PERANAN KPPSB (KADER PENGERAK PEMBANGUNAN SATU BANGSA) BAGI PEMBANGUNAN DESA TERTINGGAL STUDI KASUS KABUPATEN BANJARNEGARA KPPSB menjadi unsur strstegis dalam kelompok-kelompok masyarakat warga setempat yang selalu peka terhadap perubahan khususnya yang terkait dengan ketidakberdayaan, kemiskinan, keterbelakangan dan merumuskannya dalam bentuk kebijakan – kebijakan untuk dapat dilaksanakan. KPPSB juga menjadi sumber energy dan inspirasi untuk membangun prakarsa dan kemandirian warga, yang secara damai berupaya memenuhi kepentingan bersama seluruh warga,memecahkan persoalan bersama dan atau menyatakan kepedulian bersama,terutama dikaitkan dengan ketidakberdayaan, dengan tetap menghargai hak-hak lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (otonomi) terhadap dominasi dan pengaruh A. PENDAHULUAN Upaya pembangunan pada berbagai sector yang dilakukan pemerintah saat telah berhasil membawa kemajuan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.Namun catatan keberhasilan tersebut masih menyisakan beberapa permasalahan mendasar, yaitu masalahmasalah kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. Ketimpangan dapat terjadi baik antara satu sector dengan sector yang lainnya,wilayah satu dengan yang lainnya, maupun antar pelaku ekonomi.Ketimpangan antar wilayah kemudian melahirkan terminology daerah tertinggal, yakni daerah yang relative kurang menunjukan perkembangan dibandingkan dengan daerah lain. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh suatu komunitas dengan berbagai permasalahan sosil, ekonomi dan keterbatasan infrastruktur,menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kwalitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya.Pembangunan daerah teringgal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya dan keamanan (bahkan menyangkut hubungam antar daerah tertinggal dengan daerah maju). Disamping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup didaerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah. 1 Permasalahan mendasar yang dihadapi di daerah tertinggal secara umum dapat dikelompokan kedalam beberapa aspek yaitu : a. Aspek pengembangan ekonomi lokal b. Aspek pengembangan sumber daya manusia c. Aspek kelembagaan d. Aspek sarana dan prasarana e. Aspek karakteristik daerah B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realota atau natural setting yang holistik,komplek dan rinci. Lokasi penelitian dilakukan di 10 desa Kabupaten Banjarnegara yang menerima kader penggerak pembangunan satu bangsa (KPPSB) fasilitator desa dari kabupaten..Sample diambil sebayak 50 orang yang terdiri dari pengurus di tiap desa dan tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data yaitu : 1. Review atas pelaporan yang berkaitan dengan penggalian, pengelolaan dan program kerja dari trnaga fasilitator desa yang disesuaikan dengan rencana kerja desa berkaitan dengan penyaluran dana simultan di desa- desa. 2. Publik Consultasi,Metode ini sebagai upaya menjembatani penyelesaian permasalahan atas penggalian,pengelolaan dan rencana kerja berkaitan dengan pemanfaatan dana simultan didesa – desa. 3. In-depth interview (wawancara Mendalam)] 4. Pengamatan terlibat 2 5. Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discusion) yang dilakukan 2 minggu sekali yang melibatkan pejabat Bapeda Kabupaten Banjarnegara 6. Questioner untuk merumuskan kemauaan dan peran aktig masyarakat dalam pembentukan model penggalian,pengelolaan dan penyaluran dana. Teknik analisa data dilakukan secara kualitatif yang meliputi identifikasi data, klasifikasi data, interprestasi data dan generalisasi data (simpulan) C. HASIL PENELITIAN 1. Pembentukan KPPSB Melalui Peraturan Presiden No :7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka menengah yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah tertinggal No: 001/KEP/M-PDT/II/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah tertinggal yang kemudian dilakukan perubahan dengan Peraturan Menteri negara Pembangunan Daerah tertinggal No : 07/PER.M-PDT/III/2007, pemerintah secara sungguh-sungguh bertekad untuk membangun daerah tertinggal untuk mengejar kesetaraan dengan daerah maju. 3 Strategi nasional percepatan pembangunan daerah tertinggal menetapkan misi percepatan pembangunan daerah tertinggal,sebagai berikut : meningkatkan sarana dan prasarana mengembangkan potensi daerah dengan melibatkan dunia usaha memberdayakan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja meningkatkan akses modal dan peningkatan ketrampilan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan dasar Prinsip dasar percepatan pembanguanan daerah tertinggal adalah desentralistik, berorientasi pada masyarakat, terpadu dan integrated, keberlanjutan, partisipasi dan inovasi. 