IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Singkat

advertisement
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Kedatangan Etnik Tionghoa di Indonesia
Orang Cina yang pertama datang di Indonesia adalah seorang pendeta agama Budha.
Pendeta ini bernama Fa Hien. Ia singgah di pulau Jawa pada tahun 413 SM. Pada saat
singgah ini ia mengatakan tidak ada seorang Cina yang tinggal di pulau Jawa. Dalam
sejarah Cina lama mengatakan bahwa pengetahuan orang Cina merantau ke Indonesia
terjadi pada masa akhir pemerintahan Dinasti Tang. Hal ini karena sejak zaman
Dinasti Tang (618-907), kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang telah
menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou malah tercatat sebagai bandar
pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut. Ramainya interaksi
perdagangan di daerah pesisir tenggara ini kemudian menyebabkan banyak sekali
orang-orang Cina pada masa itu juga merasa keluar berlayar untuk berdagang
(Hidajat.Z.M, 1984).
Daerah yang pertama kali didatangi adalah Palembang, yang pada masa itu
merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya. Kemudian para perantau ini pergi
34
ke pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah. Kemudian mereka menetap di daerah
pelabuhan pantai uatara pulau Jawa. Hubungan dagang dengan Indonesia ini telah
terbina sejak abad ke-13. Selanjutnya pendatang-pendatang baru banyak yang datang
pada waktu negara Cina diperintah oleh Dinasti Ming (1368-1644).
Pada 1412 sebuah armada Cina dibawah pimpinan Cheng Ho datang di pulau Bintan.
Armada ini kemudian singgah di pulau Bangka, Bliton, Karimata, pulau Jawa di
Semarang dan Madura (Hidajat.Z.M, 1984).
Menurut mitologis Cina tujuan ekspedisi itu untuk mencari keponakan Kaisar Yung
Lo (Kaisar ketiga Dinasti Ming), yang melarikan diri ketika Nanking jatuh ke
tanganKaisar Yung Lo. Sumber lain menyatakan sebenarnya tujuan armada Cheng
Ho dalam rangka mencari cap kerajaan yang hilang. Sebagai hasil ekspedisi ini selain
sejak itu mulai ada hubungan dagang dan pembayaran upeti kepada Peking. Dengan
kata lain, ekspedisi ini selain bersifat dan bertujuan dagang juga memiliki tujuan
politik.
Menurut Cheng Ho orang-orang yang tinggal di pulau Jawa, kebanyakan berpusat di
kota-kota pantai seperti di sekitar Tuban, Surabaya dan Gresik. Pada abad ke 13,
daerah-daerah tersebut telah merupakan tempat penting dalam perdagangan dengan
orang-orang Cina. Di Jawa Barat orang Cina kebanyakan pada waktu itu bertempat
tinggal di Banten dan Jayakarta. Objek perdagangan pada waktu itu adalah beras, lada
dan gula. Disamping berniaga mereka juga mengerjakan tanah pertanian, menanam
35
merica dan bersawah. Pada umumnya orang Cina yang pertama datang ke Indonesia
pada waktu hanya terdiri dari kaum laki-laki saja (Hidajat.Z.M, 1984).
Keadaan ini berlangsung sampai perang dunia berakhir. Oleh karena itu sebelum
waktu itu telah berlangsung perkawinan antara orang Cina laki-laki dengan wanita
pribumi. Akan tetapi setelah perang dunia pertama imigran Cina membawa pula
kaum wanita serta kaum kerabatnya. Sejak saat itulah banyak orang Cina yang datang
ke Indonesia. (Hidajat.Z.M, 1984).
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa.
Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di
daerah perkotaan adalah Sumatera Utara, Bangka Belitung, Sumatera Selatan,
Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Surabaya, Banjarmasin dan beberapa tempat
di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (http://www.orangTionghoa.com : 20
November 2008).
