Seminar Nasional FMIPA Undiksha 166 PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN PEMAHAMAN KONSEPTUAL KIMIA BAGI PEBELAJAR PEMULA I Made Kirna Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha e-mail:[email protected] Abstrak : Pemahaman konseptual kimia merupakan salah satu permasalahan dalam pembelajaran kimia, lebih-lebih bagi pebelajar kimia pemula. Artikel ini merupakan gagasan untuk mengembangkan pemahaman konseptual kimia yang berlandaskan pada karakteristik kajian kimia yang terdiri dari tiga aspek, yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbol. Refleksi historis perkembangan ilmu kimia, karakteristik kajian kimia, dan elaborasi temuan-temuan penelitian pembelajaran kimia dijadikan basis kajian untuk memperoleh suatu gagasan desain pembelajaran kimia bagi pebelajar pemula yang dapat memfasilitasi belajar bermakna dan mendorong pemahaman yang dapat diaplikasikan. Hasil kajian medorong pada suatu desain pembelajaran spesifik kimia menggunakan pendekatan inkuiri yang mensikronisasi kajian makroskopis, submikroskopis, dan simbol. Pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual kimia semestinya menggunakan fenomena nyata yang bervariasi yang dijadikan konteks untuk memahami esensi kajian kimia yang sifatnya submikroskopis. Abstract: Conceptual understanding is one of the critical problems in learning chemistry, especially for novice learners. This article is an idea to develop a conceptual understanding of chemistry based on the three main aspects of chemistry that are consisted of macroscopic, submikroskopic, and symbol. The reflections on the historical studies of chemistry development, the characteristic of chemistry concepts, and the elaboration of learning research findings were used as the basis of studies to obtain an idea of designing learning chemistry for novice learners that could facilitate meaningful learning and promotes deep understanding that can be applied. The results of the study proposed a chemistry specific leraning design using inquiry approach that synchronize macroscopic, submikroskopis, and symbolic aspect of chemistry. The learning of conceptual understanding development of chemistry should use various real phenomenons which is used as contexts for understanding the submikroskopic aspect as an essential of chemistry. Kata-kata kunci: pembelajaran kimia, pemahaman konseptual, pendekatan inkuiri PENDAHULUAN Miskonsepsi merupakan permasalahan umum dalam pembelajaran kimia di sekolah menengah dan perguruan tinggi yang signifikan menghambat belajar dan pengembangan kognitif. Penelitian pendidikan kimia banyak melaporkan permasalahan miskonsepsi ini, namun sampai sekarang miskonsepsi masih merupakan permasalahan dalam pembelajaran kimia yang memerlukan penanganan serius. Hal yang sama direfleksikan oleh Johnstone (2000: 34), “Research literature has been dominated by work on misconceptions, but little has as yet appeared about how to reverse these or to avoid them altogether”. Pemecahan permasalahan miskonsepsi memerlukan pembelajaran dengan strategi khusus. Pembelajaran tradisional sulit mengatasi permasalahan miskonsepsi atau pengubahan konseptual (Ates, 2003; Coll & Treagust, 2001) karena miskonsepsi bersifat resisten. Pembelajaran kimia pemula merupakan titik awal yang penting dalam mengembangkan pemahaman konseptual dan pengubahan konseptual yang tidak ilmiah. Mengembangkan pemahaman konseptual menurut konsensus ilmiah ini merupakan salah satu tujuan penting dalam Seminar Nasional FMIPA Undiksha 167 mempelajari sains (Calik, dkk., 2007; Zimrot & Ashkenazi, 2007; Niaz, 2005). Sayangnya, pembelajaran kimia belum banyak mengadopsi kemajuan dari hasil penelitian pendidikan kimia. Pembelajaran algoritmik masih dominan dilakukan yang mengkontribusi rendahnya pemahaman konseptual kimia (Niaz, 2005; Stamovlasis et al, 2005). Pembelajaran algoritmik dengan fokus utama test yang juga cenderung algoritmik mengarahkan pebelajar untuk belajar hafalan (rote learning), tidak membantu mengembangkan model mental dalam menjelaskan fenomena kimia. Pembelajaran kimia pemula sangat penting diarahkan pada pengembangan konseptual dengan strategi yang dikaji dengan cermat karena