1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya manusia melakukan segala aktivitasnya dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhannya demi bertahan hidup. Kebutuhan manusia
sendiri dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu : kebutuhan primer;
kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi, biasa
disebut kebutuhan dasar (basic needs). Kebutuhan ini adalah kebutuhan
minimal yang harus dipenuhi agar manusia tetap bertahan hidup. Kebutuhan
primer ada tiga macam yang harus dipenuhi, yaitu : Sandang (pakaian, sebagai
pelindung badan), Pangan (makanan, sebagai sumber nutrisi manusia) dan
Papan (tempat tinggal, sebagai tempat berteduh).
Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan pelengkap (complementer
needs) yang bisa dipenuhi setelah kebutuhan primer terpenuhi, biasanya
kebutuhan ini hanya untuk melengkapi apa – apa saja yang masih kurang dari
pemenuhan kebutuhan primer. Misalnya, kendaraan, televisi, telepon, dan
sebagainya.
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang sebenarnya tidak perlu
dipenuhi bila kebutuhan primer dan sekunder sudah dianggap cukup, tetapi
keberadaan kebutuhan ini juga dianggap penting bagi sebagian manusia yang
sudah bisa memenuhi segala kebutuhannya. Misalnya, berwisata keluar negeri,
nonton bioskop, makan direstoran dan sebagainya. Kebutuhan ini biasanya
berhubungan dengan kebutuhan batin.
Perkembangan
kebutuhan
manusia
berbanding
lurus
dengan
perkembangan peradaban yang manusia ciptakan sendiri, buktinya dapat kita
2
lihat sekarang, peradaban penuh dengan teknologi yang telah manusia
ciptakan sendiri dapat mempengaruhi usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhannya yang terus berkembang tersebut. Dulu manusia menggunakan
surat untuk mengirim berita sekarang cukup dengan telepon genggam saja
menusia agar berita dapat terkirim dan sampai si tujuan tepat waktu. Dulu
manusia menggunakan obor sebagai penerangan tetapi sekarang sudah ada
lampu yang dialiri listrik untuk menerangi seluruh sudut rumah.
Perkembangan teknologi yang paling pesat adalah perkembangan di
bidang elektronik. Hampir semua gerak aktivitas manusia ditunjang dengan
alat – alat elektronik yang tentunya memerlukan tenaga listrik juga untuk
menggerakkan alat – alat tersebut. Misalnya : lampu; televisi; telepon
genggam; mesin cuci; penanak nasi; komputer dan sebagainya. Karena begitu
pentingnya tenaga listrik yang menfaatnya menjangkau dari kebutuhan rumah,
kantor, sampai prabrik – pabrik maka tenaga listrik pun yang tadinya jarang
digunakan sekarang telah berubah menjadi suatu barang primer dan harus
dipenuhi untuk menunjang kehidupan sehari – hari.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrikpun sekarang tidaklah
murah, listrik sekarang mempunyai nilai jual tersendiri. Untuk sebagian orang
yang mampu listrik dianggap barang murah yang dapat seenaknya dihambur –
hamburkan pemakaiannya, tapi buat sebagian orang listrik juga merupakan
barang yang mahal. Di Indonesia tenaga listrik dikelola oleh badan usaha
milik negara yaitu PT. PLN (Persero). Jadi untuk mendapatkankan tenaga
listrik harus membuat kontrak perjanjian jual beli dahulu dengan PLN. Tetapi
karena harga listrik mahal maka ada juga orang – orang yang berupaya
mendapatkannya dengan cara ilegal atau tidak sah dengan cara mencuri aliran
listrik tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dulu tindakan ini
dianggap tidak masalah karena obyek yang dicuri atau listrik tersebut tidak
terlihat mata dan telah menjadi kebutuhan yang penting dalam masyarakat.
Tetapi lama kelamaan pencurian demi pencurian tersebut menimbulkan
banyak kerugian, karena semakin berkembangnya modus pencurian, jumlah
3
tenaga listrik yang dicuri dari PLN pun semakin besar. Sedangkan tindakan
pencurian apapun bentuknya di Indonesia dianggap melanggar peraturan yang
ada dan akan mendapat sanksi yang pantas. Dalam penelitian yang penulis
lakukan penulis memberikan contok pencurian yang dilakukan oleh sebuah
Badan Hukum yaitu PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebuah badan usaha
yang bergerak di bidang otomotif. Tindakan yang tidak bertanggung jawab itu
bukan hanya merugikan Negara melalui PLN tetapi juga merugikan
masyarakat yang juga pengguna tenaga listrik. Selama ini permasalahan
pencurian listrik ini tidak mendapat tanggapan serius oleh masyarakat, karena
masyarakat berpikir yang dirugikan hanyalah PT. PLN (Persero) saja, tetapi
sebenarnya masyarakat juga dirugikan.
Pencurian yang terjadi semakin lama semakin berkembang juga sesuai
dengan perkembangan jaman, sehingga penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana cara membuktikan bahwa telah terjadi pencurian terhadap tenaga
listrik yang notabene benda tak berwujud. Karena sekalipun listrik telah
digolongkan ke dalam benda dan keberadaannya diakui tetap saja benda ini
tidak berwujud. Maka dari sedikit uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti
dan selanjutnya menyusun kedalam sebuah penulisan hukum dengan judul:
PEMBUKTIAN
BENDA
IMATERIIL BERUPA
LISTRIK
DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN LISTRIK DI PENGADILAN
NEGERI MAGELANG.
B. PERUMUSAN MASALAH
Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan masalah yang
akan dikaji oleh Penulis, maka perlu diadakan perumusan masalah yang akan
diuraikan, dijelaskan dan dibahas. Adapun perumusan masalah yang akan
penulis rumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pembuktian benda berupa listrik dalam perkara tindak
pidana pencurian listrik di Pengadilan Negeri Magelang?
4
2. Apakah hambatan – hambatan yang dihadapi dalam pembuktian tindak
pidana pencurian listrik?
C. TUJUAN PENELITIAN
Merupakan suatu kelaziman apabila setiap kegiatan ilmiah pasti
mempunyai tujuan, demikian juga dengan penelitian yang akan penulis
lakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui proses pembuktian terhadap tindak pidana
pencurian benda berupa listrik di Pengadilan Negeri Magelang.
b. Untuk mengetahui hambatan – hambatan dalam proses pembuktian
terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik di Pengadilan
Negeri Magelang.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperdalam pengetahuan Penulis dalam bidang Hukum Acara
Pidana, khususnya yang berkaitan dengan pembuktian terhadap tindak
pidana pencurian benda berupa listrik.
b. Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam
bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas
Maret.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang hukum Acara Pidana terutama mengenai
5
hal yang berkaitan dengan pembuktian terhadap tindak pidana
pencurian benda berupa listrik.
b. Menambah literatur di bidang ilmu pengetahuan hukum.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan ilmu untuk pembaca yang berminat mengetahui
hal – hal yang berhubungan dengan pembuktian terhadap tindak pidana
pencurian benda berupa listrik.
b. Untuk mendapatkan gambaran secara nyata mengenai pelaksanaan
pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik di
Pengadilan Negeri Magelang.
E. METODE PENELITIAN
Kata metodologi berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”,
namun menurut kebiasan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai
berikut :
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan
penilaian.
2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.
Penelitian adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala, dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakana
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian
mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh
fakta tersebut. Soerjono Soekanto
juga menegaskan bahwa metodologi
penelitian merupakan suatu urusan yang mutlak harus ada di dalam penelitian
dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto,1986:118-189).
Metode penelitian menurut Kartini Kartono dalam bukunya Hilman
Hadikusuma adalah cara-cara berpikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan
6
baik-baik untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan
penelitian (Hilman Hadikusuma,1995:58).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Peneltian hukum ini termasuk dalam penelitian empiris, yaitu
penelitian yang dilakukan dengan meneliti data sekunder pada awalnya
untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di
lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986:52).
2. Sifat Penelitian
Sifat Penelitian harus selalu disebutkan untuk menentukan metode
yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian yang Penulis lakukan ini
disebut deskriptif, ini adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau
gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto,1986:40). Metode deskriptif ini
digunakan untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengumpulkan
data,
menyusun
data,
mengklasifikasikan,
menganalisa
dan
menginterpretasikan data yang ada.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian hukum ini mengunakan pendekatan kualitatif, yaitu
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain – lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy J. Moeleng,
1993:6).
7
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Magelang dan
Kejaksaan Negeri Magelang dengan pertimbangan karena dari dua
lembaga tersebut terdapat kasus yang melanggar Pasal 362 KUHP
mengenai pencurian yang dalam hal ini dihubungkan dengan pencurian
benda berupa listrik yang dilakukan oleh salah satu industri terbesar di
Magelang, sehingga Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai proses pembuktiannya.
5. Jenis Data
(a). Data Primer
Data primer ialah “data asli” yang diperoleh peneliti dari
tangan pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah
dan diuraikan orang lain (Hilman Hadikusuma, 1995:65). Dalam hal
ini data atau keterangan diperoleh dari wawancara dengan Hakim
Pengadilan Negeri Magelang dan Jaksa Kejaksaan Negeri Magelang.
(b). Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari
penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil
penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia atau milik
pribadi peneliti (Hilman Hadikusuma,1995:65).
6. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana data diperoleh. Sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber pertama dimana sebuah data
dihasilkan, seperti pihak – pihak yang terkait secara langsung dengan
8
obyek penelitian. Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah
berkas perkara mengenai tindak pidana pencurian benda berupa listrik
di Pengadilan Negeri Magelang.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sejumlah keterangan atau fakta
yang secara tidak langsung diperoleh. Sumber data ini bersifat
melengkapi sumber data primer meliputi buku – buku, peraturan
perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip, dan hasil penelitian
lainnya berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Bahan Hukum Primer yang dipakai :
1. KUHAP
2. KUHP
3. UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
4. UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
7. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data – data yang diperlukan dalam penelitian
ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara
Dengan mengadakan tanya jawab dengan responden yaitu para
pihak yang berkaitan dengan penelitian yaitu Hakim Pengadilan
Negeri Magelang, Jaksa Penuntut Umum dan Kuasa Hukum.
b. Studi Pustaka
Pengumpulan data dengan mempelajari peraturan perundang –
undangan, buku, karya tulis dan dokumen lainnya yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
9
8. Teknik Analisis Data
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini,
sehingga teknik analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif.
Analisa data kualitatif menurut Sutopo adalah upaya berlanjut, berulang
dan terus – menerus. Model analisis yang digunakan penulis adalah model
analisis interaktif yaitu data yang terkumpul dianalisa melalui tiga tahap
yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian menarik
kesimpulan. Selain itu dilakukan pula suatu proses siklus antara tahap –
tahap tersebut, sehingga data yang terkumpul berhubungan dengan lainnya
secara sistematika (HB. Sutopo, 1988:37).
Sehubungan dengan model interaktif (Interactive model of
analysis) diatas, HB Sutopo menyajikan skema analisis data sebagai
berikut :
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan
Gambar I. Skema Analisis Data
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,
dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Reduksi data juga
merupakan bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek,
membuat fokus, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data
sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan (HB. Sutopo, 1988:35).
10
b. Sajian Data
Sajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang
memungkinkan
kesimpulan
penelitian
dapat
dilakukan
(HB.
Sutopo,1988:35).
c. Penarikan Kesimpulan
Kegiatan analisis yang penting adalah menarik kesimpulan dan
verifikasi. Dari awal pengumpulan data, seorang analisi kualitatif harus
mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang dia temui dengan pencatatan
peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasikonfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan proposisiproposisi. Kesimpulan perlu diverifikasikan agar cukup mantap dan
benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Pada dasarnya makna data
harus diuji kebenarannya supaya kesimpulan yang diambil menjadi
lebih kokoh (HB. Sutopo, 1988:36).
F. SISTEMATIKA SKRIPSI
Untuk mempermudah penulisan hukum ini, maka penulis dalam
penelitiannya membagi menjadi 4 (empat) bab, dan tiap-tiap bab dibagi dalam
sub–sub bab yang desesuaikan dengan lingkup pembahasannya.
Adapun sistematika penulisan hukum atau skripsi ini adalah sebagai
berikut :
BAB I
: PENDAHULUAN
Dalam bab ini Penulis akan memaparkan tentang Latar Belakang
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Skripsi.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang Tinjauan Umum tentang alat bukti
dan sistem pembuktian yang terdiri dari Pengertian Pembuktian,
11
Sistem Pembuktian, Macam – macam alat bukti dan Kekuatan
Pembuktiannya.
Tinjauan
Umum
tentang
tindak
pidana
pencurian benda berupa listrik yang terdiri dari Pengertian
Pencurian, Unsur Pencurian, Pencurian Benda Berupa Listrik.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini Penulis akan membahas mengenai Pelaksanaan
Pembuktian terhadap tindak pidana Pencurian benda berupa
listrik di Pengadilan Negeri Magelang. Selain itu juga membahas
mengenai
faktor
yang menjadi
hambatan dalam proses
pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa
listrik di Pengadilan Negeri Magelang.
BAB IV
: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian dan saran – saran dari Penulis mengenai pelaksanaan
pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa
listrik.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Alat Bukti dan Sistem Pembuktian
a. Pengertian Pembuktian
KUHAP (Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana),
sebagai pedoman beracara di muka Pengadilan secara Pidana tidak
memberikan pengertian tentang pembuktian, sehingga pengertian
pembuktian deserahkan kepada para ahli. Menurut M. Yahya Harahap
dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
pengertian pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi
penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang –
undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada
terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat –
alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh
dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M.
Yahya Harahap,2000:273).
Bambang Poernomo, mengatakan hukum pembuktian adalah
keseluruhan antara hukum atau peraturan undang – undang mengenai
kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan yang benar dari setiap
kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang
yang diduga melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap
sarana bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk
kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Bambang Poernomo,
1986:36).
13
b. Sistem Pembuktian
1). Pembuktian menurut keyakinan hakim semata – mata (Convition in
time).
Menurut sistem ini untuk menentukan salah tidaknya
seorang terdakwa, semata – mata ditentukan oleh penilaian
keyakinan hakim, artinya, jika dalam pertimbangan keputusan
hakim telah menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan
keyakinan yang timbul dari hati nurani atau sifat bijaksana seorang
hakim, maka dapat dijatuhkan putusan. Keyakinan hakim muncul
dari kesimpulan atas alat – alat bukti yang diperiksanya dalam
persidangan, tapi bisa juga hasil pemeriksaan alat – alat bukti itu
diabaikan hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan
atau pengakuan terdakwa.
Kelemahan sistem ini adalah hakim dapat saja menjatuhkan
hukuman pada seorang terdakwa semata – mata atas dasar
keyakinan belaka tanpa didukung oleh alat bukri yang cukup,
sebaliknya hakim leluasa membebaskan terdakwa dari tindak
pidana yang dilakukan walaupun kesalahan terdakwa telah cukup
terbukti dengan alat – alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak
merasa yakinatas kesalahan terdakwa. Dalam sistem ini keyakinan
hakim yang dominan atau yang paling menentukan sepenuhnya
nasib terdakwa kepada keyakinan hakim semata – mata.
2). Pembuktian menurut keyakinan hakim dalam batas – batas tertentu
atas alasan yang logis (Conviction Raisonee).
