- JDIH Setjen Kemendagri

advertisement
BUPATI LEMBATA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA
NOMOR 9 TAHUN 2015
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN MANGROVE
BERBASIS MASYARAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LEMBATA,
Menimbang
: a. bahwa ekosistem mangrove merupakan sumber daya
lahan basah wilayah pesisir dan sistem penyanggah
kehidupan serta kekayaan alam yang sangat tinggi
nilainya,
sehingga
perlu
upaya
perlindungan,
pengelolaan dan pemanfaatan secara lestari untuk
keberlanjutan ekosistem mangrove dan kesejahteraan
masyarakat setempat;
b. bahwa pertumbuhan penduduk, ekspansi usaha
ekonomi masyarakat pesisir, serta kepentingan
investasi, terus berkembang dan menjadi ancaman
serius terhadap kelestarian mangrove, sehingga perlu
pengaturan tentang perlindungan dan pengelolaannya;
c. bahwa keberadaan masyarakat yang telah memiliki
hubungan interaktif, tradisi dan kearifan lokal terkait
dengan pemanfaatan dan perlindungan mangrove, maka
upaya perlindungan dan pengelolaan mangrove
dilakukan
dengan
mengedepankan
peran
serta
masyarakat lokal;
d. bahwa
pengelolaan
ekosistem
mangrove
yang
berkelanjutan
merupakan
bagian
integral
dari
pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dan terarah
sesuai Rencana Tata Ruang Daerah;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang
dimaksud dalam huruf a, huuf b, huruf c, dan huruf d,
perlu
membentuk
Peraturan
Daerah
tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Mangrove
Berbasis Masyarakat;
Mengingat
: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dasar
Negara
1
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4312);
4. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Lembata (Lembaran Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1999
Nomor 180,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3901) sebagaimana
telah diubah dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Lembata (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomr 97, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3967);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5490);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
2
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
9. Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 14
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Lembata Tahun 2011-2031 (Lembaran
Daerah Kabupaten Lembata Tahun 2011 Nomor 14,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lembata
Nomor 14);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Lembata Nomor 6 Tahun
2013 tentang Pelestarian Duang dan Kwaka di Wilayah
Kota Lewoleba Sebagai Hutan Kota (Lembaran Daerah
Kabupaten Lembata Tahun 2013 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Lembata Nomor 6);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LEMBATA
dan
BUPATI LEMBATA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN
KAWASAN
MANGROVE
BERBASIS
MASYARAKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Lembata.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lembata.
3. Bupati adalah Bupati Lembata.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lembata.
3
5. Satuan Kerja Perangkat Daerah Terkait yang selanjutnya disebut SKPD
Terkait adalah adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah di Lingkungan
Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang
perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove.
6. Pejabat yang Ditunjuk adalah pejabat yang diberi tugas untuk melakukan
kegiatan perlindungan dan pegelolaan kawasan mangrove di Daerah;
7. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan budidaya.
8. Kawasan Pantai dan Muara Sungai adalah wilayah sempadan pantai dan
sempadan sungai yang mempunyai nilai strategis dan potensial yang
penanganannya diutamakan untuk meningkatkan fungsi kawasan lindung
dan fungsi budidaya dalam wilayah perlindungan dan pengelolaan.
9. Kawasan Penyanggah adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama menjamin terpeliharanya proses ekologi yang menunjang
kelangsungan kehidupan untuk kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia.
10. Sumber Daya adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumber daya
manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati dan sumber
daya buatan.
11. Mangrove adalah jenis tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut,
terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang
tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang
komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam.
12. Kawasan Mangrove adalah wilayah yang memiliki fungsi utama untuk
perlindungan dan pembudidayaan mangrove.
13. Perlindungan adalah upaya yang dilakukan untuk melindungi
mempertahankan kelangsungan hidup kawasan mangrove.
dan
14. Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melestarikan kawasan mangrove
yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan
hidup.
15. Berbasis Masyarakat adalah menjadikan masyarakat setempat sebagai
pelaku utama, yakni pihak utama yang memegang tanggung jawab.
16. Pengelolaan Berbasis Masyarakat adalah sistem pengelolaan dengan
menjadikan masyarakat setempat sebagai pelaku utama, baik dalam
perlindungan maupun dalam pengelolaan mangrove.
