5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Forensik Forensik berasal dari

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Forensik
Forensik berasal dari Bahasa Latin yaitu forum yang berarti tempat untuk
melakukan transaksi. Ilmu forensik merupakan ilmu yang menerapkan dan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam mengungkap suatu kasus tindak pidana
dengan cara menyusun kembali (rekonstruksi) tindak pidana tersebut bisa terjadi
berdasarkan pada bukti-bukti yang ada. Ilmu forensik berdasarkan metode ilmu
pengetahuan alam akan menganggap sesuatu memang ilmiah apabila didasari oleh
fakta (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan (positivisme), serta
analisanya mampu dituangkan dengan masuk akal
dan bermakna sehingga
hasilnya dapat disampaikan ke masyarakat luas (Siswanto, 2010).
Crime Science Investigation (CSI) merupakan suatu metode pendekatan
penyidikan berbasis ilmu pengetahuan alam untuk mengungkap suatu kasus yang
terjadi. Metode CSI melakukan analisa yang melibatkan ilmu pengetahuan untuk
membuat barang bukti dan tempat kejadian perkara (TKP) “berbicara” tentang
suatu tindak kejahatan yang sudah terjadi sebagai pokok bahasan di bidang
Forensik (Siswanto, 2010). Penggunaan metode CSI dalam mengungkap kasus
pidana
dapat mempermudah penyidik untuk membuat terang kasus pidana
dengan tindakan olah TKP sehingga meminimalisir kesalahan serta mendukung
penegakan hukum di Negara ini (Wahyuni, 2013).
Prinsip dasar Ilmu Forensik yang telah digagas oleh Dr. Edmond Locard
adalah Locard Exchange Principle menyatakan bahwa ketika seseorang masuk ke
TKP maka orang tersebut akan meninggalkan jejak dirinya dan membawa jejak
TKP ketika dia pergi. Berdasarkan hal tersebut terjadilah pertukaran materi secara
fisik yang dapat dijadikan sebagai barang bukti untuk mengungkap kasus tindak
pidana tersebut (Octavia 2015; Kirk, 1953).
Pertukaran materi fisik di TKP dapat berupa sidik jari, bercak darah, rambut,
cairan tubuh, serat kain dan lainnya yang dapat diidentifikasi siapa pemiliknya
baik itu korban maupun tersangka. Analisa DNA yang dilakukan sebagai model
pembuktian kejahatan mampu menunjukkan hasil yang lebih akurat sehingga
5
sering digunakan hingga saat ini. DNA merupakan barang bukti primer yang
berdiri sendiri tanpa diperkuat dengan bukti lainnya. Melalui pembuktian secara
ilmiah ini, diharapkan polisi, jaksa dan hakim dapat memanfaatkan bukti-bukti ini
untuk menegakkan kebenaran dari sebuah kasus dalam sebuah peradilan,
disamping hanya mengandalkan pengakuan dari tersangka ataupun saksi yang
mungkin saja bisa memberikan keterangan yang tidak sebenarnya (Wirasuta,
2008).
2.2. Soroh Pande
Masyarakat Hindu di Bali sangat meyakini Panca Srada sebagai dasar dalam
menjalankan hidup di dunia. Salah satu srada yang masih dipercaya hingga saat
ini adalah keyakinan akan adanya leluhur. Istilah “memande” merupakan salah
satu profesi leluhur yang diyakini oleh keturunannya dan hingga kini disebut klan
atau soroh Pande. Arti dari kata “memande” merupakan suatu pekerjaan yang
menghasilkan alat-alat berbahan dasar logam yang sangat berguna bagi seluruh
lapisan masyarakat seperti alat-alat pertanian yaitu sabit dan pacul, peralatan
rumah tangga yaitu pisau, kapak dan gembok, senjata seperti keris, tombak dan
trisula, alat-alat keagamaan antara lain kendi, bokor dan canting, alat-alat kesenian
yaitu gong, atribut penari dan perhiasan serta peralatan lainnya yang berhubungan
dengan bara dan logam (Darmada dkk., 2007). Masyarakat soroh Pande yang
memiliki keahlian dalam bidang pembuatan senjata dan alat-alat dari besi disebut
pande besi, yang pandai dalam membuat busana dan perhiasan yang terbuat dari
logam mulia seperti emas, perak kuningan dan lainnya disebut pande emas. Soroh
Pande yang ahli dalam membuat alat-alat tetabuhan seperti gong, terompong,
kempul gangsa dan kelengkapannya disebut pande gong serta beberapa keahlian
lainnya yang sulit dapat dikerjakan oleh masyarakat soroh lainnya (Jiwa, 2013).
