Media Kedokteran Hewan Vol. 21, No. 1, Januari 2005 Identifikasi Virus Rabies yang Diadaptasi pada Kultur Sel Neuroblastoma dengan Indirect Sandwich-ELISA dan Direct-FAT Identification of Rabies Virus was Adapted to Neuroblastoma Cell lines by Indirect Sandwich-ELISA and Direct-FAT Suwarno Kelompok Studi Tissue Culture, Tropical Disease Center, Universitas Airlangga, Surabaya Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Rabies virus is widely distributed and can infect a wide range of mammalian species, but in Indonesia it persists predominantly in dog. In this study we demonstrate detection of rabies virus in infected neuroblastoma cell lines using indirect sandwich-ELISA and direct FAT . The result showed that rabies virus isolates from dog (street virus) in district of South Sulawesi and East Nusatenggara was similar to growth with Pasteur strain (fixed virus). There are positive correlations between the is ELISA and d-FAT for the identification of rabies virus. Keywords: indirect sandwich-ELISA, direct FAT, rabies virus, neuroblastoma Pendahuluan Rabies merupakan ensefalitis viral yang bersifat fatal, ditransmisikan dari hewan ke hewan atau dari hewan ke manusia (zoonosis) melalui gigitan hewan gila. Rabies dapat digolongkan sebagai pen yakit strategis, karena merugikan dari segi ekonomi dan kesehatan masyarakat. Keberadaan rabies di Indonesia telah dilaporkan sejak tahun 1889 dan saat ini telah tersebar luas di seluruh tanah air, kecuali 4 propinsi yang masih dinyatakan bebas, yakni Bali , Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya dan Maluku (Dharma dkk., 2000). Beberapa tahun kemudian Kepulauan Maluku tidak lagi bebas dari rabies. Pada akhir 1997, pulau Flores (Nusatenggara Timur) tertular rabies akibat masuknya anjing secara ilegal dari Buton, Sulawesi Tenggara. Hingga akhir Agustus 2000 sebanyak 2784 orang digigit anjing tersangka, sebanyak 85 orang di antara nya meninggal. Sementara dari kurun waktu 1996 -1999, jumlah kasus gigitan anjing di Sulawesi menca pai 12573, dan 16% dari jumlah tersebut dikonfirmasi sebagai rabies (Dibia, 2000; BPPV VII, 2001). Rabies selain berbahaya bagi hewan ternak (sapi, kambing, domba, babi, kuda dan ayam), hewan piaraan (anjing, kucing dan kera) atau hewan liar (tikus, serigala, ajak, musang dan bison) juga dapat menyerang manusia. Rabies ditularkan oleh gigitan hewan (anjing) gila dan virus dapat disebarkan oleh beberapa jenis kelelawar (Modrow dan Falke, 1997). Virus Rabies dapat ditemukan di dalam kelenjar air liur setelah anjing terinfeksi virus Rabies selama 3 8 minggu. Pada umumnya gigitan serigala lebih berbahaya dari pada gigitan anjing, karena air liur carnifora liar mengandung lebih banyak hyaluronidase, suatu enzim yang dapat meningkatkan permeabilitas jaringan dan virulensi virus. Air liur banyak mengandung virus terutama bila gejala klinis sudah terlihat, tetapi kadang-kadang dalam beberapa hari virus sudah ada dalam air liur sebelum nampak gejala klinis (Charles et al., 2001). Dalam usaha penyidikan dan peneguhan diag nosis terhadap kasus rabies, Dire ktorat Kesehatan Hewan telah membuat pedoman pemeriksaan kasus rabies yakni meliputi uji pewarnaan Seller’s (tahap I), fluorescent antibody technique (FAT, tahap II), dan uji biologis mouse inoculation test (MIT, tahap III). Tahapan secara serial ini harus dilakukan secara berurutan untuk menemukan hasil positif berupa virus rabies atau gejala dari infeksi rabies (BPPV VII, 2001). Virus Rabies yang termasuk virus ss -RNA dari golongan Rhabdoviridae, memiliki ukuran 75 x 180 nm dengan panjang genom 12.000 bp. Virus Rabies memiliki lima jenis partikel protein yang berbeda, yakni dua protein berada pada amplop (G dan M) dan tiga protein pada nukleokapsid (L, N, dan P). Berat molekul protein berturut -turut adalah 64-68 kD, 24-25 kD, 190 kD, 60 kD, dan 40 -45 kD (Modrow dan Falke, 1997). 