PENGARUH MASSAGE ABDOMINAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KONSTIPASI PADA PASIEN YANG MENJALANI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO YOGYAKARTA Siwi Ikaristi Maria Theresia1, Fransisca Anjar Rina Setyani2, Arimbi Karunia Estri3 1,2,3 Akper Panti Rapih Yogyakarta ABSTRACT Constipation is one of defecation disorder that can happen to in patients who experience decline activities (bed rest). It is caused by declining muscle tonicity to execrate feces from rectum and declining blood circulation of digestive system which effects on the declining of intestinal peristaltic. The purpose of this research is to identify abdominal massage effects in order to avoid constipation to patients who are hospitalized at Panti Nugroho Hospital. This research used Quasi experimental post-test only non-equivalent control group design. As samples, there were 36 respondents which devided into 18 intervention respondents and 18 control respondents. Intervention was abdominal massage technique with PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu gangguan pola eliminasi defekasi adalah konstipasi. Menurut Djojoningrat (2006) dalam Sudoyo, (2006) mendefinisikan konstipasi adalah gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi defekasi, sensasi tidak puas atau tidak lampiasnya buang air besar, terdapat rasa sakit, perlu ekstra mengejan atau feses yang keras, proses defekasi dapat terjadi kurang dari 3 kali seminggu atau lebih dari 3 hari tidak defekasi. Pada pasien yang menjalani rawat inap di Rumah effleurage technique for 15 minutes a day and it was done continued for three days. Instruments were defecation assessment, Constipation Assessment Scale (CAS) and assessment for affecting defecation factors. The result of t-independent test showed that there was a significant differences on constipation score between intervention and control groups (p value = 0,015). The result of this reseach can be used as the source of information and consideration for nurses when providing nursing care to in patient to maintain regularity of elimination defecation patterns. Key words: abdominal massage, effleurage technique, constipation and constipation score. Sakit, pasien akan mengalami pembatasan aktivitas (bedrest) yang disebabkan oleh penurunan kondisi kesehatan, dimana hal ini akan menurunkan aktivitas fisik. Penurunan aktivitas fisik reguler akibat bedrest dapat menurunkan tonusitas otot yang diperlukan untuk mengeluarkan feces dari dalam rectum, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi otot abdominal dan otot pelvis sehingga akan memperlama pasase feces (Folden, et al., 2002). 17 Saat ini terapi laksativ merupakan salah satu medical management untuk mengatasi konstipasi. Menurut Sinclair, (2010) penggunaan laksatif dalam jangka waktu yang lama justru akan menyebabkan masalah konstipasi dan fecal impaction. Salah satu terapi komplementer yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah konstipasi adalah dengan melakukan massage abdominal. Massage abdominal merupakan salah satu management keperawatan untuk mengatasi konstipasi yang sudah dilakukan sejak tahun 1870 dan pada perkembangannya, massage abdominal merupakan intervensi yang efektif untuk mengatasi konstipasi tanpa menimbulkan efek samping. Mekanisme massage abdominal dapat menurunkan kejadian konstipasi belum dapat dipahami sepenuhnya, kemungkinan disebabkan oleh adanya efek kombinasi dari stimulasi dan relaksasi. Tekanan secara langsung pada dinding abdomen secara berurutan dan kemudian diselingi dengan waktu relaksasi dengan cepat dapat meningkatkan reflek gastrokolik dan meningkatkan kontraksi dari intertinal dan rectum ( Brooks, et al., 2004, dalam Sinclair, 2010). Massage abdominal dapat menurunkan konstipasi melalui beberapa mekanisme yang berbedabeda antara lain dengan: menstimulasi sistem persyarafan parasimpatis sehingga dapat menurunkan tegangan pada otot abdomen, meningkatkan motilitas pada sistem pencernaan, meningkatkan sekresi pada sistem intestinal serta memberikan efek pada relaksasi sfingter (Lamas, 2009 dalam Sinclair, 2010). Penelitian mengenai massage abdominal untuk menurunkan kejadian konstipasi sudah banyak dilakukan, intervensi ini juga tidak menimbulkan efek samping, namun intervensi massage abdominal belum dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Panti Nugroho. Oleh karena itu, penulis ingin menerapkan intervensi massage abdominal pada pasien yang mengalami imobilisasi fisik dalam upaya menjaga keteraturan pola eliminasi defekasi di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta. Rumusan Masalah Bagaimana dampak massage abdominal dalam upaya pencegahan konstipasi pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta? Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi dampak massage abdominal dalam upaya pencegahan konstipasi pada pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Nugroho. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Nugroho berdasarkan usia, jenis kelamin, asupan serat, asupan cairan, dan pola eliminasi defekasi (frekuensi dan konsistensi feces) selama menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Nugroho. b. Menganalisis skor konstipasi pada pasien rawat inap yang diberikan intervensi standar dengan pasien rawat inap yang diberikan intervesi standar ditambah dengan massage abdominal untuk mencegah konstipasi. c. Mengidentifikasi hubungan variabel konfonding (usia, asupan cairan, asupan serat) dengan skor konstipasi pasien yang menjalani rawat inap yang diberikan intervensi standar ditambah dengan massage abdominal. 18 METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperimental post test only non equivalent control group, dimana dalam penelitian ini membandingkan perbedaan kejadian konstipasi pada pasien rawat inap yang terdapat dalam kelompok kontrol setelah pemberian intervensi standar dan kelompok intervensi setelah pemberian intervensi standar ditambah dengan pemberian terapi komplementer massage abdominal. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang di rawat di Ruang Perawatan Timur Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta pada bulan Agustus – Oktober 2014. Sampel Cara pemilihan sampel penelitian dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling dengan menggunakan teknik pengambilan sampel consecutive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah pasien yang menjalani rawat inap di Ruang Rawat Inap Timur Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta, yang memenuhi kriteria inklusi: 1) Pasien mendapatkan diit yang mengandung serat. 2) Pasien yang mulai hari pertama sampai dengan hari berakhirnya dilakukan intervensi dirawat di Ruang Rawat Inap Timur. 3) Tidak mengalami penurunan kesadaran. Pasien yang menjadi kriteria eksklusi adalah: 1) Pasien yang mendapatkan terapi laksativ. 2) Pasien dengan tumor pada area abdominal. 3) Pasien yang mengalami obstruksi illeus. 4) Pasien yang mengalami netropenia. 5) Pasien yang mengalami perdarahan pada intestinal. 6) Pasien yang mendapatkan terapi radiasi pada area abdomen. 7) Pasien yang mengalami tindakan pembedahan pada area abdomen. Penghitungan besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap dua mean pada dua kelompok independen (Sastroasmoro & Ismael, 2010). Berdasarkan penghitungan besar sampel dengan menggunakan rumus perbedaan dua mean pada dua kelompok independen, didapatkan besar sampel sebanyak 33 responden. Untuk mengantisipasi kemungkinan drop out, maka besar sampel ditambah sebanyak 4 orang, sehingga besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 36 responden yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu 18 pada kelompok kontrol dan 18 pada kelompok intervensi. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Timur Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta. Waktu Penelitian 19 Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 11 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2014. Instrumen Pengumpulan Data 1. Format pengkajian defekasi. 2. Format CAS (Constipation Assessment Scale). 3. Format pengkajian faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi defekasi. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Mengajukan perijinan untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta. 2. Peneliti melakukan demonstrasi teknik massage abdominal kepada perawat yang akan menjadi asisten peneliti dan kepala bidang keperawatan. Selanjutnya, peneliti meminta 1 perawat yang akan menjadi asisten peneliti untuk meredemonstrasikan teknik massage abdominal yang sudah diajarkan oleh peneliti. 3. Peneliti melakukan pemilihan responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Peneliti melakukan pendekatan pada pasien, memberikan informasi mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang dilakukan kemudian meminta pasien untuk menjadi responden dalam penelitian dengan menandatangani informed consent. 