Keyakinan hakim tetap memegang peranan penting Dalam
sistem ini, untuk menentukan salah tidaknya terdakwa, akan tetapi
faktor keyakinan hakim dibatasi. Hakim wajib menguraikan dan
menjelaskan alasan – alasan apa yang mendasari keyakinan atas
14
kesalahan terdakwa. Jadi dalam sistem ini keyakinan hakim harus
dilandasi reasoning atau alasan – alasan dan reasoning itu harus
reasonable, yakni berdasar alasan yang dapat diterima dengan akal
sehat.
3). Pembuktian menurut Undang – Undang secara Positif (Positief
Wettelijk Bewijstheorie).
Menurut Undang – Undang secara positif pembuktian yang
ada bertolak belakang dengan sistem pembuktian menurut
keyakinan hakim. Menurut Undang – Undang secara positif
pembuktian didapat jika pertimbangan keputusan hakim telah
menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat – alat
bukti yang disebutkan dalam undang – undang tanpa diperlukan
lagi keyakinan hakim dalam memutus perkara.
Keyakinan hakim tidak terlalu berperan penting dalam
sistem ini, untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa, karena
sistem ini berprinsip pembuktian dengan alat – alat bukti sesuai
ketentuan undang – undang. Terbukti salah atau tidaknya terdakwa
semata – mata digantungkan kepada alat – alat bukti yang sah, asal
syarat – syarat dan ketentuan menurut undang – undang sudah
dipenuhi maka cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa
mempersoalkan keyakinan hakim lagi. Hakim seolah – olah hanya
robot pelaksana undang – undang saja dalam sistem ini, karena
dalam sistem ini tidak mempertimbangkan hati nurani dalam
menentukan salah tidaknya terdakwa.
Tujuan sistem pembuktian ini adalah untuk berusaha
menyingkirkan segala pertimbangan hakim yang bersifat subyektif.
Kebaikan sistem ini yaitu mewajibkan hakim untuk benar – benar
mencari dan menemukan kebenaran salah atau tidaknya terdakwa
sesuai dengan tata cara pembuktian dengan alat – alat bukti sesuai
15
ketentuan undang – undang. Kebaikan yang lain adalah
mempercepat penyelesaian perkara dan bagi perkara pidana yaygn
ringan dan dapat memudahkan hakim mengambil keputusan karena
resiko kemungkinan kekeliruannya kecil sekali.
4). Dasar pembuktian menurut keyakinan hakim yang timbul dari alat–
alat bukti dalam undang-undang secara Negatif (Negatief Wettelijk
Bewijstheorie).
Sistem pembuktian menurut undang – undang secara
negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang
– undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut
keyakinan. Artinya pembuktian ini menggabungkan sistem
pembuktian menurut keyakinan dengan sistewm menurut undang –
undang secara positif. Dari penggabungan ini terwujud suatu
sistem pembuktian secara negatif yang merumuskan bunyi : salah
tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang
didasarkan kepada cara dan dengan alat – alat bukti yang sah
menurut undang – undang. Dalam sistem ini terdapat dua unsur
untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa, yaitu :

Pembuktian harus dilakukan menurut keyakinan hakim.

Dan keyakinan hakim harus juga dilakukan dan didasarkan atas
cara dan dengan alat – alat bukti yang sah menurut undang –
undang.
Tidak ada yang paling dominan di antara kedua unsur
tersebut, sehingga jika salah satu di antara kedua unsur itu tidak
ada, maka tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan
terdakwa.
Sedangkan di Indonesia sendiri sistem pembuktian yang
dianut yaitu dalam KUHAP adalah teori pembuktian berdasarkan
16
Undang – Undang secara negatif, sesuai dengan yang termuat
dalam Pasal 183 KUHAP, yang bunyinya :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar –
benar
terjadi
dan
bahwa
terdakwalah
yang
bersalah
melakukannya”.
Berarti Pasal 183 KUHAP mengatur, bahwa untuk
menentukan salah atau tidaknya seseorang terdakwa dan untuk
menjatuhkan pidana kepada terdakwa, harus :

Kesalahannya terbukti dengan sekurang – kurangnya dua alat
bukti yang sah.

Dan atas keterbuktian dengan sekurang – kurangnya dua alat
bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak
pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya.
Jadi, bahwa jelas sistem pembuktian Negatief Wettelijk
Bewijstheorie ini, adalah keterpaduan dan kesatuan penggabungan
antara sistem conviction in time dengan sistem pembuktian
menurut undang – undang secara positif.
c. Macam – Macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya
Alat – alat bukti, yang dapat digunakan dalam pembuktian di
sidang pengadilan adalah alat – alat bukti yang ditentukan dalam Pasal
184 ayat (1), antara lain :
17
1). Keterangan Saksi
Pasal 1 butir 27 KUHAP menyebutkan bahwa Keterangan
Saksi sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana yaitu yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang
ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
apa yang diketahuinya itu.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan tentang
siapa saksi itu sebenarnya? Jawabannya adalah seseorang yang
mengetahui suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat dan ia
alami sendiri. Artinya bahwa kalau peristiwa pidana itu tidak ia
(seseorang) lihat, dengar, bahkan alami sendiri maka seseorang itu
tidak dapat disebut sebagai saksi.
Keterangan saksi sebagai alat bukti ini diatur dalam Pasal
185 ayat (1) KUHAP, yaitu apa yang saksi nyatakan dimuka
persidangan. Alat bukti ini merupakan yang paling utama, tetapi
agar keterangan saksi ini dapat dianggap sah sebagai alat bukti
yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, maka harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
a). Harus mengucapkan sumpah atau janji
Diatur dalam pasal 160 ayat (3) KUHAP yaitu
“Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut cara agamanya masing – masing,
bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan
tidak lain dari pada yang sebenarnya”. Namun dalam Pasal 160
ayat (4) memberi kemungkinan untuk mengucapkan sumpah
atau janji setelah saksi memberikan keterangan.
18
b). Keterangan yang memiliki nilai sebagai bukti
Sebenarnya tidak semua keterangan saksi mempunyai
nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai
nilai adalah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan
dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP :
 Saksi lihat sendiri
 Saksi dengar sendiri
 Saksi alami sendiri
 Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
c). Keterangan yang harus diberikan di muka persidangan
Keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti bila
dinyatakan di sidang pengadilan. Jadi keterangan saksi yang
isinya mengenai penjelasan tentang apa yang didengarnya
sendiri, dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri mengenai
suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat bukti
bila keterangan tersebut dinyatakan di muka sidang pengadilan,
keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan bukan
alat bukti dan tidak dapat dipakai guna membuktikan kesalahan
terdakwa.
d). Keterangan seorang (satu) saksi saja dianggap tidak cukup
“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan
yang didakwakan kepadanya”. Hal ini berarti jika alat bukti
yang diajukan oleh penuntut umum hanya terdiri dari seorang
saksi saja tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain,
“kesaksian tunggal” tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang
19
cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa atas dakwaan
terhadapnya.
e). Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri
Keterangan saksi yang dihadirkan di persidangan yang
saling berdiri sendiri tanpa adanya saling hubungan antara yang
satu dengan yang lainnya, yang dapat mewujudkan suatu
kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan tertentu akan
sangat tidak berguna dan merupakan pemborosan waktu.
Keterangan
saksi
mempunyai
nilai
kekuatan
pembuktian bila keterangan saksi tersebut :
 Mempunyai kekuatan pembuktian bebas
 Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak
memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan.
 Nilai pembuktiannya bergantung pada penilaian hakim
Hakim bebas memberikan penilaian atas kesempurnaan
dan kebenaran keterangan saksi, tidak ada keharusan bagi
hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi,
karena hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang
melekat pada keterangan itu, dan dapat menerima atau tidak.
Berdasarkan dari keterangan tersebut yang dimaksud
dengan keterangan saksi sebagai alat bukti adalah keterangan
yang diberikan oleh saksi di persidangan. Keterangan saksi
yang diberikan dimuka penyidik bukan merupakan alat bukti.
Prinsip Unus testis nullus testis dianut dalam Pasal 185
KUHAP, apalagi dalam hal terdakwa mungkir keras atas
20
dakwaan. Oleh karena itu dibutuhkan dua alat bukti dalam
pembuktian untuk membentuk keyakinan hakim.
2). Keterangan Ahli
Menurut Pasal 1 ayat (28) Keterangan Ahli adalah
”keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. Dalam Pasal 186
dinyatakan bahwa “keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli
nyatakan disidang pengadilan”. Keterangan ahli yang sah dapat
melalui 2 prosedur
yaitu diminta pada taraf pemeriksaan
penyidikan dan keterangan ahli yang diminta di persidangan.
Keterangan ahli yang diminta penyidik pada taraf
pemeriksaan penyidikan. Biasanya berbentuk laporan berupa surat
keterangan atau biasa disebut
Visum et Repertum, alat bukti
keterangan ahli yang berbentuk laporan, sekaligus mnyntuh dua
sisi alat bukti yang sah. Pada satu sisi alat bukti keterangan ahli
yang berbentuk laporan tetap dinilai sebagai alat bukti keterangan
ahli, pada sisi lain alat bukti keterangan ahli yang berbentuk
laporan juga menyentuh alat bukti surat, dengan alasan seperti
tercantum dalam Pasal 187 huruf c, yaitu :
“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan
yang diminta secara resmi kepadanya”
Pada dasarnya keterangan ahli yang dituangkan dalam
bentuk laporan adalah sama dengan surat keterangan dari ahli yang
memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai hal keadaan
yang diminta kepadanya. Sehingga terserah kepada hakim untuk
mempergunakan nama alat bukti yang akan diberikan. Hal ini
tidak akan menimbulkan akibat dalam penilaian kekuatan
21
pembuktian karena kedua alat bukti itu sama – sama mempunyai
kekuatan pembuktian yang serupa yaitu bersifat kekuatan
pembuktian yang bebas.
Keterangan ahli dapat dinilai sebagai alat bukti, disamping
orangnya memiliki keahlian khusus dalam bidangnya, juga
keterangan
yang
diberikan
berbentuk
keterangan
menurut
pengetahuannya, kalau keterangan yang diberikan berbentuk
pendengaran, penglihatan atau pengalaman sehubungan dengan
peristiwa pidana yang terjadi, keterangan seperti ini meski dberikan
oleh ahli sekalipun, tidak memiliki nilai sebagai bukti keterangan
ahli.
Kekuatan pembuktian ini mempunyai nilai pembuktian
bebas, karena didalamnya tidak melekat nilai pembuktian yang
sempurna dan menentukan. Hakim bebas menilai dan tidak ada
ikatan untuk menerima keterangan ahli. Selain itu bukti keterangan
ahli masih membutuhkan alat bukti yang lain sebagai pelengkap.
3). Alat Bukti Surat
Pengertian alat bukti ini diatur dalam Pasal 187 KUHAP
yang berbunyi : ”Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1)
huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,
adalah :
a). Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat
umum
yang berwenang atau
yang dibuat di
hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
kedaan yang didengar, dilihat atau dialami sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.
22
b). Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang –
undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal
yang
termasuk
dalam
tata
laksana
yang
menjadi
tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
c). Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.
d). Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Berdasarkan ketentuan Pasal 187 KUHAP tersebut, surat
yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang –
undang adalah:

Surat yang dibuat atas sumpah jabatan.

Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.
Ditinjau dari segi teori serta menghubungkannya dengan
beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam KUHAP, dapat
ditemukan kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti
surat.
a). Ditinjau dari segi formal
Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut
pada Pasal 187 huruf a, b dan c adalah alat bukti yang
sempurna. Sebab bentuk surat – surat yang disebutkan
didalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang
ditentukan peraturan perundang – undangan, oleh karena itu
alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal yang
sempurna.
23
b). Ditinjau dari segi materiil
Dilihat dari sudut materiil, alat bukti surat yang
disebutkan dalam Pasal 187 bukan alat bukti yang mempanyai
kekuatan mengikat, nilai kekuatan pembukatian alat bukti surat
bersifat
bebas,
hakim
bebas
untuk
menilai
kekuatan
pembuktiannya.
4). Alat Bukti Petunjuk
Pasal 188 KUHAP memberikan rumusan alat bukti
petunjuk, yang isinya :
a). Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
b). Petunjuk sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diperoleh
dari:
 keterangan saksi
 surat keterangan
 keterangan terdakwa
c). Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam
setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi
bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh
kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.
24
5). Keterangan Terdakwa
Pasal
189
KUHAP
mengatur
tentang
Keterangan
Terdakwa, yang bunyinya :
a). Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan
disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui
sendiri atau alami sendiri.
b). Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat
digunakan untuk membantu menemukan bukti disidang,
asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah
sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
c). Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya
sendiri.
d). Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
Suatu keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang
seperti yang terdapat pada angka 2 (dua) dapat dipergunakan untuk
membantu menemukan bukti disidang pengadilan, tetapi memiliki
syarat yaitu harus didukung oleh alat bukti yang sah dan
keterangan lain yang dinyatakan diluar sidang sepanjang mengenai
hal yang didakwakan kepadanya. Keterangan yang dinyatakan
diluar sidang pengadilan tidak dapat dinilai sebagai alat bukti,
maka tidak dapat dipakai sebagai alat bukti, tetapi keterangan ini
dapat dipakai untuk membantu menemukan bukti disidang
pengadilan.
Keterangan terdakwa mempunyai kekuatan pembuktian
bebas, sehingga tidak mengikat hakim. Keterangan terdakwa tidak
25
dapat berdiri sendiri, ia harus diperkuat denganalat bukti yang sah
lainnya, sehingga meskipun terdakwa mengakui kesalahannya tetap
masih diperlukan minimal satu alat bukti lagi untuk mencapai
suatu minimum pembuktian. Setelah adanya minimum dua alat
bukti yang sah, masuh diperlukan lagi keyakinan hakim tentang
telah terbuktinya suatu tindak pidana dan terbukti pula bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pencurian Benda Berupa Listrik.
a. Pengertian Pencurian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “pencurian”
berasal dari kata dasar “curi” yang diberi awalan menjadi “mencuri”
yang artinya mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak
sah, biasanya dengan sembunyi – sembunyi. Pencurian sendiri
memiliki arti proses, perbuatan, cara mencuri.
Pada dasarnya pencurian berarti suatu tindakan, suatu
perbuatan atau suatu proses yang dimulai dengan suatu niatan atau
kehendak ingin berbuat, bertindak.
b. Tindak Pidana Pencurian dan Unsur - Unsurnya
KUHP tidak memberikan pengertian tentang pencurian, tetapi
tindak pidana pencurian diatur pada Pasal 362 KUHP, yang
menyebutkan :
“Barangsiapa mengambil suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
26
Unsur – Unsur Tindak Pidana Pencurian
1). Perbuatan “mengambil”
Mengambil
=
mengambil
untuk
dikuasainya,
maksudnya
sebelumnya barang yang akan diambil belum ada dalam
kekuasaannya. Dikatakan sudah selesai bila barang tersebut sudah
berpindah tempat dari kekuasaan pemiliknya.
2). Yang diambil harus “suatu barang”
Suatu barang = segala sesuatu yang berwujud termasuk pula
binatang. Dalam pengertian barang masuk pula daya listrik dan
gas, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan dikawat atau
pipa, hal ini dikarenakan penafsiran yang berkembang dari waktu
ke waktu. Pernah dijumpai dalam praktek peradilan diterima
penafsiran perkataan “benda” (goed) yang tercantum dalam Pasal
362 KUHP tidak hanya benda nyata (stoffelijk atau lichamelijk
goed), akan tetapi benda juga yang tidak nyata (onstoffelijk atau
onlichamelijk goed). Dalam hal ini pencurian listrik dengan kata
lain mengalirkan listrik dengan kawat dan memakainya sebagai
“mengambil” aliran listrik, dapat dimasukkan dalam perumusan.