Penyebaran dan perubahan tempat tinggal masyarakat soroh Pande
dipengaruhi oleh kedatangan yang terjadi secara bertahap serta situasi dan kondisi
pada zaman kerajaan, hingga sampailah masyarakat soroh Pande di Kabupaten
Gianyar. Berdasarkan keinginan I Dewa Manggis sebagai cikal bakal keturunan
Raja, beliau ingin mendirikan kerajaan diantara Klungkung dan Badung, maka
6
didirikanlah Puri di Desa Bengkel (Desa Beng) yang akhirnya Puri tersebut
dipindah ke Gianyar (Griya Anyar). Beliau disertai oleh Pande Tusan dari Taman
Bali yang hingga saat ini masih menetap di Desa Bengkel (Desa Beng) atau
bahkan sudah ada yang berpindah ke tempat baru bila belum ada masyarakat
soroh pandenya di daerah tersebut. Demikian seterusnya hingga akhirnya
pertalian antara masyarakat soroh Pande sulit dibedakan karena perbedaan masa
kedatangannya ke Pulau Bali (Darmada dan Sutama, 2001).
Hingga saat ini keberadaan masyarakat soroh Pande sudah tersebar hampir
di seluruh Bali dan salah satunya adalah di Kabupaten Gianyar. Terdapat 15 Dadia
yang tersebar di Kabupaten Gianyar yaitu Dadia Pande di Beng (Bengkel),
Serongga, Abian Base, Sidan, Blahbatuh, Sukawati, Celuk, Tampak Siring,
Kedisan, Peliatan, Juga, Singakerta, Kelusa, Semita dan Lod Tunduh (Darmada
dan Sutama, 2001). Menurut Tokoh masyarakat di Desa Beng, Mangku Tapakan
menyatakan bahwa sampai saat ini jumlah masyarakat soroh Pande di Desa Beng
sebanyak 285 Kepala Keluarga dan beberapa diantaranya masih “memande”,
walaupun tidak semua menggeluti profesi “memande” dan sudah beralih pada
profesi lain seperti pengelola hotel, artshop, guru dan sebagainya mereka
dibebaskan untuk memilih profesi apa yang ingin dilakoni semasa hidupnya,
namun tetap ingat dan berbakti kepada leluhur (Mangku Made Tapakan, Desa
Beng Gianyar, 2015, kom.pri).
2.3. Deoxyribonucleic acid (DNA)
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah asam nukleat yang membawa
informasi genetik dari sel makhluk hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Suryo, 2010). DNA sebagai salah satu komponen utama kromosom merupakan
bagian terbesar dari nukleus yang ditemukan oleh ilmuwan Swiss, Frederick
Miescher pada tahun 1869. Pada tahun 1920-an seorang ahli kimia Jerman, Robert
Feulgen mengembangkan DNA dengan menggunakan pewarnaan ungu DNA dan
menemukan letak DNA secara eksklusif pada kromosom. Molekul DNA memiliki
bentuk seperti benang lurus dan tidak bercabang pada nukleus dan berbentuk
lingkaran pada mitokondria dan plastida (Gunarso, 1988).
