BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Keperawatan Prima
1.
Pengertian Pelayanan Keperawatan Prima
Pelayanan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau sekelompok
menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak
berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk
yang dikutip Kottler (2000) dalam Triwibowo (2013). Sedangkan pelayanan
keperawatan prima adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien
sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan
kepercayaan kepada rumah sakit (Triwibowo, 2013).
Pelayanan prima merupakan elemen utama rumah sakit dan unit-unit kesehatan
agar bisa bertahan diera globalisasi. Adapun pelayanan kepada masyarakat
tentunya telah ada suatu ketetapan tatalaksananya. Prosedur dan kewenangan
sehingga penerima pelayanan puas dengan apa yang telah diterimanya.
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang
memiliki mutu, kualitas, bersifat efektif, efisien sehingga memberikan
kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan
atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang
memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar
dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang
profesional dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi
sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi. Apabila rumah sakit
tidak memperhatikan kualitas pelayanannya maka akan ditinggalkan oleh
pelanggannya yang menyebabkan kerugian bagi semua pihak baik petugas,
pengelola
atau
pemilik
rumah
pendapatannya.
8
sakit
sehingga
tidak
mendapatkan
9
Pengguna atau pelanggan juga akan ikut dirugikan karena berkurang atau tidak
mendapatkan layanan yang bermutu apalagi bagi masyarakat yang tidak
mampu untuk memilih rumah sakit lain sesuai dengan keinginannya.
Kemampuan rumah sakit dalam menyampaikan kualitas pelayanan kesehatan
yang baik merupakan harapan bagi setiap masyarakat ketika datang untuk
melakukan konsultasi atas permasalahan kesehatan yang sedang mereka
rasakan (Khairani, 2011).
Supardi (2008) mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan
fokus utama pada pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas
dan memiliki lima dimensi penilaian sebagai berikut :
1.
Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan
pelayanan kepada pasien dengan cepat. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah lama waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai
mendapat pelayanan tenaga kesehatan.
2.
Reliability
(kehandalan),
yaitu
kemampuan
petugas
memberikan
pelayanan kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan.
3.
Assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan
kepada pasien sehingga dipercaya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah
kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan
obatnya kepada pasien.
4.
Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan,
perhatian, dan memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah keramahan petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara,
keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan dan
kebebasan pasien memilih tempat berobat dan tenaga kesehatan, serta
kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan keluarga/temannya.
5.
Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik
yang dapat langsung dirasakan oleh pasien. Dalam pelayanan rumah sakit
adalah kebersihan ruangan pengobatan dan toilet.
10
Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, sebuah rumah sakit harus
memiliki sumber daya manusia dengan kualitas baik. Pelayanan dirumah sakit
merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh suatu tim tenaga kesehatan,
seperti dokter, perawat dan bidan. Tim keperawatan merupakan anggota tim
garda depan yang menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara
terus menerus. Bentuk pelayanan dan asuhan keperawatan seyogianya
diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian
yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan. Sehubungan dengan hal
tersebut, tenaga keperawatan harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara
teratur, terencana dan berkesinambungan (Aisyah, 2008).
2.
Efektivitas Pelayanan Prima
Beberapa modal dasar perawat dalam melaksanakan pelayanan prima
(Tauchid, 2001):
1.
Profesional dalam bidang tugasnya.
Keprofesionalan perawat dalam memberikan pelayanan dilihat dari
kemampuan perawat berinspirasi, menjalin kepercayaan dengan pasien,
mempunyai pengetahuan yang memadai dan kapabilitas terhadap
pekerjaan (Priharjo, 1995).
2.
Mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi.
Keberhasilan perawat dalam membentuk hubungan dan situasi perawatan
yang baik antara lain ditentukan oleh kemampuannya berhubungan dengan
orang lain, berkomunikasi dan bekerjasama (Gunarsa, 1995).
3.
Memegang teguh etika profesi
Asuhan keperawatan yang profesional sangat tergantung pada bagaimana
perawat dalam melaksanakan tugas-tugasnya selaku tenaga profesional
berusaha memegang teguh etika profesi.