Barang disini tidak perlu mempunyai harga ekonomis sebagai
syarat minimal.
3). Barang itu harus “seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain”
Barang tidak perlu secara keseluruhan kepunyaan orang lain,
karena sebagian barang saja dapat menjadi obyek pencurian.
Barang yang tidak bertuan tidak menimbulkan pencurian.
4). Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
Dengan maksud = berkehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku
untuk memiliki secara melawan hukum.
Melawan hukum = dengan kehendak mengambil sesuatu yang
disadari pelaku bukanlah hak atau kekuasaannya.
27
Pasal 362 KUHP adalah pasal yang menyebutkan perbuatan,
akibat dan keadaan yang bersangkutan, juga disebutkan pula
kualifikasi dari delik. Pencurian yang diatur dalam pasal ini merupakan
Delik Formil, yaitu delik yang perumusannya dititik beratkan kepada
perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan
dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik.
c. Tindak Pidana Pencurian Listrik dan Unsur – Unsurnya.
Pencurian listrik diatur dalam Undang – Undang No. 20 Tahun
2002 tentang Ketenagalistrikan, yang mengembalikan pengertian
tentang pencurian tersebut kedalam KUHP, yaitu :
“Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya
dengan maksud untuk memanfatkan secara hukum (merupakan tindak
pidana pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP) dengan
penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,-.”
Ini berarti bahwa telah terjadi penggunaan analogi, yaitu
berlakunya suatu peraturan dengan mengabstraksikannya menjadi
aturan hukum yang menjadi dasar peraturan itu (ratiolegis) dan
kemudian menerapkan aturan yang bersifat umum ini kepada
perbuatan yang tidak diatur dalam Undang – Undang.
Pencurian benda berupa listrik mutlak memerlukan adanya
unsur sifat melawan hukum. Unsur ini merupakan suatu penilaian
objektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap si pelaku. Bilamana
suatu perbuatan dikatakan melawan hukum? Apabila perbuatan itu
termasuk dalam rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam
Undang – undang.
Kemudian dihubungkan dengan kasus yang diteliti oleh penulis
penggunaan Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002
28
tentang Ketenagalistrikan dan bukan Pasal 362 KUHP memiliki alasan
yang mendasar yaitu, karena telah terbentuk suatu aturan khusus untuk
mengatur tentang pencurian tenaga listrik. Sesuai dengan asas lex
specialist derograt lex generalist. Pasal 362 KUHP digunakan untuk
mengatur pencurian secara umum, sedangkan Pasal Pasal 60 ayat (1)
Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan
digunakan untuk mengatur masalah pencurian tenaga listrik.
Unsur – Unsur dari Pencurian Tenaga Listrik
Apabila dilihat dari unsur – unsur tindak pidana dan unsur –
unsur pencurian diatas didapat unsur – unsur tentang pencurian aliran
listrik, yaitu :
1). Kata setiap orang diperluas bukan hanya orang tetapi juga badan
hukum dan badan usaha.
2). Barang yang disebutkan adalah berupa aliran listrik milik PLN.
3). Yang dilanggar hak – haknya adalah PT. PLN (Persero) selaku
pengelola ketenagalistrikan dan masyarakat selaku konsumen.
d. Pengertian Tentang Benda dan Listrik Sebagai Benda
Benda dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti : 1.
segala sesuatu yang berwujud atau berjasad (bukan roh); zat (misal
bola, kayu, air, minyak); 2. barang yang berharga (sebagai kekayaan);
harta; 3. barang : rumah itu terbakar bersama – di dalamnya.
Kemudian dalam Kamus Hukum benda memiliki arti : barang
yang bertubuh atau berwujud.
Semua pengertian benda mengarah pada satu pemikiran bahwa
benda itu adalah “sesuatu yang memiliki wujud”. Bila dihubungkan
kedalam pemikiran ini maka tenaga listrik tidak bisa dikatakan sebagai
benda karena listrik tidak memiliki wujud. Tetapi dalam unsur
pencurian yang ada dalam buku KUHP R Soesilo mengatakan daya
29
listrik itu merupakan barang meskipun tidak berwujud tetapi listrik
mengalir pada kawat (R Soesilo 1980:216). Listrik juga mempunyai
nilai dan memiliki ukuran sehingga disebut juga benda setelah
mengalami pergeseran pendapat.
B. Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya manusia melakukan segala aktivitasnya dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhannya demi bertahan hidup. Kebutuhan manusia
sendiri dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu : kebutuhan primer;
kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier.
Perkembangan
kebutuhan
manusia
berbanding
lurus
dengan
perkembangan peradaban yang manusia ciptakan sendiri, buktinya dapat kita
lihat sekarang, peradaban penuh dengan teknologi yang telah manusia
ciptakan sendiri dapat mempengaruhi usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhannya yang terus berkembang tersebut. Dulu manusia menggunakan
surat untuk mengirim berita sekarang cukup dengan telepon genggam saja
menusia agar berita dapat terkirim dan sampai si tujuan tepat waktu. Dulu
manusia menggunakan obor sebagai penerangan tetapi sekarang sudah ada
lampu yang dialiri listrik untuk menerangi seluruh sudut rumah.
Perkembangan teknologi yang paling pesat adalah perkembangan di
bidang elektronik. Hampir semua gerak aktivitas manusia ditunjang dengan
alat – alat elektronik yang tentunya memerlukan tenaga listrik juga untuk
menggerakkan alat – alat tersebut. Misalnya : lampu; televisi; telepon
genggam; mesin cuci; penanak nasi; komputer dan sebagainya. Karena begitu
pentingnya tenaga listrik yang menfaatnya menjangkau dari kebutuhan rumah,
kantor, sampai prabrik – pabrik maka tenaga listrik pun yang tadinya jarang
digunakan sekarang telah berubah menjadi suatu barang primer dan harus
dipenuhi untuk menunjang kehidupan sehari – hari.
30
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrikpun sekarang tidaklah
murah, listrik sekarang mempunyai nilai jual tersendiri. Untuk sebagian orang
yang mampu listrik dianggap barang murah yang dapat seenaknya dihambur –
hamburkan pemakaiannya, tapi buat sebagian orang listrik juga merupakan
barang yang mahal. Di Indonesia tenaga listrik dikelola oleh badan usaha
negara yaitu PT. PLN (Persero). Jadi untuk mendapatkankan tenaga listrik
harus membuat kontrak perjanjian dahulu dengan PLN. Tetapi karena harga
listrik mahal maka ada juga orang – orang yang berupaya mendapatkannya
dengan cara ilegal atau tidak sah dengan cara mencuri aliran listrik tersebut
untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dulu tindakan ini dianggap tidak
masalah karena obyek yang dicuri atau listrik tersebut tidak terlihat mata dan
telah menjadi kebutuhan yang penting dalam masyarakat. Tetapi lama
kelamaan pencurian demi pencurian tersebut menimbulkan banyak kerugian,
karena semakin berkembangnya modus pencurian, jumlah tenaga listrik yang
dicuri dari PLN pun semakin besar. Sedangkan tindakan pencurian apapun
bentuknya di Indonesia dianggap melanggar peraturan yang ada dan akan
mendapat sanksi yang pantas. Dalam penelitian yang penulis lakukan penulis
memberikan contok pencurian yang dilakukan oleh sebuah Badan Hukum
yaitu PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebuah badan usaha yang bergerak di
bidang otomotif. Tindakan yang tidak bertanggung jawab itu bukan hanya
merugikan Negara melalui PLN tetapi juga merugikan masyarakat yang juga
pengguna tenaga listrik. Selama ini permasalahan pencurian listrik ini tidak
mendapat tanggapan serius oleh masyarakat, karena masyarakat berpikir yang
dirugikan hanyalah PT. PLN (Persero) saja, tetapi sebenarnya masyarakat juga
dirugikan.
Pencurian listrik yang terjadi semakin lama semakin berkembang juga
sesuai dengan perkembangan jaman, lalu bagaimana membuktikan pencurian
terhadap benda yang tidak berwujud seperti listrik tersebut?
31
KERANGKA PEMIKIRAN
Tindak Pidana
Pencurian
Obyeknya Imateriil berupa
listrik
Terdakwa Tindak Pidana
Pencurian didakwa dengan
Pasal 60 ayat (1) Jo Pasal 65
Undang – Undang Nomor 20
tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan
Menimbulkan
kerugian pada
PLN
Sanksi Pidana
Membutuhkan
Pembuktian di
Persidangan
Putusan
Mengalami
hambatan dalam
pembuktiannya
Gambar II. Kerangka Pemikiran
32
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pembuktian Benda Imateriil Berupa Listrik Dalam Perkara
Tindak Pidana Pencurian Listrik
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di Pengadilan
Negeri Magelang terhadap perkara tindak pidana pencurian listrik, penulis
mengambil satu kasus tindak pidana pencurian listrik yang dilakukan oleh PT.
Mekar
Armada
Jaya
diwakili
oleh
pengurusnya
BUDIJONO
bin
SOEGIJONO, yang diancam dengan Pasal 60 ayat (1) Jo Pasal 65 Undang –
Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Hasil penelitian
penulis sebagai berikut :
1. Identitas Terdakwa
Nama lengkap
: BUDIJONO Bin SUGIJONO
Tempat lahir
: Purwodadi
Umur/tanggal lahir
: 24 April 1951
Jenis kelamin
: Laki - laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Jln. KH. Dahlan No. 13 Rt. 02/04 Kel. Pucungrejo
Kec. Muntilan Kabupaten Magelang.
Agama
: Khatolik.
Pendidikan
: D-3
Pekerjaan
: Direktur Umum PT. Mekar Armada Jaya
Magelang
33
2. Kasus Posisi
Bahwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang mempunyai hubungan
perusahaan dengan PT. Armada Internasional Motor (dahulu bernama PT.
Vulgo Armada Internasional Motor) yang beralamat di Jl. Soekarno –
Hatta Km. 3 Kota Magelang, kemudian PT. Mekar Armada Jaya
memasang daya tenaga listrik sebesar 1.385 Kva dengan menempatkan
Alat Pembatas dan Pengukur (APP) di PT. Armada Internasional Motor
tersebut dan tenaga yang keluar dari APP tersebut digunakan untuk
mengoperasionalkan atau menggerakkan alat – alat perbengkelan atau
karoseri dan alat – alat lain yang dimilikinya, dimana penggunaan tenaga
listrik tersebut dicatat dalam Kwh meter yang ada ;
Bahwa pemasangan APP tersebut dilakukan dengan cara
memasang 4 kabel yaitu, kabel Phasa T dari trafo tegangan NYM 4 x 4
mm warna hitam, kabel Phasa R warna kuning ceret hijau, kabel Phasa S
warna kuning dan kabel Ground warna biru, dimana kabel Phasa T dari
trafo tegangan tersebut untuk mengalirkan tegangan arus ke Kwh meter di
kumparan tegangan Phasa T, untuk kemudian dicatat penggunaan tenaga
listriknya, demikian juga untuk kabel Phasa R dan Phasa S ;
Bahwa selanjutnya ternyata tenaga listrik yang keluar dari APP
tersebut dialirkan untuk digunakan oleh PT. Mekar Armada Jaya
Magelang
untuk
mengoperasionalkan/menggerakkan
alat
–
alat
perbengkelan ataupun peralatan karoseri, serta alat – alat lain yang ada di
dalam PT. Mekar Armada Jaya Magelang, dimana untuk penggunaan
tenaga listrik tersebut dicatat/diukur oleh Kwh meter ;
Bahwa ternyata kabel Phasa T (warna hitam) dari trafo tegangan
tersebut telah dirusak/diputus oleh seseorang yang tidak diketahui
namanya, dengan cara memutus tembaga yang ada di dalam kabel tersebut
tanpa menimbulkan kerusakan pada plastik/isolasi yang membungkusnya,
dengan demikian kerusakan tersebut menjadi yanggung jawab PT. Mekar
34
Armada Jaya Magelang, maka atas hal tersebut PT. Mekar Armada Jaya
Magelang harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi, dimana
kerusakan tersebut baru diketahui pada tanggal 9 oktober 2003 saat
dilakukan Operasi oleh petugas PLN APJ Magelang ;
Bahwa dengan terputusnya kabel Phasa T dari trafo tegangan
tersebut berpengaruh pula pada pengukuran Alat Pembatas dan Pengukur
(APP) yang hal itu dapat diketahui pada saat diukur saat Operasi oleh PLN
APJ Magelang tesebut dilakukan dimana tegangan PT (Potensial
Transformer) pada Phasa R menunjuk angka 59,5 volt, Phasa S menunjuk
angka 60,2 volt sedang pada Phasa T hanya menunjuk angka 11,1 volt
yang untuk angka normalnya minimal 57 volt, disini menunjukan bila
pada kabel Phasa T ada tegangan yang tidak normal hal tersebut
disebabkan karena ada kabel yang putus ;
Bahwa akibat dari pemutusan kabel Phasa T dari trafo tegangan
tersebut telah mempengaruhi pencatatan/pengukuran pada Kwh meter
yaitu akan berkurang menjadi 1/3 dari pencatatan penggunaan secara
normal (apabila tidak putus), sehingga dalam hal ini PT. Mekar Armada
Jaya Magelang telah menggunakan tenaga listrik sebanyak sekitar 1/3 dari
pencatatan secara normal tanpa bias dicatat/diukur oleh Kwh meter,
namun yang sekitar 2/3 dapat dicatat/diukur oleh Kwh meter, dengan
demikian aliran tenaga listrik mengalir seperti biasa namun dengan
putusnya kabel Phasa T dari trafo tegangan tersebut pencatatan Kwh meter
menjadi terpengaruh sehingga tidak mencatat sebanyak sekitar
1
/3
sebagaiman tesebut diatas ;
Bahwa dengan demikian PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah
menggunakan tenaga listrik yang jumlahnya sekitar 1/3 dari keseluruhan
penggunaan tenaga listrik untuk penggunaan bulan Agustus 2003 dan
September 2003 serta sampai tanggal 9 Oktober 2003 tanpa ijin dari PLN
APJ Magelang, namun untuk penggunaan tenaga listrik yang dapat
35
dicatat/diukur oleh Kwh meter sebanyak sekitar 2/3 telah diselesaikan oleh
PT. Mekar Armada Jaya Magelang, jumlah tenaga listrik sekitar 1/3 dari
seluruh penggunaan yang digunakan oleh PT. Mekar Armada Jaya
Magelang dengan rincian Kwh meter adalah sebagai berikut :
 Untuk pemakaian bulan Agustus 2003 dan September 2003 jumlah
seluruh Kwh meternya adalah sebesar 237.000 telah diselesaikan oleh
PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebesar sekitar 158.000 sehingga
masih ada kekurangan sekitar 79.000 ;
 Untuk pemakaian tanggal 1 sampai dengan tanggal 9 Oktober 2003
(saat dilakukan Operasi oleh PLN) Kwh meter yang digunakan PT.
Mekar Armada Jaya Magelang sebesar sekitar 26.000, hal ini belum
diselesaikan.
