351 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1

advertisement
351
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
GEOGRAFI STUDI KASUS MATERI ATMOSFER PADA
SISWA KELAS X4 SMA NEGERI 1 MAWASANGKA TENGAH
Juraida 1, La Ode Nursalam2
1
Alumni Pendidikan Geografi FKIP UHO
Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHO
2
Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: mendeskripsikan aktivitas belajar
siswa, aktivitas mengajar guru, dan mengetahui peningkatan hasil belajar geografi pada
materi atmosfer kelas X4 di SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah. Prosedur penelitian
tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: perencanaan, perbaikan tindakan dan
observasi, evaluasi, serta refleksi. Jenis penelitian ini adalah data kualitatif dan data
kuantitaif yang diperoleh dari lembar observasi dan tes hasil belajar. Berdasarkan
analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: 1) aktivitas siswa dengan penerapan model
cooperative learning tipe TPS pada setiap siklus ditunjukkan dengan skor rata-rata
aktivitas siswa pada siklus I sebesar 1,78 (kurang), pada siklus II yaitu 2,41 (cukup),
pada siklus III sebesar 3,0 (baik), dan siklus IV menjadi 3,40 (sangat baik); 2) aktivitas
mengajar guru dengan model cooperatif learning tipe TPS ditunjukkan dengan skor ratarata pada setiap siklus, dimana pada siklus I skor rata-rata aktivitas guru adalah 1,9
(kurang), siklus II sebesar 2,6 (cukup), siklus III sebesar 3,2 (baik) dan siklus IV sebesar
3,8 (sangat baik). 3) Tejadi peningkatan hasil belajar geografi kelas X4 SMAN 1
Mawasangka Tengah dari siklus I, siklus II,siklus III, ke siklus IV. Berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat
meningkatkan hasil belajar geografi dikelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah.
Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Think-Pair-Share, Atmosfer, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Meningkatkan mutu pendidikan
bangsa Indonesia merupakan salah satu
upaya mencapai tujuan utama dalam
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
sehingga dibutuhkan manusia yang
bermanfaat, yaitu manusia yang tidak
hanya memiliki pengetahuan dan
keterampilan akan tetapi mempunyai
kemampuan untuk berpikir rasional,
kritis dan kreatif. Sikap kritis dan cara
ingin maju merupakan sifat ilmiah yang
dimiliki oleh manusia. Sifat ini menjadi
motivator bagi seseorang untuk terus
menambah
ilmu
pengetahuan.
Pendidikan dalam Undang-Undang
nomor 23 tahun 2003 merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian
diri,
kepribadian,
kecerdasan,
akhlak mulia,
serta
keterampilan yang diperlukan dirinya
dimasyarakat, bangsa dan negara. Salah
satu masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia saat ini yaitu masih rendahnya
mutu pendidikan khususnya prestasi
belajar siswa pada setiap mata pelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut maka
diperlukan
suatu
upaya
untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Salah
satu upaya berkenaan dengan perbaikan
kualitas pembelajaran adalah dengan
Juraida, La Ode Nursalam
352
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
melakukan perubahan terhadap model
pembelajaran guru.
Guru sangat berperan penting
dalam perbaikan proses pengajaran.
Guru sepatutnya mampu mencari
strategi
yang
dipandang
dapat
membelajarkan siswa melalui proses
pengajaran yang dilaksanakan agar
tujuan pengajaran dapat tercapai secara
efektif dan hasil belajar siswa dapat
ditingkatkan.
Dengan
adanya
perencanaan
yang
baik,
akan
mendukung keberhasilan pengajaran.
Salah satu upaya untuk meningkatkan
sumberdaya manusia adalah melalui
proses pembelajaran di sekolah. Dalam
usaha
meningkatkan
kualitas
sumberdaya
pendidikan,
guru
merupakan sumberdaya manusia yang
harus dibina dan dikembangkan.
Usaha
meningkatkan
kemampuan guru dalam belajar
mengajar, perlu pemahaman ulang.
Mengajar
tidak
sekedar
mengkomunikasikan pengetahuan agar
dapat belajar, tetapi mengajar juga
berarti usaha menolong si pelajar agar
mampu memahami konsep-konsep dan
dapat menerapkan konsep yang
dipahami. Dalam proses pembelajaran,
guru
perlu
menerapkan
model
pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik materi pokok untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan
atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman
dalam
merencanakan
pembelajaran di kelas (Febrian. 2012:
43).
Berdasarkan hasil observasi
awal terhadap guru geografi kelas X4
SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah
pada tanggal 4 November 2015
diketahui bahwa model pembelajaran
yang diterapkan di SMA Negeri 1
Mawasangka Tengah selama ini adalah
pengajaran konvensional. Pembelajaran
yang dimaksud di sini adalah
pembelajaran yang masih berpusat pada
guru kemudian memberikan soal
(penugasan) kepada siswa dengan
materi terbatas. Hal ini mengakibatkan
minat atau perhatian dan aktivitas siswa
kurang, serta muncul anggapan bahwa
pelajaran geografi itu tidak semudah
yang
dipikirkan.
Akibatnya,
berpengaruh pada hasil belajar yang bisa
ditetapkan di sekolah belum mencapai
standar Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM), khususnya untuk materi
atmosfer tergolong rendah. Hal ini,
dapat dilihat pada presentase ketuntasan
belajar hanya mencapai 48% dimana
nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa
kelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka
Tengah pada semester ganjil tahun
2015/2016 ditunjukan dengan rata-rata
65 dari 27 siswa terdapat 13 siswa atau
48% yang belum mencapai KKM yang
ditetapkan oleh sekolah yaitu 70 (tujuh
puluh) untuk mata pelajaran geografi.
Atas dasar itulah maka peneliti
melakukan
penelitian
tentang
:
“Meningkatkan Hasil Belajar Geografi
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS (Think-Pair-Share) Pada
Materi Atmosfer Siswa Kelas X4 SMA
Negeri
1
Mawasangka
Tengah.
Pelaksanaan
pembelajaran
dengan
model pembelajaran ini pada dasarnya
diawali dengan sebuah permasalahan.
Dari permasalahan tersebut kemudian
siswa diarahkan untuk menyelesaikan
masalah dengan cara berpikir sendiri
(think). Hasilnya kemudian diselesaikan
secara
berpasangan
(pair)
dan
selanjutnya dipecahkan masalahnya
secara bersama-sama dalam satu kelas
(share). Dengan penerapan model
pembelajaran seperti ini, diharapkan
dapat menjadi sarana berlatih diskusi
kelompok, saling menghargai pendapat
dalam diskusi dan dapat membangun
kebersamaan
dalam
memecahkan
masalah pembelajaran, yang pada
akhirnya
diharapkan
dapat
meningkatkan hasil belajar.
