1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya manusia melakukan segala aktivitasnya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya demi bertahan hidup. Kebutuhan manusia sendiri dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu : kebutuhan primer; kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi, biasa disebut kebutuhan dasar (basic needs). Kebutuhan ini adalah kebutuhan minimal yang harus dipenuhi agar manusia tetap bertahan hidup. Kebutuhan primer ada tiga macam yang harus dipenuhi, yaitu : Sandang (pakaian, sebagai pelindung badan), Pangan (makanan, sebagai sumber nutrisi manusia) dan Papan (tempat tinggal, sebagai tempat berteduh). Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan pelengkap (complementer needs) yang bisa dipenuhi setelah kebutuhan primer terpenuhi, biasanya kebutuhan ini hanya untuk melengkapi apa – apa saja yang masih kurang dari pemenuhan kebutuhan primer. Misalnya, kendaraan, televisi, telepon, dan sebagainya. Kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang sebenarnya tidak perlu dipenuhi bila kebutuhan primer dan sekunder sudah dianggap cukup, tetapi keberadaan kebutuhan ini juga dianggap penting bagi sebagian manusia yang sudah bisa memenuhi segala kebutuhannya. Misalnya, berwisata keluar negeri, nonton bioskop, makan direstoran dan sebagainya. Kebutuhan ini biasanya berhubungan dengan kebutuhan batin. Perkembangan kebutuhan manusia berbanding lurus dengan perkembangan peradaban yang manusia ciptakan sendiri, buktinya dapat kita 2 lihat sekarang, peradaban penuh dengan teknologi yang telah manusia ciptakan sendiri dapat mempengaruhi usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang terus berkembang tersebut. Dulu manusia menggunakan surat untuk mengirim berita sekarang cukup dengan telepon genggam saja menusia agar berita dapat terkirim dan sampai si tujuan tepat waktu. Dulu manusia menggunakan obor sebagai penerangan tetapi sekarang sudah ada lampu yang dialiri listrik untuk menerangi seluruh sudut rumah. Perkembangan teknologi yang paling pesat adalah perkembangan di bidang elektronik. Hampir semua gerak aktivitas manusia ditunjang dengan alat – alat elektronik yang tentunya memerlukan tenaga listrik juga untuk menggerakkan alat – alat tersebut. Misalnya : lampu; televisi; telepon genggam; mesin cuci; penanak nasi; komputer dan sebagainya. Karena begitu pentingnya tenaga listrik yang menfaatnya menjangkau dari kebutuhan rumah, kantor, sampai prabrik – pabrik maka tenaga listrik pun yang tadinya jarang digunakan sekarang telah berubah menjadi suatu barang primer dan harus dipenuhi untuk menunjang kehidupan sehari – hari. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrikpun sekarang tidaklah murah, listrik sekarang mempunyai nilai jual tersendiri. Untuk sebagian orang yang mampu listrik dianggap barang murah yang dapat seenaknya dihambur – hamburkan pemakaiannya, tapi buat sebagian orang listrik juga merupakan barang yang mahal. Di Indonesia tenaga listrik dikelola oleh badan usaha milik negara yaitu PT. PLN (Persero). Jadi untuk mendapatkankan tenaga listrik harus membuat kontrak perjanjian jual beli dahulu dengan PLN. Tetapi karena harga listrik mahal maka ada juga orang – orang yang berupaya mendapatkannya dengan cara ilegal atau tidak sah dengan cara mencuri aliran listrik tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dulu tindakan ini dianggap tidak masalah karena obyek yang dicuri atau listrik tersebut tidak terlihat mata dan telah menjadi kebutuhan yang penting dalam masyarakat. Tetapi lama kelamaan pencurian demi pencurian tersebut menimbulkan banyak kerugian, karena semakin berkembangnya modus pencurian, jumlah 3 tenaga listrik yang dicuri dari PLN pun semakin besar. Sedangkan tindakan pencurian apapun bentuknya di Indonesia dianggap melanggar peraturan yang ada dan akan mendapat sanksi yang pantas. Dalam penelitian yang penulis lakukan penulis memberikan contok pencurian yang dilakukan oleh sebuah Badan Hukum yaitu PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebuah badan usaha yang bergerak di bidang otomotif. Tindakan yang tidak bertanggung jawab itu bukan hanya merugikan Negara melalui PLN tetapi juga merugikan masyarakat yang juga pengguna tenaga listrik. Selama ini permasalahan pencurian listrik ini tidak mendapat tanggapan serius oleh masyarakat, karena masyarakat berpikir yang dirugikan hanyalah PT. PLN (Persero) saja, tetapi sebenarnya masyarakat juga dirugikan. Pencurian yang terjadi semakin lama semakin berkembang juga sesuai dengan perkembangan jaman, sehingga penulis tertarik untuk meneliti bagaimana cara membuktikan bahwa telah terjadi pencurian terhadap tenaga listrik yang notabene benda tak berwujud. Karena sekalipun listrik telah digolongkan ke dalam benda dan keberadaannya diakui tetap saja benda ini tidak berwujud. Maka dari sedikit uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti dan selanjutnya menyusun kedalam sebuah penulisan hukum dengan judul: PEMBUKTIAN BENDA IMATERIIL BERUPA LISTRIK DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN LISTRIK DI PENGADILAN NEGERI MAGELANG. B. PERUMUSAN MASALAH Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan masalah yang akan dikaji oleh Penulis, maka perlu diadakan perumusan masalah yang akan diuraikan, dijelaskan dan dibahas. Adapun perumusan masalah yang akan penulis rumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pembuktian benda berupa listrik dalam perkara tindak pidana pencurian listrik di Pengadilan Negeri Magelang? 4 2. Apakah hambatan – hambatan yang dihadapi dalam pembuktian tindak pidana pencurian listrik? C. TUJUAN PENELITIAN Merupakan suatu kelaziman apabila setiap kegiatan ilmiah pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui proses pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik di Pengadilan Negeri Magelang. b. Untuk mengetahui hambatan – hambatan dalam proses pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik di Pengadilan Negeri Magelang. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memperdalam pengetahuan Penulis dalam bidang Hukum Acara Pidana, khususnya yang berkaitan dengan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik. b. Sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret. D. MANFAAT PENELITIAN Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum Acara Pidana terutama mengenai 5 hal yang berkaitan dengan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik. b. Menambah literatur di bidang ilmu pengetahuan hukum. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan masukan ilmu untuk pembaca yang berminat mengetahui hal – hal yang berhubungan dengan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik. b. Untuk mendapatkan gambaran secara nyata mengenai pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik di Pengadilan Negeri Magelang. E. METODE PENELITIAN Kata metodologi berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun menurut kebiasan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai berikut : 1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian. 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan. 3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. Penelitian adalah suatu usaha yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala, dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakana pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut. Soerjono Soekanto juga menegaskan bahwa metodologi penelitian merupakan suatu urusan yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan (Soerjono Soekanto,1986:118-189). Metode penelitian menurut Kartini Kartono dalam bukunya Hilman Hadikusuma adalah cara-cara berpikir dan berbuat yang dipersiapkan dengan 6 baik-baik untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian (Hilman Hadikusuma,1995:58). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Peneltian hukum ini termasuk dalam penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti data sekunder pada awalnya untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 1986:52). 2. Sifat Penelitian Sifat Penelitian harus selalu disebutkan untuk menentukan metode yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian yang Penulis lakukan ini disebut deskriptif, ini adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya (Soerjono Soekanto,1986:40). Metode deskriptif ini digunakan untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengumpulkan data, menyusun data, mengklasifikasikan, menganalisa dan menginterpretasikan data yang ada. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian hukum ini mengunakan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain – lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Lexy J. Moeleng, 1993:6). 7 4. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Magelang dan Kejaksaan Negeri Magelang dengan pertimbangan karena dari dua lembaga tersebut terdapat kasus yang melanggar Pasal 362 KUHP mengenai pencurian yang dalam hal ini dihubungkan dengan pencurian benda berupa listrik yang dilakukan oleh salah satu industri terbesar di Magelang, sehingga Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai proses pembuktiannya. 5. Jenis Data (a). Data Primer Data primer ialah “data asli” yang diperoleh peneliti dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain (Hilman Hadikusuma, 1995:65). Dalam hal ini data atau keterangan diperoleh dari wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Magelang dan Jaksa Kejaksaan Negeri Magelang. (b). Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumentasi, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia atau milik pribadi peneliti (Hilman Hadikusuma,1995:65). 6. Sumber Data Sumber data adalah tempat dimana data diperoleh. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Sumber Data Primer Sumber data primer yaitu sumber pertama dimana sebuah data dihasilkan, seperti pihak – pihak yang terkait secara langsung dengan 8 obyek penelitian. Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah berkas perkara mengenai tindak pidana pencurian benda berupa listrik di Pengadilan Negeri Magelang. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu sejumlah keterangan atau fakta yang secara tidak langsung diperoleh. Sumber data ini bersifat melengkapi sumber data primer meliputi buku – buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip, dan hasil penelitian lainnya berhubungan dengan masalah yang diteliti. Bahan Hukum Primer yang dipakai : 1. KUHAP 2. KUHP 3. UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan 4. UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas 7. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data – data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Wawancara Dengan mengadakan tanya jawab dengan responden yaitu para pihak yang berkaitan dengan penelitian yaitu Hakim Pengadilan Negeri Magelang, Jaksa Penuntut Umum dan Kuasa Hukum. b. Studi Pustaka Pengumpulan data dengan mempelajari peraturan perundang – undangan, buku, karya tulis dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 9 8. Teknik Analisis Data Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini, sehingga teknik analisa data yang digunakan adalah analisa data kualitatif. Analisa data kualitatif menurut Sutopo adalah upaya berlanjut, berulang dan terus – menerus. Model analisis yang digunakan penulis adalah model analisis interaktif yaitu data yang terkumpul dianalisa melalui tiga tahap yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan kemudian menarik kesimpulan. Selain itu dilakukan pula suatu proses siklus antara tahap – tahap tersebut, sehingga data yang terkumpul berhubungan dengan lainnya secara sistematika (HB. Sutopo, 1988:37). Sehubungan dengan model interaktif (Interactive model of analysis) diatas, HB Sutopo menyajikan skema analisis data sebagai berikut : Pengumpulan Data Reduksi Data Penyajian Data Penarikan Kesimpulan Gambar I. Skema Analisis Data a. Reduksi Data Reduksi data merupakan seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data (kasar) yang ada dalam fieldnote. Reduksi data juga merupakan bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan (HB. Sutopo, 1988:35). 10 b. Sajian Data Sajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan (HB. Sutopo,1988:35). c. Penarikan Kesimpulan Kegiatan analisis yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Dari awal pengumpulan data, seorang analisi kualitatif harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang dia temui dengan pencatatan peraturan-peraturan, pola-pola, pernyataan-pernyataan, konfigurasikonfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan proposisiproposisi. Kesimpulan perlu diverifikasikan agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Pada dasarnya makna data harus diuji kebenarannya supaya kesimpulan yang diambil menjadi lebih kokoh (HB. Sutopo, 1988:36). F. SISTEMATIKA SKRIPSI Untuk mempermudah penulisan hukum ini, maka penulis dalam penelitiannya membagi menjadi 4 (empat) bab, dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub–sub bab yang desesuaikan dengan lingkup pembahasannya. Adapun sistematika penulisan hukum atau skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini Penulis akan memaparkan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Skripsi. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang Tinjauan Umum tentang alat bukti dan sistem pembuktian yang terdiri dari Pengertian Pembuktian, 11 Sistem Pembuktian, Macam – macam alat bukti dan Kekuatan Pembuktiannya. Tinjauan Umum tentang tindak pidana pencurian benda berupa listrik yang terdiri dari Pengertian Pencurian, Unsur Pencurian, Pencurian Benda Berupa Listrik. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini Penulis akan membahas mengenai Pelaksanaan Pembuktian terhadap tindak pidana Pencurian benda berupa listrik di Pengadilan Negeri Magelang. Selain itu juga membahas mengenai faktor yang menjadi hambatan dalam proses pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik di Pengadilan Negeri Magelang. BAB IV : PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan saran – saran dari Penulis mengenai pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian benda berupa listrik. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Alat Bukti dan Sistem Pembuktian a. Pengertian Pembuktian KUHAP (Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana), sebagai pedoman beracara di muka Pengadilan secara Pidana tidak memberikan pengertian tentang pembuktian, sehingga pengertian pembuktian deserahkan kepada para ahli. Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP pengertian pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang – undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat – alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap,2000:273). Bambang Poernomo, mengatakan hukum pembuktian adalah keseluruhan antara hukum atau peraturan undang – undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan yang benar dari setiap kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap sarana bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana (Bambang Poernomo, 1986:36). 13 b. Sistem Pembuktian 1). Pembuktian menurut keyakinan hakim semata – mata (Convition in time). Menurut sistem ini untuk menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata – mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim, artinya, jika dalam pertimbangan keputusan hakim telah menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan keyakinan yang timbul dari hati nurani atau sifat bijaksana seorang hakim, maka dapat dijatuhkan putusan. Keyakinan hakim muncul dari kesimpulan atas alat – alat bukti yang diperiksanya dalam persidangan, tapi bisa juga hasil pemeriksaan alat – alat bukti itu diabaikan hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Kelemahan sistem ini adalah hakim dapat saja menjatuhkan hukuman pada seorang terdakwa semata – mata atas dasar keyakinan belaka tanpa didukung oleh alat bukri yang cukup, sebaliknya hakim leluasa membebaskan terdakwa dari tindak pidana yang dilakukan walaupun kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan alat – alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak merasa yakinatas kesalahan terdakwa. Dalam sistem ini keyakinan hakim yang dominan atau yang paling menentukan sepenuhnya nasib terdakwa kepada keyakinan hakim semata – mata. 2). Pembuktian menurut keyakinan hakim dalam batas – batas tertentu atas alasan yang logis (Conviction Raisonee). Keyakinan hakim tetap memegang peranan penting Dalam sistem ini, untuk menentukan salah tidaknya terdakwa, akan tetapi faktor keyakinan hakim dibatasi. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan – alasan apa yang mendasari keyakinan atas 14 kesalahan terdakwa. Jadi dalam sistem ini keyakinan hakim harus dilandasi reasoning atau alasan – alasan dan reasoning itu harus reasonable, yakni berdasar alasan yang dapat diterima dengan akal sehat. 3). Pembuktian menurut Undang – Undang secara Positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie). Menurut Undang – Undang secara positif pembuktian yang ada bertolak belakang dengan sistem pembuktian menurut keyakinan hakim. Menurut Undang – Undang secara positif pembuktian didapat jika pertimbangan keputusan hakim telah menganggap terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat – alat bukti yang disebutkan dalam undang – undang tanpa diperlukan lagi keyakinan hakim dalam memutus perkara. Keyakinan hakim tidak terlalu berperan penting dalam sistem ini, untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa, karena sistem ini berprinsip pembuktian dengan alat – alat bukti sesuai ketentuan undang – undang. Terbukti salah atau tidaknya terdakwa semata – mata digantungkan kepada alat – alat bukti yang sah, asal syarat – syarat dan ketentuan menurut undang – undang sudah dipenuhi maka cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim lagi. Hakim seolah – olah hanya robot pelaksana undang – undang saja dalam sistem ini, karena dalam sistem ini tidak mempertimbangkan hati nurani dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Tujuan sistem pembuktian ini adalah untuk berusaha menyingkirkan segala pertimbangan hakim yang bersifat subyektif. Kebaikan sistem ini yaitu mewajibkan hakim untuk benar – benar mencari dan menemukan kebenaran salah atau tidaknya terdakwa sesuai dengan tata cara pembuktian dengan alat – alat bukti sesuai 15 ketentuan undang – undang. Kebaikan yang lain adalah mempercepat penyelesaian perkara dan bagi perkara pidana yaygn ringan dan dapat memudahkan hakim mengambil keputusan karena resiko kemungkinan kekeliruannya kecil sekali. 4). Dasar pembuktian menurut keyakinan hakim yang timbul dari alat– alat bukti dalam undang-undang secara Negatif (Negatief Wettelijk Bewijstheorie). Sistem pembuktian menurut undang – undang secara negatif merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang – undang secara positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan. Artinya pembuktian ini menggabungkan sistem pembuktian menurut keyakinan dengan sistewm menurut undang – undang secara positif. Dari penggabungan ini terwujud suatu sistem pembuktian secara negatif yang merumuskan bunyi : salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat – alat bukti yang sah menurut undang – undang. Dalam sistem ini terdapat dua unsur untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa, yaitu : Pembuktian harus dilakukan menurut keyakinan hakim. Dan keyakinan hakim harus juga dilakukan dan didasarkan atas cara dan dengan alat – alat bukti yang sah menurut undang – undang. Tidak ada yang paling dominan di antara kedua unsur tersebut, sehingga jika salah satu di antara kedua unsur itu tidak ada, maka tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa. Sedangkan di Indonesia sendiri sistem pembuktian yang dianut yaitu dalam KUHAP adalah teori pembuktian berdasarkan 16 Undang – Undang secara negatif, sesuai dengan yang termuat dalam Pasal 183 KUHAP, yang bunyinya : “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Berarti Pasal 183 KUHAP mengatur, bahwa untuk menentukan salah atau tidaknya seseorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa, harus : Kesalahannya terbukti dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah. Dan atas keterbuktian dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Jadi, bahwa jelas sistem pembuktian Negatief Wettelijk Bewijstheorie ini, adalah keterpaduan dan kesatuan penggabungan antara sistem conviction in time dengan sistem pembuktian menurut undang – undang secara positif. c. Macam – Macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya Alat – alat bukti, yang dapat digunakan dalam pembuktian di sidang pengadilan adalah alat – alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1), antara lain : 17 1). Keterangan Saksi Pasal 1 butir 27 KUHAP menyebutkan bahwa Keterangan Saksi sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana yaitu yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari apa yang diketahuinya itu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan tentang siapa saksi itu sebenarnya? Jawabannya adalah seseorang yang mengetahui suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri. Artinya bahwa kalau peristiwa pidana itu tidak ia (seseorang) lihat, dengar, bahkan alami sendiri maka seseorang itu tidak dapat disebut sebagai saksi. Keterangan saksi sebagai alat bukti ini diatur dalam Pasal 185 ayat (1) KUHAP, yaitu apa yang saksi nyatakan dimuka persidangan. Alat bukti ini merupakan yang paling utama, tetapi agar keterangan saksi ini dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a). Harus mengucapkan sumpah atau janji Diatur dalam pasal 160 ayat (3) KUHAP yaitu “Sebelum memberikan keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing – masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya”. Namun dalam Pasal 160 ayat (4) memberi kemungkinan untuk mengucapkan sumpah atau janji setelah saksi memberikan keterangan. 18 b). Keterangan yang memiliki nilai sebagai bukti Sebenarnya tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi yang mempunyai nilai adalah keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP : Saksi lihat sendiri Saksi dengar sendiri Saksi alami sendiri Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu. c). Keterangan yang harus diberikan di muka persidangan Keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti bila dinyatakan di sidang pengadilan. Jadi keterangan saksi yang isinya mengenai penjelasan tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat bukti bila keterangan tersebut dinyatakan di muka sidang pengadilan, keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan bukan alat bukti dan tidak dapat dipakai guna membuktikan kesalahan terdakwa. d). Keterangan seorang (satu) saksi saja dianggap tidak cukup “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Hal ini berarti jika alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum hanya terdiri dari seorang saksi saja tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain, “kesaksian tunggal” tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang 19 cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa atas dakwaan terhadapnya. e). Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri Keterangan saksi yang dihadirkan di persidangan yang saling berdiri sendiri tanpa adanya saling hubungan antara yang satu dengan yang lainnya, yang dapat mewujudkan suatu kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan tertentu akan sangat tidak berguna dan merupakan pemborosan waktu. Keterangan saksi mempunyai nilai kekuatan pembuktian bila keterangan saksi tersebut : Mempunyai kekuatan pembuktian bebas Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan. Nilai pembuktiannya bergantung pada penilaian hakim Hakim bebas memberikan penilaian atas kesempurnaan dan kebenaran keterangan saksi, tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi, karena hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu, dan dapat menerima atau tidak. Berdasarkan dari keterangan tersebut yang dimaksud dengan keterangan saksi sebagai alat bukti adalah keterangan yang diberikan oleh saksi di persidangan. Keterangan saksi yang diberikan dimuka penyidik bukan merupakan alat bukti. Prinsip Unus testis nullus testis dianut dalam Pasal 185 KUHAP, apalagi dalam hal terdakwa mungkir keras atas 20 dakwaan. Oleh karena itu dibutuhkan dua alat bukti dalam pembuktian untuk membentuk keyakinan hakim. 2). Keterangan Ahli Menurut Pasal 1 ayat (28) Keterangan Ahli adalah ”keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. Dalam Pasal 186 dinyatakan bahwa “keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan”. Keterangan ahli yang sah dapat melalui 2 prosedur yaitu diminta pada taraf pemeriksaan penyidikan dan keterangan ahli yang diminta di persidangan. Keterangan ahli yang diminta penyidik pada taraf pemeriksaan penyidikan. Biasanya berbentuk laporan berupa surat keterangan atau biasa disebut Visum et Repertum, alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan, sekaligus mnyntuh dua sisi alat bukti yang sah. Pada satu sisi alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan tetap dinilai sebagai alat bukti keterangan ahli, pada sisi lain alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan juga menyentuh alat bukti surat, dengan alasan seperti tercantum dalam Pasal 187 huruf c, yaitu : “Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya” Pada dasarnya keterangan ahli yang dituangkan dalam bentuk laporan adalah sama dengan surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai hal keadaan yang diminta kepadanya. Sehingga terserah kepada hakim untuk mempergunakan nama alat bukti yang akan diberikan. Hal ini tidak akan menimbulkan akibat dalam penilaian kekuatan 21 pembuktian karena kedua alat bukti itu sama – sama mempunyai kekuatan pembuktian yang serupa yaitu bersifat kekuatan pembuktian yang bebas. Keterangan ahli dapat dinilai sebagai alat bukti, disamping orangnya memiliki keahlian khusus dalam bidangnya, juga keterangan yang diberikan berbentuk keterangan menurut pengetahuannya, kalau keterangan yang diberikan berbentuk pendengaran, penglihatan atau pengalaman sehubungan dengan peristiwa pidana yang terjadi, keterangan seperti ini meski dberikan oleh ahli sekalipun, tidak memiliki nilai sebagai bukti keterangan ahli. Kekuatan pembuktian ini mempunyai nilai pembuktian bebas, karena didalamnya tidak melekat nilai pembuktian yang sempurna dan menentukan. Hakim bebas menilai dan tidak ada ikatan untuk menerima keterangan ahli. Selain itu bukti keterangan ahli masih membutuhkan alat bukti yang lain sebagai pelengkap. 3). Alat Bukti Surat Pengertian alat bukti ini diatur dalam Pasal 187 KUHAP yang berbunyi : ”Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : a). Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau kedaan yang didengar, dilihat atau dialami sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu. 22 b). Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang – undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. c). Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. d). Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 187 KUHAP tersebut, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang – undang adalah: Surat yang dibuat atas sumpah jabatan. Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. Ditinjau dari segi teori serta menghubungkannya dengan beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam KUHAP, dapat ditemukan kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat. a). Ditinjau dari segi formal Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut pada Pasal 187 huruf a, b dan c adalah alat bukti yang sempurna. Sebab bentuk surat – surat yang disebutkan didalamnya dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang – undangan, oleh karena itu alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna. 23 b). Ditinjau dari segi materiil Dilihat dari sudut materiil, alat bukti surat yang disebutkan dalam Pasal 187 bukan alat bukti yang mempanyai kekuatan mengikat, nilai kekuatan pembukatian alat bukti surat bersifat bebas, hakim bebas untuk menilai kekuatan pembuktiannya. 