metode dan strategi pembelajaran juga mengkontribusi miskonsepsi. Pemahaman konseptual mendasar merupakan landasan kognitif sebelum dituntut untuk mampu memahami pengetahuan yang lebih kompleks, seperti apply skills dan apply generic skills atau keterampilan tingkat tinggi yang dikemukakan oleh Merrill, use a generality dan find a generality (Reigeluth, 1999). Beberapa konsep kimia mendasar yang umum dipelajari bagi pebelajar pemula berhubungan dengan topik-topik: pengenalan materi, sifat materi, massa, volume, densitas, fase, partikel materi, unsur, senyawa, campuran, dan perubahan materi. Konsepkonsep kimia mendasar, seperti partikel materi, unsur, senyawa, campuran, dan perubahan materi mempunyai sifat abstraksi yang tinggi dan telah banyak dilaporkan temuan miskonsepsinya (Kind, 2004; Baker, 2009). Target pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual sesungguhnya tidak cukup hanya pada pengubahan miskonsepsi. Pembelajaran pemahaman yang mendalam (deep understanding) diharapkan mendorong pengetahuan yang tidak inert, yaitu pengetahuan yang dapat diaplikasikan, seperti yang dikemukakan oleh Wiske & Beatty (2009: 232) bahwa “The teaching for understanding framework emphasizes goals that require students to go beyond “the information given”, to construct their own understanding, and to apply their knowledge flexibly and creatively. Oleh sebab itu, pemikiran desain pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual bermakna, baik dalam mereduksi miskonsepsi maupun mendorong pengetahuan yang dapat diaplikasikan, sangat penting dikaji. Tulisan ini merupakan suatu pemikiran pembelajaran pengembangan konseptual kimia menurut pandangan konstruktivisme yang didasarkan pada karakteristik kajian kimia. Pemikiran ini mencoba mewujudkan suatu desain pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual spesifik bidang ilmu, mengingat setiap bidang ilmu memiliki karakteristik kajian tersendiri. Pertanyaan pokok yang ingin dijawab adalah: (1) mengapa pengembangan pemahaman konseptual kimia memerlukan desain pembelajaran yang khusus? dan (2) Bagaimanakah desain pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual bagi pebelajar kimia pemula? PEMBAHASAN Karakteristik Ilmu kimia dan Miskonsepsi Ilmu kimia adalah sains IPA yang khusus mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Kimia melihat struktur dan susunan materi dari sisi partikel materi yang non-observable yang menentukan sifat-sifat materi (observable). Proses-proses kimia dan semua realitas kimia (fenomena makroskopis) secara paradigmatik dapat dijelaskan dari perspektif molekular (submikroskopis) sehingga kimia dipandang sebagai submicroscopic science (Wu, dkk., 2001). Johnstone (2000) menyatakan bahwa kajian kimia terdiri dari tiga aspek yang saling terkait satu dengan yang lain yang dilukiskan sebagai triangle, yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbol, seperti digambarkan pada Gambar 1. Makroskopis Submikroskopis is Simbol Seminar Nasional FMIPA Undiksha 168 Gambar 1. Kaitan Tiga Aspek Kajian Kimia Aspek makroskopis atau realitas kimia merupakan fenomena yang bisa diobservasi (dilihat, dirasakan, dan dicium). Aspek submikroskopis adalah kajian terhadap fenomena yang tidak bisa diobservasi, seperti: atom, molekul, ion, dan struktur. Aspek representasional atau simbol adalah bahasa yang digunakan untuk mengkomunikasikan kimia, seperti: notasi atau formula kimia, persamaan matematika, dan grafik. Ketiga aspek ini mengkontribusi kualitas pemahaman pebelajar yang akan direfleksikan dalam model mental mereka saat menjelaskan fenomena (Stieff, 2005). Paparan di atas sangat jelas memperlihatkan bahwa sebagian aspek kimia bersifat “kasat mata”, artinya dapat dibuat fakta kongkritnya (makroskopis), dan sebagian aspek yang lain “tidak kasat mata”, artinya tidak bisa dibuat fakta kongkritnya (submikroskopis). Namun demikian, aspek kimia yang “tidak kasat mata” masih bersifat “kasat logika”, artinya kebenarannya bisa dibuktikan dengan menggunakan logika matematika atau kajian teoritik. Aspek submikroskopis yang tidak kasat mata merupakan model teoritis yang sulit dikonstruksi pebelajar, namun tidak bisa diabaikan. Kimia adalah bidang sains