B. Mulai Masuknya Muslim Etnik Tionghoa di Indonesia.
Awal kedatangan Muslim Tionghoa di Nusantara tidak diketahui secara tepat
waktunya seperti juga awal kedatangan etnik Tionghoa ke Nusantara ini, kecuali dari
riwayat dan bukti sejarah berupa peninggalan benda-benda arkeologis dan
antropologis yang berhubungan dengan kebudayaan Cina yang ditemukan. Hal ini
membuktikan bahwa hubungan dagang antara Negeri Cina dengan nusantara sudah
36
terjadi
sebelum
masehi
(http://mencarijejakdakwahmuslimtionghoa.com
:
20
November 2008).
Sebagai agama, Islam masuk dan berkembang di Negeri Cina, Melalui jalur
perdagangan. Begitu pula Islam masuk ke Nusantara. Kebanyakan sarjana
berpendapat bahwa peristiwa masuknya agama Islam ke Cina, terjadi pada
petengahan abad VII. Saat itu kekhalifahan Islam yang berada dibawah
kepemimpinan Utsman bin Affan (557-656) telah mengirim utusannya yang pertama
ke Cina, pada tahun 651 M. Ketika menghadap Kaisar Yong Hui dari Dinasti Tang
utusan Khalifah tersebut memperkenalkan keadaan negerinya beserta Islam. Sejak
saat
itu
mulai
tersebarlah
Islam
di
negara
Cina
(http://mencarijejak
dakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).
Islam masuk ke Cina melalui daratan dan lautan. Perjalanan darat dari tanah Arab
sampai kebagian barat laut Cina dengan melalui Persia dan Afganistan, jalan ini
terkenal dengan nama jalur Sutera. Sedangkan perjalanan laut melalui Teluk Persia
dan Laut Arab sampai ke pelabuhan-pelabuhan Cina seperti Guangzhou, Quanzhou,
Hangzhou, dan Yangshou dengan melalui Teluk Benggala, Selat Malaka dan Laut
Cina Selatan (http://mencarijejakdakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).
Muslim Tionghoa di Nusantara ada yang berasal dari imigran Muslim asal Cina lalu
menetap di Nusantara. Ada pula yang memeluk Islan karena interaksi antar etnik
37
Tionghoa yang sudah ada di Nusantara dengan mereka yang beragama Islam.
Kedatangan imigran muslim Tionghoa ke Nusantara, sebelum dan pada zaman
kerajan-kerajaan di Nusantara, secara individu-individu. Kedatangan etnik Tionghoa
ke Nusantara dari Negeri Cina sebagian besar dengan cara kolektif (rombongan)
beserta keluarga. Kebanyakan dari mereka adalah non Muslim. Mereka juga hidup
terpisah dari penduduk setempat dan tinggal di Pecinan, terutama di masa Kolonial
(http://mencarijejak dakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).
Kedatangan etnik Tionghoa dan Muslim Tionghoa dari negeri Cina ke Nusantara,
tujuannya adalah untuk meningkatkan taraf
kehidupan ekonomi mereka, bukan
tujuan menyampaikan Islam atau berdakwah. Pada umumnya mereka berasal drai
daerah-daerah Zhangzhou, Quanzhou dan propinsi Guangdong. Tapai di Zaman
pemerintah Belanda pernah mendatangkan etnik Tionghoa ke Indonesia untuk
memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan dan pertambangan milik Belanda
(http://mencarijejakdakwah muslimtionghoa.com : 20 November 2008).
Meski kedatangan etnik Tionghoa Muslim tidak untuk berdakwah, namun keberadaan
mereka punya dampak dalam perkembangan dakwah. Salah satunya karena proses
asimilasi, perkawinan dengan penduduk setempat yang kemudian menjadi muslim
(http://mencarijejakdakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).
38
Demikian pula dengan muhibah pelayaran Laksamana Zheng He (Cheng Ho) ke
Nusantara, pada abad ke XV. Latar belakang muhibah ini adalah perdagangan dan
bermaksud mempererat hubungan antara negara Cina dan Negara-negara Asia Afrika.
Banyak dari anggota muhibah dan anak buah Laksamana Zheng He adalah Muslim,
seperti Ma Huan, Guo Chong Li, dan Ha San Shaban dan Pu He-ri. Ma Huan dan guo
Chong-li pandai berbahasa Arab dan Persia. Keduanya bekerja sebagai penerjemeh.