4). Alat Bukti Petunjuk Pasal 188 KUHAP memberikan rumusan alat bukti petunjuk, yang isinya : a). Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. b). Petunjuk sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diperoleh dari: keterangan saksi surat keterangan keterangan terdakwa c). Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. 24 5). Keterangan Terdakwa Pasal 189 KUHAP mengatur tentang Keterangan Terdakwa, yang bunyinya : a). Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. b). Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti disidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. c). Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. d). Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Suatu keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang seperti yang terdapat pada angka 2 (dua) dapat dipergunakan untuk membantu menemukan bukti disidang pengadilan, tetapi memiliki syarat yaitu harus didukung oleh alat bukti yang sah dan keterangan lain yang dinyatakan diluar sidang sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Keterangan yang dinyatakan diluar sidang pengadilan tidak dapat dinilai sebagai alat bukti, maka tidak dapat dipakai sebagai alat bukti, tetapi keterangan ini dapat dipakai untuk membantu menemukan bukti disidang pengadilan. Keterangan terdakwa mempunyai kekuatan pembuktian bebas, sehingga tidak mengikat hakim. Keterangan terdakwa tidak 25 dapat berdiri sendiri, ia harus diperkuat denganalat bukti yang sah lainnya, sehingga meskipun terdakwa mengakui kesalahannya tetap masih diperlukan minimal satu alat bukti lagi untuk mencapai suatu minimum pembuktian. Setelah adanya minimum dua alat bukti yang sah, masuh diperlukan lagi keyakinan hakim tentang telah terbuktinya suatu tindak pidana dan terbukti pula bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana tersebut. 2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Pencurian Benda Berupa Listrik. a. Pengertian Pencurian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “pencurian” berasal dari kata dasar “curi” yang diberi awalan menjadi “mencuri” yang artinya mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi – sembunyi. Pencurian sendiri memiliki arti proses, perbuatan, cara mencuri. Pada dasarnya pencurian berarti suatu tindakan, suatu perbuatan atau suatu proses yang dimulai dengan suatu niatan atau kehendak ingin berbuat, bertindak. b. Tindak Pidana Pencurian dan Unsur - Unsurnya KUHP tidak memberikan pengertian tentang pencurian, tetapi tindak pidana pencurian diatur pada Pasal 362 KUHP, yang menyebutkan : “Barangsiapa mengambil suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” 26 Unsur – Unsur Tindak Pidana Pencurian 1). Perbuatan “mengambil” Mengambil = mengambil untuk dikuasainya, maksudnya sebelumnya barang yang akan diambil belum ada dalam kekuasaannya. Dikatakan sudah selesai bila barang tersebut sudah berpindah tempat dari kekuasaan pemiliknya. 2). Yang diambil harus “suatu barang” Suatu barang = segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang. Dalam pengertian barang masuk pula daya listrik dan gas, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan dikawat atau pipa, hal ini dikarenakan penafsiran yang berkembang dari waktu ke waktu. Pernah dijumpai dalam praktek peradilan diterima penafsiran perkataan “benda” (goed) yang tercantum dalam Pasal 362 KUHP tidak hanya benda nyata (stoffelijk atau lichamelijk goed), akan tetapi benda juga yang tidak nyata (onstoffelijk atau onlichamelijk goed). Dalam hal ini pencurian listrik dengan kata lain mengalirkan listrik dengan kawat dan memakainya sebagai “mengambil” aliran listrik, dapat dimasukkan dalam perumusan. Barang disini tidak perlu mempunyai harga ekonomis sebagai syarat minimal. 3). Barang itu harus “seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain” Barang tidak perlu secara keseluruhan kepunyaan orang lain, karena sebagian barang saja dapat menjadi obyek pencurian. Barang yang tidak bertuan tidak menimbulkan pencurian. 4). Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum Dengan maksud = berkehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku untuk memiliki secara melawan hukum. Melawan hukum = dengan kehendak mengambil sesuatu yang disadari pelaku bukanlah hak atau kekuasaannya. 27 Pasal 362 KUHP adalah pasal yang menyebutkan perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan, juga disebutkan pula kualifikasi dari delik. Pencurian yang diatur dalam pasal ini merupakan Delik Formil, yaitu delik yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik. c. Tindak Pidana Pencurian Listrik dan Unsur – Unsurnya. Pencurian listrik diatur dalam Undang – Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yang mengembalikan pengertian tentang pencurian tersebut kedalam KUHP, yaitu : “Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dengan maksud untuk memanfatkan secara hukum (merupakan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP) dengan penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,-.” Ini berarti bahwa telah terjadi penggunaan analogi, yaitu berlakunya suatu peraturan dengan mengabstraksikannya menjadi aturan hukum yang menjadi dasar peraturan itu (ratiolegis) dan kemudian menerapkan aturan yang bersifat umum ini kepada perbuatan yang tidak diatur dalam Undang – Undang. Pencurian benda berupa listrik mutlak memerlukan adanya unsur sifat melawan hukum. Unsur ini merupakan suatu penilaian objektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap si pelaku. Bilamana suatu perbuatan dikatakan melawan hukum? Apabila perbuatan itu termasuk dalam rumusan delik sebagaimana dirumuskan dalam Undang – undang. Kemudian dihubungkan dengan kasus yang diteliti oleh penulis penggunaan Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 28 tentang Ketenagalistrikan dan bukan Pasal 362 KUHP memiliki alasan yang mendasar yaitu, karena telah terbentuk suatu aturan khusus untuk mengatur tentang pencurian tenaga listrik. Sesuai dengan asas lex specialist derograt lex generalist. Pasal 362 KUHP digunakan untuk mengatur pencurian secara umum, sedangkan Pasal Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan digunakan untuk mengatur masalah pencurian tenaga listrik. Unsur – Unsur dari Pencurian Tenaga Listrik Apabila dilihat dari unsur – unsur tindak pidana dan unsur – unsur pencurian diatas didapat unsur – unsur tentang pencurian aliran listrik, yaitu : 1). Kata setiap orang diperluas bukan hanya orang tetapi juga badan hukum dan badan usaha. 2). Barang yang disebutkan adalah berupa aliran listrik milik PLN. 3). Yang dilanggar hak – haknya adalah PT. PLN (Persero) selaku pengelola ketenagalistrikan dan masyarakat selaku konsumen. d. Pengertian Tentang Benda dan Listrik Sebagai Benda Benda dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti : 1. segala sesuatu yang berwujud atau berjasad (bukan roh); zat (misal bola, kayu, air, minyak); 2. barang yang berharga (sebagai kekayaan); harta; 3. barang : rumah itu terbakar bersama – di dalamnya. Kemudian dalam Kamus Hukum benda memiliki arti : barang yang bertubuh atau berwujud. Semua pengertian benda mengarah pada satu pemikiran bahwa benda itu adalah “sesuatu yang memiliki wujud”. Bila dihubungkan kedalam pemikiran ini maka tenaga listrik tidak bisa dikatakan sebagai benda karena listrik tidak memiliki wujud. Tetapi dalam unsur pencurian yang ada dalam buku KUHP R Soesilo mengatakan daya 29 listrik itu merupakan barang meskipun tidak berwujud tetapi listrik mengalir pada kawat (R Soesilo 1980:216). Listrik juga mempunyai nilai dan memiliki ukuran sehingga disebut juga benda setelah mengalami pergeseran pendapat. B. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya manusia melakukan segala aktivitasnya dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya demi bertahan hidup. Kebutuhan manusia sendiri dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu : kebutuhan primer; kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier. Perkembangan kebutuhan manusia berbanding lurus dengan perkembangan peradaban yang manusia ciptakan sendiri, buktinya dapat kita lihat sekarang, peradaban penuh dengan teknologi yang telah manusia ciptakan sendiri dapat mempengaruhi usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang terus berkembang tersebut. Dulu manusia menggunakan surat untuk mengirim berita sekarang cukup dengan telepon genggam saja menusia agar berita dapat terkirim dan sampai si tujuan tepat waktu. Dulu manusia menggunakan obor sebagai penerangan tetapi sekarang sudah ada lampu yang dialiri listrik untuk menerangi seluruh sudut rumah. Perkembangan teknologi yang paling pesat adalah perkembangan di bidang elektronik. Hampir semua gerak aktivitas manusia ditunjang dengan alat – alat elektronik yang tentunya memerlukan tenaga listrik juga untuk menggerakkan alat – alat tersebut. Misalnya : lampu; televisi; telepon genggam; mesin cuci; penanak nasi; komputer dan sebagainya. Karena begitu pentingnya tenaga listrik yang menfaatnya menjangkau dari kebutuhan rumah, kantor, sampai prabrik – pabrik maka tenaga listrik pun yang tadinya jarang digunakan sekarang telah berubah menjadi suatu barang primer dan harus dipenuhi untuk menunjang kehidupan sehari – hari. 30 Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrikpun sekarang tidaklah murah, listrik sekarang mempunyai nilai jual tersendiri. Untuk sebagian orang yang mampu listrik dianggap barang murah yang dapat seenaknya dihambur – hamburkan pemakaiannya, tapi buat sebagian orang listrik juga merupakan barang yang mahal. Di Indonesia tenaga listrik dikelola oleh badan usaha negara yaitu PT. PLN (Persero). Jadi untuk mendapatkankan tenaga listrik harus membuat kontrak perjanjian dahulu dengan PLN. Tetapi karena harga listrik mahal maka ada juga orang – orang yang berupaya mendapatkannya dengan cara ilegal atau tidak sah dengan cara mencuri aliran listrik tersebut untuk memenuhi kebutuhan pribadinya. Dulu tindakan ini dianggap tidak masalah karena obyek yang dicuri atau listrik tersebut tidak terlihat mata dan telah menjadi kebutuhan yang penting dalam masyarakat. Tetapi lama kelamaan pencurian demi pencurian tersebut menimbulkan banyak kerugian, karena semakin berkembangnya modus pencurian, jumlah tenaga listrik yang dicuri dari PLN pun semakin besar. Sedangkan tindakan pencurian apapun bentuknya di Indonesia dianggap melanggar peraturan yang ada dan akan mendapat sanksi yang pantas. Dalam penelitian yang penulis lakukan penulis memberikan contok pencurian yang dilakukan oleh sebuah Badan Hukum yaitu PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebuah badan usaha yang bergerak di bidang otomotif. Tindakan yang tidak bertanggung jawab itu bukan hanya merugikan Negara melalui PLN tetapi juga merugikan masyarakat yang juga pengguna tenaga listrik. Selama ini permasalahan pencurian listrik ini tidak mendapat tanggapan serius oleh masyarakat, karena masyarakat berpikir yang dirugikan hanyalah PT. PLN (Persero) saja, tetapi sebenarnya masyarakat juga dirugikan. Pencurian listrik yang terjadi semakin lama semakin berkembang juga sesuai dengan perkembangan jaman, lalu bagaimana membuktikan pencurian terhadap benda yang tidak berwujud seperti listrik tersebut? 31 KERANGKA PEMIKIRAN Tindak Pidana Pencurian Obyeknya Imateriil berupa listrik Terdakwa Tindak Pidana Pencurian didakwa dengan Pasal 60 ayat (1) Jo Pasal 65 Undang – Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan Menimbulkan kerugian pada PLN Sanksi Pidana Membutuhkan Pembuktian di Persidangan Putusan Mengalami hambatan dalam pembuktiannya Gambar II. Kerangka Pemikiran 32 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Pembuktian Benda Imateriil Berupa Listrik Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian Listrik Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di Pengadilan Negeri Magelang terhadap perkara tindak pidana pencurian listrik, penulis mengambil satu kasus tindak pidana pencurian listrik yang dilakukan oleh PT. Mekar Armada Jaya diwakili oleh pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO, yang diancam dengan Pasal 60 ayat (1) Jo Pasal 65 Undang – Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Hasil penelitian penulis sebagai berikut : 1. Identitas Terdakwa Nama lengkap : BUDIJONO Bin SUGIJONO Tempat lahir : Purwodadi Umur/tanggal lahir : 24 April 1951 Jenis kelamin : Laki - laki Kewarganegaraan : Indonesia Tempat tinggal : Jln. KH. Dahlan No. 13 Rt. 02/04 Kel. Pucungrejo Kec. Muntilan Kabupaten Magelang. Agama : Khatolik. Pendidikan : D-3 Pekerjaan : Direktur Umum PT. Mekar Armada Jaya Magelang 33 2. Kasus Posisi Bahwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang mempunyai hubungan perusahaan dengan PT. Armada Internasional Motor (dahulu bernama PT. Vulgo Armada Internasional Motor) yang beralamat di Jl. Soekarno – Hatta Km. 3 Kota Magelang, kemudian PT. Mekar Armada Jaya memasang daya tenaga listrik sebesar 1.385 Kva dengan menempatkan Alat Pembatas dan Pengukur (APP) di PT. Armada Internasional Motor tersebut dan tenaga yang keluar dari APP tersebut digunakan untuk mengoperasionalkan atau menggerakkan alat – alat perbengkelan atau karoseri dan alat – alat lain yang dimilikinya, dimana penggunaan tenaga listrik tersebut dicatat dalam Kwh meter yang ada ; Bahwa pemasangan APP tersebut dilakukan dengan cara memasang 4 kabel yaitu, kabel Phasa T dari trafo tegangan NYM 4 x 4 mm warna hitam, kabel Phasa R warna kuning ceret hijau, kabel Phasa S warna kuning dan kabel Ground warna biru, dimana kabel Phasa T dari trafo tegangan tersebut untuk mengalirkan tegangan arus ke Kwh meter di kumparan tegangan Phasa T, untuk kemudian dicatat penggunaan tenaga