4. Peneliti mengisi format pengkajian defekasi pasien dengan melakukan wawancara dengan responden sesuai dengan pertanyaan yang terdapat pada instrument penelitian. 5. Responden dikelompokkan menjadi 2, dimana kelompok 1 adalah HASIL kelompok intervensi yang mendapat intervensi standar ditambah massage abdominal selama 3 hari berturut, sedangkan kelompok 2 adalah kelompok kontrol. Teknik Massage abdominal yang dilakukan pada kelompok intervensi adalah tehnik efflurage yaitu dengan melakukan pemijatan dengan arah keatas pada kolon accenden, pemijatan melintang pada kolon tranversum dan pemijatan dengan arah kebawah pada kolon decenden, selain itu pemijatan juga dilakukan secara sirkular searah dengan jarum jam pada area intestinal. Pemijatan dilakukan selama 15 – 20 menit setiap hari selama lima hari berturut-turut. Peneliti menggunakan coconut oil untuk menghindari nyeri pada saat dilakukan massage abdominal. 6. Melakukan evaluasi score konstipasi pada hari ketiga dengan menggunakan format pengkajian CAS (Constipation Assessment Scale). 7. Selain mengobservasi pola eliminasi defekasi pasien, peneliti juga melakukan observasi asupan serat dan asupan cairan. Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendiskripsikan setiap variabel penelitian, yaitu dengan distribusi frekuensi dan distribusi proporsi. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu melihat perbedaan skor konstipasi pada responden kalompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberikan intervensi dengan menggunkaan uji Independen T-test. 20 Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Usia Di Ruang Rawat Inap Timur RS Panti Nugroho Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kelompok usia Kelompok intervensi n % Kelompok Kontrol n % Total n % Dewasa 9 50% 12 66,7% 21 58,3% Lansia 9 50% 6 33,3% 15 41,6% Total 18 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 responden kelompok kontrol, prosentase usia dewasa lebih banyak yaitu 66,7% (12 responden) bila dibandingkan dengan usia lansia. Pada kelompok intervensi, prosentase usia 100% 18 100% 36 100% lansia dan dewasa adalah sama yaitu 50% (9 orang responden). Total prosentase responden kategori usia dewasa lebih banyak bila dibandingkan dengan kategori usia lansia, yaitu sebanyak 58,3% (21 responden). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Usia Responden Kelompok Kontrol dan Intervensi Di Ruang Rawat Inap Timur RS Panti Nugroho Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kelompok responden Kontrol n Mean SD 21,01 MinimumMaksimum 16 - 81 18 48,06 Intervensi 18 58,17 37,60 – 58,51 15,76 16 - 81 50,33 – 66,01 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 responden kelompok kontrol, rata-rata usia responden adalah 48,06. Usia yang paling muda pada kelompok kontrol adalah 16 tahun, sedangkan usia yang paling tua adalah 81 tahun. Pada kelompok kontrol, diyakini rata-rata usia responden berada antara 37,60 – 95% CI 58,51 (α= 0,05). Pada kelompok intervensi, rata-rata usia responden adalah 58,17 tahun. Usia yang paling muda adalah 16 tahun dan usia yang paling tua adalah 81 tahun. Pada kelompok intervensi, diyakini rata-rata usia responden berada antara 50,33 – 66,01 (α= 0,05). 21 Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Rawat Inap Timur RS Panti Nugroho Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Jenis Kelamin Kelompok intervensi n % Kelompok Kontrol N % Total n % Laki-laki 8 44,4% 8 44,4% 16 44,4% Perempuan 10 55,6% 10 55,6% 20 55,6% Total 18 100% 100% 100% Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar proporsi jenis kelamin pada kelompok intervensi dan kelompok adalah perempuan yaitu 18 36 sebesar 55,6% (10 responden). Total prosentase responden yang paling banyak berjenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 55,6% (20 responden). Diagram 1 Distribusi Diagnosa Medis Responden Kelompok Kontrol dan Intervensi Di Ruang Rawat Inap Timur RS Panti Nugroho Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Hasil penelitian menunjukkan bahwa diagnosa medis responden kelompok kontrol dan intervensi adalah Stroke dan Diabetes Mellitus (DM). Jumlah responden kelompok kontrol dan intervensi dengan diagnosa medis stroke sebanyak 11 responden, sedangkan jumlah responden kelompok kontrol dan intervensi dengan diagnosa medis DM adalah sebanyak 7 responden. 