351 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI STUDI KASUS MATERI ATMOSFER PADA SISWA KELAS X4 SMA NEGERI 1 MAWASANGKA TENGAH Juraida 1, La Ode Nursalam2 1 Alumni Pendidikan Geografi FKIP UHO Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHO 2 Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk: mendeskripsikan aktivitas belajar siswa, aktivitas mengajar guru, dan mengetahui peningkatan hasil belajar geografi pada materi atmosfer kelas X4 di SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah. Prosedur penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut: perencanaan, perbaikan tindakan dan observasi, evaluasi, serta refleksi. Jenis penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitaif yang diperoleh dari lembar observasi dan tes hasil belajar. Berdasarkan analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: 1) aktivitas siswa dengan penerapan model cooperative learning tipe TPS pada setiap siklus ditunjukkan dengan skor rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 1,78 (kurang), pada siklus II yaitu 2,41 (cukup), pada siklus III sebesar 3,0 (baik), dan siklus IV menjadi 3,40 (sangat baik); 2) aktivitas mengajar guru dengan model cooperatif learning tipe TPS ditunjukkan dengan skor ratarata pada setiap siklus, dimana pada siklus I skor rata-rata aktivitas guru adalah 1,9 (kurang), siklus II sebesar 2,6 (cukup), siklus III sebesar 3,2 (baik) dan siklus IV sebesar 3,8 (sangat baik). 3) Tejadi peningkatan hasil belajar geografi kelas X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah dari siklus I, siklus II,siklus III, ke siklus IV. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan hasil belajar geografi dikelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah. Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif, Think-Pair-Share, Atmosfer, Hasil Belajar PENDAHULUAN Meningkatkan mutu pendidikan bangsa Indonesia merupakan salah satu upaya mencapai tujuan utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga dibutuhkan manusia yang bermanfaat, yaitu manusia yang tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan akan tetapi mempunyai kemampuan untuk berpikir rasional, kritis dan kreatif. Sikap kritis dan cara ingin maju merupakan sifat ilmiah yang dimiliki oleh manusia. Sifat ini menjadi motivator bagi seseorang untuk terus menambah ilmu pengetahuan. Pendidikan dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dimasyarakat, bangsa dan negara. Salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini yaitu masih rendahnya mutu pendidikan khususnya prestasi belajar siswa pada setiap mata pelajaran. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu upaya berkenaan dengan perbaikan kualitas pembelajaran adalah dengan Juraida, La Ode Nursalam 352 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 melakukan perubahan terhadap model pembelajaran guru. Guru sangat berperan penting dalam perbaikan proses pengajaran. Guru sepatutnya mampu mencari strategi yang dipandang dapat membelajarkan siswa melalui proses pengajaran yang dilaksanakan agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara efektif dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Dengan adanya perencanaan yang baik, akan mendukung keberhasilan pengajaran. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumberdaya pendidikan, guru merupakan sumberdaya manusia yang harus dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep yang dipahami. Dalam proses pembelajaran, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi pokok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas (Febrian. 2012: 43). Berdasarkan hasil observasi awal terhadap guru geografi kelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah pada tanggal 4 November 2015 diketahui bahwa model pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah selama ini adalah pengajaran konvensional. Pembelajaran yang dimaksud di sini adalah pembelajaran yang masih berpusat pada guru kemudian memberikan soal (penugasan) kepada siswa dengan materi terbatas. Hal ini mengakibatkan minat atau perhatian dan aktivitas siswa kurang, serta muncul anggapan bahwa pelajaran geografi itu tidak semudah yang dipikirkan. Akibatnya, berpengaruh pada hasil belajar yang bisa ditetapkan di sekolah belum mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), khususnya untuk materi atmosfer tergolong rendah. Hal ini, dapat dilihat pada presentase ketuntasan belajar hanya mencapai 48% dimana nilai rata-rata hasil ulangan harian siswa kelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah pada semester ganjil tahun 2015/2016 ditunjukan dengan rata-rata 65 dari 27 siswa terdapat 13 siswa atau 48% yang belum mencapai KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 70 (tujuh puluh) untuk mata pelajaran geografi. Atas dasar itulah maka peneliti melakukan penelitian tentang : “Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think-Pair-Share) Pada Materi Atmosfer Siswa Kelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah. Pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran ini pada dasarnya