RABIES Asih Rahayu Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Rabies adalah penyakit zoonosis yang membentuk sebagai penyakit akut virus dalam sistem saraf pusat. gejala biasa adalah sebuah sindrom kelumpuhan progresif, dan itu biasanya fatal. Kasus rabies di Indonesia masih cukup tinggi jumlahnya. Dalam dekade terakhir, ada beberapa kasus kematian yang disebabkan oleh Rabies, dan ribu kasus gigitan anjing di beberapa daerah Indonesia seperti: Flores, Ambon dan Bali. Untuk mencegah penyakit dan membawa Indonesia ke negara bebas rabies, berbagai upaya harus diletakkan dan difasilitasi oleh semua pihak terkait. RABIES Asih Rahayu Lecturer Faculty of Medicine, University of Wijaya Kusuma Surabaya Abstract Rabies is a zoonosis disease that forms as a viral acute illness in the central nervous system. Its regular symptom is a progressive paralysis syndrome, and it is commonly fatal. The rabies case in Indonesia is still high in number. In the last decades, there are several mortality cases caused by Rabies, and thousand cases of dog’s bite in some Indonesia’s region such as: Flores, Ambon and Bali. To prevent the disease and bring Indonesia to a rabies-free country , many efforts should be put and facilitated by all related parties. Keyword: Rabies,zoonosis. PENDAHULUAN Rabies merupakan salah satu penyakit zoonosis yang berupa penyakit viral akut pada Susunan Saraf Pusat dengan gejala berupa kelumpuhan progresif serta seringkali berakhir dengan kematian. Penyakit ini ditularkan umumnya melalui gigitan hewan pembawa Rabies. SEJARAH EPIDEMIOLOGI Rabies telah dikenal sejak jaman Raja Hammurabi pada 2300 SM di Babilonia.Di Inggris dikenal sejak tahun 1026. Di Indonesia, kasus Rabies pada kerbau pernah ditemukan oleh Esser di JawaBarat pada tahun 1884 , pada anjing tercatat oleh Penning pada tahun 1889 , dan pada manusia tercatat oleh EV de Haan pada tahun 1894 . Pada kurun waktu 1945-1980 tercatat terjadi Rabies di Sumatera Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun 1953, di Sulawesi Utara tahun 1956, di Sumatera Selatan tahun 1959, di Lampung tahun 1969,di Aceh tahun 1970, di Jambi dan Yogjakarta tahun 1971, di DKI Jaya dan Bengkulu tahun tahun 1972, di Kalimantan Timur tahun 1974, di Riau tahun 1975, di Kalimantan Tengah tahun 1978, di Kalimantan Selatan pada tahun 1983, di Pulau Flores NTT pada tahun 1977. Kasus gigitan oleh Hewan Pembawa Rabies di Indonesia akhir – akhir ini semakin marak. Bahkan di Bali dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini terjadi banyak kasus gigitan oleh Anjing penderita Rabies. Berikut adalah sebagian kasus Rabies yang terjadi di Indonesia dalam dasawarsa akhir ini: Menurut Kabag P2P Dinkes Banjar drg. Yasna Khairina, sepanjang tahun 2005 dilaporkan terjadi 27 kasus gigitan anjing tersangka Rabies, namun berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium hanya 8 diantaranya yang positif Rabies sedangkan pada tahun 2006 tercatat 13 kasus gigitan anjing tersangka Rabies dan hanya 2 diantaranya yang positif Rabies ( Banjarkab.go.id, 2006). Pada tahun 2000 di Palangkaraya dilaporkan terdapat tujuh belas kematian karena Rabies dalan kurun waktu delapan bulan. Pada kurun waktu antara tahun 2000 sampai 2003, di Ngada – Flores tercatat limapuluh enam kematian akibat Rabies dan seribu sembilanratus limabelas kasus gigitan anjing. Pada awal tahun 2003 hingga 25 September 2003 di Ambon tercatat duabelas kematian dan sekitar limaratus kasus gigitan anjing. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Manggarai Barat, IG Ngurah Harijaya dalam laporan tertulisnya yang di terima di Kupang, Rabu 6 februari 2008 menyebutkan bahwa dalam empat pecan terakhir terjadi 13 kasus gigitan dan satu diantaranya meninggal dunia. Sementara jumlah kasus sejak tahun 1977 mencapai lebih dari 8.300 dengan korban tewas terbanyak berasal dari Kabupaten Ngada yakni 60 orang, Flores Timur 28 orang, Sikka 17 orang, Manggarai dan Manggarai Barat 17 orang, Ende 8 orang dan Lembata 2 orang. Pemerintah Propinsi NTT menyebutkan jumlah kasus Rabies dalam 10 tahun terakhir mencapai 620 kasus dengan jumlah korban tewas 132 orang. (Tempointeraktif.com, 2008). Di Jawa Barat pada tahun 2005 tidak terdapat penderita Rabies dari 427 kasus gigitan, 200 diantaranya mendapat VAR (Vaksin Anti Rabies), tetapi terdapat 2 spesimen hewan positif Rabies dilaporkan dari Kabupaten Garut. Pada tahun 2006 terdapat 2 orang meninggal akibat Rabies masing – masing dari Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya diantara 453 kasus gigitan di Jawa Barat, 334 diantaranya mendapat VAR, terdapat pula 2 spesimen hewan positif dari Kabupaten Tasikmalaya dan Garut. Tahun 2007 terdapat 1 orang meninggal akibat Rabies dari Kabupaten Ciamis diantara 528 kasus gigitan di Jawa Barat, 331 diantaranya mendapat VAR, tidak ada laporan hasil pemeriksaan specimen hewan penular Rabies. Pada tahun 2008 ( sampai dengan April 2008) dilaporkan 1 orang meningga akibat Rabies dari Kabupaten Cianjur diantara 52 kasus gigitan di Jawa Barat, 41 diantaranya mendapat VAR , dan belum ada laporan pemeriksaan specimen hewan penular Rabies. ( Patriawati B & Rosemary F, 2008) Kasus Rabies terjadi di Kampung Ka kelurahan Wali Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai pada Balita yang digigit anjing pada 13 Juni 2009 dan berakhir dengan kematian pada 17 September 2009. (PosKupang.com 17 September 2009). Di Bali pada kurun waktu akhir 2008 hingga 23 September 2009 terjadi kematian akibat Rabies sejumlah 11 orang. Dengan kejadian Rabies yang makin marak di beberapa wilayah Indonesia akhir – akhir ini, penulis berusaha memberikan informasi secara lengkap mengenai Rabies sehingga dapat lebih dimengerti dan diwaspadai serta dapat diambil tindakan secara tepat apabila terjadi kasus Rabies. ETIOLOGI Rabies disebut juga Lyssa, Tollwut atau Penyakit Anjing gila. Penyebabnya adalah virus Rabies yang merupakan Virion dengan genome RNA . Berdasarkan struktur genom dan model replikasinya Rabies diklasifikasikan famili Rhabdoviridae ( dalam bahasa Yunani, rhabdo berarti batang) dalam ordo Mononegavirales yang merupakan kelompok famili dengan genom linear negative ssRNA. Rhabdoviridae dikenal sebagai virus berbentuk peluru dengan salah satu ujungnya datar. Ukurannya berkisar 170-180 nm x 65-75 nm dengan Berat molekul 3,5-4,6 x 106 Dalton atau 13-16 kb.Virion atau virus ini terdiri dari nucleocapsid helix dan envelope yang tersusun atas 50% protein (Glikoprotein = Protein -G) dan 50% lipid. Virus ini bereplikasi pada Sitoplasma sel. (Joklik et al, 1992) EPIDEMIOLOGI : Sembilan puluh persen kasus Rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan anjing. Anjing dan kucing merupakan sumber penularan Rabies yang paling penting, karena dua jenis hewan inilah yang paling dikenal sebagai pet animal sehingga kedua hewan ini pula yang paling sering kontak dengan manusia. Semua mamalia pada dasarnya peka terhadap infeksi virus Rabies tetapi terdapat urutan kepekaan dari berbagai species dari mamalia. Mamalia yang paling peka dan seringkali merupakan kasus rabies spontan adalah golongan anjing misalnya anjing domestikasi (anjing peliharaan), anjing hutan, serigala dan rubah. Beberapa species lain digolongkan ke dalam kepekaan sedang yaitu raccoon, sigung dan kelelawar vampire. Sedangkan yang kurang kepekaannya adalah golongan tupai. Manusia umumnya tertular karena gigitan hewan penderita Rabies , karena virus Rabies akan berada dalam kelenjar ludah hewan yang terinfeksi sekitar lima sampai tujuh hari sebelum gejala klinis terlihat. Terdapat dua bentuk epizootic Rabies yaitu urban rabies yang terjadi pada jenis mamalia pet animal dan sylvatic rabies yang terjadi pada jenis mamalia liar . Kepekaan terhadap infeksi rabies dan masa inkubasinya tergantung pada latar belakang genetic dari host, strain virus Rabies, konsentrasi receptor virus pada sel host, jumlah inokulum, serta jarak antara tempat masuknya virus ke sel host dengan central nervous system. PORT DE’ENTRY DAN PATOGENESA Penularan Rabies pada manusia umumnya melalui luka gigitan hewan penderita Rabies , walaupun dapat juga terjadi melalui kulit yang lecet akibat cakaran hewan penderita Rabies. Virus rabies yang ada pada ludah penderita rabies akan masuk ke host melalui luka. Replikasi awal Virion ini terjadi pada jaringan otot bergaris atau jaringan subepithel dan akan berlangsung terus hingga konsentrasi virus mencapai maksimal yang berakhir sampai ujung saraf yang sensitive atau sampai ke neuron. Virus Rabies ini rupanya mengikat diri pada receptor cel berupa Ach-receptor ( Acetylcholine esterase) pada sel neuron sampai ke daerah axon.Pada fase berikutnya terjadi perpindahan infeksi pasif asam inti virus secara centripetal di dalam axon menuju ke Central Nervus system. Daerah pertama yang dicapai pada masa perpindahan ini adalah sumsum tulang dan segera mengadakan replikasi. Apabila hasil dari replikasi ini semakin banyak pada sel saraf , maka akan terjadi kerusakan sistim saraf terutama sistim saraf perifer. Perubahan perilaku dapat terjadi pada fase ini, hal ini kemungkinan karena terjadi kerusakan sel saraf akibat replikasi virus yang sangat banyak sehingga terjadi pula kerusakan pada sel saraf / cortex yang mengatur perilaku. Hal ini pula yang dikatakan sebagai ciri spesifik dari infeksi virus Rabies. Pada Central Nervus System juga terjadi infeksi oleh virus Rabies ini, sehingga kemungkinan dapat terjadi depresi, coma bahkan kematian. Selain itu , pada saat yang sama juga terjadi replikasi virus Rabies yang sangat banyak pada sistim saraf perifer, virus ini bergerak secara centrifugal di dalam sistim saraf perifer dan berjalan secara pasif lagi di dalam axon. (Rantam FA,2005) GEJALA KLINIS Pada hewan ataupun manusia, masa inkubasi rabies umumnya panjang berkisar dari sekitar satu minggu hingga lebih dari satu tahun semenjak masuknya virus Rabies, umumnya sekitar satu bulan. Pada intinya masa inkubasi tergantung dari jarak lokasi gigitan