22 Tabel 4 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Asupan Serat Selama 24 Jam Inap di Ruang Rawat Inap Timur RSPN 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kelompok n responden Kontrol 18 Mean MinimumMaksimum 228,22 37,673 108-325 209,71 – 252,29 Intervensi 215,22 215,22 108-300 184,81 – 234,52 18 SD Hasil penelitian menunjukkan, 16 responden pada kelompok kontrol, ratarata asupan serat dalam 24 jam adalah sebanyak 228,22 gr. Diyakini rata-rata asupan serat responden pada kelompok kontrol berada antara 209,71 – 252,29 (α= 0,005). Hasil penelitian dari 16 95% CI responden pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa rata-rata asupan serat dalam 24 jam sebanyak 215,22 gr. Diyakini rata-rata asupan serat responden pada kelompok intervensi berada antara 184,81 – 234,52 (α= 0,005). Tabel 5 Distribusi Responden Penelitian Berdasarkan Asupan Cairan Selama Menjalani Rawat Inap di Ruang Ranap Timur RSPN 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kelompok Kategori asupan intervensi cairan n % Kelompok Kontrol n % Total n % < 1500 cc/24 jam 1 5,6% 0 0 1 5,6 % ≥ 1500 cc/24 jam 17 94,4% 18 100 35 94,6% Total 18 100% 100% 36 100% Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 responden pada kelompok kontrol, didapatkan proporsi responden dengan asupan cairan ≥ 1500 cc/ 24 jam lebih banyak yaitu 18 sebesar 100% (18 responden). Demikian juga pada kelompok intervensi, proporsi responden dengan asupan cairan ≥ 1500 cc/ 24 23 jam lebih banyak yaitu sebesar 94,4% (17 responden). Tabel 6 Distribusi Skor CAS (Constipation Assaement Scale) Responden di Ruang Rawat Inap Timur RSPN Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kelompok responden Kontrol Intervensi n Mean SD Min - Max 95% CI 18 3,22 1,16 1-6 2,64 – 3,80 18 2,17 1,29 1-5 1,52 – 2,81 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 responden pada kelompok kontrol, rata-rata skor CAS responden adalah 3,22. Skor yang paling sedikit adalah 1, sedangkan skor yang paling banyak adalah 6. Diyakini ratarata pola eliminasi menurut tabel 5.5, selanjutnya skor pola eliminasi defekasi dikategorikan Mean diff 1,056 menjadi 3 kelompok, yaitu: kategori 1 bila jumlah skor 0, artinya pasien mengalami konstipasi; kategori 2 apabila jumlah skor 1-3, artinya pasien beresiko mengalami konstipasi; kategori 3 apabila jumlah skor >3, artinya pasien tidak mengalami konstipasi. Tabel 7 Rata-Rata Frekuensi Defekasi Responden Selama 3 hari Observasi di Ruang Rawat Inap RSPN Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kelompok responden Kontrol n Mean SD 18 0,28 0,461 MinimumMaksimum 0-1 Intervensi 18 0,67 0,485 0-1 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi defekasi responden kelompok intervensi selama 3 hari perawatan adalah 0,67. Mean Diff 0,389 Sedangkan rata-rata frekuensi defekasi responden kelompok kontrol selama 3 hari perawatan adalah 0,28. 24 Diagram 2 Distribusi Konsistensi Feces Responden Kelompok Kontrol dan Intervensi Di Ruang Rawat Inap Timur RSPN Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Konsistensi Feces Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden pada kelompok intervensi dan kontrol yang mengalami defekasi, sebagian besar konsistensi fesesnya lembek, namun responden dengan konsistensi feses lembek jumlahnya pada kelompok kontrol lebih sedikit bila dibandingkan dengan kelompok intervensi. Analisis Bivariat Tabel 8 Analisis Perbedaan Skor Konstipasi Pada Responden Kelompok Kontrol dan Intervensi di Ruang Rawat Inap Timur RSPN Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Variabel Scor Konstipasi Kelompok n responden Mean SD SE Mean t diff Kontrol 18 3,22 1,166 0,275 Intervensi 18 2,17 1,295 0,305 1,056 p value 2,570 0,015 25 Hasil analisa data perbedaan skor konstipasi pada pasien kelompok kontrol dan intervensi menunjukkan p value = 0,015 < 0,05 artinya Ho ditolak, ada perbedaan skor konstipasi pada pasien yang mendapatkan intervensi massage abdominal dengan responden yang tidak dilakukan massage abdominal Tabel 9 Hubungan Usia Dengan Skor Konstipasi Responden di Ruang Rawat Inap RSPN Yogyakrata 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kategori Usia Dewasa Lansia 9 Skor Defekasi Mean SD 2,22 1,641 Kontrol 12 3,17 1,33 Intervensi 9 2,11 0,928 Kontrol 6 3,33 0,816 Kelompok Responden Intervensi Hasil analisis data menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kategori usia dewasa dengan skor pola eliminasi defekasi pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,785 ; α = 0.05). Demikian pula pada kategori usia lansia, didapatkan tidak ada n P Value 0,785 0,862 perbedaan yang signifikan antara usia lansia dengan skor pola eliminasi defekasi pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,862 ; α = 0.05). Artinya usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan skor konstipasi. Tabel 10 Hubungan Asupan Cairan Dengan Skor Konstipasi Pada Responden di Ruang Rawat Inap RSPN Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Kategori Asupan Cairan Dalam 24 jam < 1500 cc ≥ 1500 cc Skor Defekasi Kelompok Responden n Intervensi Mean SD 7 1,57 0,78 Kontrol 3 3,00 1,00 Intervensi 11 2,55 1,440 P value 0,123 0,000 26 Kontrol Hasil analisis data menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan cairan <1500 cc dengan skor pola eliminasi defekasi antara kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,123 ; α = 0.05). Sedangkan pada asupan cairan ≥1500cc didapatkan perbedaan yang signifikan skor pola eliminasi 15 3,27 1,22 defekasi pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,000 ; α = 0.05). Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa intake cairan ≥1500cc memiliki hubungan yang signifikan dengan skor pola eliminasi defekasi pada responden kelompok kontrol dan intervensi. Tabel 11 Hubungan Asupan Serat Dengan Skor Konstipasi Pada Responden di Ruang Rawat Inap RSPN Yogyakarta 11 Agustus – 30 Oktober 2014 (n=36) Variabel Kelompok Responden Kontrol r p value 0,16 0,951 0,365 0,136 Asupan serat Intervensi Hasil analisa data dari 18 responden pada kelompok intervensi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan skor konstipasi pada responden kelompok intervensi yang diberikan intervensi standar ditambah dengan massage abdominal (p value = 0,136 ; α = 0.05). Hasil penelitian dari 18 responden pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan skor konstipasi responden yang diberikan intervensi standar (p value = 0,951 ; α = 0.05). PEMBAHASAN 1. Karakteristik responden Karakteristik responden berdasarkan usia didapatkan bahwa total prosentase responden kategori usia dewasa lebih banyak bila dibandingkan dengan usia lansia yaitu 58,3%. Kategori usia dewasa pada penelitian ini adalah 25 – 60 27 tahun, rata-rata usia responden pada kelompok kontrol adalah 48,06 tahun sedangkan pada kelompok intervensi adalah 58,17 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan skor konstipasi, hal ini sesuai dengan Lamas (2009) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa usia tidak berpengaruh secara signifikan dalam kejadian konstipasi meskipun menurut Orozco (2012) bahwa semakin meningkatnya usia maka akan terjadi peningkatan penumpukan kolagen di kolon desenden yang mengakibatkan penurunan motilitas usus (Orozco et al, 2012). Karakteristik responden berdasarkan pola eliminasi defekasi didapatkan data hasil observasi selama 3 hari berturut-turut, responden kelompok intervensi yang bisa defekasi selama menjalani rawat inap (3 hari) adalah sebanyak 12 responden dan 5 orang responden tidak bisa defekasi selama menjalani 3 hari perawatan di RS. Sedangkan pada kelompok kontrol, hanya 4 responden saja yang bisa defekasi selama 3 hari observasi sebagian besar responden (14 responden) tidak bisa defekasi selama menjalani 3 hari perawatan di RS. Karakteristik ratarata frekuensi defekasi responden selama 3 hari observasi adalah 0,28 pada kelompok kontrol dan 0,67 pada kelompok intervensi. Hasil analisa data menunjukkan bahwa kelompok kontrol berisiko lebih besar mengalami konstipasi, karena selama menjalani perawatan 3 hari di Rumah Sakit, responden tidak mampu untuk defekasi. Semakin lama feces berada di dalam rectum, maka absorbsi air menjadi semakin lebih banyak, sehingga feces menjadi semakin keras dan semakin sulit untuk dikeluarkan sehingga risiko konstipasi menjadi lebih besar (Black & Hawks, 2009). Kemampuan responden untuk defekasi juga akan berhubungan dengan konsistensi feces (Sudoyo, 2006). Data hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi, 11 responden yang mampu defekasi menunjukkan konsistensi feces lembek sedangkan 1 orang pasien menunjukkan konsistensi feces yang keras. Sehingga hal ini menunjukkan kemampuan responden untuk defekasi juga akan berhubungan dengan konsistensi feces. Karakteristik responden berdasarkan asupan serat selama 24 jam pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi didapatkan hasil bahwa rata-rata serat yang dikonsumsi oleh kelompok kontrol adalah sebanyak 228,22 gr/hr, sedangkan pada kelompok intervensi sebanyak 215,22 gr/hr. Menurut Kyle (2014) bahwa asupan serat yang kurang beresiko terjadinya konstipasi karena fungsi dari serat dalam proses pencernaan adalah untuk membantu dalam stimulasi