Sehingga untuk jumlah sekitar 1/3 yang tidak tercatat/terukur oleh
Kwh meter yang digunakan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang
adalah sekitar 105.000 ;
Bahwa akibat penggunaan tenaga listrik tanpa ijin sebagaimana
dilakukan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang hingga sekitar 105.000
Kwh meter tersebut, maka PT. PLN APJ Magelang telah dirugikan
sekitar Rp. 64.533.000,- (enam puluh empat juta lima ratus tiga puluh tiga
ribu rupiah), dengan rinciaan sebagai berikut :
 Pemakaian September 2003
: 74.000 x 3/2
= 111.000,-
 Pemakaian Agustus 2003
: 84.000 x 3/2
= 126.000,237.000,-
Diselesaikan melalui tagihan rekening listrik
Kekurangan
= 158.000,-
= 79.000,- x (Rp. 439 x 1,4)
36
= 79.000,- x Rp. 614,6
= Rp. 48.553.400, 9 hari pemakaian Oktober 2003 atau sampai saat ada temuan Operasi
PLN, pemakaian
= 26.000,- x Rp. 614,6 = Rp.15.979.600,-
Jumlah Suplisi
Rp.64.533.000,-
(enam puluh empat juta lima ratus tiga puluh tiga ribu rupiah)
Perbuatan
Terdakwa
PT.
Mekar
Armada
Jaya
Magelang
sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 60 ayat (1) Jo Pasal 65
Undang – Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
3. Eksepsi Tim Penasehat Hukum Terdakwa
Kemudian setelah mendengar dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum,
maka Penasehat Hukum Terdakwa mengajukan Eksepsi, yang pada
pokoknya menyatakan sebagai berikut :
 Bahwa
dalam
surat
dakwaan
Jaksa
Penuntut
Umum
tidak
menyebutkan status pengesahan dari Menteri Kehakiman, sehingga
Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah menyimpang dari bunyi
Pasal 143 ayat 2 (a), sehingga dakwaan menjadi tidak jelas subyeknya
(status subyeknya) ;
 Bahwa dakwaan menjadi tidak jelas dan kabur, hal ini terlihat pada
kalimat “bertempat di PT. Armada Mekar Internasional Motor
(dahulu bernama PT. Vulgo Armada Internasional Motor), dst”.
Bahwa PT. Armada Internasional Motor adalah sebuah badan hukum
(PT), dimana status hukum PT adalah dianggap sebagai orang, dengan
kalimat bertempat di PT. Armada Internasional Motor. Berarti
bertempat pada orangnya (PT. Armada Internasional Motor) bukan
menunjuk suatu kantor atau suatu tempat. Dengan demikian kalimat
37
tersebut telah mengaburkan locus delicti suatu perbuatan pidananya,
sehingga dakwaan tidak memenuhi syarat Pasal 143 ayat 2 (b) ;
Dengan hal – hal tersebut Tim Penasehat Hukum Terdakwa
memohon agar majelis hakim memberikan keputusan sebagai berikut :
 Menerima eksepsi Tim Penasehat Hukum ;
 Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa No. Rek. Perkara : PDM-29 / MGL
/ Ep.2 / 2005 batal demi hukum ;
4. Tanggapan Penuntut Umum
Jaksa Penuntut Umum kemudian memberikan tanggapan atas
Eksepsi tersebut diatas yang pada pokoknya sebagai berikut :
 Bahwa dalam Surat Dakwaan tidak mencantumkan “Perseroan yang
telah nyata mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman” menurut
hemat kami tidak membuat dakwaan menjadi kabur, karena
sebagaimana dalam Surat Perjanjian yang dibuat antara PT. Mekar
Armada Jaya Magelang dengan pihak PLN Magelang No. Pihak
pertama : 407 / PJ / 9227 / 1991 / 1992 / M dan No. Pihak kedua : 49 /
UM / NA / VII / 92 tentang jual beli tenaga listrik tanggal 29 Januari
1993, sama sekali juga tidak menyebutkan bila PT. Mekar Armada
Jaya Magelang adalah berdasarkan Perseroan yang telah mendapatkan
pengesahan dari Menteri Kehakiman, dan surat perjanjian tersebut
telah sah dan berlaku hingga kini, sehingga disini dapat disimpulkan
bila penyebutan “kalimat tersebut” adalah tidak menjadi pokok dalam
substansi hukum, namun telah bersifat penjelasan atas status hukum
PT. Mekar Armada Jaya Magelang, karena untuk penyebutan tedakwa
sebagai subyek hukum telah jelas keberadaannya yaitu : dengan alamat
yang jelas serta pengurus yang jelas pula, dengan demikian menurut
hemat kami tanpa penyebutan “kalimat tersebut” dalam surat dakwaan
maka surat dakwaan telah cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana
38
dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, sehingga surat dakwaan tidak
menjadi kabur (obscure libel) ;
 Bahwa terhadap pendapat Saudara Penasehat Hukum yang mengatakan
status PT adalah dianggap sebagai orang adalah keliru, saudara
penasehat hukum tidak mencermati Undang – Undang No. 20 tahun
2002 tentang Ketenagalistrikan dan tidak membaca dakwaan secara
baik, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa subyek hukum itu
terdiri dari orang (manusia) dan/badan hukum, sehingga disini jelas
kiranya bahwa yang dimaksud dengan terdakwa adalah Badan Hukum
yaitu PT. Mekar Armada Jaya Magelang (yang dalam hal ini diwakili
oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO), dan tempat
kejadian perkaranya ada di PT. Armada Internasional Motor Jalan
Sukarno – Hatta Km. 3 Kota Magelang, berarti ada di areal/sekitar
kantor tersebut, jadi disini jelas kiranya bila kami tidak menunjuk
tempat orangnya namun tempat kejadiannya sebagai locus delicti,
“Pada umumnya tempat suatu tindak pidana adalah ditempat dimana
tindak pidana itu dilakukan oleh pelakunya, dan pada saat itu pula
sempurna (voltooid) semua unsur – unsur dari tindak pidana tersebut
(baca buku Asas Hukum Pidana dan Penerapannya oleh S.R. Sianturi,
SH halaman 113)”, oleh karena surat dakwaan telah sesuai denga
Pasal 143 ayat (2) KUHAP yaitu telah kami buat secara cermat, jelas
dan lengkap serta menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu
dilakukan dengan jelas pula, sehingga dakwaan itu tidak kabur
(obscure libel) ;
Setelah menanggapi eksepsi pihak terdakwa, Jaksa Penuntut
Umum secara garis besar mohon kepada Majelis Hakim agar :
a. Menolak seluruh dalil – dalil dari eksepsi terdakwa ;
b. Menerima seluruh dalil tanggapan yang Jaksa sampaikan ;
39
c. Menerima surat dakwaan dan meneruskan persidangan sampai selesai
agar didapat keadilan yang seadil – adilnya dalam persidangan.
5. Putusan Sela
Kemudian setelah hakim membaca berkas, membaca eksepsi dari
Penasehat Hukum Terdakwa dan tanggapan atas eksepsi tersebut dari
Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim menjatuhkan Putusan Sela No. 27 /
PID. B / 2005 / PN. MGL, dengan pertimbangan yang pada intinya :
 Bahwa, sebagaimana terlampir pada berkas perkara tentang Akta
Notaris No. 18 tertanggal 10 Maret 2000, dengan acara Perubahan
direksi PT. Mekar Armada Jaya Magelang yang dibuat oleh H. L. H.
Verhoeven, SH. tercantum bahwa Direktur I adalah BUDIJONO ;
 Bahwa, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum didasarka Pasal 60 ayat
(1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan,
menentukan : Apabila tindak pidana menggunakan tenaga listrik yang
bukan haknya dilakukan oleh badan hukum, pidananya dapat
dikenakan kepada Pengurusnya ;
 Bahwa, oleh karena pidananya dapat dikenakan kepada pengurusnya,
maka sudah benar apabila BUDIJONO sebagai Direktur I PT. Mekar
Armada Jaya yang diajukan sebagai terdakwa ;
 Bahwa, berdasar fakta notoir tempat kejadian perkara berada di Jl.
Sukarno – Hatta secara administrasi masuk wilayah Kota Magelang
dan wilayah hukum PN. Magelang ;
 Bahwa, bahwa dakwaan telah memenuhi syarat ketentuan Pasal 143
ayat (2) huruf b KUHAP, dengan menguraikan tempat, waktu dan
bagaimana cara tindak pidana dilakukan ;
40
Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut maka Majelis
Hakim memutuskan :
 Menyatakan menolak Eksepsi Tim Penasehat Hukum Terdakwa ;
 Memerintahkan agar pemeriksaan perkara Nomor 27 / PID. B / 2005 /
PN. MGL ,atas nama terdakwa BUDIJONO bin SOEGIJONO ini
dilanjutkan ;
6. Pelaksanaan Pembuktian di Persidangan
Berdasar Putusan Sela Nomor 27 / PID. B / 2005 / PN. MGL,
kemudian persidangan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan alat – alat
bukti dan pembuktiannya. Pelaksanaan pembuktian benda imateriil berupa
listrik dalam tindak pidana pencurian listrik di persidangan dilakukan
dengan mengajukan barang bukti dan alat bukti keterangan saksi, alat
bukti surat dan alat bukti keterangan terdakwa. Barang bukti yang diajukan
berupa :
 Kabel jenis NYM 4 x 4 mm panjang 10 meter warna putih berisi 4
kabel yaitu warna kuning, warna hitam, warna biru dan warna lerek
kuning biru, sedangkan kabel warna hitam tembaganya putus
didalamnya;
 Bukti pembayaran rekening dan Berita Acara Pembacaan Meter;
 1 (satu) lembar kuitansi No. 043225 tertanggal 29 Oktober 2003;
 1 (satu) lembar surat tanggapan atas permintaan surat perintah.
Dilampirkan pula alat bukti surat dalam berkas perkara sebagai
pertimbangan dalam persidangan, yaitu :
 Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik tanggal 18 April
2004 No. 307/FUF/IV/2004
 Foto copy Akta Notaris No. 18 Tanggal 10 Maret 2000, oleh Notaris
HLH Verhoeven, SH.
41
Alat bukti keterangan saksi dilakukan dengan menghadirkan
beberapa orang saksi atas dasar sumpah/janji menurut agama masing –
masing, yang diambil keterangannya yaitu sebagai berikut :
1). Saksi DJUREMI
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerjadi Kantor PLN Magelang sebagai Kepala Unit
Jaringan untuk Kota Magelang dan sebagian Kabupaten Magelang;
 bahwa, saksi ikut dalam Tim P2 TL (Tim Pemeriksa Pemakaian
Tenaga Listrik) ;
 bahwa, Tim P2 TL dari PLN terdiri dari Saksi sendiri,
HANDOKO, SUTRISNO, SUMAJI, HARTONO, RUSTAM
EFFENDI, ada pula Petugas dari Kepolisian yaitu KOMSIN,
JAMHARI dan AGUS ;
 bahwa, Tim P2 TL bertugas sejak tahun 2002, dalam setiap
pemeriksaan mendapat surat tugas yang berlaku untuk satu tahun ;
 bahwa, Tim P2 TL dibentuk untuk pemeriksaan rutin dan juga
pemeriksaan atas dasar adanya laporan ;
 bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 Tim P2 TL bertugas
melakukan pemeriksaan di PT. Mekar Armada Jaya, yang lokasi
tiang pancangnya berada di Jl. Sukarno Hatta yang dahulu dikenal
dengan nama PT. Vulgo Armada Internasional Motor, sekarang
telah berubah nama menjadi PT. Armada Internasional Motor ;
 bahwa, setelah melakukan pemeriksaan diketemukan salah satu
dari 3 kabel Phasa R, S, dan T ada yang putus. Berdasarkan hasil
pengukuran dengan menggunakan Amper Meter, pada kabel Phasa
T yang berwarna hitam, aliran yang ke Kwh meter menunjukkan
tidak normal. Setelah diadakan penelitian pada kabel Phasa T ada
bentuk yang mencurigakan, setelah diraba, bentuknya agak lunak
42
seperti kabel didalamnya putus, sedangkan pada bagian luarnya ada
warna keputih – putihan ;
 bahwa, pada saat diukur pada kabel Phasa T ternyata ada
penurunan tegangan, dari normal 57 volt menjadi 11,1 volt ;
 bahwa, kabel pada Phasa T dapat diketahui putus karena kabel
pada Phasa R dan S pada saat diberdirikan tegak, namun pada
kabel Phasa T tidak mau berdiri tegak ;
 bahwa, selanjutnya dibuatkan berita acara hasil pemeriksaan Tim
yang diketahui pula oleh pihak Armada ;
 bahwa, kabel pada Phasa T yang putus tersebut diturunkan untuk
dijadikan barang bukti, kemudian pada tiang pancang tersebut
diganti dengan kabel Phasa T yang baru ;
 bahwa, kabel sekunder tersebut berdiameter 4 mm yang
panjangnya kira – kira 3 – 4 meter dan dibungkus dengan besi
pengaman ;
 bahwa, oleh karena kabel sekunder berfungsi hanya sebagai
pengantar saja, maka tidak dipasang kencang, yang di tiang
jaringan yang dipasang kencang ;
 bahwa, di lokasi putusnya kabel Phasa T tersebut, PLN menderita
sepertiga dari pemakaian normal, perhitungan angkanya yaitu
sekitar 105.000 Kwh dan dari nilai rupiahnya kira-kira Rp.
64.553.000,- untuk pemakaian 2 bulan 10 hari ;
 bahwa, atas kerugian tersebut PT. Mekar Armada Jaya juga telah
membayar kepada PLN sejumlah Rp. 36.788.200,- ;
 bahwa, untuk dapat masuk ke lokasi PT. Armada Internasional
Motor harus izin pada satpam terlebih dahulu, dan pada saat
pemeriksaan selalu didampingi petugas dari PT. Mekar Armada
Jaya ;
 bahwa, barang bukti kabel satu gulung adalah benar kabel yang
putus pada Phasa T yang diturunkan dari tiang pancang lokasi PT.
Armada Internasional Motor ;
43
 bahwa, pada kabel sekunder selama tidak ada kerusakan/putus tak
ada penggantian, yang ada penggantian hanya kabel jaringan di
pinggir jalan dan trafo ;
2). Saksi SUTRISNO
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PLN di bagian pemeliharaan jaringan ;
 bahwa, pada tanggal 8 Oktober 2003, bersama dengan SUMAJI
dan IMAM SUTRISNO serta 3 orang dari Kepolisian yaitu
KOMSIN, AGUS dan JAMHARI mendapat tugas melaksanakan
pemeriksaan pada pelanggan PT. Mekar Armada Jaya, yang tiang
pancangnya terletak di Jl. Sukarno Hatta Magelang ;
 bahwa, kabel jaringan ada 6 (enam), 3 kabel untuk CT (tegangan)
dan 3 kabel untuk arus ;
 bahwa, pada saat diadakan pengukuran pada kabel arus,
diketemukan ada 1 kabel yang drop, pada Phasa R menunjukkan
angka 59,9 pada Phasa S menunjukkan angka 60,2 dan pada Phasa
T menunjukkan angka 11,1 , sedangkan untuk normalnya Phasa T
seharusnya 57 volt ;
 bahwa, setelah diketemukan ada kabel yang drop selanjutnya Tim
membuat laporan yang diketahui dari pihak PT. Mekar Armada
Jaya ;
 bahwa, pada keesokan harinya Tim P2 TL datang lagi ke PT.
