pemeriksaan sel basophilic stippling pada tukang ojek di pasar

advertisement
PEMERIKSAAN SEL BASOPHILIC STIPPLING
PADA TUKANG OJEK DI PASAR CIAMIS
TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan
pada Program Studi D3 Analis Kesehatan
Oleh :
FRISKA MARIS AFRILIA
NIM. 13DA277017
PROGRAM STUDI D3 ANALIS KESEHATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2016
PEMERIKSAAN SEL BASOPHILIC STIPPLING
PADA TUKANG OJEK DI PASAR CIAMIS
TAHUN 20161
Friska Maris Afrilia2Minceu Sumirah3Doni Setiawan4
INTISARI
Basophilic Stippling merupakan kelainan dari sel darah merah.
Salah satu tanda khusus keracunan Pb (Plumbum) ditandai dengan
adanya Sel Basophilic Stippling sebagai bagian dari gangguan metabolik
dalam pembentukan Hb. Tukang ojek adalah salah satu pekerjaan yang
mempunyai resiko tinggi terpapar oleh Pb (Plumbum).
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui ada atau tidaknya Sel
Basophilic Stippling pada sampel darah tukang ojek.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel diambil dari darah tukang
ojek yang bekerja di Pasar Ciamis. Sampel dibawa ke Laboratorium
Hematologi STIKes Muhammadiyah Ciamis untuk dilakukan pemeriksaan
Sel Basophilic Stippling dengan pembacaan sediaan apusan darah tepi
atau preparat.
Hasil penelitian terhadap 30 sampel darah tukang ojek yang
beroperasi di Pasar Ciamis menunjukan negatif atau tidak ditemukannya
atau tidak adanya Sel Basophilic Stippling pada semua sediaan apusan
darah tepi.
Kata kunci
Kepustakaan
Keterangan
: Basophilic Stippling, tukang ojek, keracunan Pb
(Plumbum)
: 20, 2005-2015
: 1 Judul, 2 Nama Mahasiswa, 3 Pembimbing I,
4 Pembimbing II
iv
BASOPHILIC STIPPLING CELL EXAMINATION ON MOTORCYCLE
TAXIS DRIVER IN THE MARKET CIAMIS
20161
Friska Maris Afrilia2Minceu Sumirah3Doni Setiawan4
ABSTRACT
Basophilic stippling is a disorder of erythrocytes . One special sign
of poisoning Pb ( Plumbum ) is characterized by basophilic stippling
observed cells as part of a metabolic disorder in the formation of
hemoglobin . Motorcycle taxi driver is one of the jobs that have a high risk
of exposure to Pb ( Plumbum ).
Purpose of this study is to determine whether or not cell Basophilic
Stippling in blood samples of motorcycle taxi drivers.
The study was descriptive in nature. Samples taken from the blood
of the carpenters working on the market of a vest. The sample is brought
to the laboratory of Hematology STIKes Muhammadiyah Ciamis to
Basophilic Stippling Cell examination performed with the reading material
of smear peripheral blood or preparations.
The results of the research on blood samples 30 carpenters that
operations in Ciamis Market showed a negative or not found or Basophilic
Stippling Cell absence at all peripheral blood smear preparations.
Keywords
:
Bibliography :
Description :
Basophilic Stippling, carpenters, poisoned Pb
(Plumbum)
20, 2005-2015
1 The title of the, 2 Name Of Student, 3 Supervisor I,
4 Supervisor II
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu
pemaparan
bahan
buangan
atau
energi
yang
berlebihan ke lingkungan oleh manusia disebut pencemaran, baik
tidak langsung maupun langsung, mengakibatkan kerugian bagi
lingkungannya sendiri dan manusia. Terutama dalam hal ini meliputi
air, udara dan tanah. Pencemaran dapat terjadi termasuk juga polusi
udara (Suyono, 2014).
Masuk atau dimasukannya mahluk hidup, zat energi, atau
komponen lain ke dalam suatu lingkungan sehingga menyebabkan
kerusakan lingkungan dan polusi udara yang disebabkan karena gas
bahan buang kendaraan. Akibat dari ulah manusia maka dari itu Allah
SWT memperingati manusia tentang kerusakan lingkungan yang telah
dijelaskan dalam Al Quran surat Ar Rum ayat : 41 yang berbunyi:
Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).
Sumber
utama
polusi
udara
adalah
sebagai
berikut:
pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan energi panas dan
tenaga, biasanya berasal dari industri komersial dan rumah tangga,
bahan buang kendaraan bermotor yaitu bensin, solar dan minyak
tanah, gas buang, debu dan energi panas dari beberapa kawasan
industri termasuk pabrik kimia dan akibat dari kegiatan manusia
meliputi kegiatan rumah tangga (domestik) berupa pembakaran
1
2
Bahan Bakar Minyak (BBM), arang, pembakaran hutan untuk
membuat ladang atau perkebunan serta dari hasil kegiatan merokok
(Suyono, 2014).
Beberapa hasil pencemaran diantaranya CO, Pb, debu, asap,
energi panas, dan bau. Bahan buangan berupa Pb adalah pencemar
paling banyak yang berasal dari pembakaran BBM (Suyono, 2014).
Timbel (Pb) adalah logam toksik yang paling populer diantara
logam toksik yang lainnya, karena logam ini banyak digunakan proses
industri campuran logam dalam peralatan rumah tangga, sekitar 25%
logam berat timbel (Pb) tetap berada dalam mesin dan 75% lainnya
akan mencemari udara sebagai asap knalpot. Setiap satu liter bensin
dalam angka oktan 87 dan 98 mengandung 0,70g senyawa Pb
Tetraetil dan 0,84g Tetrametil Pb. Setiap satu liter bensin yang dibakar
jika dikonversi akan mengemisikan 0,56g Pb yang dibuang ke udara
(Librawati, 2005).