yang diberi tugas khusus ‘mengarungi dunia submikroskopis’. Dibandingkan dengan fisika, kimia lebih banyak menjawab pertanyaan ‘why’ yang memerlukan kemampuan menalar pada aspek yang tidak kasat mata. Penalaran yang kuat diperlukan untuk bisa mengkonstruksi banyak konsep imaginatif yang digunakan dalam kajiannya. Karakteristik inilah yang memunculkan miskonsepsi. Miskonsepsi kimia bersifat konsisten dan cukup persisten. Konsistensi dan persistensi miskonsepsi kimia ini bisa dilihat dari beberapa temuan, seperti: (1) jenis miskonsepsi terhadap konsep kimia yang sama tidak jauh berbeda antara siswa pada junior high school dengan senior high school (Arizona State university, 2001), (2) miskonsepsi siswa di junior dan high school di Taiwan sama dengan (similar) dengan yang ditemukan di negara Barat (Chiu, 2005), (3) siswa pemula, sekolah menengah atas dan universitas mengalami miskonsepsi yang mirip yang berhubungan dengan konsep partikel materi. Pengetahuan tentang miskonsepsi sangat berguna dalam mengembangkan pembelajaran kimia bermakna. Pembelajaran yang menggunakan basis temuan miskonsepsi ternyata efektif untuk mengembangkan pemahaman konseptual (Muller, dkk., 2008). Untuk bisa lebih mempertibangkan resiko miskonsepsi yang sangat bervariasi dalam mengelola pembelajaran, maka pengembang dan pengelola pembelajaran di samping semestinya mengetahui jenis miskonsepsi yang sudah ditemukan, juga diharapkan memahami hal-hal mendasar yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi kimia. Munculnya miskonsepsi bisa dilihat dari dua sisi umum, yaitu karakteristik konsep, dan pembelajaran. Dari sisi karakteristik konsep kimia: (1) Konsep dasar kimia bersifat abstrak, esensi kimia adalah kajian secara submikroskopis dan spatial in nature (Wu, dkk., 2001), (2) Makna konseptual kimia sering bertentangan dengan pengamatan kasat mata, (3) Beberapa istilah yang digunakan sama dengan dalam kehidupan sehari-hari, terkait dengan budaya, tetapi mempunyai makna yang berbeda dengan makna konceptual kimia, dan (4) Real word chemistry sangat kompleks untuk dikaji secara komprehensif dalam pembelajaran kimia, sehingga kasus dalam pembelajaran kimia cenderung parsial (exemplar models) terkait dengan konsep yang sedang dibahas Dari sisi pembelajaran: (1) pembelajaran kimia cenderung algoritmik, verbalisme, perdefinisi dan contoh (Niaz, 2005; Stamovlasis, dkk., 2005), (2) pembelajaran hanya menekankan fenomena fisis (makro) dan terkesan penjejalan fakta (marshals of evident) sehingga tidak efektif (Gabel,1999), (3) dalam pembelajaran, kajian submikroskopis sering diabaikan ataupun cenderung dilaksanakan secara parsial dengan kajian makroskopis dan simbol, (4) kurikulum kimia terkesan kurang hierarkis dan tidak lengkap (incompleteness), (5) bahasa dan tidak konsistennya paparan yang digunakan dalam buku teks (Chiu, 2005), dan (6) bentuk-bentuk pemodelan, analogi, dan penjelasan dari Seminar Nasional FMIPA Undiksha 169 guru yang tidak bisa mempresentasikan makna konseptual secara menyeluruh bisa menyisakan kekeliruan penafsiran atau miskonsepsi yang bersifat konsisten (Chiu, 2005). Aspek Submikroskopis dalam Pembelajaran Kimia Pemikiran kekimiaan sebenarnya sudah ada dengan ditemukannya peralatan dari perunggu, besi, gelas, keramik., tembaga, dan emas pada peradaban Mesopotania dan Babilonia (6500-4000SM). Selama ribuan tahun (6500 SM s/d akhir abad 19 M), pengetahuan kekimiaan didasarkan pada teknologi yang sifatnya coba-coba karena basis teori kimia, yaitu kajian secara submikroskopis masih gelap. Pemahaman hakikat partikel materi yang bersifat abstrak memerlukan pemikiran filosofis, suatu pemikiran yang sistematis rasional-empiris, yang sangat lama untuk bisa sampai kepada sumbangan yang cukup berarti pada hakikat atom, seperti bentuknya yang diyakini sekarang, yaitu atom mekanika gelombang (atom modern). Gelapnya pemahaman tentang partikel materi menyebabkan bangunan konsepsi kimia sangat lemah dan cenderung jatuh kepada mitis. Pembelajaran kimia di era alkimia sampai sebelum era atom lebih banyak didasarkan kepada eksperimen ”coba-coba” dimana bangun konsepsi kimianya hanya melihat fenomena benda fisis dari sisi makroskopis. Banyak konsepsi