diawali dengan sebuah permasalahan. Dari permasalahan tersebut kemudian siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah dengan cara berpikir sendiri (think). Hasilnya kemudian diselesaikan secara berpasangan (pair) dan selanjutnya dipecahkan masalahnya secara bersama-sama dalam satu kelas (share). Dengan penerapan model pembelajaran seperti ini, diharapkan dapat menjadi sarana berlatih diskusi kelompok, saling menghargai pendapat dalam diskusi dan dapat membangun kebersamaan dalam memecahkan masalah pembelajaran, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar. Juraida, La Ode Nursalam 353 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 Menurut Hamalik (2008 : 30) belajar merupakan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh untuk mencapai tujuan. Bukti bahwa seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan yang menyangkut aspekaspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu(Abdillah dalam Aunurrahman 2010 : 35). Syah (2008 : 89), memberi pengertian bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya. Pada kegiatan belajar mengajar, keduanya (guru dan murid) saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan belajar mengajar harus merupakan aktivitas yang hidup, syarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan (Fathurrohman, 2007 : 9). Menurut Roestiyah (1999:1819) mengajar bukanlah tugas yang ringan bagi seorang guru. Dalam mengajar guru berhadapan dengan sekelompok murid, mereka adalah makhluk hidup yang memerlukan bimbingan dan pembinaan untuk menuju kedewasaan. Murid setelah mengalami proses pendidikan dan pengajaran diharapkan telah menjadi manusia dewasa yang sadar tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat dan kepada Tuhan Yang Esa, manusia yang dapat berwiswasta, berprikebadian, bermoral, dan mandiri. Winkel (2004:39) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, dimana belajar mengarah kepada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai penerima pelajaran (siswa), sedangkan mengajar mengarah kepada apa yang dilakukan oleh seorang guru yang menjadi pengajar. Jadi, belajar mengajar merupakan proses interaksi antara guru dan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Menurut Haryono & Hakim (2006:23), hasil pembelajaran adalah kebulatan tingkah laku, jika usaha peserta didik telah menghasilkan pola tingkah laku yang diharapkan, maka proses belajar dapat mencapai titik akhir untuk sementara waktu. Bersamaan dengan itu, terdapat proses pengiring yang tanpa tingkah laku tambahan sehingga menjadi suatu kesatuan yang bersifat menyeluruh. Dengan kata lain, dampak pembelajaran pasti akan disertai dengan dampak pengiringnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Oleh sebab itu, dalam penilaian hasil belajar peranan tujuan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dengan tingkah Juraida, La Ode Nursalam 354 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 laku yang diinginkan di kuasai siswa menjadi unsur penting menjadi dasar dan acuan penilaian. Penilaian proses belajar yang dimaksud adalah memberi nilai terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar sehingga berkaitan satu sama lain, sebab hasil merupakan akibat dari proses (Sudjana, 2008 : 3). Nasrun (2002:21) secara umum hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu hasil pekerjaan yang telah dicapai dengan usaha atau diperoleh dengan jalan keuletan bekerja yang dapat di ukur dengan alat ukur yang disebut tes. Hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami proses belajar mengajar, dimana untuk mengungkapkan biasanya menggunakan suatu alat penilaian yang dibuat oleh guru, seperti tes evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk memahami dan mengerti pelajaran yang diberikan (Arifin, 2003 : 47). Menurut Benyamin S.Bloom (1987) dalam Ahiri (2011 : 20) hasil belajar dikelompokan atas tiga aspek, yaitu (1). Aspek kognitif berhubungan dengan perubahan pengetahuan, (2). Aspek afektif berhubunga dengan perkembangan atau perubahan sikap, (3). Aspek psikomotorik berhubungan dengan penguasaan keterampilan motorik. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya (Hamalik, 2003 : 5). Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil dari proses belajar yang dilakukan dengan keuletan dan kerja keras yang diukur melalui tes dan menghasilkan perubahan tingkah laku dari yang kurang baik menjadi baik dan dari tidak tahu menjadi tahu. Menurut Isjonni (2012 : 17), cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim, istilah cooperative learning dalam pengertian bahasa Indonesia dikenal dengan nama pembelajaran kooperative learning adalah pengelompokkan siswa kedalam kelompok-kelompok kecil agar siswa dapat saling bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Menurut Ismail (2002 : 3) model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama siswa dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan dan hadiah. Para siswa dibagi dalam kelompokkelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah. Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar, serta pembelajaran kooperatif merupakan lingkungan belajar dimana siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang kemampuannya berbeda-beda untuk menyelesaikan tugas. Menurut Suherman (2003 : 260) pembelajaran kooperatif menekankan Juraida, La Ode Nursalam 355 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesama sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas. Menurut Suherman (2003 : 260) ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal tersebut meliputi: Pertama, para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai. Kedua, para siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu. Ketiga, untuk mencapai hasil yang maksimum, para siswa yang tergabung dalam kelompokm itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. (3) Bila mana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbedabeda. (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. Tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) Hasil belajar akademik, (2) Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu memahami konsep yang sulit. (3) Penerimaan terhadap perbedaan individu. Efek penting yang kedua adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan. Model pembelajaran kooperatif bertujuan megajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Menurut Kagan (1994) dalam Eggen & Kauchak (2012 : 134) Thinkpair-share adalah strategi kerja kelompok yang meminta siswa individual didalam pasangan belajar untuk pertama-tama menjawab pertanyaan dari guru dan kemudian berbagi jawaban itu dengan seorang rekan. Strategi ini efektif saat disisipkan di dalam pengajaran kelompok-utuh yang dibimbing guru. Misalnya, andaikan anda seorang guru sejarah dunia yang membahas revolusi Rusia atau Bolshevik. Anda mungkin berkata, “sebutkan dua faktor atau peristiwa dalam revolusi rusia atau bolshevik, dimulai pada 1917, yang sama dengan revolusi prancis, yang dimulai pada 1789.” Kemudian, ketimbang memanggil seseorang untuk menjawab, anda akan membuat pertanyataan seperti,” berpalinglah kepada rekan kalian, cari tahu pendapat kalian, dan kita akan membahas jawaban-jawaban kalian tak lama lagi.” Anda kemudian akan meminta perwakilan individu dari sejumlah pasangan untuk berbagi pemikiran mereka dengan seluruh kelas. Think-pair-share bisa efektif untuk tiga alasan: (1) Strategi ini mengundang respons dari semua orang di dalam dan menempatkan semua siswa ke dalam peran-peran yang akitf secara kognitif. (2) Karena setiap anggota dari pasangan diharapkan untul berpartisipasi, strategi ini mengurangi kecenderungan “penumpang gratis,” yang bisa menjadi masalah saat menggunakan kerja kelompok. (3) Strategi ini mudah direncanakan dan diterapkan. Menurut Arends dalam Trinto (2009 : 61) menyatakan bahwa thinkpair-share (TPS) merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasu atau Juraida, La Ode Nursalam 356 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share (TPS) dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Ibrahim (2000 : 26-27) mengemukakan langkah-langkah pelaksanaan model kooperatif tipe thinkpair-share, yaitu: (1) Thingking (berpikir); pada tahap ini guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau masalah tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. (2) Pairing (berpasangan); pada tahap ini siswa dipasangkan dengan siswa lain untuk mendiskusikan jawaban yang telah mereka pikirkan pada tahap pertama. Interaksi ini diharapkan dapat saling berbagi jawaban sehingga diperoleh jawaban sebagai hasil diskusi dari pasangan tersebut. (3) Sharing (berbagi); pada tahap ini, guru meminta kepada pasangan lain untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Menurut Lie (2004 : 46) pembentukan kelompok berpasangan terdapat beberapa kelebihan dan juga kekurangannya. Berikut ini kelebihan dari kelompok berpasangan sebagai berikut: meningkatkan partisipasi siswa, cocok untuk tugas sederhana, lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih mudah, dan lebih muda dan cepat membentuknya. Sedangkan kekurangannya antara lain: (1) Banyak kelompok yang melaporkan dan perlu dimonitor, (2) Lebih sedikit ide yang muncul. (3) Jika ada perselisihan, tidak ada penengah Secara rinci dijelaskan keberhasilan belajar kooperatif tampaknya juga dipengaruhi bagaimana ciri-ciri guru yang berhasil atau guru yang efektif. Langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran kooperatif tipe think pair share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai utama sebagai ciri khas yaitu think pair share. Kelima tahapan pembelajaran dalam model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Tahap Pembelajaran Think Pair Share Tahap Aktivitas guru Aktivitas siswa Tahap pendahuluanGuru menyampaikan materi, Siswa menyimak informasi yang indikator dan tujuan diberikan guru. pembelajaran, memberi motivasi apersepsi, serta menyampaikan model pembelajaran yang akan diterapkan. Tahap think Guru memberikan materi secara Siswa menjawab pertanyaan atau (berpikir) singkat kemudian mengajukan masalah tersebut secara mandiri pertanyaan masalah berupa LKS untuk beberapa saat. yang