11
4.
Mempunyai emosi yang stabil
Seorang perawat diharapkan mempunyai emosi yang stabil, stabil dalam
menjalankan profesinya. Jika perawat dalam menjalankan tugasnya
diiringi dengan ketenangan, tanpa adanya gejala emosi, maka akan
memberikan pengaruh yang besar pada diri pasien.
5.
Percaya Diri
Kepercayaan diri menjadi modal bagi seorang perawat karena perawat
dituntut untuk bersikap tegas, tidak boleh ragu-ragu dalam melaksanakan
dan memenuhi kebutuhan pasien (Gunarsa, 1995).
6.
Bersikap wajar
Sikap yang wajar dan tidak dibuat-buat akan memberikan makna yang
besar bagi pasien bahwa perawat dalam melaksanakan tugasnya
berdasarkan ketentuan keperawatan dan profesionalismenya.
7.
Berpenampilan memadai
Perawat dengan penampilan yang bersih, seragam yang bersih, dengan
penampilan yang segar dalam melakukan
tugas-tugas perawatan
diharapkan mampu mengubah suasana hati pasien (Gunarsa,1995).
B. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan dengan kegiatan
yang dipantau atau diatur dalam pelayanan berdasarkan kebutuhan atau pandangan
konsumen. Penelitian terhadap kualitas pelayanan keperawatan dirumah sakit tidak
semudah menentukan kualitas barang pada industri manufaktur. Pada industri
manufaktur, kualitas barang yang dihasilkan ditentukan oleh standar baku dan
harga. Bila kualitas dibawah standar atau bila harganya diatas standar untuk barang
tertentu maka konsumen tidak akan mau membelinya. Sedangkan pada bidang
kesehatan, konsumen atau pasien berada pada posisi yang tidak mampu menilai
secara pasti kualitas pelayanan yang diterimanya.
12
Bidang keperawatan, tujuan kualitas pelayanan adalah untuk memastikan bahwa
jasa atau produk pelayanan keperawatan yang dihasilakan sesuai dengan standar
atau keinginan pasien. Untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut maka yang
paling bertanggung jawab adalah perawat. Kualitas pelayanan keperawatan dinilai
dari berbagai pelayanan itu, baik bagi perorangan maupun populasi (Nursalam,
2002).
Penilaian kualitas pelayanan keperawatan, terdapat tahap-tahap yang harus dijalani.
Menurut (Nursalam, 2002), tahap pertama dalam proses ini adalah penyusunan
standar atau kriteria. Adalah sesuatu yang mustahil apabila mengukur sesuatu tanpa
adanya suatu standar yang baku. Tidak hanya harus ada standar, tetapi pemimpin
juga harus tanggap dan melihat bahwa perawat mengetahui dan mengerti standar
yang telah ditentukan tersebut, karena standar bervariasi operasionalnya dalam
setiap institusi dan perawat harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai
dengan kriteria. Informasi-informasi yang diperoleh tersebut dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam pengukuran kualitas pelayanan keperawatan. Tahap tiga
adalah identifikasi sumber informasi. Pemimpin harus yakin terhadap sumber
informasi yang didapatkan. Dalam melakukan pengawasan kualitas pelayanan
keperawatan, pemimpin dapat menemukan banyak informasi dari pasien sendiri
yang merupakan sumber yang sangat membantu. Tahap keempat adalah
mengumpulkan dan menganalisa data. Semua informasi yang telah didapat dari
pasien, dapat dijadikan sebagai pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
Tahapan terakhir yaitu evaluasi ulang. Jika semua asuhan keperawatan dilakukan
sesuaidengan standar yang berlaku, maka evaluasi ulang tidak perlu dilakukan.
Evaluasi ulang hanya akan dikerjakan apabila banyak kegiatan yang dilakukan
tidak sesuai dengan standar yang berlaku.