Juraida, La Ode Nursalam
353
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Menurut Hamalik (2008 : 30)
belajar merupakan langkah-langkah atau
prosedur yang ditempuh untuk mencapai
tujuan. Bukti bahwa seseorang telah
belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku pada orang tersebut,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
dan dari tidak mengerti menjadi
mengerti.
Belajar adalah suatu usaha sadar
yang dilakukan oleh individu dalam
perubahan tingkah laku baik melalui
latihan dan yang menyangkut aspekaspek kognitif, afektif, dan psikomotorik
untuk
memperoleh
tujuan
tertentu(Abdillah dalam Aunurrahman
2010 : 35).
Syah (2008 : 89), memberi
pengertian bahwa belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan
unsur yang sangat fundamental dalam
setiap penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian
tujuan pendidikan itu sangat bergantung
pada proses belajar yang dialami siswa,
baik ketika ia berada di sekolah maupun
di lingkungan rumah atau keluarganya
sendiri.
Perpaduan dari kedua unsur
manusiawi ini melahirkan interaksi
edukatif dengan memanfaatkan bahan
ajar sebagai mediumnya. Pada kegiatan
belajar mengajar, keduanya (guru dan
murid) saling mempengaruhi dan
memberi masukan. Karena itulah
kegiatan belajar mengajar harus
merupakan aktivitas yang hidup, syarat
nilai dan senantiasa memiliki tujuan
(Fathurrohman, 2007 : 9).
Menurut Roestiyah (1999:1819) mengajar bukanlah tugas yang
ringan bagi seorang guru. Dalam
mengajar guru berhadapan dengan
sekelompok murid, mereka adalah
makhluk hidup yang memerlukan
bimbingan dan pembinaan untuk
menuju kedewasaan. Murid setelah
mengalami proses pendidikan dan
pengajaran diharapkan telah menjadi
manusia dewasa yang sadar tanggung
jawab terhadap diri sendiri, masyarakat
dan kepada Tuhan Yang Esa, manusia
yang dapat berwiswasta, berprikebadian,
bermoral, dan mandiri.
Winkel
(2004:39)
mendefinisikan belajar sebagai suatu
proses kegiatan mental pada diri
seseorang yang berlangsung dalam
interaksi
aktif
individu
dengan
lingkungannya sehingga menghasilkan
perubahan
yang
relatif
menetap/bertahan.
Dari beberapa pendapat para
ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar dan mengajar merupakan dua hal
yang tidak bisa dipisahkan satu sama
lain, dimana belajar mengarah kepada
apa yang harus dilakukan seseorang
sebagai penerima pelajaran (siswa),
sedangkan mengajar mengarah kepada
apa yang dilakukan oleh seorang guru
yang menjadi pengajar. Jadi, belajar
mengajar merupakan proses interaksi
antara guru dan siswa pada saat proses
pembelajaran berlangsung dan saling
mempengaruhi satu sama lain dalam
keberhasilan proses belajar mengajar.
Menurut Haryono & Hakim
(2006:23), hasil pembelajaran adalah
kebulatan tingkah laku, jika usaha
peserta didik telah menghasilkan pola
tingkah laku yang diharapkan, maka
proses belajar dapat mencapai titik akhir
untuk sementara waktu. Bersamaan
dengan itu, terdapat proses pengiring
yang tanpa tingkah laku tambahan
sehingga menjadi suatu kesatuan yang
bersifat menyeluruh. Dengan kata lain,
dampak pembelajaran pasti akan disertai
dengan dampak pengiringnya.
Hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah
laku yang mencakup bidang kognitif,
afektif dan psikomotorik. Oleh sebab
itu, dalam penilaian hasil belajar
peranan tujuan instruksional yang berisi
rumusan kemampuan dengan tingkah
Juraida, La Ode Nursalam
354
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
laku yang diinginkan di kuasai siswa
menjadi unsur penting menjadi dasar
dan acuan penilaian. Penilaian proses
belajar yang dimaksud adalah memberi
nilai terhadap kegiatan belajar mengajar
yang dilakukan oleh siswa dan guru
dalam mencapai tujuan pengajaran.
Oleh sebab itu, penilaian hasil dan
proses belajar sehingga berkaitan satu
sama lain, sebab hasil merupakan akibat
dari proses (Sudjana, 2008 : 3).
Nasrun (2002:21) secara umum
hasil belajar dapat diartikan sebagai
suatu hasil pekerjaan yang telah dicapai
dengan usaha atau diperoleh dengan
jalan keuletan bekerja yang dapat di
ukur dengan alat ukur yang disebut tes.
Hasil belajar merupakan indikator dari
perubahan yang terjadi pada individu
setelah mengalami proses belajar
mengajar,
dimana
untuk
mengungkapkan biasanya menggunakan
suatu alat penilaian yang dibuat oleh
guru, seperti tes evaluasi. Hal ini
dimaksudkan untuk memahami dan
mengerti pelajaran yang diberikan
(Arifin, 2003 : 47).
Menurut Benyamin S.Bloom
(1987) dalam Ahiri (2011 : 20) hasil
belajar dikelompokan atas tiga aspek,
yaitu (1). Aspek kognitif berhubungan
dengan perubahan pengetahuan, (2).
Aspek afektif berhubunga dengan
perkembangan atau perubahan sikap,
(3). Aspek psikomotorik berhubungan
dengan
penguasaan
keterampilan
motorik.
Hasil
belajar
merupakan
perubahan tingkah laku pada diri siswa
yang dapat diamati dan diukur dalam
bentuk perubahan pengetahuan sikap
dan keterampilan. Perubahan tersebut
dapat diartikan sebagai terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang
lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, sikap kurang sopan
menjadi
sopan
dan
sebagainya
(Hamalik, 2003 : 5).
Berdasarkan pendapat para ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu hasil dari proses
belajar yang dilakukan dengan keuletan
dan kerja keras yang diukur melalui tes
dan menghasilkan perubahan tingkah
laku dari yang kurang baik menjadi baik
dan dari tidak tahu menjadi tahu.
Menurut Isjonni (2012 : 17),
cooperative learning berasal dari kata
cooperative yang artinya mengerjakan
sesuatu secara bersama-sama dengan
saling membantu satu sama lainnya
sebagai satu kelompok atau satu tim,
istilah cooperative learning dalam
pengertian bahasa Indonesia dikenal
dengan nama pembelajaran kooperative
learning adalah pengelompokkan siswa
kedalam kelompok-kelompok kecil agar
siswa dapat saling bekerja sama dengan
kemampuan maksimal yang mereka
miliki dan mempelajari satu sama lain
dalam kelompok tersebut.