17. Masyarakat Lokal adalah masyarakat setempat yang memiliki sejarah
hubungan interaktif dengan sumber daya alam pesisir pantai, terutama
mangrove termasuk memiliki pranata perlindungan dan pengelolaan
mangrove secara turun temurun.
18. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daaerah.
4
BAB II
AZAS, TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 2
Pengelolaan kawasan mangrove dilaksanakan berdasarkan azas :
a. tanggung jawab;
b. kelestarian dan keberlanjutan;
c. manfaat;
d. keadilan;
e. partisipatif;
Pasal 3
Perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove bertujuan untuk :
a. melindungi kawasan mangrove dari setiap kegiatan produktif yang
berlebihan agar memberikan manfaat dalam mensejahterakan masyarakat;
dan
b. menjamin kelestarian kawasan mangrove dan seluruh sumber daya hayati
secara terpadu sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Pasal 4
Perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove berfungsi sebagai :
a. areal sumber daya genetika/plasma nuthfa;
b. habitat flora dan fauna;
c. penahan gempuran ombak dan angin untuk menahan garis tepi pantai;
d. pencegah abrasi;
e. pencegah terjadinya proses intrusi air laut ke wilayah darat;
f.
kawasan penyanggah (buffer zone) antara daratan dan lautan;
g. laboratorium alam dan objek penelitian; dan
h. wahana ekowisata.
BAB III
LETAK DAN LOKASI
Pasal 5
(1) Letak dan lokasi kawasan mangrove tersebar di sepanjang pesisir pantai
dan muara sungai dalam wilayah Daerah.
(2) Kawasan mangrove secara keseluruhan meliputi daerah pasang surut air
laut dan daerah muara sungai.
(3) Penetapan kawasan mangrove di Daerah, ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.
5
BAB IV
RUANG LINGKUP, SASARAN DAN JENIS
Pasal 6
Ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove, meliputi :
a. penetapan kebijakan perlindungan dan pengelolaan;
b. inventarisasi potensi;
c. penataan batas;
d. penetapan kawasan mangrove;
e. pemanfaatan secara lestari dan berkelanjutan;
f. rehabilitasi, reklamasi dan revegetasi kawasan mangrove; dan
g. pengawasan dan pengendalian.
Pasal 7
Sasaran perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove, meliputi :
a. pelestarian kawasan mangrove;
b. rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak;
c. peningkatan kesadaran masyarakat
kelestarian kawasan mangrove;
akan
arti
pentingnya
menjaga
d. terciptanya pengelolaan kawasan mangrove yang berkelanjutan berbasis
masyarakat dan pemanfaatan yang terkendali dan bertanggung jawab; dan
e. terwujudnya kawasan mangrove sebagai wahana ekowisata Daerah.
Pasal 8
Jenis-jenis vegetasi mangrove yang menjadi sasaran perlindungan dan
pengelolaan, meliputi jenis vegetasi mangrove yang dapat tumbuh secara
alami/buatan pada kawasaan mangrove dalam wilayah Daerah.
BAB V
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN MANGROVE
Bagian Kesatu
Perlindungan
Pasal 9
Penyelenggaraan perlindungan kawasan mangrove bertujuan menjaga kawasan
mangrove dan lingkungannya agar fungsi dan perannya tercapai secara
optimal dan lestari.
Pasal 10
Perlindungan kawasan mangrove merupakan usaha untuk :
a. mencegah dan membatasi kerusakan kawasan mangrove yang disebabkan
oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, bencana alam, hama serta
penyakit; dan
b. mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara atas kawasan mangrove,
dan hak masyarakat atas hasil-hasil mangrove bukan kayu.
6
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah mengatur perlindungan kawasan mangrove.
(2) Untuk menjamin perlindungan kawasan mangrove secara berkelanjutan,
masyarakat berperan aktif dalam upaya perlindungan kawasan mangrove.
Bagian Kedua
Pengelolaan
Pasal 12
(1) Pengelolaan kawasan mangrove
dapat berupa pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil mangrove bukan
kayu, baik secara tradisional maupun secara moderen.
(2) Pelaksanaan pengelolaan kawasan mangrove secara moderen, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui :
a. pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan;
b. izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan; dan
c. izin pemungutan hasil mangrove bukan kayu.