berhubungan dengan materi pelajaran. Tahap pair Guru meminta siswa berpasangan Siswa duduk berpasangan, saling (berpasangan) dengan siswa lain, kemudian berbagi jawaban dan bertukar mendiskusikan jawaban yang pendapat sehingga diperoleh telah mereka pikirkan pada satu jawaban sebagai hasil Juraida, La Ode Nursalam 357 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 Tahap share (berbagi) Tahap penutup tahap pertama. diskusi pasangan tersebut. Guru meminta kepada berpasangan Siswa secara berpasangan untuk berbagi dengan seluruh menampilkan jawabannya di kelas tentang apa yang telah depan kelas dan mereka diskusikan dan kelompok/pasangan lainnya membimbing jalannya diskusi. menanggapi jawaban tersebut. Sekitar seperempat dari jumlah seluruh pasangan melaporkan hasil diskusi mereka secara bergiliran. Guru menyimpulkan materi Siswa menyimpulkan materi pembelajaran dan membimbing pembelajaran dan merangkum siswa untuk merangkum materi materi yang telah dipelajari yang telah dipelajari kemudian kemudian mencatat PR yang memberikan PR. diberikan Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai: (1) Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru. (2) Peserta didik diminta untuk berpasangan dengan teman sebelahnya (dalam kelompok terdiri atas dua orang) dan menguturakan hasil pemikiran masingmasing. (2) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. (3) Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan oleh peserta didik. (4) Guru memberi kesimpulan. (5) Penutup. Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TPS yan dikemukakan diatas, benar-benar sangat sistematis karena dimulai dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban atas permasalahan/tugas yang diberikan oleh guru, kemudian setiap siswa dipasangkan dengan temannya untuk mendiskusikan jawaban mereka masingmasing, setelah itu setiap pasangan dalam kelompok sharing dengan kelompok lain. Dengan demikian dimungkinkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan/tugas yang diberikan oleh guru, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar. Atmosfer merupakan lapisan udara yang menyelubungi bumi. Atmosfer terdiri dari berbagai macam gas, ketebalan atmosfer mencapai 10.000 km dari permukaan laut. Makin tinggi, lapisan udara makin tipis dan kering. Susunan udara terdiri dari nitrogen (78,08%), oksigen (21%), dan karbon dioksida (0,03%). Gas-gas yang terkandung pada atmosfer berpengaruh terhadap kehidupan di bumi, seperti berikut: (1) Nitrogen (N2) dalam atmosfer sukar bersenyawa dengan unsur lain. Dalam jumlah kecil, nitrogen bermanfaat bagi tumbuh-tumbuhan. (2) Oksigen (O2) sifatnya aktif bersenyawa dengan unsur lain dalam proses oksida. Manfaat oksigen pada makhluk hidup yaitu untuk mengubah makanan menjadi energi. (3) Karbondioksida (CO2), manfaatnya adalah: (a) Mengabsorbsi pancaran panas matahari. (b) Sebagai bahan baku untuk membuat karbohidrat dalam proses fotosintesis. Secara umum lapisan udara yang menyelubungi planet bumi, meliputi: troposfer, stratosfer, mesosfer, dan termosfer. Cuaca merupakan gambaran fisik atmosfer pada suatu tempat dalam kurun waktu yang relatif singkat (24 Juraida, La Ode Nursalam 358 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 jam). Perbedaan keadaan cuaca disebabkan oleh adanya perbedaan dan perubahan unsur-unsur cuaca seperti temperatur, tekanan, kelembapan udara, awan, angin, atau hujan yang terjadi di atmosfer. Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu daerah dalam kurun waktu yang relatif lama (10-30 tahun). Keadaan cuaca maupun iklim pada suatu daerah merupakan hasil pengukuran dan pengamatan berbagai unsur cuaca iklim seperti suhu udara, temperatur udara, tekanan udara, angin, kelembapan udara, awan, hujan dan faktor-faktor lainnya. Suhu udara adalah keadaaan panas yang disebabkan oleh pemanasan matahari. Banyak sedikitnya panas matahari yang diterima oleh bumi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: keadaan awan, keadaan bidang permukaan, dan sudut sinar datang, dan lamanya penyinaran matahari Kombinasi dari faktor diatas menyebabkan perbedaan suhu yang diterima permukaan bumi dan akibatnya menyebabkan perbedaan suhu udara diatasnya. Makin lama matahari memancarkan sinarnya di suatu daerah, makin banyak panas yang diterima bagian bumi itu. Di daerah lintang pertengahan, panjang siang hari pada musim panas lebih panjang daripada musim dingin. Kemiringan matahari, atau dalam hal ini sudut datang cahaya matahari, mempengaruhi pemanasan permukaan bumi. Jika cahaya matahari datang ke permukaan bumi secara tegak lurus, maka luas daerah yang terkena cahaya matahari relatif kecil, tetapi intensitasnyan besar. Sedangkan jika cahaya matahari datang relatif besar, tetapi intensitasnya kecil. Pemanasan udara didapat melalui dua proses berikut: (1) Pemanasan secara langsung melalui proses absorbsi. Refleksi, dan difusi. (2) Pemanasan secara tidak langsung melalui proses konduksi, konveksi, adveksi dan turbulensi. Temperatur udara adalah derajat panas dari udara yang diukur dengan termometer dan dinyatakan dalam satuan derajat celcius atau