peristaltik usus sehingga mempercepat pengosongan isi usus. Menurut Fernandez & Banares (2006), intake serat yang dianjurkan untuk dikonsumsi sehari- hari adalah sebanyak 25 gram per hari. Hasil analisa data menunjukkan bahwa, rata-rata asupan serat yang dikonsumsi pasien selama menjalani rawat inap adalah sudah sesuai 28 dengan asupan serat yang di rekomendasikan. Karakteristik responden berdasarkan asupan cairan selama 24 jam pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebagian besar adalah ≥ 1500 cc/24 jam, dimana proporsi pada kelompok kontrol adalah sebesar 100 %, sedangkan pada kelompok intervensi adalah sebesar 94,6 %. Ketidakdekuatan intake cairan mengakibatkan responden berisiko mengalami konstipasi ditandai dengan distribusi feces yang keluar sedikit disertai dengan konsistensi feces yang keras. Intake cairan yang dianjurkan adalah sebanyak 1500 ml/ hari atau setara dengan 30 ml/ Kg berat badan (Kyle, 2014). Dari hasil analisa data dapat disimpulkan bahwa rata-rata asupan cairan pasien selama menjalni rawat inap adalah cukup (sesuai dengan yang dianjurkan). Hasil uji statistik lanjut menunjukkan bahwa rata-rata asupan cairan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi memiliki homogenitas yang sama (homogen). Kesetaraan asupan cairan responden ini dikarenakan responden kelompok kontrol dan intervensi sebagian besar tidak mendapatkan pembatasan cairan selama rawat inap, hanya 3 orang responden saja yang mengalami pembetasan minum yaitu pasien yang mengalami gagal jantung (Congestif Heart Failure). 2. Skor konstipasi pada responden kelompok kontrol dan intervensi Hasil statistik lebih lanjut menyimpulkan ada perbedaan yang signifikan skor konstipasi antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi, artinya pelaksanaan massage abdominal berdampak terhadap pencegahan konstipasi pada pasien yang menjalani rawat inap (p value = 0,015; α = 0.05). Hasil penelitian terkait dengan pengaruh pelaksanaan massage abdominal terhadap pencegahan konstipasi adalah penelitian oleh Lamas (2009) pada bulan Januari 2005 - Maret 2007 dengan metode randomised controlled trial pada 60 responden yang mengalami konstipasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mendapatkan terapi laxativ ditambah dengan massage abdominal mengalami peningkatan frekuensi defekasi, hilangnya ketidaknyamanan di abdomen, distensi abdomen berkurang dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan terapi laksatif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lai et al (2010), menunjukkan bahwa aroma massage abdominal yang dilakukan pada pasien dengan kanker terbukti efektif untuk mencegah konstipasi hal ini ditunjukkan dengan penurunan constipation assesment scale (CAS) secara signifikan pada kelompok intervensi yang dilakukan massage abdominal dibandingan dengan kelompok kontrol yang hanya diberikan intervensi standar pencegahan kontipasi. Massage abdominal efektif mencegah konstipasi karena mekanisme kerjanya mampu menstimulasi sistem persyarafan parasimpatis sehingga dapat menurunkan tegangan pada otot abdomen, meningkatkan motilitas pada sistem pencernaan, meningkatkan sekresi pada sistem intestinal serta memberikan efek 29 pada relaksasi sfingter (Lamas, 2009). Teknik massage abdominal yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik efflurage dan pada saat pelaksanaan massage abdominal dengan teknik efflurage pasien merasa nyaman dan tidak ada keluhan yang berarti dari pasien. Menurut Sinclair (2010) terdapat beberapa teknik yang digunakan saat melakukan massage abdominal yaitu dengan memberikan penekanan secara perlahan pada dinding abdomen, penekanan yang dilakukan terdiri dari: stroking, effleurage, kneading dan vibration. Beberapa penelitian tentang massage abdominal menggunakan beberapa teknik yang berbeda yaitu seperti Lamas et al (2009), menggunakan teknik efflurage selama 7 menit sedangkan Emly ( 2006) menggunakan moderate pressure yaitu efflurage, kneading dan vibrasi selama 15-20 menit. Massage abdominal terbukti efektif sebagai terapi komplementer untuk mengatasi konstipasi, meskipun terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan. 3. Hubungan variable konfounding dengan skor konstipasi a. Hubungan usia dengan skor konstipasi responden Hasil analisis data menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kategori usia dewasa dengan skor pola eliminasi defekasi pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,785 ; α = 0.05). Demikian pula pada kategori usia lansia, didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia lansia dengan skor pola eliminasi defekasi pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,862 ; α = 0.05). Artinya usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan skor konstipasi. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Smeltzer & Bare (2007), dimana seiring dengan peningkatan usia seseorang menyebabkan penurunan pada fungsi sistem tubuh seseorang, perubahan fungsional dan struktural akibat peningkatan usia dapat menghambat eliminasi secara sempurna. Rata-rata usia responden pada kelompok kontrol adalah 48,06 pada kelompok kontrol dan 58,17 pada kelompok intervensi. Berdasarkan rata-rata usia responden pada kelompok kontrol dan intervensi, menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah usia dewasa yang hampir memasuki masa lansia, namun frekuensi defekasi dan konsistensi feces selama dirawat di Rumah Sakit menunjukkan karakteristik yang normal, yaitu selama 3 hari observasi, responden mampu defekasi dengan konsistensi feces lembek. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor yang dapat menjaga peristaltic usus selama dirawat di Rumah Sakit, antara lain pasien mendapatkan asupan serat yang cukup, asupan cairan dan ditambah dengan massage adominal yang dilakukan secara kontinu dapat mencegah pasien mengalami konstipasi selama menjalani rawat inap. b. Hubungan asupan cairan dengan skor konstipasi responden Asupan cairan selama 24 jam pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebagian besar adalah ≥ 30 1500 cc/24 jam, dimana proporsi pada kelompok kontrol adalah sebesar 100 %, sedangkan pada kelompok intervensi adalah sebesar 94,6 %, hal ini disebabkan responden tidak mengalami pembatasan cairan, hanya responden yang mengalami gagal jantung saja yang mendapatkan pembatasan cairan minum. Hasil analisis data lebih lanjut menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara asupan cairan <1500 cc dengan skor pola eliminasi defekasi antara kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,123 ; α = 0.05). Sedangkan pada asupan cairan ≥1500cc didapatkan perbedaan yang signifikan skor pola eliminasi defekasi pada kelompok kontrol dan intervensi (p value = 0,000 ; α = 0.05). Hasil analisis data ini menunjukkan bahwa intake cairan ≥1500 cc memiliki hubungan yang signifikan dengan skor pola eliminasi defekasi pada responden kelompok kontrol dan intervensi. Kyle (2014) menyatakan bahwa, intake cairan yang dianjurkan setiap hari adalah sebanyak 1500 ml setara dengan 30 ml/ Kg berat badan. Kebutuhan cairan yang cukup diperlukan untuk menjaga konsistensi feces. c. Hubungan asupan serat dengan skor konstipasi responden Rata-rata asupan serat yang dikonsumsi oleh respoden kelompok kontrol adalah sebanyak 228,22 gr/hr, sedangkan pada kelompok intervensi sebanyak 215,22 gr/hr. Hasil analisa data lebih lanjut menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan skor konstipasi pada responden kelompok intervensi yang diberikan intervensi standar ditambah dengan massage abdominal (p value = 0,136 ; α = 0.05) demikian juga pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan skor konstipasi responden yang diberikan intervensi standar (p value = 0,951 ; α = 0.05). Menurut analisis statistik, asupan serat tidak berhubungan dengan skor konstipasi, namun dari hasil pengamatan selama 3 hari menunjukkan bahwa konsumsi serat berhubungan dengan score konstipasi. Pada proses pengumpulan data menunjukkan bahwa responden yang menghabiskan serat yang dihidangkan dalam makanan yang disajikan dan ditambah dengan asupan serat yang dibawa dari rumah seperti buah pisang, apel, jeruk, pear dan pepaya ternyata frekuensi defekasinya lebih baik dibadingkan yang tidak menghabiskan asupan serat dalam makanan yang dihidangkan atau tidak menambah asupan serat dari rumah. Menurut Kyle (2014) bahwa asupan serat yang kurang berisiko terjadi konstipasi karena fungsi dari serat dalam proses pencernaan adalah untuk membantu dalam stimulasi peristaltik usus sehingga mempercepat pengosongan isi usus. KESIMPULAN 1. Karakteristik responden Karakteristik responden penelitian berdasarkan usia, mayoritas berusia dewasa ( 16 – 60 tahun ) yaitu sebanyak 21 responden (58,3%). Berdasarkan jenis kelamin, mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 20 orang responden (55,6%). 