Mekar Armada Jaya, untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ;
 bahwa, pemeriksaan dilakukan dengan naik ke atas tiang
memeriksa terminal –terminal/sambungan – sambungan tiap
tegangan tetapi tidak diketemukan ada kerusakan, selanjutnya
memeriksa setiap kabelnya, dari Phasa R, S dan Phasa T ;
 bahwa, setelah diraba diketemukan pada kabel Phasa T ada yang
putus, kemudian Sdr. STANLY petugas dari PT. Mekar Armada
44
Jaya ikut naik untuk melihat, diikuti anggota Kepolisian untuk
mengambil foto dari kabel yang putus tersebut ;
 bahwa, selanjutnya terhadap kabel yang putus tersebut diturunkan
untuk barang bukti dan diganti dengan kabel yang baru ;
 bahwa, akibat dari putusnya kabel tersebut PLN telah menderita
kerugian dengan perhitungan karena kabel ada 3 dan 1 yang putus,
maka yang tidak tercatat dalam alat pengukuran adalah
1
/3
(sepertiga);
 bahwa, peristiwa putusnya kabel selain diketemukan di PT. Mekar
Armada Jaya yang tiang pancangnya terletak di Jl. Sukarno Hatta,
juga terjadi di PT. Mekar Armada Jaya yang tiang pancangnya
terletak di Jl. Mayor Bambang Sugeng Kabupaten Magelang ;
 bahwa, pemasangan kabel Phasa R, S dan T tidak kencang, karena
hanya sebagai pengantar saja ;
 bahwa, untuk dapat masuk ke lokasi untuk melakukan pemeriksaan
PT. Mekar Armada Jaya selalu minta izin terlebih dahulu dan
selalu didampingi oleh petugas dari PT. Mekar Armada Jaya ;
 bahwa, untuk kabel sebelum Kwh meter merupakan kewenangan
PLN, namun pelanggan harus laporan bila diketemukan ada
kerusakan ;
 bahwa, tinggi kabel pada tiang pancang yang ada di Jl. Sukarno
Hatta tersebut kira – kira 6 meter dari permukaan tanah ;
 bahwa, barang bukti kabel putus adalah benar kabel yang saksi
raba pada Phasa T yang putus yang terletak di Jl. Sukarno Hatta ;
3). Saksi ADRIAN SAKTI LAKSANA
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PLN sebagai Manager Unit Pelayanan
Magelang Kota ;
45
 bahwa, tanggung jawab saksi meliputi melayani pelanggan tentang
Perubahan Daya, Pasang Baru, Administrasi Baru, Pembacaan
meteran di pelanggan, Melaksanakan penagihan rekening listrik ke
pelanggan ;
 bahwa, saksi tidak ikut dalam Tim P2 TL, saksi hanya ikut dalam
Tim Analisa dan Evaluasi ;
 bahwa, saksi menerima laporan dan berita acara pemeriksaan untuk
kemudian dibuatkan tagihan susulan ;
 bahwa, dalam laporan Tim P2 TL tersebut dinyatakan adanya
penurunan rekening yang dikarenakan ada sebagian daya listrik
yang dipakai itu tidak tercatat di meteran, yaitu 1/3 (sepertiga) nya ;
 bahwa, penurunan rekening tersebut dikarenakan adanya kabel
pada Phasa T yang putus, pemakaian tetap namun pencatatannya
menurun, jadi ad 1/3 (sepertiga) bagian yang tidak tercatat ;
 bahwa, berdasarkan peraturan yang ada di pln, pelanggaran seperti
ini termasuk pelanggaran golongan C ;
 bahwa, dalam rekening atas nama PT. Mekar Armada Jaya untuk
bulan Agustus 2003, September 2003 dan 10 hari bulan Oktober
2003 terjadi penurunan pembayaran ;
 bahwa,
untuk
pemakaian
bulan
Juli
2003
sebesar
Rp.
112.914.880,- sedangkan untuk bulan Agustus menjadi Rp.
86.404.660,- , bulan September 2003 menjadi Rp. 76.023.700,- ;
 bahwa, kerugian yang diderita PLN, sesuai dengan SK Direksi ada
denda sebesar Rp. 3,2 milyar dan berdasarkan sepertiga yang
hilang dari jumlah pemakaian sebesar Rp. 64.533.000,- ;
 bahwa, kemudian dibuatkan surat penagihan kepada pihak PT.
Mekar Armada Jaya, yang dijawab pada tanggal 10 Oktober 2003
yang isinya menyampaikan keberatan ;
 bahwa, selanjutnya PLN mengirimkan surat tagihan susulan
sebesar Rp. 210 juta, yang dijawab oleh PT. Mekar Armada Jaya
46
dengan membuat pernyataan sanggup membayar selisih untuk
pemakaian sebesar Rp. 36.788.200,- sambil menunggu proses
hukum lebih lanjut
 bahwa, cara memperhitungkan besarnya denda adalah sebagai
berikut : 6 x daya kontak sebesar 1.385 PA x 720 (Pemakaian
maksimal satu bulan) x 0,85 (koswi standar) x rp. 614 (TDL) = Rp.
3.125.683.512,- ditambah uang jaminan langganan sebesar Rp.
146.000.000,- sehingga jumlahnya menjadi Rp. 3.271.683.512,- ;
 bahwa, 1/3 (sepertiga) dari arus yang hilang tersebut adalah haknya
PLN ;
 bahwa, meskipun kabel tersebut berada sebelum Kwh, namun arus
tersebut tidak mungkin mengalir ke pelanggan yang lain ;
4). Saksi Ir. J. WAHYONO
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PLN, sebagai Manager Pelayanan Jaringan
di PLN Surakarta ;
 bahwa, saksi ikut dalam Tim P2 TL sebagai Manager Area ;
 bahwa, saksi mendapat laporan dari Sdr. WIBOWO, sebagai
koordinator bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan di PT. Mekar
Armada Jaya diketemukan indikasi adanya pelanggaran, yaitu
kabel sekunder pada Phasa T ada yang terputus atau sengaja
diputus ;
 bahwa, kabel Phasa T yang putus tersebut letaknya diluar APP ;
 bahwa, berdasarkan SK Direksi, pelanggaran yang terjadi di PT.
Mekar Armada Jaya termasuk golongan C yaitu menghambat /
pengurangan arus listrik ;
 bahwa, bentuk – bentuk pelanggaran ada 5 kategori yaitu :
1. Pelanggaran A, segelnya tidak ada ;
2. Pelanggaran B, mempengaruhi daya / saklarnya diganti sendiri;
47
3. Pelanggaran C, mempengaruhi ukuran ;
4. Pelanggaran D, pelanggaran B + C ;
5. Pelanggaran E, ada kekurangan ;
 bahwa, dengan adanya pelanggaran tersebut kemudian dilakukan
tagihan susulan serta denda sebesar Rp. 3,2 milyar. Dalam
perjanjian ditetapkan apabila terjadi suatu pelanggaran, maka
dikenakan uang jaminan langganan ;
 bahwa, sikap terdakwa merasa keberatan, karena menganggap
tidak melakukan pelanggaran, dan apabila ada putusan hukum yang
menyatakan bersalah maka akan sanggup membayar ;
 bahwa, oleh karena kabel ada 3 yang putus 1 (satu) maka
perhitungan PLN, kerugian yang tidak tercatat adalah 1/3 ;
 bahwa, kerusakan yang ada di PT. Mekar Armada Jaya yaitu kabel
ditekuk – tekuk mengkibatkan putus dibagian dalamnya,
sedangkan isolasinya (bungkus kabelnya) tidak rusak ;
 bahwa, putusnya kabel tesebut pernah diperiksa oleh ahli dari
UGM, yaitu Dosen Elektro Ugm, Ir. Tumiran, yang menyatakan
bahwa “Itu tak mungkin putus dengan sendirinya” ;
 bahwa, berdasarkan perjanjian jual beli tenaga listrik, disebutkan
bahwa apabila terjadi suatu pelanggaran maka akan tunduk pada
peraturan yang ada ;
 bahwa, pada kabel yang berada diatas, kadang memerlukan alat
bantu seperti mobil yang ada katrolnya untuk menaikkan petugas
keatas, ada juga yang memakai galah (senggek = dalam bahasa
Jawa) ;
 bahwa, untuk memutus kabel tersebut, tak perlu keahlian khusus,
banyak orang biasa, seperti pegawai BTL, atau orang yang belajar
elektro, yang utama orang tersebut tahu tentang listrik ;
48
 bahwa, PLN selalu menjelaskan isi perjanjian kepada pelanggan
sebelum memasang listrik, tentang hak – hak dan kewajibannya,
larangan – larangan dan keharusannya ;
5). Saksi SUMADJI
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PLN di bagian Area Pelayanan Jaringan ;
 bahwa, saksi ikut sebagai anggota Tim P2 TL yang mempunyai
tugas melakukan pemeriksaan rutin terhadap pelanggan –
pelanggan PLN, khususnya pelanggan besar PLN ;
 bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003, saksi mendapat tugas untuk
melakukan pemeriksaan di PT. Mekar Armada Jaya yang tiang
pancangnya terletak di halaman PT. Armada Internasional Motor di
Jl. Sukarno Hatta ;
 bahwa, saksi datang ke lokasi PT. Armada Internasional Motor
bersama dengan anggota Tim yang lain YAITU SUTRISNO,
DJUREMI, BUANG HANDOKO, HARTO, RUSTAM EFFENDI,
JUHARI dan 3 orang anggota Kepolisian ;
 bahwa, setelah kotak APP dibuka, kemudian listrik dipadamkan.
Baru setelah itu saksi naik ke atas, di atas kabel – kabel diperiksa
oleh saksi, juga di konektor – konektor (sambungan - sambungan)
ternyata tidak diketemukan ada masalah ;
 bahwa, kemudian saksi turun agak menyamping, lalu kabel saksi
raba dan saksi tekan dengan tangan kiri, terlihat didalamnya ada
celah ternyata kabel pada Phasa T ada yang putus. Karena terlalu
gembira berhasil menemukan penyakitnya sambil tangan kiri
masih memegang kabel, saksi berteriak “ketemu” ;
 bahwa, kemudian ada petugas dari Kepolisian yang ikut naik
keatas yaitu Sdr. KOMSIN yang kemudian mengambil foto dari
kabel yang putus tersebut ;
49
 bahwa, gambar jari yang ada pada foto barang bukti adalah benar
foto jari milik saksi yang menunjuk pada kabel yang putus ;
 bahwa, selanjutnya AGUS VINANSIUS petugas dari PT. Mekar
Armada Jaya juga naik untuk melihat kabel yang putus tersebut,
setelah melihat kabel tersebut ekspresi wajah AGUS VINANSIUS
seperti bingung ;
 bahwa, setahu saksi, AGUS VINANSIUS adalah petugas PT.
Mekar Armada Jaya yang ditugasi menangani listrik ;
 bahwa, sekalipun kabel yang putus 1, namun seluruh kabel harus
diganti yaitu Phasa T, Phasa S, Phasa R dan kabel untuk netral ;
 bahwa, keadaan kabel yang putus tersebut apabila ditegakkan,
langsung jatuh (sengkleh) karena lemas ;
 bahwa, keadaan kabel yang putus diturunkan untuk menjadi barang
bukti, dan dibuatkan berita acara hasil pemeriksaan yang
ditandatangani oleh tim dan wakil dari PT. Mekar Armada Jaya
yang menandatangani Sdr. STANLY ;
 bahwa, akibat dari putusnya kabel tersebut, kerja meteran menjadi
tidak normal, ada pemakaian tenaga listrik yang tidak tercatat ;
 bahwa,
putusnya
kabel
tersebut
apabila
tertimpa
pohon
kemungkinannya sangat kecil, apalagi lokasi disekitar tiang
pancang tidan ada pohon besar, sendainya sampai terjadi maka
kabel atau isolasinya akan rusak ;
 bahwa, pemeriksaan terhadap PT. Mekar Armada Jaya yang tiang
pancangnya berada di halaman PT. Armada Internasional Motor
dilakukan sampai 2 kali karena belum diketemukan sebab –
sebabnya. Pada pemeriksaan tenggal 8 Oktober 2003 baru
diketemukan adanya penurunan arus, pada Phasa R dan S
menunjukkan angka normal, sedang pada Phasa T menunjukkan
tidak normal, normalnya 57 menjadi 11,1 volt ;
50
6). Saksi TOTOK RUDIANTO
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PT. Mekar Armada Jaya Magelang sejak
tahun 1991 di bagian maintenance termasuk urusan yang
berhubungan dengan listrik ;
 bahwa, pada bulan Oktober 2003 saksi dan beberapa orang dari PT.
Mekar Armada Jaya yaitu AGUS VINANSIUS, YULIUS
TRIYANTO dan STANLY menyaksikan pemeriksaan listrik yang
dilakukan oleh Tim P2 TL ;
 bahwa, tiang pancang PT. Mekar Armada Jaya di halaman PT.
Armada Internasional Motor di Jl. Sukarno Hatta ;
 bahwa, di sana ada Satpamnya, yang bekerja nonstop secara
bergantian dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh perusahaan ;
 bahwa, untuk masuk ke lokasi harus melapor dulu pada satpam
untuk keperluan apa tamu tersebut datang, apabila di luar jam
kerja, karyawan yang lembur di data nama – namanya ;
 bahwa, pada kabel yang putus tersebut apabila dilihat tidak terlihat
kalau putus, karena pada kabel hanya terlihat bercak putih, tetapi
pada saat diraba terasa kalau kabel tersebut putus ;
 bahwa, saksi pernah mendengar PT. Mekar Armada Jaya ada usaha
untuk mengefektifkan daya yang ada yaitu dengan dipasanginya
kapasitor bank ;
 bahwa, saksi pernah menyatakan kepada BASILIUS SUTRIMO,
kalau ada orang yang bisa mengiritkan listrik yaitu Sdr. EDI
CONDRO ;
 bahwa, selanjutnya di PT. Mekar Armada Jaya dipasangi kapasitor
bank yang di pasang di panel sesudah meteran dan dipasangnya di
bagian bawah ;
51
 bahwa, seandainya tidak dipasangi kapasitor daya menjadi tidak
maksimal dan kemungkinan sering njeglek (anjlok = turun),
kapasitor itu diperlukan agar peralatan yang membutuhkan tenaga
besar, seperti alat las, mesin pres, begitu tenaga digunakan maka
tenaga yang masuk sangat besar ;
 bahwa, sepengatahuan saksi apabila ada 3 kabel sekunder, sedang
pada 1 kabel putus, maka daya yang hilang adalah 1/3 (sepertiga) –
nya ;
 bahwa, untuk masuk ke lokasi, tidak sembarangan orang bebas
masuk, kalau masih jam kantor bisa karena di situ ada show room
mobil Daihatsu, kalau tidak ada hubungannya dengan show room
maka harus melapor ke satpam ;
7). Saksi YULIUS TRIYANTO
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PT. Mekar Armada Jaya sejak tahun 1987,
di bagian listrik ;
 bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 saksi melihat ada petugas
PLN yang memanjat tiang pancang untuk memriksa listrik ;
 bahwa, setelah itu diketahui ada kabel Phasa T yang putus ;
 bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpamnya yang
bekerja 24 jam penuh, kerjanya secara bergiliran sesuai dengan
jadwal, setiap pas ada Satpam yang bertugas mengawasi sesuai
lokasi masing – masing ;
 bahwa, pada jam kerja antara jam 7 sampai jam 16.30 tidak perlu
meminta ijin, cukup melapor Satpam atau ke kantor show room,
setelah jam kerja harus dengan ijin dan harus pakai identitas diri ;
 bahwa, tenaga listrik yang ada di DPP di lokasi tersebut
mengalirnya ke PT. Mekar Armada Jaya dan PT. Armada
Internasional Motor, namun lebih banyak ke PT. Mekar Armada
52
Jaya karena dipakai untuk karoseri dan bengkel,sedangkan di PT.
