BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakag Penulisan Tuntutan reformasi telah membawa perubahan tatanan dan pembaharuan di berbagai bidang kehidupan di Indonesia. Perubahan dan pembaharuan itu menuntut penyesuaian visi, misi, tujuan dan strategi agar selalu dapat memenuhi tuntutan kebutuhan zaman, demikian halnya dengan sistem pendidikan nasional. Pembaharuan pendidikan tersebut dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan sehingga mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk dapat menghadapi tantangan dan tututan perubahan baik pada tingkat lokal, nasional maupun regional. Reformasi bidang pendidikan diawali dengan amandemen UUD 1945 khususya pasal 31. Dalam pasal ini ditegaskan bahwa setiap warga negera berhak mendapat pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, pemerintah mengusahakan dan menyelengarakan suatu sistem pendidikan nasional, negara memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Untuk melaksanakan amanah pasal 31 UUD 1945 tersebut ditetapkanlah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yang dimaksud dengan pendidikan menurut undang-undang ini adalah merupakan usaha 1 sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut juga memuat tujuan pendidikan nasional. Tujuan tersebut selengkapnya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. . Dalam merealisasikan delapan standar nasional pendidikan tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 2 Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tentang Standar Isi dan 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan ini melandasi berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berlakunya KTSP berimplikasi pada semua guru agar dalam mengajar melengkapi semua perangkat kurikulum sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran, tidak terkecuali guru IPS. Mukminan (2006: 4) menyebutkan bahwa guru IPS harus mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif dalam arti menguasai materi, mampu memilih permasalahan yang layak diangkat sebagai bahan belajar, serta mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu mengoptimalkan tercapainya kompetensi pembelajaran. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. kelompok mata pelajaran estetika; e. kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan. 3 Cakupan setiap kelompok mata pelajaran disajikan pada Tabel 1. No Kelompok Mata Pelajaran Cakupan 1. Agama dan Akhlak Mulia Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. 2. Kewarganegaraan dan Kepribadian Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. 3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan 4 No Kelompok Mata Pelajaran Cakupan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMA/MA/SMALB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SMK/MAK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja. 4. Estetika Kelompok mata pelajaran estetika dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan mengapresiasi dan mengekspresikan keindahan serta harmoni mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mensyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis. 5. Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta menanamkan sportivitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sportivitas dan kesadaran hidup sehat. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dimaksudkan untuk meningkatkan potensi fisik serta membudayakan sikap sportif, disiplin, kerja sama, dan hidup sehat. Budaya hidup sehat termasuk kesadaran, sikap, 5 No Kelompok Mata Pelajaran Cakupan dan perilaku hidup sehat yang bersifat individual ataupun yang bersifat kolektif kemasyarakatan seperti keterbebasan dari perilaku seksual bebas, kecanduan narkoba, HIV/AIDS, demam berdarah, muntaber, dan penyakit lain yang potensial untuk mewabah. Tabel 1. Cakupan Kelompok Mata Pelajaran Guru merupakan pekerja profesional. Oleh karena itu Oemar Hamalik (2005: 118) menegaskan bahwa untuk menjadi seorang guru harus memenuhi syarat-syarat: (1) memiliki bakat sebagai guru, (2) memiliki keahlian sebagai guru, (3) memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi, (4) memiliki mental yang sehat, (5) berbadan sehat, (6) memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas, (7) guru adalah manusia berjiwa Pancasila, dan (8) guru adalah seorang warga negara yang baik. Guru juga harus berperan sebagai motivator. Dalam pembelajaran, motivasi sangat di butuhkan untuk meningkatkan kegairahan belajar siswa. Sardiman (2007: 145) memandang bahwa motivasi dapat merangsang dan mendorong serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas dan daya kreativitas siswa, sehingga akan terjadi dinamika dalam proses pembelajaran. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus dapat membangun dan menciptakan keterampilan sosial siswa. Williams and Asher (Muijs & Reinolds, 6 2005: 133-134) menyebutkan 4 (empat) konsep dasar yang harus diajarkan dalam membentuk keterampilan sosial siswa yaitu co-operation, participation, communication, and validation. Konsep dasar yang pertama adalah kerja sama, dapat terwujud pada perilaku siswa dalam memberi kesempatan dan saran kepada orang lain. Yang kedua adalah partisipasi yaitu melibatkan diri dalam permainan. Komunikasi adalah bentuk keterampilan sosial yang ketiga. Komunikasi dapat terwujud pada kemampuan berbicara, keterampilan bertanya dan mendengarkan orang lain. Yang terakhir adalah validasi dengan mengatakan kebaikan dan kebenaran pada orang lain. Untuk dapat mewujudkan keterampilan sosial tersebut, guru hendaknya tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal materi-materi secara konseptual saja, tetapi lebih jauh siswa mampu mengaplikasikan secara cerdas dan bertanggung jawab. Guru juga harus mampu melaksanakan pembelajaran dengan multi media, model dan teknik pembelajaran yang kompleks, sehingga pembelajaran tidak monoton dan dapat menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan bagi siswa. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan IPS membentuk waga negara yang baik, guru dapat menerapkan beberapa model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah cooperative learning (pembelajaran kooperatif). Pembelajaran kooperatif dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif karena siswa berbagi tanggung jawab dengan siswa lainnya termasuk dengan guru untuk menciptakan 7 keadaan belajar dan berusaha bersama memenuhi tugas pengembangan keterampilan serta penguasaan kompetensi yang sedang dipelajari. Siswa akan belajar lebih banyak melalui proses pembentukan dan penciptaan, melalui kerja dengan tim dan melalui berbagi pengetahuan sesama siswa. Namun tanggung jawab individual merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPS, Fenton (Mukminan, 2002: 31) menyebutkan bahwa tujuan studi sosial adalah “prepare children to be good citizen; social studies teach children how to think and social studies pass on the cultural heritage.” Pernyataan ini mengadung makna bahwa pembelajaran IPS mengantarkan anak menjadi warga negara yang baik, mengajar anak bagaimana berpikir dan dengan pembelajaran IPS dapat disampaikan warisan kebudayaan kepada anak. Dengan demikian maka tujuan IPS untuk sekolah dasar adalah “good citizen (warga negara yang baik)” yang karakteristiknya mengacu pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan produkproduk hukum terkait lainnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang menyebutkan bahwa pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS siswa diarahkan menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab dan warga dunia yang cinta damai. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan pendidikan nasional yakni perkembangan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu dalam penelitian ini tiga 8 indikator tersebut dapat dijadikan sebagai variabel pembentukan warga negara yang baik. B. Ruang Lingkup Isi Buku Buku ini terdiri dari lima BAB, yakni BAB I memua latar belakang penulisan dan ruang lingkup isi buku sehingga dapat memudahkan untuk memahaminya. BAB II memuat pengertian, unsur dan karakteristik Cooperatif Learning. BAB III berisikan Efektifitas Pembelajaran IPS termasuk SK-KD IPS SD. BAB IV Menguraikan Aplikasi Cooperatif Learning sebagai hasil penelitian, dan BAB V Penutup berisikan implikasi pembelajaran pembentukan warga negara yang baik. 9 kooperatif dalam meningkatkan BAB II COOPERATIVE LEARNING 1. Pengertian Cooperative Learning Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil, dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling kerja sama dan saling membantu untuk memahami materi, sehingga setiap siswa selain mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, juga mempunyai tanggung jawab dalam berkelompok. Johnson and Johnson (Orlich, et al., 2007) memberikan definisi cooperative learnig is learning based on a small-group approach to teaching that holds students accountable for both individual and group achievement. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasarkan pada belajar dalam kelompok kecil yang menekankan pada kemampuan siswa baik secara individu maupun kelompok. Pendapat Johnson and Johnson tersebut, senada dengan pendapat dengan Stahl (1999) yang memandang bahwa “cooperative learning is equeted with any group activity or project since all members of these groups are expected to cooperate in order to complete their assignments”. Ini berarti bahwa dalam pembelajaran kooperatif terjadi suatu aktifitas kelompok , semua anggota kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. 10 dapat Nurhadi (2003) memandang bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar peserta didik bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama peserta didik. Searah dengan itu, Arends (1997) menyebutkan bahwa: The cooperative learning model provides a framework within with teacher can foster important social learning and human relationsgoals. Arends memandang bahwa model pembelajaran kooperatif menyediakan suatu kerangka bagi guru untuk dapat membantukepentingan pengembangan pembelajaran dan tujuan hubungan manusia. Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin (1994) merumuskan pembelajaran kooperatif sebagai berikut. Cooperative learning refers to a variety of teaching methods in which students work in small groups to help one another learn academic content. In cooperative classrooms, students are expected to help each other, to discuss and argue with each other, to assess each other’s current knowledge and fill in gaps in each other understands. Cooperative work rarely replaces teacher instruction, but rather replaces individual seat work, individual study, and individual drill. When properly organized, students in cooperative groups work with each other to make certain that everyone in the group has mastered the concepts being taught. Definisi di atas menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mengacu kepada metode pembelajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif siswa diharapkan untuk saling membantu, berdiskusi, berdebat, saling menilai pengetahuan terbaru dan saling mengisi kelemahan dalam pemahaman masing-masing. Johnson, et al. (Fetsch & Yang, 2002) memandang bahwa “Cooperation is considerably more effective than interpersonal competition and individualistic efforts 11 in promoting achievement and productivity and cooperation without intergroup competition seems to promote higher achievement and productivity than cooperation with intergroup competition”. Definisi ini mengandung makna bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat kompetisi perseorangan dan pembelajaran kooperatif lebih dapat meningkatkan prestasi dan produktivitas belajar dibandingkan dengan kompetisi dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif memiliki dua aspek. Manning (1992) mengklasifikasi kedua aspek tersebut yaitu: 1) dimungkinkannya lingkungan yang kooperatif yang mendidik dan memacu siswa untuk bersaing satu sama lain dan bukan hanya sekedar bekerja sama, dan 2) mengindikasikan bahwa belajar kooperatif bila diimplikasikan secara umum mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi secara umum , mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi secara positif pada kemampuan akademik, keterampilan sosial dan kepercayaan diri. Berdasarkan kedua aspek tersebut, Nurhadi (2004) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) saling ketergantungan positif yang memungkinkan siswa saling memberi motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal, 2) interaksi tatap muka yang memungkinkan siswa menjadi sumber belajar lebih bervariasi, 3) akuntabilitas individual untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual, dan 4) keterampilan menjalin hubungan antar pribadi dan social. Roger & David (Lie, 2007) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu saling 12 ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok. Sedangkan pengelolaan kelas cooperative learning berupa pengelompokan, semangat cooperative learning dan penataan ruang kelas (Lie, 2007:). Menurut Jarolimek (1996) model kooperatif learning dapat digambarkan dalam bentuk bagan berikut. forms attitudes and values provides models of prosocial behavior Cooperative Learning presents alternative perspectives and viewpoints improved collaborative skills Resulting in buils a coherent and integrated identity better self-esteem inreased achievement promotes critical thinking, reasoning, and problem-solving behavior Gambar 1 Bagan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Jarolimek 2. Manfaat dan Karakteristik Cooperative Learnig Dalam pembelajaran IPS, cooperative learning cocok diterapkan guna mewujudkan prilaku belajar siswa yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta 13 damai. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat dalam mewujudkan pembentukan siswa sebagai warga negara yang baik. Orlich, et al., (2007) menyebutka 8 manfaat pembelajaran kooperatif yaitu: 1) meninkatkan pemahaman terhadap pengetahuan dasar, 2) memberi penguatan terhadap keterampilan social, 3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan, 4) menciptakan lingkungan belajar yang aktif, 5) meningkatakan kepercayaan diri siswa, 6) menghargai perbedaan gaya belajar, 7) meningkatkan tanggung jawab siswa dan 8) terfokus pada keberhasilan setiap siswa. Pembelajara kooperatif juga memiliki aspek-aspek: 1) saling ketergantungan dan bersifat positif, 2) interaksi langsung 3) kepercayaan individu, 4) mengembangkan keterampilan social dan 5) evaluasi kelompok. Orlich, et al. (2007) menyebutkan 5 (lima) karakteristik pembelajaran kooperatif. Karakteristik yang dimaksud adalah uses small groups of three of four students (microgroups), focuses on tasks to be accomplished, requires group cooperation and interaction, mandates individual responsibility to learn and support division of labor. Kelima karakteristik yang dimaksud adalah 1) menggunakan kelompok kecil tiga atau empat orang siswa, 2) berfokos pada penyelesaian tugastugas, 3) terjadi kerja sama dan interaksi kelompok, 4) tanggung jawab pribadi untuk belajar, dan 6) mendukung kerja kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa teknik. Slavin (1994) menyebutkan: Three are general cooperative learning methods adaptable to most subjects and grade levels: student teams-achievement divisions (STAD), team- 14 games-tournaments (TGT), and jigsaw II. Sedangkan Stahl (1999) menyebutkan bahwa selain tiga teknik tersebut dapat juga dikembangkan teknik lain, seperti Jigsaw III, Achieving cooperative learnig thoght structured, Group investigation, Co-op co-op, The Pro-con cooperative group strategy dan the cooperative group research paper project. Pembelajaran kooperatif, selain membutuhkan kerjasama yang baik dalam kelompok, juga membutuhkan tanggung jawab individu dan kelompok. Longdren (Isjoni, 2007) memandang bahwa dalam cooperative learning terdapat unsur sebagai berikut: para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama “, para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain, para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab, para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan, para siswa berbagi kepemimpinan dan keterampilan bekerjasama selama belajar, dan setiap siswa mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif Sehubungan dengan itu, Stahl (1999) menyebutkan bahwa bahwa terdapat 10 unsur mendasar dalam pembelajaran kooperatif: (1) clear set of specific student learning outcome objectives, (2) common acceptance of the student outcome objectives, (3) positive interdependence, (4) face-to-face interaction, (5) individual accountability, (6) public recognition and rewards for group academic success, (7) heterogeneous groups, (8) positive social interaction behavior and attitudes, (9) 15 postroup reflection (debriefing) over group process, and (10) sufficient time for learning. Dari pendapat di atas dapat dimengerti bahwa terdapat sepuluh unsur mendasar dalam setiap pembelajaran kooperatif. Kesepuluh unsur tersebut adalah seperangkat tujuan khusus hasil pembelajaran siswa, penerimaan umum terhadap tujuan hasil siswa, interpendensi positif, interaksi tatap muka, pertanggungjawaban individu, pengakuan publik dan penghargaan bagi keberhasilan akademik kelompok, kelompok heterogen, perilaku dan sikap interaksi sosial positif, renungan pasca kelompok (debriefing) mengenai proses kelompok, dan waktu belajar yang cukup. Muslim Ibrahim (2000) menyebutkan enam fase langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif yaitu: 1) fase menyampaikan tujuan dan motivasi siswa, 2) fase menyajikan informasi, 3) mengorganisasikan siswa kedalam kelompokkelompok kecil, 4) guru membimbing kelompok-kelompok belajar, 5) evaluasi dan 6) memberikan penghargaan. Keenam kegiatan tersebut tersubtitusi tugas guru dalam enam fase pula yaitu: 1) guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, 2) guru menyampaikan informasi kepada siswa, 3) guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar, 4) guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas, 5) guru menevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, 6) guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok. 16 3. T ipe-tipe Pembelajaran Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif dapat dikembangkan beberapa tipe, antara lain: 1. Stundent Team-Achievement Division (STAD) Slavin (1994) menyebutkan bahwa ide utama STAD, adalah memotivasi siswa agar saling mendukung, membantu dan mendapat penghargaan secara tim. Dalam teknik ini, siswa dibagi dalam kelompokkelompok belajar yang terdiri dari empat orang yang berbeda tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakng etniknya. Setelah guru menyampaikan materi pelajaran, siswa belajar dalam tim kelompok dan saling membantu. Guru mengadakan kuis dan siswa mengerjakan secara individu. Pembelajaran ini berlangsun tiga sampai lima kali pertemuan. Pekerjaan siswa secara individu ditotalkan dengan anggota kelompok lain dalam timnya, sehingga diperoleh nilai tim yung tertinggi dan terrendah. Kondisi ini memotivasi siswa untuk saling membantu dalam memahami materi pelajaran, karena perolehan skor masing-masiong siswa akan mempengaruhi prastasi kelompok. Teknik STAD memiliki lima komponen utama yaitu: 1. Presentase kelas, artinya, langka awal dalam teknik STAD guru mempresentasekan menggunakan secara media langsung audio 17 visual, materi dan pelajaran siswa dituntut dengan untuk memperhatikan secara penuh, sehingga dapat membantu mengerjakan kuis dan menentukan skor masing-masing tim. 2. Tim yang terdiri empat atau lima siswa yang mewakili komunitas kelas, mempunyai kemampuan berbeda, jenis kelamin termasuk pebedaan budaya. Setelah guru menyampaikan materinya, tim belajar dengan lembar kegiatan atau membahas masalah, membandingkan dan mengoreksi jawaban anggota tim yang salah. 3. Kuis, setelah berlangsung pembelajaran, siswa mengerjakan kuis secara individu dan tidak boleh saling membantu karena masing-masing siswa harus bertanggung jawab secara individu. 4. Skor kemajuan siswa untuk mengetahui kemajuan atau perkembangan skor kuis, sehingga setiap siswa dapat berusaha memberikan kontribusi poin yang maksimal terhadap timnya, dan akhirnya dapat mengumpulkan poin berdasarkan kenaikan dari skor kuis pertama sampai yang terakhir. 5. Rekognisi Tim dalam arti bahwa siswa yang mencapai rata-rata skor yang telah ditetapkan mendapat penghargaan dari guru sesuai harap[an yang telah direncanakan oleh guru. 2. Turnamen Game Tim (TGT) TGT hampir sama dewngan STA, yang mebedakan adalah bahwa dalam TGT siswa yang mempunyai skor yang setara, mewakili kelompoknya diarahkan berlomba untuk meningkatkan skor yang telah diperoleh. Dalam teknik ini, pembelajaran dirancang dengan permainan game, yang dimainkan 18 diatas meja, berupa undian nomor pertanyaan kuis pada setiap meja. Siswa yang mempunyai kemampuan yang sama diurutkan sesuai tingkat prestasi kuis yang diperoleh sebelumya, dari peringkat satu, dua dan seterusnya akan mewakili kelompoknya bermaing game tersebut. Hasil permainan game tersebut bisa saja merubah posisi yang sebelimnya berada pada meja satu, bergeser pada menja dua, dan meja terekhir bisa bergeser pada meja pertama bertdasarkan urutan dari perolehan skor game. 3. Team Accelerated Instruction (TAI) Tipe ini dirancang khus diterapkan pada pembelajaran Matematika. Langkah-langkah pembelajarannya adalah: 1. Siswa dibagi dalam tim empat samai lima orang 2. siswa diberikan tes kemampuan awal 3. siswa membentuk kelompok dua atau tiga orang berdasarkan kesetaraan hasil tes kemampuan awal. 4. Siswa menegerjakan soal-soal latihan seca individu, yang selanjutnya diperiksa oleh anggota kelompoknya. Apabila sudah benar semua maka dapat dilanjutkan pada soal lathan berikutnya, apabila masih ada yang salah maka siswa mengerjakan kembali soal-soal tersebut, dan begiti seterusnya. 