2. Strukstur organisasi dan tugas KPPSB 4 Aspek Substansi Program Kelembagaan Kelembagaan Kelembagaan Aspek Good Governance KPP - SB Penyebarluasan Informasi (PI) Penanganan Pengaduan (PP) Kelembagaan Kesinambungan Program (KP) Kelembagaan Pembentukan kader penggerak pembangunan satu bangsa (KPPSB) menjadi motor penggerak pembangunan desa secara mandiri dan berkelanjutan.Struktur KPPSB terdiri atas : 1.penasehat, 2. Ketua, 3. Sekretaris, 4. Bendahara,5. seksi ekonomi, 6. seksi sosial, 7. seksi infrs struktur dan juga dilengkapi dengan anggota yang bersifat swadaya.Angota yang bersifat swadana biasa terdiri dari taokoh masyarakat dan anggota masyarakat yang perduli terhadap perkembangan pembangunan masayarakat. KPPSB adalah relawan darai warga desa setempat yang memiliki keperdulian serta komitmen yang besar terhadap permasalahan ketidakberdayaan warga dan kondisi pembanguanan di desanya yang masih tertinggal dibandingkan desa lainnya. Anggota KPPSB merupakan agen pembahuran dan perubahan local dalam rangka pemberdayaan masyarakat setempat. Tugas kader penggerak satu bangsa adalah sebagai berikut : Melakukan sosialisasi dan publikasi program kepada organisasi masyarakat atau kelompok masyarakat 5 Melakukan pendataan dan pemetaan masalah-masalah pembangunan desa, menyangkut bidang ekonomi,bidang sosial dan bidang infrastruktur secara partisipasif sebagai bahan penyusunan perencanaan pembangunan desa baik jangka pendek,menengah dan panjang menerima dan menindak lanjuti pengaduan masyarakat tentang program pembangunan di desa melakukan upaya pemeliharaan dan pengembangan aset program /instrumen yang telah dilaksanakan di desa menyelenggarakan administrasi keungan dan membuat laporan kegiatan 3. Maksud dan tujuan Pembentukan KPPSB dimaksudkan untuk menjadi motor penggerak pembanguan desa secara mandiri dan berkelanjutan. Sedangkan tujuan pembentukan KPPSB adalah ; Melakukan kontrol sosial dan pengendalian terhadap proses dan kegiatan pembanguan di desa membangkitkan dan mampu menjadi mediasi aspiradi dan partisipasi masyarakat Menjadi pusat informasi dan komunikasi bagi warga masyarakat desa memberikan advokasi dalam mengintegrasikan kebutuhan serta program masyarakat dengan kebijakan maupun program pemerintah mengembangkan potensi lokal dan mengoptimalkan sumber daya lokal yang ada atau dengan menjalin pengembangan kerjasama dengan pihak-pihak lain. 4. KPPSB sebagai Kelembagaan Masyarakat 6 Sebagai kelembagaan masyarakat yang dibentuk dari dan oleh masyarakat,sebagai wadah pranserta dan artikulasi kepentingan masyarakat dalam upaya percepatan pembangunan desa mereka. 4.1. Kebutuhan pemulihan peran Masyarakat warga Dalam rangka mengatasi ketidakberdayaan dan membangun kemampuan masyarakat,telah banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk memulihkan kembali kedudukan dan peran masyarakat dalam tatanan berbangsa dan bernegara serta menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governace). Upaya-upaya tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun masyarakat warga/sipil (civil society),sebagai jawaban atas lemahnya atau ketidak berdayaan posisi masyarakt dengan lunturnya solidaritas dan kesatuan, serta hilangnya kedaulatan rakyat secara nyata dalam pembangunan bangsa dan Negara. Masyarakat sipil atau civil sociery,bukan hanya sekedar entitas sosialyang berdiri dari sekumpulan individu yang memiliki kontrak social yang bersikap komunal,dan juga bukan terdiri dari manusia yang diikat oleh sejumlah kepentingan (interest)individu dan kelompok yang sengaja bersepakat dengan segala antribut intrinsiknya.Sehingga masyarakat sipil dituntut agar memiliki penghormatan terhadap kebebasan,kesetaraan serta nilai-nilai lain yang terkait seperti otonomi dan kesukarelaan.Ciri-ciri tersebut harus terwujud dalam gerak setiap komponen yang ada didalamnya maupun dalam relasi suatu masyarakat sipil dengan kelembagaan/organisasi masyarakat sipil lainnya dan bahkan hubungan dengan masyarakat. 