alpha sebesar 0,760 ,maka dapat dikatakan item-item skala kepuasan hidup (life satisfaction) adalah reliabel. Pada Positive Affect Negative Affect Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebaran data memiliki distribusi sangat normal karena p>0,05. Schedule (PANAS) yang dipakai untuk Berdasarkan uji normalitas terhadap mengukur komponen afek menyenangkan skala dukungan sosial dan afek (pleasant affect) dan afek tidak menyenangkan menyenangkan (pleasant affect) dapat (unpleas ant affect ) , juga diuji de nga n diketahui nilai signifikansi variabel menggunakan teknik Korelasi Product Moment dukungan sosial sebesar 0,200 dan afek Pearson (1-tailed), dari 10 item komponen afek menyenangkan (pleasant affect) sebesar menyenangkan (pleasant affect), 10 item 0,200. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dinyatakan valid dengan nilai korelasi yang sebaran data memiliki data distribusi sangat berada antara 0,308 sampai dengan 0,550. normal karena p> 0,05. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan Berdasarkan uji normalitas terhadap teknik Alpha Cronbach dan diperoleh nilai alpha skala dukungan sosial dan afek tidak sebesar 0,75 5 ,maka dapat dikatakan item-item menyenangkan (unpleasant affect) dapat skala afek menyenangkan (pleasant affect) adalah diketahui nilai signifikansi variabel reliabel. Sedangkan dari 10 item afek tidak dukungan sosial sebesar 0,200 dan afek menyenangkan (unpleasant affect), 2 item tidak menyenangkan (unpleasant affect) dinyatakan gugur dan 8 item dinyatakan valid sebesar 0,200. Hasil tersebut menunjukkan dengan nilai korelasi yang berada antara 0,358 bahwa sebaran data memiliki data distribusi sampai dengan 0,648. Sedangkan uji reliabilitas sangat normal karena p>0,05. dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach dan diperoleh nilai alpha sebesar 0,757 ,maka dapat dikatakan item-item skala afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) adalah reliabel. B. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Berdasarkan uji normalitas terhadap skala dukungan sosial dan kepuasan hidup (life satisfaction) dapat diketahui nilai signifikansi variabel dukungan sosial sebesar 0,200 dan kepuasan hidup (life satisfaction) sebesar 0,200. 2. Uji Linearitas Analisis regresi dalam penelitian ini digunakan untuk uji linearitas. Dari hasil pengujian pada skala skala dukungan sosial dan skala kepuasan hidup (life satisfaction), diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,002 yang berarti bahwa distribusi data skala dukungan sosial dan skala kepuasan hidup (life satisfaction) dalam penelitian ini terdapat hubungan yang linear karena p<0,05. Berdasarkan hasil pengujian analisis dukungan sosial yang diperoleh maka regresi pada skala dukungan sosial dan skala afek kepuasan hidup (life satisfaction) yang menyenangkan (pleasant affect), diperoleh nilai dirasakan semakin tinggi, semakin rendah signifikansi sebesar 0,000 yang berarti bahwa dukungan sosial yang diperoleh maka distribusi data skala dukungan sosial dan skala semakin rendah pula kepuasan hidup (life afek menyenangkan (pleasant affect) dalam satisfaction) yang dirasakannya. penelitian ini terdapat hubungan yang linear karena p<0,05. Berdasarkan analisis data dukungan sosial terhadap afek Berdasarkan hasil pengujian analisis menyenangkan (pleasant affect), diperoleh regresi pada skala dukungan sosial dan skala afek hasil yang sangat signifikan yaitu taraf tidak menyenangkan (unpleasant affect), signifikansi 0,000 (p<0,0 1), dengan diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,022 yang koefisien korelasi (r) sebesar 0,664. Hasil berarti bahwa distribusi data skala dukungan analisis data tersebut menunjukkan bahwa sosial dan skala afek tidak menyenangkan skor dukungan sosial mempunyai korelasi (unpleasant