Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies. [1] Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan dari hewan ke manusia. [1] Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. [1] Rabies disebut juga penyakit anjing gila. [2] Etimologi Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas yang artinya melakukan kekerasan/kejahatan.[3] Dalam bahasa Yunani, rabies disebut Lyssa atau Lytaa yang artinya kegilaan. [3] Dalam bahasa Jerman, rabies disebut tollwut yang berasal dari bahasa Indojerman Dhvar yang artinya merusak dan wut yang artinya marah. [3] Dalam bahasa Prancis, rabies disebut rage berasal dari kata benda robere yang artinya menjadi gila.[3] Sejarah Rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah perabadan manusia. [4] Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM.[4] Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik gejala penyakit yang menyerupai rabies.[2] Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid adalah orangorang yang pernah menyinggung karakteristik rabies dalam tulisan-tulisannya. [5] Celsius, seorang dokter di zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan anjing, di tahun 100 Masehi. [4] Cardanus, seorang penulis zaman Romawi menjelaskan sifat infeksi yang ada di air liur anjing yang terkena rabies.[5] Pada penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan rabies sebagai racun, yang mana adalah kata Latin bagi virus. [5] Pliny dan Ovid adalah orang yang pertama menjelaskan penyebab lain dari rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog tongue worm).[5] Untuk mencegah rabies di masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung "cacing" dipotong. [5] Anggapan tersebut bertahan sampai abad 19, ketika akhirnya Louis Pasteur berhasil mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang terinfeksi di tahun 1885 [5] Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara modern pada tahun 1958, yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan antigen rabies pada jaringan.[4] Penyebab Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. [6] Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen. [6] Virus ini hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. [7] Spesies hewan perantara bervariasi pada berbagai letak geografis. [7] Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies yang masih tinggi [7] Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. [2][1] Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara pada kulit yang terluka. [2][1] Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. [2] Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. [2] Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ ganas ataupun rabies jinak/ tenang. [8] [9] Pada rabies buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. [8][9] Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan [8][9] Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies. [10] Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus rabies. [10] Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. [10] Mereka diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama sekali adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar. [10] Manifestasi Klinis Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. [11] Masa inkubasi virus hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia [1] Bila disebabkan oleh gigitan anjing, luka yang memiliki risiko tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak. [9] Sedangkan luka dengan risiko rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki. [9] Gejala sakit yang akan dialami seseorang yang terinfeksi rabies meliputi 4 stadium: [9] Stadium prodromal Dalam stadium prodomal sakit yang timbul pada penderita tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening (nausea), dan lain sebagainya. [9] Stadium sensoris Dalam stadium sensori penderita umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.[9] Stadium eksitasi Pada stadium eksitasi penderita menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia).[9] Kejang-kejang terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernapasan. [8] Hidrofobia yang terjadi pada penderita rabies terutama karena adanya rasa sakit yang luar biasa di kala berusaha menelan air [8] Stadium paralitik Pada stadium paralitik setelah melalui ketiga stadium sebelumnya, penderita memasuki stadium paralitik ini menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif. [9] Karena durasi penyebaran penyakit yang cukup cepat maka umumnya keempat stadium di atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. [9] Gejala-gejala yang tampak jelas pada penderita di antaranya adanya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, dan cahaya, serta suara yang keras. [9] Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gelaja yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.