PENDAHULUAN Latar Belakang Kemajuan bioteknologi, khususnya di bidang reproduksi, membuka peluang yang sangat besar bagi manusia untuk berkreasi dan berinovasi dalam memenuhi kebutuhannya. Banyak usaha yang telah dikembangkan untuk menghadapi berbagai kendala yang dapat menghambat berlangsungnya suatu proses reproduksi. Reproduksi pada mamalia betina merupakan serangkaian proses mulai dari ovulasi, fertilisasi, implantasi, hingga individu baru yang dilahirkan tumbuh menjadi dewasa dan berovulasi kembali. Pada mamalia, zigot yang terbentuk dari proses fertilisasi akan terus membelah hingga menjadi morula, blastosis yang akhirnya dapat berimplantasi dan berkembang lebih lanjut dalam uterus hingga siap untuk dilahirkan sebagai individu baru. Perekayasaan pada embrio preimplantasi dilakukan dengan harapan untuk memberdayakan perkembangan, dalam rangka mencari dan memperoleh nilai tambah yang lebih bermanfaat bagi manusia. Embrio splitting, produksi khimera, pembekuan embrio, embrio sexing bahkan sampai manipulasi zona pelusida sudah pemah dilaporkan. Setelah embrio mencapai tahap blastosis, embrio &an terus berkembang sehingga embrio dapat keluar dari zona pelusida yang untuk selanjutnya diistilahkan dengan "hatching". Hatching embrio merupakan syarat mutlak bagi blastosis agar dapat berkontak langsung dengan endometrium pada saat implantasi. Adakalanya produksi embrio in vitro ataupun in vivo dihadapkan pada berbagai ha1 yang mengakibatkan perturnbuhannya tidak optimal. Adanya faktor internal yang berbeda-beda dalam oosit berakibat pada rata-rata pertumbuhan embrio. Ini merupakan kendala bagi embrio untuk hatching sehingga terjadi kegagalan implantasi pada mamalia (Cohen et al. 1992a; Gordon 1994). Mohamad et al. (1999) melaporkan bahwa 79% embrio mencit tahap morula kompak pada kultur in vitro mampu berkembang menjadi blastosis dan 76% embrio blastosis dapat mencapai tahap bastosis lanjut. Pada penelitian lain didapatkan bahwa tidak semua embrio mampu hatching. Elastisitas zona pelusida suatu embrio mutlak diperlukan untuk menjamin blastosis mencapai tahap lanjut dan mencegah implantasi dini pada kondisi in vivo. Ketebalan zona pelusida akan semakin menipis seiring dengan tampaknya aktivitas enzim proteolitik yang diproduksi oleh uterus maupun oleh embrio dan bertambah besarnya ukuran blastosis dengan terbentuknya blastocoel. Tekanan dari dalam yang besar ini menyebabkan terjadinya penonjolan sel trophoblas keluar dari zona pelusida, saat tahap embrio hatching dimulai. Abnormalitas zona pelusida berupa pengerasan zona ( w n a hardening) dan bertambahnya ketebalan zona pelusida pada suatu embrio dapat mengurangi elastisitas zona pelusida. Hal ini merupakan masalah lain yang juga dapat menghalangi embrio hatching. Dalam keadaan seperti ini embrio tidak akan pernah mengalami implantasi, dan akhirnya embrio akan berdegenerasi (Cohen et al. 1992a; Nakayama el al. 1999; Niimura & Fujii 1997). Manipulasi zona pelusida adalah solusi yang tepat sebagai upaya untuk membantu embrio hatching. Embrio yang keluar sebagian (embrio hatching) atau keseluruhan (embrio hatched) dari zona pelusida akan memungkinkan terjadinya kontak antara embrio dengan endometrium. Implantasipun terjadi dan perkembangan embrio ke tahapan selanjutnya akan lebih tejamin. Kerangka Pemikiran Program hatching berbantuan sering dilakukan pada wanita yang telah mengalami kegagalan kehamilan beberapa kali. Pada binatang ternak pemanfaatan bantuan teknologi reproduksi ini masih belum urnum dilakukan. Upaya untuk mendapatkan individu baru dari satwa langka ataupun hewan ternak yang bermutu genetik tinggi yang berumur tua ataupun yang telah mati hams selalu diusahakan. Kualitas oosit yang diperoleh dari kedua kelompok hewan tersebut sudah menurun, sehingga mempengaruhi perkembangan embrio lebih lanjut. Kegagalan hatching sebagian besar dikarenakan oleh adanya abnormalitas zona pelusida dengan elastisitas yang berkurang yang biasanya ditemukan pada embrio wanita yang berumur lebih dari 38 tahun dan terinduksinya embrio pada kondisi kultur in vitro yang kurang optimal (Nakayama et al. 1999). Hatching berbantuan diberikan agar embrio lebih mudah keluar dari cangkang zona pelusida. Keluarnya embrio dari zona pelusida sebagian (hatching embrio) dan keseluruhan (hatched embrio) memberi kesempatan bagi embrio untuk kontak dengan uterus setelah ditransfer ke resipien, sehingga peluang untuk implantasi dan berkembang lebih lanjut lebih besar. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah: 1. Program hatching berbantuan tidak mengganggu perkembangan embrio in vitro. 2. Program hatching berbantuan akan mempermudah dan mempercepat embrio hatching. 3. Program hatching berbantuan akan meningkatkan rata-rata implantasi embrio yang ditransfer. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menguji kemampuan perkembangan embrio in vitro setelah program hatching berbantuan 2. Membuktikan efektifitas program hatching berbantuan metode mekanik dan enzimatis untuk keberhasilan hatching embrio. 3. Menguji efektivitas program hatching berbantuan metode mekanik dan enzimatis pada implantasi embrio setelah ditransfer. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diambil dari serangkaian penelitian ini adalah sebagai: 1. Sumber informasi berkenaan dengan perkembangan embrio in vitro dan in vivo dengan ataupun tanpa program hatching berbantuan. 2. Gambaran mengenai pelaksanaan hatching berbantuan. 3. Sumber inforrnasi tentang efektivitas program hatching berbantuan dalam rnernbantu ernbrio untuk hatching dan rneningkatkan rata-rata irnplantasi.