kimia yang didefinisikan dari sudut pandang makroskopis ini, secara samar memuat kajian submikroskopis karena disadari bahwa apa yang terjadi pada tataran submikroskopislah yang menentukan fenomena makroskopis. Konsepsi yang bersifat abstrak dan rumusan yang samar ini menjadikan ilmu kimia sulit dipahami. Konsepsi kimia yang didefinisikan hanya dari sudut pandang makroskopis ini masih diwarisi sampai sekarang. Sebagai contoh: “unsur adalah zat murni yang tidak bisa diuraikan menjadi lebih sederhana”; “senyawa adalah zat yang bisa diuraikan menjadi lebih sederhana”. Bagi pebelajar kimia pemula, konsepsi tentang unsur dan senyawa di atas masih buram. Tanpa dukungan teoritis tentang partikel materi: atom, molekul, dan ion, perkembangan ilmu kimia berjalan sangat lambat. Ilmu kimia baru bisa berdiri kokoh mulai pada abad 20 setelah ditemukannya konsepsi tentang atom modern sebagai dampak positif dari revolusi fisika. Walaupun pemikiran kekimiaan sudah berkembang mulai dari awal peradaban manusia, tetapi kimia masih tergolong ilmu yang muda dibandingkan dengan matematika, fisika dan biologi. Namun, dengan dipahaminya hakikat tentang atom modern, kimia telah menunjukkan perkembangan yang luarbiasa cepat pada abad 20. Kimia sebagai salah satu ilmu dasar (basic science) telah memberikan perannya yang sangat besar dalam mendukung perkembangan sains dan teknologi. Berdasarkan refleksi historis perkembangan kimia di atas, kimia berkembang pesat karena mantapnya pemahaman tentang partikel materi. Fakta historis tersebut seharusnya diadopsi dalam mengelola pembelajaran kimia. Ilmu kimia akan mudah dipahami oleh pebelajar apabila memberikan penekanan pada kajian submikroskopis. Namun adopsi refleksi historis di atas kurang bergema dalam pembelajaran kimia. Walaupun teori atom yang merupakan landasan kajian submikroskopis sudah diformulasikan secara meyakinkan, namun pembelajaran kimia sampai sekarang ini masih banyak mewarisi materi-materi kimia seperti sebelum abad 20. Konsep-konsep yang dijadikan subjek pelajaran kimia, utamanya konsepsi kimia mendasar, masih dirumuskan dalam rumusan yang hanya menekankan fenomena makroskopis. Demikian pula, paparan materi kimia sangat miskin dengan kajian pada tataran submikroskopis. Hal ini dapat dilihat jelas pada paparan buku ajar/buku teks yang digunakan. Konsepsi kimia yang didefinisikan dari sudut pandang submikroskopis jarang ditemui, seperti: ”zat adalah materi yang partikelnya hanya satu jenis”; ” unsur adalah adalah zat yang partikel materinya terbentuk dari satu jenis atom, bisa atom bebas ataupun molekul unsur”; ”senyawa adalah zat yang partikel materinya adalah molekul yang terbetuk dari atom-atom yang jenisnya berbeda”. Redefinisi dari konsepsi kimia perlu dilakukan dalam pembelajaran kimia. Redefinisi konsepsi kimia seharusnya mencakup ketiga aspek kajian kimia, yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbol. Sebgai contoh konsepsi tentang unsur. Unsur dari sudut pandang makroskopis adalah zat yang tidak bisa diuraikan menjadi lebih sederhana. Unsur dari sudut pandang aspek submikroskopis adalah zat yang partikel materinya terbentuk dari satu jenis atom, Seminar Nasional FMIPA Undiksha 170 bisa atom bebas ataupun molekul unsur. Dari aspek simbol, unsur adalah zat yang lambang/rumus kimianya mengandung satu jenis lambang atom. Penyampaian konsepsi kimia dari ketiga aspek kajian kimia tersebut akan memberikan bangunan pemahaman konseptual yang mendalam dan bermakna sehingga mengurangi resiko miskonsepsi. Pembelajaran Pengembangan Konseptual Menurut pandangan konstruktivisme, belajar merupakan proses konstruksi pengetahuan oleh pebelajar berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Belajar atau bagaimana pebelajar belajar merupakan titik berat dari pandangan ini, sehingga pembelajaran pada hakikatnya adalah membantu pebelajar mengkonstruksi atau mengembangkan konseptualnya. Beberapa aspek berikut memainkan peranan penting dalam memfasilitasi pengembangan konseptual, seperti beberapa pemikiran yang dikompilasi oleh Niaz (2005), yaitu: (1) pembelajaran perlu mengaitkan antara proses pengembangan teori oleh ilmuwan dan penguasaan pengetahuan oleh pebelajar, (2) sebagai