Untuk diagnosa keracunan Pb hendaknya diperhatikan caracara menegakan diagnosa penyakit akibat kerja, terutama gejalagejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Salah satu pemeriksaan
laboratorium adalah pemeriksaan kadar Pb di dalam darah dan
pemeriksaan pada sediaan apus darah tepi. Normal kadar tersebut
adalah 0,003 mg/100 cc darah lengkap. Bila pemeriksaan menunjukan
kadar lebih tinggi dari normal, biasanya sampai 0,10 mg/100 cc darah
lengkap, haruslah diperhatikan kemungkinan adanya absorpsi. Dan
jika ditemui kadar yang melebihi batas normal serta diikuti dengan
gejala-gejala klinis boleh dikatakan pasti telah terjadi keracunan.
Gejala yang terlihat adalah penderita terlihat sering sakit
perut, muntah, anemia dan terlihat garis biru di daerah persambungan
gigi dan gusi. Gejala gangguan sistem memori (mengingat),
konsentrasi menurun, kurang lancar bicara dan gejala saraf lainnya
akan ditemukan pada pemeriksaan psikologik dan neuropsikologi
(Darmono, 2009).
3
Salah satu tanda khusus untuk keracunan timbel (Pb) yaitu
dengan ditemukannya Sel Basophilic Stippling dari gangguan
metabolik dalam pembentukan Hb. Sel darah merah gagal mencapai
kedewasaan dan sel tersebut menyisakan organela yang biasanya
menghilang pada proses kedewasaan sel. Timbel dalam saluran
cerna (usus) diabsorpsi masuk dalam sirkulasi darah masuk dalam sel
darah merah (eritrosit) (Darmono, 2009).
Berbagai macam pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi
terpapar oleh timbel (Pb) diantaranya Polisi Lalu Lintas, tukang parkir,
supir kendaraan dan tukang ojek. Setelah dilakukan survei langsung
kelapangan tukang ojek merupakan salah satu pekerjaan yang
mempunyai waktu lebih lama bekerja dengan paparan udara dan
mempunyai resiko lebih tinggi terpapar oleh timbel (Pb). Salah satu
tempat bekerja tukang ojek adalah di Pasar Ciamis dengan waktu
bekerja dalam satu hari melebihi 10 jam dan jumlah 137 orang yang
masih bekerja di Pasar Ciamis menjadi tukang ojek. Selain itu tempat
tukang ojek yang mangkal di pinggir jalan sekitaran pasar sehingga
memungkinkan
lebih
besar
terpapar
timbel
(Pb)
dan
sering
mengendari motor saat mengantarkan penumpang. Berdasarkan hal
tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran Sel
Basophilic Stippling pada tukang ojek di Pasar Ciamis.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: Apakah terdapat Sel Basophilic
Stippling pada tukang ojek di Pasar Ciamis?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu: untuk mengetahui ada
atau tidaknya Sel Basophilic Stippling pada sampel darah tukang ojek
di Pasar Ciamis.
4
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk Peneliti
Untuk peneliti mengetahui tetang sel abnormal dan sel
normal, dan menambah wawasan ilmu di bidang hematologi.
2. Untuk Tukang Ojek
Untuk
tukang
ojek
sendiri
supaya
lebih
menjaga
kesehatannya dan mengetahui bahaya keracunan Timbel (Pb).
E. Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian dari judul “Gambaran sel Basophilic
Stippling Pada Tukang Ojek Di Pasar Ciamis Tahun 2016” belum
dilakukan penelitian sebelumnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Darah
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam
pembuluh darah yang berwarna merah dan berbentuk cair. Darah
mempunyai sifat yang berbeda dengan jaringan yang lainnya,
sehingga darah dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain
sehingga dapat menyebar ke berbagai kompartemen tubuh. Darah
di distribusikan melalui pembuluh darah dari jantung keseluruh
tubuh dan akan kembali lagi menuju jantung. Sistem ini berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan sel atau jaringan akan nutrien dan
oksigen, serta mentranspor sisa metabolisme sel (Nugraha, 2015).
2. Fungsi darah
Fungsi darah secara umum adalah:
a. Sel darah merah (eritrosit) mengantarkan oksigen (O2) dari
paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut
karbondioksida (CO2) dari jaringan tubuh menuju ke paruparu.
b. Mengangkut sari-sari makanan dari usus ke jaringan tubuh.
Darah bekerja sebagai sistem pengankut (sirkulasi, distribusi
dan transportasi) dari tubuh dan mengantarkan oksigen, dan
zat-zat makanan, nutrisi, atau gizi yang dibutuhkan sel dan
jaringan untuk melakukan aktivitas fisiologis serta membuang
karbondioksida serta hasil pembuangan sisa metabolisme dan
lainnya ke luar tubuh.
c. Pengantar energi panas dari tempat aktif ke tempat yang tidak
aktif untuk menjaga suhu tubuh atau sebagai respons
pengaktifan sistem imunitas.
5
6
d. Sel darah putih (leukosit) menyediakan banyak tipe sebagai
pelindung, misalnya beberapa tipe yang fagositik untuk
melindungi tubuh terhadap serangan kuman dengan cara
memangsa, melawan infeksi dengan antibodi, dsb.
e. Mengedarkan hormon (dari kelenjar endokrin), enzim, dan zat
aktif ke seluruh tubuh.
f.