affect) dalam penelitian ini terdapat positif dengan afek menyenangkan hubungan yang linear karena p<0,05. (pleasant affect), dengan signifikansi C. Uji Hipotesis 1. Uji Korelasional Pengujian hipotesa untuk mengetahui kontribusi dukungan sosial terhadap kepuasan hidup (life satisfaction), afek menyenangkan (pleasant affect) dan afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) menggunakan teknik korelasi Product Moment. Berdasarkan analisis data dukungan sosial terhadap kepuasan hidup (life satisfaction), diperoleh hasil yang sangat signifikan yaitu taraf signifikansi 0,00 1 (p<0,01), dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,543. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa skor dukungan sosial mempunyai korelasi positif dengan kepuasan hidup (life satisfaction), dengan signifikansi (p<0,01) yang berarti semakin tinggi (p<0,01) yang berarti semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh maka afek menyenangkan (pleasant affect) yang dirasakan semakin tinggi, semakin rendah dukungan sosial yang diperoleh maka semakin rendah pula afek menyenangkan (pleasant affect) yang dirasakannya. Be r da s a r ka n ha s i l a na l is is dukungan sosial terhadap afek tidak menyenangkan (unpleasant affect), data diperoleh hasil yang sangat signifikan yaitu taraf signifikansi 0,011 (p<0,05), dengan koefisien korelasi (r) sebesar -0,417. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa skor dukungan sosial mempunyai korelasi negatif dengan afek tidak menyenangkan (unpleasant affect), dengan signifikansi (p<0,05) yang berarti semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh maka afek tidak Hal ini berarti terdapat kontribusi dukungan menyenangkan (unpleasant affect ) yang sosial yang sangat signifikan terhadap afek dirasakan semakin rendah, semakin rendah menyenangkan (pleasant affect) pada dukungan sosial yang diperoleh maka semakin dewasa muda yang belum menikah sebesar tinggi pula afek tidak menyenangkan (unpleasant 44,1% da n sisanya sebesar 55,9% affect) yang dirasakannya. dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan 2. Uji Regresi Sederhana Ber dasa r ka n a na lisis da ta ya ng demikian, hipotesis yang berbunyi ”ada kontribusi yang positif antara dukungan sosial terhadap afek menyenangkan dilakukan dengan menggunakan teknik regresi (pleasant affect) pada dewasa muda yang sederhana pada dukungan sosial dan kepuasan belum menikah, dimana semakin tinggi hidup (life satisfaction) diperoleh F sebesar dukungan sosial yang diperoleh dewasa 11,723 dengan signifikansi sebesar 0,002 muda yang belum menikah, maka semakin (P<0,01), dan diperoleh R Square sebesar 0,295. tinggi pula afek menyenangkan (pleasant Hal ini berarti terdapat kontribusi dukungan affect) yang dirasakannya dan sebaliknya”, sosial yang sangat signifikan terhadap kepuasan diterima. hidup (life satisfaction) pada dewasa muda yang belum menikah sebesar 29,5% dan sisanya sebesar 70,5% dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi ”ada kontribusi yang positif antara dukungan sosial terhadap kepuasan hidup (life satisfaction) pada dewasa muda yang belum menikah, dimana semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh dewasa muda yang belum menikah, maka semakin tinggi pula kepuasan hidup (life satisfaction) yang dirasakannya dan sebaliknya”, diterima. Ber dasa r ka n a na lisis da ta ya ng dilakukan dengan menggunakan teknik regresi sederhana pada dukungan sosial dan afek menyenangkan (pleasant affect) diperoleh F sebesar 22,073 dengan signifikansi sebesar 0,000 (P<0,01), dan diperoleh R Square sebesar 0,441. Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik regresi sederhana pada dukungan sosial dan afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) diperoleh F sebesar 5,889 dengan signifikansi sebesar 0,022 (P<0,05), dan diperoleh R Square sebesar 0,174. Hal ini berarti terdapat kontribusi dukungan sosial yang signifikan terhadap afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) pada dewasa muda yang belum menikah sebesar 17,4% da n sisanya sebesar 82,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi ”ada kontribusi yang positif antara dukungan sosial terhadap afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) pada dewasa muda yang belum menikah, dimana semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh dewasa muda sisanya yang belum menikah, maka semakin rendah pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) seperti pengaruh keadaan lingkungan fisik, yang dirasakannya dan sebaliknya”, diterima. sosial, personal, pendapatan, kekuatan D. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya kontribusi dukungan sosial terhadap sebesar 70,5% kemungkinan untuk bertahan, kesehatan dan sebagainya. Adanya kontribusi dukungan sosial terhadap kepuasan hidup (life satisfaction) kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek disebabkan karena dukungan sosial dapat tidak menyenangkan pada dewasa muda yang m e ningka t ka n ke p ua s a n te r ha da p belum menikah. lingkungan yang memberikannya (Carlson Sebelumnya dilakukan dahulu uji korelasi yang bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara dukungan sosial dengan kepuasan hidup, afek menyenangkan serta afek tidak menyenangkan. Setelah uji korelasi dilakukan, didapatkan hasil bahwa terdapat arah hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan kepuasan hidup (life satisfaction). Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial yang diperolehnya semakin tinggi pula kepuasan hidup & Perrewe, 1999). Kepuasan terhadap lingkungan sekitarnya tersebut kemudian dapat mempengaruhi jawaban subjek mengenai kepuasan hidupnya (life satisfaction) secara global. Pengaruh tersebut dapat terjadi karena penilaian mengenai kepuasan hidup (life satisfaction) secara global akan dipengaruhi oleh refleksi dari persepsi terhadap hal-hal yang ada di dalam hidupnya (Diener, dkk.,2000). yang dirasakannya dan semakin rendah dukungan Hal tersebut tidak berarti bahwa sosial yang diperolehnya semakin rendah pula dukungan sosial hanya dapat dikaitkan kepuasan hidup yang dirasakannya. dengan kepuasan hidup (life satisfaction) Berdasarkan hasil uji regresi sederhana yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa adanya kesesuaian hipotesis yang diajukan yaitu ada kontribusi dukungan sosial terhadap kepuasan hidup. Oleh karena itu, hipotesis diterima. Dari hasil pengujian, hipotesis pertama menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang artinya ada kontribusi yang sangat signifikan antara dukungan sosial terhadap kepuasan hidup (life satisfaction) sebesar 29,5%, sedangkan secara global melalui kepuasan terhadap domain tertentu saja. Keterkaitan antara dukungan sosial dengan kepuasan hidup (life satisfaction) secara global juga dapat berarti bahwa dukungan sosial merupakan suatu hal yang dianggap seorang dewasa m u da ya n g be l um m e n i ka h u nt u k mengevaluasi kehidupannya sebagai sesuatu yang baik. Uji korelasi yang dilakukan pada dukungan sosial dan afek menyenangkan (pleasant affect), didapatkan hasil bahwa terdapat (Carlson & Perrewe, 1999). Fungsi arah hubungan yang positif antara dukungan dukungan sosial tersebut dapat mengurangi sosial dengan afek menyenangkan (pleasant ciri-ciri afek menyenangkan (pleasant affect). Hal ini berarti semakin tinggi dukungan affect) yaitu kesedihan dan keletihan. sosial yang diperolehnya semakin tinggi pula Uji korelasi yang dilakukan pada afek menyenangkan (pleasant affect) yang dukungan sosial dan afek tidak dirasakannya dan semakin rendah dukungan menyenangkan (unpleasant affect ), sosial yang