kajian keteladanan dalam memperkuat pendidikan

advertisement
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
KAJIAN KETELADANAN DALAM MEMPERKUAT PENDIDIKAN
INDONESIA
Fazli Rachman1) & Muhamad Hijran2)
Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Email: [email protected]
2
Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia
Email: [email protected]
1
Abstrak
Mengangkat satu masalah; miskinnya moralitas bangsa menjadi preseden buruk dewasa ini.
Heroiknya perjuangan memunculkan tokoh-tokoh panutan bangsa bahkan dunia seakan
terkubur siring dengan pemberitaan media massa yang “menghilangkan” sisi mendidik. Isu-isu
bangsa yang diangkat hampir-hampir kehilangan “ruh” mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ketiadaan panutan di tengah masyarakat sering diratapi sebagai krisis keteladanan. Sehingga
berdampak “sengkarutnya” pendidikan Indonesia. Tulisan ini mengkaji secara teoritik dan
praktik serta bagaimana manusia belajaran dari praktik-praktik keteladanan. Selanjutnya
bagaimana peran keteladanan untuk mencapai tujuan pendidikan di Indonesia.
Keywords: Pendidikan, Keteladanan dan Belajar.
1.
PENDAHULUAN
Sengkarutnya moralitas bangsa ditandai
dengan meningkatnya kasus amoral seperti
penggunaan narkoba, pergaulan bebas,
tawuran antar pelajar, berbagai kejahatan yang
melibatkan pelajar, maraknya angka kekerasan
anak-anak dan remaja (dilakukan oleh
generasi muda) menjadi masalah sosial yang
hingga saat ini belum dapat diatasi secara
tuntas. Masalah ini semakin hangat
diperbicaraan saat masyarakat kehilangan rasa
aman dan nyamannya. Mengambarkan
semakit tergerusnya karakter bangsa; ditandai
dengan eksploitasi orang-orang miskin,
kriminalitas, pencurian, kekerasan horizontal;
dunia pendidikan seharusnya memberi contoh
baik tetapi tercoreng dengan oknum pejabat
strukrutal dan fungsional yang tak patut
dicontoh; “menguritanya”budaya korupsi
penjabat publik secara vertikal maupun
horizontal merupakan bukti nyata adanya
degradasi moral bangsa (Kurniawan, 2013, p.
19; Lickona, 2012, pp. 17-31 ).
Indonesia mempunyai landasan yuridis
dalam Undang-Undang Republik Indonesia
THE 5TH URECOL
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan
Nasional
(disingkat,
UU
Sisdiknas), pada Pasal 4 ayat (4) berbunyi:
“Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreatifitas peserta didik
dalam proses pembelajaran”. Ini merupakan
cerimanan dari amanat Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal
31 (3)1. Lebih dari satu dekade UU Sisdiknas
diberlakukan, degradasi moral masih terjadi
dan relatif tinggi.
Berbagai permasalahan tersebut diatas
diakibatkan miskinnya keteladanan. Krisis
keteladanan disebabkan pertama ketiadaan
panutan di tengah masyarakat dan kedua,
gagalnya
mentransmisikan
keteladanan
“pahlawan” baik yang sudah meninggal
maupun masih hidup (Latif, 2014, p. xii).
1
…… menegaskan bahwa “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang”;
998
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Pembelajaran
disekolah
kaya
akan
pengetahuan dan minus tindakan. Maka
menarik untuk mengkaji bagaimana secara
teoritik dan praktik serta bagaimana manusia
belajar dari praktik-praktik keteladanan.
Bagaimana keteladanan dimasukan dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah. Terakhir,
bagaimana peran keteladanan untuk mencapai
tujuan pendidikan di Indonesia.
2.
KAJIAN LITERATUR
Keteladanan adalah metode influentif
yang keberhasilannya paling meyakinkan
dalam pendidikan untuk membentuk dan
mempersiapkan moral, spritual dan kecakapan
sosial peserta didik (Ulwan, 1988, p. 2).
Keteladanan (seseorang) memberikan
contoh baik untuk peserta didik mendapat
(model) dalam perkembangan pembelajaran
anak, karena segala tindak-tanduknya, sopansantunnya, cara berpakaiannya, dan tutur
katanya akan diperhatikan dan ditiru oleh
peserta didik (Ulwan, 1992, p. 3).