Menurut Ismail (2002 : 3) model
pembelajaran kooperatif menuntut kerja
sama siswa dan saling ketergantungan
dalam struktur tugas, tujuan dan hadiah.
Para siswa dibagi dalam kelompokkelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari materi pelajaran yang telah
ditentukan.
Tujuan
pembelajaran
kooperatif adalah untuk membangkitkan
interaksi yang efektif diantara anggota
kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini
sebagian besar aktivitas pembelajaran
berpusat pada siswa yakni mempelajari
materi pelajaran, berdiskusi untuk
memecahkan masalah. Dengan interaksi
yang efektif dimungkinkan semua
anggota kelompok dapat menguasai
materi pada tingkat yang relatif sejajar,
serta
pembelajaran
kooperatif
merupakan lingkungan belajar dimana
siswa bekerja sama dalam suatu
kelompok kecil yang kemampuannya
berbeda-beda untuk menyelesaikan
tugas.
Menurut Suherman (2003 : 260)
pembelajaran kooperatif menekankan
Juraida, La Ode Nursalam
355
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
pada kehadiran teman sebaya yang
berinteraksi antar sesama sebagai
sebuah tim dalam menyelesaikan atau
membahas suatu masalah atau tugas.
Menurut Suherman (2003 : 260) ada
beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam
pembelajaran kooperatif agar lebih
menjamin para siswa bekerja secara
kooperatif, hal tersebut meliputi:
Pertama, para siswa yang tergabung
dalam suatu kelompok harus merasa
bahwa mereka adalah bagian dari
sebuah tim dan mempunyai tujuan
bersama yang harus dicapai. Kedua,
para siswa yang tergabung dalam
sebuah kelompok itu akan menjadi
tanggung jawab bersama oleh seluruh
anggota kelompok itu. Ketiga, untuk
mencapai hasil yang maksimum, para
siswa
yang
tergabung
dalam
kelompokm itu harus berbicara satu
sama lain dalam mendiskusikan masalah
yang dihadapinya.
Ciri-ciri
pembelajaran
kooperatif yaitu: (1) Siswa bekerja
dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya. (2)
Kelompok dibentuk dari siswa yang
memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah. (3) Bila mana mungkin,
anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, jenis kelamin berbedabeda. (4) Penghargaan lebih berorientasi
kelompok ketimbang individu.
Tujuan pembelajaran kooperatif,
yaitu: (1) Hasil belajar akademik, (2)
Pembelajaran kooperatif bertujuan
untuk meningkatkan kinerja siswa
dalam tugas-tugas akademik. Banyak
ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu memahami
konsep yang sulit. (3) Penerimaan
terhadap perbedaan individu.
Efek penting yang kedua adalah
penerimaan yang luas terhadap orang
yang berbeda menurut ras, budaya, kelas
sosial,
kemampuan
dan
ketidakmampuan. Model pembelajaran
kooperatif bertujuan megajarkan kepada
siswa keterampilan bekerjasama dan
kolaborasi.
Menurut Kagan (1994) dalam
Eggen & Kauchak (2012 : 134) Thinkpair-share
adalah
strategi
kerja
kelompok
yang
meminta
siswa
individual didalam pasangan belajar
untuk
pertama-tama
menjawab
pertanyaan dari guru dan kemudian
berbagi jawaban itu dengan seorang
rekan. Strategi ini efektif saat disisipkan
di dalam pengajaran kelompok-utuh
yang dibimbing guru. Misalnya,
andaikan anda seorang guru sejarah
dunia yang membahas revolusi Rusia
atau Bolshevik. Anda mungkin berkata,
“sebutkan dua faktor atau peristiwa
dalam revolusi rusia atau bolshevik,
dimulai pada 1917, yang sama dengan
revolusi prancis, yang dimulai pada
1789.”
Kemudian,
ketimbang
memanggil seseorang untuk menjawab,
anda akan membuat pertanyataan
seperti,” berpalinglah kepada rekan
kalian, cari tahu pendapat kalian, dan
kita akan membahas jawaban-jawaban
kalian tak lama lagi.” Anda kemudian
akan meminta perwakilan individu dari
sejumlah pasangan untuk berbagi
pemikiran mereka dengan seluruh kelas.
Think-pair-share bisa efektif
untuk tiga alasan: (1) Strategi ini
mengundang respons dari semua orang
di dalam dan menempatkan semua siswa
ke dalam peran-peran yang akitf secara
kognitif. (2) Karena setiap anggota dari
pasangan
diharapkan
untul
berpartisipasi, strategi ini mengurangi
kecenderungan “penumpang gratis,”
yang bisa menjadi masalah saat
menggunakan kerja kelompok. (3)
Strategi ini mudah direncanakan dan
diterapkan.
Menurut Arends dalam Trinto
(2009 : 61) menyatakan bahwa thinkpair-share (TPS) merupakan suatu cara
yang efektif untuk membuat variasi
suasana pola diskusi kelas. Dengan
asumsi bahwa semua resitasu atau
Juraida, La Ode Nursalam
356
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan
kelas
secara
keseluruhan, dan prosedur yang
digunakan dalam think-pair-share (TPS)
dapat memberi siswa lebih banyak
waktu berpikir, untuk merespon dan
saling membantu.
Ibrahim
(2000
:
26-27)
mengemukakan
langkah-langkah
pelaksanaan model kooperatif tipe thinkpair-share, yaitu: (1) Thingking
(berpikir); pada tahap ini guru
mengajukan pertanyaan atau masalah
yang berhubungan dengan pelajaran,
kemudian
siswa
diminta
untuk
memikirkan pertanyaan atau masalah
tersebut secara mandiri untuk beberapa
saat. (2) Pairing (berpasangan); pada
tahap ini siswa dipasangkan dengan
siswa lain untuk mendiskusikan
jawaban yang telah mereka pikirkan
pada tahap pertama. Interaksi ini
diharapkan dapat saling berbagi jawaban
sehingga diperoleh jawaban sebagai
hasil diskusi dari pasangan tersebut. (3)
Sharing (berbagi); pada tahap ini, guru
meminta kepada pasangan lain untuk
berbagi dengan seluruh kelas tentang
apa yang telah mereka diskusikan.