diperolehnya semakin rendah pula didapatkan hasil bahwa terdapat arah afek menyenangkan yang dirasakannya. hubungan yang positif antara dukungan Berdasarkan hasil uji regresi sederhana sosial dengan afek tidak menyenangkan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa (unpleasant affect). Hal ini berarti semakin adanya kesesuaian hipotesis yang diajukan yaitu tinggi dukungan sosial yang diperolehnya ada kontribusi dukungan sosial terhadap afek semakin rendah pula afek tidak menyenangkan. Oleh karena itu, hipotesis menyenangkan (unpleasant affect) yang diterima. Dari hasil pengujian, hipotesis kedua dirasaka nnya dan s emakin re nda h menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang dukungan sosial yang diperolehnya artinya ada kontribusi yang sangat signifikan semakin tinggi pula afek tidak a nta r a d uk u n ga n s os ia l te r ha da p a f e k menyenangkan yang dirasakannya. menyenangkan sebesar 44,1%, sedangkan Berdasarkan hasil uji regresi sisanya sebesar 5 5,9% kemungkinan dipengaruhi sederhana yang telah dilakukan, diperoleh oleh faktor-faktor lainnya, seperti pengaruh kasih hasil bahwa adanya kesesuaian hipotesis sayang dari orang-orang di lingkungannya, dan yang diajukan yaitu ada kontribusi sebagainya. dukungan sosial terhadap afek tidak Hasil berikutnya, yaitu adanya kontribusi menyenangkan. Oleh karena itu, hipotesis yang positif dukungan sosial terhadap afek diterima. Dari hasil pengujian, hipotesis menyenangkan (pleasant affect), sesuai dengan ketiga menunjukkan bahwa hipotesis penelitian Walen dan Lachman (dalam Gatari, diterima yang artinya ada kontribusi yang 2008) yaitu dukungan sosial dapat menjelaskan signifikan antara dukungan sosial terhadap sebagian besar varians pada kepuasan hidup dan afek tidak menyenangkan sebesar 17,4%, afek positif. Penjelasan lain mengenai kontribusi sedangka n sisa nya sebesar 82,6% afek positif dengan dukungan sosial antara lain kemungkinan dipengaruhi oleh faktor- karena dukungan sosial dapat berperan sebagai faktor lainnya, seperti.pengaruh rasa sumber daya atau mekanisme coping yang dapat bersalah, mengurangi efek negatif dari stres dan konflik sebagainya. ketakutan, kegelisahan dan Hasil berikutnya, adanya kontribusi yang yang belum menikah. Meskipun pria atau negatif dukungan sosial terhadap afek tidak wanita dewasa muda yang belum menikah menyenangkan (unpleasant affect) sesuai dengan tidak mendapatkan sumber dukungan dari penelitian Walen dan Lachman (dalam Gatari, pasangan, mereka masih mendapatkan 2008) yaitu dukungan sosial dapat memprediksi dukungan dari sumber lain, seperti afek negatif yang rendah pada orang dewasa. keluarga, sahabat dan rekan kerja. Bantuan Penjelasan mengenai kontribusi afek negatif atau dan dukungan ini dapat bersifat afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) instrumental yang berupa tindakan atau terhadap dukungan sosial dapat dijelaskan bantuan kembali dengan fungsi dari dukungan sosial seseorang untuk memenuhi tanggung jawab sebagai sumber daya coping yang penting untuk sehari-harinya. Dukungan sosioemosional mengurangi afek negatif atau afek tidak berupa ungkapan rasa cinta, perhatian, menyenangkan (unpleasant affect) dari tekanan simpati dan kebersamaan yang diberikan konflik dewasa muda yang belum menikah. Afek oleh keluarga, rekan kerja dan sahabat. Dan negatif ata u afe k tidak menyena ngka n dukungan informasional, yang berupa (unpleasant affect) dari tekanan konflik dewasa pemberian pendapat dan saran yang muda yang belum menikah dapat dikurangi oleh berkaitan dengan kesulitan yang dihadapi adanya orang lain yang mendukung dewasa muda oleh dewasa yang belum menikah yang yang belum menikah, misalnya apabila seseorang memungkinkan kehidupan seseorang menghadapi konflik di kantornya tapi ia menjadi lebih menyenangkan (House