prasarat pengubahan konseptual, sangat penting pebelajar diberikan pandangan yang bertentangan dan kontradiksi dengan pengetahuan awalnya dan memberikan teori rival, (3) mengembangkan ide baru sains dalam bentuk aslinya, tidak dalam bentuk fakta saja, tetapi konsep yang dibangun secara berhati-hati dan heuristik, (4) kerangka teori yang baru harus masuk akal oleh pebelajar untuk memfasilitasi progressive transitions dalam pemahaman, dan (5) mendesain eksperimen yang interaktif untuk membangun situasi atau pengalaman dimana pebelajar dikondisikan pada konflik kognitif. Tujuan penting pembelajaran adalah pebelajar dapat mengembangkan model mental yang menyerupai model konseptual yang diterima oleh masyarakat ilmiah, dimana model ini cocok dengan struktur pengetahuan yang sudah ada. Dalam hal ini, pengembangan atau pengubahan konseptual adalah sama dengan perbaikan miskonsepsi. Posner(1982) mengemukakan 4 hal penting agar terjadi pengubahan konseptual, yaitu : dissatisfied, intelligibility, plausibility, dan fruitfulness. Agar terjadi pengubahan konseptual, maka pembelajaran harus mampu menggoyahkan pandangan pebelajar, informasi yang diberikan harus dapat dipahami (sesuai dengan tingkatan perkembangan pebelajar), masuk akal, dan dirasakan bermanfaat. Cara yang lain dalam menangani pengubahan konseptual, khususnya miskonsepsi, adalah memandang miskonsepsi sebagai pengetahuan awal produktif yang cacat (Smith dkk., 1993). Menurut pandangan ini, strategi pegubahan miskonsepsi yang efektif adalah melalui pendekatan penyempurnaan (refinement) bukannya konflik kognitif. Penggunakan demosntrasi multi konteks menggunakan pendekatan refinement cocok untuk semua topik kimia karena pebelajar mempunyai keterbatasan pengalaman dengan konteks (Ashkenazi & Weaver, 2007). Pandangan konstruktivisme memberi penekanan pada belajar aktif. Pembelajaran pengubahan konseptual memerlukan partisipasi aktif pebelajar. Pembelajaran yang pasif tidak efektif dalam pengubahan konseptual. Pembelajaran pengembangan konseptual juga membutuhkan negosiasi makna melalui interaksi sosial. Penciptaan lingkungan belajar yang aktif dan interaktif penting difasilitasi oleh pengelola pembelajaran pengembangan konseptual. Teori fleksibelitas kognitif yang berakar pada pandangan konstruktivisme mengemukakan bahwa makna suatu konsep dibangun dalam konteks tertentu (Jacobson & Spiro, 1995). Pembelajaran yang kaya dengan konteks akan memfasilitasi belajar bermakna. Pembelajaran pengembangan konseptual membutuhkan berbagai format atau konteks. Pembelajaran informasi yang kompleks akan berlangsung dengan efektif apabila pebelajar dibiarkan berinteraksi dengan berbagai format lingkungan belajar. Penggunaan banyak konteks dapat mengembangkan pengetahuan yang tidak inert (transferable). Pengembangan Pemahaman Konseptual Kimia melalui Pembelajaran Sinkronisasi Kajian Makroskopis dan Submikroskopis Miskonsepsi yang banyak dialami oleh pebelajar kimia berhubungan dengan kurangnya model mental tentang kajian submikroskopis. Karakteristik materi kimia yang bersifat abstrak dan esensi kimia yang berada pada tataran submikroskopis berimplikasi pada pengelolaan pembelajaran yang agak berbeda dengan sains IPA yang lain. Pembelajaran pengembangan konseptual kimia sangat penting mengupayakan pengintegrasian 3 aspek kajian makroskopis, Seminar Nasional FMIPA Undiksha 171 submikroskopis dan simbol. Pembelajaran pengembangan konseptual yang berhubungan dengan model mental tidak efektif tanpa mengajak pebelajar berpikir pada tataran submikroskopis. Esensi kimia yang tidak kasat mata dan cenderung berbeda dan bahkan bertentangan dengan penampakan fisisnya (makroskopis) membutuhkan model kongkritisasi untuk bisa memahami aspek submikroskopis. Penekanan pada aspek submikroskopis penting dikaitkan secara langsung (sinkronisasi) dengan fenomena makroskopis agar pebelajar mempunyai pemahaman yang utuh tentang kajian kimia. Pengaitan atau sinkronisasi informasi merupakan salah satu prinsip penting yang dapat mengurangi extraneous cognitive load (Mayer, 2003). Belajar kimia bermakna memerlukan kaitan antara kajian yang bersifat makroskopis, submikroskopis, dan simbol. Pemahaman aspek submikroskopis