dengan Central Nervous system, semakin jauh lokasi port d’entry dari virus Rabies ini dari otak maka semakin lama masa inkubasinya. Pada hewan , khususnya anjing, gejala klinis dapat dikategorikan dalam beberapa fase yaitu fase prodromal yang berupa demam dan terjadi perubahan perilaku, selanjutnya memasuki fase eksitasi berupa kegelisahan, respons yang berlebihan terhadap suara ataupun cahaya dan anjing cenderung menggigit. Fase berikutnya adalah paralitik yang ditandai dengan kejang, dysphagia, hydrophobia, hypersalivasi, kelumpuhan otot termasuk otot pernafasan dan diakhiri dengan kematian. Beberapa literature mengatakan Rabies terdiri dari dua bentuk yaitu dumb rabies dan furious rabies. Pada dumb rabies umumnya terjadi gangguan menelan, bersembunyi dan jarang menggigit, selanjutnya dalam kurun waktu sekitar empat hari akan terjadi paralisa progresif yang berakhir dengan kematian. Bentuk ini umumnya jarang menular ke manusia. Sebaliknya pada bentuk furious umumnya terlihat gejala umum misalnya menurunnya nafsu makan, gelisah, bersembunyi, sensitive dan agresif , menyerang segala sesuatu yang berada disekitarnya, kejang – kejang yang berakibat dysphagia, hydrophobia, hypersalivasi , selanjutnya terjadi paralisa dan kematian. Bentuk furious ini yang biasanya menular ke manusia akibat gigitan hewan penderita. (Soeharsono,2002) Pada manusia , Fase prodromal berlangsung pendek sekitar dua sampai empat hari yang ditandai dengan malaise, anorexia, sakit kepala, nausea, vomit, sakit tenggorokan dan demam. Selanjutnya memasuki fase sensorik yang berupa terjadinya sensasi abnormal di sekitar tempat infeksi yang kemudian berlanjut ke fase exitasi berupa ketegangan, ketakutan, hyperlacrimasi, dilatasi pupil, keringat berlebihan, halusinasi, kaku otot, keinginan melawan, dysphagia sehingga hypersalivasi dan hydrophobia. Kematian biasanya diakibatkan karena paralisa otot pernafasan. DIAGNOSIS : Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan observasi laboratorium berupa pembuatan preparat jaringan otak hewan yang menggigit dengan pewarnaan Seller, untuk menemukan inclusion bodies / Negri bodies yang terdapat terutama pada medulla spinalis. Cara lain adalah dengan imunofluoresensi langsung dengan menggunakan serum anti rabies hamster. TINDAKAN : Pada hewan yang menggigit dan dicurigai menderita rabies harus dikarantina selama dua minggu. Apabila terjadi kematian perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan Negri bodies dengan cara mengirim hipocampusnya ke BPPH yang mempunyai fasilitas mendiagnosis rabies. Apabila tidak terjadi kematian maka hewan tersebut dinyatakan bebas rabies. Pada manusia yang tergigit hewan di daerah tertular rabies perlu diwaspadai . Luka gigitan harus sesegera mungkin dicuci dengan detergent selama 5 – 10 menit di bawah air yang mengalir sebagai upaya untuk merusak envelope dari virus rabies. Selanjutnya diberi alcohol 70% atau iodium tincture. Luka sebaiknya tidak dijahit, bila harus dijahit maka dilakukan setelah diberi local antiserum dan jahitan tidak boleh terlalu erat sehingga menghalangi pendarahan atau drainase. (Depkes RI,2000) Pencegahan imunologis terhadap rabies pada manusia adalah dengan memberikan Human Rabies Immunoglobulin (HRIG) secepat mungkin setelah terpajan untuk menetralisir virus pada luka gigitan, dengan