Trombosit berperan dalam pembentukan darah, melindungi
dari pendarahan masih yang diakibatkan luka atau trauma
(Hiru, 2013).
g. Menjaga supaya tekanan osmosis antara darah dan jaringanjaringan sel tetap normal, menjaga supaya keseimbangan
asam-basa darah tetap seimbang, mengatur suhu tubuh, dan
sebagai alat pertahanan terhadap serangan penyakit (Sufro,
2012).
3. Hematopoesis
Proses pembentukan sel-sel baik seri leukosit, eritrosit
maupun trombosit disebut hematopoesis. Hematopoiesis sudah
terjadi pada masa embrional, tempat utama hematopoiesis yaitu
pada kandung kuning telur. Pada minggu keenam sampai dengan
bulan keenam atau ketujuh kehidupan janin, limpa dan hati
menjadi organ utama yang menghasilkan sel-sel darah hingga dua
minggu kelahiran bayi. Pada umur 6-7 bulan masa janin, sumsum
tulang sudah memiliki peranan penting dalam hematopoesis
(Nugraha, 2015).
7
Gambar 2.1 Hematopoesis
Sumber: Anisa, 2010
4. Jenis-jenis sel darah
Pada darah orang dewasa normalnya volume darah
sekitat 5 liter. Darah adalah jaringan ikat atau konektif berbentuk
cair; terdiri dari 3 unsur seluler, yaitu: sel-sel darah merah
(eritrosit), sel-sel darah putih (leukosit), sel-sel darah pembeku
atau keping darah (trombosit) (Hiru, 2013).
Semua jaringan memerlukan persediaan darah yang
mencukupi. Sari-sari makanan hasil proses pencernaan pada
usus (ilium) diserap darah dan diedarkan ke seluruh jaringan
tubuh. Kecuali itu, darah mengangkut zat-zat yang tidak
diperlukan lagi oleh tubuh (Hiru, 2013).
a. Sel darah merah (Eritrosit)
Sel darah merah atau eritrosit mempunyai fungsi
untuk mengangkut oksigen dan mengikat karbondioksida
untuk dibawa ke paru-paru. Sel darah merah di dalam tubuh di
buat di sumsum tulang merah, limpa dan hati, yang kemudian
8
akan beredar di dalam tubuh selama kurang lebih 14 hari lalu
setelah itu akan mati. Sel darah merah memiliki usia yang
terbatas, yaitu sekitar 120 hari.
Gambar 2.2 Sel Darah Merah (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
Ciri-ciri sel darah merah:
1) Tidak dapat menembus dinding kapiler
2) Berukuran 7,5-7,7 µm
3) Bentuknya bikonkaf
4) Tidak berinti
b. Sel darah putih (leukosit)
Leukosit atau sel darah putih mempunyai fungsi
sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan
berkaitan dengan sistem imunitas. Penyakit atau bakteri yang
masuk ke dalam jaringan akan di makan oleh sel darah putih.
Sel darah putih diproduksi di dalam limfe dan kelenjar limfe.
Sel darah putih juga mempunyai fungsi sebagai pengangkut
zat lemak dari dinding usus melalui limfe kemudian ke
pembuluh darah.
Ciri-ciri sel darah putih:
1) Berukuran 10-12 µm
2) Sel nya mempunyai nukleus (inti sel)
3) Bergerak bebas secara ameboid
9
Terdapat lima jenis sel darah putih, yang masingmasing memliki tugas berbeda yaitu:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Gambar 2.3 Sel Darah Putih (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
1) Neutrofil, spesialis fagositik yang penting untuk memakan
bakteri dan debris.
2) Eosinofil, yang mengkhususkan diri menyerang cacing
parasitik dan berperan penting dalam reaksi alergi.
3) Basofil, yang mengeluarkan dua zat kimia
Histamine yang juga penting dalam respon alergi
Heparin yang membantu membersihkan partikel lemak
dari darah.
4) Limfosit, yang membentuk pertahanan tumbuh terhadap
invasi bakteri, virus. Perangkat pertahanan yang dimiliki
limfosit antara lain adalah antibodi dan respon imun
seluler.
5) Monosit, bagian dari kelompok sistem kekebalan tubuh
yang tidak mempunyai butiran halus dalam sel (granula).
Kemudian berdiam di jaringan tubuh tertentu yang
mengalami pematangan menjadi makrofag.
c. Keping darah (trombosit)
Trombosit
adalah
sel
yang
bergranula
yang
membentuk agrerat di tempat cidera pembuluh darah.
Trombosit mempunyai fungsi yang sangat penting pada
pembekuan darah. Ketika sedang melakukan aktifitas dan
10
mengalami cidera pada otot yang menyebabkan pembuluh
darah robek, maka dari itu trombosit bertugas membekukan
darah agar tidak keluar dari pembuluh darah.
Gambar 2.4 Trombosit (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
Ciri-ciri trombosit:
1) Berukuran lebih kecil (2-4 µm) dari eritrosit dan leukosit
2) Sel darah pembeku tidak berinti
3) Bila tersentuk benda yang permukaannya kasar mudah
pecah (Wiarto, 2014).
5. Sistem Eritroid
Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah (red cell) atau
eritrosit dan prekursor eritroid. Unit fungsional dari sistem eritroid
ini dikenal sebagai eritron yang mempunyai fungsi penting sebagai
pembawa oksigen.
Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span)
rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami
proses penuaan (senescence) kemudian dikeluarkan dari sirkulasi
oleh sistem RES. Apabila destruksi eritrosit terjadi sebelum
waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut sebagai hemolisis
(Bakta, 2006).
6. Stuktur Eritrosit
Eritrosit matang merupakan suatu cakram bikonkaf
dengan diameter sekitar 7 mikron. Eritrosit merupakan sel dengan
11
struktur yang tidak lengkap. Sel ini hanya terdiri atas membran
dan sitoplasma tanpa inti sel.
Komponen eritrosit terdiri atas:
a. Membran eritrosit
b. Sistem enzim
c. Hemoglobin
Perubahan struktur eritrosit akan menimbulkan kelainan.
Kelainan yang timbul karena kelainan membran disebut sebagai
membranopati, kelainan akibat gangguan sistem enzim eritrosit
disebut enzinopati, sedangkan kelainan akibat gangguan struktur
hemoglobin disebut sebagai hemoglobinopati (Bakta, 2006).
7. Destruksi Eritrosit
Destruksi yang terjadi karena proses penuaan disebut
proses senescence, sedangkan destruksi patologik disebut
hemolisis. Hemolisis dapat terjadi intravaskuler, dapat juga
ekstravaskuler, terutama pada sistem RES, yaitu lien dan hati.
Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan
terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi berikut:
a. Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke
pool protein dan dapat dipakai kembali.
b. Komponen heme akan pecah menjadi dua, yaitu:
1) Besi: yang akan dikembalikan ke pool besi dan dipakai
ulang.
2) Bilirubin : yang akan dieksresikan melalui hati empedu
(Bakta, 2006).
8. Pengamatan Eritrosit
Pengamatan eritrosit yang dispesifikasikan adanya varian
abnormalitas ukuran sel disebut anisositosis, yaitu adanya variasi:
eritrosit normal, mikrosit dan makrosit.
Jika eritrosit berada dalam sirkulasi darah kurang lebih
120 hari, dalam keadaan normal akan mengalami destruksi atau
12
penghancuran sel karena elasitas membran eritrosit berkurang
yang mengakibatkan membran sel rapuh dan mudah lisis ketika
melewati pembuluh yang sempit (mikrosirkulasi) (Hiru, 2013).
9. Kelainan sel darah merah
Pembentukan sel darah merah dirangsang oleh hormon
glikoprotein dan eritroprotein yang berasal dari organ ginjal.
Massa sel darah merah yang bersirkulasi dalam tubuh bisa
mengalami perubahan. Bila terjadi peningkatan kuantitas volume
sel darah merah disebut polisitemia. Sebaliknya jika jumlah sel
darah merah berkurang makan akan timbul anemia. Kemunculan
yang semakin sering selalu terjadi bersamaan dengan retikulosis
dan merupakan perwujudan suatu regenerasi eritropoesis yang
meningkat
atau
gangguan
sintesis
Hb
(anemia
hemolitik,
keracunan Pb). Basophilic stippling seumpama dengan agregat
ribosom yang mengandung RNA dan muncul sebagai produk
kering sediaan apus darah (Hoffbrand, 2005).
Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size),
bentuk (shape), warna (staining characteristics) dan benda-benda
inklusi.
a. Kelainan ukuran eritrosit :
1) Mikrosit
Eritrosit lebih kecil dari pada eritrosit normal dengan
ukuran <6µm.
Gambar 2.5 Mikrosit (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
13
2) Makrosit
Makrosit adalah eritrosit yang berukuran lebih dari 8µm.
Sel ini didapatkan pada anemia megaloblastik.
Gambar 2.6 Makrosit (panah putih) (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
3) Anisositosis
Anisositosis banyak diantara sel eritrosit lebih banyak
bervariasi dalam ukurannya daripada keadaan normal.
Sering didapat pada anemia berat.
b. Kelainan bentuk eritrosit :
1) Ovalosit
Ovalosit adalah eritrosit yang berbentuk lonjong. Ovalosit
ditemukan
kelainan
dengan
yang
kemungkinan
diturunkan
pasien
yang
penderita
mempengaruhi
sitoskelekton erirosit misalnya ovalositosis herediter.
Gambar 2.7 Eliptosit atau Ovalosit (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
2) Sperosit
Sperosit adalah eritrosit yang berbentuk lebih bulat, lebih
kecil dan lebih tebal dari eritrosit normal. Karena kelainan
dari sitoskelekton dan membran eritrosit.
14
Gambar 2.8 Sperosit (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
3) Schitosit atau fragmentosit
Sel ini merupakan fragmen eritrosit, berukuran kecil dan
bentuknya tidak teratur. Terjadi pada anemia hemolitik
karena reaksi penolakan pada transplantasi ginjal.
4) Sel target atau leptosit
Eritrosit yang mempunyai masa kemerahan di bagian
tengahnya, terjadi pada anemia hemolitika, penyakit hati.
5) Sel sabit atau sickle cell
Eritrosit berbentuk sabit. Terjadi pada reaksi transfusi,
anemia sel sickle, anemia hemolitik.
Gambar 2.9 Sticke cell (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2015
6) Sel Burr
Sel ini adalah eritrosit yang kecil atau fragmentosit yang
mempunyai duri atau tonjolan-tonjolan pendek satu atau
lebih pada permukaan eritrosit.
15
Gambar 2.10 Burrcell (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
7) Akantosit
Sel ini disebabkan oleh metabolisme fosfolipid dari
membran
eritrosit.