Penelitian standar asuhan keperawatan, maka tindakan yang seharusnya dilakukan
adalah menetapkan standar keperawatan. Standar keperawatan yang telah terbentuk
akan membantu dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan yang
13
konsistendan bermutu. Standar keperawatan juga dapat melindungi pasien dari
tindakan yang salah yang dilakukan oleh perawat.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan Prima
Menurut (Nursalam, 2002) keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin kualitas
pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni :
1.
Faktor Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indra manusia. Dimana pengetahuan manusia umumnya diperoleh melalui
mata dan telinga (Notoadmojo, 2003).
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket terhadap responden
tentang isi materi yang diukur. Dalam pengetahuan yang ingin diukur
disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan kognitif (Notoadmojo, 2003).
Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan penjaminan mutu pelayanan
keperawatan merupakan kegiatan penilai, memantau atau mengatur pelayanan
yang berorientasi pada klien (Nurachmah, 2001).
Adapun tujuan dari penilaian mutu pelayanan keperawatan adalah untuk
meningkatkan
asuhan
keperawatan
kepada
pasien
atau
konsumen,
menghasilkan keuntungan atau pendapat institusi, mempertahankan eksistensi
institusi, meningkatkan kepuasan kerja sumber daya yang ada, meningkatkan
kepercayaan konsumen atau pelanggan serta menjalankan kegiatan sesuai
aturan atau standar yang berlaku.
Pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika
pelaksanaan asuhan keperawatan dipersiapkan sebagai suatu kehormatan yang
dimiliki perawat dalam mempertahankan haknya untuk memberikan asuhan
yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etik profesi perawat
14
yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan,
implementasi rencana dan evaluasi tindakan yang diberikan (Nuracmah,2001).
Pengetahuan perawat tentang penilaian mutu pelayanan keperawatan tidak
terlepas dari standar praktik keperawatan yang telah ditetapkan oleh Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) tahun 2000 yang mengacu dalam tahapan
proses keperawatan yakni : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
2.
Faktor Beban Kerja
Bekerja adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan
kepuasan. Dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental. Beban kerja
merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberatkan pada pencapaian
aktifitas untuk melakukan suatu aktifitas. Beban kerja perawat yang tinggi serta
beragam dengan tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu,
jumlah tenaga yang tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu
pelayanan yang diharapkan. Untuk itu perlu adanya pengorganisasian kerja
perawat yang tepat dan jelas.
Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas adalah untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Pembagian tugas
terdiri dari tiga aspek yaitu : pengembangan tugas, keterlibatan dalam tugas
dan rotasi tugas. Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan adalah dengan cara menjaga kesinambungan antara beban kerja
perawat dan jumlah tenaga perawat yang tersedia (Nursalam, 2002).
3.
Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu
pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain dapat mengerti dan
menerima (Nursalam, 2002). Komunikasi dalam praktik keperawatan
profesional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan
15
pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik antara lain :
a.
Pendidikan
Merupakan penentuan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya
yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat
digunakan untuk mendapatkan informasi untuk meningkatkan kualitas
hidup. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi dan makin baik pengetahuan yang dimiliki sehingga
menggunakan
komunikasi
terapeutik
secara
efektif
akan
dapat
dilakukannya (Notoadmojo, 2003).
b.
Lama bekerja
Merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin
lama seseorang bekerja makin banyak pengalaman yang dimilikinya
sehingga akan makin baik cara berkomunikasinya (Alimul, 2003).
c.
Pengetahuan
Merupakan proses belajar dengan meggunakan panca indra yang dilakukan
seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan
dan keterampilan (Notoadmojo, 2003). Menurut (Bloom, 1998) membagi
pengetahuan dalam enam tingkatan diantaranya tahu, memahami, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
d.
Sikap
Sikap dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi berjalan
efektif atau tidak. Sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang
percaya terhadap komunikator. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi
tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai, rendah diri dan
menjadi pendengar yang baik. Kesemuanya dapat mendukung komunikasi
yang terapeutik.
16
e.