fahrenheit. Temperatur udara diukur selama 24 jam. Namun demikian, dalam berita cuaca, hanya berita temperatur makismum dan temperatur minimum yang disampaikan atau diberitakan. Temperatur maksimum umumnya terjadi setelah tengah hari (kira-kira pukul 14.00). Adapun temperatur minimum terjadi dini hari sekitar pukul 04.00. Perubahan temperatur berkaitan erat dengan proses pertukaran penerimaan panas dari radiasi matahari yang terjadi di atmosfer. Perubahan temperatur yang di ukur dari waktu ke waktu selama satu hari disebut jalannya temperatur harian. Adapun keadaan rata-rata temperatur selama satu hari disebut temperatur harian. Keadaan temperatur harian selama satu bulan selanjutnya dijadikan untuk memperhatikan keadaan temperatur bulanan. Temperatur bulanan adalah temperatur rata-rata selama satu bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut. Perubahan tersebut bulanan dalam waktu satu tahun yang terjadi karena pergeseran matahari disebut jalannya temperatur tahunan. Temperatur tahunan adalah temperatur rata-rata selama satu tahun yang dihitung dari jumlah temperatur harian dalam satu tahun dibagi jumlah dari halaman tersebut. Namun demikian, dalam pelaksanaanya biasanya dipakai jumlah dari temperatur bulanan dalam satu tahun dibagi 12 bulan. Tekanan udara merupakan gaya berat yang ditimbulkan oleh bobot udara pada bidang datar seluas 1 cm2. Untuk mengukur tekanan udara digunakan alat yang dinamakan barometer. Hasil Juraida, La Ode Nursalam 359 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 pengukuran tekanan udara dinyatakan dalam satuan Atmosfer (atm) atau Milibar (mb). Tekanan udara dipengaruhi oleh kerapatan udara itu sendiri. Tekanan udara berubah dan berbeda menurut tempat, ketinggian, dan waktu. Tekanan udara akan berkurang sebesar 1 mmHg setiap ketinggian naik 11 m, atau tekanan udara akan berkurang sebesar 1 mb setiap naik 8 m. Kelembapan udara (humidity) adalah jumlah uap air yang dikandung oleh udara pada waktu dan tempat tertentu. Semua uap air yang terdapat di atmosfer terjadi karena adanya proses penguapan terhadap badan air dipermukaan bumi. Kelembapan udara di ukur dengan alat yang dinamakan higrometer atau psychrometer. Kelembapan udara dapat dinyatakan dengan beberapa cara berikut: (1) Kelembapan absolut, menyatakan jumlah air yang dikandung udara dalam setiap 1 m3 udara (kelembapan absolut = gram/1m3). (2) Kelembapan spesifik, menyatakan jumlah uap air yang dikandung udara dalam setiap 1 kg udara (kelembapan spesifik = gram/1 kg). (3) Kelembapan relatif, yaitu perbandingan dalam persen (%) antara jumlah uap yang ada dengan jumlah uap air maksimum yang dapat dikandung udara pada temperatur yang sama. Awan merupakan kumpulan air yang melayang-layang di atmosfer. Awan terjadi karena adanya kondensasi (pengembunan) dari uap air yang terdapat di udara karena udara telah jenuh (kelembapan udara relatifnya mencapai 100%). Temperatur dalam ini dinamakan titik embun. Awan terjadi karena uap air dipaksa naik ke atas dan mengalami penurunan temperatur. Penurunana tersebut dapat disebabkan oleh: (1) Massa udara yang dipaksa mendaki pegunungan. (2) Turunnya temperatur pada sore hari. (3) Pertemuan massa udara panas dan massa udara dingin. (4) Massa udara naik secara vertikal. Awan mempunyai berbagai bentuk. Namun demikian, secara umum, bentuk dasar awan terdiri atas tiga jenis, sirrus, kumulus, dan stratus. Awan sirrus (cirrus), yaitu awan tipis halus seperti kapas, biasanya sangat tinggi dan terbentuk dari kristal-kristal es. Awan kumulus (cumulus), yaitu awan yang bergumpal-gumpal (bertumpuk-tumpuk) seperti bulu domba. Awan stratus, yaitu awan berlapis-lapis sangat tebal dan berwarna kelabu. Hasil belajar siswa merupakan salah satu indikator dari perubahan pada diri siswa setelah mengalami proses belajar mengajar. Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi pula oleh beberapa faktor, baik yang bersifat internal (berasal dari dalam diri siswa itu sendiri) maupun faktor yang bersifat eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa). Salah satu faktor penunjang peningkatan hasil belajar siswa adalah guru sebagai tenaga pengajar. Oleh karena itu, guru sangat berpengaruh terhadap poses belajar mengajar dalam kelas. Keberhasilan proses belajar mengajar dalam kelas dapat pula ditunjang dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru harus mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan kepada siswanya, maka dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat akan menghasilkan proses belajar yang berkualitas agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Gambaran proses belajar mengajar yang dilakukan guru bidang studi geografi di SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah kelas X4 khususnya pada materi atmosfer biasanya melakukan pembelajaran konvensional. Penerapan model ini siswa tidak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk aktif Juraida, La Ode Nursalam 360 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 mengontruksikan pengetahuannya. Hal ini disebabkan guru kurang terampil dalam menerapkan model dan