5. Siswa mengerjakan tes formatif. Pada tahap ini siswa harus bekerja sendiri. Apabila sudah mencapai persentase yang ditetapkan, 19 berdasarkan perhitungan skor yang diperoleh, maka hasil tes formatif tersebut dapat ditandatangani oleh anggota timnya. 6. Siswa yang dikategirikan super, sangat baik, dan baik mendapat penghargaan. 4. Cooperative Integrated Reading and Composition ( CIRC). CIRC merupaka tipe pembelajaran yang diterapkan untuk menerapkan membaca dan menulis. Para siswa ditugaskan untuk berpasangan dalam tim untuk membaca lisan, memahami bacaan, menulis dan seni berbahasa. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah: 1. Membaca berpasangan 2. Menulis cerita dengan tata bahasa yang baik 3. Mengucapkan kata-kata dengan keras 4. memahami makna kosa kata 5. menceritakan kembali isi cerita 6. saling menguji ejaan yang digunakan 7. tes sebaai dasar menentukan skor tim untuk mendapatkan penghargaan tim. 5. Group Investigation Stahl (1999) menyebutkan bahwa group investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their work, as individuals, as members of study groups, and as members of an entire class. 20 The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small groups (from three to vive students). When they complete their search, groups integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their work to their classmates. Pendapat di atas memberi penegasan bahwa investigasi kelompok memberi tanggung jawab kepada siswa terhadap pekerjaan mereka, baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok. Setiap kelompok investigasi terdiri dari 3-5 orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan, mempersentasekan dan mengikhtisarkan jawaban mereka. Dalam investigasi kelompok memberi peluang siswa untuk mengajukan pertanyaan mengenai apa yang menarik bagi mereka, mencari jawaban dalam berbagai macam sumber, merencanakan bersama isi dan proses dari investigasi mereka. Selain tiga peluang tersebut, siswa juga dapat mengiterpretasikan jawaban berdasarkan pengalalaman pribadi dan pengetahuan mereka sebelumnya, dan berinteraksi dengan sesamanya dalam bentuk pertukaran informasi dan gagasan secara konstan. Pernyataan tersebut ditegaskan oleh Stahl (1999) yang menyebutkan bahwa group investigation mengarahkan siswa untuk lebih maksimal untuk: 1. ask questions about what interest them. 2. search for answers in a wide variety of sources. 3. plan together the content and process of their inquir. 4. interpret the answers in light of their personal experiences and prior knowledge. 5. interact with their peers in a constant exchange of information and ideas. 21 Menurut Slavin (1994) dalam teknik group investigation murid bekerja melalui 6 (enam) tahap. Tahapan tersebut adalah: 1) identifying the topic and organizingpupils into groups, 2) planning the learning task, 3) carring out the investigation, 4) preparing a final report, 5) presenting the final report, and 6) evaluation. Dengan melihat tahapan tersebut, maka pembelajaran mengidentifikasi dengan topik teknik dan group mengatur investigation murid berawal kedalam dari kelompok, merencanakan tugas yang akan dipelajari, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempersentasekan laporan akhir dan berakhir pada evaluasi. Stahl (1999) memandang bahwa perencanaan kooperatif teknik group investigation dapat dilakukan beberapa cara: (1) planing a nonacademic activity, (2) planning how to locate information in a variety of sources, (3) planning a study task, (4) determining subtropics, (5) forming groups and asking questions, (6) searching for answers, (7) summarizing their findings, (8) preseting their findings, and (9) individual evaluation. Sehubungan dengan pendapat di atas, maka perencanaan pembelajaran kooperatif dapat dilakukan mulai dari merencanakan kegiatan non akademik, merencanakan cara mencari informasi dari berbagai sumber, merencanakan tugas belajar, menentukan sub topik, membentuk kelompok dan mengajukan pertanyaan, pencarian jawaban, mengihtisarkan temuan-temuan mereka, menyajikan temuan-temuan mereka sampai pada evaluasi individual. Dalam 22 mengikuti langkah-langkah tersebut, guru dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam diskusi perencanaan secara keseluruhan secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan chosing the problem to investigate, preparing for a group investigation task, and introducing the project, sedangkan guru dapat berperan dalam guiding the students and facilitating the process of investigation and helping maintain cooperative norms of behavior. (Stahl, 1999). Pernyataan di atas mengandung makna bahwa pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memilih persoalan untuk di ivestigasi, menyiapkan tugas infestigasi kelompok dan memperkenalkan proyek yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan peran guru selama pembelajaran investigasi kelompok adalah: membimbing siswa dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga aturan perilaku kooperatif. Slavin (1992) secara terinci menguraikan bahwa ada 4 (empat) aktifitas mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok investigasi. Aktifitas yang dimaksud adalah: 1) Stundets scan sources, propose topics, and categorize suggestions, 2) Students join the group studying the topic of their choice, 3) Group composition is based on interest and is heterogeous, and 4) Teacher assists in information gathering and 23 facilitates organization. Untuk merencanakan tugas yang akan dipelajari dalam kelompok investigasi, aktivitas yang dilakukan adalah Students plan together: what do we study? How do we study? Who does what? (division of labor) and for what purpose or goals do we investigate this topic? Dalam mengidentifikasi topik dan mengatur murid kedalam kelompok investigasi para siswa dapat meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan mengkategorikan saran-saran, lalu para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang mereka pilih, komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen, dan guru membantu dalam mengumpulkan informasi dan memfasilitasi pengaturan. Dalam merencanakan tugas para siswa dapat merencanakan bersama mengenai apa yang dipelajari, bagaimana mempelajarinya, apa dan siapa yang melakukan, untuk tujuan dan kepentingan apa menginvestigasi topik tersebut. Stahl (1999) menyebutkan enam tahap investigasi setelah diajukan permasalahan yaitu: The whole class determines subtopics and organizes into research groups (1), groups plan their investigations, (2) groups carry out their investigation, (3) groups plan their presentations, (4) groups make their whole-class presentations, (5) and (6) teacher and students evaluate their projects. 