Armada Internasional Motor hanya untuk bengkel dan show room ;
 bahwa, saksi tidak tahu berapa besar kerugian yang diderita oleh
PLN
8). Saksi AGUS VINANSIUS
Menerangkan :
 bahwa, saksi adalah karyawan PT. Mekar Armada Jaya di bagian
plant service ;
 bahwa, bagian plant service membidangi masalah listrik menjaga
agar semua peralatan listrik bias bekerja dengan maksimal ;
 bahwa, listrik yang dipakai oleh PT. Mekar Armada Jaya tiang
pancangnya berada di halaman PT. Armada Internasional Motor di
Jl. Sukarno Hatta ;
 bahwa, pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2003 ada pemeriksaan listrik
dari PLN Magelang ;
 bahwa, setiap ada pemeriksaan dari petugas PLN selalu didampingi
oleh karyawan atau petugas dari PT. Mekar Armada Jaya ;
 bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 ada pemeriksaan rutin dari
petugas PLN. Pada waktu dilaksanakan pemeriksaan meteran tidak
diketemukan ada masalah, kemudian petugas dari PLN naik ke atas
tiang pancang ;
 bahwa, setelah petugas naik, diketemukan pada kabel sekunder
Phasa T ada yang putus, kemudian saksi ikut naik dan melihat,
betul ada kabel putus pada Phasa T yang berwarna hitam ;
 bahwa, dengan putusnya kabel Phasa T tersebut akibatnya ada
beberapa pemakaian listrik yang tidak tercatat, yang menurut
penjelasan petugas ada 1/3 (sepertiga) bagian yang tidak tercatat ;
 bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpamnya, yang
bekerja 24 jam secara bergantian ;
53
 bahwa, pada saat ada orang masuk atau keluar ke lingkungan
halaman PT. Armada Internasional Motor, Satpam pasti tahu,
karena setiap orang yang masuk dan keluar, sangat jelas terlihat
dari Pos Satpam ;
 bahwa, yang mempergunakan listrik yang tiang pancangnya ada di
halaman PT. Armada Internasional Motor adalah PT. Mekar
Armada Jaya, PT. Armada Internasional Motor, yang dipergunakan
untuk menggerakkan mesin – mesin perbengkelan dan karoseri ;
 bahwa, kabel barang bukti adalah kabel Phasa T yang putus yang
berada di tiang pancang di halaman PT. Armada Internasional
Motor ;
9). Saksi STANLY CLARENCE SUMAMPAOUW
Menerangkan :
 bahwa, saksi adalah karyawan PT. Mekar Armada Jaya di bagian
plant service ;
 bahwa, plant service terdiri dari 3 bagian yaitu : Mekanik, Las dan
Elektrik ;
 bahwa, tenaga listrik yang tersalur ke bagian – bagian tersebut
tersalur dengan baik, meskipun mesin digunakan semua ;
 bahwa, tidak ada cara untuk menghemat listrik, yang dilakukan
hanyalah dengan mematikan sebagian mesin ;
 bahwa, pada tanggal 8 Oktober 2003, saksi mendampingi Tim P2
TL untuk melakukan pemeriksaan rutin, pada hari itu pada saat
diukur diketemukan adanya kabel yang tidak normal, pada Phasa R
dan S normal, pada Phasa T hanya 11,1 volt normalnya 59 volt ;
 bahwa, pada esok harinya tanggal 9 Oktober 2003 diadakan
pemeriksaan lagi, dan diketemukan adanya kabel yang putus pada
Phasa T ;
54
 bahwa, setelah diketemukan ada kabel yang putus, kemudian
petugas polisi ikut naik dan memfoto kabel tersebut, kemudian
saksi naik untuk melihat kabel yang putus tersebut ;
 bahwa, pada saat kabel yang putus tersebut ditegakkan selalu
melengkung turun ;
 bahwa, menurut saksi kabel tersebut kalau tidak disengaja diputus
tidak dapat putus sendiri, karena kabel tersebut sangat kuat ;
 bahwa, kabel tersebut dipasangnya tidak kuat atau dalam keadaan
kendor ;
 bahwa, PT. Armada Internasional Motor ada Petugas Satpamnya,
yang bekerja nonstop 24 jam, secara bergiliran ;
 bahwa, selama saksi bekerja di PT. Mekar Armada Jaya, kapasitor
yang memasang bernama EDI CONDRO ;
 bahwa, yang mempergunakan tenaga listrik tersebut adalah PT.
Mekar Armada Jaya dan PT. Armada Internasional Motor untuk
kantor, mesin, pres, las, show room ;
 bahwa, barang bukti kabel adalah benar, kabel Phasa T yang putus;
10). Saksi BASILIUS SUTRIMO
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di Armada Swalayan di bagian maintenance
dengan tugas menangani masalah listrik ;
 bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 ada Petugas PLN yang
melakukan pemeriksaan rutin, saksi diberitahukan ada kabel yang
putus, kemudian saksi diminta naik untuk melihat kabel yang putus
tersebut ;
 bahwa, setelah sampai di atas, saksi memegang kabel tersebut,
ternayata kabelnya bergoyang ;
 bahwa, akibat putusnya kabel tersebut pengukuran meteran
menjadi tidak normal ;
55
 bahwa, dengan adanya kejadian tersebut saksi diminta oleh saksi
AGUS VINANSIUS untuk berdamai dengan petugas pln ;
 bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpam yang
bertugas 24 jam nonstop secara bergiliran ;
11). Saksi RUSLI S NAPU
Menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PT. Armada Internasional Motor sebagai
kepala cabang PT. Armada Internasional Motor, yang bergerak di
bidang main dealer Daihatsu dan Isuzu ;
 bahwa, selama ini penggunaan daya listrik dilakukan bersamaan
dengan PT. Mekar Armada Jaya ;
 bahwa,
saksi
membayar
rekening
listrik
dengan
dasar
perbandingan, rata – rata per bulan antara 3 juta sampai dengan 3,5
juta rupiah, dan tidak pernah ada penurunan setiap bulannya ;
 bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpamnya yang
bekerja 24 jam nonstop secara bergantian ;
 bahwa, seumpama ada orang luar yang masuk ke lokasi PT.
Armada Internasional Motor, pasti diketahui oleh Satpam karena
harus melapor ke Satpam ;
 bahwa, tentang masalah PT. Mekar Armada Jaya saksi tahu dari
membaca Koran, tentang adanya pencurian listrik yang dilakukan
oleh PT. Mekar Armada Jaya ;
12). Saksi AGUS SULISTJO
Bahwa dalam perkara ini saksi sebagai saksi ahli, menerangkan :
 bahwa, saksi bekerja di PLN semula di bagian jaringan sampai
tahun 1980, dari tahun 1980 sampai sekarang bekerja di bagian
56
Laboratorium Kamar Tera Distribusi Jawa Tengah dan DIY di
Semarang ;
 bahwa, wilayah kerja saksi meliputi Magelang, Jogjakarta,
Surakarta, Cilacap, Tegal, Pekalongan, Kudus dan Semarang ;
 bahwa, yang ditangani oleh laboratorium tersebut antara lain :
menangani pengukuran Meter Kwh, Ohm, Watt, Kospi, Meter
Isolasi/isolator meter/inductor ;
 bahwa, ada jaringan yang dinamakan jaringan sekunder terdiri dari
4 kabel sekunder, dengan 3 phasa yaitu Phasa R, S dan Phasa T,
sedangkan yang satu netral ;
 bahwa, kabel phasa tersebut fungsinya untuk tegangan ;
 bahwa,kalau salah satu kabel tegangan tersebut putus, maka akan
mempengaruhi pengukuran, karena untuk pengukuran diperlukan 3
phasa, sedangkan fungsi masing – masing phasa berbeda, sebagai
contoh, kalau ada 3 kabel mendorong, kemudian ada salah satu
yang tidak mendorong maka akan mempengaruhi pengukuran ;
 bahwa, apabila ada salah satu kabel yang putus, listrik tetap dapat
berfungsi, putus dua masih berfungsi, putus semua baru berhenti ;
 bahwa, setelah melihat keadaan barang bukti kabel meskipun kabel
masih tersambung dengan isolasi, namun menjadikan alat tidak
bias berputar secara normal ;
 bahwa, dengan putusnya kabel yang mengakibatkan alat tidak
berputar
secara
normal
yang
diuntungkan
adalah
konsumen/pelanggan listrik ;
 bahwa, jenis kabel barang bukti tersebut adalah NYN merupakan
kabel standar ;
 bahwa, selama saksi 25 tahu bekerja di PLN belum pernah
menemui kasus kabel putus dengan sendirinya, kecuali karena
faktor alam,seperti tertimpa pohon ;
57
 bahwa, kabel tersebut dapat diputus dengan mempergunakan alat
bantu, tanpa harus memutus isolasinya ;
 bahwa, dipersidangan saksi telah memperagakan cara memutus
kabel dengan tanpa mempergunakan alat, yaitu dengan cara kabel
tersebut ditekuk berulang – ulang secara berlawanan arah, dan
akibatnya kabel tersebut putus, tanpa harus memutus isolasiya
(plastik luarnya) ;
 bahwa, kasus kabel putus tersebut di Jawa Tengah banyak terjadi ;
 bahwa, posisi kabel yang putus tersebut letaknya di luar APP ;
 bahwa, daya tahan kabel barang bukti tersebut sangat lama atau
bertahun – tahun, dan belum pernah menemui kabel tersebut putus
dengan sendirinya ;
 bahwa, tidak ada teori yang menyatakan ukuran waktu sesuatu
kabel tersebut akan rusak ;
 bahwa, kabel untuk Phasa T warnanya hitam atau biru, tetapi bisa
juga warna lain, tergantung dari produk kabelnya, namun petugas
selalu tahu kabel yang mana Phasa T tersebut ;
 bahwa, kasus putusnya kabel yang terjadi pada tiang pancang yang
terletak di Jl. Sukarno Hatta adalah menjadi tanggung jawab PT.
Mekar Armada Jaya ;
 bahwa, berdasarkan hasil test laboratorium putusnya kabel tersebut
dilakukan oleh manusia ;
13). Saksi ahli Ir. TUMIRAN M, ENG. PHD, tetap tidak dapat hadir di
persidangan meskipun telah dipanggil secara pantas, maka atas
persetujuan terdakwa, keterangan saksi Ir. TUMIRAN M, ENG. PHD
tersebut dibacakan yang resumenya adalah sebagai berikut :
 bahwa, saksi saat ini menjabat sebagai Pengelola S2 dan S3 Tehnik
Elektro UGM dan merangkap menjadi Ketua Jurusan Tehnik
Elektro UGM Jogjakarta ;
58
 bahwa, kabel Phasa T berguna untuk mengukur tegangan atau arus
pada Phasa T, kabel Phasa R untuk mengukur tegangan atau arus
pada Phasa R, Kabel S untuk mengukur tegangan atau arus pada
Phasa S, sedangkan kabel groun adalah netral ;
 bahwa, pada saat diadakan pemeriksaan terhadap kabel tersebut
yaitu kabel Phasa T menunjuk pada 11,1 volt, kabel Phasa R
menunjuk pada 59,5 volt dan kabel Phasa S menunjuk pada 60,2
volt semestinya kalau dalam kondisi normal menunjukkan pada
angka yang sama dengan adanya perbedaan tersebut berarti kabel
Phasa T terlepas atau putus ;
 bahwa, dengan adanya kabel Phasa T tersebut putus maka
pengukuran daya yang terukur menjadi berkurang atau lebih kecil ;
 bahwa, dengan adanya pengukuran tersebut berkurang, maka yang
dirugikan adalah PT. PLN karena pengukurannya kurang tetapi
pemakaian listriknya normal ;
 bahwa, dengan adanya kabel Phasa T tersebut putus dapat
mempengaruhi putaran piringan pada meteran menjadi lebih
lambat yaitu pengukuran kurang menjadi sekitar 33 % dan
pembayaran rekening listrik juga berkurang sekitar 33 % ;
 bahwa, saksi melihat data kabel Phasa T putus diperkirakan pada
bulan Juli 2003 ;
 bahwa, putusnya kabel Phasa T tersebut putus karena faktor alam
kemungkinan
kecil
sekali,
sehingga
kabel
tersebut
putus
kemungkinan akibat tekukan atau tekanan kemungkinan besar
diakibatkan oleh faktor manusia ;
59
Hal – hal yang memberatkan dan meringankan dalam penjatuhan
putusan oleh Majelis Hakim bagi terdakwa, yaitu :
Hal – hal yang memberatkan :
 Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya telah lalai dalam pengawasan APP
(Alat Pembatas Dan Pengukur) yang tiang pancangnya terletak di
halaman PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno Hatta Km 3
Kota Magelang, sehingga berakibat merugikan pihak PT. PLN
(Persero) APJ Magelang ;
 Perbuatan terdakwa dapat menjadikan contoh buruk bagi perusahaan
besar lain, yang dapat merugikan keuangan negara ;
Hal – hal yang meringankan :
 Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya melalui pengurusnya BUDIJONO
bin SOEGIJONO telah membayar kekurangan Suplisi (kekurangan
tagihan bulanan) sebesar Rp. 36.788.200,- (tiga puluh enam juta tujuh
ratus delapan puluh delapan ribu dua ratus rupiah) ;
 Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh pengurusnya
Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO bersikap sopan, tidak berbelit –
belit sehingga memperlancar jalannya persidangan ;
7. Pertimbangan – Pertimbangan Hakim
Setelah melakukan pembuktian dipersidangan, akhirnya Majelis
Hakim menjatuhkan putusan, dengan pertimbangan yang pada intinya sebagai
berikut :
 Bahwa, terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh
Pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO telah didakwa dengan
dakwaan tunggal melanggar Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20
tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, dengan unsur – unsur : Badan
60
hukum; Menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya; Dengan
maksud untuk memanfaatkan secara melawan hukum.
 Bahwa, subyek hukum adalah orang atau manusia sebagai pemegang hak
dan kewajiban.
 Bahwa, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No.1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas menyatakan bahwa keberadaan PT diakui sebagai
badan hukum dan dianggap sebagai “manusia”, oleh karena itu disebut
“orang tiruan” merupakan orang yang diciptaan oleh hukum.
 Bahwa, dengan demikian dikenal dua subyek hukum, yaitu : Subyek
hukum orang dan Subyek hukum bukan orang.
 Bahwa, subyek hukum bukan orang ada dua macam, yaitu : Badan
Hukum (PT, Negara, Badan – Badan Internasional); dan Bukan Badan
Hukum (Persekutuan, Perkumpulan).
 Bahwa, selayaknya manusia mulai menjadi subyek hukum adalah sejak
orang itu lahir dan berakhir saat ia meninggal, begitu pula dengan badan
hukum, yaitu sejak didirikan sampai dengan dia dibubarkan.
 Bahwa, sebuah perusahaan sebagai badan hukum bias membuat
keputusan, memiliki kekayaan, bias bertransaksi, mempunyai utang –
piutang, menuntut dan dutuntut, selayaknya manusia yang mempunyai
hak dan kewajiban, dalam melakukan segala perbuatan hukum tersebut
diwakili oleh Pengurusnya.
 Bahwa, berdasarkan Akta Notaris No. 18 tanggal 10 Maret 2000, dari
HLH VERHOEVEN, SH. Notaris di Magelang menyatakan bahwa
posisi Direktur I / Direksi Umum masih Sdr. BUDIJONO bin
SOEGIJONO sampai saat ini tahun 2005, dan belum ada Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) yang menyatakan PT. Mekar Armada Jaya
bubar.