Ha San adalah seorang ulama masjid Yang Shi di kota Ki An. Maka tidkalah aneh
pula daerah-daerah yang disinggahi oleh muhibah tersebut penduduknya banyak yang
beragama Islam. Pulau, daerah atau kerajaan-kerajaan di Indonesia yang dikunjungi
oleh 7 (tujuh) kali muhibah Laksamana Zheng He dari tahun 1925 sampai tahun 1431
adalah Jawa, Palembang, Pasai (Aceh), Lamuri, Nakur (Batak), Lide, Aru Tamiang,
Pulau Bras, Pilau Lingga, Kalimantan, Pulau Karimata, Pulau Beliton, dan lain-lain
(http://mencarijejak dakwahmuslimtionghoa.com : 20 November 2008).
Dari riwayat tersebut. Muslim Tionghoa di Nusantara terbaur dengan penduduk
setempat. Tetapi ketika kolonial Belanda menginjakkan kakinya di Nusantara dan
sesuai dengan politik pecah belah (devide et impera) mereka membagi penduduk
menjadi tiga golongan etnik Tionghoa termasuk golongan Timur Asing dan pribumi
(Inlander) yang mayoritas beragama Islam dberi Fasilitas tertentu dan sistem
politiknya pun dibedakan dengan golongan pribumi. Hal ini membuat etnik Tionghoa
menjadi
terpisah
dengan
penduduk
muslimtionghoa.com : 20 November 2008).
setempat
(http://mencarijejakdakwah
39
Berdasarkan peraturan kolonial Belanda, mereka yang mengikuti tradisi, adat istiadat
suatu golongan menjadi golongan tersebut. Islam mengatur etnik Tionghoa melebur
dan manjadi bagian pribumi atau masyarakat setempat (http://mencarijejakdakwah
muslimtionghoa.com : 20 November 2008).
C. Muslim Etnik Tionghoa dan Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).
Komunitas muslim etnik Tionghoa di Indonesia terkumpul dalam sebuah wadah
organisasi bernama PITI adalah singkatan dari Persatuan Islam Tionghoa Indonesia.
PITI merupakan organisasi wadah komunitas muslim etnik Tionghoa dari seluruh
nusantara, tidak terkecuali muslim etnik Tionghoa yang ada di Propinsi Lampung.
Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) didirikan pertama kali di Jakarta, pada
tanggal 14 April 1961, antara lain oleh almarhum H. Abdul Karim Oei Tjen Hien,
almarhum H. Abdusomad Yap A Siong dan almarhum Kho Goan Tjin. PITI didirikan
pada waktu itu, sebagai tanggapan atas saran Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah
yaitu almarhum KH. Ibrahim kepada almarhum H. Abdul Karim Oei bahwa untuk
.menyampaikan agama Islam kepada etnik Tionghoa harus dilakukan oleh etnik
Tionghoa itu sendiri yang beragama Islam.
Organisasi ini memiliki tujuan untuk mempersatukan kaum muslimin Tionghoa di
Indonesia dalam satu wadah, sehingga lebih berperan dalam proses persatuan bangsa.
40
Visi PITI adalah mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Islam sebagai
rahmat bagi sekalian alam). Sedangkan misi PITI didirikan adalah untuk
mempersatukan muslim Tionghoa dengan muslim Indonesia, muslim Tionghoa
dengan etnik Tionghoa non muslim dan etnik Tionghoa dengan umat Islam.