listriknya, demikian juga untuk kabel Phasa R dan Phasa S ; Bahwa selanjutnya ternyata tenaga listrik yang keluar dari APP tersebut dialirkan untuk digunakan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang untuk mengoperasionalkan/menggerakkan alat – alat perbengkelan ataupun peralatan karoseri, serta alat – alat lain yang ada di dalam PT. Mekar Armada Jaya Magelang, dimana untuk penggunaan tenaga listrik tersebut dicatat/diukur oleh Kwh meter ; Bahwa ternyata kabel Phasa T (warna hitam) dari trafo tegangan tersebut telah dirusak/diputus oleh seseorang yang tidak diketahui namanya, dengan cara memutus tembaga yang ada di dalam kabel tersebut tanpa menimbulkan kerusakan pada plastik/isolasi yang membungkusnya, dengan demikian kerusakan tersebut menjadi yanggung jawab PT. Mekar 34 Armada Jaya Magelang, maka atas hal tersebut PT. Mekar Armada Jaya Magelang harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi, dimana kerusakan tersebut baru diketahui pada tanggal 9 oktober 2003 saat dilakukan Operasi oleh petugas PLN APJ Magelang ; Bahwa dengan terputusnya kabel Phasa T dari trafo tegangan tersebut berpengaruh pula pada pengukuran Alat Pembatas dan Pengukur (APP) yang hal itu dapat diketahui pada saat diukur saat Operasi oleh PLN APJ Magelang tesebut dilakukan dimana tegangan PT (Potensial Transformer) pada Phasa R menunjuk angka 59,5 volt, Phasa S menunjuk angka 60,2 volt sedang pada Phasa T hanya menunjuk angka 11,1 volt yang untuk angka normalnya minimal 57 volt, disini menunjukan bila pada kabel Phasa T ada tegangan yang tidak normal hal tersebut disebabkan karena ada kabel yang putus ; Bahwa akibat dari pemutusan kabel Phasa T dari trafo tegangan tersebut telah mempengaruhi pencatatan/pengukuran pada Kwh meter yaitu akan berkurang menjadi 1/3 dari pencatatan penggunaan secara normal (apabila tidak putus), sehingga dalam hal ini PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menggunakan tenaga listrik sebanyak sekitar 1/3 dari pencatatan secara normal tanpa bias dicatat/diukur oleh Kwh meter, namun yang sekitar 2/3 dapat dicatat/diukur oleh Kwh meter, dengan demikian aliran tenaga listrik mengalir seperti biasa namun dengan putusnya kabel Phasa T dari trafo tegangan tersebut pencatatan Kwh meter menjadi terpengaruh sehingga tidak mencatat sebanyak sekitar 1 /3 sebagaiman tesebut diatas ; Bahwa dengan demikian PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menggunakan tenaga listrik yang jumlahnya sekitar 1/3 dari keseluruhan penggunaan tenaga listrik untuk penggunaan bulan Agustus 2003 dan September 2003 serta sampai tanggal 9 Oktober 2003 tanpa ijin dari PLN APJ Magelang, namun untuk penggunaan tenaga listrik yang dapat 35 dicatat/diukur oleh Kwh meter sebanyak sekitar 2/3 telah diselesaikan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang, jumlah tenaga listrik sekitar 1/3 dari seluruh penggunaan yang digunakan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang dengan rincian Kwh meter adalah sebagai berikut : Untuk pemakaian bulan Agustus 2003 dan September 2003 jumlah seluruh Kwh meternya adalah sebesar 237.000 telah diselesaikan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebesar sekitar 158.000 sehingga masih ada kekurangan sekitar 79.000 ; Untuk pemakaian tanggal 1 sampai dengan tanggal 9 Oktober 2003 (saat dilakukan Operasi oleh PLN) Kwh meter yang digunakan PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebesar sekitar 26.000, hal ini belum diselesaikan. Sehingga untuk jumlah sekitar 1/3 yang tidak tercatat/terukur oleh Kwh meter yang digunakan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang adalah sekitar 105.000 ; Bahwa akibat penggunaan tenaga listrik tanpa ijin sebagaimana dilakukan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang hingga sekitar 105.000 Kwh meter tersebut, maka PT. PLN APJ Magelang telah dirugikan sekitar Rp. 64.533.000,- (enam puluh empat juta lima ratus tiga puluh tiga ribu rupiah), dengan rinciaan sebagai berikut : Pemakaian September 2003 : 74.000 x 3/2 = 111.000,- Pemakaian Agustus 2003 : 84.000 x 3/2 = 126.000,237.000,- Diselesaikan melalui tagihan rekening listrik Kekurangan = 158.000,- = 79.000,- x (Rp. 439 x 1,4) 36 = 79.000,- x Rp. 614,6 = Rp. 48.553.400, 9 hari pemakaian Oktober 2003 atau sampai saat ada temuan Operasi PLN, pemakaian = 26.000,- x Rp. 614,6 = Rp.15.979.600,- Jumlah Suplisi Rp.64.533.000,- (enam puluh empat juta lima ratus tiga puluh tiga ribu rupiah) Perbuatan Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 60 ayat (1) Jo Pasal 65 Undang – Undang Nomor 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. 3. Eksepsi Tim Penasehat Hukum Terdakwa Kemudian setelah mendengar dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum, maka Penasehat Hukum Terdakwa mengajukan Eksepsi, yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut : Bahwa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak menyebutkan status pengesahan dari Menteri Kehakiman, sehingga Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah menyimpang dari bunyi Pasal 143 ayat 2 (a), sehingga dakwaan menjadi tidak jelas subyeknya (status subyeknya) ; Bahwa dakwaan menjadi tidak jelas dan kabur, hal ini terlihat pada kalimat “bertempat di PT. Armada Mekar Internasional Motor (dahulu bernama PT. Vulgo Armada Internasional Motor), dst”. Bahwa PT. Armada Internasional Motor adalah sebuah badan hukum (PT), dimana status hukum PT adalah dianggap sebagai orang, dengan kalimat bertempat di PT. Armada Internasional Motor. Berarti bertempat pada orangnya (PT. Armada Internasional Motor) bukan menunjuk suatu kantor atau suatu tempat. Dengan demikian kalimat 37 tersebut telah mengaburkan locus delicti suatu perbuatan pidananya, sehingga dakwaan tidak memenuhi syarat Pasal 143 ayat 2 (b) ; Dengan hal – hal tersebut Tim Penasehat Hukum Terdakwa memohon agar majelis hakim memberikan keputusan sebagai berikut : Menerima eksepsi Tim Penasehat Hukum ; Menyatakan Surat Dakwaan Jaksa No. Rek. Perkara : PDM-29 / MGL / Ep.2 / 2005 batal demi hukum ; 4. Tanggapan Penuntut Umum Jaksa Penuntut Umum kemudian memberikan tanggapan atas Eksepsi tersebut diatas yang pada pokoknya sebagai berikut : Bahwa dalam Surat Dakwaan tidak mencantumkan “Perseroan yang telah nyata mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman” menurut hemat kami tidak membuat dakwaan menjadi kabur, karena sebagaimana dalam Surat Perjanjian yang dibuat antara PT. Mekar Armada Jaya Magelang dengan pihak PLN Magelang No. Pihak pertama : 407 / PJ / 9227 / 1991 / 1992 / M dan No. Pihak kedua : 49 / UM / NA / VII / 92 tentang jual beli tenaga listrik tanggal 29 Januari 1993, sama sekali juga tidak menyebutkan bila PT. Mekar Armada Jaya Magelang adalah berdasarkan Perseroan yang telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman, dan surat perjanjian tersebut telah sah dan berlaku hingga kini, sehingga disini dapat disimpulkan bila penyebutan “kalimat tersebut” adalah tidak menjadi pokok dalam substansi hukum, namun telah bersifat penjelasan atas status hukum PT. Mekar Armada Jaya Magelang, karena untuk penyebutan tedakwa sebagai subyek hukum telah jelas keberadaannya yaitu : dengan alamat yang jelas serta pengurus yang jelas pula, dengan demikian menurut hemat kami tanpa penyebutan “kalimat tersebut” dalam surat dakwaan maka surat dakwaan telah cermat, jelas dan lengkap, sebagaimana 38 dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP, sehingga surat dakwaan tidak menjadi kabur (obscure libel) ; Bahwa terhadap pendapat Saudara Penasehat Hukum yang mengatakan status PT adalah dianggap sebagai orang adalah keliru, saudara penasehat hukum tidak mencermati Undang – Undang No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dan tidak membaca dakwaan secara baik, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa subyek hukum itu terdiri dari orang (manusia) dan/badan hukum, sehingga disini jelas kiranya bahwa yang dimaksud dengan terdakwa adalah Badan Hukum yaitu PT. Mekar Armada Jaya Magelang (yang dalam hal ini diwakili oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO), dan tempat kejadian perkaranya ada di PT. Armada Internasional Motor Jalan Sukarno – Hatta Km. 3 Kota Magelang, berarti ada di areal/sekitar kantor tersebut, jadi disini jelas kiranya bila kami tidak menunjuk tempat orangnya namun tempat kejadiannya sebagai locus delicti, “Pada umumnya tempat suatu tindak pidana adalah ditempat dimana tindak pidana itu dilakukan oleh pelakunya, dan pada saat itu pula sempurna (voltooid) semua unsur – unsur dari tindak pidana tersebut (baca buku Asas Hukum Pidana dan Penerapannya oleh S.R. Sianturi, SH halaman 113)”, oleh karena surat dakwaan telah sesuai denga Pasal 143 ayat (2) KUHAP yaitu telah kami buat secara cermat, jelas dan lengkap serta menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan dengan jelas pula, sehingga dakwaan itu tidak kabur (obscure libel) ; Setelah menanggapi eksepsi pihak terdakwa, Jaksa Penuntut Umum secara garis besar mohon kepada Majelis Hakim agar : a. Menolak seluruh dalil – dalil dari eksepsi terdakwa ; b. Menerima seluruh dalil tanggapan yang Jaksa sampaikan ; 39 c. Menerima surat dakwaan dan meneruskan persidangan sampai selesai agar didapat keadilan yang seadil – adilnya dalam persidangan. 5. Putusan Sela Kemudian setelah hakim membaca berkas, membaca eksepsi dari Penasehat Hukum Terdakwa dan tanggapan atas eksepsi tersebut dari Jaksa Penuntut Umum, Majelis Hakim menjatuhkan Putusan Sela No. 27 / PID. B / 2005 / PN. MGL, dengan pertimbangan yang pada intinya : Bahwa, sebagaimana terlampir pada berkas perkara tentang Akta Notaris No. 18 tertanggal 10 Maret 2000, dengan acara Perubahan direksi PT. Mekar Armada Jaya Magelang yang dibuat oleh H. L. H. Verhoeven, SH. tercantum bahwa Direktur I adalah BUDIJONO ; Bahwa, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum didasarka Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, menentukan : Apabila tindak pidana menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dilakukan oleh badan hukum, pidananya dapat dikenakan kepada Pengurusnya ; Bahwa, oleh karena pidananya dapat dikenakan kepada pengurusnya, maka sudah benar apabila BUDIJONO sebagai Direktur I PT. Mekar Armada Jaya yang diajukan sebagai terdakwa ; Bahwa, berdasar fakta notoir tempat kejadian perkara berada di Jl. Sukarno – Hatta secara administrasi masuk wilayah Kota Magelang dan wilayah hukum PN. Magelang ; Bahwa, bahwa dakwaan telah memenuhi syarat ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP, dengan menguraikan tempat, waktu dan bagaimana cara tindak pidana dilakukan ; 40 Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut maka Majelis Hakim memutuskan : Menyatakan menolak Eksepsi Tim Penasehat Hukum Terdakwa ; Memerintahkan agar pemeriksaan perkara Nomor 27 / PID. B / 2005 / PN. MGL ,atas nama terdakwa BUDIJONO bin SOEGIJONO ini dilanjutkan ; 6. Pelaksanaan Pembuktian di Persidangan Berdasar Putusan Sela Nomor 27 / PID. B / 2005 / PN. MGL, kemudian persidangan dilanjutkan dengan acara pemeriksaan alat – alat bukti dan pembuktiannya. Pelaksanaan pembuktian benda imateriil berupa listrik dalam tindak pidana pencurian listrik di persidangan dilakukan dengan mengajukan barang bukti dan alat bukti keterangan saksi, alat bukti surat dan alat bukti keterangan terdakwa. Barang bukti yang diajukan berupa : Kabel jenis NYM 4 x 4 mm panjang 10 meter warna putih berisi 4 kabel yaitu warna kuning, warna hitam, warna biru dan warna lerek kuning biru, sedangkan kabel warna hitam tembaganya putus didalamnya; Bukti pembayaran rekening dan Berita Acara Pembacaan Meter; 1 (satu) lembar kuitansi No. 043225 tertanggal 29 Oktober 2003; 1 (satu) lembar surat tanggapan atas permintaan surat perintah. Dilampirkan pula alat bukti surat dalam berkas perkara sebagai pertimbangan dalam persidangan, yaitu : Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik tanggal 18 April 2004 No. 307/FUF/IV/2004 Foto copy Akta Notaris No. 18 Tanggal 10 Maret 2000, oleh Notaris HLH Verhoeven, SH. 41 Alat bukti keterangan saksi dilakukan dengan menghadirkan beberapa orang saksi atas dasar sumpah/janji menurut agama masing – masing, yang diambil keterangannya yaitu sebagai berikut : 1). Saksi DJUREMI Menerangkan : bahwa, saksi bekerjadi Kantor PLN Magelang sebagai Kepala Unit Jaringan untuk Kota Magelang dan sebagian Kabupaten Magelang; bahwa, saksi ikut dalam Tim P2 TL (Tim Pemeriksa Pemakaian Tenaga Listrik) ; bahwa, Tim P2 TL dari PLN terdiri dari Saksi sendiri, HANDOKO, SUTRISNO, SUMAJI, HARTONO, RUSTAM EFFENDI, ada pula Petugas dari Kepolisian yaitu KOMSIN, JAMHARI dan AGUS ; bahwa, Tim P2 TL bertugas sejak tahun 2002, dalam setiap pemeriksaan mendapat surat tugas yang berlaku untuk satu tahun ; bahwa, Tim P2 TL dibentuk untuk pemeriksaan rutin dan juga pemeriksaan atas dasar adanya laporan ; bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 Tim P2 TL bertugas melakukan pemeriksaan di PT. Mekar Armada Jaya, yang lokasi tiang pancangnya berada di Jl. Sukarno Hatta yang dahulu dikenal dengan nama PT. Vulgo Armada Internasional Motor, sekarang telah berubah nama menjadi PT. Armada Internasional Motor ; bahwa, setelah melakukan pemeriksaan diketemukan salah satu dari 3 kabel Phasa R, S, dan T ada yang putus. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan Amper Meter, pada kabel Phasa T yang berwarna hitam, aliran yang ke Kwh meter menunjukkan tidak normal. Setelah diadakan penelitian pada kabel Phasa T ada bentuk yang mencurigakan, setelah diraba, bentuknya agak lunak 42 seperti kabel didalamnya putus, sedangkan pada bagian luarnya ada warna keputih – putihan ; bahwa, pada saat diukur pada kabel Phasa T ternyata ada penurunan tegangan, dari normal 57 volt menjadi 11,1 volt ; bahwa, kabel pada Phasa T dapat diketahui putus karena kabel pada Phasa R dan S pada saat diberdirikan tegak, namun pada kabel Phasa T tidak mau berdiri tegak ; bahwa, selanjutnya dibuatkan berita acara hasil pemeriksaan Tim yang diketahui pula oleh pihak Armada ; bahwa, kabel pada Phasa T yang putus tersebut diturunkan untuk dijadikan barang bukti, kemudian pada tiang pancang tersebut diganti dengan kabel Phasa T yang baru ; bahwa, kabel sekunder tersebut berdiameter 4 mm yang panjangnya kira – kira 3 – 4 meter dan dibungkus dengan besi pengaman ; bahwa, oleh karena kabel sekunder berfungsi hanya sebagai pengantar saja, maka tidak dipasang kencang, yang di tiang jaringan yang dipasang kencang ; bahwa, di lokasi putusnya kabel Phasa T tersebut, PLN menderita sepertiga dari pemakaian normal, perhitungan angkanya yaitu sekitar 105.000 Kwh dan dari nilai rupiahnya kira-kira Rp. 64.553.000,- untuk pemakaian 2 bulan 10 hari ; bahwa, atas kerugian tersebut PT. Mekar Armada Jaya juga telah membayar kepada PLN sejumlah Rp. 36.788.200,- ; bahwa, untuk dapat masuk ke lokasi PT. Armada Internasional Motor harus izin pada satpam terlebih dahulu, dan pada saat pemeriksaan selalu didampingi petugas dari PT. Mekar Armada Jaya ; bahwa, barang bukti kabel satu gulung adalah benar kabel yang putus pada Phasa T yang diturunkan dari tiang pancang lokasi PT. Armada Internasional Motor ; 43 bahwa, pada kabel sekunder selama tidak ada kerusakan/putus tak ada penggantian, yang ada penggantian hanya kabel jaringan di pinggir jalan dan trafo ; 2). Saksi SUTRISNO Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PLN di bagian pemeliharaan jaringan ; bahwa, pada tanggal 8 Oktober 2003, bersama dengan SUMAJI dan IMAM SUTRISNO serta 3 orang dari Kepolisian yaitu KOMSIN, AGUS dan JAMHARI mendapat tugas melaksanakan pemeriksaan pada pelanggan PT. Mekar Armada Jaya, yang tiang pancangnya terletak di Jl. Sukarno Hatta Magelang ; bahwa, kabel jaringan ada 6 (enam), 3 kabel untuk CT (tegangan) dan 3 kabel untuk arus ; bahwa, pada saat diadakan pengukuran pada kabel arus, diketemukan ada 1 kabel yang drop, pada Phasa R menunjukkan angka 59,9 pada Phasa S menunjukkan angka 60,2 dan pada Phasa T menunjukkan angka 11,1 , sedangkan untuk normalnya Phasa T seharusnya 57 volt ; bahwa, setelah diketemukan ada kabel yang drop selanjutnya Tim membuat laporan yang diketahui dari pihak PT. Mekar Armada Jaya ; bahwa, pada keesokan harinya Tim P2 TL datang lagi ke PT. Mekar Armada Jaya, untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ; bahwa, pemeriksaan dilakukan dengan naik ke atas tiang memeriksa terminal –terminal/sambungan – sambungan tiap tegangan tetapi tidak diketemukan ada kerusakan, selanjutnya memeriksa setiap kabelnya, dari Phasa R, S dan Phasa T ; bahwa, setelah diraba diketemukan pada kabel Phasa T ada yang putus, kemudian Sdr. STANLY petugas dari PT. Mekar Armada 44 Jaya ikut naik untuk melihat, diikuti anggota Kepolisian untuk mengambil foto dari kabel yang putus tersebut ; bahwa, selanjutnya terhadap kabel yang putus tersebut diturunkan untuk barang bukti dan diganti dengan kabel yang baru ; bahwa, akibat dari putusnya kabel tersebut PLN telah menderita kerugian dengan perhitungan karena kabel ada 3 dan 1 yang putus, maka yang tidak tercatat dalam alat pengukuran adalah 1 /3 (sepertiga); bahwa, peristiwa putusnya kabel selain diketemukan di PT. Mekar Armada Jaya yang tiang pancangnya terletak di Jl. Sukarno Hatta, juga terjadi di PT. Mekar Armada Jaya yang tiang pancangnya terletak di Jl. Mayor Bambang Sugeng Kabupaten Magelang ; bahwa, pemasangan kabel Phasa R, S dan T tidak kencang, karena hanya sebagai pengantar saja ; bahwa, untuk dapat masuk ke lokasi untuk melakukan pemeriksaan PT. Mekar Armada Jaya selalu minta izin terlebih dahulu dan selalu didampingi oleh petugas dari PT. Mekar Armada Jaya ; bahwa, untuk kabel sebelum Kwh meter merupakan kewenangan PLN, namun pelanggan harus laporan bila diketemukan ada kerusakan ; bahwa, tinggi kabel pada tiang pancang yang ada di Jl. Sukarno Hatta tersebut kira – kira 6 meter dari permukaan tanah ; bahwa, barang bukti kabel putus adalah benar kabel yang saksi raba pada Phasa T yang putus yang terletak di Jl. Sukarno Hatta ; 3). Saksi ADRIAN SAKTI LAKSANA Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PLN sebagai Manager Unit Pelayanan Magelang Kota ; 45 bahwa, tanggung jawab saksi meliputi melayani pelanggan tentang Perubahan Daya, Pasang Baru, Administrasi Baru, Pembacaan meteran di pelanggan, Melaksanakan penagihan rekening listrik ke pelanggan ; bahwa, saksi tidak ikut dalam Tim P2 TL, saksi hanya ikut dalam Tim Analisa dan Evaluasi ; bahwa, saksi menerima laporan dan berita acara pemeriksaan untuk kemudian dibuatkan tagihan susulan ; bahwa, dalam laporan Tim P2 TL tersebut dinyatakan adanya penurunan rekening yang dikarenakan ada sebagian daya listrik yang dipakai itu tidak tercatat di meteran, yaitu 1/3 (sepertiga) nya ; bahwa, penurunan rekening tersebut dikarenakan adanya kabel pada Phasa T yang putus, pemakaian tetap namun pencatatannya menurun, jadi ad 1/3 (sepertiga) bagian yang tidak tercatat ; bahwa, berdasarkan peraturan yang ada di pln, pelanggaran seperti ini termasuk pelanggaran golongan C ; bahwa, dalam rekening atas nama PT. Mekar Armada Jaya untuk bulan Agustus 2003, September 2003 dan 10 hari bulan Oktober 2003 terjadi penurunan pembayaran ; bahwa, untuk pemakaian bulan Juli 2003 sebesar Rp. 112.914.880,- sedangkan untuk bulan Agustus menjadi Rp. 86.404.660,- , bulan September 2003 menjadi Rp. 76.023.700,- ; bahwa, kerugian yang diderita PLN, sesuai dengan SK Direksi ada denda sebesar Rp. 3,2 milyar dan berdasarkan sepertiga yang hilang dari jumlah pemakaian sebesar Rp. 64.533.000,- ; bahwa, kemudian dibuatkan surat penagihan kepada pihak PT. Mekar Armada Jaya, yang dijawab pada tanggal 10 Oktober 2003 yang isinya menyampaikan keberatan ; bahwa, selanjutnya PLN mengirimkan surat tagihan susulan sebesar Rp. 210 juta, yang dijawab oleh PT. Mekar Armada Jaya 46 dengan membuat pernyataan sanggup membayar selisih untuk pemakaian sebesar Rp. 36.788.200,- sambil menunggu proses hukum lebih lanjut bahwa, cara memperhitungkan besarnya denda adalah sebagai berikut : 6 x daya kontak sebesar 1.385 PA x 720 (Pemakaian maksimal satu bulan) x 0,85 (koswi standar) x rp. 614 (TDL) = Rp. 3.125.683.512,- ditambah uang jaminan langganan sebesar Rp. 146.000.000,- sehingga jumlahnya menjadi Rp. 3.271.683.512,- ; bahwa, 1/3 (sepertiga) dari arus yang hilang tersebut adalah haknya PLN ; bahwa, meskipun kabel tersebut berada sebelum Kwh, namun arus tersebut tidak mungkin mengalir ke pelanggan yang lain ; 4). Saksi Ir. J. WAHYONO Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PLN, sebagai Manager Pelayanan Jaringan di PLN Surakarta ; bahwa, saksi ikut dalam Tim P2 TL sebagai Manager Area ; bahwa, saksi mendapat laporan dari Sdr. WIBOWO, sebagai koordinator bahwa pada saat dilakukan pemeriksaan di PT. Mekar Armada Jaya diketemukan indikasi adanya pelanggaran, yaitu kabel sekunder pada Phasa T ada yang terputus atau sengaja diputus ; bahwa, kabel Phasa T yang putus tersebut letaknya diluar APP ; bahwa, berdasarkan SK Direksi, pelanggaran yang terjadi di PT. Mekar Armada Jaya termasuk golongan C yaitu menghambat / pengurangan arus listrik ; bahwa, bentuk – bentuk pelanggaran ada 5 kategori yaitu : 1. Pelanggaran A, segelnya tidak ada ; 2. Pelanggaran B, mempengaruhi daya / saklarnya diganti sendiri; 47 3. Pelanggaran C, mempengaruhi ukuran ; 4. Pelanggaran D, pelanggaran B + C ; 5. Pelanggaran E, ada kekurangan ; bahwa, dengan adanya pelanggaran tersebut kemudian dilakukan tagihan susulan serta denda sebesar Rp. 3,2 milyar. Dalam perjanjian ditetapkan apabila terjadi suatu pelanggaran, maka dikenakan uang jaminan langganan ; bahwa, sikap terdakwa merasa keberatan, karena menganggap tidak melakukan pelanggaran, dan apabila ada putusan hukum yang menyatakan bersalah maka akan sanggup membayar ; bahwa, oleh karena kabel ada 3 yang putus 1 (satu) maka perhitungan PLN, kerugian yang tidak tercatat adalah 1/3 ; bahwa, kerusakan yang ada di PT. Mekar Armada Jaya yaitu kabel ditekuk – tekuk mengkibatkan putus dibagian dalamnya, sedangkan isolasinya (bungkus kabelnya) tidak rusak ; bahwa, putusnya kabel tesebut pernah diperiksa oleh ahli dari UGM, yaitu Dosen Elektro Ugm, Ir. Tumiran, yang menyatakan bahwa “Itu tak mungkin putus dengan sendirinya” ; bahwa, berdasarkan perjanjian jual beli tenaga listrik, disebutkan bahwa apabila terjadi suatu pelanggaran maka akan tunduk pada peraturan yang ada ; bahwa, pada kabel yang berada diatas, kadang memerlukan alat bantu seperti mobil yang ada katrolnya untuk menaikkan petugas keatas, ada juga yang memakai galah (senggek = dalam bahasa Jawa) ; bahwa, untuk memutus kabel tersebut, tak perlu keahlian khusus, banyak orang biasa, seperti pegawai BTL, atau orang yang belajar elektro, yang utama orang tersebut tahu tentang listrik ; 48 bahwa, PLN selalu menjelaskan isi perjanjian kepada pelanggan sebelum memasang listrik, tentang hak – hak dan kewajibannya, larangan – larangan dan keharusannya ; 5). Saksi SUMADJI Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PLN di bagian Area Pelayanan Jaringan ; bahwa, saksi ikut sebagai anggota Tim P2 TL yang mempunyai tugas melakukan pemeriksaan rutin terhadap pelanggan – pelanggan PLN, khususnya pelanggan besar PLN ; bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003, saksi mendapat tugas untuk melakukan pemeriksaan di PT. Mekar Armada Jaya yang tiang pancangnya terletak di halaman PT. Armada Internasional Motor di Jl. Sukarno Hatta ; bahwa, saksi datang ke lokasi PT. Armada Internasional Motor bersama dengan anggota Tim yang lain YAITU SUTRISNO, DJUREMI, BUANG HANDOKO, HARTO, RUSTAM EFFENDI, JUHARI dan 3 orang anggota Kepolisian ; bahwa, setelah kotak APP dibuka, kemudian listrik dipadamkan. Baru setelah itu saksi naik ke atas, di atas kabel – kabel diperiksa oleh saksi, juga di konektor – konektor (sambungan - sambungan) ternyata tidak diketemukan ada masalah ; bahwa, kemudian saksi turun agak menyamping, lalu kabel saksi raba dan saksi tekan dengan tangan kiri, terlihat didalamnya ada celah ternyata kabel pada Phasa T ada yang putus. Karena terlalu gembira berhasil menemukan penyakitnya sambil tangan kiri masih memegang kabel, saksi berteriak “ketemu” ; bahwa, kemudian ada petugas dari Kepolisian yang ikut naik keatas yaitu Sdr. KOMSIN yang kemudian mengambil foto dari kabel yang putus tersebut ; 49 bahwa, gambar jari yang ada pada foto barang bukti adalah benar foto jari milik saksi yang menunjuk pada kabel yang putus ; bahwa, selanjutnya AGUS VINANSIUS petugas dari PT. Mekar Armada Jaya juga naik untuk melihat kabel yang putus tersebut, setelah melihat kabel tersebut ekspresi wajah AGUS VINANSIUS seperti bingung ; bahwa, setahu saksi, AGUS VINANSIUS adalah petugas PT. Mekar Armada Jaya yang ditugasi menangani listrik ; bahwa, sekalipun kabel yang putus 1, namun seluruh kabel harus diganti yaitu Phasa T, Phasa S, Phasa R dan kabel untuk netral ; bahwa, keadaan kabel yang putus tersebut apabila ditegakkan, langsung jatuh (sengkleh) karena lemas ; bahwa, keadaan kabel yang putus diturunkan untuk menjadi barang bukti, dan dibuatkan berita acara hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim dan wakil dari PT. Mekar Armada Jaya yang menandatangani Sdr. STANLY ; bahwa, akibat dari putusnya kabel tersebut, kerja meteran menjadi tidak normal, ada pemakaian tenaga listrik yang tidak tercatat ; bahwa, putusnya kabel tersebut apabila tertimpa pohon kemungkinannya sangat kecil, apalagi lokasi disekitar tiang pancang tidan ada pohon besar, sendainya sampai terjadi maka kabel atau isolasinya akan rusak ; bahwa, pemeriksaan terhadap PT. Mekar Armada Jaya yang tiang pancangnya berada di halaman PT. Armada Internasional Motor dilakukan sampai 2 kali karena belum diketemukan sebab – sebabnya. Pada pemeriksaan tenggal 8 Oktober 2003 baru diketemukan adanya penurunan arus, pada Phasa R dan S menunjukkan angka normal, sedang pada Phasa T menunjukkan tidak normal, normalnya 57 menjadi 11,1 volt ; 50 6). Saksi TOTOK RUDIANTO Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PT. Mekar Armada Jaya Magelang sejak tahun 1991 di bagian maintenance termasuk urusan yang berhubungan dengan listrik ; bahwa, pada bulan Oktober 2003 saksi dan beberapa orang dari PT. Mekar Armada Jaya yaitu AGUS VINANSIUS, YULIUS TRIYANTO dan STANLY menyaksikan pemeriksaan listrik yang dilakukan oleh Tim P2 TL ; bahwa, tiang pancang PT. Mekar Armada Jaya di halaman PT. Armada Internasional Motor di Jl. Sukarno Hatta ; bahwa, di sana ada Satpamnya, yang bekerja nonstop secara bergantian dengan jadwal yang sudah ditetapkan oleh perusahaan ; bahwa, untuk masuk ke lokasi harus melapor dulu pada satpam untuk keperluan apa tamu tersebut datang, apabila di luar jam kerja, karyawan yang lembur di data nama – namanya ; bahwa, pada kabel yang putus tersebut apabila dilihat tidak terlihat kalau putus, karena pada kabel hanya terlihat bercak putih, tetapi pada saat diraba terasa kalau kabel tersebut putus ; bahwa, saksi pernah mendengar PT. Mekar Armada Jaya ada usaha untuk mengefektifkan daya yang ada yaitu dengan dipasanginya kapasitor bank ; bahwa, saksi pernah menyatakan kepada BASILIUS SUTRIMO, kalau ada orang yang bisa mengiritkan listrik yaitu Sdr. EDI CONDRO ; bahwa, selanjutnya di PT. Mekar Armada Jaya dipasangi kapasitor bank yang di pasang di panel sesudah meteran dan dipasangnya di bagian bawah ; 51 bahwa, seandainya tidak dipasangi kapasitor daya menjadi tidak maksimal dan kemungkinan sering njeglek (anjlok = turun), kapasitor itu diperlukan agar peralatan yang membutuhkan tenaga besar, seperti alat las, mesin pres, begitu tenaga digunakan maka tenaga yang masuk sangat besar ; bahwa, sepengatahuan saksi apabila ada 3 kabel sekunder, sedang pada 1 kabel putus, maka daya yang hilang adalah 1/3 (sepertiga) – nya ; bahwa, untuk masuk ke lokasi, tidak sembarangan orang bebas masuk, kalau masih jam kantor bisa karena di situ ada show room mobil Daihatsu, kalau tidak ada hubungannya dengan show room maka harus melapor ke satpam ; 7). Saksi YULIUS TRIYANTO Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PT. Mekar