Kondisi psikologi
Pada komunikator akan mudah mempengaruhi dari isi pembicaraan
melalui komunikasi terapeutik. Namun perlu memperhatikan kondisi
psikologis yang baik untuk menjadikan komunikasi sebagai terapeutik.
Kondisi psikologis seorang pendengar dapat dipengaruhi oleh rangsangan
emosi yang disebabkan oleh pembicaraan itu sendiri. Indikator dalam
melaksanakan
komunikasi
terapeutik
mendorong
pasien
untuk
mengungkapkan pandangan dan perasaannya, menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti dalam setiap komunikasi serta memanggil pasien sesuai
dengan identitasnya (Nursalam, 2003).
D. Kepuasan Pasien
1.
Pengertian Kepuasan Dan Teori Kepuasan
Menurut Kotler (1997) dalam Nursalam (2002) menyatakan bahwa kepuasan
adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari
membandingkan penampilan yang dirasakan dalam hubungannya dengan
harapan seseorang .
Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama
sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila
kebutuhan, keinginan dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk
yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada
individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan
pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan
yang diberikan, kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap yang
diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998 dalam
Awinda, 2004).
Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang
dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan dari
persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan
17
salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal yang
bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan
pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik
kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut
(Purnomo, 2002).
Ada beberapa teori mengenai kepusaan. Teori yang menjelaskan apakah pasien
puas, tidak puas, sangat puas adalah teori performasi yang diharapkan yang
menyatakan bahwa kepuasan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa
dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya, dia akan
puas. Jika jasa kurang sesuai dengan yang diharap, dia akan merasa tidak puas.
Kepuasan atau ketidakpuasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar
antara harapan dan kenyataan performasi pelayanan. Beberapa pasien
cenderung memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa
ketidakpuasannya (Purnomo, 2002).
Menurut (Long, 1994), bahwa perawat memiliki konstribusi yang unik
terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Menyatakan bahwa pelayanan
keperawatan dan perilaku perawat merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kepuasan pasien (Valentine, 1997; Wolf, 2003).
Menurut (Oliver, 1998) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan
harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja
yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka
pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan
akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan
sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau,
komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media.
Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga
dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut.
18
Kepuasan pasien tergantung pada kualitas pelayanan. Pelayanan adalah semua
upaya yang dilakukan karyawan untuk memenuhi keinginan pelanggannya
dengan jasa yang akan diberikan. Suatu pelayanan dikatakan baik oleh pasien,
ditentukan oleh kenyataan apakah jasa yang diberikan bisa memenuhi
kebutuhan pasien, dengan menggunakan persepsi pasien tentang pelayanan
yang diterima (memuaskan atau mengecewakan, juga termasuk lamanya waktu
pelayanan). Kepuasan dimulai dari penerimaan terhadap pasien dari pertama
kali datang, sampai pasien meninggalkan rumah sakit. Pelayanan dibentuk
berdasarkan 5 prinsip kualitas pelayanan yaitu kecepatan, ketepatan,
keramahan dan kenyamanan layanan (Wike, 2009).
2.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Menurut (Budiastuti, 2002) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi
kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor
yaitu:
a.
Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap
kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas
produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahan terutama
iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di
rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan
dokter, perawat dan terkait dengan teknik medis adalah produk atau jasa
yang dijual (Lusa, 2007).
b.
Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa.
Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh
pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat
bersumber dari faktor yang relatif sefesifik, seperti pelayanan rumah sakit,
19
petugas kesehatan atau pelayanan pendukung. Prioritas peningkatkan
kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan dengan
mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah dan sopan,
kebersihan,
kerapian,
kenyamanan
dan
keamanan
ruangan
serta
kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis
(Marajabessy, 2008).
c.
Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah
mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat
kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga berpengaruh besar
terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan kesehatan (Robert,
1991).
Perasaan
itu
meliputi
senang
karena
pelayanan
yang
menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapat pelayanan yang
sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan kekecewaan terhadap suatu
pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah sakit.
d.
Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin
mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.
Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah,
memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
e.
Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan
biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa
pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Menurut
(Lusa, 2007) biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya,
20
kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah
sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang berobat, ada tidaknya
keringanan bagi masyarakat miskin dan sebagainya. Selain itu, efisiensi
dan efektivitas biaya, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada
diagnosa dan terapi yang berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam
menetapkan biaya perawatan.
Sementara itu ahli lain (Moison, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :
1.
Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang
bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah
sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas
kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.
2.
Harga, merupakan yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau
jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam
penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar. Menemukan ekspektasi masyarakat terhadap
harga yang murah ditemukan cukup tinggi. Ini dikarenakan masyarakat
miskin di Indonesia memang cukup tinggi (Herianto, 2005).
3.
Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang
berkunjung di rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama masuk
pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Dapat dijabarkan
dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang
diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, responsi, support, seberapa
tanggap dokter/perawat di ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD), rawat
jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi,
keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu (Lusa, 2007).
21
Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
4.
Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit. Akses menuju lokasi yang mudah dijangkau
mempengaruhi kepuasan klien dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di
rumah sakit maupun pusat jasa kesehatan lainnya. Umumnya semakin
dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau,
mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi
pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut (Heriandi,
2007).
5.
Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.
Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan klien, namun
rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam
penyusunan strategi untuk menarik konsumen. Berbagai kegiatan dan
prasarana kegiatan pelayanan kesehatan yang mencerminkan kualitas
rumah sakit merupakan determinan utama dari kepuasan pasien. Pasien
akan memberikan penilaian (reaksi afeksi) terhadap berbagai kegiatan
pelayanan kesehatan yang diterimanya maupun terhadap sarana dan
prasarana kesehatan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. Penilaian mereka terhadap kondisi rumah sakit (mutu baik atau
buruk) merupakan gambaran kualitas rumah sakit seutuhnya berdasarkan
pengalaman subjektif individu pasien (Utama, 2003).
6.
Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap
lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan
pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan
dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan
rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari
informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain
22
maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif
terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. Pasien
akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapanharapan yang diinginkan pasien.
7.
Desaign visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan
yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desaign dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau
konsumen. Aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah
sakit, kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan
ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah,
kesegaran ruangan (Lusa, 2005).
8.
Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah
sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya
bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang
berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat
yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.
Menurut (Lusa, 2007), aspek ini tidak hanya penting untuk memberikan
kepuasan semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien.
Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang
dapat membahayakan keselamatan pasien seperti jatuh, kebakaran dan
lain-lain adalah aspek penting yang menentukan kepuasan. Aspek ini
dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan,
kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata
letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran
ruangan. Perawat harus memperhatikan aspek ini.
9.
Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa
dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien
dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam
memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol
23
panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang
memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah
sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang berkunjung di rumah
sakit, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien
adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik
produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana dan desain visual.
Komunikasi dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan,
keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan
komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan
pasien (Suryawati, 2006).
3.
Pengukuran Tingkat Kepuasan
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam penyediaan
pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan
merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan
tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan efisien. Tingkat kepuasan pelanggan
terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan suatu
sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan,
meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan
terhadap populasi dan sasaran. Bila pelanggan tidak puas atau kecewa, harus
segera diketahui faktor penyebabnya dan segera dilakukan koreksi atau
perbaikan. Tanpa adanya tindakan untuk melakukan koreksi atau perbaikan
hasil pengukuran tingkat kepuasan pelanggan menjadi tidak bermanfaat.
Padahal tujuan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan adalah untuk dapat
segera mengetahui faktor-faktor yang membuat para pelanggan tidak puas,
dapat segera diperbaiki, sehingga pelanggan tidak kecewa.
Tingkat kepuasan adalah merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan
akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan sangat puas.
Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar
dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasaran dan saingannya. Pelanggan
24
yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi
komentar yang baik tentang perusahaan.
Menurut Kotler (2003) dalam Nursalam (2002), ada beberapa macam metode
dalam pengukuran kepuasan pelanggan :
1.