43 Suwarno; Identifikasi Virus Rabies yang Diadaptasi pada Kultur Sel Neuroblastoma dengan … Menurut WHO (1992), diagnosis untuk me nemukan antigen, virus, atau Negri bodies dari rabies dapat dilakukan dengan FAT, rapid rabies enzyme immunodiagnosis (RREID), isolasi virus pada sel neuroblastoma atau suckling mice (umur kurang dari 3 hari), penggunaan antibodi monoklonal atau dengan polymerase chain reaction (PCR). Sementara untuk deteksi antibodi dilakukan dengan mouse serum neutralization test (MNT), rapid fluorescent focus inhibition test (RFFIT) atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Ada kalanya karena jumlah virus dalam spesimen otak atau air liur terlalu sedikit, sehingga menghasilkan diagnosis negatif. Untuk mengatasi kendala tersebut, spesimen dapat dibiakkan melalui sel baby hamster kidney-21 (BHK21) atau neuroblastoma. Adaptasi ke dalam kultur sel ini dapat meningkatkan konsentrasi virus, sehingga mempermudah diagnosis. Penelitian ini bertujuan membandingkan teknik identifikasi antara is-ELISA dengan d-FAT terhadap virus rabies yang telah diadaptasi ke dalam kultur sel neuroblastoma. Metode Penelitian Sampel Virus Sampel virus berupa otak anjing tersangka rabies diperoleh dari Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional VII, Maros. Sampel dikumpulkan dari kasus gigitan anjing dari wilayah Sulawesi Selatan dan Nusatenggara Timur. Isolasi Virus Sampel virus dibuat suspensi 10% dengan PBS yang mengandung 2% FBS. Sebagai pembanding digunakan virus rabies strain Pasteur (fixed virus) dan virus rabies strain CVS, yang telah dikarakterisasi sifat virusnya. Virus diisolasi pada sel ginjal anak hamster (BHK21) dan sel neuroblastoma (NA). Suspensi otak hewan penderita rabies diinokulasikan sebanyak 0,2 ml pada sel BHK 21 maupun sel NA yang telah konfluen pertumbuhannya (jumlah sel = 1 x 10 8). Kultur kemudian diinkubasikan pada suhu 33 C selama 1 jam, selanjutnya ditambah kan medium penumbuh (DMEM yang mengandung FCS 0,5%, Hepes 24 mM, NaHCO 3 25mM, Penstrep 100 IU/ml) dan inkubasikan lagi. Empat hari setelah inokulasi, media dipanen dan disimpan pada –60C sampai dipergunakan. Identifikasi Virus Rabies Isolat virus rabies dari daerah Sulawesi Selatan dan Nusatenggara Timur yang ditumbuhkan pada sel BHK21 dan neuroblastoma, selanjutnya diuji dengan teknik indirect sandwich-ELISA dan direct-FAT. 44 Indirect sandwich-ELISA Antibodi kelinci anti-virus rabies dilapiskan pada mikroplat dengan pengenceran 1/1000 meng gunakan coating buffer, sebanyak 100 l/sumuran. Mikroplat diinkubasi suhu 4 oC selama semalam. Berikutnya mikroplat dicuci dengan washing buffer sebanyak 6 kali dan di-blocking dengan creamer 4%, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam. Pasca inkubasi, mikroplat dicuci kembali dan ditambahkan supernatan dari kultur sel yang diinfeksi isolat virus rabies sebanyak 100 l/sumuran. Inkubasi mikroplat pada suhu 37 oC selama 1 jam dan dicuci kembali. Selanjutnya ditambahkan antibodi kedua (antibodi mencit anti -virus rabies) pada pengenceran 1/10.000 sebanyak 100 l/sumuran dan diinkubasi pada suhu yang sama. Mikroplat dicuci kembali dan ditambahkan ko njugat Ig G rabbit antimice berlabel ensim alkalin fosfatase (1:10.000), sebanyak 100 l/sumuran dan diinkubasi lagi. Setelah itu dicuci lagi dan ditambahkan substrat p NPP (1mg/ml) sebanyak 100 l/sumuran. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar pada ruang gel ap selama 1 jam dan pembacaan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Direct-FAT Sel neuroblastoma yang telah diinokulasi isolat virus rabies dipreparasi pada obyect glass dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam dalam inkubator. Sel kemudian dicuci dengan PBS sebanyak 3 kali dan difiksasi dengan aseton selama 10 menit pada suhu kamar. Pasca inkubasi dilakukan pencucian dengan PBS dan ditambahkan konjugat Ig G goat anti-nucleoprotein rabies yang berlabel FITC sebanyak 50 l dan inkubasi 30 menit dalam inkubator 37 oC. Berikutnya slide dicuci dengan FA rinse buffer PH 9,0, direndam selama 10 menit dan dikeringkan. Sebelum slide kering, dilakukan mounting dengan penambahan FA mounting fluid (gliserol/FA rinse buffer, PH 9,0 (50/50) ) dan di baca dengan mikroskop fluorescent pada perbesaran 100x, 200x, dan 400x. Hasil dan Pembahasan Isolasi Virus Pada penelitian ini virus rabies diisolasi dari anjing penderita dengan inokulasi suspensi otak pada kultur sel BHK 21 dan NA. Pertumbuhan virus rab ies pada sel BHK 21 tidak menunjukkan adanya CPE, sehingga secara mikroskopis sulit dibedakan antara sel normal dan sel yang terinfeksi. Sementara dengan sel NA, pertumbuhan virus rabies pada pasase pertama agak lambat dan baru pada pasase kedua dan ketiga timbul CPE berupa lisis sel (Gambar 1). Berbeda dengan strain alam yang hanya dapat Media Kedokteran Hewan Vol. 21, No. 1, Januari 2005 tumbuh pada sel NA, virus rabies strain laboratorium (fixed virus) dapat tumbuh pada sel BHK 21 maupun sel NA, tetapi pada sel BHK 21 tidak menimbulkan CPE. Dengan demikian kultur sel NA lebih sensitif untuk menumbuhkan virus rabies strain alam dari pada kultur sel BHK 21. Timbulnya CPE menunjukkan bahwa virus rabies telah teradaptasi dan tumbuh dengan baik (Rahmahani dkk, 2004). Identifikasi Virus Untuk membuktikan adanya pertumbuhan virus rabies dilakukan identifikasi dengan uji serolo gis, yaitu indirect sandwich-enzyme linked immunosorbent assay dan direct-fluorencent antibody technique (is-ELISA dan d-FAT), serta uji biologis pada mencit, yaitu mouse inoculation test (MIT). Hasil isolasi dan identifi kasi virus rabies dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Isolasi Virus Rabies pada Sel NA yang Diidentifikasi dengan is-ELISA; d-FAT dan MIT Kode Isolat a is-ELISAb Pasase1 Pasase2 Pasase3 d-FATc MITd Kontrol 0.189 0.196 0.178 - - SD 0.244 0.467 0.517 ++ + SF 0.245 0.551 0.394 + + SJ 0.270 0.409 0.630 +++ + NK 0.299 0.322 0.698 +++ + NL 0.226 0.326 0.372 + + NN 0.284 0.300 0.675 +++ + Lab 0.460 0.501 0.728 ++++ + Keterangan: a = asal isolat (S=S ulawesi, N=Nusa Tenggara Timur); b = nilai optical density yang terdeteksi; c = hasil uji d -FAT (-, negatif; +, positif lemah; ++++, positif sangat kuat); d = gejala klinis ( -, tanpa gejala; +, paralisa mulai hari ke -7 diikuti kematian hari ke-9). Pada uji is-ELISA, nilai OD yang terdeteksi untuk setiap pasase serial pada semua isolat menunjukkan adanya peningkatan, kecuali kelom pok kontrol. Hal ini berarti jumlah virus yang terdeteksi pada setiap pasase semakin banyak yang dapat ditangkap, baik oleh antibodi pelapis (Ab-1) maupun antibodi penangkap (Ab-2). Secara rutin uji is-ELISA banyak dimanfaatkan untuk mendiagnosis virus rabies strain alam dan uji ini memiliki sensitivitas 2 -5 kali dibanding direct sandwich-ELISA (OIE, 1996). Sebagai pembanding uji is-ELISA, pada penelitian ini adanya pertumbuhan virus rabies diuji juga dengan d-FAT. Semua kultur sel NA yang diinokulasi dengan isolat virus rabies menunjukkan hasil positif, kecuali kelompok kontrol. Nilai positif berkisar antara positif lemah (+) sa mpai dengan positif sangat kuat (++++). Uji d-FAT ternyata dapat mendeteksi keberadaan virus rabies dalam sito plasma sel NA. Virus rabies bereplikasi di dalam sitoplasma sel dan membentuk Negri bodies yang berbentuk bulat atau lonjong. Negri bodies merupakan kumpulan virus dengan ukuran 0,25-0,27 µm dan dapat diikat oleh antibodi anti-protein N virus rabies yang dilabel dengan FITC, sehingga menghasilkan warna fluoresensi (CDC, 2003). Hasil d -FAT dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut laporan OIE (1996), ternyata terdapat korelasi antara is -ELISA dengan d-FAT. Korelasi hasil diagnosis rabies antara is -ELISA dengan d-FAT berkisar antara 98-99%. Dari hasil uji biologis pada mencit (MIT) secara intra serebral juga menunjukkan gejala klinis positif rabies. Semua sampel yang menghasilkan reaksi positif dengan is-ELISA maupun d-FAT menunjukkan gejala klinis rabies pada semua kelompok mencit yang diinokulasi. Gejala klinis spesifik berupa paralisa kaki belakang terlihat mulai pada hari ke -7 dan diikuti dengan kematian pada hari ke-9 sampai ke-11. Sementara pada kelompok kontrol tidak menunjukkan gejala sampai akhir pengamatan yaitu pada hari ke-28. Data ini sesuai dengan laporan WHO (1992) dan OIE (1996). Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulka n beberapa hal sebagai berikut: 1) Isolat virus rabies strain alam dari daerah Sulawesi Selatan dan Nusatenggara Timur dapat dibiakkan pada sel BHK 21 dan neuroblastoma; 2) Isolat virus rabies hasil isolasi berhasil diidentifikasi dengan uji is -ELISA dan dFAT; 3) Terdapat korelasi positif antara is -ELISA dan d-FAT dalam mengidentifikasi virus rabies. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) melalui Penelitian Hibah Bersaing XI tahun 2003/2004 yang mebiayai penelitian ini. 45 Suwarno; Identifikasi Virus Rabies yang Diadaptasi pada Kultur Sel Neuroblastoma dengan … A = Sel BHK normal B = Sel BHK terinfeksi C = Sel NA normal D = Sel NA terinfeksi Gambar 1. Pertumbuhan virus rabies strain alam . A dan B, sel BHK-21; C dan D, sel NA. A = Sel NA normal B = Sel NA terinfeksi Gambar 2. Hasil uji d-FAT terhadap pertumbuhan virus rabies strain alam pada sel NA . A = normal; B = terinfeksi. Daftar Pustaka BPPV VII. 2001. Informasi Diagnosa Rabies di Wilayah Kerja BPPV Regional VII Maros Periode 1996-2001, Vol 16, Dirjen Bina Produksi Peternakan, Deptan. CDC. 2003. Rhabdoviruses. http://www.haverford. edu/biologi/edwards/disease/viral_essays/high A.html 46 Charles, L., Stoltenow, K. Solemsaas, M. Niezgoda, P. Yager and CE. Rupprecht. 2001. Rabies in an American Bison from North Dakota. J. Wildlife Diseases. 96(1): 169-171. Dharma, DMN., SM Astuti, JS Kalianda dan S Hadi. 2000. Evaluasi pengendalian dan pemberantasan Rabies. Rapat Teknis dan Pertemuan Ilmiah Kesehatan Hewan, Departemen Pertanian dan Kehutanan, Bogor 5-6 Oktober. Media Kedokteran Hewan Dibia, I.N. 2000. Surveilance dan Pemberantasan Rabies di Pulau Flores NTT. Rapat teknik dan Pertemuan Ilmiah Kesehatan Hewan, Departe men Pertanian dan Kehutanan, Bogor 5 -6 Oktober. Modrow, S. and D. Falke. 1997. Rhabdo viren. In: Molekulare Virology. Spektru m Akademicher Verlag, Heidelberg, Berlin. Pp. 190 -202. Vol. 21, No. 1, Januari 2005 Rahmahani J., Suwarno, Andayani, S.S. dan Kusnoto. 2004. Karakterisasi glikoprotein virus rabies strain alam pada pembuatan antibodi monoklonal untuk deteksi dini dengan DASELISA. Laporan Penelitian Hibah Bersaing X. Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. WHO. 1992. Expert Committee on Rabies. 8 th Report, WHO Technical Report Series. No. 824. Genewa. OIE. 1996. OIE Manual. Paris France. 47