4.2. Membangun kelembagaan masyarakat sipil Hal yang paling mendasar dalam kontek membangun masyarakat sipil adalah adanya kelompok-kelompok social yang secara sengaja mengorganisasikan diri dalam sekumpulan lembaga,organisasi atau asosiasi baik yang bersifat ssektoral maupun non sektoral,dengan 7 kemampuan membangun kelembagaan secara mandiri. Sedangkan kelompok social itu sendiri dapat ditandai melalui dua aktivitas. Aktivitas pertama adalah adanya intensita partisipasi dalam memecahkan masalah antar warga Negara.Artinya sesame warga Negara memiliki kepedulian dan tindakan konkret menyelesaikan masalah-masalah sosial kemasyarakatan disekitar mereka,dengan melakukan aksi dan kegiatan kolektif (collective action). Hal ini dimungkinkan bila masing-masing warga mau membuka diri untuk terlibat dalam berkomunikasi dan bergaul dengan warga yang lain. Semakin intensif pergaulan antar warga terjadi,maka peluang terjadinya kegiatan kolektif secara positif dapat terbuka lebih lebar.Keterlibatan warga Negara dalam komunitaskomunitas kemasyarakatan atau kelompok sosial jelas akan mempertebal jaringan sosial antar warga. Dalam selanjutnya pada waktu yang akan dating jaringan sosial tersebut akan membuka kemungkinan – kemungkinan yang besar bagi pemecahan masalah-masalah public. Tetapi bila jaringan sosial menipis, yang ditandai dengan sikap mementingkan diri sendiri yang menguat dan enggan melibatkan diri dalam komunitas,akan melahirkan fenomena keterasingan dan kesendirian (bowling alone) dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan anti terhadap aksi-aksi kebersamaan. Aktivitas kedua adalah kelompok sosial tertentu oleh intensitas dalam membentuk lembahga /organisasi social masyarakat.Aktivitas sosial yang kedua ini jelas sangat membutuhkan ketrampilan atau skill,adanya aspek kepemimpinan (leadership),memiliki pengetahuan dasar tentang keorganisasaian serta mempunyai persyaratan-persyaratan atau elemen pokok dalam membangun kelembagaan dan lainnya. Seberapa jauh intensitas suatu warga membangun kelompok atau kelembagaan masyarakat,umumnya sangat ditentukan oleh seberapa kuat jaringan sosial ternentuk dan seberapa besar keterlibatan komunitas untuk membicarakan masalah-masalah public,terjalin diantara sesame warga. 4.3. Refleksi kelembagaan Masyarakat sipil 8 KPPSB merupakan cerminan dari kelembagaan masyarakat untuk membanguan masyarakat sipil seperti ciri-ciri dan karakter yang diharapkan. KPPSB bertanggung jawab menjamin keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan masyarakat dalam upaya penghapusan ketidakberdayaan dan kemiskinana khususnya serta pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya.Oleh karena itu KPPSB sebagai bagian integral dri upaya pengorganisasian masyarakat warga setempat, juga hrs memiliki cirri-ciri yang sama dan posisi yang sama seperti layaknya masyarakat sipil /warga yaitu : diluar institusi pemerintah, diluar institusi agama, diluar institudi pekerjaan atau usaha dan diluar institusi keluarga. Sebagai kelembagaan masyarakat sipil/warga, KPPSB menjadi unsur strstegis dalam kelompok-kelompok masyarakat warga setempat yang selalu peka terhadap perubahan khususnya yang terkait dengan ketidakberdayaan, kemiskinan, keterbelakangan dan merumuskannya dalam bentuk kebijakan – kebijakan untuk dapat dilaksanakan . KPPSB juga menjadi sumber energy dan inspirasi untuk membangun prakarsa dan kemandirian warga, yang secara damai berupaya memenuhi kepentingan bersama seluruh warga,memecahkan persoalan bersama dan atau menyatakan kepedulian bersama,terutama dikaitkan dengan ketidakberdayaan, dengan tetap menghargai hak-hak lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (otonomi) terhadap dominasi dan pengaruh. Meskipun demikian persyaratan adanaya KPPSB tidak secara otomatis dimaksudkan membentuk lembaga baru,tetapi dapat juga dengan memampukan kelembagaan masyarakat yang sudah adasejauh kelembagaan tersebut : a. Merupakan kelompok-kelompok warga yang terhimpun dalam suatu lemabaga/institusi masyarakat warga setempat yang bersifat bertumpu pada anggota warga masyarakat,artinya keputusan tertinggi ada ditangan warga masyarakat setempat sebagai anggota dan bukan pada otoritas pengurus atau ketua pengurus. 