Pada
keadaan
ini
tepi
eritrosit
mempunyai tonjolan-tonjolan berupa duri.
Gambar 2.11 Akantosit (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
8) Tear drop cells
Eritrosit yang mempunyi bentuk seperti tetesan air mata.
Terjadi ketika ada fibrosis sumsum tulang dan juga
dibeberapa anemia hemolitik, anemia megaloblastik,
thalasemia mayor.
Gambar 2.12 Tear drop cells (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
16
c. Kelainan warna eritrosit
1) Hipokrom
Eritrosit yang tampak pucat. Eritrosit hipokrom disebabkan
kadar hemoglobin dalam eritrosit berkurang. Terjadi pada
anemia defisiensi besi, anemia sideroblastik, thalasemia.
Gambar 2.13 Hipokrom (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
2) Polikrom
Eritrosit polikrom adalah eritrosit yang lebih besar dan
lebih biru dari eritrosit normal. Polikromasi suatu keadaan
yang ditandai dengan banyak eritrosit polikrom pada
preparat sediaan apus darah tepi, keadaan ini berkaitan
dengan retikulositosis. Eritrosit berwarna merah muda
sampai
biru.
Terjadi
pada
anemia
hemolitik
dan
hemopoeisis ekstrameduler.
3) Anisokromasia
Anisokromasia umumnya menunjukan adanya perubahan
kondisi seperti kekurangan zat besi.
d. Benda-benda Inklusi dalam Eritrosit
1) Benda Howell Jolly
Benda howell jolly adalah sisa inti eritrosit. Bentuk bulat,
berwarna biru tua atau ungu. Terjadi pada anemia
hemolitik, post operasi.
17
2) Kristal
Bentuk batang lurus atau bengkok, dengan pewarnaan
brilliant cresyl blue yang nampak berwarna biru.
3) Basophillic stippling
Terdapatnya titik biru yang difusi dalam eritrosit dikenal
sebagai titik basofil atau basophilic stippling.
Gambar 2.14 Basophillic stippling (Pewarnaan Giemsa)
Sumber: Heckner, 2011
4) Eritrosit berinti
Eritrosit muda bentuk metarubrisit. Ditemukan pada
penyakit hemolitik pada anak.
e. Kelainan eritrosit lainnya
1) Polisitemia
Peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi.
2) Hemofilia
Penyakit keturunan yang berupa darah keluar dari
pembuluh darah yang tidak dapat membeku.
3) Hiperbilirubinemia
Merupakan peningkatan bilirubin darah yang berlebihan
ditandai
dengan
terjadinya
ikterus,
hal
ini
dapat
disebabkan karena peningkatan penghancuran eritrosit,
penyakit hati, sumbatan saluran empedu.
4) Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit yang ditandai dengan
bentuk sel darah merah yang tidak beraturan. Akibatnya
18
daya ikat terhadap oksigen dan karbon dioksida kurang.
Ini merupakan salah satu penyakit keturunan.
5) Anemia
Anemia merupakan salah satu penyakit yang disebabkan
karena
kekurangan
sel
darah
merah
yang
dapat
disebabkan karena hilangnya darah yang terlalu cepat
atau produksi sel darah merah yang terlalu lambat.
Macam-macam anemia:
a) Anemia aplastik
Sumsum
tulang
yang
tidak
berfungsi
sehingga
produksi sel darah merah terhambat. Penderita
anemia
aplastik
mengalami
pansitopenia
yaitu
kekurangan sel darah merah, sel darah putih,
trombosit.
b) Anemia hemoragis
Anemia ini diakibatkan karena kehilangan darah
secara berlebihan. Secara normal cairan plasma yang
hilang akan diganti dalam waktu 1-3 hari namun
dengan konsentrasi sel darah merah yang tetap
rendah. Sel darah merah akan kembali normal dalam
waktu 3-6 minggu.
c) Anemia hemolitik
Sel darah merah yang abnormal ditandai dengan
rapuhnya sel dan masa hidup yang pendek (biasanya
ada faktor keturunan).
d) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik yaitu anemia dengan eritroblas
di sumsum tulang memperlihatkan adanya suatu
kelainan yang khas umumnya disebabkan oleh
defisiensi
vitamin
B12
dan
asam
folat
yang
mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Anemia
19
megaloblastik juga sering terjadi pada usia lanjut usia
dengan malnutrisi maupun pecandu alkohol. Juga
beberapa kasus pada kehamilan (terjadi peningkatan
untuk memenuhi kebutuhan janin). Kebutuhan vitamin
B12 dan asam folat juga meningkat pada anemia
hemolitik, kangker dan hipertiroid.
e) Anemia defisiensi zat besi
Defisiensi zat besi merupakan penyebab utama
terjadinya anemia di dunia. Khususnya terjadi pada
wanita usia produktif (fertil), anemia ini bersifat
sekunder
karena
disebabkan
kehilangan
darah
sewaktu menstruasi, nifas ketika melahirkan dan
peningkatan kebutuhan zat besi (Fe) selama hamil
(Hoffbrand, 2005).
10. Pencemaran Udara
Masuknya polutan ke dalam suatu lingkungan sehingga
dapat menurunkan kualitas lingkungan tersebut merupakan
pencemaran lingkungan atau polusi. Menurut undang-undang
pokok
pengolahan
lingkungan
hidup
no.
4
tahun
1982,
pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau
dimasukannya mahluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain
ke dalam lingkungannya, atau berubahnya tatanan lingkungan
oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas
lingkungan menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi tidak berfungsi lagi sesuai peruntukannya
(Suyono, 2014).