(3) Izin usaha pengelolaan kawasan mangrove sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dapat diberikan kepada perorangan dan/atau kelompok.
BAB VI
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH, HAK DAN KEWAJIBAN
MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
KAWASAN MANGROVE
Bagian Kesatu
Pemerintah Daerah
Pasal 13
Tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam perlindungan dan pengelolaan
kawasan mangrove, meliputi :
a. penetapan kebijakan perlindungan dan pengelolaan;
b. inventarisasi potensi;
c. penetapan kawasan mangrove;
d. penataan batas;
e. pengaturan pemanfaatan secara lestari dan berkelanjutan;
f.
rehabilitasi, reklamasi dan revegetasi kawasan mangrove; dan
g. pengawasan dan pengedalian.
Pasal 14
(1) Pemerintah Daerah mendorong peran serta masyarakat dalam berbagai
kegiatan perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove yang berbasis
masyarakat.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau
kelompok masyarakat yang berhasil dalam kegiatan perlindungan dan
pengelolaan mangrove di Daerah.
7
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 15
Masyarakat berhak:
a. berperan serta dalam proses perlindungan dan pengelolaan kawasan
mangrove;
b. melakukan pengawasan, baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap upaya perlindungan kawasan mangrove;
c. menikmati fungsi perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove;
d. menikmati hasil bukan kayu dari kawasan mangrove; dan
e. mendapatkan penghargaan atas jasa perlindungan dan pengelolaan
mangrove.
Pasal 16
Masyarakat berkewajiban:
a. memberikan informasi terkait dengan proses perlindungan dan pengelolaan
kawasan mangrove;
b. menjaga kelestarian kawasan mangrove;
c. melakukan tindakan pencegahan dini terhadap upaya pengrusakan
kawasan mangrove yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan;
d. membantu PPNS dalam hal mengungkap tindakan pelanggaran dalam
kawasan mangrove; dan
e. mengurus ijin usaha kawasan mangrove untuk tujuan pemanfaatannya.
BAB VII
LARANGAN
Pasal 17
Setiap orang/badan dilarang melakukan kegiatan :
a. menduduki, menguasai dan mengerjakan kawasan mangrove;
b. merambah, membuka/membabat, menebang, membakar mangrove untuk
kepentingan areal pertanian, peternakan, tambak dan lain-lain keperluan,
sampai dengan radius atau jarak 200 (dua ratus) meter dari batas luar
kawasan mangrove;
c. mengangkut dan/atau memperdagangkan kayu yang berasal dari kawasan
mangrove;
d. menggunakan dan/atau memanfaatkan kayu yang berasal dari kawasan
mangrove;
e. melakukan kegiatan lain yang dapat merusak kelestarian kawasan
mangrove;
f.
mencemari kawasan mangrove, baik dengan bahan organik maupun
dengan bahan non organik;
g. merusak sarana dan prasarana yang ada di kawasan mangrove; dan
h. mengeluarkan dan membawa dan atau mengangkut tumbuh-tumbuhan
dan/atau satwa liar yang berasal dari kawasan mangrove.
8
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 18
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap perlindungan dan pengelolaan
kawasan mangrove dilakukan oleh Bupati.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara
teknis dilaksanakan oleh SKPD Terkait secara terpadu dan terkoordinasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan
terhadap perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 19
(1) Pembiayaan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan kawasan
mangrove bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta sumber atau bantuan
lainnya yang sah.
(2) Sumber atau bantuan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), bersifat tidak mengikat.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 20
(1) Penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh PPNS
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat dan diberi
wewenang melaksanakan penyidikan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Untuk melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPNS
berwenang :
a. menerima, mengumpulkan dan meneliti keterangan atas laporan
berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang,
pribadi atau badan hukum tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan barang
sehubungan dengan tindak pidana;
bukti
dari
orang
atau
badan
d. memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti berupa
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
9
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam
penyidikan tindak pidana;
rangka pelaksanaan tugas
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan berlangsung dan
memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana
dimaksud dalam huruf d;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. memanggil seseorang untuk didengar keterangannya, diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari pejabat
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana
dan selanjutnya melalui pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya; dan
k. melakukan
tindakan
dipertanggungjawabkan.
lain
menurut
hukum
yang
dapat
(3) PPNS membuat berita acara setiap tindakan tentang :
a. pemeriksaan tersangka;
b. memasuki rumah;
c. penyitaan benda;
d. pemeriksaan surat;
e. pemeriksaan saksi; dan
f. pemeriksaan di tempat kejadian.