yang tidak kasat mata mengharuskan pebelajar mampu mengembangkan model mental tentang perilaku partikel submikroskopis, seperti atom, molekul, dan ion. Model mental ini merupakan jembatan untuk memahami fenomena makroskopis dan simbol. Simbol kimia sering keliru dipahami karena keterbatasan pebelajar dalam mengaitkan realitas kimia (makroskopis) dengan kajian secara submikroskopis. Simbol kimia mengaitkan antara realitas kimia dengan teori, dan ini sangat penting dalam kajian kimia. Pebelajar sering diasumsikan mampu mengintegrasikan ketiga aspek di atas, padahal kemampuan dalam transfer pemahaman dari realitas kimia kepada representasi simbol tidak terjadi secara otomatis, tetapi perlu dilatih dan diberikan penekanan khusus (Chittleborough, dkk., 2002). Pembelajaran pengembangan konseptual kimia menggunakan paradigma sinkronisasi 3 aspek kajian kimia, yaitu makroskopis, submikroskopis, dan simbol sangat relevan dengan pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme, seperti sudah dipaparkan di atas. Pertanyaannya adalah: “Bagaimanakah langkah-langkah umum pembelajaran yang mensinkronisasi kajian makroskopis dan submikroskopis sesuai dengan pandangan konstruktivisme dan tingkatan berpikir pebelajar?”; “Dari aspek yang mana pembelajaran kimia dimulai?” Penelitian Kirna (2009 dan 2010) menunjukkan bahwa pembelajaran kimia yang menekankan aspek submikroskopis, selain makroskopis dan simbol menggunakan pendekatan inkuiri pada pebelajar pemula SMP kelas VII dapat meningkatkan pemahaman konsep kimia mendasar: partikel materi, zat, unsur, senyawa, campuran, dan perubahan materi. Siswa SMP kelas VII, yang usia rata-ratanya baru memasuki fase operasional formal, menurut perkembangan kognitif Piaget, ternyata telah mampu diajak berpikir pada tataran submikroskopis kimia. Elaborasi terhadap temuan penelitian di atas mendorong pemikiran bahwa pembelajaran untuk membangun pemahaman konsep mendalam seharusnya memberikan perhatian pada aplikasi aktif pengetahuan sebagai aspek esensial dari belajar. Pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual tidak cukup hanya puas pada tingkatan pemahaman yang non-transferabel, tetapi pemahaman yang dapat diaplikasikan. Oleh sebab itu, pembelajaran kimia harus berpijak pada fenomena kimia nyata sebagai konteks untuk memahami konsepsi kimia. Seperti esensi belajar menurut pandangan konstruktivisme, pembelajaran pemahaman konsep mendalam memerlukan belajar aktif dan berpikir kreatif sehingga siswa mengembangkan pikirannya (strech their mind) untuk membangun dan mengaplikasikan pengetahuannya. Pembelajaran harus berangkat dari tugas-tugas nyata, mengacu pada gagasan awal siswa, memberikan visualisasi ataupun mendorong siswa memvisualisasi pemahaman, dan memfasilitasi siswa latihan mengaplikasikan konsep. Kemampuan dalam mengaplikasikan konsep kimia yang hakikatnya adalah submikroskopis memiliki kendala tersendiri dibandingkan dengan ilmu yang lain. Penegasan secara eksplisit cara berpikir siswa dalam menjelaskan fenomena kimia dari sudut submikroskopis perlu dilakukan dalam pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran kimia penting memfasilitasi siswa untuk memvisualisasikan penjelasannya menggunakan kajian submikroskopis. Pembelajaran pemahaman kimia mendalam seharusnya berangkat dari sejumlah fenomena nyata (konkrit), konsep partikel materi, kemudian simbol. Pola berpikir belajar sains dari fenomena kongkrit (aspek makroskopis), konseptual (aspek submikroskopis) dibalik fenomena, kemudian bagaimana fenomena itu direpresentasikan (simbol) merupakan tahapan berpikir yang perlu dilatihkan dalam pembelajaran pemahaman mendalam. Langkah pembelajaran dari aspek Seminar Nasional FMIPA Undiksha 172 makroskopis, submikroskopis dan simbol juga seharusnya disesuaikan dengan perkembangan tahapan berpikir menurut kontinum dari kongkrit ke abstrak. Secara diagram, pemikiran tentang desain pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual kimia sesuai dengan hakikat kajian kimia menggunakan pendekatan inkuiri adalah seperti digambarkan pada Gambar 2 Pemahaman mendalam yang mendorong pengetahuan dapat diaplikasikan Pemecahan kasus baru yang sejenis (inferences based on