Suatu zat atau bahan yang kadarnya melebihi ambang
batas serta berada pada waktu dan tempat yang tidak tepat,
sehingga merupakan bahan pencemar lingkungan, misalnya:
bahan kimia, debu, panas, suara di sebut sebagai polutan.
Polutan tersebut dapat menyebabkan lingkungan menjadi tidak
20
dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan akhirnya malah
merugikan manusia dan mahluk hidup lainnya (Suyono, 2014).
Berdasarkan lingkungan yang terkena polutan (tempat
terjadinya), pencemaran lingkungan dapat dibedakan menjadi 3
macam, yaitu:
a. Pencemaran udara
b. Pencemaran air
c. Pencemaran tanah
Pencemaran udara adalah peristiwa masuknya, atau
tercampurnya polutan (unsur-unsur berbahaya) ke dalam lapisan
udara (atmosfer) yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas
udara (lingkungan). Umumnya, polutan yang mencemari udara
berupa gas, dan asap. Gas dan asap tersebut berasal dari hasil
proses pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna, yang
dihasilkan oleh kendaraan, mesin-mesin pabrik dan pembangkit
listrik (Suyono, 2014).
Pencemaran
udara
terutama
disebabkan
oleh
pembakaran bahan bakar dari kendaraan dan gas buangan
pabrik. Partikel-partikel halus dalam asap gas buangan yang
nerupakan polutan berpengaruh buruk terhadap lingkungan
(Suyono, 2014).
Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain:
a. Faktor alam (internal)
1) Gas-gas vulkanik
2) Abu yang dikeluarkan akibat gunung berapi
b. Faktor manusia (eksternal)
1) Hasil pembakaran dari kendaraan
2) Hasil pembakaran hutan
3) Pembakaran sampah rumah tangga
21
4) Pemakaian zat kimia yang disemprotkan di udara
(Suyono, 2014).
Pencemaran udara berkaitan erat dengan konsumsi
energi, seperti bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan batu
bara. Sumber-sumber energi ini dibutuhkan untuk menggerakan
kendaraan, menjalankan mesin-mesin industri. Seiring dengan
konsumsi
sumber
energi
yang
berlebihan,
emisi
polutan
mempengaruhi atmosfer dalam skala yang sangat besar dan
kesehatan manusia secara langsung dalam skala kecil. Salah satu
unsur lain dari gas buangan asap kendaraan yang tidak kalah
berbahaya adalah timbel (Pb). Salah satu bahan pencemar udara
yang paling berbahaya adalah timbel (Pb) (Soemirat, 2005).
a. Timbel (Pb)
Timbel (Pb) merupakan unsur logam anorganik berwarna
kebiru-biruan atau abu-abu kepekatan. Pb pada awalnya adalah
logam yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi (Suyono,
2014).
Pb memiliki memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa
digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan.
Timbel (Pb) memiliki fungsi dalam bahan bakar mesin sebagai
bahan anti karat dalam mesin dan pada saat pembakaran bahan
bakar dalam mesin tidak menimbulkan suara. Pencemaran Pb
berasal dari sumber alami maupun limbah hasil aktifivitas manusia
dengan jumlah yang terus meningkat, baik di lingkungan air,
udara, maupun darat (Suyono, 2014).
Timbel (Pb) merupakan logam yang mendapat perhatian
karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman,
udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi
melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernapasan, kontak
lewat kulit, serta lewat parenteral (Sastiono, 2008).
22
b. Metabolisme Pb dalam tubuh
Pb masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan yang merupakan jalan masuk terbesar, melalui
saluran pencernaan, dan melalui kulit terutama pada anak-anak
dan orang dewasa dengan kebersihan perorangan yang kurang
baik. Absorpsi Pb udara pada saluran pernafasan ±40% dan pada
saluran pencernaan ±5-10%, kemudian Pb didistribusikan ke
dalam darah ±95% terikat pada sel darah merah dan sisanya
terikat pada plasma. Sebagian Pb di simpan pada jaringan lunak
dan
tulang.
Eksresi
terutama
melalui
ginjal
dan
saluran
pencernaan. Dalam kasus yang terpapar polusi timbel dalam dosis
rendah sekalipun ternyata dapat menimbulkan gangguan pada
tubuh tanpa menunjukan gejala klinik (Soemirat, 2005).
11. Keracunan timbel (Pb)
Senyawa Pb meliputi Pb-organik, yaitu Pb tetraetil dan Pbtetrametill dalam bentuk larutan yang banyak digunakan sebagai
zat adiktif pada bahan bakar kendaraan. Dengan proses
penguapan bensin akan memekatkan kedua unsur Pb-alkil ini.
Dengan pemanasan mesin, kedua zat ini akan terdekomposisi
kemudian terlontar ke udara dan akan melayang di udara. Sumber
Pb lainnya yaitu dari industri cat, peleburan logam, dan
pembakaran batu bara (Widowati, 2008).
Bereaksinya Pb dengan gugus Sulfhidril dari protein akan
menyebabkan pengendapan protein dan menghambat pembuatan
hemoglobin (Suyono, 2014).
Sumber keracunan timbel (Pb) antara lain adalah asap
kendaraan. Pb mengikat dan menginaftikan gugus sulfhidril pada
berbagai sistem biologis.
Keracunan Pb kronis dikarakteristikan dengan kelelahan,
ataksia, insomnia, koma dan bisa menyebabkan meninggal.