61
 Bahwa, dipersidangan telah terbukti PT. Mekar Armada Jaya masih
berstatus Badan Hukum, oleh karena itu terdakwa yang diwakili oleh
Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO, dapat melakukan perbuatan hukum,
sehingga dapat pula dipertanggung jawabkan atas segala perbuatannya.
 Bahwa,
unsur
“Badan
Hukum”
telah
terbukti,
berdasarkan
pertimbangan–pertimbangan diatas.
 Bahwa, PT. Mekar Armada Jaya adalah salah satu pelanggan listrik
besar yang tiang pancangnya terletak di halaman PT. Armada
Internasional Motor Jl. Sukarno - Hatta.
 Bahwa, berdasarkan keterangan saksi DJUREMI, STANLY dan
SUTRISNO bahwa sampai tanggal 9 Oktober 2003 belum pernah
dilakukan pemadaman listrik oleh PLN, sehingga penggunaan listrik
tetap berjalan.
 Bahwa, setelah diketemukan adanya kabel yang putus pada Phasa T,
penggunaan listrik tetap namun pembayaran rekening mengalami
penurunan, yaitu bulan Juli 2003 sebesar Rp. 112.914.880,- , bulan
Agustus 2003 sebesar Rp. 86.404.660,- , September 2003 menjadi Rp.
76.023.700,- namun pihak pelanggan PT. Mekar Armada Jaya tidak
melaporkan hal tersebut pada pihak PLN.
 Bahwa, berdasarkan keterangan saksi dan hasil pemeriksaan ditampat,
tenaga listrik digunakan untuk mengoperasionalkan alat – alat
perbengkelan, karoseri, penerangan, mesin las, pres, mesin potong besi,
dll oleh PT. Mekar Armada Jaya dan sebagian lagi dipergunakan oleh Pt.
Armada Internasional Motor.
 Bahwa, dengan putusnya kabel Phasa T mengakibatkan tenaga listrik
yang digunakan Terdakwa tidak tercatat 1/3 nya di meteran pada APP,
sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak PLN.
62
 Bahwa, menurut majelis Hakim pihak PLN juga telah lalai dalam
melakukan kontrol kepada para pelanggan tiap bulannya, khususnya
kepada pelanggan besar sebagaimana menjadi kewajibannya, sehingga
bila hal itu dilaksanakan maka pihak PLN tidak akan merugi selama tiga
bulan.
 Bahwa,
namun demikian hl ini tidak menghapuskan kesalahan
terdakwa, sehingga berdasarkan pertimbangan – pertimbangn tersebut
diatas, maka unsur ”menggunakan tenaga listrik yang bukan
haknya”.
 Bahwa, berdasarkan keterangan saksi dan pengakuan terdakwa dalam
setiap pemeriksaan PLN selalu didampingi oleh petugas dari PT. Mekar
Armada Jaya, yang sebelumnya harus melapor pada satpam terlebih
dahulu.
 Bahwa,
pengaman
ditempat
terjadinya
perkara
pengamanannya
sangatlah ketat, karena setiap orang keluar dan masuk halaman PT.
Armada Internasional Motor langsung terlihat satpam dari pos induk
satpam, dan setiap tamu harus melapor ke pos induk tersebut. Satpam
bekerja selama 24 jam secara bergilir. Setiap karyawan yang kerja
lembur namanya selalu terdaftar di pos induk satpam. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa putusnya kabel Phasa T tersebut tidak
mungkin dilakukan oleh orang diluar karyawan PT. Mekar Armada Jaya,
terlebih putusnya kabel Phasa T itu letaknya diatas dan memerlukan
peralatan tangga untuk memutus kabel tersebut.
 Bahwa, oleh karena itu Majelis hakim sependapat rusaknya kabel Phasa
T itu dilakukan oleh terdakwa (PT. Mekar Armada Jaya), atau minimal
terdakwa sudah mengetahui adanya kerusakan pada kabel tersebut.
Sedangkan berdasarkan pemeriksaan ditempat lokasi kejadian tidak
terdapat pepohonan besar yang dapat tumbang dan menimpa tiang
63
pancang, dengan demikian putusnya kabel Phasa T dikarenakan faktor
alam kemungkinannya tidak akan terjadi. Maka dapat disimpulkan
penyebab yang paling memungkinkan adalah faktor manusia.
 Bahwa, berdasarkan keterangan saksi AGUS SULISTJO, pemutusan
kabel seperti barang bukti dapat dilakukan dengan menggunakan galah
dari bawah dan dapat pula dengan cara menekuk – nekuk kabel beberapa
kali sehingga kabel tembaga didalamnya putus tanpa harus memutus
atau merusak isolasinya.
 Bahwa, alat – alat listrik yang berada dilingkungan pelanggan baik
pengamanan dan perawatannya menjadi tanggung jawab pelanggan,
dengan demikian putusnya kabel Phasa T juga menjadi tanggung jawab
pelanggan.
 Bahwa, karena putusnya kabel Phasa T maka terjadi penurunan
pencatatan rekening PT. Mekar Armada Jaya yang diketahui mulai bulan
Agustus 2003 padahal penggunaan tetap sama, namun pengurus PT.
Mekar Armada Jaya tidak melapor sampai bulan September 2003 pun
tidak melapor, yang seharusnya pengurus patut menduga adanya
kerusakan pada alat – alat yang disewa dari PLN dan melakukan
pengawasan untuk mencegah agar tidak terjadi peristiwa yang
merugikan orang lain.
 Bahwa, karena putusnya kabel Phasa T menyababkan kerugian bagi
PLN, membuktikan PT. Mekar Armada Jaya telah lalai dalam
pengawasan dan pengamanan sehingga bertentangan dengan hak –
kewajiban sesuai tertuang dalam perjanjian jual beli tenaga listrik antara
PLN dan PT. Mekar Armada Jaya.
 Bahwa, berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas maka
unsur “Dengan maksud untuk memanfaatkan secara melawan
hukum” telah terbukti.
64
8. Putusan Hakim
Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas setelah
semua unsur – unsur yang didakwakan terbukti, maka Majelis Hakim
menjatuhkan Putusan atas Perkara No. 27 / PID. B / 2005 / PN. MGL, sebagai
berikut :
 Menyatakan terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh
pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO sebagaimana tersebut
diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
“MENGGUNAKAN TENAGA LISTRIK YANG BUKAN HAKNYA
SECARA MELAWAN HUKUM” ;
 Menjatuhkan pidana kepada terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang
diwakili oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO, dengan
pidana denda sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
Subsidair selama 3 (tiga) bulan kurungan bagi pengurusnya BUDIJONO
bin SOEGIJONO ;
 Menyatakan barang bukti berupa :
a). Kabel jenis NYM 4 x 4 mm panjang 10 meter warna putih berisi 4
kabel yaitu warna kuning, warna hitam, warna biru dan lerek kuning
biru, yang pada kabel warna hitam tembaganya putus di dalamnya,
bukti
rekening
pembayaran,
Berita
Acara
pembacaan
meter,
dikembalikan kepada PT. PLN (Persero) APJ Magelang melalui saksi
DJUREMI ;
b). 1 (satu) lembar kwitansi Nomor 0432655 tertanggal 29 Oktober 2003
dikembalikan kepada terdakwa PT. Mekar Armada Jaya melalui
pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO ;
c). 1 (satu) lembar surat tanggapan atas permintaan surat perintah, Berita
Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik, Foto copy Akta
65
Notaris Nomor 18 tanggal 10 Maret 2000, oleh HLH. VERHOEVEN,
SH. Notaris di Magelang, seluruhnya tetap dilampirkan dalam berkas
perkara yang bersangkutan ;
 Membebankan kepada terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili
oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) ;
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa proses
pembuktian dipersidangan dilakukan untuk menjatuhkan putusan suatu tindak
pidana, pembuktian ini pada dasarnya merupakan ketentuan – ketentuan yang
berisi penggarisan dan pedoman tentang cara – cara yang dibenarkan undang –
undang dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat – alat bukti yang
dibenarkan Undang – Undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan
kesalahan yang didakwakan (M Yahya Harahap, 2000:273). Seseorang tidak
boleh dianggap bersalah sebelum dilakukan pembuktian dipersidangan dan
terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa dialah yang bersalah melakukan tindak
pidana. Pelaksanaan tindak pidana pencurian listrik berpegang pada Pasal 184
ayat (1) KUHAP.
Tindak pidana yang dilakukan PT. Mekar Armada Jaya melalui
pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO yang telah diuraikan di atas
bertentangan dengan Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan, yaitu:
“ Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dengan
maksud untuk memanfatkan secara hukum (merupakan tindak pidana pencurian
sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP) dengan penjara 5 tahun dan denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- “
66
Berdasarkan fakta – fakta yang terungkap dalam persidangan, tindak
pidana yang dilakukan terdakwa tersebut telah memenuhi unsur – unsur yang
terdapat dalam Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan, yaitu:
a. Unsur setiap orang :
Diketahui bahwa ada 2 Subyek Hukum, yaitu : Subyek hukum orang ;
Subyek hukum bukan orang. Dimana subyek hukum bukan orang juga ada 2
macam, yaitu : Badan Hukum, misalnya PT, Negara, Badan – Badan
Internasional ; bukan badan hukum, misalnya Persekutuan, Perkumpulan.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas telah secara tegas mengakui PT sebagai Badan Hukum dan
dianggap sebagai manusia yang dapat melakukan dan mempertanggung
jawabkan segala tindakan hukum yang dilakukannya.
Dalam kasus ini PT. Mekar Armada Jaya Magelang yang beralamat di
Jl. Mayjen Bambang Sugeng No. 7 Magelang disebut sebagai PT dengan
dasar Akta Notaris Nomor 18 tanggal 10 Maret 2000, yang dalam pertanggung
jawabannya diwakili oleh Sdr. Budijono selaku pengurus dari PT. Mekar
Armada Jaya Magelang.
Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menjadi pelanggan
PLN berdasarkan Surat Perjanjian tertanggal 29 Januari 1993, antara Pihak
Pertama Perusahaan Listrik Negara Distribusi Jawa Tengah Nomor :
407.Pj/9227/1991-1992/m dengan Pihak Kedua PT. Mekar Armada Jaya
Nomor : 49/UM/NA/VII/92. Sehingga disini telah jelas kiranya bila terdakwa
bertanggungjawab terhadap keutuhan APP (Alat Pembatas Dan Pengukur)
yang dipasang di PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno – Hatta Km 3
Magelang dengan menjaga dan mengawasi dari perbuatan orang – orang yang
tidak bertanggungjawab. Namun dikarenakan hal tersebut tidak dilakukan oleh
terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang, maka saat kabel Phasa T pada
67
APP tersebut dirusak (kabel tembaga di putus tanpa merusak atau memutus
isolasinya) sehingga hal tersebut tidak diketahui oleh Terdakwa.
Oleh karena itu hal tersebut menjadi tanggungjawab PT. Mekar
Armada Jaya Magelang, sehingga disini terdakwa PT. Mekar Armada Jaya
Magelang telah dapat dipertanggung – jawabkan, dengan demikian unsur
Setiap Orang dalam hal ini dilakukan oleh Badan Usaha, sehingga unsur
tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
b. Unsur menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya ;
Bahwa
terdakwa
PT.
Mekar
Armada
Jaya
Magelang
telah
menggunakan tenaga listrik yang keluar dari meteran KWH yang ada di APP
yang dipasang di PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno – Hatta Km 3
Magelang (anak Perusahaan PT. Mekar Armada Jaya Magelang). Tenaga
listrik tersebut digunakan untuk mengoperasionalkan alat – alat perbengkelan,
alat – alat karoseri, penerangan, AC, mesin las, mesin pres, mesin potong besi
dan lain – lain. Padahal tenaga listrik untuk penggunaan bulan Agustus 2003
sampai tanggal 9 Oktober 2003 adalah hanya tercatat/terukur 2/3 dari yang
seharusnya. Hal itu dapat terjadi karena salah satu kabel phasa yaitu kabel
Phasa T (warna hitam) putus tembaganya sedang isolasinya tidak rusak,
sehingga hal itu menyebabkan tenaga listrik yang digunakan terdakwa PT.
Mekar Armada Jaya tersebut tidak tercatat atau terukur 1/3 – nya dari kondisi
normal (kabel Phasa T tidak rusak).
Hal tersebut sebagaiman diterangkan oleh saksi Djuremi, saksi Adrian
Sakti Laksana, saksi Wahyono, saksi Totok Rudiyanto, saksi Yulius Riyanto,
saksi Agus Sulistjo (Ahli) yang masing – masing dibawah sumpah
menerangkan yang pada pokoknya yaitu bila terdakwa PT. Mekar Armada
Jaya Magelang telah menggunakan tenaga listrik yang keluar dari meteran
APP yang dipasang di PT. Armada Internasional Motor sebanyak 1/3 dari
kondisi normal, karena yang terukur atau tercatat hanya 2/3 dan tenaga listrik
tersebut digunakan untuk segala aktivitas di PT. Mekar Armada Jaya. Kondisi
68
yang telah disebutkan ini dibenarkan oleh Sdr. Budijono (yang mewakili PT.
Mekar Armada Jaya Magelang)Kemudian para saksi tersebut juga
menerangkan apabila ada salah satu kabel phasa yang putus, maka kwh meter
yang tercatat/terukur hanya 2/3, sedang yang 1/3 – nya tidak terukur.
Dengan demikian unsur ”yang menggunakan tenaga listrik yang bukan
haknya” terbukti secara sah dan meyakinkan.
c. Unsur dengan maksud untuk memanfaatkan secara melawan hukum.
Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menggunakan
tenaga listrik yang keluar dari meteran APP yang dipasang di PT. Armada
Internasional Motor Jl. Sukarno – Hatta Km 3 Magelang tersebut untuk
keperluan menggerakkan mesin – mesin perbengkelan, mesin pres dan potong
besi, mesin untuk karoseri, AC, untuk penerangan dan lain – lain.
Tenaga
listrik
yang
digunakan
oleh
terdakwa
tersebut
ada
sepertiganya yang tidak terukur/tercatat, hal tersebut karena ada kabel Phasa
T (warna hitam) yang telah dirusak dengan cara dipotong tembaganya tanpa
memutus isolasinya, dan tenaga listrik yang tidak terukur atau tercatat sebesar
sepertiga tersebut yang digunakan terdakwa PT. Mekar Armada Jaya tanpa
mendapat ijin dari PLN APJ Magelang. Sehingga mengakibatkan PLN APJ
Magelang menderita kerugian sejumlah 105.000 KWH meter dengan nominal
sebesar sekitar Rp. 64.533.000,- (enam puluh empat juta lima ratus tiga puluh
tiga ribu rupiah).
Ternyata jumlah tersebut telah dilakukan penyelesaian sementara
sebesar Rp. 36.788.200,- (tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh
delapan ribu dua ratus rupiah). Hal tersebut sebagaimana diterangkan oleh
para saksi yang masing – masing telah disumpah yaitu saksi Djuremi, Adrian
Sakti Laksana, J. Wahyono, Sutrisno, saksi Sumadji, saksi Totok Rudiyanto,
Yulius Riyanto, saksi Stanly, serta saksi ahli Sdr. Agus Sulistjo dan Ir.
Tumiran M, Eng. PH D (dibacakan), yang juga diterangkan oleh Budijono bin
69
Soegijono yang mewakili terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang. Telah
terbukti juga dalam Sidang Ditempat Kejadian Perkara (Check On The Spot)
bila tenaga listrik yang keluar dari APP tersebut telah digunakan oleh
terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang untuk mengoperasionalkan
mesin – mesin tersebut diatas.