dalam mendapatkan dukungan sosial yang baik dari Thoits, 1986). Keluarga dapat menjadi teman-teman di kantornya, efek buruk yang pemberi dukungan yang utama bagi didapatkan dari adanya konflik tersebut dapat seseorang dalam menemukan kualitas serta berkurang atau hilang sama sekali (Carlson & kuantitas bantuan yang didapatnya (Caplan Perrewe, 1999). dalam Maldonado, 2005). Penelitian yang materi yang memungkinkan Berdasarkan hasil mean empirik dan ada menemukan bahwa dukungan sosial kurva normal diperoleh hasil mean empirik dari keluarga merupakan hal yang paling dukungan sosial sebesar 55,40. Mean empirik efektif dalam mengurangi beban pada berada pada posisi tinggi. Hal ini menunjukkan perempuan sedangkan dukungan sosial dari bahwa dukungan sosial subjek penelitian tempat kerja lebih efektif untuk laki-laki tergolong tinggi. Dukungan sosial yang tinggi ( H ouse da la m Ma ldona do, 2005). tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang Pentingnya dukungan sosial pada keluarga berada di lingkungan sekitar memegang peranan juga diungkapkan oleh Holahan dam Moos dan pengaruh yang besar dalam diri dewasa muda (dalam Pakalns, 1990) yang menemukan bahwa dukungan sosial dari keluarga lebih sebesar 37,73. Mean empirik berada pada berpengaruh kepada mood dibandingkan dengan posisi tinggi, yang berarti afek dukungan sosial dari lingkungan kerja pada menyenangkan (pleasant affect) subjek perempuan. penelitian tergolong tinggi. Hasil tersebut Berdasarkan hasil penelitian juga diperkuat oleh Carlson & Perrewe (1999) diketahui bahwa untuk kepuasan hidup (life dalam kaitannya dengan afek positif atau satisfaction), mean empirik sebesar 23,53. Mean afek menyenangkan (pleasant affect), empirik berada pada posisi rata-rata atau sedang, adanya dukungan sosial di tempat kerja yang berarti kepuasan hidup (life satisfaction) dapat membuat iklim kerja lebih positif. subjek penelitian tergolong rata-rata. Hasil K e te r liba ta n ya ng m e nye na ngka n tersebut diperkuat oleh Baruch (1983) yang merupakan salah satu ciri dari afek positif menyatakan bahwa individu dewasa muda yang atau afek menyenangkan (pleasant affect) belum menikah memiliki well being yang baik, yang tinggi. Selain itu, keterlibatan yang terutama wanita. Hal ini karena kebutuhan akan menyenangkan juga bisa didapatkan dari keahlian dan kesenangan dapat terpenuhi dengan teman yang mempunyai minat dan baik yang diperoleh dari pekerjaan dan kualitas kepedulian yang sama. pekerjaan meskipun hidup tanpa pasangan dan Afek positif atau afek yang anak. Hal ini menimbulkan kepuasan dalam menyenangkan (pleasant affect ) hidup karena kebutuhan akan aktualisasi dapat merepresentasikan mood dan emosi yang terpenuhi dengan baik. Dengan sendirinya ia menyenangkan, seperti kasih sayang. akan memandang secara positif. Emosi positif atau menyenangkan adalah bahwa bagian dari SWB, karena emosi-emosi kelompok dewasa muda yang lajang atau belum tersebut merefleksikan reaksi seseorang menikah memiliki kepuasan diri yang tinggi. terhadap peristiwa-peristiwa yang Mereka cenderung puas terhadap dirinya. menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai Kepuasan diri ini dipenuhi dengan cara dengan apa yang ia inginkan (Diener, kompensasi lain dari adanya kebutuhan tertentu 2006). Watson dan Tellegen (dalam Diener, yang belum terpenuhi. Misalnya, seseorang tidak Sollon & Lucas, 2003), mengatakan bahwa mendapatkan kebahagiaan dari pasangan, maka afek positif adalah kombinasi dari hal yang sebagai kompensasi ia membahagiakan orang tua sifatnya membangkitkan (arousal) dan hal dengan berbakti. Dengan berbakti kepada orang yang bersifat menyenangkan tua ia mendapatkan kepuasan. (pleasantness). Watson, Clark dan Tellegen Berdasarkan hasil penelitian untuk afek menyenangkan (pleasant affect), mean empirik (dalam