9 b. Dapat diterima, berfungsi dan berakar dalam masyarakat serta telah berpengalaman dalam menangani permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan dan pemabnguan secara luas diwilayah desa setempat. 5. PEMBAHASAN Kedudukan serta hubungan KPPSB dengan perangkat desa dan organisasi masyarakat formal lainnya ditingkat desa tidak bersifat structural formal,melainkan hubungan yang bersifat fungsional, kemitraan, dan komplementer atau saling melengkapi serta mendukung satu sama lainnya. KPPSB sebagai kelembagaan masyarakat pada dasarnya merupakan wadah perjuangan dan wadah aspirasi warga masyarakat desa, khususnya dalam kaitannya dengan penanganan ketidakberdayaan dan kemiskinan. Sedangkan perangkat desa sebagai pelaksana kebijakan public ditingkat local diharapkan dapat menempatkan perannya sebagai penedia (enable) dan fasilltator untuk mendukung prakarsa masyarakat. Demikian hal nya dengan organisasi masyarakat formal tingkat desa (yakni organisasi yang dibentuk atas dasar peraturan pemerintah dan perundangan misalnya LPM,BPD dll) sebagai pengawas dan regulator atau pembuat kebijakan public ditingkat local,diharpakan mampu berperan membuat dan mengawasi kebijakan local, Program pembangunan desa tertinggal difokuskan pada percepatan pembangunan yang harus dilakukan secara sinergi dan terkoordinasi baik antar sektor maupin antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Permasalahan mendasar yang dihadapi daerah tertinggal secara umum dapat dikelompokan kedalam beberapa aspek yaitu : a. Permasalahan aspek pengembangan ekonomi lokal 1) Rendahnya kepemilikan, akses,penguasaan dan kemampuan pengelolaan sumberdaya produktif untuk pengembangnan ekonomi lokal 10 2) Lambatnya bengembangan ekonomi lokal yang disebabkan oleh rendahnya dukungan infrastruktur ekonomi,fasilitas dan insentif bagi pengembangan industri di daerah tertinggal 3) Lambatnya pengembangan ekonomi lokal yang disebabkan oleh tidak adanya satu kesatuan sistem pengembangan wilayah ekonomi,pertumbuhan ekonomi dan belum terwujudnnya wilayah strategis dan cepat tumbuh b. Permasalahan aspek pemberdayaan masyarakat 1) Tidak berdayanya masyarakat dari sisi ekonomi dan ketahanan keluarga yang disebabkan oleh : rendahnya kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam mengelola kegiatan ekonomi, rendahnya ketersediaan iptek dan akses masyarakat terhadap sumber daya alam,lapangan pekerjaan serta lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. 2) Rendahnya kualitas kegiatan ekonomi masyarakat di daerah tertinggal yang berakibat pada buruknya kondisi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam. 3) Tidak berdayaan masarakat yang disebabkan oleh rendahnya akses dan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang bermutu 4) Tidak berdayanya masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya kualitas penangan fakir miskis dan komunitas adat terpencil dan rendahnya kualitas serta partisipasi pemuda dalam pembangunan. c. Permasalahan pengurangan keterisolasian daerah tertinggal 1) Belum terhubungnya sistem jaringan jalan di masing-masing desa, rendahnya kondisi pelayanan prasarana jalan akibat kerusakan jalan,belumterpadunya pembangunan prasarana jalan denngan ssitem jaringan jalan,hal ini mengakibatkan lemahnya 11 keterkaitan kegiatan ekonomi secara sektoral dan spasial sehingga menyebabkan banyaknya wilayah-wilayah yang masih dalam pembangunan. 