23
Gejala lain yang dapat dijumpai ialah anemia, lemah dan
gangguan fungsi ginjal.
Pb yang umumnya mudah diserap dari paru (debu atau
uap)
pada
awalnya
berikatan
dengan
eritrosit,
kemudian
didistribusikan ke jaringan lunak dan akhirnya dideposit secara
lambat dalam tulang.
Eksresi Pb berlangsung sangat lambat. Bukti laboratorium
untuk keracunan Pb terdiri salah satunya ditemukannya Basophilic
Stippling dari eritrosit dan inhibisi enzim asam amino levulinat
dehidratase.
Konsetrasi timbel dalam tubuh dengan kadar:
a. Kadar
timbel
(Pb)
10µg/dL
mempunyai
efek
sedikit
menurunkan IQ, pendengaran dan pertumbuhan menjadi
terganggu.
b. Kadar
timbel
(Pb)
20µg/dL
mempunyai
efek
cukup
menurunkan IQ, masalah pada berbicara.
c. Kadar timbel (Pb) 40µg/dL mempunyai efek perkembangan
tulang dan otot yang lambat,
mudah terserang anemia,
penurunan sel darah merah.
d. Kadar timbel (Pb) 50µg/dL mempunyai efek sakit perut,
anemia dan kerusakan otak.
e. Kadar timbel (Pb) >100µg/dL mempunyai efek koma, hingga
kematian.
Gejala klinis keracunan timbel, sebagai berikut:
a. Keracunan akut: timbul 30 menit setelah terminum larutan
mengandung timbel (Pb) atau terhirup uap timbel (Pb). Gejala
mual, muntah, rasa terbakar di mulut
b. Keracunan subakut: 1-3 hari terpapar timbel (Pb) terus
menerus. Gejala rasa kebas, kaku otot, vertigo, gelisah,
depresi dan kejang.
24
c. Keracunan kronis: bertahun-tahun. Gejala anemia dan kolik,
infertilitas dan abortus.
Setelah diserap, 99% timbel terikat pada eritrosit, 1%
menyebar bebas di dalam jaringan lunak dan tulang. Konsentrasi
timbel
(Pb)
dalam
darah
(BLL/BLOOD
LEAD
LEVEL)
menggambarkan kadar timbel (Pb) dalam tubuh:
a. Darah waktu paruh 35 hari
b. Jaringan lunak waktu paruh 40 hari
c. Tulang trabekuler waktu paruh 3-4 tahun
Untuk diagnosa keracunan Pb hendaknya diperhatikan
cara-cara menegakan diagnosa penyakit akibat kerja, terutama
gejala-gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Salah satu
pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kadar Pb di dalam
darah. Normal kadar tersebut adalah 0,003 mg/100 cc darah
lengkap. Bila pemeriksaan menunjukan kadar lebih tinggi dari
normal, biasanya sampai 0,10 mg/100 cc darah lengkap, haruslah
diperhatikan kemungkinan adanya absorpsi. Dan jika ditemui
kadar yang melebihi batas normal serta diikuti dengan gejalagejala klinis boleh dikatakan pasti telah terjadi keracunan.
Orang yang beresiko tinggi terkena paparan Pb yang
berlebih adalah:
1) Pekerja tambang, industri dan pengolahan logam Pb
2) Anak-anak (Pb terdapat dalam produk mainan anak-anak)
3) Polisi lalu lintas
4) Tukang parkir
5) Kondektur angkutan umum
6) Pengendara motor
7) Tukang beca dan tukang ojek
8) Para pedagang di terminal
Senyawa timbel (Pb) yang masuk kedalam tubuh melalui
makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme
25
tubuh. Bagi orang normal dengan masukan 0,6 mg timbel perhari
dalam jangka waktu lama bisa terkena keracunan.
Masuknya timbel dengan kadar lebih besar 0,6 mg per
hari mempercepat akumulasi dan timbulnya keracunan. Misalnya
dengan masukan 25 mg timbel per hari keracunan terjadi setelah
4 tahun sedangkan 3,5 mg timbel per hari nya hanya memerlukan
beberapa bulan saja. Timbel yang diserap kira-kira 40% dari asap
timbel oksida yang dihirup diabsorpsi saluran pernafasan. Dalam
aliran darah, sebagian besar timbel diserap dalam bentuk ikatan
dengan eritrosit (Widowati, 2008).
12. Sediaan Apusan Darah Tepi
Sediaan apus darah tepi yang sering digunakan dalam
laboratorium hematologi adalah apusan darah tepi tipis. SADT
adalah salah satu pemeriksaan untuk mengetahui keadaan
populasi sel-sel darah atau kelainan darah lainnya. Pada SADT
dapat diketahui morfologi sel-sel darah yaitu ukuran, bentuk,
jumlah, apakah ada sel-sel muda dan sebagainya. SADT dapat
digunakan sebagai kontrol terhadap pemeriksaan hematologi lain
seperti nilai rata-rata eritrosit (Nugraha, 2015).
Bahan pemeriksaan yang baik adalah darah segar yang
berasal dari kapiler atau vena, yang dihapuskan pada kaca objek,
dan dapat pula digunakan darah EDTA. Tidak semua macam
antikoagulan dapat digunakan karena ada yang terlalu banyak
berpengaruh terhadap bentuk eritrosit atau leukosit yang akan
diperiksa morfologinya salah satu yang dapat digunakan untuk
sediaan apusan darah tepi adalah EDTA sebagai garam natrium
atau kaliumnya. Garam-garam ini mengubah ion calcium dari
darah menjadi bentuk bukan ion. EDTA tidak berpengaruh
terhadap besar dan bentuknya eritrosit dan tidak juga terhadap
bentuk leukosit. Untuk membuat sediaan apusan darah tepi dapat
digunakan darah EDTA yang disimpan paling lambat 2 jam. Pada
26
umumnya darah EDTA dapat disimpan 24 jam di dalam lemari es
tanpa mendatangkan penyimpangan yang bermakna, kecuali
untuk jumlah trombosit dan nilai hematokrit.