3.
METODE
Reaserch ini merupakan hasil berbagai
sumber studi literature dan dokumentasi.
Metode yang digunakan dalam reaserch ini
adalah deskriptif sehingga memberikan
gambaran luas bagaimana keteladanan
berperan strategis dalam pendidikan serta
untuk mencapai tujuan pendidikan.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Belajar dari Keteladanan
Belajar adalah suatu proses di mana
manusia (organisasi) merubah perilakunya
sebagai akibat dari pengalaman (Dahar, 2006,
pp. 2).2 Belajar adalah hasil dari pengalaman,
didalamnya terjadi stimulus-stimulus dan
respons-respons; manusia belajar dari
lingkungan
(diluar
dirinya)
yang
terinternalisasi melalui
stimulus yang
menyebabkan respons-respons emosional
(Dahar, 2006, pp. 2-5). Observasi lingkungan
belajar
manusia
dengan
mengamati
2
Menurut Plato “pendidikan membuat orang lebih
baik dan orang baik tentu berperilaku mulia” dalam
Mu’in, Fatchul. (2012). Pendidikan Karakter;
Konstruksi Teoritik & Praktik. Jogjakarta: Ar Ruzz
Media, p. 21;
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
lingkungannya, termasuk mengamati manusia
lainnya.
Konsep belajar dengan observasi bahwa
orang dapat belajar dengan mengamati orang
lain.3 Asosiasi dekat (contigueus) secara
sederhana antara stimulus dan suatu respons
dapat menghasilkan perubahan perilaku. Oleh
karena itu kita perlu diperhatikan anak anak
untuk lebih banyak memperhatikan dan
mengamati model model perilaku baik yang
diinginkan (Dahar, 2006, pp. 6-7).
Keteladanan dibutuhkan oleh manusia
timbul dari hati nurani dalam diri manusia
untuk meniru (taqlid). Hasrat tersebut
mendorong manusia untuk meniru figur yang
lebih dewasa (an-Nahwali, 1992, pp. 367368). Secara psiko-sosial, perkembangan
individu seperti dijelaskan diatas disebut
dengan imitasi (Gerungan, 1998).4 Pada
hakekatnya,
peniruan
didasarkan
(1)
kesenangan untuk meniru dan mengikuti; (2)
kesiapan untuk meniru; (3) tujuan dan sebab
tertentu (an-Nahwali, 1995, pp. 263-266).
Keteladanan adalah metode influentif
yang keberhasilannya paling meyakinkan
dalam pendidikan untuk membentuk dan
mempersiapkan moral, spritual dan kecakapan
sosial peserta didik (Ulwan, 1988, p. 2).
Karena keteladanan (seseorang) memberikan
contoh baik untuk peserta didik mendapat
(model) dalam perkembangan pembelajaran
anak, karena segala tindak-tanduknya, sopansantunnya, cara berpakaiannya, dan tutur
3
Bentuk ini sering belajar ini sering dijumpai
dalam kehidupan sehari hari; bila kita suka
bermain bola dan mempunyai pemain idola kita
mengamati pemain tersebut melakukan tindakan
tindakan seperi menendang, kemudian kita ikut
melakukannya dalam permainan sepak bola. Lebih
lanjut baca Dahar, Ratna Willis. (2006). Teori-teori
Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga, p. 7;
4
Imitasi yaitu peniruan sikap, perilaku, gaya, cara
berfikir penampilan, keterampilan dan kemampuan
(singkatnya: karakter) orang lain, yang biasanya
didahului dengan penerimaan, penghormatan,
penganguman pada sesuatu (seseorang) yang
hendak ditiru, dalam Rohman, Abdullah. (2012).
Pembiasaan Sebahai Basis Penanaman Nilai-nilai
Akhlak Remaja. Jurnal Nadwa, 6(1): 155-178;
999
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
katanya akan diperhatikan dan ditiru oleh
peserta didik (Ulwan, 1992, p. 3).
