Nama : Myrna Anathalia NIM : 2015-32-096 Mata Kuliah : Epidemiologi Data Tentang perubahan pola penyakit dan kematian di Indonesia. Pola penyakit penyebab kematian di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 Pendataan kematian suatu survei biasanya underreporting (tidak dilaporkan), maka pada perhitungan angka kematian dilakukan koreksi untuk penduduk 5 tahun ke atas. Perhitungan perkiraan underreporting menggunakan metoda brass growth balance. Perkiraan cakupan kematian 0,45, sehingga faktor koreksi diperlukan 1/0,45. Angka kematian kasar (crude death rate/CDR) penduduk di Indonesia tahun 2000 adalah sebesar 7,6 per 1.000 penduduk. Angka kematian kasar di perkotaan sebesar 7 per 1.000 penduduk, sedangkan di pedesaan sebesar 9,1 per 1.000 penduduk. Angka kematian (age specific death rate/ASDR) pada kelompok umur di bawah 44 tahun lebih tinggi di pedesaan, sedangkan pada kelompok umur 55-64 tahun lebih tinggi di perkotaan (Tabel 1). Angka kematian menurut penyebab kematian (cause specific death rate/CSDR) dan tempat tinggal menunjukkan bahwa angka kematian tertinggi di Indonesia pada tahun 2000 adalah karena penyakit sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah), kemudian diikuti dengan penyakit infeksi, dan penyakit sistem pernapasan. Penyakit infeksi dan penyakit sirkulasi di pedesaan masih merupakan penyebab kematian yang tinggi, demikian pula dengan penyakit pernapasan dan pencernaan. Di perkotaan, penyebab kematian yang tinggi adalah penyakit sirkulasi (Tabel 2). Dalam kurun waktu 10 tahun (1991-2000), proporsi kematian menurut kelompok di Indonesia menunjukkan bahwa kematian pada kelompok umur di bawah satu tahun, 1-14 tahun, 15-34 tahun menurun, sedangkan proporsi kematian kelompok umur 35-54 tahun belum berubah. Proporsi kematian pada kelompok umur 55 tahun ke atas semakin meningkat. Selama 10 tahun pola kematian menurut umur mengalami pergeseran menuju ke arah kelompok umur yang lebih tua (Gambar 1). Gambar 1. Tren pola kematian menurut kelompok umur dalam kurun waktu 10 tahun, SKRT 1992, 1995, 2001 Demikian pula dengan proporsi penyebab utama kematian menunjukkan bahwa proporsi kematian karena penyakit infeksi, penyakit pernapasan, gangguan pada masa perinatal selama kurun waktu 10 tahun telah mengalami penurunan. Sebaliknya, proporsi kematian karena penyakit sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) meningkat cukup tajam dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (1995-2000). Demikian pula dengan proporsi kematian penyakit pencernaan, neoplasma, kecelakaan bertambah tinggi selama 10 tahun (Gambar 2). Gambar 2. Tren pola penyakit penyebab utama kematian dalam kurun waktu 10 tahun, SKRT 1992, 1995, 2001. Gambar 1 dan 2 menunjukkan dalam kurun waktu 10 tahun (1991-2000) di Indonesia telah berlangsung transisi epidemiologi, seiring dengan berlangsungnya transisi demografi. Hasil SKRT 2001 menunjukkan bahwa proporsi kematian tertinggi adalah penyakit sirkulasi dimana hasil survei sebelumnya masih didominasi oleh penyakit infeksi. Selain itu, angka kematian karena penyakit sirkulasi pada laki-laki dan perempuan juga tertinggi dibandingkan penyakit infeksi. Dari hasil perhitungan secara tidak langsung (indirect) dengan metoda Brass hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa angka kematian karena penyakit infeksi lebih tinggi daripada penyakit sirkulasi pada laki-laki maupun perempuan. Membandingkan hasil SKRT 1992, SKRT 1995 dengan SKRT 2001 ternyata di perkotaan, penurunan proporsi kematian pada kelompok umur kurang dari 5 tahun sedikit, dan peningkatan proporsi kematian di atas 5 tahun hampir tak berarti (Gambar 3). Gambar 3. Proporsi kematian menurut kelompok umur di perkotaan dalam kurun waktu 10 tahun SKRT 1992-2001 Di pedesaan proporsi kematian menurut kelompok umur kurang dari 14 tahun menurun, dan pada kelompok umur 15 tahun ke atas meningkat dan semakin nyata pada kelompok umur 55 tahun ke atas (Gambar 4). Gambar 4. Angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate /ASDR) di Indonesia, SKRT 1992-2001. Di perkotaan, proporsi kematian tertinggi adalah penyakit sirkulasi, dimana situasi ini sudah terlihat dari hasil survei 1995. Angka kematian karena penyakit sirkulasi jauh lebih tinggi daripada angka kematian karena penyakit infeksi. Selain itu, angka kematian karena penyakit non infeksi lain seperti endokrin dan metabolisme serta neoplasma di perkotaan berbeda secara mencolok dengan di pedesaan (Gambar 5). Gambar 5. Angka kematian menurut umur ASDR, SKRT 1986 dan 2001 Di pedesaan, proporsi kematian karena penyakit infeksi menurun dan berbeda sedikit dengan proporsi kematian di perkotaan, namun angka kematian karena tuberkulosis, tifus, immunizable diseases, malaria, dengue haemorrhagic fever secara mencolok lebih tinggi di pedesaan daripada di perkotaan.Peningkatan proporsi kematian karena penyakit sirkulasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir meningkat secara mencolok. Penyakit endokrin dan metabolisme juga meningkat cukup tinggi sebagai penyebab kematian di pedesaan. Proporsi penyakit pernapasan belum menunjukkan penurunan berarti dan angka kematiannya jauh lebih tinggi daripada di perkotaan (Gambar 6). Gambar 6. Tren pola penyakit penyebab utama kematian dalam kurun waktu 10 tahun di pedesaan, SKRT 1992, 1995, 2001 Dari gambaran proporsi banyaknya kematian dan penyebab kematian tersebut menunjukkan bahwa di daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia telah berlangsung transisi demografi dan epidemiologi. Transisi demografi tampak lebih nyata di pedesaan, dan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir transisi epidemiologi yang terjadi di pedesaan lebih nyata daripada di perkotaan dimana perubahannya tampak terjadi lebih awal ketika di pedesaan baru di mulai. Hal ini menunjukkan pula bahwa kecepatan transisi di perkotaan dan pedesaan tidak sama, yang didukung oleh data survei 2001 dimana di pedesaan angka kematian infeksi yang masih tinggi dan besarannya hampir sama dengan angka kematian karena penyakit sirkulasi. Penanganan kesehatan dalam hal ini mencegah terjadinya penyakit dan penyebab kematian di masyarakat sangat beragam, tidak saja pada kelompok penyakit non-infeksi yang sudah menggeser kedudukan sebagai penyebab kematian, tetapi juga pada kelompok penyakit infeksi yang masih mengancam masyarakat di pedesaan. Intervensi kepada ke dua penyakit ini sangat berbeda, dan tampaknya pemerintah masih membutuhkan waktu yang lama untuk menjalani masa transisi serta ia harus menanggung beban ganda dalam hal mengatasi penyakit infeksi dan non infeksi. Faktor tersebut kemungkinan disebabkan belum meratanya kesejahteraan masyarakat diIndonesia serta akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang berbeda antara masyarakat yang tinggal di perkotaan dan dan di pedesaan. Kesejahteraan dapat merubah pola hidup masyarakat (termasuk pola makan, kebutuhan akan perawatan kesehatan). Lama masa transisi ini pula dipengaruhi oleh situasi kestabilan negara (stabil keamanan, ekonomi). Apabila Indonesia cepat pulih dari krisis multidimensional, maka proses transisi juga berjalan lebih cepat untuk mencapai model di negara maju. Apabila situasi krisis menjadi berkepanjangan, maka bukan mustahil Indonesia akan mengalami transisi yang berkepanjangan (delayed epidemiologic transistion) atau bahkan berkembang menjadi protracted polarized model, di mana penyebab kematian terpolarisasi menjadi dua yaitu penyakit infeksi dan malnutrisi yang tetap bertahan tinggi bersama-sama dengan penyakit non infeksi serta kecelakaan untuk waktu yang cukup lama. Daftar Pustaka 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Gejala penyakit dan glossary gejala. Buku Pedoman Bagi Pewawancara Studi Mortalitas Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2001. 2. World Health Organization. International statistical classification of diseases and related health problem tenth revision; 1992 (1). Geneva: WHO; 1993. 3. United Nations. Handbook of population and housing censuses part II. United Nation; 1992. p. 36-49. 4. Djaja S, S Soemantri, R Budiarso, A Suwandono, A Lubis, J Pradono, et al. Statistik penyakit penyebab kematian Survei Kesehatan Rumah Tangga 1992, Seri Nomor 14 Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 1999. p. 34-43. 5. Djaja S, S Soemantri, R Budiarso, A Suwandono, A Lubis, J Pradono, et al. Statistik penyakit penyebab kematian Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995, Seri Nomor 15 Survei Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 1999. p. 56-65. 6. Bobadilla JL, Frenk J, Lozano R, Frejka T, Stern C. The epidemiologic transition and health priorities, diseases control priorities in developing countries. In: Jamison DT, Mosley WH, Measham AR, Bobadilla JL, editors. Oxford: University Press; 1993. p. 5163. 7. Frenk J. A conceptual model for public health research. PAHO Bulletin 1988; 22: 60-71.