strategi pembelajaran, kegiatan pembelajaran lebih terpusat pada guru, masih menggunakan model pembelajaran konvensional dan rata-rata hasil belajar siswa rendah. Berdasarkan hal tersebut peneliti memilih model pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh guru, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa dituntut untuk memikirkan masalah yang telah diberikan kemudian berpasangan dengan temannya untuk saling berbagi pengetahuan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap bulan April sampai Mei pada materi atmosfer kelas X4 tahun ajaran 2015/2016 di SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah. Adapun subyek penelitian ini adalah siswa kelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka Tengah berjumlah 26 orang terdiri dari laki-laki 8 dan 18 orang perempuan. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah : Faktor siswa dan Fakor guru.Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan sebanyak empat siklus dengan tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai pada faktor-faktor yang diteliti. Desain model penelitian tindakan kelas (PTK) ini terdiri atas 4 (empat) tahap, yakni : perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen pengumpulan data yaitu : Tes hasil belajar dan Lembar observasi Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan gambaran peningkatan hasil belajar geografi yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan melalui tes tertulis pada setiap siklus. HASIL PENELITIAN Data mengenai aktivitas siswa kelas X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah selama pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada materi pokok pembahasan geografi yang di peroleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dengan cara memberikan skor keterlaksanaan pada setiap aspek aktivitas dapat dilihat pada gambar 1 berikut. Juraida, La Ode Nursalam 361 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 Aktivitas Siswa 4 3 2 3,4 3,3 3,3 3,4 3,2 3,1 3,1 3,2 2,5 2,5 2 2,4 1,9 1,9 2,3 2 3,5 3,1 2,4 1,9 3,23,2 2,4 2,1 3,23,3 2,32,5 1 0 1 2 3 siklus 1 4 siklus 2 5 siklus 3 6 7 siklus 4 Gambar 1. Grafik Skor Rata-Rata Aktivitas Siswa Pada Setiap Siklus Selama Kegiatan Pembelajaran Untuk Setiap Satuan Aktivitas. Keterangan gambar: 1. Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 2. Membaca buku siswa dan membaca LKS. 3. Mampu mengungkapkan pemikiran tentang materi-materi yang diajarkan. 4. Berdiskusi dalam kelompok belajar dan mengerjakan LKS. 5. Mengajukan atau menanggapi pertanyaan. 6. Menghargai atau menerima pendapat. 7. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi didepan kelas. Berdasarkan gambar 1 tentang aktivitas siswa tersebut, diperoleh gambaran aktivitas siswa dari tiap siklus. Pada siklus I aktivitas siswa yang mendapat skor terendah dengan nilai rata-rata sebesar 1,8 adalah aktivitas nomor 6 Menghargai atau menerima pendapat, sedangkan skor tertinggi dengan nilai rata-rata 2,0 adalah aktivitas siswa nomor 1 dan 7 yaitu mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru dan Mempresentasikan hasil kerja kelompoknya didepan kelas. Berdasarkan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 1,91 yang termasuk dalam kategori kurang. Maka kegiatan aktivitas siswa perlu diperbaiki karena masih ada komponenkomponen yang kurang baik dalam pelaksanaannya. Dalam hal ini penelitian masih dilanjutkan pada siklus berikutnya dan diharapkan pada siklus berikutnya dapat meminimalisir kekurangan-kekurangan pada siklus I. Pada siklus II, aktivitas siswa yang mendapat skor terendah di siklus I dengan nilai 1,8 meningkat di siklus II menjadi 2,5 adalah aktivitas nomor 5 yaitu mengajukan atau menanggapi pertanyaan, sedangkan aktivitas siswa yang mendapat skor tertinggi di siklus I sebesar 2,0 pada aspek 1 dan 7 meningkat disiklus II menjadi 2,5 aspek mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru dan 2,4 mempresentasikan hasil kerja kelompoknya didepan kelas. Pada siklus II dari 7 aspek aktivitas siswa yang diobservasi masih memperoleh nilai rata-rata yang terkategori cukup sehingga masih dilanjutkan pada siklus III. Juraida, La Ode Nursalam 362 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 Pada siklus III, aktivitas siswa yang mendapat skor terendah di siklus II yaitu 2,3 meningkat menjadi 2,9 adalah aktivitas nomor 5 yaitu mengajukan atau menanggapi pertanyaan, sedangkan aktivitas siswa yang mendapat skor tertinggi disiklus II dengan nilai ratarata 2,5 dan 2,5 meningkat di siklus III menjadi 3,1 dan 3,2 aktivitas siswa nomor 1 dan 2 yaitu mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru dan membaca buku siswa atau membaca LKS. Pada siklus III dari 7 aspek aktivitas siswa yang diobservasi telah memperoleh nilai ratarata yang terkategori baik. Karena pada awal perencanaan peneliti ingin mendapatkan nilai rata-rata yang terkategori sangat baik atau kategori baik mendekati kategori sangat baik dan pada siklus III ini peneliti belum mendapatkan nilai yang memuaskan maka pada siklus III masih dilanjutkan pada siklus berikutnya yaitu siklus IV. Pada siklus IV, aktivitas