Pengaruh keteladanan dalam pendidikan
harus disadari dan diperhatikan dengan
menunjukan sikap positif yang relatif lebih
banyak dari negatif dan responsif (Schaerfer,
1994, p. 16-18) baik disengaja ataupun tidak
disengaja (Tafsir, 1994, pp. 143-144). Hasil
penelitian menujukan bahwa pengaruh
keteladanan terhadap pembentukan akhlakul
karimah peserta didik dikategorikan 64%
tinggi, 32% sedang dan hanya 3 % sangat
rendah. Lebih lanjut disebutkan bahwa
pengaruh keteladanan orang tua mencapai
51% dikategorikan tinggi, 41% pada kategori
sedang sedangkan pada kategori rendah
sebesar 6% (Taslimah, 2010).5 Lebih lanjut
disekolah, keteladanan guru juga memberi
pengaruh yang baik dalam pembangunan
karakter peserta didik (Raharjo, 2013;
Wulandari, 2015).6
Kajian dari berbagai sumber dan literatur
diatas mengambarkan pantingnya keteladanan
dalam memperkuat pendidikan. Keteladanan
dapat untuk membangun moralitas positif
yang diharapkan. Sebagai stimulus untuk
5
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kecandran
01 Salatiga tahun 2009/2010, Lebih lanjut baca
Taslimah. (2010). Pengaruh Keteladanan Orang
Tua dalam Pendidikan Agama Materi Terhadap
Akhlaqul Karimah Siswa (Studi Kasus di SD
Negeri Kecandran 01 Salatiga tahun 2009/2010).
Skripsi. Salatiga: Sekolah Tinggi Agama Islam
Salatiga
dalam
http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/31a
b2cb8335af757.pdf (online) diakses pada 8
Februari 2017, Pukul 10.35;
6
Labih lajut dalam Raharjo, Agus Setyo. (2013).
Pengaruh Keteladanan Guru dalam Interaksi
Teman Sebaya. Jurnal Skripsi. Yogyakarta:
Universitas
Negeri
Yogyakarta,
dalam
http://eprints.uny.ac.id/10384/1/JURNAL.pdf
(online), diakses pada 8 Februari 2017. Pukul
10.39, dan Wulandari, Novota Eka, (2015).
Efektifitas Keteladanan Guru dalam Meningkatkan
Kesadaran Shalat Lima Waktu Siswa Kelas VIII di
MTS Muhammadiyah Srumbung Magelang Jawa
Tenggah. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga. Dalam, http://digilib.uinsuka.ac.id/16398/2/11410169_bab-i_iv-atauv_daftar-pustaka.pdf (online). Diakses pada 7
Februari 2017, pukul 11:06;
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
menghasilkan respons-respons emosional dari
hasil pengamatan lingkungan sekitarnya
(termasuk juga manusia). Respons tersebut
diharapkan terinternalisasi kedalam diri
manusia menjadi karakter yang positif.
Respons dari hasil stimulus lingkungan
tersebut, terlebih dulu harus disaring melalui
pengatahuan pengetahuan yang sepadan.
Maka dalam membentuk moralitas (karakter)
melalui keteladanan, manusia tidak hanya
harus diberi kebebasan melakukan observasi
atas keteladanan yang dilakukan oleh
lingkungannya
tetapi
juga
diberikan
pemahaman untuk membentuk karakter yang
diharapkan.
Proses
belajaran
melalui
keteladanan harus dilakukan secara terus
menerus sehingga menjadi kebiasaan.
Lickona berpendapat bahwa moral akan
membentuk suatu karakter seseorang, di mana
moralitas mengandung tiga aspek yakni moral
knowing, moral feeling, moral behaviour
(Lichona, 1992, p. 51; Muslich, 2013, pp. 133136). Pembentukan moral tidak cukup (afeksi)
dengan pengajaran kognisi, yang hnya
memberikan konribusi yang kecil. Penanaman
moral
memerlukan
praktek
langsung
(habituated) (Krathwohl, 1973, p 20). Maka,
penanaman nilai-nilai moral dalam pendidikan
tidak fokus pada kognitif, melainkan
berdampak positif afektif dan psikomotor
berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.
Mencapai tujuan pendidikan nasional
tidak hanya terfokus pada kelas-kelas
disekolah. Perlu ada lingkungan belajar yang
baik yang mendukung tercapainya korelasi
antara di sekolah dan di masyarakat.
