PATOFISIOLOGI RABIES Virus rabies adalah virus neurotropic yang menyebar di sepanjang jalur saraf dan menyerang SSP, virus ini menyebabkan infeksi akut. Mekanisme penularan paling umum adalah melalui inokulasi perifer virus setelah gigitan hewan yang terinfeksi rabies. Selanjutnya, terjadi replikasi di jaringan perifer, sehingga virus tersebar di sepanjang saraf perifer dan medulla spinalis menuju otak, kemudian terjadi diseminasi dalam SSP dan virus menyebar secara sentrifugal dari SPP menjuju ke berbagai organ lainnya, termasuk mata, ginjal dan juga kelenjar ludah. Masa inkubasi virus ini bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh virus sebelum mencapi otak. Cara serta waktu yang dibuthkan virus untuk mencapai central juga turut dipengaruhi oleh distribusi persarafan serta lokasi dekatnya tempat gigitan dengan otak. Beberapa hasil penelitian mengutarakan bahwa tempat yang cukup cepat mengalami masa inkubasi yang cepat adalah gigitan di bagian jari-jari dan juga bagian kelamin dilihat dari kondisi persarafan.2 Gambar 1. Patogenis Rabies Sumber : www.nied.ac.za/rabies Perantara masuknya reseptor ke saraf perifer melalui reseptor nikotinik (nAChR) yang merupakan reseptor pertama yang mengidentifikasi adanya virus rabies. Antigen virus rabies telah terdeteksi oleh pewarnaan antibody di lokasi NMJ yang berhubungan dengan penyebaran reseptor nAChR. Perjalan virus rabies ketika mencapai SSP, penyebaran virus akan sangat cepat sesuai jalur neuroanatomi. Sama halnya dengan di saraf tepi, virus menyebar dengan jalan fast aconal transport, kemudian memperbanyak diri secara masif pasa membrane sel saraf. Virus Rabies ini memiliki tempat predileksi, terutama pada sel-sel system limbic, hipotalamus, dan batang otak. Proses infeksi juga terjadi di serebelum, medulla spinalis, dan korteks serebri. Tanda patognomonik adanya virus rabies berupa negri body, terutama di sel purkinje serebelum, juga ditemukan di sel pyramidal, hipokampus, basal ganglia, dan nuclei nervi kranialis. Meskipun perubahan patologis akibat infeksi virus rabies sangat minimal, namun infeksi virus ini telah menimbulkan disfungsi system saraf yang berat. Disfungsi system saraf terjadi akibat abnormalitas fungi neurotransmitter serotonin, opiate, gamma amino butyric acid ( GABA), dan asetilkolin.1,2 Perjalan Virus rabies secara sentripetal menuju SSP, replikasi virus secara local terjadi pada selsel otot di sekitar lokasi gigitan, sehingga terjadi peningkatan jumlah virus. Virus memasuki saraf tepi melalui NMU dengan berikatan pada reseptor asetilkolin nikotinik. Ikatan ini menyebabkan konsentrasi virus tinggi di daerah post-sinaptik, sehingga memudahkan virus menyebar ke SSP secara sentripetal melalui akson-akson saraf dengan cara retrograde fast axonal transport. Penyebaran virus rabies dari SSP ke perifer terjadi secara sentrifugal melalui serabut saraf aferen volunteer ataupun saraf otonom.2 DAFTAR PUSTAKA 1. Hemachudha T, Wacharapluesadee S, Laothamatas J, Wilde H. Rabies and pathogenesis of rabies.Infect Dis Paskistan 2007 2. Warell M, Warell D.Rabies and other lyssavirus disease. Lance 2004