31 Berdasarkan asupan serat yang dikonsumsi oleh responden dalam 24 jam, rata-rata asupan serat responden pada kelompok control adalah sebanyak 228,22 gr/hr dan pada kelompok intervensi sebanyak 215,22gr/hr. Berdasarkan asupan cairannya, mayoritas responden (94,6%) mengkonsumsi cairan sebanyak ≥ 1500 cc. Berdasarkan frekuensi defekasi responden, ratarata frekuensi defekasi selama 3 hari observasi adalah 0,67 pada kelompok intervensi dan 0,28 pada kelompok control. Pada kelompok control, 4 responden mampu defekasi selama menjalani rawat inap, sedangkan pada kelompok intervensi, 12 responden mampu defekasi selama menjalani rawat inap. Berdasarkan konsistensi feces responden, mayoritas responden kelompok control dan intervensi menunjukkan konsistensi feces yang lembek. yang menjalani rawat inap di RSPN Yogyakarta. 2. Perbedaan Skor Konstipasi Responden Kelompok control dan intervensi 1. Bagi Perawat Hasil penelitian ini dapat sebagai salah satu keperawatan dalam konstipasi pasien yang rawat inap. Berdasarkan hasil analisis data skor konstipasi menunjukkan bahwa kelompok control, rata-rata skor konstipasi (CAS) adalah 3,22 sedangkan pada kelompok intervensi rata-rata skor konstipasi (CAS) adalah 2,17. Hasil analsis data perbedaan skor konstipasi pada pasien kelompok control dan intervensi menunjukkan p value = 0,015. Hal ini menunjukkan ada perbedaan skor konstipasi pada kelompok control dan intervensi, yang berarti bahwa massage abdominal berdampak terhadap pencegahan konstipasi pada pasien 3. Hubungan confounding konstipasi variable dengan skor Usia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan skor konstipasi responden (p value = 0,785). Hasil analisis data menunjukkan bahwa asupan serat tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan skor konstipasi (p value=0,951), namun secara observasi asupan serat memiliki hubungan dengan skor konstipasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa asupan cairan ≥ 1500 cc per hari memiliki hubungan yang signifikan dengan skor konstipasi (p value= 0,000). SARAN digunakan intervensi mengatasi menjalani 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi calon perawat dalam memberikan intervensi keperawatan saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menjalani rawat inap sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya konstipasi. 3. Bagi Tempat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi khususnya 32 bagi perawat di Ruang Rawat Inap Timur RSPN Yogyakarta dalam memberikan tindakan keperawatan pada pasien yang menjalani rawat inap untuk mencegah masalah konstipasi, selain itu perawat juga dapat memberikan edukasi pada pasien dan keluarga tentang massage abdominal sebagai upaya untuk menjaga keteraturan defekasi saat di rumah. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Melakukan penelitian dengan sampel yang lebih besar dan homogen, serta waktu untuk melakukan massage abdominal lebih lama. DAFTAR PUSTAKA Emly, M. (2006). A new look at constipation management in the community. British Journal of Community Nursing, vol 11 (8), 328-332. Fernadez and Baranes. (2005). Treatment Of Obstructed defecation. Clinics in colon and rectal surgery, vol 18(2), 85–95 Folden, Susan L., et al. (2002). Practice Guidelines: For The Management of Constipation in Adults. Article of Rehabilitation Nursing Foundation. Di unduh dari http://www.rehabnurse.org/pdf/ BowelGuidefor.pdf. Kyle.G. (2014). Constipation: review of management and treatment. Journal of Community Nursing, vol 23,issue 6, 30-38. Lai, T.K.T., Cheung, M.C., Lo, C.K., Ng, K.L., Fung, Y.H., Tong, M., Yau, C.C. (2010). Effectiveness of aroma massage on advanced cancer patients with constipations: Apilot study. ELSEVIER, 1-7. Lamas, K., Lindholm, L., Stenlund, H., Engstro, B., Jacobsson, C. (2009). Efects of abdominal massage in management of constipations. International Journal of Nursing Studies, 46 (2009) 759–767. Orozco, J. F.G., Orenstein, A.E. F., Sterler, S.M., Stoa, M. (2012). Chronic Constipation in the Elderly: Clinical And Systematic Reviews. The American Journal of Gastroenterology, vol 107, 1825.CAL AND Sastroasmoro, S & Ismael, S. (2010). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto. Sinclair, Marybetts L.M.T. (2010). The Use of Abdominal Massage to Treat Chronic Constipation. Journal of Bodywork & Movement Therapies, 20, 1-10. www.elsevier.com. Diakses 12 Oktober 2012. Smeltzer, S.C& Bare, B.G. (2007). Burnner & Suddarth’s Textbook of Medical – Surgica Nursing (Vols. 3). Philadelphia: Lippincott-Reven Publisher. 33 Sudoyo, A.W., dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. YSTEMATIC REVIEWS 34