Mengkisahkan kembali keteladanan harus
dikedepankan karena minimnya keteladanan
di tengah masyarakat. Sehingga keteladanan
dapat terus dimunculkan dalam kehidupan
sehari hari. Unsur unsur yang dapat menjadi
sumber belajar peserta didik hendaknya
memuat tentang keteladananan (media massa
memiliki peran yang sangat besar).
b. Menerapkan
Keteladanan
Kegiatan Pembelajaran
1000
dalam
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Pembelajaran
dilakukan
dengan
inculcation approach7, tujuannya adalah (1)
agar diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh
peserta didik sehingga diharapkan (2)
berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan
(Superka, et.,al., 1976; Muslich, 2013, pp.
108-109). Pendekatan memandang nilai-moral
bersumber dari masyarakat dan budaya yang
digali dari proses identifikasi dari standar
perilaku orang8 lain dan mengabungkan
mereka kedalam sistem nilai (budaya) itu (
(Superka, et.,al., 1976, p. 7). Maka, Tokoh
yang memiliki keteladanan yang baik sangat
penting dalam pendekatan ini.
Inculcation
approach
mengunakan
pendekatan proses pembelajaran keteladanan,
penguatan positif dan negatif, simulatif,
permainan peran dan lain-lainnya (Muslich,
2013, p. 108). Maka, dengan pendekatan ini
keteladanan
sangat
penting,
memiliki
kontribusi yang sangat besar dalam mendidik
dan
membina
moral
peserta
didik.
Keteladanan strategis dalam pembinaan moral
(karakter), karena sangat komprehensif karena
merupakan sintesis dari dua metode
tradisional, yaitu: (1) metode inkulkasi
(penanaman) nilai dengan pemberian teladan;
dan (2) metode kontemporer dengan fasilitasi
nilai melalui keterampilan hidup (live skills)
(Widyaningsih, Zamroni & Zuchdi, 2014, p.
189).
1) Model Pembelajaran Rule Playing
untuk Menyampaikan Keteladanan
Rule
Playing
adalah
metode
pembelajaran yang sangat baik untuk
merefleksikan moral apabila dilakukan relatif
sering (Lickona, 2012, p. 377). Selain
keikutsertaan peserta didik sangat tinggi,
peserta didik diminta untuk memperaktekan
7
……. Pendekatan penanaman nilai, yaitu suatu
pendekatan yang memberi penekanan pada
penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.
Dalam Superka, D. P., Ahrens, C., Hedstrom, J.E.,
Ford, L.J., Johnson P.L. (1976). Values Education
Sourcebook; Conceptual Approach, Material
Analyses, and an Annotated Bibliography.
Colorado: Science Education Consortium, Inc.
8
Dapat juga kelompok masyarakat,masyarakat
lainnya yang lebih luas.;
THE 5TH URECOL
UAD, Yogyakarta
langsung peran-peran rekaan. Rule Playing
hendaknya mengkisahkan tentang keteladanan
keteladanan “pahlawan” baik masih ada
maupun yang masih hidup yang dapat
menginspirasi peserta didik (Latif, 2014, p.
xx). Rule Playing adalah cara yang baik untuk
menyimpulkan aktivitas siswa.
2) Menyampaikan Keteladanan Melalui
Model Pembelajaran Story Telling
Story Telling, mengapa keteladanan
Nabi Muhammad, Isa Al-Masih (Yesus
Kristus) dan Siddaharta Gautama yang telah
tiada ratus tahun lamanya, namun perangai
(akhlak) mereka diteladani hingga kini?.
Karena suri teladan mereka terus dikisahkan
(Latif, 2014, p. xii). Maka dengan
menceritakan
keteladanan-keteladanan
“pahlawan”, perangai mereka akan diteladani.
Kisah bukan hiburan, peserta didik bisa
dituntun tanpa merasa diajari (Elmubarok,
2009, p. 142).
