THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta KAJIAN KETELADANAN DALAM MEMPERKUAT PENDIDIKAN INDONESIA Fazli Rachman1) & Muhamad Hijran2) Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] 2 Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia Email: [email protected] 1 Abstrak Mengangkat satu masalah; miskinnya moralitas bangsa menjadi preseden buruk dewasa ini. Heroiknya perjuangan memunculkan tokoh-tokoh panutan bangsa bahkan dunia seakan terkubur siring dengan pemberitaan media massa yang “menghilangkan” sisi mendidik. Isu-isu bangsa yang diangkat hampir-hampir kehilangan “ruh” mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketiadaan panutan di tengah masyarakat sering diratapi sebagai krisis keteladanan. Sehingga berdampak “sengkarutnya” pendidikan Indonesia. Tulisan ini mengkaji secara teoritik dan praktik serta bagaimana manusia belajaran dari praktik-praktik keteladanan. Selanjutnya bagaimana peran keteladanan untuk mencapai tujuan pendidikan di Indonesia. Keywords: Pendidikan, Keteladanan dan Belajar. 1. PENDAHULUAN Sengkarutnya moralitas bangsa ditandai dengan meningkatnya kasus amoral seperti penggunaan narkoba, pergaulan bebas, tawuran antar pelajar, berbagai kejahatan yang melibatkan pelajar, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja (dilakukan oleh generasi muda) menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Masalah ini semakin hangat diperbicaraan saat masyarakat kehilangan rasa aman dan nyamannya. Mengambarkan semakit tergerusnya karakter bangsa; ditandai dengan eksploitasi orang-orang miskin, kriminalitas, pencurian, kekerasan horizontal; dunia pendidikan seharusnya memberi contoh baik tetapi tercoreng dengan oknum pejabat strukrutal dan fungsional yang tak patut dicontoh; “menguritanya”budaya korupsi penjabat publik secara vertikal maupun horizontal merupakan bukti nyata adanya degradasi moral bangsa (Kurniawan, 2013, p. 19; Lickona, 2012, pp. 17-31 ). Indonesia mempunyai landasan yuridis dalam Undang-Undang Republik Indonesia THE 5TH URECOL No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (disingkat, UU Sisdiknas), pada Pasal 4 ayat (4) berbunyi: “Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran”. Ini merupakan cerimanan dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 (3)1. Lebih dari satu dekade UU Sisdiknas diberlakukan, degradasi moral masih terjadi dan relatif tinggi. Berbagai permasalahan tersebut diatas diakibatkan miskinnya keteladanan. Krisis keteladanan disebabkan pertama ketiadaan panutan di tengah masyarakat dan kedua, gagalnya mentransmisikan keteladanan “pahlawan” baik yang sudah meninggal maupun masih hidup (Latif, 2014, p. xii). 1 …… menegaskan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”; 998 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Pembelajaran disekolah kaya akan pengetahuan dan minus tindakan. Maka menarik untuk mengkaji bagaimana secara teoritik dan praktik serta bagaimana manusia belajar dari praktik-praktik keteladanan. Bagaimana keteladanan dimasukan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Terakhir, bagaimana peran keteladanan untuk mencapai tujuan pendidikan di Indonesia. 2. KAJIAN LITERATUR Keteladanan adalah metode influentif yang keberhasilannya paling meyakinkan dalam pendidikan untuk membentuk dan mempersiapkan moral, spritual dan kecakapan sosial peserta didik (Ulwan, 1988, p. 2). Keteladanan (seseorang) memberikan contoh baik untuk peserta didik mendapat (model) dalam perkembangan pembelajaran anak, karena segala tindak-tanduknya, sopansantunnya, cara berpakaiannya, dan tutur katanya akan diperhatikan dan ditiru oleh peserta didik (Ulwan, 1992, p. 3). 