inferences) Pemahaman (inferences based on observation) Aspek simbol Aspek submikroskopis Peran penting visualisasi Pembuktian/obser vasi Explorasi gagasan awal (what happen if… & why…) Pemberian kasus (environmental stimuli) Aspek Makroskopis Hakikat Kajian Kimia Gambar 2. Kaitan Pembelajaran Pengembangan Pemahaman Konseptual Kimia Menggunakan Pendekatan Inkuiri dan Tiga Aspek Kajian Kimia Gambar 2 memberikan gambaran secara cukup rinci tentang langkah pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri dan kaitannya dengan karakteristik kajian kimia. Secara umum, pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual kimia sebaiknya berangkat dari kajian makroskopis yang dijadikan konteks dalam mengembangkan konseptual kimia yang esensinya submikroskopis. Untuk memfasilitasi pengaitan dunia makroskopis dengan submikroskopis, pebelajar semestinya dikenalkan fenomena nyata (makroskopis) terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan eksplanasi yang diarahkan pada kajian secara submikroskopis. Konteks yang diberikan adalah konteks yang mampu menjelaskan konsep secara lebih luas, menarik, serta relevan dengan pengembangan konseptual dan tingkat perkembangan pebelajar. Makna dari konsep ilmiah akan diperoleh dari aplikasinya dalam menjelaskan konteks, maka untuk memfasilitasi proses pengembangan/pengubahan konseptual, pebelajar semestinya dikenalkan dengan sejumlah konteks yang bervariasi (Ashkenazi & Weaver, 2007). Penggunaan konteks yang bervariasi bermanfaat dalam mengembangkan konseptual atau mengubah miskonsepsi karena over-generalisasi ataupun over- simplifikasi (Zimrot & Ashkenazi, 2007). Seminar Nasional FMIPA Undiksha 173 Penggunaan konteks yang bervariasi akan meningkatkan kualitas pemahaman konseptual sehingga pebelajar mempunyai pengetahuan yang fleksibel untuk memecahkan permasalahan. SIMPULAN Karateristik kajian kimia yang terdiri dari tiga pilar kajian, yaitu makroskopis, submikroskopis dan simbol memerlukan desain pembelajaran yang sfesifik yang berbeda dengan bidang ilmu yang lain. Esensi kajian kimia adalah aspek submikroskopis yang menjadi jembatan pemahaman pada aspek makroskopis dan sub mikroskopis. Oleh sebab itu, aspek submikroskopis semestinya menjadi penekanan utama dalam pembelajaran kimia. Visualisasi yang sifatnya kongkritisasi kajian submikroskopis penting dilakukan dalam pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual bagi pebelajar kimia pemula. Pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual kimia yang dapat mendorong kemampuan dalam mengaplikasikan konsep sangat penting berangkat dari fenomena nyata (aspek makroskopis). Melalui strategi pertanyaan deskriptif dan kausal, fenomena nyata dijadikan basis untuk memahami kajian aspek submikroskopis dan simbol kimia. Pemberian kasus atau fenomena yang bervariasi akan mendorong pengetahuan yang fleksibel karena pebelajar memiliki pengalaman memecahkan permasalahan yang bervariasi. Dengan demikian, pembelajaran pengembangan pemahaman konseptual sangat penting secara sadar memfasilitasi pebelajar mengaplikasikan pengetahuannya melalui pemberian kasus atau fenomena nyata yang bervaiasi. Pebelajar kimia pemula, menurut kurikulum KTSP adalah siswa SMP kelas 1 yang usia rata-ratanya sekitar 12 tahun. Menurut psikologi perkembangan Piaget, pebelajar pada usia ini merupakan masa awal pada tingkat operasional formal yang mampu berpikir pada tataran abstrak. Dengan demikian, pengkajian secara mendalam teori dan model pembelajaran kimia ideal (sinkronisasi makroskopis dan submikroskopis) pada pebelajar pemula menjadi menarik dan sangat perlu dilakukan. DAFTAR RUJUKAN Arizona State University. 