Dalam pembuatan sediaan apusan darah tepi hal yang
harus diperhatikan yaitu kaca objek yang akan dipakai harus
bebas lemak, kering dan bebas debu. Sudut miringnya kaca
penggeser dengan kaca sediaan dan kecepatan menggerakan
kaca penggeser berpengaruh terhadap tebalnya sediaan yang
dibuat.
Ciri-ciri sediaan yang baik yaitu:
a. Pada bagian sediaan harus ada bagian yang cukup tipis untuk
diperiksa, pada bagian itu eritrosit-eritrosit terletak berdekatan
tanpa bertumpukan dan tidak menyusun gumpalan.
b. Sediaan tidak boleh melebar sampai pinggir kaca objek,
panjangnya 1/2 sampai 3/4 panjang kaca.
c. Pinggir sediaan itu rata dan sediaan tidak boleh berlobanglobang atau bergaris-garis.
Preparat darah apus terdiri atas bagian kepala dan ekor.
Pada bagian kepala sel-sel bertumpukan terutama eritrosit,
sehingga bagian ini tidak dapat dipakai untuk pemeriksaan
morfologi sel. Pembacaan sediaan apus darah tepi sebaiknya
diperiksa pada bagian ekor terlebih dahulu karena disitu eritrosit
terpisah satu sama lain.
Untuk mempermudah pengamatan sel dan komponennya
pada apus darah tepi secara tepat, maka perlu dilakukan suatu
teknik pewarnaan. Terdapat berbagai macam teknik pewarnaan
yang digunakan untuk SADT sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
Sediaan yang akan di lakukan pewarnaan hendaknya yang segar
yaitu sediaan yang disimpan tanpa difiksasi tidak dapat di lakukan
pewarnaan sebaik sediaan yang segar. Salah satu teknik
27
pewarnaan untuk sediaan darah tepi yang digunakan adalah
dengan pewarnaan Wright.
Pewarnaan Wright adalah zat warna yang digunakan
dalam metode Romanowski, merupakan campuran eosin Y, Azure
B, Methylen Blue dan Metil alkohol dalam konsentrasi tinggi.
Sediaan apus yang telah dikeringkan di udara tidak perlu
dilakukan fiksasi tersendiri, karena telah mengandung metil
alkohol dalam konsentrasi tinggi dan di pewarnaan Wright
langsung ditambahkan larutan penyangga Buffer pH 6,4 sama
banyaknya dan dibiarkan selama 15-20 menit. Preparat apus yang
telah selesai dibuat kemudian diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 100x (Gandasoebrata, 2007).
Gambar 2.15 Preparat Sediaan Apus Darah Tepi
Sumber: Wilkins, 2005
28
B. Kerangka Konsep
Basophilic Stippling
Terduga
keracunan Pb
Thalasemia
Pencemaran
Udara
Polisi Lalu
Lintas
Tukang Ojek
Industri
Pengecatan
Sampling
Pembuatan
SADT
Pewarnaan
SADT
Pemeriksaan Sel
Basophilic Stippling
Ditemukan atau tidak
ditemukan Sel
Basophilic Stippling
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.15 Kerangka Konsep
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran. (2010) Al Quran dan Terjemahannya. Bandung : CV Penerbit
Dipenogoro.
Annisa, R. (2010). SGD 14 LBM 1 Modul 6. Tersedia dalam
http://www.scribd.com/doc/50526279/58/Hematologi-merupakanproses-pembentukan-komponen-sel-darah.
[Diakses
28
Desember 2016].
Bakta, Made,. I. (2006) Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC.
Darmono. (2009) Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta : UI Press.
Gandasoebrata. (2007) Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian
Rakyat.
Heckner. (2011) Atlas Hematologi. Jakarta : EGC.
Hiru, D. (2013) Live Blood Analysis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Hoffbrand. (2005) Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC.
Kasjono, Heru. (2009) Teknik Sampling Untuk Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Kiswari, Rukman. (2014) Hematologi dan Transfusi. Jakarta : Erlangga.
Librawati, T.P. (2005) Analisis Cemaran Pb pada Bawang Daun (Allium
fistulosum L) di Daerah Dieng Wonosobo, Skripsi, Fakultas Biologi
Unsoed Purwokerto.
Mengko, R. (2013) Instrumen Laboratorium Klinik. Bandung : ITB.
Nugraha, Gilang. (2015) Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Dasar. Jakarta : TIM
Sastiono.(2008) Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran. Yogyakarta : Andi.
Soemirat, J. (2005) Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada Press.
Sufro, M., Salam A, (2012) Darah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Suyono. (2014) Pencemaran Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC.
38
Wiarto, Giri. (2014) Mengenal Fungsi Tubuh Manusia. Yogyakarta :
Pustaka Baru.
Widowati, Wahyu (2008) Efek Toksik Logam. Yogyakarta : Andi.
Wilkins. (2005) Clinical Haematology
http://www.wikiwand.com/id/Sediaan_apus_darah [Diakses 2 Juli
2016].
39
Download