2) Terbatasnya prasarana dan sarana, kualitas dan pemerataan pelayannan sosial dasar seperti pendidikan dan kesehatan didaerah tertinggal 3) Masih terbatasnya prasarana dan sarana pertanian dan perikanan pada khususnya dan pedesaan pada umumnya di daerah tertinggal 4) Kurangnya kemampuan penyediaan air,kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi,meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumberdaya air, baik air permukaan maupun air tanah di daerah tertinggal d. Permasalahan aspek penanganan karakteristik khusus daearah 1) Masih adanya pertikaian dan konflik antar kelompok. Hal ini disebabkan belum adanya keharmonisan antar golongan atau kelompok akibat munculnya ketegangan sosial yang sering menimbulkan konflik internal dan antar umat beragama 2) Wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakan karena sulitnya menjangkau daearh tersebut e. Permasalahan peningkatan kapasitas kelembagaan Fokus penguatan kelembagaaan dalam masyarakat dilakukan dengan cara pelatihan dan melakukan rembug warga 1. Proses pengaturan kelembagaan KPPSB Terdapat 3 unsur penting dalam kelembagaan KPPSB yang mempengaruhi penyusunan aturan-aturan main kelembagaan yaitu : a. Masyarakat warga yang direpresentasikan sebagai KPPSB b. Unit pengelola dan pelaksana kegiatan masyarakat yang dibentuk melalui rapat pimpinan kolektif KPPSB,direpresentasikan sebagai UPL (Unit pengelola kegiatan lingkungan),UPK (unit pengelola keuangan),dan unit pengelola kegiatan (UP) 12 lainnya dengan mengakomodasi yang telah dibentuk melalui instrument PDT lainnya c. Komunitas dalam desa yang direpresentasikan sebagai kelompok masyarakat (OMS) KPP – SB (Masyarakat Warga) Anggaran dasar UP (Manajerial) KPP – SB Unit KPP – SB Unit KPP – SB Unit Anggaran Rumah Tangga UP (Operasional) Komunitas (Kelompok – kelompok Masyarakat) Penjelasan dari bagan diatas adalah sebagai berikut : 1) Hubungan antara masyarakat warga dan komunitas, ditekankan pada kedudukan KPPSB sebagai entitas pengambilan keputusan ditingkat local.Sehingga penyelenggaraan hubungan antara KPPSB dan komunitas dikembangkan melalui AD/ART KPPSB yang substansi pokoknya hanya memuat materi-materi yang bersifat kebijakan –kebijakan hasil perumusan berdasarkan kebutuhana dan aspirasi masyarakat. 13 2) Hubungan antara masyarakat warga atau KPPSB dan unit-unit pengelola maupun pelaksana kegiatan ditekankan pada kedudukan UP sebagai pelaksana keputusankeputusan dan kebijakan dari masyarakat warga (KPPSB),yang diatur melalui UP_UP dimana subtansi pokoknya memuat materi-materi yang bersifat managerial untuk menegaskan hirarki uP_UP yang secara managemen berada dibawah pengendalian dan pengawasan warga 3) Hubungan antara unit-unit pengelola/pelaksana kegiatan dan kelompok-kelompok masyarakat ditekankan pada kedudukan up-up sebagai pengelola dan pelaksana dalam memberikan pelayanan kepada komunitas,yang diatur melalui anggaran rumag tangga UP-UP dengan subtansi pokok memuat materi-materi bersifat operasional untuk mengatur penyelenggaraan pelayanan UP-UP kepada komunitas yang bersifat teknis sesuai dengan persyaratan dan ketentuan-ketentuan dan kesepakatan masyarakat 2. Legalitas KPPSB Legalitas aturan KPPSB lebih ditujaukan kepada pengakuan keberadaan kelembagaan tersebut dalam system dan norma yang berlaku dimasyarakat. Jadi tidak harus diarahkan pada legal formal yang mendorong pada pengakuan terhadap aspek legal yang berlaku pada system hokum positif dan perundang-undangan di Indonesia. Sebagai lembaga masyarakat yang aturan-aturan mainnya dikembangkan sendiri oleh masyarakat. Pada akhirnya KPPSB sebagai upaya pengorganisasian masyarakat warga (civil society organizing) diharapkan benar-benar mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat, terutama yang tidak berdaya, agar mereka benar-benar terlibat aktif dan intensif dalam proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Sehingga mereka memiliki akses yang memadahi ke berbagai sumberdaya kunci yang 14 dibutuhkan untuk menjalani kehidupan mareka secara layak,termasuk akses informasi dan sumber daya. DAFTAR PUSTAKA Indriantoro Nur, Supomo Bambang, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis, Yogyakarta, BPFE. Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal, 2009, Modul Pelatihan Penguatan Kelembagaan Masyarakat, Jakarta. Machael P. Todaro, Stephen C Smith, 2002, Pembangunan Otonomi Edisi VIII, Erlangga, Jakarta. Gibson, Ivan Cevich, Donnelly, 1997, Organisasi, Proses dan Sistem, Binarupa Aksara, Jakarta. Tulus,TH Tambunan, Drs, 2001, Perekonomian Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta 15