Program PITI adalah menyampaikan tentang dakwah Islam khususnya kepada
masyarakat keturunan Tionghoa dan pembinaan dalam bentuk bimbingan kepada
muslim Tionghoa dalam menjalankan syariah Islam baik di lingkungan keluarganya
yang masih non muslim dan persiapan berbaur dengan umat Islam di lingkungan
tempat tinggal dan pekerjaannya, serta pembelaan/ perlindungan bagi mereka yang
karena masuk agama Islam, untuk sementara mempunyai masalah dengan keluarga
dan lingkungannya. Sampai dengan saat ini, agama Islam tidak dan belum menarik
bagi masyarakat keturunan Tionghoa karena dalam pandangan mereka, agama Islam
identik dengan kemunduran, kemalasan, kebodohan, kekumuhan, pemaksaan dan
kekerasan (radikal dan teroris).
a. Sejarah Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Propinsi Lampung
PITI hadir di Lampung pada tahun 1970-an, namun keberadaannya tidak
diketahui banyak oleh masyarakat Lampung khususnua muslim etnik Tionghoa
sendiri. Pada tahun 1987 atas dukungan, dorongan, dan koordinasi beberapa
tokoh muslim yang simpati dengan PITI, diantaranya Hi. Muswardi Taher beliau
adalah salah satu ketua Yayasan Pendidikan Al- Azhar dan beberapa mualaf
41
(orang yang baru masuk agama Islam) keturunan Tionghoa yang tersebar di
beberapa daerah seperti Bandar Lampung, Metro, Pringsewu dan Talang Padang
sepakat untuk membentuk Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PITI Lampung.
Pada tanggal 19 Juli 1987 dilaksanakan Musyawarah Wilayah (Muswil) PITI
Lampung yang pertama bertempat di Wisma Pertiwi Pahoman Bandar Lampung
yang menetapkan Hi. Muswardi Taher sebagai ketua umum.
Setelah terpilihnya pengurus DPW PITI Lampung organisasi PITI berjalan.
Langkah awal yang dilakukan diantaranya adalah pendataan warga muslim etnik
Tionghoa bekerjasama dengan camat dan lurah se Bandar Lampung,
pembentukan DPD PITI Lampung Tengah dan Lampung Selatan (sebelum
pemekaran), dan silaturahmi ke pengurus DPP PITI di Jakarta. Selain itu juga
dilakukan pengajian rutin, terlibat aktif dalam rehabilitasi gempa Liwa, memberi
bantuan modal usaha, membentu program pengislaman bagi non Islam yang
berkeinginan masuk Islam, dan aktif dalam menyikapi kondisi sosial
kemasyarakatan.
Awal kepengurusan yang bergairah tersebut ternyata belum bisa menunjukkan
keteraturan berorganisasi. Selama rentan tahun 1987 -2002 tidak terjadi
pergantian kepengurusan layaknya regenerasi di sebuah organisasi. Sekalipun
dari awal pengurus berupaya maksimal di tengah-tengah kesibukan masing-
42
masing untuk menggerakkan roda organisasi. Sampai dilakukannya Muktamar
PITI II di Jakarta pada tahun 2000 yang disebut sebagai Muktamar Milenium.
Atas permintaan dan dorongan dari Dewan Pimpinan Pusat PITI yang terbentuk
dari hasil Muktamar Milenium melalui Sekretaris Jendral DPP PITI Hi. Eddy
Sulaeman kepada pengurus DPW PITI Lampung untuk menyelenggarakan
Musyawarah Koordinator Wilayah (Muskorwil) II PITI Lampung. Maka pada
tanggal 9 Juni 2002 diselenggarakan Muskorwil PITI Lampung bertempat di
Aula Kanwil Departemen Agama Propinsi Lampung. Muskorwil menunjuk
Mu’min Shiddiq Lie Kie Liong sebagai ketua umum DPW PITI Lampung
periode 2002-2005.
b. Asas, Tujuan dan Kegiatan PITI
Sebagai organisasi Islam, PITI berasaskan Islam dan bertujuan membentuk
kepribadian yang Islami di mana tergambar sosok pribadi yang taat, tunduk, dan
patuh kepada Allah SWT. Untuk mencapai tujuan tersebut, PITI melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1. Memberi bimbingan ajaran agama Islam bagi anggotanya,
2. Menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kasih sayang kepada umat
manusia,
3. Mengadakan hubungan serta kerjasama dengan organisasi Islam lainnya untuk
bersama-sama mewujudkan Ukhuwah Islamiyah,
43
4. Mendorong dan menggalakkan usaha di bidang pendidikan, sosial, ekonomi,
budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa manfaat bagi umat
manusia.