3. METODE Reaserch ini merupakan hasil berbagai sumber studi literature dan dokumentasi. Metode yang digunakan dalam reaserch ini adalah deskriptif sehingga memberikan gambaran luas bagaimana keteladanan berperan strategis dalam pendidikan serta untuk mencapai tujuan pendidikan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Belajar dari Keteladanan Belajar adalah suatu proses di mana manusia (organisasi) merubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman (Dahar, 2006, pp. 2).2 Belajar adalah hasil dari pengalaman, didalamnya terjadi stimulus-stimulus dan respons-respons; manusia belajar dari lingkungan (diluar dirinya) yang terinternalisasi melalui stimulus yang menyebabkan respons-respons emosional (Dahar, 2006, pp. 2-5). Observasi lingkungan belajar manusia dengan mengamati 2 Menurut Plato “pendidikan membuat orang lebih baik dan orang baik tentu berperilaku mulia” dalam Mu’in, Fatchul. (2012). Pendidikan Karakter; Konstruksi Teoritik & Praktik. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, p. 21; THE 5TH URECOL UAD, Yogyakarta lingkungannya, termasuk mengamati manusia lainnya. Konsep belajar dengan observasi bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain.3 Asosiasi dekat (contigueus) secara sederhana antara stimulus dan suatu respons dapat menghasilkan perubahan perilaku. Oleh karena itu kita perlu diperhatikan anak anak untuk lebih banyak memperhatikan dan mengamati model model perilaku baik yang diinginkan (Dahar, 2006, pp. 6-7). Keteladanan dibutuhkan oleh manusia timbul dari hati nurani dalam diri manusia untuk meniru (taqlid). Hasrat tersebut mendorong manusia untuk meniru figur yang lebih dewasa (an-Nahwali, 1992, pp. 367368). Secara psiko-sosial, perkembangan individu seperti dijelaskan diatas disebut dengan imitasi (Gerungan, 1998).4 Pada hakekatnya, peniruan didasarkan (1) kesenangan untuk meniru dan mengikuti; (2) kesiapan untuk meniru; (3) tujuan dan sebab tertentu (an-Nahwali, 1995, pp. 263-266). Keteladanan adalah metode influentif yang keberhasilannya paling meyakinkan dalam pendidikan untuk membentuk dan mempersiapkan moral, spritual dan kecakapan sosial peserta didik (Ulwan, 1988, p. 2). Karena keteladanan (seseorang) memberikan contoh baik untuk peserta didik mendapat (model) dalam perkembangan pembelajaran anak, karena segala tindak-tanduknya, sopansantunnya, cara berpakaiannya, dan tutur 3 Bentuk ini sering belajar ini sering dijumpai dalam kehidupan sehari hari; bila kita suka bermain bola dan mempunyai pemain idola kita mengamati pemain tersebut melakukan tindakan tindakan seperi menendang, kemudian kita ikut melakukannya dalam permainan sepak bola. Lebih lanjut baca Dahar, Ratna Willis. (2006). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga, p. 7; 4 Imitasi yaitu peniruan sikap, perilaku, gaya, cara berfikir penampilan, keterampilan dan kemampuan (singkatnya: karakter) orang lain, yang biasanya didahului dengan penerimaan, penghormatan, penganguman pada sesuatu (seseorang) yang hendak ditiru, dalam Rohman, Abdullah. (2012). Pembiasaan Sebahai Basis Penanaman Nilai-nilai Akhlak Remaja. Jurnal Nadwa, 6(1): 155-178; 999 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 katanya akan diperhatikan dan ditiru oleh peserta didik (Ulwan, 1992, p. 3). Pengaruh keteladanan dalam pendidikan harus disadari dan diperhatikan dengan menunjukan sikap positif yang relatif lebih banyak dari negatif dan responsif (Schaerfer, 1994, p. 16-18) baik disengaja ataupun tidak disengaja (Tafsir, 1994, pp. 143-144). Hasil penelitian menujukan bahwa pengaruh keteladanan terhadap pembentukan akhlakul karimah peserta didik dikategorikan 64% tinggi, 32% sedang dan hanya 3 % sangat rendah. Lebih lanjut disebutkan bahwa pengaruh keteladanan orang tua mencapai 51% dikategorikan tinggi, 41% pada kategori sedang sedangkan pada kategori rendah sebesar 6% (Taslimah, 2010).5 Lebih lanjut disekolah, keteladanan guru juga memberi pengaruh yang baik dalam pembangunan karakter peserta didik (Raharjo, 2013; Wulandari, 2015).6 Kajian dari berbagai sumber dan literatur diatas mengambarkan pantingnya keteladanan dalam memperkuat pendidikan. Keteladanan dapat untuk membangun moralitas positif yang diharapkan. Sebagai stimulus untuk 5 Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Kecandran 01 Salatiga tahun 2009/2010, Lebih lanjut baca Taslimah. (2010). Pengaruh Keteladanan Orang Tua dalam Pendidikan Agama Materi Terhadap Akhlaqul Karimah Siswa (Studi Kasus di SD Negeri Kecandran 01 Salatiga tahun 