siswa yang mendapat skor terendah di siklus III yaitu 2,8 dan meningkat menjadi 3,3 adalah aktivitas nomor 7 yaitu Mempresentasikan hasil kerja kelompoknya didepan kelas, sedangkan aktivitas siswa yang mendapat skor tertinggi disiklus III dengan nilai ratarata 3,2 dan 3,2 meningkat di siklus IV menjadi 3,3 dan 3,4 aktivitas siswa nomor 2 dan 5 yaitu membaca buku siswa atau membaca LKS dan mengajukan atau menanggapi pertanyaan. Pada siklus IV dari 7 aspek aktivitas siswa yang diobservasi telah memperoleh nilai rata-rata yang terkategori baik mendekati kategori sangat baik. Karena peneliti sudah mendapatkan nilai yang maksimal dan memuaskan maka penelitian cukup sampai di siklus IV. Secara keseluruhan rata-rata aktivitas siswa meningkat dari siklus I,II,III dan IV. Untuk mendapatkan gambaran rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran pada setiap siklus dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut. Skor Rata-rata Aktivitas Siswa 4 3 2 1,91 2,41 3 3,4 1 0 siklus I siklus II siklus III siklus IV Gambar 2 Grafik Rata-Rata Aktivitas Siswa Setiap Siklus Berdasarkan gambar 2 di atas, diperoleh gambaran bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TPS pada materi atmosfer cenderung mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 1,91, siklus II sebesar 2,41, siklus III sebesar 3,0 dan siklus IV sebesar 3,4. Gambaran aktivitas guru dalam mengolah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TPS pada materi atmosfer yang diperoleh Juraida, La Ode Nursalam 363 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 dengan menggunakan lembar observasi aktivitas guru pada setiap siklus. Sedangkan untuk gambaran peningkatan skor rata-rata aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dari siklus I, II, III dan IV dapat dilihat pada gambar 3 berikut. Skor Rata-rata Aktivitas Guru 4 3 1,9 2,6 3,2 3,8 2 1 0 siklus I siklus II siklus III siklus IV Gambar 3 Grafik Skor Rata-Rata Aktivitas Guru Pada Setiap Siklus Berdasarkan gambar 3 menunjukan adanya peningkatan aktivitas guru yang signifikan, dimana pada siklus I diperoleh rata-rata aktivitas guru sebesar 1,9 yang berkategori kurang, kemudian meningkat pada siklus II diperoleh rata-rata aktivitas guru sebesar 2,6 yang berkategori cukup, selanjutnya siklus III di peroleh rata-rata aktivitas guru sebesar 3,2 dan siklus IV peroleh rata-rata aktivitas guru sebesar 3,8 yang berkategori baik. Dari hasil belajar geografi siswa kelas X4 pada materi atmosfer diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar berupa soal uraian yang diberikan pada setiap siklus I,II,III dan IV. Berdasarkan analisis deskriptif terhadap hasil belajar geografi siswa pada siklus tersebut, diperoleh data seperti tertera tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa Secara Keseluruhan No Nilai Siklus I Siklus II Siklus III 1 Maksimum 85 87 88 2 Minimum 42 47 58 3 Rata-rata 67,50 71,46 76,26 Berdasarkan tabel 4.4 terlihat bahwa hasil belajar geografi siswa kelas X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah setelah diajar dengan menerapkan model kooperatif tipe TPS mengalami peningkatan pada siklus I menuju siklus II, III dan IV. Untuk lebih jelasnya Siklus IV 94 68 82,76 mengenai gambaran aktivitas hasil belajar siswa kelas X4 yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe TPS dari siklus I menuju siklus II, III dan IV dapat dilihat pada gambar 4 berikut: Juraida, La Ode Nursalam 364 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 100 85 90 87 80 70 68 60 50 82,76 76,26 71,46 67,5 94 88 58 42 47 MINIMUM 40 MAKSIMUM 30 RATA-RATA 20 10 0 SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III SIKLUS IV Gambar 4 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Secara Keseluruhan. Berdasarkan gambar 4 di atas diperoleh bahwa hasil belajar siswa kelas X4 pada materi atmosfer yang di ajar dengan menggunakan model kooperatif tipe TPS menunjukkan peningkatan yang lebih baik dari setiap siklusnya. Dapat dilihat pada siklus I diperoleh nilai minimum sebesar 42 nilai rata-rata 67,50 dan nilai tertinggi 85, pada siklus II diperoleh nilai minimum 47 nilai rata-rata 71,46 dan nilai tertinggi 87, sedangkan pada siklus III diperoleh nilai minimum 58 nilai rata-rata 76,26 dan nilai tertinggi 88, kemudian pada siklus IV diperoleh nilai minimum 68 nilai rata-rata 82,76 dan nilai tertinggi 94. Selanjutnya berdasarkan analisis ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus diperoleh hasil sebagaimana disajikan pada tabel 3 berikut. Tabel 3 Persentase Ketuntasan Belajar Kriteria ketuntasan Tuntas No Jenis evaluasi Frekuensi Persentase (orang) (%) 1 Siklus I 14 56 2 SiklusII 18 69 3 SiklusIII 19 73 4 Siklus IV 22 85 Belum tuntas Frekuensi (orang) 12 8 7 4 Persentase (%) 44 31 27 15 Dari tabel diatas dapat dilihat analisis ketuntasan belajar siswa dengan gambar 5 dibawah ini: Juraida, La Ode Nursalam 365 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 100% 85% 80% 60% 73% 69% 56% 44% 40% Belum Tuntas 31% 27% 20% Sudah Tuntas 15% 0% siklus I siklus II siklus III siklus IV Gambar 5 Grafik Persentase Jumlah Siswa