Armada Jaya sejak tahun 1987, di bagian listrik ; bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 saksi melihat ada petugas PLN yang memanjat tiang pancang untuk memriksa listrik ; bahwa, setelah itu diketahui ada kabel Phasa T yang putus ; bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpamnya yang bekerja 24 jam penuh, kerjanya secara bergiliran sesuai dengan jadwal, setiap pas ada Satpam yang bertugas mengawasi sesuai lokasi masing – masing ; bahwa, pada jam kerja antara jam 7 sampai jam 16.30 tidak perlu meminta ijin, cukup melapor Satpam atau ke kantor show room, setelah jam kerja harus dengan ijin dan harus pakai identitas diri ; bahwa, tenaga listrik yang ada di DPP di lokasi tersebut mengalirnya ke PT. Mekar Armada Jaya dan PT. Armada Internasional Motor, namun lebih banyak ke PT. Mekar Armada 52 Jaya karena dipakai untuk karoseri dan bengkel,sedangkan di PT. Armada Internasional Motor hanya untuk bengkel dan show room ; bahwa, saksi tidak tahu berapa besar kerugian yang diderita oleh PLN 8). Saksi AGUS VINANSIUS Menerangkan : bahwa, saksi adalah karyawan PT. Mekar Armada Jaya di bagian plant service ; bahwa, bagian plant service membidangi masalah listrik menjaga agar semua peralatan listrik bias bekerja dengan maksimal ; bahwa, listrik yang dipakai oleh PT. Mekar Armada Jaya tiang pancangnya berada di halaman PT. Armada Internasional Motor di Jl. Sukarno Hatta ; bahwa, pada tanggal 8 dan 9 Oktober 2003 ada pemeriksaan listrik dari PLN Magelang ; bahwa, setiap ada pemeriksaan dari petugas PLN selalu didampingi oleh karyawan atau petugas dari PT. Mekar Armada Jaya ; bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 ada pemeriksaan rutin dari petugas PLN. Pada waktu dilaksanakan pemeriksaan meteran tidak diketemukan ada masalah, kemudian petugas dari PLN naik ke atas tiang pancang ; bahwa, setelah petugas naik, diketemukan pada kabel sekunder Phasa T ada yang putus, kemudian saksi ikut naik dan melihat, betul ada kabel putus pada Phasa T yang berwarna hitam ; bahwa, dengan putusnya kabel Phasa T tersebut akibatnya ada beberapa pemakaian listrik yang tidak tercatat, yang menurut penjelasan petugas ada 1/3 (sepertiga) bagian yang tidak tercatat ; bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpamnya, yang bekerja 24 jam secara bergantian ; 53 bahwa, pada saat ada orang masuk atau keluar ke lingkungan halaman PT. Armada Internasional Motor, Satpam pasti tahu, karena setiap orang yang masuk dan keluar, sangat jelas terlihat dari Pos Satpam ; bahwa, yang mempergunakan listrik yang tiang pancangnya ada di halaman PT. Armada Internasional Motor adalah PT. Mekar Armada Jaya, PT. Armada Internasional Motor, yang dipergunakan untuk menggerakkan mesin – mesin perbengkelan dan karoseri ; bahwa, kabel barang bukti adalah kabel Phasa T yang putus yang berada di tiang pancang di halaman PT. Armada Internasional Motor ; 9). Saksi STANLY CLARENCE SUMAMPAOUW Menerangkan : bahwa, saksi adalah karyawan PT. Mekar Armada Jaya di bagian plant service ; bahwa, plant service terdiri dari 3 bagian yaitu : Mekanik, Las dan Elektrik ; bahwa, tenaga listrik yang tersalur ke bagian – bagian tersebut tersalur dengan baik, meskipun mesin digunakan semua ; bahwa, tidak ada cara untuk menghemat listrik, yang dilakukan hanyalah dengan mematikan sebagian mesin ; bahwa, pada tanggal 8 Oktober 2003, saksi mendampingi Tim P2 TL untuk melakukan pemeriksaan rutin, pada hari itu pada saat diukur diketemukan adanya kabel yang tidak normal, pada Phasa R dan S normal, pada Phasa T hanya 11,1 volt normalnya 59 volt ; bahwa, pada esok harinya tanggal 9 Oktober 2003 diadakan pemeriksaan lagi, dan diketemukan adanya kabel yang putus pada Phasa T ; 54 bahwa, setelah diketemukan ada kabel yang putus, kemudian petugas polisi ikut naik dan memfoto kabel tersebut, kemudian saksi naik untuk melihat kabel yang putus tersebut ; bahwa, pada saat kabel yang putus tersebut ditegakkan selalu melengkung turun ; bahwa, menurut saksi kabel tersebut kalau tidak disengaja diputus tidak dapat putus sendiri, karena kabel tersebut sangat kuat ; bahwa, kabel tersebut dipasangnya tidak kuat atau dalam keadaan kendor ; bahwa, PT. Armada Internasional Motor ada Petugas Satpamnya, yang bekerja nonstop 24 jam, secara bergiliran ; bahwa, selama saksi bekerja di PT. Mekar Armada Jaya, kapasitor yang memasang bernama EDI CONDRO ; bahwa, yang mempergunakan tenaga listrik tersebut adalah PT. Mekar Armada Jaya dan PT. Armada Internasional Motor untuk kantor, mesin, pres, las, show room ; bahwa, barang bukti kabel adalah benar, kabel Phasa T yang putus; 10). Saksi BASILIUS SUTRIMO Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di Armada Swalayan di bagian maintenance dengan tugas menangani masalah listrik ; bahwa, pada tanggal 9 Oktober 2003 ada Petugas PLN yang melakukan pemeriksaan rutin, saksi diberitahukan ada kabel yang putus, kemudian saksi diminta naik untuk melihat kabel yang putus tersebut ; bahwa, setelah sampai di atas, saksi memegang kabel tersebut, ternayata kabelnya bergoyang ; bahwa, akibat putusnya kabel tersebut pengukuran meteran menjadi tidak normal ; 55 bahwa, dengan adanya kejadian tersebut saksi diminta oleh saksi AGUS VINANSIUS untuk berdamai dengan petugas pln ; bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpam yang bertugas 24 jam nonstop secara bergiliran ; 11). Saksi RUSLI S NAPU Menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PT. Armada Internasional Motor sebagai kepala cabang PT. Armada Internasional Motor, yang bergerak di bidang main dealer Daihatsu dan Isuzu ; bahwa, selama ini penggunaan daya listrik dilakukan bersamaan dengan PT. Mekar Armada Jaya ; bahwa, saksi membayar rekening listrik dengan dasar perbandingan, rata – rata per bulan antara 3 juta sampai dengan 3,5 juta rupiah, dan tidak pernah ada penurunan setiap bulannya ; bahwa, di PT. Armada Internasional Motor ada Satpamnya yang bekerja 24 jam nonstop secara bergantian ; bahwa, seumpama ada orang luar yang masuk ke lokasi PT. Armada Internasional Motor, pasti diketahui oleh Satpam karena harus melapor ke Satpam ; bahwa, tentang masalah PT. Mekar Armada Jaya saksi tahu dari membaca Koran, tentang adanya pencurian listrik yang dilakukan oleh PT. Mekar Armada Jaya ; 12). Saksi AGUS SULISTJO Bahwa dalam perkara ini saksi sebagai saksi ahli, menerangkan : bahwa, saksi bekerja di PLN semula di bagian jaringan sampai tahun 1980, dari tahun 1980 sampai sekarang bekerja di bagian 56 Laboratorium Kamar Tera Distribusi Jawa Tengah dan DIY di Semarang ; bahwa, wilayah kerja saksi meliputi Magelang, Jogjakarta, Surakarta, Cilacap, Tegal, Pekalongan, Kudus dan Semarang ; bahwa, yang ditangani oleh laboratorium tersebut antara lain : menangani pengukuran Meter Kwh, Ohm, Watt, Kospi, Meter Isolasi/isolator meter/inductor ; bahwa, ada jaringan yang dinamakan jaringan sekunder terdiri dari 4 kabel sekunder, dengan 3 phasa yaitu Phasa R, S dan Phasa T, sedangkan yang satu netral ; bahwa, kabel phasa tersebut fungsinya untuk tegangan ; bahwa,kalau salah satu kabel tegangan tersebut putus, maka akan mempengaruhi pengukuran, karena untuk pengukuran diperlukan 3 phasa, sedangkan fungsi masing – masing phasa berbeda, sebagai contoh, kalau ada 3 kabel mendorong, kemudian ada salah satu yang tidak mendorong maka akan mempengaruhi pengukuran ; bahwa, apabila ada salah satu kabel yang putus, listrik tetap dapat berfungsi, putus dua masih berfungsi, putus semua baru berhenti ; bahwa, setelah melihat keadaan barang bukti kabel meskipun kabel masih tersambung dengan isolasi, namun menjadikan alat tidak bias berputar secara normal ; bahwa, dengan putusnya kabel yang mengakibatkan alat tidak berputar secara normal yang diuntungkan adalah konsumen/pelanggan listrik ; bahwa, jenis kabel barang bukti tersebut adalah NYN merupakan kabel standar ; bahwa, selama saksi 25 tahu bekerja di PLN belum pernah menemui kasus kabel putus dengan sendirinya, kecuali karena faktor alam,seperti tertimpa pohon ; 57 bahwa, kabel tersebut dapat diputus dengan mempergunakan alat bantu, tanpa harus memutus isolasinya ; bahwa, dipersidangan saksi telah memperagakan cara memutus kabel dengan tanpa mempergunakan alat, yaitu dengan cara kabel tersebut ditekuk berulang – ulang secara berlawanan arah, dan akibatnya kabel tersebut putus, tanpa harus memutus isolasiya (plastik luarnya) ; bahwa, kasus kabel putus tersebut di Jawa Tengah banyak terjadi ; bahwa, posisi kabel yang putus tersebut letaknya di luar APP ; bahwa, daya tahan kabel barang bukti tersebut sangat lama atau bertahun – tahun, dan belum pernah menemui kabel tersebut putus dengan sendirinya ; bahwa, tidak ada teori yang menyatakan ukuran waktu sesuatu kabel tersebut akan rusak ; bahwa, kabel untuk Phasa T warnanya hitam atau biru, tetapi bisa juga warna lain, tergantung dari produk kabelnya, namun petugas selalu tahu kabel yang mana Phasa T tersebut ; bahwa, kasus putusnya kabel yang terjadi pada tiang pancang yang terletak di Jl. Sukarno Hatta adalah menjadi tanggung jawab PT. Mekar Armada Jaya ; bahwa, berdasarkan hasil test laboratorium putusnya kabel tersebut dilakukan oleh manusia ; 13). Saksi ahli Ir. TUMIRAN M, ENG. PHD, tetap tidak dapat hadir di persidangan meskipun telah dipanggil secara pantas, maka atas persetujuan terdakwa, keterangan saksi Ir. TUMIRAN M, ENG. PHD tersebut dibacakan yang resumenya adalah sebagai berikut : bahwa, saksi saat ini menjabat sebagai Pengelola S2 dan S3 Tehnik Elektro UGM dan merangkap menjadi Ketua Jurusan Tehnik Elektro UGM Jogjakarta ; 58 bahwa, kabel Phasa T berguna untuk mengukur tegangan atau arus pada Phasa T, kabel Phasa R untuk mengukur tegangan atau arus pada Phasa R, Kabel S untuk mengukur tegangan atau arus pada Phasa S, sedangkan kabel groun adalah netral ; bahwa, pada saat diadakan pemeriksaan terhadap kabel tersebut yaitu kabel Phasa T menunjuk pada 11,1 volt, kabel Phasa R menunjuk pada 59,5 volt dan kabel Phasa S menunjuk pada 60,2 volt semestinya kalau dalam kondisi normal menunjukkan pada angka yang sama dengan adanya perbedaan tersebut berarti kabel Phasa T terlepas atau putus ; bahwa, dengan adanya kabel Phasa T tersebut putus maka pengukuran daya yang terukur menjadi berkurang atau lebih kecil ; bahwa, dengan adanya pengukuran tersebut berkurang, maka yang dirugikan adalah PT. PLN karena pengukurannya kurang tetapi pemakaian listriknya normal ; bahwa, dengan adanya kabel Phasa T tersebut putus dapat mempengaruhi putaran piringan pada meteran menjadi lebih lambat yaitu pengukuran kurang menjadi sekitar 33 % dan pembayaran rekening listrik juga berkurang sekitar 33 % ; bahwa, saksi melihat data kabel Phasa T putus diperkirakan pada bulan Juli 2003 ; bahwa, putusnya kabel Phasa T tersebut putus karena faktor alam kemungkinan kecil sekali, sehingga kabel tersebut putus kemungkinan akibat tekukan atau tekanan kemungkinan besar diakibatkan oleh faktor manusia ; 59 Hal – hal yang memberatkan dan meringankan dalam penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim bagi terdakwa, yaitu : Hal – hal yang memberatkan : Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya telah lalai dalam pengawasan APP (Alat Pembatas Dan Pengukur) yang tiang pancangnya terletak di halaman PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno Hatta Km 3 Kota Magelang, sehingga berakibat merugikan pihak PT. PLN (Persero) APJ Magelang ; Perbuatan terdakwa dapat menjadikan contoh buruk bagi perusahaan besar lain, yang dapat merugikan keuangan negara ; Hal – hal yang meringankan : Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya melalui pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO telah membayar kekurangan Suplisi (kekurangan tagihan bulanan) sebesar Rp. 36.788.200,- (tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu dua ratus rupiah) ; Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO bersikap sopan, tidak berbelit – belit sehingga memperlancar jalannya persidangan ; 7. Pertimbangan – Pertimbangan Hakim Setelah melakukan pembuktian dipersidangan, akhirnya Majelis Hakim menjatuhkan putusan, dengan pertimbangan yang pada intinya sebagai berikut : Bahwa, terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh Pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO telah didakwa dengan dakwaan tunggal melanggar Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, dengan unsur – unsur : Badan 60 hukum; Menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya; Dengan maksud untuk memanfaatkan secara melawan hukum. Bahwa, subyek hukum adalah orang atau manusia sebagai pemegang hak dan kewajiban. Bahwa, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa keberadaan PT diakui sebagai badan hukum dan dianggap sebagai “manusia”, oleh karena itu disebut “orang tiruan” merupakan orang yang diciptaan oleh hukum. Bahwa, dengan demikian dikenal dua subyek hukum, yaitu : Subyek hukum orang dan Subyek hukum bukan orang. Bahwa, subyek hukum bukan orang ada dua macam, yaitu : Badan Hukum (PT, Negara, Badan – Badan Internasional); dan Bukan Badan Hukum (Persekutuan, Perkumpulan). Bahwa, selayaknya manusia mulai menjadi subyek hukum adalah sejak orang itu lahir dan berakhir saat ia meninggal, begitu pula dengan badan hukum, yaitu sejak didirikan sampai dengan dia dibubarkan. Bahwa, sebuah perusahaan sebagai badan hukum bias membuat keputusan, memiliki kekayaan, bias bertransaksi, mempunyai utang – piutang, menuntut dan dutuntut, selayaknya manusia yang mempunyai hak dan kewajiban, dalam melakukan segala perbuatan hukum tersebut diwakili oleh Pengurusnya. Bahwa, berdasarkan Akta Notaris No. 18 tanggal 10 Maret 2000, dari HLH VERHOEVEN, SH. Notaris di Magelang menyatakan bahwa posisi Direktur I / Direksi Umum masih Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO sampai saat ini tahun 2005, dan belum ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang menyatakan PT. Mekar Armada Jaya bubar. 