MIDNIGHT SHOW: REFLEKSI ENIGMATIK TENTANG KELUARGA Keluarga Semakin ke sini, bila diperhatikan secara seksama, film bergenre thriller, slasher, horror dan sejenisnya, bisa menjadi medium paling ampuh untuk menggambarkan kondisi keluarga. Khususnya di Indonesia. Lebih ampuh dan cermat ketimbang film bergenre komedi, romantis, drama. Ada hal yang menarik untuk dibicarakan. Film dengan genre “menegangkan” ini seringkali mengambil satu penggambaran yang esktrem dan hiperbolik namun jujur sebagai refleksi atas realitas sosial tentang keluarga di dunia nyata, keseharian. Darah, sadisme, bunuh-bunuhan, dan segala variasi elemen kelam lainnya menjadi tak lebih dari sekelebat ornamen pelengkap yang bisa melebihi realita aslinya atau jauh di bawah realita masalah keluarga itu sendiri. Cerita yang rumit, akhir yang jarang happy ending dan anti-klimaks sebagai pengejawantahan teka-teki tak terjawab pada akhirnya selalu memberi ruang kepada penonton untuk berpikir, merefleksikan cerita yang dikisahkan dengan fenomena yang benar-benar terjadi. Ia tak senaif film melo drama yang selalu ingin mengakhiri satu akhir dengan idealism yang menjauhi realita nyatanya. Makanya, ungkapan, “hidup enggak seperti kaya di film” agaknya benar juga. Terlalu banyak isu seksi dengan tema keluarga yang bisa dijadikan point of view dalam sebuah film. Hubungan interaksi ayah dan anak, ibu dan anak, interaksi sepasang suami istri, hubungan antara kedua orang tua dengan anak, kekerasan terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga hingga suatu bayangan tentang sebuah tipe keluarga yang ideal. Midnight Show pada akhirnya juga berisi ragam kisah enigmatik terkait soal keluarga itu. Enigma Problematika Keluarga Sebuah film untuk pemutaran tengah malam di bioskop tua yang sedang krisis di Jakarta yang juga berada pada zaman dilanda krisis moneter berujung teror. Tak tanggung-tanggung, film yang diputar, cukup membuat bergidik, judulnya “BOCAH”. Isi ceritanya tentang seorang bocah laki-laki, bernama Bagas, yang membunuh seluruh anggota keluarganya. Based on true story, katanya. Bukankah suatu tantangan tersendiri menonton film itu tengah malam apabila terjadi di kehidupan nyata? Terlebih, dalam pemutaran Midnight Show, penonton yang datang ternyata sedikit, tak seberapa dan karakternya nyeleneh semua. Ada yang misterius, ada yang banyak tingkah, ada yang terlihat khawatir dan kebingungan. Ditambah, malam itu hanya ada karyawan ‘multi-talent’ yang dan projectionist film yang sama ‘multi-talent’ mengerjakan ini dan itu saking tidak adanya karyawan lagi, seorang bos dan seorang satpam penjaga. Oh iya, satu lagi, seluruh akses pintu keluar ditutup dengan alasan “sudah malam”. Lengkap sudah. Dalam satu ruangan tertutup, bersiaplah untuk menyaksikan terror demi terror. Beruntung tidak banyak tokoh yang dimasukkan dalam area bioskop yang cukup luas tersebut. Kurang lebih 10 orang. Kita hanya harus menebak-nebak, siapa dan siapa pelakunya. Apakah pelakunya adalah “Bagas” yang diceritakan dalam film Bocah itu? Kenikmatan melihat survivalitas para tokoh dalam ruangan tertutup itu dan kejar-kejaran si pelaku itu, biarlah Anda temui sendiri dalam film. Saya hanya ingin mengambil sisi unik bagaimana di tengah-tengah chaos, masing-masing tokoh mengungkapkan problem pribadinya yang bersinggungan dengan keluarga. Bahkan, sang pelaku sendiri memiliki problem yang sama. Naya (Acha Septriasa), yang semalam suntuk mengkhawatirkan anaknya yang sedang sakit di rumah. Juna (Gandhi Fernando) yang marah dan menyesal setelah melihat si bos mati di depannya. Ia memiliki ikatan emosional tinggi dengan bioskop tua itu dan si bos. Sarah (Ratu Felisha) yang menjadi seorang pelacur karena sudah dijual oleh orang tuanya sejak kecil dan saat terror itu berlangsung, kalau tidak salah ia berkata, “Kalau gue punya anak, bisa ga ya dia nerima ibu kaya gue?”, juga bayangan tentang suami ideal, “Ga tau kenapa kalau dekat dia rasanya ada yang beda?”