Menurut Lie (2004 : 46)
pembentukan kelompok berpasangan
terdapat beberapa kelebihan dan juga
kekurangannya. Berikut ini kelebihan
dari kelompok berpasangan sebagai
berikut: meningkatkan partisipasi siswa,
cocok untuk tugas sederhana, lebih
banyak kesempatan untuk kontribusi
masing-masing anggota kelompok,
interaksi lebih mudah, dan lebih muda
dan cepat membentuknya. Sedangkan
kekurangannya antara lain: (1) Banyak
kelompok yang melaporkan dan perlu
dimonitor, (2) Lebih sedikit ide yang
muncul. (3) Jika ada perselisihan, tidak
ada penengah
Secara
rinci
dijelaskan
keberhasilan
belajar
kooperatif
tampaknya juga dipengaruhi bagaimana
ciri-ciri guru yang berhasil atau guru
yang efektif. Langkah-langkah (sintaks)
model pembelajaran kooperatif tipe
think pair share terdiri dari lima
langkah, dengan tiga langkah utama
sebagai utama sebagai ciri khas yaitu
think pair share.
Kelima tahapan pembelajaran
dalam model pembelajaran kooperatif
tipe think pair share dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Tahap Pembelajaran Think Pair Share
Tahap
Aktivitas guru
Aktivitas siswa
Tahap pendahuluanGuru menyampaikan materi,
Siswa menyimak informasi yang
indikator dan tujuan
diberikan guru.
pembelajaran, memberi motivasi
apersepsi, serta menyampaikan
model pembelajaran yang akan
diterapkan.
Tahap think
Guru memberikan materi secara Siswa menjawab pertanyaan atau
(berpikir)
singkat kemudian mengajukan
masalah tersebut secara mandiri
pertanyaan masalah berupa LKS untuk beberapa saat.
yang berhubungan dengan
materi pelajaran.
Tahap pair
Guru meminta siswa berpasangan Siswa duduk berpasangan, saling
(berpasangan)
dengan siswa lain, kemudian
berbagi jawaban dan bertukar
mendiskusikan jawaban yang
pendapat sehingga diperoleh
telah mereka pikirkan pada
satu jawaban sebagai hasil
Juraida, La Ode Nursalam
357
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Tahap share
(berbagi)
Tahap penutup
tahap pertama.
diskusi pasangan tersebut.
Guru meminta kepada berpasangan Siswa secara berpasangan
untuk berbagi dengan seluruh
menampilkan jawabannya di
kelas tentang apa yang telah
depan kelas dan
mereka diskusikan dan
kelompok/pasangan lainnya
membimbing jalannya diskusi.
menanggapi jawaban tersebut.
Sekitar seperempat dari jumlah
seluruh pasangan melaporkan
hasil diskusi mereka secara
bergiliran.
Guru menyimpulkan materi
Siswa menyimpulkan materi
pembelajaran dan membimbing
pembelajaran dan merangkum
siswa untuk merangkum materi
materi yang telah dipelajari
yang telah dipelajari kemudian
kemudian mencatat PR yang
memberikan PR.
diberikan
Guru menyampaikan materi dan
kompetensi yang ingin dicapai: (1)
Peserta didik diminta untuk berpikir
tentang
materi/permasalahan
yang
disampaikan guru. (2) Peserta didik
diminta untuk berpasangan dengan
teman sebelahnya (dalam kelompok
terdiri
atas
dua
orang)
dan
menguturakan hasil pemikiran masingmasing. (2) Guru memimpin pleno kecil
diskusi, tiap kelompok mengemukakan
hasil diskusinya. (3) Berawal dari
kegiatan tersebut, guru mengarahkan
pembicaraan pada pokok permasalahan
dan menambah materi yang belum
diungkapkan oleh peserta didik. (4)
Guru memberi kesimpulan. (5) Penutup.
Berdasarkan
langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif tipe TPS
yan dikemukakan diatas, benar-benar
sangat sistematis karena dimulai dengan
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memikirkan jawaban atas
permasalahan/tugas yang diberikan oleh
guru,
kemudian
setiap
siswa
dipasangkan dengan temannya untuk
mendiskusikan jawaban mereka masingmasing, setelah itu setiap pasangan
dalam kelompok sharing dengan
kelompok lain. Dengan demikian
dimungkinkan
siswa
dapat
menyelesaikan permasalahan/tugas yang
diberikan oleh guru, sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan hasil
belajar.
Atmosfer merupakan lapisan
udara yang menyelubungi bumi.
Atmosfer terdiri dari berbagai macam
gas, ketebalan atmosfer mencapai
10.000 km dari permukaan laut. Makin
tinggi, lapisan udara makin tipis dan
kering. Susunan udara terdiri dari
nitrogen (78,08%), oksigen (21%), dan
karbon dioksida (0,03%).
Gas-gas yang terkandung pada
atmosfer
berpengaruh
terhadap
kehidupan di bumi, seperti berikut: (1)
Nitrogen (N2) dalam atmosfer sukar
bersenyawa dengan unsur lain. Dalam
jumlah kecil, nitrogen bermanfaat bagi
tumbuh-tumbuhan. (2) Oksigen (O2)
sifatnya aktif bersenyawa dengan unsur
lain dalam proses oksida. Manfaat
oksigen pada makhluk hidup yaitu untuk
mengubah makanan menjadi energi. (3)
Karbondioksida (CO2), manfaatnya
adalah: (a) Mengabsorbsi
pancaran
panas matahari. (b) Sebagai bahan baku
untuk membuat karbohidrat dalam
proses fotosintesis. Secara umum
lapisan udara yang menyelubungi planet
bumi, meliputi: troposfer, stratosfer,
mesosfer, dan termosfer.
Cuaca merupakan gambaran
fisik atmosfer pada suatu tempat dalam
kurun waktu yang relatif singkat (24
Juraida, La Ode Nursalam
358
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
jam). Perbedaan keadaan cuaca
disebabkan oleh adanya perbedaan dan
perubahan unsur-unsur cuaca seperti
temperatur, tekanan, kelembapan udara,
awan, angin, atau hujan yang terjadi di
atmosfer.
Iklim adalah keadaan rata-rata
cuaca pada suatu daerah dalam kurun
waktu yang relatif lama (10-30 tahun).
Keadaan cuaca maupun iklim pada
suatu
daerah
merupakan
hasil
pengukuran dan pengamatan berbagai
unsur cuaca iklim seperti suhu udara,
temperatur udara, tekanan udara, angin,
kelembapan udara, awan, hujan dan
faktor-faktor lainnya.
Suhu udara adalah keadaaan
panas yang disebabkan oleh pemanasan
matahari. Banyak sedikitnya panas
matahari yang diterima oleh bumi
dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
keadaan
awan,
keadaan
bidang
permukaan, dan sudut sinar datang, dan
lamanya penyinaran matahari
Kombinasi dari faktor diatas
menyebabkan perbedaan suhu yang
diterima permukaan bumi dan akibatnya
menyebabkan perbedaan suhu udara
diatasnya. Makin lama matahari
memancarkan sinarnya di suatu daerah,
makin banyak panas yang diterima
bagian bumi itu. Di daerah lintang
pertengahan, panjang siang hari pada
musim panas lebih panjang daripada
musim dingin.