(4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut
umum melalui pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
(5) PPNS dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), berada di bawah koordinasi dan pengawasan pejabat penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 21
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 17, diancam hukuman pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.
10
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Lembata.
Ditetapkan di Lewoleba
pada tanggal 18 Juni 2015
BUPATI LEMBATA,
TTD
ELIASER YENTJI SUNUR
Diundangkan di Lewoleba
pada tanggal 18 Juni 2015
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LEMBATA,
TTD
PETRUS TODA ATAWOLO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA TAHUN 2015 NOMOR 9.
Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BAGIAN HUKUM,
PETRUS A.W. EDANG LOBA,SH.MH
Pembina
NIP : 19741126 200012 1 002
NOMOR REGISTRASI PERATURAN DAERAH
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 9/2015.
KABUPATEN
LEMBATA
11
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA
NOMOR 9 TAHUN 2015
TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
KAWASAN MANGROVE BERBASIS MASYARAKAT
I. UMUM
Ekosistem mangrove merupakan sumber daya lahan basah wilayah
pesisir dan sistem penyanggah kehidupan serta kekayaan alam yang sangat
tinggi nilainya, sehingga perlu upaya perlindungan, pengelolaan dan
pemanfaatan secara lestari untuk keberlanjutan ekosistem mangrove dan
kesejahteraan masyarakat setempat. Keberadaan masyarakat yang telah
memiliki hubungan interaktif, tradisi dan kearifan lokal terkait dengan
pemanfaatan dan perlindungan mangrove, maka upaya perlindungan dan
pengelolaan mangrove dilakukan dengan mengedepankan peran serta
masyarakat lokal.
Pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan merupakan
bagian integral dari upaya perlindungan dan pengelolaan kawasan mangrove
secara terpadu dan terarah sesuai Rencana Tata Ruang Daerah. Selain itu,
faktor lajuhnya pertumbuhan penduduk di Daerah, ekspansi usaha ekonomi
masyarakat di wilayah pesisir, serta kepentingan investasi yang terus
berkembang senantiasa menjadi ancaman serius terhadap kelestarian
mangrove, sehingga perlu pengaturan tentang perlindungan dan pengelolaan
kawasan mangrove di Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanggung jawab” adalah bahwa
pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat,
baik generasi masa kini maupun generasi masa depan, dan di sisi
lain, Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang
menimbulkan kerugian terhadap kegiatan yang bersifat dan
berdampak merugikan, dan/atau menghancurkan sumber daya
alam yang ada.
12
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kelestarian dan keberlanjutan” adalah
bahwa setiap orang memiliki kewajibannya dan tanggung jawab
terhadap generasi mendatang, dan terhadap sesamanya dalam
satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung
jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup, harus
dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup
menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “manfaat” adalah segala usaha dan/atau
kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan
potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia
selaras dengan lingkungannya.
Huruf d
Keadilan adalah setiap pengelolaan lingkungan hidup, harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga
Negara tanpa kecuali.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “partisipatif” adalah mendorong setiap
anggota masyarakat agar berperan aktif menyampaikan pendapat
dalam proses pengambilan keputusan di bidang lingkungan
hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Partisipatif tersebut, meliputi :
a. perlindungan (konservasi), yakni cara menjamin kelestarian
sumber daya alam mangrove dan keberlanjutan manfaat
kawasan mangrove;
b. pemanfaatan, yakni upaya mendayagunakan sumber daya
alam mangrove bagi kesejahteraan masyarakat lokal yang
dilakukan secara rasional, terbatas, selektif untuk menjamin
keberlanjutan dan kelestarian mangrove;
c. pengendalian, yakni pengelolaan mangrove dikendalikan oleh
Tim Pengamanan sehingga menjamin kelestarian yang
didasarkan pada kemampuan daya dukung alam; dan
d. partisipasi seluruh masyarakat ikut bertanggung jawab atas
kelestarian sumber daya alam tersebut.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
13
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21`
Cukup jelas.
Pasal 22`
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9.
14
Download