Diener, Sollon & Lucas, 2003), Iristiati (1988), menyatakan menyebutkan bahwa afek positif yang tinggi adalah keadaan dimana seseorang satisfaction) sebesar 29,5%, sedangkan merasakan energi yang tinggi, konsentrasi penuh sisanya sebesar 70,5% kemungkinan dan keterlibatan yang menyenangkan, sedangkan dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, afek positif yang rendah dikarakterisasi oleh seperti pengaruh keadaan lingkungan fisik, kesedihan dan kelelahan. sosial, personal, pendapatan, kekuatan Berdasarkan hasil penelitian untuk afek untuk bertahan, kesehatan dan sebagainya. tidak menyenangkan (unpleasant affect), mean Dari hasil pengujian hipotesis kedua, empirik sebesar 19,57. Mean empirik berada terdapat kontribusi yang sangat signifikan pada posisi rata-rata atau sedang, yang berarti antara dukungan sosial terhadap afek afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) menyenangkan sebesar 44,1%, sedangkan subjek penelitian tergolong rata-rata. Hasil sisanya sebesar 5 5,9% kemungkinan tersebut diperkuat oleh Carlson dan Perrewe dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, (1999), yang mengemukakan bahwa dukungan seperti pengaruh kasih sayang dari orang- sosial yang berperan sebagai sumber daya atau orang di lingkungannya, dan sebagainya. mekanisme coping yang penting untuk Dari hasil pengujian hipotesis ketiga, mengurangi afek negatif atau afek tidak terdapat kontribusi yang signifikan antara menyenangkan dari stres dan konflik. Adanya dukungan sosial terhadap afek tidak pengurangan afek tidak menyenangkan tersebut menyenangkan sebesar 17,4%, sedangkan dapat membantu mengurangi respon negatif yang sisanya sebesar 82,6% kemungkinan dialami seorang dewasa muda yang belum dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya, menikah, sehingga afek tidak menyenangkannya seperti.pengaruh rasa bersalah, ketakutan, dapat berkurang. kegelisahan dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas terdapat jelas kontribusi dukungan sosial terhadap kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan pada dewasa muda yang belum menikah. b. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran-saran yang dapat diberikan untuk: 1. Bagi Subjek Penelitian V. PENUTUP Diharapkan dengan adanya dukungan a. Kesimpulan sosial yang tinggi yang diperoleh Berdasarkan hasil penelitian ini subjek diharapkan dapat lebih menunjukkan hipotesis pertama terdapat mengembangkan kepuasan hidup (life kontribusi yang sangat signifikan antara satisfaction) dan afek menyenangkan dukungan sosial terhadap kepuasan hidup (life (pleasant affect) dan dapat mengurangi afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) menyumbangkan teori-teori yang lebih yang dapat membuat subjek merasa gelisah baik dari teori-teori yang sudah ada ataupun merasa bersalah. Karena dengan sebelumnya. Peneliti juga menyarankan dukungan sosial yang diperoleh subjek, dapat untuk melakukan pada subjek penelitian menjadi bekal serta menumbuhkan yang berbeda, misalnya pada dewasa kebahagiaan dan rasa kepercayaan diri dalam madya yang belum menikah agar menjalani kehidupannya. diperoleh hasil yang lebih bervariasi 2. Bagi Dewasa Muda yang Belum Menikah lagi. Merasakan kepuasan hidup (life satisfaction) dan afek positif atau afek menyenangkan (pleasant affect) merupakan hal yang sangat penting. Karena dengan kedua hal tersebut dewasa muda yang belum menikah dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, sehingga afek negatif atau afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) yang dapat membuat dewasa muda yang belum menikah merasa gelisah ataupun merasa bersalah dapat berkurang. 