Kemiringan matahari, atau
dalam hal ini sudut datang cahaya
matahari, mempengaruhi pemanasan
permukaan bumi. Jika cahaya matahari
datang ke permukaan bumi secara tegak
lurus, maka luas daerah yang terkena
cahaya matahari relatif kecil, tetapi
intensitasnyan besar. Sedangkan jika
cahaya matahari datang relatif besar,
tetapi intensitasnya kecil.
Pemanasan
udara
didapat
melalui dua proses berikut: (1)
Pemanasan secara langsung melalui
proses absorbsi. Refleksi, dan difusi. (2)
Pemanasan secara tidak langsung
melalui proses konduksi, konveksi,
adveksi dan turbulensi.
Temperatur udara adalah derajat
panas dari udara yang diukur dengan
termometer dan dinyatakan dalam
satuan derajat celcius atau fahrenheit.
Temperatur udara diukur selama 24 jam.
Namun demikian, dalam berita cuaca,
hanya berita temperatur makismum dan
temperatur minimum yang disampaikan
atau diberitakan. Temperatur maksimum
umumnya terjadi setelah tengah hari
(kira-kira pukul 14.00). Adapun
temperatur minimum terjadi dini hari
sekitar
pukul
04.00.
Perubahan
temperatur berkaitan erat dengan proses
pertukaran penerimaan panas dari
radiasi matahari yang terjadi di
atmosfer.
Perubahan temperatur yang di
ukur dari waktu ke waktu selama satu
hari disebut jalannya temperatur harian.
Adapun keadaan rata-rata temperatur
selama satu hari disebut temperatur
harian. Keadaan temperatur harian
selama satu bulan selanjutnya dijadikan
untuk
memperhatikan
keadaan
temperatur bulanan.
Temperatur bulanan adalah
temperatur rata-rata selama satu bulan
dibagi dengan jumlah hari dalam bulan
tersebut. Perubahan tersebut bulanan
dalam waktu satu tahun yang terjadi
karena pergeseran matahari disebut
jalannya
temperatur
tahunan.
Temperatur tahunan adalah temperatur
rata-rata selama satu tahun yang
dihitung dari jumlah temperatur harian
dalam satu tahun dibagi jumlah dari
halaman tersebut. Namun demikian,
dalam pelaksanaanya biasanya dipakai
jumlah dari temperatur bulanan dalam
satu tahun dibagi 12 bulan.
Tekanan udara merupakan gaya
berat yang ditimbulkan oleh bobot udara
pada bidang datar seluas 1 cm2. Untuk
mengukur tekanan udara digunakan alat
yang dinamakan barometer. Hasil
Juraida, La Ode Nursalam
359
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
pengukuran tekanan udara dinyatakan
dalam satuan Atmosfer (atm) atau
Milibar (mb).
Tekanan udara dipengaruhi oleh
kerapatan udara itu sendiri. Tekanan
udara berubah dan berbeda menurut
tempat, ketinggian, dan waktu. Tekanan
udara akan berkurang sebesar 1 mmHg
setiap ketinggian naik 11 m, atau
tekanan udara akan berkurang sebesar 1
mb setiap naik 8 m.
Kelembapan udara (humidity)
adalah jumlah uap air yang dikandung
oleh udara pada waktu dan tempat
tertentu. Semua uap air yang terdapat di
atmosfer terjadi karena adanya proses
penguapan
terhadap
badan
air
dipermukaan bumi. Kelembapan udara
di ukur dengan alat yang dinamakan
higrometer atau psychrometer.
Kelembapan
udara
dapat
dinyatakan dengan beberapa cara
berikut: (1) Kelembapan absolut,
menyatakan jumlah air yang dikandung
udara dalam setiap 1 m3 udara
(kelembapan absolut = gram/1m3). (2)
Kelembapan
spesifik,
menyatakan
jumlah uap air yang dikandung udara
dalam setiap 1 kg udara (kelembapan
spesifik = gram/1 kg). (3) Kelembapan
relatif, yaitu perbandingan dalam persen
(%) antara jumlah uap yang ada dengan
jumlah uap air maksimum yang dapat
dikandung udara pada temperatur yang
sama.
Awan merupakan kumpulan air
yang melayang-layang di atmosfer.
Awan terjadi karena adanya kondensasi
(pengembunan) dari uap air yang
terdapat di udara karena udara telah
jenuh (kelembapan udara relatifnya
mencapai 100%). Temperatur dalam ini
dinamakan titik embun.
Awan terjadi karena uap air
dipaksa naik ke atas dan mengalami
penurunan temperatur. Penurunana
tersebut dapat disebabkan oleh: (1)
Massa udara yang dipaksa mendaki
pegunungan. (2) Turunnya temperatur
pada sore hari. (3) Pertemuan massa
udara panas dan massa udara dingin. (4)
Massa udara naik secara vertikal.
Awan mempunyai berbagai
bentuk. Namun demikian, secara umum,
bentuk dasar awan terdiri atas tiga jenis,
sirrus, kumulus, dan stratus. Awan
sirrus (cirrus), yaitu awan tipis halus
seperti kapas, biasanya sangat tinggi dan
terbentuk dari kristal-kristal es. Awan
kumulus (cumulus), yaitu awan yang
bergumpal-gumpal (bertumpuk-tumpuk)
seperti bulu domba. Awan stratus, yaitu
awan berlapis-lapis sangat tebal dan
berwarna kelabu.
Hasil belajar siswa merupakan
salah satu indikator dari perubahan pada
diri siswa setelah mengalami proses
belajar mengajar. Peningkatan hasil
belajar siswa dipengaruhi pula oleh
beberapa faktor, baik yang bersifat
internal (berasal dari dalam diri siswa
itu sendiri) maupun faktor yang bersifat
eksternal (faktor yang berasal dari luar
diri siswa). Salah satu faktor penunjang
peningkatan hasil belajar siswa adalah
guru sebagai tenaga pengajar. Oleh
karena itu, guru sangat berpengaruh
terhadap poses belajar mengajar dalam
kelas. Keberhasilan proses belajar
mengajar dalam kelas dapat pula
ditunjang dengan model pembelajaran
yang digunakan oleh guru. Guru harus
mampu memilih model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik materi
yang diajarkan kepada siswanya, maka
dengan
penggunaan
model
pembelajaran
yang
tepat
akan
menghasilkan proses belajar yang
berkualitas agar dapat meningkatkan
hasil belajar siswa.