Berarti dengan demikian unsur tersebut diatas telah terbukti secara sah
dan meyakinkan.
Proses pembuktian tindak pidana pencurian listrik di Pengadilan Negeri
Magelang adalah menggunakan alat – alat bukti yang sah menurut undang –
undang yaitu alat bukti keterangan saksi, alat bukti surat dan alat bukti keterangan
terdakwa.
Alat bukti keterangan saksi dalam perkara pidana adalah alat bukti utama,
sehingga agar keterangan saksi memiliki kekuatan pembuktian, maka saksi – saksi
yang dihadirkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Harus mengucapkan sumpah atau janji ;
2. Keterangan saksi yang bernilai sabagai alat bukti adalah yang saksi lihat
sendiri, saksi dengar sendiri, saksi alami sendiri serta menyebut alas an dari
pengetahuannya itu ;
3. Keterangan saksi diberikan di sidang pengadilan ;
4. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup ;
5. Keternagan beberapa saksi yang berdiri sendiri sangat tidak berguna (M
Yahya Harahap, 2000:286-289).
Sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan PT. Mekar Armada
Jaya Magelang melalui pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO kehadiran
saksi – saksi untuk memberikan keterangan dalam persidangan, dikaitkan dengan
ketentuan tersebut diatas adalah sebagai berikut :
70
1. Saksi – saksi yang dihadirkan dalam persidangan untuk dimintai
keterangannya, sebelum memberikan keterangan para saksi tersebut masing –
masing telah diambil sumpahnya.
2. Keterangan saksi yang diberikan oleh masing – masing saksi adalah
merupakan keterangan yang berasal dari apa yang saksi lihat sendiri, saksi
dengar sendiri serta saksi – saksi tersebut menyebutkan alas an dari
pengetahuannya tersebut.
3. Para saksi yang dimintai keterangannya sehubungan dengan tindak pidana
yang dilakukan oleh terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang melalui
pengurusnya Sdr. Budijono, masing – masing memberikan keterangan dimuka
persidangan.
Kecuali satu Saksi Ahli yang tidak dapat hadir dimuka persidangan, tapi telah
memberikan kesaksian diatas sumpah atau janji dan keterangannya telah
dibacakan dimuka persidangan denganpersetujuan terdakwa.
4. Saksi – saksi yang dihadirkan dalam persidangan ada 12 (dua belas) orang
saksi yaitu : Saksi Djuremi, Sutrisno, Adrian Sakti Laksana, Ir. J. Wahyono,
Sumadji, Totok Rudianto, Yulius Triyanto, Agus Vinansius, Stanly Clarence
Sumampaouw, Basilius Sutrimo, Rusli S Napu, Agus Sulistjo.
Dan 1 (satu) Saksi Ahli yang tidak dapat hadir dimuka persidangan, tapi telah
memberikan kesaksian diatas sumpah atau janji dan keterangannya telah
dibacakan dimuka persidangan dengan persetujuan terdakwa, yaitu Ir.
Tumiran M, Eng. PHD
5. Dari
semua
saksi
yang
dihadirkan
dipersidangan
untuk
simintai
keterangannya, keterangan yang diberikan para saksi tidak berdiri sendiri atau
saling bersesuaian.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa saksi – saksi
yang dihadirkan dalam persidangan sehubungan dengan tindak pidana yang
dilakukan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang melalui pengurusnya Sdr.
Budijono telah memenuhi ketentuan, sehingga alat bukti keterangan saksi tersebut
memiliki nilai kekuatan pembuktian.
71
Kemudian dapat disimpulkan pula bahwa untuk kasus tindak pidana
pencuruian listrik ini, keberadaan Saksi Ahli dalam pemeriksaan alat – alat bukti
sangat menolong terhadap penilaian Majelis Hakim dalam menentukan
putusannya. Keberadaan saksi ahli dapat memberi uraian mengenai seluk beluk
tentang Ketenagalistrikan, yang dapat memberikan kejelasan kepada Majelis
Hakim tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa PT. Mekar
Ardama Jaya yang diwakili oleh Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO. Ini berarti
keberadaan Saksi Ahli mempunyai nilai tambah dalam persidangan.
Setelah terbuktinya unsur – unsur di atas dan proses pembuktian dengan
menghadirkan alat – alat bukti yang sah menurut Undang – undang, maka
menurut penulis terbentuk konstruksi berpikir yang dalam hal ini telah sesuai
dengan pendapat Soedarto yang mengatakan, di dalam memberikan keputusan
baik oleh Hakim Perdata maupun Hakim Pidana tampak penggunaan pola
pemikiran secara syllogisme. Dalam perkara Pidana ditetapkan terlebih dahulu
fakta – fakta atau perbuatan yang dilakukan terdakwa, kemudian ditetapkan
hukumannya yang cocok untuk fakta – fakta itu sehingga dengan jalan penafsiran
dapat ditetapkan apakah perbuatan terdakwa dapat dipidana dan apakah terdakwa
sendiri dapat dipidana pula dan selanjutnya menyusul dictum putusan itu sebagai
konklusi (Soedarto, 1983:108). Konstruksi berpikir Majelis Hakim sebelum
menjatuhkan Putusan, adalah sebagai berikut :
 Bahwa, PT termasuk badan hukum yang dapat melakukan segala tindakan
hukum dan dapat bertanggung jawab atas segala tindakannya. Apabila badan
hukum melakukan pelanggaran hukum maka pengurusnya dapat mewakili
badan hukum tersebut untuk mempertanggung jawabkan tindakan hukumnya.
Dalam hal ini Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO sebagai Direktur I PT.
Mekar Armada Jaya.
 Bahwa, kabel Phasa T putus, yang tiang pancangnya berada di halaman PT.
Armada Internasional Motor dimana pemakaian tenaga listrik terbasar adalah
dipakai untuk operasional alat – alat PT. Mekar Armada Jaya. Akibat putusnya
72
kabel tersebut maka terjadi penurunan rekening dari bulan Juli sampai
September, karena meteran kehilangan daya catat sebesar 1/3 dari keadaan
normal. Keadaan ini tidak dilaporkan kepada PLN padahal pemakaian tenaga
listriknya tidak berkurang. Kelalaian dari pengurus tersebut telah merugikan
PLN.
 Bahwa, putusnya kabel Phasa T bukan dikarenakan faktor alam ataupun orang
luar, karena keamanan yang sangat ketat di PT. Mekar Armada Jaya. Menurut
saksi ahli putusnya kabel Phasa T tersebut hanya dapat dilakukan manusia
dengan cara menggalah dari bawah atau menekuk – nekuk kabel. Hal ini
minimal seharusnya diketahui pengurus dan segera dilaporkan kepada PLN
agar tidak terjadi kerugian yang besar yang dialami PLN. Dalam hal ini
pengurus dianggap lalai.
Berdasarkan penelitian pembuktian hilangnya listrik sendiri dibuktikan
dengan menggunakan rumusan yang telah di sampaikan Saksi Ahli AGUS
SULISTJO, baik nilai yang hilang maupun jumlah yang hilang. Jadi benda berupa
listrik telah terbukti dalam persidangan. Kemudian dari keterangan Saksi Ahli
pulalah akhirnya Hakim dapat menjatuhkan jumlah denda dan lamanya hukuman
badan yang harus dilaksanakan terdakwa. Mengingat asas Personalitas dalam
penjatuhan pidana denda, bahwa tujuan pidana bukan hanya semata – mata
membalas tetapi juga memberikan efek jera kepada pelaku dan mengembalikan
kerugian yang diakibatkan oleh tindakan pelaku.
B. Hambatan – Hambatan Yang Dihadapi Dalam Pembuktian Tindak
Pidana Pencurian Listrik.
Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan pembuktian
dengan alat – alat bukti yang sah menurut undang – undang dan adanya
keyakinan hakim. Untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus didukung
oleh alat – alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP,
yaitu :
73
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian listrik yang
diancam Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan, bukanlah perkara yang mudah, karena terdapat hambatan –
hambatan yang ditemui dalam proses pembuktiannya yang dapat menghambat
jalannya proses persidangan. Menurut Bapak Benny Guritno, SH. M.H selaku
Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Magelang, hambatan yang muncul
dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian listrik adalah :
 Pihak PLN sendiri tidak biasa menghitung persis jumlah kerugian yang
dideritanya.
Hal ini dikarenakan pihak PLN hanya menggunakan rumus perhitungan
yang sudah ada untuk menghitung jumlah kerugian yang timbul. Barang
berupa aliran listrik yang dicuri dianggap sebagai barang yang tidak riillah yang menghambat penghitungan jumlah kerugian yang diderita.
 Modus operandi yang tergolong jarang terjadi dan baru.
Pencurian listrik sangatlah jarang diajukan kepersidangan karena memiliki
kerumitan dalam pembuktiannya.
 Pemahaman baik Jaksa maupun Hakim tentang teknis ketenagalistrikan itu
kurang.
Pencurian yang terjadi dalam kasus ini adalah pencurian tenaga listrik.
Hakim dan Jaksa yang kurang memiliki keahlian dalam ketenagalistrikan,
kurang mampu menganalisa perkara, oleh karena pemahaman yang kurang
tersebut
maka
terhambatlah
jalannya
persidangan.
Tetapi
untuk
memperlancar jalannya persidangan maka digunakanlah Saksi Ahli yang
dapat memperikan bantuan pemahaman kepada Hakim dan Jaksa.
74
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian masalah yang penulis telah kemukakan beserta
dengan pembahasannya, baik berdasarkan teori maupun berdasarkan data yang
penulis dapatkan di lapangan, maka penulis megambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian listrik
Proses pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian
listrik di Pengadilan Negeri Magelang didasarkan pada Pasal 184 ayat (1)
KUHAP yaitu dengan menggunakan alat – alat bukti menurut undang –
undang. Pelaksanaan pembuktian di awali dengan menghadirkan saksi –
saksi untuk dimintai keterangannya, keterangan saksi merupakan alat bukti
utama dalam perkara pidana, dan harus diberikan dibawah sumpah atau
janji di muka sidang.
Selanjutnya dihadirkan alat bukti surat yang berupa Berita Acara
Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik dan Foto copy Akta Notaris
pendirian sebuah PT. dan alat bukti ketiga adalah keterangan terdakwa.
Setelah dilakukan pembuktian dengan alat – alat bukti tersebut kemudian
dicari persesuaian antara alat – alat bukti yang dihadirkan tersebut.
Pemeriksaan terhadap alat bukti yang sah ini menjadi dasar bagi
hakim untuk dapat menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana pencurian listrik. Dalam kasus yang penulis teliti
kehadiran dan keterangan dari saksi ahli sangatlah membantu atau
memiliki nilai lebih dimata hakim dalam menjatuhkan putusan, karena
keahlian dari saksi ahli dapat membrikan keterangan yang tidak diketahui
hakim. Keahlian dari saksi ahlilah yang diharap memberikan gambaran
75
terang bagi majelis hakim dalam melakukan penilaian terhadap alat – alat
bukti sebelum memutus perkara.
Setelah
semua
unsur
terbukti
dan
proses
pembuktian
dengan
menghadirkan alat – alat bukti yang sah menurut Undang – undang telah
dilaksanakan, maka terbentuk konstruksi berpikir Majelis Hakim sebelum
menjatuhkan Putusan,sebagai berikut :
 Bahwa, PT termasuk badan hukum yang dapat melakukan segala tindakan
hukum dan dapat bertanggung jawab atas segala tindakannya. Apabila badan
hukum melakukan pelanggaran hukum maka pengurusnya dapat mewakili
badan hukum tersebut untuk mempertanggung jawabkan tindakan hukumnya.
Dalam hal ini Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO sebagai Direktur I PT.
Mekar Armada Jaya.
 Bahwa, kabel Phasa T putus, yang tiang pancangnya berada di halaman PT.
Armada Internasional Motor dimana pemakaian tenaga listrik terbasar adalah
dipakai untuk operasional alat – alat PT. Mekar Armada Jaya. Akibat putusnya
kabel tersebut maka terjadi penurunan rekening dari bulan Juli sampai
September, karena meteran kehilangan daya catat sebesar 1/3 dari keadaan
normal. Keadaan ini tidak dilaporkan kepada PLN padahal pemakaian tenaga
listriknya tidak berkurang. Kelalaian dari pengurus tersebut telah merugikan
PLN.
 Bahwa, putusnya kabel Phasa T bukan dikarenakan faktor alam ataupun orang
luar, karena keamanan yang sangat ketat di PT. Mekar Armada Jaya. Menurut
saksi ahli putusnya kabel Phasa T tersebut hanya dapat dilakukan manusia
dengan cara menggalah dari bawah atau menekuk – nekuk kabel. Hal ini
minimal seharusnya diketahui pengurus dan segera dilaporkan kepada PLN
agar tidak terjadi kerugian yang besar yang dialami PLN. Dalam hal ini
pengurus dianggap lalai.
76
Berdasarkan penelitian pembuktian hilangnya listrik sendiri dibuktikan
dengan menggunakan rumusan yang telah di sampaikan saksi Ahli Agus Sulistjo,
baik nilai yang hilang maupun jumlah yang hilang. Jadi benda imateriil berupa
listrik telah terbukti dalam persidangan.
2. Hambatan – hambatan yang dihadapi dalam pembuktian tindak pidana
pencurian listrik
Hambatan yang penulis temukan dilapangan mengenai pembuktian
tindak pidana pencurian listrik, antara lain ;
 Pihak PLN sendiri tidak biasa menghitung persis jumlah kerugian yang
dideritanya.
 Modus operandi yang tergolong jarang terjadi dan baru.
 Pemahaman
baik
Jaksa
maupun
Hakim
tentang
teknis
ketenagalistrikan itu kurang.
Kasus yang tergolong baru dan jarang terjadi di kota magelang ini
membuat
pemahaman
jaksa
maupun
hakim
tentang
teknis
ketenagalistrikan kurang, kemudian persesuaian alat bukti dengan jumlah
kerugian yang diderita kurang terperinci, maka hal ini dapat menghambat
jalannya persidangan.
B. Saran - saran
1. Sistem peradilan di Indonesia menggunakan saistem pembuktian secara
negatif, sehingga selain berdasarkan pada alat – alat bukti yang diajukan
dipersidangan masih diperlukan keyakinan hakim. Dalam praktek
seringkali hakim hanya berpedoman pada alat bukti menurut undang –
undang saja dalam menjatuhkan putusan. Alangkah lebih baik bila
disamping menilai berdasarkan alat bukti yang sah saja juga dipaparkan
suatu keyakinan hakim yang digunakan dasar bahwa pembuktian
berdasarkan alat bukti yang sah tersebut adalah benar sehingga dalam
menjatuhkan putusan dapat dilakukan dengan seadil – adilnya.
77
2. Hambatan yang muncul dalam pembuktian adalah Kasus yang tergolong
baru dan jarang terjadi di kota Magelang ini membuat pemahaman Jaksa
maupun Hakim tentang teknis ketenagalistrikan kurang, kemudian
persesuaian alat bukti dengan jumlah kerugian yang diderita kurang
terperinci. Dari sini diharapkan baik Jaksa dan Hakim diharapkan lebih
dinamis lagi mempelajari tentang perkara – perkara baru yang muncul
dalam
masyarakat,
sehingga
baik
Jaksa
maupun
Hakim
dapat
menyelesaikan perkara dengan seadil – adilnya. Selain itu kejelian jaksa
dan hakim dalam menghadapi perkara baru benar – benar dibutuhkan
dalam menilai alat – alat bukti yang dihadirkan dipersidangan.
Download