Sistem keluhan dan saran
Organisasi yang berorientasi pada pelanggan memberikan kesempatan
yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan
keluhan. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar dan
hubungan telepon langsung dengan pelanggan.
2.
Ghost shopping
Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pengguna potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan
dan kelemahan produk rumah sakit berdasarkan pengalaman mereka.
3.
Lost customer analysis
Rumah sakit seyogianya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
menggunakan jasa pelayanan agar dapat memahami mengapa hal itu
terjadi.
4.
Survei kepuasan pelanggan
Penelitian survei dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung.
Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen
penawaran berdasarkan derajad pentingnya setiap elemen dan seberapa
baik perusahaan dalam masing-masing elemen. Melalui survei perusahaan
akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari
pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa rumah sakit menaruh
perhatian terhadap para pengguna jasa pelayanannya.
25
Pengumpulan data survei kepuasan pasien dapat dilakukan dengan berbagai
cara tetapi pada umumnya dilakukan melalui kuesioner dan wawancara.
Adapun penggunaan kuesioner adalah cara yang paling sering digunakan
karena mempunyai beberapa keuntungan, seperti proses yang mudah dan
murah, menghasilkan data yang telah terstandarisasikan dan terhindar dari bias
pewawancara (Pohan, 2007).
4.
Manfaat Pengukuran Kepuasan
Menurut (Gerson, 2004) manfaat utama dari program pengukuran adalah
tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil
pengukuran orang bisa melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya,
membandingkan dengan standar kerja dan memutuskan apa yang harus
dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasarkan pengukuran tersebut. Ada
beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara lain sebagai berikut :
1.
Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi
yang kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada
pelanggan.
2.
Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar
prestasi yang harus dicapai yang akan mengarahkan mereka menuju mutu
yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
3.
Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama
bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang
memberi pelayanan.
4.
Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki
mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi
ini juga bisa datang dari pelanggan.
5.
Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat
produktivitasnya yang lebih tinggi.
Menurut (Azwar, 2003), didalam situasi rumah sakit yang mengutamakan pihak
yang dilayani, karena pasien adalah pasien yang terbanyak, maka banyak sekali
26
manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain
sebagai berikut:
1.
Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati
diikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit.
2.
Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit karena pasien yang
puas tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal
ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan
pemasaran rumah sakit secara tidak langsung.
3.
Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi.
Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan
pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan
menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya
pendapatan rumah sakit).
4.
Berbagai pihak yang berkepentingan rumah sakit, seperti perusahaan
asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang
mempunyai citra positif.
5.
Didalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan
lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menjunjung hak-hak pasien.
Rumah sakit pun akan berusaha sedemikian rupa sehingga malpraktek
tidak terjadi.
5.
Klasifikasi Kepuasan
Menurut (Gerson, 2004) untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat
diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :
1.
Sangat memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar
sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk
prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat)
atau
sangat
cepat
(untuk
proses
administrasi)
yang seluruhnya
menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.
27
2.
Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian
sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana),
agak kurang cepat (proses administrasi) atau kurang ramah yang
seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.
3.
Tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah
yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau
keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk
proses administrasi) atau tidak ramah.
4.
Sangat tidak memuaskan.
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau
keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses
administrasi) dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat
kualitas yang kategori paling rendah.
Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan likert dikenal dengan
istilah skala likert, kepuasan pasien dikategorikan menjadi, sangat puas, kurang
puas dan tidak puas. Kategori ini dapat dikuantifikasi misalnya : sangat puas
bobotnya 3, kurang puas bobotnya 2 dan tidak puas bobotnya 1 (Utama, 2003).
E. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan studi pendahuluan maka kerangka konsep
penelitian ini sebagai berikut :
Variabel Independet
Pelayanan Keperawatan Prima
Variabel Dependent
Tingkat Kepuasan Pasien
28
F. Hipotesa
Ha :
Adanya hubungan pelayanan keperawatan prima dengan tingkat kepuasan
pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan.
Download