Gambaran proses belajar mengajar yang
dilakukan guru bidang studi geografi di
SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah
kelas X4 khususnya pada materi
atmosfer
biasanya
melakukan
pembelajaran konvensional. Penerapan
model ini siswa tidak diberi kesempatan
seluas-luasnya
untuk
aktif
Juraida, La Ode Nursalam
360
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
mengontruksikan pengetahuannya. Hal
ini disebabkan guru kurang terampil
dalam menerapkan model dan strategi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran
lebih terpusat pada guru, masih
menggunakan model pembelajaran
konvensional dan rata-rata hasil belajar
siswa rendah. Berdasarkan hal tersebut
peneliti memilih model pembelajaran
yang diharapkan dapat mengatasi
permasalahan yang dihadapi oleh guru,
yaitu model pembelajaran kooperatif
tipe TPS siswa dituntut untuk
memikirkan masalah yang telah
diberikan
kemudian
berpasangan
dengan temannya untuk saling berbagi
pengetahuan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
semester genap bulan April sampai Mei
pada materi atmosfer kelas X4 tahun
ajaran 2015/2016 di SMA Negeri 1
Mawasangka Tengah. Adapun subyek
penelitian ini adalah siswa kelas X4
SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah
berjumlah 26 orang terdiri dari laki-laki
8 dan 18 orang perempuan. Faktor yang
diteliti dalam penelitian ini adalah :
Faktor siswa dan Fakor guru.Penelitian
tindakan kelas ini akan dilaksanakan
sebanyak empat siklus dengan tiap
siklus dilaksanakan sesuai dengan
perubahan yang ingin dicapai pada
faktor-faktor yang diteliti. Desain model
penelitian tindakan kelas (PTK) ini
terdiri atas 4 (empat) tahap, yakni :
perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan dan refleksi. Penelitian ini
menggunakan dua jenis instrumen
pengumpulan data yaitu : Tes hasil
belajar dan Lembar observasi
Data dalam penelitian ini
dianalisis dengan menggunakan analisis
statistik deskriptif, dimaksudkan untuk
memberikan gambaran peningkatan
hasil belajar geografi yang diajarkan
dengan
menggunakan
model
pembelajaran kooperatif tipe TPS
dengan melalui tes tertulis pada setiap
siklus.
HASIL PENELITIAN
Data mengenai aktivitas siswa
kelas X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah
selama
pelaksanaan
pembelajaran
dengan
menerapkan
model
pembelajaran TPS pada materi pokok
pembahasan geografi yang di peroleh
dengan menggunakan lembar observasi
aktivitas siswa dengan cara memberikan
skor keterlaksanaan pada setiap aspek
aktivitas dapat dilihat pada gambar 1
berikut.
Juraida, La Ode Nursalam
361
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Aktivitas Siswa
4
3
2
3,4
3,3
3,3
3,4
3,2
3,1
3,1
3,2
2,5
2,5
2
2,4
1,9
1,9
2,3
2
3,5
3,1
2,4
1,9
3,23,2
2,4
2,1
3,23,3
2,32,5
1
0
1
2
3
siklus 1
4
siklus 2
5
siklus 3
6
7
siklus 4
Gambar 1. Grafik Skor Rata-Rata Aktivitas Siswa Pada Setiap Siklus Selama Kegiatan
Pembelajaran Untuk Setiap Satuan Aktivitas.
Keterangan gambar:
1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
2. Membaca buku siswa dan membaca LKS.
3. Mampu mengungkapkan pemikiran tentang materi-materi yang diajarkan.
4. Berdiskusi dalam kelompok belajar dan mengerjakan LKS.
5. Mengajukan atau menanggapi pertanyaan.
6. Menghargai atau menerima pendapat.
7. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas.
Berdasarkan gambar 1 tentang
aktivitas siswa tersebut, diperoleh
gambaran aktivitas siswa dari tiap
siklus. Pada siklus I aktivitas siswa yang
mendapat skor terendah dengan nilai
rata-rata sebesar 1,8 adalah aktivitas
nomor 6 Menghargai atau menerima
pendapat, sedangkan skor tertinggi
dengan nilai rata-rata 2,0 adalah
aktivitas siswa nomor 1 dan 7 yaitu
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru dan Mempresentasikan
hasil kerja kelompoknya didepan kelas.
Berdasarkan nilai rata-rata yang
diperoleh pada siklus I sebesar 1,91
yang termasuk dalam kategori kurang.
Maka kegiatan aktivitas siswa perlu
diperbaiki karena masih ada komponenkomponen yang kurang baik dalam
pelaksanaannya.
Dalam
hal
ini
penelitian masih dilanjutkan pada siklus
berikutnya dan diharapkan pada siklus
berikutnya
dapat
meminimalisir
kekurangan-kekurangan pada siklus I.
Pada siklus II, aktivitas siswa
yang mendapat skor terendah di siklus I
dengan nilai 1,8 meningkat di siklus II
menjadi 2,5 adalah aktivitas nomor 5
yaitu mengajukan atau menanggapi
pertanyaan, sedangkan aktivitas siswa
yang mendapat skor tertinggi di siklus I
sebesar 2,0 pada aspek 1 dan 7
meningkat disiklus II menjadi 2,5 aspek
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan
guru
dan
2,4
mempresentasikan
hasil
kerja
kelompoknya didepan kelas. Pada siklus
II dari 7 aspek aktivitas siswa yang
diobservasi masih memperoleh nilai
rata-rata yang terkategori cukup
sehingga masih dilanjutkan pada siklus
III.
Juraida, La Ode Nursalam
362
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Pada siklus III, aktivitas siswa
yang mendapat skor terendah di siklus II
yaitu 2,3 meningkat menjadi 2,9 adalah
aktivitas nomor 5 yaitu mengajukan
atau menanggapi pertanyaan, sedangkan
aktivitas siswa yang mendapat skor
tertinggi disiklus II dengan nilai ratarata 2,5 dan 2,5 meningkat di siklus III
menjadi 3,1 dan 3,2 aktivitas siswa
nomor
1
dan
2
yaitu
mendengarkan/memperhatikan
penjelasan guru dan membaca buku
siswa atau membaca LKS. Pada siklus
III dari 7 aspek aktivitas siswa yang
diobservasi telah memperoleh nilai ratarata yang terkategori baik. Karena pada
awal perencanaan peneliti ingin
mendapatkan nilai rata-rata yang
terkategori sangat baik atau kategori
baik mendekati kategori sangat baik dan
pada siklus III ini peneliti belum
mendapatkan nilai yang memuaskan
maka pada siklus III masih dilanjutkan
pada siklus berikutnya yaitu siklus IV.