7
Susunan kimiawi DNA yang kompleks terdiri dari tiga macam molekul
yaitu, gula pentosa (deoksiribosa), asam fosfat dan basa nitrogen. Basa nitrogen
dibedakan atas dua tipe yaitu kelompok pirimidin (sitosin dan timin) merupakan
jenis basa nitrogen yang memiliki satu cincin organik serta kelompok purin
(adenine dan guanin) merupakan jenis basa nitrogen yang terdiri atas dua cincin
organik (Suryo, 2010). Molekul DNA merupakan molekul-molekul linear yang
terdiri dari sebuah polimer panjang polinukleotida. Gugus fosfat menyambung
residu deoksiribosa pada 5’-C dengan nukleotida berikutnya pada 3’-C, sehingga
ikatan-ikatan fosfodiester ini mengikat nukleotida-nukleotida kompleks menjadi
satu membentuk tulang punggung DNA (Gunarso, 1988). Untaian-untaian
polinukleotida ini akan membentuk struktur double helix dan akan dipegang oleh
ikatan hidrogen yang dibentuk oleh satu basa purin yang telah berpasangan
dengan satu basa pirimidin (Faatih, 2009).
2.4. Penanda DNA Mikrosatelit
Analisa DNA mikrosatelit merupakan salah satu ciri genetik yang sudah
diaplikasikan secara meluas untuk mempelajari sistem perkawinan, struktur
populasi, pautan (linkage), pemetaan kromosom dan analisa populasi. Hal ini
dikarenakan DNA mikrosatelit sangat polimorfik dan jumlahnya banyak dalam
DNA genom (Sumantri dkk., 2008). DNA mikrosatelit dapat digunakan untuk
membandingkan genotip dari individu yang mempunyai hubungan kekerabatan
yang dekat. Mikrosatelit juga bersifat kodominan, karenanya memiliki
kemampuan mendeteksi yang tinggi terhadap keragaman alel dan tidak terlalu
mahal untuk dianalisa dengan menggunakan PCR (Haryati, 2011).
Mikrosatelit atau Short Tandem Repeat (STR) merupakan salah satu marka
molekuler yang tersusun atas runutan DNA pendek berulang 2 sampai 6 pasang
basa nukleotida dan dapat berulang 10 hingga 100 kali (Haryati, 2011). Lokus
mikrosatelit diapit oleh suatu urutan nukleotida yang terkonservasi sehingga
dimungkinkan untuk merancang primer yang komplementer pada urutan DNA
pengapit ini dan diamplifikasi dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
(Aryantha dkk., 2008). Produk PCR yang dihasilkan dalam jumlah pengulangan
8
basa yang bervariasi disebut sebagai polimorfisme serta daerah yang
teramplifikasi oleh primer dinyatakan sebagai lokus dengan variasi panjang
produk PCR sebagai alel (Chaerani dkk., 2009).
Penanda molekuler dapat digunakan sebagai alat bantu seleksi pada generasi
awal dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi yaitu dengan menentukan
penanda yang terpaut dengan suatu sifat yang diinginkan. Identifikasi fragmen
spesifik dapat dilakukan dengan analisa dan pemetaan Quantitative Trait Loci
(QTL) (Roberdi dkk., 2010). Penelitian lain yang menggunakan DNA mikrosatelit
adalah variasi genetik masyarakat Bali Mula di Desa Sembiran Buleleng dengan
penanda DNA mikrosatelit menggunakan empat lokus yaitu D2S1338, D3S1358,
D5S818 dan D13S317 yang menunjukkan bahwa ditemukannya 19 ragam alel
pada lokus D13S317 sebanyak enam alel pada lokus D2S1338, pada lokus
D3S1358 sebanyak lima alel dan sebanyak tiga alel pada lokus D5S818 (Dwitiari,
2012).
Masing-masing lokus DNA mikrosatelit memberikan ragam alel yang akan
mempengaruhi tinggi rendahnya nilai heterozigositas dan nilai kekuatan pembeda
(Power of Discrimination). Penentuan dalam penggunaan lokus DNA mikrosatelit
yang baik digunakan dalam analisa DNA didasarkan pada tingginya nilai
heterozigositas dan Power of Discrimination yang dihasilkan (Octavia, 2015;
Rudin and Crim, 2002).