2009/2010). Skripsi. Salatiga: Sekolah Tinggi Agama Islam Salatiga dalam http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/fulltext/31a b2cb8335af757.pdf (online) diakses pada 8 Februari 2017, Pukul 10.35; 6 Labih lajut dalam Raharjo, Agus Setyo. (2013). Pengaruh Keteladanan Guru dalam Interaksi Teman Sebaya. Jurnal Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, dalam http://eprints.uny.ac.id/10384/1/JURNAL.pdf (online), diakses pada 8 Februari 2017. Pukul 10.39, dan Wulandari, Novota Eka, (2015). Efektifitas Keteladanan Guru dalam Meningkatkan Kesadaran Shalat Lima Waktu Siswa Kelas VIII di MTS Muhammadiyah Srumbung Magelang Jawa Tenggah. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Dalam, http://digilib.uinsuka.ac.id/16398/2/11410169_bab-i_iv-atauv_daftar-pustaka.pdf (online). Diakses pada 7 Februari 2017, pukul 11:06; THE 5TH URECOL UAD, Yogyakarta menghasilkan respons-respons emosional dari hasil pengamatan lingkungan sekitarnya (termasuk juga manusia). Respons tersebut diharapkan terinternalisasi kedalam diri manusia menjadi karakter yang positif. Respons dari hasil stimulus lingkungan tersebut, terlebih dulu harus disaring melalui pengatahuan pengetahuan yang sepadan. Maka dalam membentuk moralitas (karakter) melalui keteladanan, manusia tidak hanya harus diberi kebebasan melakukan observasi atas keteladanan yang dilakukan oleh lingkungannya tetapi juga diberikan pemahaman untuk membentuk karakter yang diharapkan. Proses belajaran melalui keteladanan harus dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi kebiasaan. Lickona berpendapat bahwa moral akan membentuk suatu karakter seseorang, di mana moralitas mengandung tiga aspek yakni moral knowing, moral feeling, moral behaviour (Lichona, 1992, p. 51; Muslich, 2013, pp. 133136). Pembentukan moral tidak cukup (afeksi) dengan pengajaran kognisi, yang hnya memberikan konribusi yang kecil. Penanaman moral memerlukan praktek langsung (habituated) (Krathwohl, 1973, p 20). Maka, penanaman nilai-nilai moral dalam pendidikan tidak fokus pada kognitif, melainkan berdampak positif afektif dan psikomotor berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Mencapai tujuan pendidikan nasional tidak hanya terfokus pada kelas-kelas disekolah. Perlu ada lingkungan belajar yang baik yang mendukung tercapainya korelasi antara di sekolah dan di masyarakat. Mengkisahkan kembali keteladanan harus dikedepankan karena minimnya keteladanan di tengah masyarakat. Sehingga keteladanan dapat terus dimunculkan dalam kehidupan sehari hari. Unsur unsur yang dapat menjadi sumber belajar peserta didik hendaknya memuat tentang keteladananan (media massa memiliki peran yang sangat besar). b. Menerapkan Keteladanan Kegiatan Pembelajaran 1000 dalam ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Pembelajaran dilakukan dengan inculcation approach7, tujuannya adalah (1) agar diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh peserta didik sehingga diharapkan (2) berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan (Superka, et.,al., 1976; Muslich, 2013, pp. 108-109). Pendekatan memandang nilai-moral bersumber dari masyarakat dan budaya yang digali dari proses identifikasi dari standar perilaku orang8 lain dan mengabungkan mereka kedalam sistem nilai (budaya) itu ( (Superka, et.,al., 1976, p. 7). Maka, Tokoh yang memiliki keteladanan yang baik sangat penting dalam pendekatan ini. Inculcation approach mengunakan pendekatan proses pembelajaran keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulatif, permainan peran dan lain-lainnya (Muslich, 2013, p. 108). Maka, dengan pendekatan ini keteladanan sangat penting, memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mendidik dan membina moral peserta didik. Keteladanan strategis dalam pembinaan moral (karakter), karena sangat komprehensif karena merupakan sintesis dari dua metode tradisional, yaitu: (1) metode inkulkasi (penanaman) nilai dengan pemberian teladan; dan (2) metode kontemporer dengan fasilitasi nilai melalui keterampilan hidup (live skills) (Widyaningsih, Zamroni & Zuchdi, 2014, p. 189). 