Pada siklus IV, aktivitas siswa
yang mendapat skor terendah di siklus
III yaitu 2,8 dan meningkat menjadi 3,3
adalah aktivitas nomor
7 yaitu
Mempresentasikan
hasil
kerja
kelompoknya didepan kelas, sedangkan
aktivitas siswa yang mendapat skor
tertinggi disiklus III dengan nilai ratarata 3,2 dan 3,2 meningkat di siklus IV
menjadi 3,3 dan 3,4 aktivitas siswa
nomor 2 dan 5 yaitu membaca buku
siswa atau membaca LKS dan
mengajukan
atau
menanggapi
pertanyaan. Pada siklus IV dari 7 aspek
aktivitas siswa yang diobservasi telah
memperoleh nilai rata-rata yang
terkategori baik mendekati kategori
sangat baik. Karena peneliti sudah
mendapatkan nilai yang maksimal dan
memuaskan maka penelitian cukup
sampai di siklus IV. Secara keseluruhan
rata-rata aktivitas siswa meningkat dari
siklus I,II,III dan IV.
Untuk mendapatkan gambaran
rata-rata
aktivitas
siswa
selama
pembelajaran pada setiap siklus dapat
dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut.
Skor Rata-rata Aktivitas Siswa
4
3
2
1,91
2,41
3
3,4
1
0
siklus I
siklus II
siklus III
siklus IV
Gambar 2 Grafik Rata-Rata Aktivitas Siswa Setiap Siklus
Berdasarkan gambar 2 di atas,
diperoleh gambaran bahwa aktivitas
siswa dalam kegiatan pembelajaran
dengan
menggunakan
model
pembelajaran TPS pada materi atmosfer
cenderung mengalami peningkatan. Hal
ini ditunjukkan oleh skor rata-rata
aktivitas siswa pada siklus I sebesar
1,91, siklus II sebesar 2,41, siklus III
sebesar 3,0 dan siklus IV sebesar 3,4.
Gambaran aktivitas guru dalam
mengolah
pembelajaran
dengan
menggunakan model pembelajaran TPS
pada materi atmosfer yang diperoleh
Juraida, La Ode Nursalam
363
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
dengan menggunakan lembar observasi
aktivitas guru pada setiap siklus.
Sedangkan untuk gambaran peningkatan
skor rata-rata aktivitas guru selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung
dari siklus I, II, III dan IV dapat dilihat
pada gambar 3 berikut.
Skor Rata-rata Aktivitas Guru
4
3
1,9
2,6
3,2
3,8
2
1
0
siklus I
siklus II
siklus III
siklus IV
Gambar 3 Grafik Skor Rata-Rata Aktivitas Guru Pada Setiap Siklus
Berdasarkan
gambar
3
menunjukan
adanya
peningkatan
aktivitas guru yang signifikan, dimana
pada siklus I diperoleh rata-rata aktivitas
guru sebesar 1,9 yang berkategori
kurang, kemudian meningkat pada
siklus II diperoleh rata-rata aktivitas
guru sebesar 2,6 yang berkategori
cukup, selanjutnya siklus III di peroleh
rata-rata aktivitas guru sebesar 3,2 dan
siklus IV peroleh rata-rata aktivitas guru
sebesar 3,8 yang berkategori baik.
Dari hasil belajar geografi siswa
kelas X4 pada materi atmosfer diperoleh
dengan menggunakan tes hasil belajar
berupa soal uraian yang diberikan pada
setiap siklus I,II,III dan IV. Berdasarkan
analisis deskriptif terhadap hasil belajar
geografi siswa pada siklus tersebut,
diperoleh data seperti tertera tabel 2
sebagai berikut :
Tabel 2. Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa Secara Keseluruhan
No
Nilai
Siklus I
Siklus II
Siklus III
1
Maksimum
85
87
88
2
Minimum
42
47
58
3
Rata-rata
67,50
71,46
76,26
Berdasarkan tabel 4.4 terlihat
bahwa hasil belajar geografi siswa kelas
X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah
setelah diajar dengan menerapkan model
kooperatif
tipe
TPS
mengalami
peningkatan pada siklus I menuju siklus
II, III dan IV. Untuk lebih jelasnya
Siklus IV
94
68
82,76
mengenai gambaran aktivitas hasil
belajar siswa kelas X4 yang diajar
dengan menggunakan model kooperatif
tipe TPS dari siklus I menuju siklus II,
III dan IV dapat dilihat pada gambar 4
berikut:
Juraida, La Ode Nursalam
364
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
100
85
90
87
80
70
68
60
50
82,76
76,26
71,46
67,5
94
88
58
42
47
MINIMUM
40
MAKSIMUM
30
RATA-RATA
20
10
0
SIKLUS I
SIKLUS II
SIKLUS III
SIKLUS IV
Gambar 4 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Secara Keseluruhan.
Berdasarkan gambar 4 di atas
diperoleh bahwa hasil belajar siswa
kelas X4 pada materi atmosfer yang di
ajar dengan menggunakan model
kooperatif tipe TPS menunjukkan
peningkatan yang lebih baik dari setiap
siklusnya. Dapat dilihat pada siklus I
diperoleh nilai minimum sebesar 42
nilai rata-rata 67,50 dan nilai tertinggi
85, pada siklus II diperoleh nilai
minimum 47 nilai rata-rata 71,46 dan
nilai tertinggi 87, sedangkan pada siklus
III diperoleh nilai minimum 58 nilai
rata-rata 76,26 dan nilai tertinggi 88,
kemudian pada siklus IV diperoleh nilai
minimum 68 nilai rata-rata 82,76 dan
nilai
tertinggi
94.
Selanjutnya
berdasarkan analisis ketuntasan belajar
siswa pada setiap siklus diperoleh hasil
sebagaimana disajikan pada tabel 3
berikut.
Tabel 3 Persentase Ketuntasan Belajar
Kriteria ketuntasan
Tuntas
No
Jenis evaluasi
Frekuensi Persentase
(orang)
(%)
1
Siklus I
14
56
2
SiklusII
18
69
3
SiklusIII
19
73
4
Siklus IV
22
85
Belum tuntas
Frekuensi
(orang)
12
8
7
4
Persentase
(%)
44
31
27
15
Dari tabel diatas dapat dilihat
analisis ketuntasan belajar siswa dengan
gambar 5 dibawah ini:
Juraida, La Ode Nursalam
365
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
100%
85%
80%
60%
73%
69%
56%
44%
40%
Belum Tuntas
31%
27%
20%
Sudah Tuntas
15%
0%
siklus I
siklus II
siklus III
siklus IV
Gambar 5 Grafik Persentase Jumlah Siswa Yang Sudah Tuntas Dan Belum Tuntas
Belajar.