2.5. Ekstraksi DNA
Analisa DNA diawali dengan ekstraksi atau isolasi DNA yang merupakan
teknik dasar untuk mempelajari teknik biologi molekuler. Ekstraksi DNA
bertujuan untuk memisahkan asam nukleat dari komponen sel lain yang tidak
diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak dan lainnya (Davis et al., 1993).
Proses ekstraksi dilakukan secara bertahap meliputi, isolasi dari jaringan, pelisisan
dinding dan membran sel, ekstraksi dalam larutan, purifikasi serta presipitasi atau
pemadatan (Wulandari dkk., 2014; Jehuda, 2011).
Ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode
fenol-kloroform, metode membran dialisis, metode chelex dan metode boom.
9
Salah satu metode yang paling umum digunakan adalah metode fenol-kloroform
(Toha, 2001). Prinsip utama dari metode fenol-kloroform adalah memisahkan
protein dan DNA dari sel oleh fenol-kloroform dilanjutkan dengan presipitasi
DNA menggunakan alkohol. Proses sentrifugasi juga sangat berperan penting
dalam isolasi DNA, sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran
berdasarkan berat molekul komponennya dengan memberikan gaya sentrifugal
pada kecepatan tertentu. Hasil sentrifugasi akan menunjukan dua fraksi terpisah,
yaitu molekul ringan akan berada pada bagian atas dan molekul berat berada di
bagian dasar tabung (Sambrook and Russel, 2001).
2.6.
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi berantai polimerase
merupakan suatu metode enzimatis untuk memperbanyak sekuen nukleotida
tertentu secara in vitro. Kelebihan metode PCR ini adalah dapat memperbanyak
molekul DNA dan memisahkan gen-gen tertentu, juga mampu bekerja dengan
komponen yang jumlahnya sedikit. Teknik PCR ini pertama kali dikembangkan
oleh seorang peneliti dari CETUS Corporation yaitu Kary Mullis pada tahun 1985
(Novel dkk., 2011).
PCR merupakan suatu teknik yang melibatkan beberapa tahapan berulang
(siklus) dan tiap siklusnya terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda.
Prinsip kerja PCR terbagi menjadi beberapa tahapan utama yaitu; Tahap I Pradenaturasi templat yaitu proses penyesuaian suhu mesin. Tahap II Denaturasi
DNA templat yang terjadi pada suhu sekitar 94-96oC, merupakan proses
pemisahan untaian DNA double helix dengan perlakuan suhu yang tinggi. Tahap
III Annealing yaitu proses penempelan primer pada templat dengan suhu sekitar
45-60oC. Tahap IV Extension adalah pemanjangan primer dengan bantuan enzim
Taq-polimerase pada rentang suhu sekitar 72-76oC. Tahap denaturasi, annealing
dan extension akan berulang sebanyak 20-30 siklus dan setiap pengulangannya
menghasilkan cetakan DNA baru secara eksponensial. Peningkatan jumlah siklus
melebihi 30 siklus tidak akan meningkatkan jumlah amplikon dan memungkinkan
10
peningkatan jumlah produk non-target. Tahapan terakhir adalah Tahap V Postextension yaitu pemantapan (Danuz, 2014; Handoyo dan Rudiretra, 2000).
Pelaksanaan PCR sangat memerlukan beberapa komponen penting, seperti
templat DNA yang berfungsi sebagai cetakan untuk membentuk molekul DNA
baru yang sama. Primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang
akan diamplifikasi dan sekaligus menyiapkan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’
yang diperlukan pada proses extension. dNTPs (deoxynucleotide triphosphates)
merupakan suatu campuran yang terdiri dari dATP (deoksiadenosin trifosfat),
dTTP (deoksitimidin trifosfat), dCTP (deoksisitidin trifosfat), dan dGTP
(deoksiguanosin trifosfat), dimana dalam proses PCR dNTPs berfungsi sebagai
building block DNA yang diperlukan dalam proses extension. Bufer untuk
menjamin pH medium dan MgCl2 bertindak sebagai kofaktor untuk menstimulasi
aktivitas DNA polimerase. Kemudian, enzim polimerase DNA berfungsi sebagai
katalis untuk reaksi polimerasi DNA (Handoyo dan Rudiretra, 2000).