Yang Sudah Tuntas Dan Belum Tuntas Belajar. Dari gambar 4.4 tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan persentase ketuntasan belajar dari siklus I sampai siklus IV, pada siklus I persentase ketuntasan belajar sebesar 56% atau 14 orang siswa telah mencapai KKM akan tetapi belum memenuhi ketuntasan secara klasikal yang minimal 80%. Pada siklus II persentase ketuntasan belajar sebesar 69% atau 18 orang siswa telah mencapai nilai KKM tetapi belum juga memenuhi ketuntasan secara klasikal. Pada siklus III persentase ketuntasan belajar 73% atau 19 orang siswa telah mencapai nilai KKM tetapi masih belum juga memenuhi ketuntasan secara klasikal. Pada siklus IV persentase ketuntasan 85% atau 22 orang siswa telah mencapai nilai KKM, dengan demikian ketuntasan secara klasikal dari penelitian tindakan kelas ini telah terpenuhi yang berarti pula model kooperatif tipe TPS (Think-Pair-Share) dapat memecahkan masalah belajar siswa kelas X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dalam peneltian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : Aktivitas belajar siswa denga menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada setiap siklus cenderung meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan skor rata-rata pada setiap siklus, dimana siklusI skor ratarata aktivitas siswa adalah 1,91 yang termasuk kategori kurang, meningkat pada siklus II sebesar 2,41 yang termasuk kategori cukup, kemudian pada siklus III mengalami peningkatan lagi sebesar 3,0 yang termasuk kategori baik, dan meningkat lagi pada siklus IV yaitu 3,40 yang termasuk pada kategori baik mengarah ke sangat baik. Aktivitas mengajar guru dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada setiap siklus cenderung meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan skor rata-rata pada setiap siklus, dimana siklusI skor ratarata aktivitas guru adalah 1,9 yang termasuk kategori kurang, meningkat pada siklus II sebesar 2,6 yang termasuk kategori cukup, kemudian pada siklus III meningkat lagi menjadi 3,2 karena ingin mendapatkan hasil yang lebih maksimal maka dilanjut pada siklus IV yang mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu 3,8 yang termasuk kategori baik mengarah sangat baik. Juraida, La Ode Nursalam 366 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016 Hasil belajar geografi siswa kelas X4 SMAN 1 Mawasangka Tengah dapat ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi atmosfer. Dimana pada siklus I yaitu diperoleh nilai terendah 42, nilai tertinggi 85, nilai rata-rata 67,50 dan ketuntasan belajar sebesar 56% yang mencapai KKM atau dari 26 siswa hanya 12 siswa yang memperoleh nilai ≥ 70. Pada siklus II diperoleh nilai terendah 47, nilai tertinggi 87, nilai ratarata 71,46, dan ketuntasan belajar sebesar 69% yang mencapai KKM atau dari 26 siswa hanya 18 siswa yang memperoleh nilai ≥ 70. Pada siklus III diperoleh nilai terendah 58, nilai tertinggi 88, nilai rata-rata 76,26, dan ketuntasan belajar sebesar 69% yang mencapai KKM atau dari 26 siswa hanya 18 siswa yang memperoleh nilai ≥ 70. Pada siklus IV diperoleh nilai terendah 68, nilai tertinggi 94, nilai ratarata 82,76, pada siklus IV ini mengalami peningkatan yaitu dari 26 orang siswa ada 22 orang siswa yang memperoleh nilai ≥ 70, dengan persentase ketuntasan hasil belajar adalah 85%. DAFTAR PUSTAKA Ahiri, J., 2011. Evaluasi Pembelajaran Dalam Konteks KTSP. Humoniora. Bandung. Arifin, 2003. Evaluasi Instruksional. Remaja Rosda Karya, Bandung. Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Eggen & Kauchak. 2012. Strategi Dan Model Pembelajaran. Jakarta:PT Indeks. Febrian, W, K., 2012. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Akuntasi Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2 Wonosari Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Akuntasi Indonesia, Vol. X, No. 2, Tahun 2012 ISSN: 2354-6441. Diakses Tanggal 2 April 2015. Hamalik , Oemar.2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Grafita. Hamalik, O., 2003. Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Sinar Baru, Bandung. Haryono, A., & Hakim, Suparlan. 2006. Aku Warga Negara Indonesia. Jakarta:PT Musi Perkasa Utama. Ibrahim. M. Dkk, 2000. Belajar Mengajar Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya Universitas Press. Surabaya. Isjoni. 2012. Cooperative Learning ( Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok). Bandung:Alfbeta. Ismail, 2002. Model-Model Belajar Mengajar. Dirjen DikdasmenDepdiknas. Jakarta. Lie,A. 2004. Cooperatif Learning. Jakarta: Gramedia Widyaswara Indonesia. Nasrun. 2002. Pengajaran Yang Kreatif dan Kreatif. Jakarta: Mancana Jaya Cemerlang. Roestiyah, 1999. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Bina Aksara. Jakarta. Suherman, E., 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Edisi revisi). UPI. Bandung. Syah, M.2008.Psikologi Pendidikan Dalam Pendekatan Baru. Jakarta: Rineka Cipta. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran InovatifProgresif. Surabaya: Remaja Rosdakarya. W.S. Winkel. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi Juraida, La Ode Nursalam