24 Tahap-tahap investigasi kelompok di atas dapat berfungsi sebagai petunjuk umum untuk melanjutkan implementasi proses pembelajaran. Dapat dilakukan Secara berturut-turut mulai dari seluruh siswa menentukan sub topik dan membetuk kelompok-kelompok penelitian, kelompok merencanakan investigasi, kelompok melakukan investigasi, kelompok merencanakan penyajian, melakukan persentasi dihadapan seluruh siswa, guru dan siswa mengevaluasi hasil investigasi. Slavin (1994) menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat: 1) students gather information, analyze the data and reach conclusions, 2) each group member contributes to the group effort, and 3) students exchange discuss clarify, and synthesize ideas. Dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan adalah:1) group members determine the essential message of their project, 2) group members plan what they will report and how they will make their presentation and 3) group representatives form a steering committee to coordinate plans for the presentation. Pada tahap mempersentasekan laporan akhir yang harus dipehatikan adalah the presentation is made to the entire class in a variety of forms, part of the presentation should actively involve the audience, and the audience evaluates the clarity and appeal of presentation according to criteria determined in advance by the whole class. Sedangkan dalam evaluasi, aktifitas siswa adalah students share feedback about the topic, about the work 25 they did, and about their effective experiences (1) teachers and pupils collaborate in evaluating student learning, and (3) assessment of learning should evaluate higher-level thinking. Pendapat tersebut mengandung pengertian bahwa dalam melaksanakan tugas investigasi siswa dapat mengumpulkan informasi, menganalisis, dan membuat simpulan, setiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya, dan saling bertukar pikiran, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua gagasan, sedangkan dalam menyiapkan laporan akhir, aktifitas yang dilakukan siswa adalah nggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari pekerjaan mereka, anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana membuat persentase, wakil-wakil kelompok membentuk sebuah tim untuk mengkoordinasikan rencana persentase. Dalam mempersentasekan laporan akhir, persentase harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif dan pendengar menevaluasi berdasrakan criteria yang telah ditentukan sebelumnya, sedangakan pada tahap evaluasi, siswa saling memberikan umpan balik, kolaborasi guru dan murid dalam menevaluasi pembelajaran dan penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran yang paling tinggi. Pembelajaran kooperatif teknik investigasi kelompok dapat dijadikan sebagai model pembelajaran untuk mencapai pembentukan warga negara yang baik dalam pembelajaran IPS. Hal ini dimungkinkan karena dalam 26 investigasi kelompok ini, menggabungkan antara belajar mandidri, belajar berpasangan, dan belajar dalam kelompok kecil 3-5 orang. Setelah melakukan pengkajian kelompok-kelompok tersebut, selanjutnya menggabungkan dan mengikhtisar temuan mereka dan memutuskan bagaimana cara menyajikan esensi pekerjaan mereka kepada rekan-rekan kelasnya. Dalam proses pembelajaran tersebut dapat dilihat nilai-nilai demokratis siswa, tanggung jawab, dan nilai kemampuan untuk menciptakan suasana kelas yang nyaman dan kondusif sebagai bagian dari warga dunia yang cinta dam 27 BAB III EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN IPS 1. Pengertian Efektifitas. Secara harfiah efektivitas sama dengan keefektifan. Menurut Kaluge & Bert (2005) istilah “pembelajaran efektif”tidak lazim digunakan. Yang kerap dipakai ialah ‘keefektifan mengajar’ dan ‘keefektifan pendidikan’. Tetapi keefektifan pendidikan tidak menunjukkan elemen pendidikan yang dimaksudkan: pendidikan pada level sekolah, kebijakan pendidikan, sistem pendidikan ataukah pendidikan pada level ruang kelas. Istilah ‘keefektifan pengajaran’ memberikan tekanan pada pendidikan di level ruang kelas, yang terutama dipengaruhi sebagian besar oleh perlakuan guru. Keefektifan berhubungan dengan tujuan atau sasaran yang ditentukan sejak awal yang dapat diukur dengan tes prestasi, baik berupa kognitif, afektif maupun psikomotor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan pembelajaran tidak hanya disebabkan oleh faktor guru dan kurikulum. Banyak faktor lain, mulai dari kondisi di kelas sampai aktivitas-aktivitas guru bisa mempengaruhi prestasi siswa atau menjelaskan perbedaan prestasi siswa termasuk status sosial ekonomi, etnis dan jender. Faktor-faktor yang berhubungan dengan efektifitas tersebut dapat disimak pada pendapat Samsons, et al dan Krech. Samsons, et al., (Macbeath & Peter, 2005) menyebutkan 11 faktor yang berkaitan dengan efektivitas yakni: (1) kepemimpinan profesional, (2) visi dan tujuan bersama, (3) situasi lingkungan pembelajaran, (4) 28 konsentrasi pada belajar dan mengajar, (5) harapan tinggi, (6) dorongan positif, (7) memonitor kemajuan, (8) hak dan kewajiban murid, (9) pengajaran yang punya tujuan, (10) suatu organisasi pembelajaran, dan (11) kemitraan sekolah rumah. Sedangkan Krech (Sudarwan Danim, 2004: 119) menyebutkan bahwa secara umum ukuran efektivitas kelompok adalah: (1) jumlah hasil yang bisa dikeluarkan oleh kelompok, (2) tingkat kepuasan yang diperoleh oleh anggota kelompok, (3) produk kreatif kelompok, dan (4) intensitas emosi yang dicapai oleh seseorang karena dia menjadi anggota kelompok. Untuk memperoleh hasil belajar yang efektif, guru harus mempunyai pengetahuan yang baik mengenai matari yang diajarkan, keterampilan bertanya yang baik, strategi pengelompokan yang seimbang, tujuan pembelajaran yang jelas, manajemen waktu yang baik, perencanaan yang efektif, dan organisasi kelas yang baik. Primary Matters (Muijs & Reinol, 2005: 3) mengikhtisarkan faktor-faktor efektifitas guru mengajar yang berhubungan dengan hasil belajar yang positif secara umum yaitu: 1) good subject knowledge, 2) good questioning skills, 3) an emphasis upon instruction, 4) a balance of grouping strategies, 5) clear objectives, 6) good time management, 7) effective planning, 8) good claasroom organization, and 9) effective use of other adults in the claasroom. Kaluge & Bert (2005) memandang adanya hubungan antara karakteristik formal dan keefektifan pembelajaran. Hubungan itu memperlihatkan adanya: (1) konsistensi artinya bahwa pada level sekolah syarat-syarat keefektifan pembelajaran berada pada level yang sama dengan yang lainnya, (2) kohesi artinya semua anggota 29 tim sekolah memperlihatkan konsistensi dari karakteristik, (3) konstansi berarti bahwa pembelajaran efektif disiapakan selama kegiatan para siswa seluruhnya disekolah, dan (4) kontrol yang bukan hanya mengacu pada evaluasi dari perkembangan siswa dan prilaku guru tetapi juga adanya keterlibatan iklim sebuah sekolah yang menentukan hasil pembelajaran. Borich (Muijs & Reinol, 2005) menyebutkan bentuk-bentuk perilaku guru yang efektif dalam konteks social-ekonomi rendah yaitu: 1. generating a warm and supportive climate by letting children know help is available 2. getting a response, any response, before moving on to the next bit of material 3. showing how bits fit together before moving on 4. emphasizing knowledge and applications before abstraction, putting the concrete first 5. giving immediate help ( through use of peers perhaps) 6. generating