. Tak lupa terkait dua sosok misterius: kisah hidup si pelaku dan gambaran kisah hidup Bagas dalam film “Bocah” itu sendiri. Mengapa si pelaku tega melakukan pembunuhan kepada orangorang bioskop itu dan kenapa Bagas sebagai bocah cilik itu sampai tega membunuh keluarganya? Kesemuanya akan bermuara pada hal yang sama pada satu substansi masalah: “it’s all about a family”. Sebelum itu, perlu ditekankan kebingungan saya. Saya agak kebingungan memilah mana cerita Bagas sebagai fenomena true story dan cerita Bagas sebagai cerita yang digambarkan dalam film “BOCAH” itu sendiri. Pertanyaan mendasar yang harus terjawab: Apakah tindak kriminal itu benarkah terjadi? Minimal, konfirmasi pendefinisian di awal film tentang “ada seorang anak kecil yang membunuh seluruh anggota keluarganya”. Di awal pemutaran, Juna pernah mengatakan sekelebat, “Nanti kalau Bagas enggak suka sama ceritanya, gimana?”. Itu juga mengherankan, karena pada akhirnya saya tidak menemukan korelasi dimana letak titik kesalahan antara cerita fakta dengan gambaran di film “BOCAH” itu. Hanya saja, kembali ke pada isu keluarga. Ada satu hal yang pasti, bahwa, keluarga Bagas memang bermasalah. Orang tuanya yang emosian, yang sering main tangan serta tak mengacuhkan anak-anaknya. Setidaknya, film ini ingin memberi tahu hal sederhana bahwa anak sering kali menjadi korban di dalam keluarga. Tak jarang, menyebabkan efek terburuk kepada anak. Sang Sutradara Ginanti Rona memang menawan. Menawan karena parasnya yang jelita sekaligus tangan dinginnya yang menjadikan Midnight Show suguhan visual yang berkelas. Ya, suguhan visual. Pengalamannya di film-film bergenre sejenis, membuatnya terlatih untuk memaksimalkan segala elemen mengerikan untuk membuat penontonnya terus dalam ritme nafas yang menderu. Ada beberapa momen yang saya suka. Salah satunya adalah adegan kejar-kejaran antara Juna dengan si pelaku di lorong sempit. Beberapa elemen fightingnya juga lumayan, meski tak panjang. Hanya mungkin kurang adanya ekplorasi ruang yang menunjukkan: bioskop tua yang luas. Yang epik juga adalah ketika pada akhirnya para korban baik yang telah mati ataupun belum didudukkan di bangku bioskop untuk menyaksikan bersama-sama film “BOCAH” tadi. Jeli. Selain jelita, Ginanti juga jeli dalam memaksimalkan sound effect di setiap detil adegan. Ada adegan yang detail sekali suaranya ketika si pelaku menusuk paha dan memutar pisau saat sudah tertusuk. Bunyi “Sreeggg..”, “Sreeegg…” di adegan seperti itu jelas membuat kuping meringis. Pemilihan soundtrack berjudul “Sang Penikam” oleh Noah Salleh juga terdengar nikmat dan cocok menggambarkan kelamnya tengah malam itu. Berkeluarga memang tak semudah menjaga ikatan keberlanjutannya. Midnight Show | 2016 | Durasi: 100 menit | Sutradara: Ginanti Rona Tembang Asri | Produksi: Renee Pictures | Negara: Indonesia | Pemeran: Acha Septriasa, Gandhi Fernando, Ganindra Bimo, Ratu Felisha, Gesata Stella, Boy Harsya, Ade Firman Hakim, Arthur Tobing, Ronny P Tjandra, Rayhand Khan