1) Model Pembelajaran Rule Playing untuk Menyampaikan Keteladanan Rule Playing adalah metode pembelajaran yang sangat baik untuk merefleksikan moral apabila dilakukan relatif sering (Lickona, 2012, p. 377). Selain keikutsertaan peserta didik sangat tinggi, peserta didik diminta untuk memperaktekan 7 ……. Pendekatan penanaman nilai, yaitu suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Dalam Superka, D. P., Ahrens, C., Hedstrom, J.E., Ford, L.J., Johnson P.L. (1976). Values Education Sourcebook; Conceptual Approach, Material Analyses, and an Annotated Bibliography. Colorado: Science Education Consortium, Inc. 8 Dapat juga kelompok masyarakat,masyarakat lainnya yang lebih luas.; THE 5TH URECOL UAD, Yogyakarta langsung peran-peran rekaan. Rule Playing hendaknya mengkisahkan tentang keteladanan keteladanan “pahlawan” baik masih ada maupun yang masih hidup yang dapat menginspirasi peserta didik (Latif, 2014, p. xx). Rule Playing adalah cara yang baik untuk menyimpulkan aktivitas siswa. 2) Menyampaikan Keteladanan Melalui Model Pembelajaran Story Telling Story Telling, mengapa keteladanan Nabi Muhammad, Isa Al-Masih (Yesus Kristus) dan Siddaharta Gautama yang telah tiada ratus tahun lamanya, namun perangai (akhlak) mereka diteladani hingga kini?. Karena suri teladan mereka terus dikisahkan (Latif, 2014, p. xii). Maka dengan menceritakan keteladanan-keteladanan “pahlawan”, perangai mereka akan diteladani. Kisah bukan hiburan, peserta didik bisa dituntun tanpa merasa diajari (Elmubarok, 2009, p. 142). Story Telling dapat (1) merangsang dan menumbuhkan imaginasi dan daya fantasi anak secara wajar, (2) mengembangkan daya nalar sikap kritis serta kreatif, (3) mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai nilai luhur budaya, (4) dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang dan tidak pelu dicontoh9, dan (5) memiliki rasa hormat dan mendorong tercapainya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak anak (Priyono, 2006, p. 15). Menurut Joseph Frank (Asfandiyar, 2007, p. 2) story telling merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), sosial, dan aspek konatif (penghayatan) anak-anak. Story telling di dalam kelas adalah penting untuk anak-anak dalam membuat cerita-cerita, hal itu penting bagi mereka untuk mendengar dan merespon pada kisah-kisah yang diceritakan oleh orang lain. Apabila 9 Lebih lanjut story telling (dongeng) mempunyai fungsi strategis dalam menumbuhkan sikap-sikap positif, dalam Burns & Grove. (2001). The practice of nursing reserch: cunduct, critique and utilization, 4th. Philadelphia: Saunders; 1001 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 anak-anak membuat dan memberitahu cerita dalam bahasa mereka sendiri, bahasa menjadi milik mereka. Bahasa tubuh adalah alat yang penting untuk pertumbuhan kognitif anakanak. Penyampaian kisah keteladanan juga dapat disampaikan diakhir pembelaran dilekas sebagai konklusi pembelajaran. Guru pada akhir pembelajaran menyampaikan kisah keteladanan untuk memberikan gambaran sikap dan tindakan apa yang diharapkan dari hasil pembelajaran. Didalam kelas, story telling dapat digunakan diakhir pembalajaran. Tujuannya agar siswa mengehatui bagaimana sikap yang diharapkan sebagai hasil dari pembelajaran. Sehingga siswa tidak hanya mendapat mengetahuan pada ranah knowladge saja tetapi mereka mengetahui bagaimana karakter dan sikap/action apa yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari hari dan sebagai warga negara. Mengkisahkan keteladanan secara terus menerus didalam kelas dapat membentuk dan memberikan pemahaman mereka untuk bertindak. Harapannya siswa tidak canggung atau merasa aneh untuk melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupan yang relatif belum baik. sehingga siswa merasa bahwa sikap dan tindakannya adalah sesuatu yang wajar, karena sudah dilakukan oleh banyak “pahlawan” dengan keteladanan mereka masing masing. 