strong structure, ground-flow and well-planned transitions 7. the use of individually differentiated material 8. the use of the experiences of pupils. Perilaku guru yang dimaksud di atas adalah: 1) menciptakan iklim yang sangat suportif dengan memberitahu anak-anak bahwa bantuan selalu siap diberikan kepada mereka, 2) mendapatkan respons sebelum melanjutkan kebagian materi berikutnya, 3) menunjukkan bagaimana bagian-bagian materi itu berkaitan satu sama lain sebelum melanjutkan pelajaran, 4) menekankan pengetahuan dan aplikasi sebelum menuju abstraksi, yang kongkrit lebih didahulukan, 5) memberikan pertolongan segera ( mungkin dengan memanfaatkan menciptakan transisi sesame murid), 6) yang memiliki struktur yang kuat, berjalan lancer dan 30 terencana dengan baik, 7) menggunakan bahan yang dideferensiasikan secara indifidual, dan 8) memanfaatkan pengalaman anak. Studi tentang efektivitas pembelajaran pada umumnya bertolak pada dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sehubungan dengan itu, Sudarwan Danin (2004) menyebutkan bahwa studi tentang efektivitas kelompok bertolak dari telaah terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi efektivitas kelompok. Variabel yang dimaksud meliputi: variabel bebas (independent variable) adalah variabel pengelola yang mempengaruhi veriabel terikat dan bersifat given pada kelompok, variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dikelola yang dipengaruhi atau dapat diikat oleh variabel lain terutama variabel bebas, variabel perantara (interdependent variable) adalah variabel yang dapat ditentukan oleh suatu proses individu atau kelompok yang turut menentukan efek variabel bebas. Menurut Mortimore (Muijs & Reinol, 2005) menyebutkan bahwa pada ditingkat kelas karakteristik guru yang efektif adalah: 1. teachers having responsibility for ordering activities during the day for pupils, i.e. structured teaching 2. pupils having some responsibility for their work in independence within these sessions 3. teacher covering only one curriculum area at a time 4. high levels of interaction with the whole class 5. teacher providing ample, challenging work 6. high levels of pupil involvement in tasks 7. a positive atmosphere in the classroom 8. teacher showing high levels of praise and encouragement. Dari pendapat di atas, dapat tegaskan bahwa ada 8 (delapan) karakter guru yang efektif dalam kelas. Kedelapan karakter tersebut adalah yaitu: 1) guru 31 bertanggung jawab memerintahkan berbagai kegiatan selama jam sekolah, yakni mengajar yang terstruktur, 2) murid memiliki tanggung jawab atas tugasnya dan bersikap mandiri selama sesi-sesi tugas tersebut, 3) setiap giru hanya mengampu satu bidang kurikulum saja, 4) interaksi yang tinggi dengan seluruh kelas, 5) guru memberikan banyak tugas yang menantang, 6) keterlibatan murid yang tinggi diberbagi tugas, 7) atmosfer yang positif di kelas, dan 8) guru menunjukan penghargaan dan dorongan yang besar kepada anak didiknya. Efektifitas kelompok dalam mencapai tujuan pembelajaran sangat tergantung pada karakteristik perseorangan tiap anggota yang membentuk kelompok dan pola kepribadian siswa yang membentuk kelompok. Sehubungan dengan itu, Schutz (Sudarwan Danim, 2004) menyimpulkan bahwa ada pengaruh kompabilitas kelompok terhadap produktifitas sangat positif. Produktifitas meningkat sejalan dengan meningkatnya kerumitan tugas sebaliknya pada pemecahan masalah yang sederhana, yang tidak memerlukan kerja sama antar anggota, tidak terdapat perbedaan yang nyata. Makin rumit masalah yang dihadapi didalam pekerjaan, makin nyata bahwa kelompok yang kompatibel lebih baik penampilannya daripada yang tidak kompatibel. Dalam proses pembelajaran guru hendaknya memiliki keterampilan dasar yang berhubungan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Kaluge & Bert (2005) menyebutkan bahwa guru yang efektif dalam pengajaran harus memiliki keterampilan dasar dalam menyusun pengalaman belajar, mempersiapkan rencana pembelajaran, memberikan pengajaran secara detail dan jelas, memberikan sejumlah 32 pertanyaan, memberikan umpan balik, koreksi dan mempunyai target keberhasilan siswa sebesar 80% atau lebih terutama pada awal belajar, membagi tugas kepada rincian pekerjaan-pekerjaan lebih kecil, dan menemukan cara untuk mengontrol secara teratur, memberikan praktik yang berkelanjutan kepada siswa sehingga siswa berhasil antara 90 – 100% dan lebih cepat. Karakteristik guru yang efektif diatas dapat dibandingkan dengan pendapat Borich. Guru yang efektif menurut Borich (2000) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) mempunyai tanggung jawab personal pada pembelajaran dan harapan positif pada setiap siswa, 2) mengetahui kesulitan pelajaran sesuai tingkat kemampuan siswa untuk mendapatkan kesuksesan yang tinggi, 3) memberi kesempatan pada siswa untuk berlatih dan umpan balik, 4) memaksimalkan waktu yang diberikan, 5) memberikan arah dan kendali atas pembelajaran siswa melalui bertanya, menyusun, dan memeriksa, 6) dapat menggunakan berbagai materi pembelajaran secara visual dan verbal untuk membantu perkembangan ide-ide siswa, 7) Meminta respon siswa pada setiap pertanyaan sebelum melanjutkan pada pertanyaan berikutnya, 8) Mempersentasikan materi secara bertahap dan memberi kesempatan berlatih pada siswa, 9) Memberi kesempatan pada siswa untuk ber-argumen dan menjabarkan dengan benar, 10) Menempatkan siswa dalam pertanyaan dan jawaban verbal, 11) menciptakan dialog kelas yang terjadi secara alami 12) memberikan tanggung jawab belajar kepada siswa agar berani berpikir untuk memecahankan masalah dan membuat keputusan, 13) Meberikan siswa strategi-strategi mental untuk memilahmilah dan mempelajari materi yang diajarkan. 33 Mortimore (Muijs & Reinol, 2005) menyimpulkan bahwa factor-faktor kelas yang memberikan kontribusi pada hasil yang efektif pada murid adalah sesi yang terstruktur, cara mengajar yang menantang secara intelektual, lingkungan yang berorientasi- tugas, komunikasi antara guru dengan murid dan focus yang terbatas disetiap sesi. Sehubungan dengan itu Witcher, et al. (2007) dalam penelitianya menggambarkan persepsi siswa tentang karakteristik guru efektif yang mangajar pada perguruan tinggi yaitu: 1) guru yang dapat menjadi komonikator bagi siswa yakni guru yang peka, dapat menjadi penghubung dan penyampai , 2)guru yang dapat menyokong siswa yang dapat berpusat pada siswa secara profesinal, 3) bertanggung jawab dan dapat bertindak sebagai pemimpin yang dapat mengarahkan secara etis dan (4) mempunyai antusias untuk memberdayakan siswa dan dirinya sendiri sesuai keahlian yang dimiliki. 