3. Bagi Keluarga dan Lingkungan Sekitar Disarankan agar dapat memberikan dukungan pada dewasa muda yang belum menikah. DAFTAR PUSTAKA Andrews, F.M. & Robinson, J.P. (1991). Measures of subjective well being. Dalam J.P Robinson, P.R. Shaver, L.S. Wrightsman (Eds). Measures of personality and social psychology attitudes. San Diego, California: Academis Press, Inc. Arikunto, S. (1993). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktek. Jakarta: P.T Rineka Cipta. Atkinson, R.L & Hilgard. E.R. (1994). Pengantar psikologi jilid 1 edisi ke delapan. Editor: Agus Dharma. Jakarta: Erlangga. Karena hal tersebut dapat meningkatkan kepuasan hidup (life satisfaction) dan afek positif atau afek menyenangkan (pleasant affect) yang dirasakan pada dewasa muda yang belum menikah, selain itu juga dapat mengurangi afek negatif atau afek tidak menyenangkan (unpleasant affect) yang dirasakan pada dewasa muda yang belum menikah. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan mampu melakukan penelitianpenelitian yang lebih mendalam agar dapat Azwar, S. (1996). Dasar – dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Carlson, D.W & Perrewe, P.L. (1999). The role of social support in the stressor-strain relationship: An examination of work-family conflict. Journal of Management, 25, 4, 513-560. Cutrona, C.E., Russel. (1994). Perceived parental social support and academic achievement: An attachment theory perspective. Journal of Personality and Social Psychology. Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan dewasa muda. Jakarta: PT. Grasindo. Diener, E., Smith, H, & Fujita, F. (1995). The personality structure of affect. Journal of Personality and Social Psychology, 69 (1), 130-141. Diener, E. & Lucas, R.E. (1999). Personality and Subjective Well-Being. Dalam D. Kahneman, E. Diener, dan N. Schwarz (Eds). Well being the foundations of hedonic psychology (hal 213-229). New York: Oxford University Press, Inc. Diener, E., Scollon, C.N., Oishi, S., Dzokoto, V., & Suh, E.M. (2000). Positivity and the construction of life satisfaction judgements: Global happiness is not the sum of its parts. Journal of Happiness Studies, 1, 159-176. Diener, E., Scollon, C.N., & Lucas, R.E. (2003). The envolving concept of subjective well-being: the multifaceted nature of happiness. Advances in Cell Aging and Gerontology, 15, 187-219. Diener, E., Lucas, R.E., & Oishi, S. (2005). Subjective well being: The science of happiness and life satisfaction. Dalam C.R. Synder, & S.J. Lopez (Eds). Handbook of positive psychology (hal 63-73). New York: Oxford University Press, Inc. Diener, E. (2006). Guidelines for national indicators of subjective well being and ill being. Applied Research in Quality of Life, 1, 151-157. Gatari, E. (2008). Hubungan antara perceived social support dan subjective well being pada ibu bekerja. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Gerungan. (1999). Psikologi sosial. Eresco: Bandung. Gottlieb, B.H. (1983). Social support strategies: Guidelines for mental health practice. Beverly Hills, California: Sage Publication, Inc. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan edisi ke 5. Jakarta: Erlangga. Ishii-Kuntz, Masako. (1987). Informal dampak dukungan sosial pada well being: Perbandingan di tahapan d e w a s a . h t t p : / / http:/ / t r a n s l a t e . g o o g l e . c o . i d / t r a n s l a t e?hl=id&sl=en&u=http://www.eric. ed.gov/ERICWebPortal/recordDetai l%3Faccno%3DED292050&ei=Am BiS jBC4Gg6gPmoNkZ&sa=X&oi =translate&ct=result&resnum=5&v ed=0CCsQ7gEwBA&prev=/search %3Fq%3Dsocial%2Bsupport%2B% 252B%2Bwell%2Bbeing%2B%252 B%2Betd%26hl%3Did%26sa%3D G. Diakses tanggal 29 Januari 2010. Iristiati. (1988). Konsep diri wanita lajang. Skripsi. (Tidak diterbitkan). D e p o k : Fa k ul ta s P s i k ol o g i Universitas Indonesia. Kartini, K. (1977). Psychology wanita: Gadis remaja dan wanita dewasa. Bandung: Penerbit Alumni. Kuntjoro, S.Z. (2002). Dukungan sosial pada lans ia . http://w