5. KESIMPULAN Sejauh ini kita gagal mentrasmisikan keteladanan “pahlawan” baik yang masih ada maupun sudah tiada. Ketiadaan keteladanan ditengah masyarakat menyebabkan keluh panjang dimasyarakat. Padahal rekaan pahlawan-pahlawan bisa memberikan pengaruh moralitas yang baik, kisah kisah keteladanan mereka apabila dikemas dengan baik dan dipublikasikan secara luas. Rekaan pahlawan dapat disampaikan melalui story telling untuk mengajarkan nilai-nilai moral pada peserta didik. Rule playing dapat diterapkan dalam bentuk peran-peran rekaan pahlawan didalam kelas. Pembelajaran yang dikemas dengan inculcation approach diharapkan siswa mampu mengidentifikasi dan menginternalisasikan sikap peilaku keteladanan yang ditampilkan. THE 5TH URECOL 6. UAD, Yogyakarta REFERENSI An-Nahwali, Abdurrahman. 1992. Prinsipprinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat. CV Diponegoro. Bandung; An-Nahwali, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Gema Insan Press; Asfandiyar, Andi Yudha. 2007. Cara Pintar Mendongeng. Mizan. Jakarta; Burns dan Grove. 2001. The Practice of Nursing Reserch: Cunduct, Critique and Utilization, 4th. Saunders. Philadelphia; Dahar, Ratna Willis. 2006. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga, Jakarta; Elmubarok, Zaim. 2009. Membumikan Pendidikan Nilai; Mengumpulkan yang Terserak, Menyambukan yang terputus dan menyatukan yang Tercerai. Alfabeta. Bandung; Gerungan, W.A. 1998. Psikologi Sosial. Rajawali Pers. Jakarta; Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter; Konsepsi & Implementasi Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, & Masyarakat. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta; Krathwohl, David R. .1973. Taxonomy of Educational Objective Book II: Affective Domain. Longman Group. London; Latif, Yudi. 2014. Mata Air Keteladanan; Pancasila dalam Perbuatan. Mizan. Jakarta; Lickona, Thomas. 2012. Mendidik untuk Membentuk Karakter; Bagaimana Sekolah Dapat Memberikan Pendidikan tentang Sikap Hormat dan Bertanggung Jawab. PT. Bumi Aksara. Jakarta; Lickona, Thomas.1992. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibilty. Bantam Book. New York; 1002 ISBN 978-979-3812-42-7 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Mu’in, Fatchul. 2012. Pendidikan Karakter; Konstruksi Teoritik & Praktik. Ar Ruzz Media. Jogjakarta; Muslich, Masnur. 2013. Penddikan Karakter; Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. PT. Bumi Aksara. Jakarta; Priyono, Kusumo. 2006. Tampilan Mendongeng. Grasindo. Jakarta; Ulwan, Abdullah Nashih. 1988. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam Jilid 1. Asy Asifa’. Bandung; UAD, Yogyakarta Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi. 2 (2); 181-195; Wulandari, Novota Eka. 2015. Efektifitas Keteladanan Guru dalam Meningkatkan Kesadaran Shalat Lima Waktu Siswa Kelas VIII di MTS Muhammadiyah Srumbung Magelang Jawa Tenggah. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Dalam, http://digilib.uinsuka.ac.id/16398/2/11410169_bab-i_ivatau-v_daftar-pustaka.pdf (online). Diakses pada 7 Februari 2017; Ulwan, Abdullah Nashih. 1993. Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-kaidah Dasar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung; Raharjo, Agus Setyo. 2013. Pengaruh Keteladanan Guru dalam Interaksi Teman Sebaya. Jurnal Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta, dalam http://eprints.uny.ac.id/10384/1/JURNAL .pdf, diakses pada 8 Februari 2017; Rohman, Abdullah. 2012. Pembiasaan Sebahai Basis Penanaman Nilai-nilai Akhlak Remaja. Jurnal Nadwa. 6(1): 155-178; Schaefer, Charles. 1994. Bagaimana Mempengaruhi Anak. Dahara Prize. Semarang; Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Remaja Rosdakarya. Bandung; Taslimah. 2010. Pengaruh Keteladanan Orang Tua dalam Pendidikan Agama Materi Terhadap Akhlaqul Karimah Siswa (Studi Kasus di SD Negeri Kecandran 01 Salatiga tahun 2009/2010). Skripsi. Sekolah Tinggi Agama Islam Salatiga. Salatiga. dalam http://perpus.iainsalatiga.ac.id/docfiles/ful ltext/31ab2cb8335af757.pdf (online) diakses pada 8 Februari 2017; Widyaningsih, T.S., Zamroni, Darmiyati, Z. 2014. Internalisasi dan Aktualisasi NilaiNilai Karakter pada Siswa SMP dalam Perspektif Fenomenologis. Journal THE 5TH URECOL 1003 ISBN 978-979-3812-42-7