2. Pembelajaran IPS Pembelajaran merupakan suatu proses terjadinya interaksi belajar dan mengajar dalam suatu kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur intrinsik maupun ekstrinsik yang melekat pada siswa dan guru termasuk lingkungan. Pengertian ini sejalan dengan penegasan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang, 2003) yang menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 34 Sehubungan dengan itu, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Peraturan Pemerintah, 2005) mengamanahkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselengarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotifasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Peraturan Pemerintah tersebut memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Siswa sebagai peserta didik yang berada dalam suatu kelompok atau kelas pembelajaran, belum tentu memiliki kemampuan dan karakteristi yang sama. Oleh karena itu, dalam memnyusun perencanaan pembelajaran guru perlu melakukan analisis kemampuam awal dan karakteristik siswa. Dalam melakuka analisis karakteristik siswa menurut Suwardi (2007) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1) karakteristik siswa yang terkait denagan kemampuan intelektual, kemampuan berpikir, mengucap dan kemampuan psikomornya, 2) karakteristik siswa yang terkait dengan latar belakang siswa, baik latar belakang ekonomi, sosia dan budaya, dan 3) karakteristik siswa yang terkait dengan sikap, perasaan dan minatnya. Dalam proses pembelajaran akan ada hasil yang diharapkan. Gagne (Seifert: 2007) menyebutkan lima kategori umum kecakapan dalam pembelajaran sebagai hasil akhir pembelajaran yakni kecakapan intelektual, strategi-strategi kognitif, kecakapan verbal, kecakapan motorik dan kecakapan sikap. Agar pembelajaran lebih efektif, Muijs & Reinol (2005) menyebutkan 35 6 (enam) elemen utama agar pembelajaran berlangsung efektif yaitu: 1) mempunyai sruktur yang jelas, 2) materinya dipersentasikan secara terstrutur dan jelas, 3) pembelajaran dirancang untuk memberikan keterampilan dasar dengan kecepatan langkah yang telah ditentukan, 4) mendemonstrasikan model pembelajaran secara jelas dan terstruktur, 5) menggunakan pemetaan konseptual dan 6) interaksi tanya jawab. Hamilton & Elizabeth (1994) mendefinisikan pembelajaran sebagai “learning is a relatively permanent change in an individual’s knowlegde or behavior that results from previous experience”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa pembelajaran merupakan perubahan dalam pengetahuan atau prilaku, perubahan yang ditimbulkan oleh pembelajaran relatif permanen dan pembelajaran timbul dari pengalaman sebelumnya. Kimbles (Hergenhahn &, Olson: 1997) memberikan definisi bahwa learning is a realitively permanent change in behavior or in behavioral potentiality that results from experience and cannot be attributed to temporaly body states such as those induced by illness, fatigue, or drugs. Senada dengan itu, Hergenhahn & Olson (1997: 7) memandang bahwa learning, as we have seen, is a general term that is used to describe changes in behavior potentiality resulting from experience. Kedua pendapt tersebut memandang bahwa dalam pembelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang relatif pemanen sebagai hasil pengalaman. Pembelajaran dapat muncul dalam tiga bentuk. Bruner (Seifert, 2007) membedakan antara bentuk enaktif yakni pembelajaran yang dilakukan dengan cara memanipulasi objek secara aktif, ikonik yakni pembelajaran yang dilakukan melalui 36 representasi gambaran yang diperoleh dari pengalaman inderawi dan simbolik adalah pembelajaran yang dilakukan melalui representasi pengalaman yang abstrak yang sama sekali tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut. Hamza B Uno, (2007) menyebutkan bahwa secara umum strategi pembelajaran terdiri atas 5 komponen, yaitu: 1) kegiatan pembelajaran pendahuluan, 2) penyampaian informasi, 3) partisipasi peserta didik, 4) tes, dan 5) kegiatan lanjutan. Selanjutnya Hamzah B.Uno, (2007) mengklasifikasikan tiga model atau pendekatan pembelajaran sosial yaitu: 1) model pembelajaran bermain peran, 2) model pembelajaran bermain sosial dan 3) model telaah atau kajian yurisprudensi. Dari tiga pendekatan pembelajaran di atas, dapat dijelaskan bahwa strategi pembelajaran dan model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. strategi pembelajan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga anak didik bisa tertarik dan menyenangkan untuk belajar. Model pembelajaran juga harus tepat disesuakan dengan materi dan tidak monoton. Keadaan seperti ini akan mengarah pada pencapaian hasil pembelajaran yang efektif. Orlich, et al., (2007) menyebutkan bahwa langkah-langkah pembelajaran yang efektif adalah: 1. give the directions; get the class’s attention, deliver the directions in brief steps (both orally and in writing), explain expectations-what students willproduce and when, ask a student to restate the directions and expectations, and repeat the directions 2. follow up the directions; closely monitor selected individuals until satisfied that the directions are understood and being applied and if the class or an individual student is having a problem, point out a positive example as an alternative to the problem. 37 Pendapat di atas menyebutkan dua langkah pembelajaran yang efektif yaitu memberikan petunjuk dan tindak lanjut. Dalam memberikan petunjuk, kegiatan yang dilakukan adalah menarik perhatian siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, menjelaskan harapan dan tujuan pembelajaran, memimta siswa untuk mengemukakan harapan dan tujuan pembelajaran, dan menjelaskan kembali tujuan pembelajaran. Pada tahap tindak lanjut, guru dapat mengawasi siswa sehingga mengerti tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, bila siswa memiliki permasalahan, guru memberikan contoh positif sehingga dapat memecahkan masalah tersebut. Dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus mempunyai manejemen kelas yang efektif. Muijs & Reinol (2005) menyebutkan 10 elemen majemen kelas yang efektif yaitu: 1) starting the lesson, 2) Appropriate seating arrangements, 3) dealing with eksternal disruptions, 4) establishing clear rules and procedures, 5) smooth transitions between lesson segments, 6) pupil talk, 7) giving homework assignments, 8) maintaining momentum during the lesson, 9) downtime and 10) ending the lesson. Menurut Dick, Carrey & Carrey (2005) langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran adalah: (1) identify instructional goals, (2) conduct instructional analysis, (3) analyze learners and contexts, (4) write performance objectives, (5) develop essessment instruments, (6) develop instructional stategy, (7) develop and select instructional materials, (8) design and conduct formative evaluation of instructional (9) revise instruction, (10) design and conduct summative evaluation. 