61 Bahwa, dipersidangan telah terbukti PT. Mekar Armada Jaya masih berstatus Badan Hukum, oleh karena itu terdakwa yang diwakili oleh Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO, dapat melakukan perbuatan hukum, sehingga dapat pula dipertanggung jawabkan atas segala perbuatannya. Bahwa, unsur “Badan Hukum” telah terbukti, berdasarkan pertimbangan–pertimbangan diatas. Bahwa, PT. Mekar Armada Jaya adalah salah satu pelanggan listrik besar yang tiang pancangnya terletak di halaman PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno - Hatta. Bahwa, berdasarkan keterangan saksi DJUREMI, STANLY dan SUTRISNO bahwa sampai tanggal 9 Oktober 2003 belum pernah dilakukan pemadaman listrik oleh PLN, sehingga penggunaan listrik tetap berjalan. Bahwa, setelah diketemukan adanya kabel yang putus pada Phasa T, penggunaan listrik tetap namun pembayaran rekening mengalami penurunan, yaitu bulan Juli 2003 sebesar Rp. 112.914.880,- , bulan Agustus 2003 sebesar Rp. 86.404.660,- , September 2003 menjadi Rp. 76.023.700,- namun pihak pelanggan PT. Mekar Armada Jaya tidak melaporkan hal tersebut pada pihak PLN. Bahwa, berdasarkan keterangan saksi dan hasil pemeriksaan ditampat, tenaga listrik digunakan untuk mengoperasionalkan alat – alat perbengkelan, karoseri, penerangan, mesin las, pres, mesin potong besi, dll oleh PT. Mekar Armada Jaya dan sebagian lagi dipergunakan oleh Pt. Armada Internasional Motor. Bahwa, dengan putusnya kabel Phasa T mengakibatkan tenaga listrik yang digunakan Terdakwa tidak tercatat 1/3 nya di meteran pada APP, sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak PLN. 62 Bahwa, menurut majelis Hakim pihak PLN juga telah lalai dalam melakukan kontrol kepada para pelanggan tiap bulannya, khususnya kepada pelanggan besar sebagaimana menjadi kewajibannya, sehingga bila hal itu dilaksanakan maka pihak PLN tidak akan merugi selama tiga bulan. Bahwa, namun demikian hl ini tidak menghapuskan kesalahan terdakwa, sehingga berdasarkan pertimbangan – pertimbangn tersebut diatas, maka unsur ”menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya”. Bahwa, berdasarkan keterangan saksi dan pengakuan terdakwa dalam setiap pemeriksaan PLN selalu didampingi oleh petugas dari PT. Mekar Armada Jaya, yang sebelumnya harus melapor pada satpam terlebih dahulu. Bahwa, pengaman ditempat terjadinya perkara pengamanannya sangatlah ketat, karena setiap orang keluar dan masuk halaman PT. Armada Internasional Motor langsung terlihat satpam dari pos induk satpam, dan setiap tamu harus melapor ke pos induk tersebut. Satpam bekerja selama 24 jam secara bergilir. Setiap karyawan yang kerja lembur namanya selalu terdaftar di pos induk satpam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa putusnya kabel Phasa T tersebut tidak mungkin dilakukan oleh orang diluar karyawan PT. Mekar Armada Jaya, terlebih putusnya kabel Phasa T itu letaknya diatas dan memerlukan peralatan tangga untuk memutus kabel tersebut. Bahwa, oleh karena itu Majelis hakim sependapat rusaknya kabel Phasa T itu dilakukan oleh terdakwa (PT. Mekar Armada Jaya), atau minimal terdakwa sudah mengetahui adanya kerusakan pada kabel tersebut. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan ditempat lokasi kejadian tidak terdapat pepohonan besar yang dapat tumbang dan menimpa tiang 63 pancang, dengan demikian putusnya kabel Phasa T dikarenakan faktor alam kemungkinannya tidak akan terjadi. Maka dapat disimpulkan penyebab yang paling memungkinkan adalah faktor manusia. Bahwa, berdasarkan keterangan saksi AGUS SULISTJO, pemutusan kabel seperti barang bukti dapat dilakukan dengan menggunakan galah dari bawah dan dapat pula dengan cara menekuk – nekuk kabel beberapa kali sehingga kabel tembaga didalamnya putus tanpa harus memutus atau merusak isolasinya. Bahwa, alat – alat listrik yang berada dilingkungan pelanggan baik pengamanan dan perawatannya menjadi tanggung jawab pelanggan, dengan demikian putusnya kabel Phasa T juga menjadi tanggung jawab pelanggan. Bahwa, karena putusnya kabel Phasa T maka terjadi penurunan pencatatan rekening PT. Mekar Armada Jaya yang diketahui mulai bulan Agustus 2003 padahal penggunaan tetap sama, namun pengurus PT. Mekar Armada Jaya tidak melapor sampai bulan September 2003 pun tidak melapor, yang seharusnya pengurus patut menduga adanya kerusakan pada alat – alat yang disewa dari PLN dan melakukan pengawasan untuk mencegah agar tidak terjadi peristiwa yang merugikan orang lain. Bahwa, karena putusnya kabel Phasa T menyababkan kerugian bagi PLN, membuktikan PT. Mekar Armada Jaya telah lalai dalam pengawasan dan pengamanan sehingga bertentangan dengan hak – kewajiban sesuai tertuang dalam perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dan PT. Mekar Armada Jaya. Bahwa, berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas maka unsur “Dengan maksud untuk memanfaatkan secara melawan hukum” telah terbukti. 64 8. Putusan Hakim Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas setelah semua unsur – unsur yang didakwakan terbukti, maka Majelis Hakim menjatuhkan Putusan atas Perkara No. 27 / PID. B / 2005 / PN. MGL, sebagai berikut : Menyatakan terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO sebagaimana tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak “MENGGUNAKAN TENAGA LISTRIK YANG BUKAN HAKNYA SECARA MELAWAN HUKUM” ; Menjatuhkan pidana kepada terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO, dengan pidana denda sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) Subsidair selama 3 (tiga) bulan kurungan bagi pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO ; Menyatakan barang bukti berupa : a). Kabel jenis NYM 4 x 4 mm panjang 10 meter warna putih berisi 4 kabel yaitu warna kuning, warna hitam, warna biru dan lerek kuning biru, yang pada kabel warna hitam tembaganya putus di dalamnya, bukti rekening pembayaran, Berita Acara pembacaan meter, dikembalikan kepada PT. PLN (Persero) APJ Magelang melalui saksi DJUREMI ; b). 1 (satu) lembar kwitansi Nomor 0432655 tertanggal 29 Oktober 2003 dikembalikan kepada terdakwa PT. Mekar Armada Jaya melalui pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO ; c). 1 (satu) lembar surat tanggapan atas permintaan surat perintah, Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik, Foto copy Akta 65 Notaris Nomor 18 tanggal 10 Maret 2000, oleh HLH. VERHOEVEN, SH. Notaris di Magelang, seluruhnya tetap dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan ; Membebankan kepada terdakwa PT. Mekar Armada Jaya yang diwakili oleh pengurusnya Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) ; PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa proses pembuktian dipersidangan dilakukan untuk menjatuhkan putusan suatu tindak pidana, pembuktian ini pada dasarnya merupakan ketentuan – ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara – cara yang dibenarkan undang – undang dalam membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat – alat bukti yang dibenarkan Undang – Undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan (M Yahya Harahap, 2000:273). Seseorang tidak boleh dianggap bersalah sebelum dilakukan pembuktian dipersidangan dan terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa dialah yang bersalah melakukan tindak pidana. Pelaksanaan tindak pidana pencurian listrik berpegang pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Tindak pidana yang dilakukan PT. Mekar Armada Jaya melalui pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO yang telah diuraikan di atas bertentangan dengan Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yaitu: “ Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dengan maksud untuk memanfatkan secara hukum (merupakan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP) dengan penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- “ 66 Berdasarkan fakta – fakta yang terungkap dalam persidangan, tindak pidana yang dilakukan terdakwa tersebut telah memenuhi unsur – unsur yang terdapat dalam Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yaitu: a. Unsur setiap orang : Diketahui bahwa ada 2 Subyek Hukum, yaitu : Subyek hukum orang ; Subyek hukum bukan orang. Dimana subyek hukum bukan orang juga ada 2 macam, yaitu : Badan Hukum, misalnya PT, Negara, Badan – Badan Internasional ; bukan badan hukum, misalnya Persekutuan, Perkumpulan. Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas telah secara tegas mengakui PT sebagai Badan Hukum dan dianggap sebagai manusia yang dapat melakukan dan mempertanggung jawabkan segala tindakan hukum yang dilakukannya. Dalam kasus ini PT. Mekar Armada Jaya Magelang yang beralamat di Jl. Mayjen Bambang Sugeng No. 7 Magelang disebut sebagai PT dengan dasar Akta Notaris Nomor 18 tanggal 10 Maret 2000, yang dalam pertanggung jawabannya diwakili oleh Sdr. Budijono selaku pengurus dari PT. Mekar Armada Jaya Magelang. Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menjadi pelanggan PLN berdasarkan Surat Perjanjian tertanggal 29 Januari 1993, antara Pihak Pertama Perusahaan Listrik Negara Distribusi Jawa Tengah Nomor : 407.Pj/9227/1991-1992/m dengan Pihak Kedua PT. Mekar Armada Jaya Nomor : 49/UM/NA/VII/92. Sehingga disini telah jelas kiranya bila terdakwa bertanggungjawab terhadap keutuhan APP (Alat Pembatas Dan Pengukur) yang dipasang di PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno – Hatta Km 3 Magelang dengan menjaga dan mengawasi dari perbuatan orang – orang yang tidak bertanggungjawab. Namun dikarenakan hal tersebut tidak dilakukan oleh terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang, maka saat kabel Phasa T pada 67 APP tersebut dirusak (kabel tembaga di putus tanpa merusak atau memutus isolasinya) sehingga hal tersebut tidak diketahui oleh Terdakwa. Oleh karena itu hal tersebut menjadi tanggungjawab PT. Mekar Armada Jaya Magelang, sehingga disini terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah dapat dipertanggung – jawabkan, dengan demikian unsur Setiap Orang dalam hal ini dilakukan oleh Badan Usaha, sehingga unsur tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan. b. Unsur menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya ; Bahwa terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menggunakan tenaga listrik yang keluar dari meteran KWH yang ada di APP yang dipasang di PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno – Hatta Km 3 Magelang (anak Perusahaan PT. Mekar Armada Jaya Magelang). Tenaga listrik tersebut digunakan untuk mengoperasionalkan alat – alat perbengkelan, alat – alat karoseri, penerangan, AC, mesin las, mesin pres, mesin potong besi dan lain – lain. Padahal tenaga listrik untuk penggunaan bulan Agustus 2003 sampai tanggal 9 Oktober 2003 adalah hanya tercatat/terukur 2/3 dari yang seharusnya. Hal itu dapat terjadi karena salah satu kabel phasa yaitu kabel Phasa T (warna hitam) putus tembaganya sedang isolasinya tidak rusak, sehingga hal itu menyebabkan tenaga listrik yang digunakan terdakwa PT. Mekar Armada Jaya tersebut tidak tercatat atau terukur 1/3 – nya dari kondisi normal (kabel Phasa T tidak rusak). Hal tersebut sebagaiman diterangkan oleh saksi Djuremi, saksi Adrian Sakti Laksana, saksi Wahyono, saksi Totok Rudiyanto, saksi Yulius Riyanto, saksi Agus Sulistjo (Ahli) yang masing – masing dibawah sumpah menerangkan yang pada pokoknya yaitu bila terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menggunakan tenaga listrik yang keluar dari meteran APP yang dipasang di PT. Armada Internasional Motor sebanyak 1/3 dari kondisi normal, karena yang terukur atau tercatat hanya 2/3 dan tenaga listrik tersebut digunakan untuk segala aktivitas di PT. Mekar Armada Jaya. Kondisi 68 yang telah disebutkan ini dibenarkan oleh Sdr. Budijono (yang mewakili PT. Mekar Armada Jaya Magelang)Kemudian para saksi tersebut juga menerangkan apabila ada salah satu kabel phasa yang putus, maka kwh meter yang tercatat/terukur hanya 2/3, sedang yang 1/3 – nya tidak terukur. Dengan demikian unsur ”yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya” terbukti secara sah dan meyakinkan. c. Unsur dengan maksud untuk memanfaatkan secara melawan hukum. Terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang telah menggunakan tenaga listrik yang keluar dari meteran APP yang dipasang di PT. Armada Internasional Motor Jl. Sukarno – Hatta Km 3 Magelang tersebut untuk keperluan menggerakkan mesin – mesin perbengkelan, mesin pres dan potong besi, mesin untuk karoseri, AC, untuk penerangan dan lain – lain. Tenaga listrik yang digunakan oleh terdakwa tersebut ada sepertiganya yang tidak terukur/tercatat, hal tersebut karena ada kabel Phasa T (warna hitam) yang telah dirusak dengan cara dipotong tembaganya tanpa memutus isolasinya, dan tenaga listrik yang tidak terukur atau tercatat sebesar sepertiga tersebut yang digunakan terdakwa PT. Mekar Armada Jaya tanpa mendapat ijin dari PLN APJ Magelang. Sehingga mengakibatkan PLN APJ Magelang menderita kerugian sejumlah 105.000 KWH meter dengan nominal sebesar sekitar Rp. 64.533.000,- (enam puluh empat juta lima ratus tiga puluh tiga ribu rupiah). Ternyata jumlah tersebut telah dilakukan penyelesaian sementara sebesar Rp. 36.788.200,- (tiga puluh enam juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu dua ratus rupiah). Hal tersebut sebagaimana diterangkan oleh para saksi yang masing – masing telah disumpah yaitu saksi Djuremi, Adrian Sakti Laksana, J. Wahyono, Sutrisno, saksi Sumadji, saksi Totok Rudiyanto, Yulius Riyanto, saksi Stanly, serta saksi ahli Sdr. Agus Sulistjo dan Ir. Tumiran M, Eng. PH D (dibacakan), yang juga diterangkan oleh Budijono bin 69 Soegijono yang mewakili terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang. Telah terbukti juga dalam Sidang Ditempat Kejadian Perkara (Check On The Spot) bila tenaga listrik yang keluar dari APP tersebut telah digunakan oleh terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang untuk mengoperasionalkan mesin – mesin tersebut diatas. Berarti dengan demikian unsur tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Proses pembuktian tindak pidana pencurian listrik di Pengadilan Negeri Magelang adalah menggunakan alat – alat bukti yang sah menurut undang – undang yaitu alat bukti keterangan saksi, alat bukti surat dan alat bukti keterangan terdakwa. Alat bukti keterangan saksi dalam perkara pidana adalah alat bukti utama, sehingga agar keterangan saksi memiliki kekuatan pembuktian, maka saksi – saksi yang dihadirkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. Harus mengucapkan sumpah atau janji ; 2. Keterangan saksi yang bernilai sabagai alat bukti adalah yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri, saksi alami sendiri serta menyebut alas an dari pengetahuannya itu ; 3. Keterangan saksi diberikan di sidang pengadilan ; 4. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup ; 5. Keternagan beberapa saksi yang berdiri sendiri sangat tidak berguna (M Yahya Harahap, 2000:286-289). Sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan PT. Mekar Armada Jaya Magelang melalui pengurusnya BUDIJONO bin SOEGIJONO kehadiran saksi – saksi untuk memberikan keterangan dalam persidangan, dikaitkan dengan ketentuan tersebut diatas adalah sebagai berikut : 70 1. Saksi – saksi yang dihadirkan dalam persidangan untuk dimintai keterangannya, sebelum memberikan keterangan para saksi tersebut masing – masing telah diambil sumpahnya. 2. Keterangan saksi yang diberikan oleh masing – masing saksi adalah merupakan keterangan yang berasal dari apa yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri serta saksi – saksi tersebut menyebutkan alas an dari pengetahuannya tersebut. 3. Para saksi yang dimintai keterangannya sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa PT. Mekar Armada Jaya Magelang melalui pengurusnya Sdr. Budijono, masing – masing memberikan keterangan dimuka persidangan. Kecuali satu Saksi Ahli yang tidak dapat hadir dimuka persidangan, tapi telah memberikan kesaksian diatas sumpah atau janji dan keterangannya telah dibacakan dimuka persidangan denganpersetujuan terdakwa. 4. Saksi – saksi yang dihadirkan dalam persidangan ada 12 (dua belas) orang saksi yaitu : Saksi Djuremi, Sutrisno, Adrian Sakti Laksana, Ir. J. Wahyono, Sumadji, Totok Rudianto, Yulius Triyanto, Agus Vinansius, Stanly Clarence Sumampaouw, Basilius Sutrimo, Rusli S Napu, Agus Sulistjo. Dan 1 (satu) Saksi Ahli yang tidak dapat hadir dimuka persidangan, tapi telah memberikan kesaksian diatas sumpah atau janji dan keterangannya telah dibacakan dimuka persidangan dengan persetujuan terdakwa, yaitu Ir. Tumiran M, Eng. PHD 5. Dari semua saksi yang dihadirkan dipersidangan untuk simintai keterangannya, keterangan yang diberikan para saksi tidak berdiri sendiri atau saling bersesuaian. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa saksi – saksi yang dihadirkan dalam persidangan sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh PT. Mekar Armada Jaya Magelang melalui pengurusnya Sdr. Budijono telah memenuhi ketentuan, sehingga alat bukti keterangan saksi tersebut memiliki nilai kekuatan pembuktian. 71 Kemudian dapat disimpulkan pula bahwa untuk kasus tindak pidana pencuruian listrik ini, keberadaan Saksi Ahli dalam pemeriksaan alat – alat bukti sangat menolong terhadap penilaian Majelis Hakim dalam menentukan putusannya. Keberadaan saksi ahli dapat memberi uraian mengenai seluk beluk tentang Ketenagalistrikan, yang dapat memberikan kejelasan kepada Majelis Hakim tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan terdakwa PT. Mekar Ardama Jaya yang diwakili oleh Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO. Ini berarti keberadaan Saksi Ahli mempunyai nilai tambah dalam persidangan. Setelah terbuktinya unsur – unsur di atas dan proses pembuktian dengan menghadirkan alat – alat bukti yang sah menurut Undang – undang, maka menurut penulis terbentuk konstruksi berpikir yang dalam hal ini telah sesuai dengan pendapat Soedarto yang mengatakan, di dalam memberikan keputusan baik oleh Hakim Perdata maupun Hakim Pidana tampak penggunaan pola pemikiran secara syllogisme. Dalam perkara Pidana ditetapkan terlebih dahulu fakta – fakta atau perbuatan yang dilakukan terdakwa, kemudian ditetapkan hukumannya yang cocok untuk fakta – fakta itu sehingga dengan jalan penafsiran dapat ditetapkan apakah perbuatan terdakwa dapat dipidana dan apakah terdakwa sendiri dapat dipidana pula dan selanjutnya menyusul dictum putusan itu sebagai konklusi (Soedarto, 1983:108). Konstruksi berpikir Majelis Hakim sebelum menjatuhkan Putusan, adalah sebagai berikut : Bahwa, PT termasuk badan hukum yang dapat melakukan segala tindakan hukum dan dapat bertanggung jawab atas segala tindakannya. Apabila badan hukum melakukan pelanggaran hukum maka pengurusnya dapat mewakili badan hukum tersebut untuk mempertanggung jawabkan tindakan hukumnya. Dalam hal ini Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO sebagai Direktur I PT. Mekar Armada Jaya. Bahwa, kabel Phasa T putus, yang tiang pancangnya berada di halaman PT. Armada Internasional Motor dimana pemakaian tenaga listrik terbasar adalah dipakai untuk operasional alat – alat PT. Mekar Armada Jaya. Akibat putusnya 72 kabel tersebut maka terjadi penurunan rekening dari bulan Juli sampai September, karena meteran kehilangan daya catat sebesar 1/3 dari keadaan normal. Keadaan ini tidak dilaporkan kepada PLN padahal pemakaian tenaga listriknya tidak berkurang. Kelalaian dari pengurus tersebut telah merugikan PLN. Bahwa, putusnya kabel Phasa T bukan dikarenakan faktor alam ataupun orang luar, karena keamanan yang sangat ketat di PT. Mekar Armada Jaya. Menurut saksi ahli putusnya kabel Phasa T tersebut hanya dapat dilakukan manusia dengan cara menggalah dari bawah atau menekuk – nekuk kabel. Hal ini minimal seharusnya diketahui pengurus dan segera dilaporkan kepada PLN agar tidak terjadi kerugian yang besar yang dialami PLN. Dalam hal ini pengurus dianggap lalai. Berdasarkan penelitian pembuktian hilangnya listrik sendiri dibuktikan dengan menggunakan rumusan yang telah di sampaikan Saksi Ahli AGUS SULISTJO, baik nilai yang hilang maupun jumlah yang hilang. Jadi benda berupa listrik telah terbukti dalam persidangan. Kemudian dari keterangan Saksi Ahli pulalah akhirnya Hakim dapat menjatuhkan jumlah denda dan lamanya hukuman badan yang harus dilaksanakan terdakwa. Mengingat asas Personalitas dalam penjatuhan pidana denda, bahwa tujuan pidana bukan hanya semata – mata membalas tetapi juga memberikan efek jera kepada pelaku dan mengembalikan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan pelaku. B. Hambatan – Hambatan Yang Dihadapi Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pencurian Listrik. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan pembuktian dengan alat – alat bukti yang sah menurut undang – undang dan adanya keyakinan hakim. Untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus didukung oleh alat – alat bukti yang sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu : 73 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa Pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian listrik yang diancam Pasal 60 ayat (1) Jo. Pasal 65 UU No. 20 tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, bukanlah perkara yang mudah, karena terdapat hambatan – hambatan yang ditemui dalam proses pembuktiannya yang dapat menghambat jalannya proses persidangan. Menurut Bapak Benny Guritno, SH. M.H selaku Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Magelang, hambatan yang muncul dalam proses pembuktian tindak pidana pencurian listrik adalah : Pihak PLN sendiri tidak biasa menghitung persis jumlah kerugian yang dideritanya. Hal ini dikarenakan pihak PLN hanya menggunakan rumus perhitungan yang sudah ada untuk menghitung jumlah kerugian yang timbul. Barang berupa aliran listrik yang dicuri dianggap sebagai barang yang tidak riillah yang menghambat penghitungan jumlah kerugian yang diderita. Modus operandi yang tergolong jarang terjadi dan baru. Pencurian listrik sangatlah jarang diajukan kepersidangan karena memiliki kerumitan dalam pembuktiannya. Pemahaman baik Jaksa maupun Hakim tentang teknis ketenagalistrikan itu kurang. Pencurian yang terjadi dalam kasus ini adalah pencurian tenaga listrik. Hakim dan Jaksa yang kurang memiliki keahlian dalam ketenagalistrikan, kurang mampu menganalisa perkara, oleh karena pemahaman yang kurang tersebut maka terhambatlah jalannya persidangan. Tetapi untuk memperlancar jalannya persidangan maka digunakanlah Saksi Ahli yang dapat memperikan bantuan pemahaman kepada Hakim dan Jaksa. 74 BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian masalah yang penulis telah kemukakan beserta dengan pembahasannya, baik berdasarkan teori maupun berdasarkan data yang penulis dapatkan di lapangan, maka penulis megambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian listrik Proses pelaksanaan pembuktian terhadap tindak pidana pencurian listrik di Pengadilan Negeri Magelang didasarkan pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu dengan menggunakan alat – alat bukti menurut undang – undang. Pelaksanaan pembuktian di awali dengan menghadirkan saksi – saksi untuk dimintai keterangannya, keterangan saksi merupakan alat bukti utama dalam perkara pidana, dan harus diberikan dibawah sumpah atau janji di muka sidang. Selanjutnya dihadirkan alat bukti surat yang berupa Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik dan Foto copy Akta Notaris pendirian sebuah PT. dan alat bukti ketiga adalah keterangan terdakwa. Setelah dilakukan pembuktian dengan alat – alat bukti tersebut kemudian dicari persesuaian antara alat – alat bukti yang dihadirkan tersebut. Pemeriksaan terhadap alat bukti yang sah ini menjadi dasar bagi hakim untuk dapat menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencurian listrik. Dalam kasus yang penulis teliti kehadiran dan keterangan dari saksi ahli sangatlah membantu atau memiliki nilai lebih dimata hakim dalam menjatuhkan putusan, karena keahlian dari saksi ahli dapat membrikan keterangan yang tidak diketahui hakim. Keahlian dari saksi ahlilah yang diharap memberikan gambaran 75 terang bagi majelis hakim dalam melakukan penilaian terhadap alat – alat bukti sebelum memutus perkara. Setelah semua unsur terbukti dan proses pembuktian dengan menghadirkan alat – alat bukti yang sah menurut Undang – undang telah dilaksanakan, maka terbentuk konstruksi berpikir Majelis Hakim sebelum menjatuhkan Putusan,sebagai berikut : Bahwa, PT termasuk badan hukum yang dapat melakukan segala tindakan hukum dan dapat bertanggung jawab atas segala tindakannya. Apabila badan hukum melakukan pelanggaran hukum maka pengurusnya dapat mewakili badan hukum tersebut untuk mempertanggung jawabkan tindakan hukumnya. Dalam hal ini Sdr. BUDIJONO bin SOEGIJONO sebagai Direktur I PT. Mekar Armada Jaya. Bahwa, kabel Phasa T putus, yang tiang pancangnya berada di halaman PT. Armada Internasional Motor dimana pemakaian tenaga listrik terbasar adalah dipakai untuk operasional alat – alat PT. Mekar Armada Jaya. Akibat putusnya kabel tersebut maka terjadi penurunan rekening dari bulan Juli sampai September, karena meteran kehilangan daya catat sebesar 1/3 dari keadaan normal. Keadaan ini tidak dilaporkan kepada PLN padahal pemakaian tenaga listriknya tidak berkurang. Kelalaian dari pengurus tersebut telah merugikan PLN. Bahwa, putusnya kabel Phasa T bukan dikarenakan faktor alam ataupun orang luar, karena keamanan yang sangat ketat di PT. Mekar Armada Jaya. Menurut saksi ahli putusnya kabel Phasa T tersebut hanya dapat dilakukan manusia dengan cara menggalah dari bawah atau menekuk – nekuk kabel. Hal ini minimal seharusnya diketahui pengurus dan segera dilaporkan kepada PLN agar tidak terjadi kerugian yang besar yang dialami PLN. Dalam hal ini pengurus dianggap lalai. 76 Berdasarkan penelitian pembuktian hilangnya listrik sendiri dibuktikan dengan menggunakan rumusan yang telah di sampaikan saksi Ahli Agus Sulistjo, baik nilai yang hilang maupun jumlah yang hilang. Jadi benda imateriil berupa listrik telah terbukti dalam persidangan. 2. Hambatan – hambatan yang dihadapi dalam pembuktian tindak pidana pencurian listrik Hambatan yang penulis temukan dilapangan mengenai pembuktian tindak pidana pencurian listrik, antara lain ; Pihak PLN sendiri tidak biasa menghitung persis jumlah kerugian yang dideritanya. Modus operandi yang tergolong jarang terjadi dan baru. Pemahaman baik Jaksa maupun Hakim tentang teknis ketenagalistrikan itu kurang. Kasus yang tergolong baru dan jarang terjadi di kota magelang ini membuat pemahaman jaksa maupun hakim tentang teknis ketenagalistrikan kurang, kemudian persesuaian alat bukti dengan jumlah kerugian yang diderita kurang terperinci, maka hal ini dapat menghambat jalannya persidangan. B. Saran - saran 1. Sistem peradilan di Indonesia menggunakan saistem pembuktian secara negatif, sehingga selain berdasarkan pada alat – alat bukti yang diajukan dipersidangan masih diperlukan keyakinan hakim. Dalam praktek seringkali hakim hanya berpedoman pada alat bukti menurut undang – undang saja dalam menjatuhkan putusan. Alangkah lebih baik bila disamping menilai berdasarkan alat bukti yang sah saja juga dipaparkan suatu keyakinan hakim yang digunakan dasar bahwa pembuktian berdasarkan alat bukti yang sah tersebut adalah benar sehingga dalam menjatuhkan putusan dapat dilakukan dengan seadil – adilnya. 77 2. Hambatan yang muncul dalam pembuktian adalah Kasus yang tergolong baru dan jarang terjadi di kota Magelang ini membuat pemahaman Jaksa maupun Hakim tentang teknis ketenagalistrikan kurang, kemudian persesuaian alat bukti dengan jumlah kerugian yang diderita kurang terperinci. Dari sini diharapkan baik Jaksa dan Hakim diharapkan lebih dinamis lagi mempelajari tentang perkara – perkara baru yang muncul dalam masyarakat, sehingga baik Jaksa maupun Hakim dapat menyelesaikan perkara dengan seadil – adilnya. Selain itu kejelian jaksa dan hakim dalam menghadapi perkara baru benar – benar dibutuhkan dalam menilai alat – alat bukti yang dihadirkan dipersidangan.