2001. Student Preconceptions and Misconceptions in Chemistry, Integrated Physics and Chemistry Modeling Workshop. Version 1.35, (on line), (http://assessment-ws.wikispaces.com/file/view/chemistry-misconceptions.pdf, diakses tanggal 22 Agustus 2007) Ashkenazi, G., & Weaver, G. C. 2007. Using lecture demonstrations to promote the refinement of concepts: the case of teaching solvent miscibility. Chemistry Education Research and Practice, 8 (2): 186-196 Ates, S. 2003. The effects of Learning Cycle on College Students’ Understandings of Different Aspect in Resistive DC Circuit. Electronic Journal of Science Education, 9(4). Barke, D. H., Al Hazari & YitBarek, S. 2009. Misconceptions in Chemistry: Addressing Perceptions in Chemical Education. Berlin: Springer. Calik, M., Ayas, A.A., & Coll, R. K. 2007. Enhancing Pre-Service Elementary Teachers’ Conceptual Understanding of solution Chemistry With Conceptual Change Text. International Journal of Science and Mathematics Education, 5: 1Y28 Chittleborough, G.D., Treagust, D. F, Mocerino, M. 2002. Constraints to the development of first year university chemistry students’ mental models of chemical phenomena. Teaching and Learning Forum 2002: Focusing on the Student. Curtin University of Technology. Chiu, Mei H. 2005. A National Survey of Studets’ Conceptions in Chemistry in Taiwan. Chemical Education International, (on line), 6(1). (http://www.iupac.org /publications/cei), diakses 24 Agustus 2007) Coll, R. & Treagust, D. 2001. Learners’ use of analogy and alternative conceptions for chemical bonding: A cross-age study. Australian Science Teachers’ Journal, 48(1): 24Y32. Gabel, D. 1999. Improving Teaching and Learning through Chemistry Education Research: A Look to the Future. Journal of Chemical Educatin, 76: 548-554. Seminar Nasional FMIPA Undiksha 174 Jacobson, M. J. & Spiro, R. J. 1995. Hypertext learning environments, cognitive flexibility, and the transfer of complex knowledge: An empirical investigation. Journal of Educational Computing Research, 12: 301 - 333. Johnstone, A.H. 2000. Chemical education research: Where from here? University Chemistry Education, 4: 34-38. Kind, Vanessa. 2004. Beyond Appearances: Students’ misconceptions about basic chemical ideas. 2nd Ed. School of Education Durham University, (on line), (http://www. email: [email protected]. diakses tanggal 26 Agustus 2007). Kirna, 2009. Pengembangan Pemahaman Konseptual Kimia pada Pebelajar Pemula dengan Model Sinkronisasi Makroskopis dan Sub-mikroskopis Berbantuan Multimedia Interaktif. Laporan penelitian tidak diterbitkan. Singaraja: Undiksha. Kirna. 2010. Pengaruh Hypermedia Dalam Pembelajaran Menggunakan Strategi Siklus Belajar Terhadap pemahaman dan Aplikasi Konsep Kimia pada Siswa SMP yang memiliki dua gaya Belajar Berbeda. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPS UM. Mayer, R. 2003. The promise of multimedia learning: Using the same instructional design methods across different media. Learning and Instruction, 13(2): 125-140 Muller, D. A., Lee, K. J., & Sharma, S. D. 2008. Coherence or Interest : Which is most Important in On Line Multimedia Learning ?. Australian Journal of Educational Technology, 24(2): 211-221 Niaz, M. 2005. How To Facilitate students’ Conceptual Understanding of Chemistry ?--- A History and Philosophy of Science Perspective. Chemical Education International, (on line), 6(1), (http://www. Posner, G. J., Strike, K. A., Hewson, P. W., & Gertzog, W. A. 1982. Accommodation of a scientific conception: Toward a theory of conceptual change. Science Education, 66(2): 211-227. Reigeluth, C. M, 1999. Instructional Design Theory and Models. Vol. 2. London: Lawrence Erlbaum Associates Stamovlasis, D., Tsaparlis, G., Kamilatos, C., Papaoikonomou, D., & Zarotiadou, E. 2005. Conceptual Understanding Versus Algoritmic Problem Solving : Further Evidence from a National Chemistry Examination. Chemistry Education Research and Practice, 6(2):104118. Stieff, M. 2005. Connected Chemistry—A Novel Modeling Environment for the Chemistry Classroom, (on line), 82 (3), (http://www.JCE.DivCHED.org, diakses 22 September 2007). Wiske, M. S. & Beatty, B. J. 2009. Fostering Understanding Outcome. Dalam C.M. Reigeluth & A.A Carr-Cheliman (Eds.). Instructional-Design Theories and Models: Building a Common Knowledge Base, Vol. 3 (hlm 225-247). New York: Routledge. Wu, H.K., Krajcik, J. S., & Soloway, E. 2001. Promoting understanding of chemical representations: Students’ use of a visualization tool in the classroom. Journal of Research in Science Teaching, 38(7): 821-842. Zimrot, R., Ashkenazi, G. 2007. Interactive lecture demonstrations: a tool for exploring and enhancing conceptual change. Chemistry Education Research and Practice, 8 (2): 197-211