D. Jumlah Muslim Etnik Tionghoa di Propinsi Lampung
Berdasarkan pendataan dari PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) di Propinsi
Lampung tahun 2005, jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa adalah sebanyak 186
orang. Jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa ini terbagi berdasarkan jenis
kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan. Berikut merupakan jumlah penduduk
muslim etnik Tionghoa berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 1. Data jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa berdasarkan jenis kelamin
DATA JUMLAH PENDUDUK MUSLIM ETNIK TIONGHOA
BERDASARKAN JENIS KELAMIN
No.
Jenis Kelamin
Jumlah
1.
Laki-laki
126
2.
Perempuan
60
Jumlah Penduduk
186
Sumber : PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) Propinsi Lampung tahun 2005.
Berdasarkan tabel di atas jumlah jenis kelamin laki-laki muslim etnik Tionghoa yang
terdata pada PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) tahun 2005 adalah sebanyak
126 orang, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jenis kelamin perempuan
muslim etnik Tionghoa yang hanya berjumlah 60 orang.
44
Berdasarkan pendataan dari PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) tahun 2005,
jumlah penduduk muslim etnik Tionghoa di Propinsi Lampung sebanyak 186 orang
tersebut tersebar di beberapa kecamatan dan daerah-daerah yang ada di Propinsi
Lampung. Berdasarkan data PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) tersebut
tercatat jumlah muslim etnik Tionghoa pada Kecamatan Telukbetung Selatan Bandar
Lampung lebih banyak dibandingkan di Kecamatan atau daerah-daerah lainnya yang
ada di Propinsi Lampung.
Tabel 2. Data Jumlah muslim etnik Tionghoa berdasarkan daerah atau kecamatan di
Propinsi Lampung
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
DATA JUMLAH PENDUDUK MUSLIM ETNIK TIONGHOA
BERDASARKAN DAERAH ATAU KECAMATAN DI PROPINSI
LAMPUNG
Daerah atau Kecamatan
Jumlah
Sukarame
Telukbetung Selatan
Telukbetung Utara
Tanjungkarang (Pusat, Timur dan Barat)
Rajabasa
Telukbetung Barat
Kedaton
Pringsewu
Metro
Way Halim
Kemiling
Talang Padang
Gedong Tataan
Kotabumi
Lampung Timur dan Lampung Tengah
Lampung Selatan
Jumlah
Sumber : PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia) Propinsi Lampung tahun 2005.
17
26
19
43
10
9
11
15
10
3
3
4
1
1
4
10
186
45
E. Gambaran Umum Kecamatan Telukbetung Selatan
1. Sejarah Singkat Kecamatan Telukbetung Selatan
Kecamatan Telukbetung Selatan adalah salah satu Kecamatan yang tertua dalam
wilayah Kota Bandar Lampung, yang pada saat itu Pemerintah Kota Bandar lampung
masih bernama Kotamadya Tanjung Karang Teluk Betung, dengan 4 (empat)
Wilayah Pemerintahan Kecamatan, yaitu : Kecamatan Telukbetung Utara, Kecamatan
Tanjungkarang Timur, Kecamatan Tanjungkarang Barat dan Kecamatan Telukbetung
Selatan
Kecamatan Telukbetung Selatan pada waktu itu membawahi 6 (enam) Pemerintahan
Kelurahan diantaranya : Kelurahan Sukaraja, Kelurahan Bumi Waras, Kelurahan
Teluk Betung, Kelurahan Kangkung, Kelurahan Pesawahan dan Kelurahan Gedong
Pakuon Talang.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1982 Tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Tanjung Karang Teluk Betung dan Peraturan Pemerintah No.24
tahun 1983 Tentang Perubahan Nama Kotamadya Tanjung Karang Teluk Betung
menjadi Kotamadya Bandar Lampung. Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II
(dua) Bandar Lampung dimekarkan menjadi 9 (sembilan) Pemerintahan Kecamatan
yaitu Kecamatan : Tanjungkarang Pusat, Tanjungkarang Barat, Tanjungkarang
Timur, Telukbetung Barat, Telukbetung Utara, Telukbetung Selatan, Panjang,
46
Kedaton dan Sukarame. Sedangkan Kecamatan Telukbetung Selatan dari 6 (enam)
Kelurahan dimekarkan menjadi 9 (sembilan) Kelurahan, dengan pemecahan
Kelurahan yang ada di Wilayah Telukbetung Selatan yaitu :
1.Kelurahan Gedong Pakuon Talang dipecahkan menjadi 2 (dua) Kelurahan yaitu
: Kelurahan Talang dan Kelurahan Gedong Pakuon.