Story Telling dapat (1) merangsang dan
menumbuhkan imaginasi dan daya fantasi
anak secara wajar, (2) mengembangkan daya
nalar sikap kritis serta kreatif, (3) mempunyai
sikap kepedulian terhadap nilai nilai luhur
budaya, (4) dapat membedakan perbuatan
yang baik dan perlu ditiru dengan yang dan
tidak pelu dicontoh9, dan (5) memiliki rasa
hormat
dan
mendorong
tercapainya
kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak
anak (Priyono, 2006, p. 15).
Menurut Joseph Frank (Asfandiyar,
2007, p. 2) story telling merupakan salah satu
cara yang efektif untuk mengembangkan
aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif
(perasaan), sosial, dan aspek konatif
(penghayatan) anak-anak.
Story telling di dalam kelas adalah
penting untuk anak-anak dalam membuat
cerita-cerita, hal itu penting bagi mereka untuk
mendengar dan merespon pada kisah-kisah
yang diceritakan oleh orang lain. Apabila
9
Lebih lanjut story telling (dongeng) mempunyai
fungsi strategis dalam menumbuhkan sikap-sikap
positif, dalam Burns & Grove. (2001). The practice
of nursing reserch: cunduct, critique and
utilization, 4th. Philadelphia: Saunders;
1001
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
anak-anak membuat dan memberitahu cerita
dalam bahasa mereka sendiri, bahasa menjadi
milik mereka. Bahasa tubuh adalah alat yang
penting untuk pertumbuhan kognitif anakanak. Penyampaian kisah keteladanan juga
dapat disampaikan diakhir pembelaran dilekas
sebagai konklusi pembelajaran. Guru pada
akhir pembelajaran menyampaikan kisah
keteladanan untuk memberikan gambaran
sikap dan tindakan apa yang diharapkan dari
hasil pembelajaran.
Didalam kelas, story telling dapat
digunakan diakhir pembalajaran. Tujuannya
agar siswa mengehatui bagaimana sikap yang
diharapkan sebagai hasil dari pembelajaran.
Sehingga siswa tidak hanya mendapat
mengetahuan pada ranah knowladge saja
tetapi mereka mengetahui bagaimana karakter
dan sikap/action apa yang harus dilakukan
dalam kehidupan sehari hari dan sebagai
warga negara. Mengkisahkan keteladanan
secara terus menerus didalam kelas dapat
membentuk dan memberikan pemahaman
mereka untuk bertindak. Harapannya siswa
tidak canggung atau merasa aneh untuk
melakukan sesuatu yang baik dalam
kehidupan yang relatif belum baik. sehingga
siswa merasa bahwa sikap dan tindakannya
adalah sesuatu yang wajar, karena sudah
dilakukan oleh banyak “pahlawan” dengan
keteladanan mereka masing masing.
5.
KESIMPULAN
Sejauh ini kita gagal mentrasmisikan
keteladanan “pahlawan” baik yang masih ada
maupun sudah tiada. Ketiadaan keteladanan
ditengah masyarakat menyebabkan keluh
panjang dimasyarakat. Padahal rekaan
pahlawan-pahlawan
bisa
memberikan
pengaruh moralitas yang baik, kisah kisah
keteladanan mereka apabila dikemas dengan
baik dan dipublikasikan secara luas. Rekaan
pahlawan dapat disampaikan melalui story
telling untuk mengajarkan nilai-nilai moral
pada peserta didik. Rule playing dapat
diterapkan dalam bentuk peran-peran rekaan
pahlawan didalam kelas. Pembelajaran yang
dikemas dengan inculcation approach
diharapkan siswa mampu mengidentifikasi
dan menginternalisasikan sikap peilaku
keteladanan yang ditampilkan.
THE 5TH URECOL
6.
UAD, Yogyakarta
REFERENSI
An-Nahwali, Abdurrahman. 1992. Prinsipprinsip dan Metode Pendidikan Islam
dalam Keluarga, di Sekolah dan di
Masyarakat. CV Diponegoro. Bandung;
An-Nahwali, Abdurrahman. 1995. Pendidikan
Islam
di
Rumah,
Sekolah
dan
Masyarakat. Gema Insan Press;
Asfandiyar, Andi Yudha. 2007. Cara Pintar
Mendongeng. Mizan. Jakarta;
Burns dan Grove. 2001. The Practice of
Nursing Reserch: Cunduct, Critique and
Utilization, 4th. Saunders. Philadelphia;
Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-teori Belajar
dan Pembelajaran. Erlangga, Jakarta;
Elmubarok, Zaim. 2009. Membumikan
Pendidikan Nilai; Mengumpulkan yang
Terserak, Menyambukan yang terputus
dan menyatukan yang Tercerai. Alfabeta.