ww .e ps ikologi.c om /e ps i/la njutus ia detai l.asp?id=1 83. Diakses tanggal 31 Mei 2009. Lyons, J.A. (2002). General strain theory and social support: A study of African Americans . http://etd.Isu.edu/docs/available/et d-0709 102- 11525 8/unrestricted/Lyonsthesis.pdf. Diakses tanggal 29 Januari 2010. Maldonado, L.E. (2005). Coping, social support, biculturalism, and religious coping as moderators of the relationship between occupational strees and depressive affect among Hispanic psychologist. Disertasi pada University o f M a r y l a n d . http://drum.umd.edu/dspace/bitstream/19 03/29 1 3/1/umi-umd-2704.pdf. Diakses tanggal 29 Januari 2010. Mappiare, A. (1983). Psikologi orang dewasa: Bagi penyesuaian dan pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Pakalns, G. (1990). Perceived social support and psychological well-being in working mothers. http://eric.ed.gov/ERICWebPortal/conten tdelivery/servlet/ERICServlet?accno=ED 326824. Diakses tanggal 29 Januari 2010. Papalia, D. & Olds, S. (1998). Human development 7 th edition. USA: The Mv Graw Hill Companies Inc. Pavot, W. & Diener, E. (1993). Review of the satisfaction with life scale. Psychological Assesment, 5 (2), 164-172. Rakhmiatie, J. (2006). Kesepian pada wanita dewasa madya yang belum menikah dengan wanita dewasa madya yang s uda h me nika h. Skr ipsi . ( Tida k diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Roxbourgh, S. (1999). Exploring the work and family relationship: Gender d i f f e r e nc e s i n t h e i n f l u e n c e o f parenthood and social support on job satisfaction. Journal of Family Issues, 20, 771-788. Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and eudaimonic well being. Annual Review of Psyxhology, 52, 141166. Santrock, J.W. (1999). Life-span development 7th edition. New York: Mc Graw Hill Companies. Sarafino, E.P. (1990). Health psychology: Biophysical interactions. Toronto: Jhon Wiley & Sons. Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo. Synder, C.R., & Lopez, J.S. (2007). Positive psychology: The scientific and practical explorations of human strength. United States of America: Sage Publications, Inc. Taylor,. S.E. (2003). Health psychology fifth edition . New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc Thoits, P.A. (1986). Social support as coping assistance. Journal of Consulting & Clinical Psychology, 54, 416-423. Treitsman, D.L. (2004). Work-family conflict and life satisfaction in female graduate students: Testing mediating and moderating hypothesis. Disertasi pada University of Maryland. http://drum.umd.edu/dspace/bitstre am/1 903/1702/1/umi-umd1521.pdf. Diakses tanggal 29 Januari 2010. Veilel, H & Baumann. (1992). The many meaning of social support: Meaing and measurement of social support. New York: Hemisphere Publish Corp. Watson, D., Clark, L.A., & Tellgen, A. (1988). Development and validation of brief measures of positive and negative affect: The PANAS scales. Journal of Personality and Social Psychology, 54, 6, 1063-1070. Winarni, E.A. (2009). Kebahagiaan dan kualitas hidup dewasa muda menikah dan tidak menikah pada masyarakat jabodetabek. Skripsi. (Tidak diterbitkan). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Wolchik, S.A., Sandler, I.N., & Braver, S.L. ( 198 7) . C ont e mp or ar y t opi cs in developmental psychology. Toronto: John Wiley & Sons. Yi Pei-Kuo. (2008). Studi tentang hubungan antara dukungan sosial dan well being of high tech karyawan . http:// http://translate.google.co.id/translate?hl= id&sl=en&u=http://1 40.127.82.1 62/ETD -db/ETDsearch/view etd%3FURN%3Detd1226108050206&ei=AmBiS jBC4Gg6gPmoNkZ &sa=X&oi=translate&ct=result&resnum =1 0&ved=0CE0Q7gEwCQ&prev=/searc h%3Fq%3Dsocial%2Bsupport%2B%25 2B%2Bwell%2Bbeing%2B%252B%2Be td%26hl%3Did%26sa%3DG. Diakses tanggal 29 Januari 2010.