Dari gambar 4.4 tersebut terlihat
bahwa terjadi peningkatan persentase
ketuntasan belajar dari siklus I sampai
siklus IV, pada siklus I persentase
ketuntasan belajar sebesar 56% atau 14
orang siswa telah mencapai KKM akan
tetapi belum memenuhi ketuntasan
secara klasikal yang minimal 80%. Pada
siklus II persentase ketuntasan belajar
sebesar 69% atau 18 orang siswa telah
mencapai nilai KKM tetapi belum juga
memenuhi ketuntasan secara klasikal.
Pada siklus III persentase ketuntasan
belajar 73% atau 19 orang siswa telah
mencapai nilai KKM tetapi masih belum
juga memenuhi ketuntasan secara
klasikal. Pada siklus IV persentase
ketuntasan 85% atau 22 orang siswa
telah mencapai nilai KKM, dengan
demikian ketuntasan secara klasikal dari
penelitian tindakan kelas ini telah
terpenuhi yang berarti pula model
kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share)
dapat memecahkan masalah belajar
siswa kelas X4 SMAN 1 Mawasangka
Tengah.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
dalam
peneltian ini dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
Aktivitas belajar siswa denga
menerapkan
model
pembelajaran
kooperatif tipe TPS pada setiap siklus
cenderung
meningkat.
Hal
ini
ditunjukkan dengan skor rata-rata pada
setiap siklus, dimana siklusI skor ratarata aktivitas siswa adalah 1,91 yang
termasuk kategori kurang, meningkat
pada siklus II sebesar 2,41 yang
termasuk kategori cukup, kemudian
pada siklus III mengalami peningkatan
lagi sebesar 3,0 yang termasuk kategori
baik, dan meningkat lagi pada siklus IV
yaitu 3,40 yang termasuk pada kategori
baik mengarah ke sangat baik.
Aktivitas mengajar guru dengan
menerapkan
model
pembelajaran
kooperatif tipe TPS pada setiap siklus
cenderung
meningkat.
Hal
ini
ditunjukkan dengan skor rata-rata pada
setiap siklus, dimana siklusI skor ratarata aktivitas guru adalah 1,9 yang
termasuk kategori kurang, meningkat
pada siklus II sebesar 2,6 yang termasuk
kategori cukup, kemudian pada siklus
III meningkat lagi menjadi 3,2 karena
ingin mendapatkan hasil yang lebih
maksimal maka dilanjut pada siklus IV
yang mengalami peningkatan yang
sangat signifikan yaitu 3,8 yang
termasuk kategori baik mengarah sangat
baik.
Juraida, La Ode Nursalam
366
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Hasil belajar geografi siswa
kelas X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah
dapat ditingkatkan dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS
pada materi atmosfer. Dimana pada
siklus I yaitu diperoleh nilai terendah
42, nilai tertinggi 85, nilai rata-rata
67,50 dan ketuntasan belajar sebesar
56% yang mencapai KKM atau dari 26
siswa hanya 12 siswa yang memperoleh
nilai ≥ 70. Pada siklus II diperoleh nilai
terendah 47, nilai tertinggi 87, nilai ratarata 71,46, dan ketuntasan belajar
sebesar 69% yang mencapai KKM atau
dari 26 siswa hanya 18 siswa yang
memperoleh nilai ≥ 70. Pada siklus III
diperoleh nilai terendah 58, nilai
tertinggi 88, nilai rata-rata 76,26, dan
ketuntasan belajar sebesar 69% yang
mencapai KKM atau dari 26 siswa
hanya 18 siswa yang memperoleh nilai
≥ 70. Pada siklus IV diperoleh nilai
terendah 68, nilai tertinggi 94, nilai ratarata 82,76, pada siklus IV ini mengalami
peningkatan yaitu dari 26 orang siswa
ada 22 orang siswa yang memperoleh
nilai ≥ 70, dengan persentase ketuntasan
hasil belajar adalah 85%.
DAFTAR PUSTAKA
Ahiri, J., 2011. Evaluasi Pembelajaran
Dalam
Konteks
KTSP.
Humoniora. Bandung.
Arifin, 2003. Evaluasi Instruksional.
Remaja Rosda Karya, Bandung.
Aunurrahman. 2010. Belajar dan
Pembelajaran.
Bandung:
Alfabeta.
Eggen & Kauchak. 2012. Strategi Dan
Model Pembelajaran. Jakarta:PT
Indeks.
Febrian, W, K., 2012. Implementasi
Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pair Share Untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar
Akuntasi Siswa Kelas XI IPS 1
SMA Negeri 2 Wonosari Tahun
Ajaran
2011/2012.
Jurnal
Pendidikan Akuntasi Indonesia,
Vol. X, No. 2, Tahun 2012
ISSN:
2354-6441.
Diakses
Tanggal 2 April 2015.
Hamalik , Oemar.2008. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Sinar Grafita.
Hamalik, O., 2003. Pendekatan Baru
Strategi
Belajar
Mengajar
Berdasarkan CBSA. Sinar Baru,
Bandung.
Haryono, A., & Hakim, Suparlan. 2006.
Aku Warga Negara Indonesia.
Jakarta:PT Musi Perkasa Utama.
Ibrahim. M. Dkk, 2000. Belajar
Mengajar
Kooperatif.
Universitas Negeri Surabaya
Universitas Press. Surabaya.
Isjoni. 2012. Cooperative Learning (
Mengembangkan Kemampuan
Belajar
Kelompok).
Bandung:Alfbeta.
Ismail, 2002. Model-Model Belajar
Mengajar. Dirjen DikdasmenDepdiknas. Jakarta.
Lie,A. 2004. Cooperatif Learning.
Jakarta: Gramedia Widyaswara
Indonesia.
Nasrun. 2002. Pengajaran Yang Kreatif
dan Kreatif. Jakarta: Mancana
Jaya Cemerlang.
Roestiyah, 1999. Masalah-Masalah
Ilmu Keguruan. Bina Aksara.
Jakarta.
Suherman,
E.,
2003.
Strategi
Pembelajaran
Matematika
Kontemporer (Edisi revisi). UPI.
Bandung.
Syah, M.2008.Psikologi Pendidikan
Dalam
Pendekatan
Baru.
Jakarta: Rineka Cipta.
Trianto. 2009. Mendesain Model
Pembelajaran
InovatifProgresif. Surabaya: Remaja
Rosdakarya.
W.S.
Winkel.
2004.
Psikologi
Pengajaran. Yogyakarta: Media
Abadi
Juraida, La Ode Nursalam
Download