2.7. Elektroforesis
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan molekul bermuatan didasarkan
pada perbedaan tingkat migrasi DNA dengan menggunakan matriks gel yang
berfungsi sebagai medan listrik tempat terjadinya migrasi molekul-molekul
organik. Elektroforesis sangat berperan penting digunakan pada penelitian dalam
proses pemisahan dan mempurifikasi makromolekul seperti protein dan asam
nukleat yang memiliki perbedaan ukuran, kadar ion, dan molekul penyusunnya.
Elektroforesis sangat sensitif terhadap perbedaan muatan dan berat molekul yang
cukup kecil (Bachrudin, 1999). Tujuan pemisahan molekul adalah untuk
mengetahui ukuran atau jumlah basa serta ukuran basa nukleotida (Danuz, 2014).
Prinsip kerja dari proses elektroforesis adalah setiap partikel bermuatan akan
bergerak dari kutub negatif menuju kutub positif. Perbedaan muatan dan ukuran
partikel akan mengakibatkan pergerakan berbeda sehingga terjadi pemisahan.
Pemisahan muatan molekul diperantarai dengan suatu medium seperti gel agarose
atau PAGE (Polyacrilamide Gel Electrophoresis). Elektroforesis yang dilakukan
di dalam gel mampu mengurangi arus listrik yang timbul akibat perbedaan suhu
11
yang kecil yang diperlukan agar pemisahan lebih efektif dan bertindak sebagai
saringan molekul yang meningkatkan pemisahan serta berperan dalam menjaga
molekul yang sudah terpisah agar tidak berdifusi terlalu cepat kedalam fase cair
(Arif, 2013).
Elektroforesis
merupakan
salah
satu
cara
yang digunakan
untuk
memvisualisasikan hasil PCR berupa fragmen-fragmen DNA yang sudah
diamplifikasi. Pada proses elektroforesis diperlukan matriks penyangga untuk
mencegah terjadinya difusi oleh timbulnya panas dari aliran listrik yang
digunakan. Beberapa matriks penyangga seperti gel agarose dan gel poliakrilamid
banyak digunakan untuk separasi protein dan asam nukleat (Arif, 2013).
Elektroforesis gel agarose digunakan untuk memisahkan fragmen DNA berukuran
lebih besar dari 100 bp yang dijalankan secara horizontal dan elektroforesis gel
poliakrilamid memiliki pori-pori yang lebih kecil dibandingkan dengan gel
agarosa, sehingga dapat memisahkan pita DNA yang berukuran relatif kecil (5500 bp) dan dijalankan secara vertikal. Kecepatan gerak molekul sangat
bergantung pada rasio muatan terhadap massa dan bentuk molekulnya.
Keunggulan penggunaan gel poliakrilamid dalam elektroforesis adalah tidak
membentuk matriks dengan sampel dan tidak bereaksi dengan sampel, sehingga
tidak menghambat pergerakan sampel yang memungkinkan pemisahan protein
secara sempurna (Syam dkk., 2012).
Komponen penting yang membentuk gel poliakrilamid adalah akrilamida,
bis-akrilamida, Amonium Peroksida Sulfat (APS), dan Tetramethylenediamine
(Temed). Akrilamida sebagai senyawa utama penyusun gel yang bersifat
karsinogenik. Bis-akrilamida sebagai cross-linking agen yang membentuk kisikisi sebagai saringan molekul. Amonium Persulphate (APS) berfungsi sebagai
inisiator yang mengaktifkan akrilamida agar bereaksi dengan molekul akrilamida
lainnya sehingga membentuk polimer panjang, serta temed sebagai katalisator
reaksi polimerisasi akrilamid menjadi gel poliakrilamid sehingga dapat digunakan
sebagai pemisahan molekul (Arif, 2013).
12
Download