2.Kelurahan Bumi Waras dipecah menjadi 2 (dua) Kelurahan yaitu : Kelurahan
Bumi Waras dan Kelurahan Pecoh Raya.
3.Kelurahan Sukaraja dibagi menjadi 2 (dua) Keluraha yaitu : Kelurahan Sukaraja
dan Kelurahan Garuntang.
Pada akhir tahun 2001 kembali ada pemekaran wilayah berdasarkan Peraturan Derah
Kota Bandar Lampung No.4 Tahun 2001. Telukbetung Selatan memiliki tambahan 2
(dua) Kelurahan sehingga menjadi 11 (sebelas) Kelurahan (Kelurahan Way Lunik
dan Kelurahan Ketapang yang merupakan panambahan dari Wilayah Kecamatan
Panjang ).
2. Kondisi Geografis
1. Letak Geografis
Kecamatan Teluk Betung Selatan adalah merupakan sebagian wilayah Kota Bandar
Lampung, dengan luas wilayah 1.063 Ha, dan berbatasan dengan :
47
1.Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Utara dan
Kecamatan Tanjung Karang Timur
2.Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung
3.Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Panjang
4.Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat
Kecamatan Teluk Betung Selatan secara geografis merupakan wilayah pantai yang
membujur dari Timur kearah barat Pantai Teluk Lampung.
2. Keadaan Topografi
Kecamatan Telukbetung Selatan secara Topografis mempunyai wilayah yang relatif
datar, terutama bagian yang menyusuri pantai dan sebagian kecil mempunyai wilayah
perbukitan atau bergelombang, terutama dibagian utara wilayah Kecamatan
Telukbetung Selatan.
Kecamatan Telukbetung Selatan mempunyai struktur tanah berwarna merah
kehitaman dan sedikit jenis padsilik serta latosol berkatagori sedang.
3. Penduduk dan Mata Pencaharian
Berdasarkan Monografi Kecamatan Telukbetung Selatan, angka proyeksi tahun 2009
jumlah penduduk Kecamatan Telukbetung Selatan mencapai 86.188 jiwa. Jumlah
penduduk ini terbagi berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Jumlah
penduduk laki-laki di Kecamatan Telukbetung Selatan ini lebih besar dibandingkan
48
dengan jumlah penduduk perempuan. Berikut merupakan jumlah penduduk
Kecamatan Telukbetung Selatan berdasarkan klasifikasi jenis kelamin.
Tabel 3. Jumlah penduduk di Kecamatan Telukbetung Selatan berdasarkan Jenis
Kelamin
DATA JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
No.
Jenis Kelamin
1.
Laki-laki
2.
Perempuan
Jumlah Penduduk
Jumlah
43.128
43.060
86.188
Sumber : Monografi Kecamatan Telukbetung Selatan tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas jumlah jenis kelamin laki-laki di Kecamatan Telukbetung
Selatan adalah 43.128 jiwa, lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk
perempuan yang hanya berjumlah 43.060 jiwa.
Selain memiliki penduduk yang cukup ramai, Kecamatan Telukbetung Selatan pun
memiliki beberapa potensi yang dapat dikembangkan, seperti adanya areal perbukitan
dan pabrik, sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah buruh
(Monografi Kecamatan Telukbetung Selatan).
Berikut ini merupakan tabel jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dari
masyarakat Kecamatan Telukbetung Selatan :
Download