Bandung;
Gerungan, W.A. 1998. Psikologi Sosial.
Rajawali Pers. Jakarta;
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan
Karakter; Konsepsi & Implementasi
Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga,
Sekolah,
Perguruan
Tinggi,
&
Masyarakat.
Ar-Ruzz
Media.
Yogyakarta;
Krathwohl, David R. .1973. Taxonomy of
Educational Objective Book II: Affective
Domain. Longman Group. London;
Latif, Yudi. 2014. Mata Air Keteladanan;
Pancasila dalam Perbuatan. Mizan.
Jakarta;
Lickona, Thomas. 2012. Mendidik untuk
Membentuk
Karakter;
Bagaimana
Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan
tentang Sikap Hormat dan Bertanggung
Jawab. PT. Bumi Aksara. Jakarta;
Lickona, Thomas.1992. Educating for
Character: How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibilty. Bantam Book.
New York;
1002
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Mu’in, Fatchul. 2012. Pendidikan Karakter;
Konstruksi Teoritik & Praktik. Ar Ruzz
Media. Jogjakarta;
Muslich, Masnur. 2013. Penddikan Karakter;
Menjawab
Tantangan
Krisis
Multidimensional. PT. Bumi Aksara.
Jakarta;
Priyono,
Kusumo.
2006.
Tampilan
Mendongeng. Grasindo. Jakarta;
Ulwan, Abdullah Nashih. 1988. Pedoman
Pendidikan Anak dalam Islam Jilid 1.
Asy Asifa’. Bandung;
UAD, Yogyakarta
Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan
Aplikasi. 2 (2); 181-195;
Wulandari, Novota Eka. 2015. Efektifitas
Keteladanan Guru dalam Meningkatkan
Kesadaran Shalat Lima Waktu Siswa
Kelas VIII di MTS Muhammadiyah
Srumbung Magelang Jawa Tenggah.
Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga.
Yogyakarta.
Dalam,
http://digilib.uinsuka.ac.id/16398/2/11410169_bab-i_ivatau-v_daftar-pustaka.pdf
(online).
Diakses pada 7 Februari 2017;
Ulwan, Abdullah Nashih. 1993. Pendidikan
Anak Menurut Islam Kaidah-kaidah
Dasar.
PT.
Remaja
Rosdakarya.
Bandung;
Raharjo, Agus Setyo. 2013. Pengaruh
Keteladanan Guru dalam Interaksi Teman
Sebaya. Jurnal Skripsi. Universitas
Negeri Yogyakarta. Yogyakarta, dalam
http://eprints.uny.ac.id/10384/1/JURNAL
.pdf, diakses pada 8 Februari 2017;
Rohman, Abdullah. 2012. Pembiasaan
Sebahai Basis Penanaman Nilai-nilai
Akhlak Remaja. Jurnal Nadwa. 6(1):
155-178;
Schaefer,
Charles.
1994.
Bagaimana
Mempengaruhi Anak. Dahara Prize.
Semarang;
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam
Prespektif Islam. Remaja Rosdakarya.
Bandung;
Taslimah. 2010. Pengaruh Keteladanan Orang
Tua dalam Pendidikan Agama Materi
Terhadap Akhlaqul Karimah Siswa (Studi
Kasus di SD Negeri Kecandran 01
Salatiga tahun 2009/2010). Skripsi.
Sekolah Tinggi Agama Islam Salatiga.
Salatiga.
dalam
http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/ful
ltext/31ab2cb8335af757.pdf
(online)
diakses pada 8 Februari 2017;
Widyaningsih, T.S., Zamroni, Darmiyati, Z.
2014. Internalisasi dan Aktualisasi NilaiNilai Karakter pada Siswa SMP dalam
Perspektif
Fenomenologis.
Journal
THE 5TH URECOL
1003
ISBN 978-979-3812-42-7
Download