dosis tunggal 20IU/kg BB, setengahnya diinjeksikan ke dalam dan di sekitar luka dan setengahnya diberikan IM. Selanjutnya diberikan vaksin pada tempat yang berbeda untuk mendapatkan imunitas aktif dengan HDCV atau RVA dalam 5 dosis 0,5 atau 1,0 cc IM pada daerah deltoid. Dosis pertama diberikan segera setelah gigitan (pada saat yang sama diberikan dosis tunggal HRIG) dan dosis selanjutnya pada hari ke 3, 7, 14 dan 28 setelah dosis pertama. ( Chin,J. 2006) PENCEGAHAN Perlu dilakukan imunisasi dengan vaksin rabies pada hewan peliharaan yang peka terutama pada anjing , kucing dan kera. Perlu pelaporan kepada dinas yang terkait apabila terjadi kasus gigitan hewan tersangka rabies atau di wilayah terpapar rabies. Imunisasi prapajanan terhadap orang yang berisiko tinggi terkena rabies mungkin perlu dilakukan dengan HDCV (Human diploid cell rabies vaccine), RVA (rabies vaccine adsorbed) atau PCBC (purified chick embryo cell vaccine) misalnya pada orang – orang yang bekerja sebagai dokter hewan, petugas suaka alam pada daerah anzootik atau epizootic, petugas karantina hewan, petugas laboratorium atau petugas lapangan yang bekerja dengan rabies atau wisatawan yang berkunjung dalam waktu lama pada daerah endemis rabies. SARAN Dengan masih banyaknya ditemukan kasus Rabies di wilayah Indonesia maka: Perlu dilakukan kerjasama yang lebih baik antar dinas yang terkait yaitu Pemberantasan Rabies pada hewan menjadi tanggung jawab Departemen Pertanian , Penanggulangan Rabies pada manusia menjadi tanggung jawab Departemen Kesehatan dan Koordinasi data pembebasan Rabies menjadi taggung jawab Departemen Dalam Negeri. Perlu melaksanakan kegiatan pembebasan Rabies secara terpadu dibawah koordinasi Pemerintah Daerah yang meliputi : Melakukan pencegahan kematian akibat Rabies dengan penanganan kasus gigitan hewan penular Rabies secara benar dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam tatalaksana kasus gigitan hewan penualr Rabies . Melakukan penyuluhan secara berkala kepada masyarakat perlu dilakukan untuk menggugah kesadaran masyarakat agar lebih memperhatikan hal – hal yang dapat memicu terjadinya Rabies diantaranya memperhatikan dan mengawasi kesehatan hewan peliharaan terutama anjing , kucing dan kera dengan cara secara teratur melakukan vaksinasi Rabies dan tidak membiarkan hewan peliharaannya berkeliaran. Pemerintah melalui Dinas Peternakan perlu menggalakkan kembali program vaksinasi murah ataupun gratis terhadap hewan peliharaan anjing, kucing dan kera. DAFTAR PUSTAKA : CHIN J.2006.Manual Pemberantasan Penyakit Menular.Infomedika.Edisi 17,cetakan II, 497507. DEPKES RI, DIRJEN PPM & PL. 2000.Petunjuk Perencanaan & Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hwean Tersangka /Rabies di Indonesia. JOKLIK WK, WILLET HP, AMOS DB, WILFERT CM. 1992. Zinsser Microbiology.20thEd.1028-1033. PATRIAWATI B dan ROSEMARY F, 2008.Rabies. WWW.portalkomunikasi.jabarprov.go.id, Senin 21 Juli 2008. RANTAM FA. 2005.Virologi.167-168 SOEHARSONO.2002.Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia.Penerbit Kanisius Yogyakarta, 115-121. WWW.Kompas.co.id .September 2003 WWW.Pos-Kupang.com .17 September 2009 WWW.tempointeraktif.com. 2008. Rabies Kembali Mengganas di Flores. Rabu 06 Pebruari 2008. WWW.banjarkab.go.id, 2006. Ditemukan 2 Kasus Rabies.Rabu 13 Desember 2006.