38 Langkah pembelajaran di atas dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. Step 9 Revise instruction [ Step 2 Conduct Instructional analysis Step 1 Step 4 Identify ins tructional goal (s) Write performance objective Step 5 Step 6 Develop assesment insruments Develop instructional strategy Step 7 Develop & select ins tructional materials Step 8 Design & conduct for mative of instruction Step 3 Step 10 Analize learners and kontexts Design & conduct summative evaluation Gambar 2 Langkah-Langkah Desain Pembelajaran Model Dick, Carey & Carey (2005: 1) Pada dasarnya pendapat di atas mengisyaratkan bahwa dalam mengajar seorang guru harus membuat langkah-langkah pembelajaran. Langkah-langkah yang dimaksud adalah mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran, melaksanakan analisis pembelajaran, menganalisis karakter siswa sebagai pembelajar, merumuskan tujuan pencapaian pembelajaran, menyusun instrumen penilaian, mengembangkan strategi pembelajaran, mengembangkan dan menyeleksi materi pembelajaran, merancang dan melaksanakan evaluasi formatif pembelajaran, merevisi pembelajaran dan merancang / melaksanakan evaluasi sumatif. Gagne (Joyce, et al., 1992) menyebutkan enam ragam pencapaian yang merupakan hasil dari pembelajaran yaitu specific responding, chaining, multiple 39 discrimination, classifying, rule using, dan problem solving. Pernyataan tersebut mengandung pengertiaan bahwa hasil yang diharapkan dalam proses pembelajaran adalah dapat memberikan tanggapan khusus terhadap stimulus tertentu, membuat serangkaian respons yang saling berkaitan, digunakan dalam mempelajari beragam respon dengan cara memilahnya dengan benar, memasukan objek kedalam kelas atau golongan yang menunjukan kesamaan fungsi, kemampuan untuk bertindak berdasarkan konsep yang mengimplikasikan perbuatan dan pemecahan masalah. Sejalan dengan itu, Wina Sanjaya (2006) menyebutkan bahwa terdapat 4 faktor yang mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran yaitu: (1) guru, yang merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran, (2) siswa, merupakan organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya yang dipengaruhi pupil formative experiences dan pupil properties, (3) sarana dan prasana, misalnya media pembelajaran, perlengkapan sekolah, jalan menuju sekolah, kamar kecil dan lain-lain, dan (4) faktor lingkungan, yang terdiri dari organisasi kelas dan iklim sosial-psikologis. Sebelum melaksanakan pembelajaran seorang guru telebih dahu menyiapkan desain pembelajaran, yang berisi antara lain: standar kompetensi, kompetensi dasar, materi, kegiatan belajar mengajar, (metode, media, dan waktu) serta Sistem penilaian. Broderick’s (Kanuka, 2006) memberikan definisi desain pembelajaran sebagai berikut: Instructional Design is the art and science of creating an instructional environment and materials that will bring the learner from the state of not being able to accomplish certain tasks to the state of being able to accomplish 40 those tasks. Instructional Design is based on theoretical and practical research in the areas of cognition, educational psychology, and problem solving (http://www.usq.edu.au/electpub/e-jist/docs/vol9_no2/papers/fullpapers/ kanuka.htm) Definisi di atas mengandung pengertian bahwa desain pembelajaran merupakan seni dan ilmu pengetahuan dalam menciptakan lingkungan dan materi pembelajaran yang akan membawa siswa dari keadaan tidak mampu menyelesaikan soal-soal tertentu kepada keadaan mampu menyelesaikan soal-soal tersebut. Desain pembelajaran didasarkan pada penelitian teoritis dan praktis di dalam area kognitif, psikologi pendidikan, dan pemecahan masalah. Mukminan (2006) menyebutkan setidaknya terdapat lima asumsi dasar yang mendasari perlunya desain pembelajaran. Lima asumsi dasar tersebut adalah: (1) diarahkan untuk membantu proses belajar secara individual, (2) desain pembelajaran mempunyai fase-fase jangka pendek dan jangka panjang, (3) dapat mempengaruhi perkembangan individu secara maksimal, (4) didasarkan pada pengetahuan tentang cara belajar manusia, dan (5) dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem (system approach). Gagne & Briggs (1979) menyebutkan 4 tingkatan dan meliputi 14 langkah desain pembelajaran yaitu: 1) tingkat sistem, meliputi: (a) menganalisis kebutuhankebutuhan, tujuan umum, dan prioritas. (b) analisis sumber, hambatan, dan alternatif sistem peluncuran. (c) Penentuan lingkup dan urutan kurikulum dan matapelajaran, serta desain sistem peluncuran; 2) tingkat mata pelajaran, meliputi: (d) menentukan struktur matapelajaran dan urutan. (e) analisis tujuan matapelajaran; 3) tingkat mata sajian, meliputi: (f) pendefinisian tujuan penampilan. (g) mempersiapkan rencana matasajian. (h) mengembangkan, memilih bahan, media. (i) menilai penampilan 41 mahasiswa; dan 4) tingkat sistem, meliputi, (j) persiapan pengajar. (k) evaluasi formatif. (l) uji coba lapangan dan revisi. (m) evaluasi sumatif. (n) pelaksanaan dan difusi. Mukminan (2006) menyebutkan bahwa untuk mengembangkan sebuah desain pembelajaran diperlukan 8 langkah sebagai berikut: (a) identifikasi kebutuhan instruksional dan menulis standar kompetensi dan kompetensi dasar, (b) melakukan analisis instruksional/kompetensi, (c) mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa, (d) menulis indikator ketercapaian kompetensi, (e) menulis tes acuan patokan, (f) menyusun strategi instruksional, (g) mengembangkan bahan ajar, dan (h) mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif. Selain desain pembelajaran, faktor lain yang dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran adalah media yang digunakan. Rudy Bretz (Aristo Rahadi, 2003) mengidentifikasi jenis media berdasarkan tiga unsur pokok, yaitu suara, visual, dan gerak. Berdasarkan ketiga unsur tersebut, kemudian diklasifikasikan ke dalam delapan kelompok, yakni: (1) media audio, (2) media cetak, (3) media visual diam, (4) media visual gerak, (5) media audio semi gerak, (6) media semi gerak, (7) media audio visual diam, dan (8) media audio visual gerak. Media pembelajaran yang digunakan juga harus dievaluasi. Azhar Arsyad (2006) berpendapat bahwa evaluasi terhadap media pembelajaran memiliki tujuan untuk: (1) menentukan keefektifan media pembelajaran, (2) menentukan apakah media pembelajaran dapat diperbaiki atau ditingkatkan, (3) menetapkan apakah media pembelajaran tersebut memiliki cost-effective bagi hasil belajar siswa, (4) 42 memilih media pembelajaran yang akan digunakan di kelas, (5) menentukan apakah isi/materi pelajaran sudah tepat jika disajikan dengan media pembelajaran tersebut, (6) menilai kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran, (7) mengetahui apakah media pembelajaran benar-benar memberi sumbangan terhadap hasil belajar, dan (8) mengetahui sikap siswa terhadap media pembelajaran. Mukminan (2006) memberikan beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman dalam memilih model desain pembelajaran yang akan digunakan, yaitu: 1) sederhana, artinya bentuk yang sederhana menjadi lebih mudah dimengerti, diiukti, dan dipahami, 2) lengkap, artinya model pengembangan desain yang lengkap paling tidak mengandung tiga unsur pokok identifikasi, pengembangan, dan evaluasi, 3) diterapkan, bahwa model pengembangan pembelajaran hendaknya dapat diterima dan diterapkan (applicable), sesuai dengan situasi dan kondisi setempat 4) luas, artinya model pengembangan pembelajaran hendaknya memiliki jangkauan yang luas, dan 5) teruji, artinya model pengembangan pembelajaran telah teruji/terbukti dapat memberikan hasil yang baik. Agar pemanfaatan media pembelajaran dapat memberi hasil yang optimal terhadap hasil belajar siswa, menurut Azhar Arsyad (2006) pemilihan media harus mempertimbangkan enam kriteria. Keenam kriteria tersebut adalah: (1) sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (2) tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi, (3) praktis, luwes, dan bertahan, (4) guru terampil menggunakannya, (5) pengelompokan sasaran, dan (6) mutu teknis 43 Aristo Rahadi (2003) menyebutkan ada beberapa prinsip umum dalam memanfaatkan media dalam pembelajaran. Prinsip umum yang dimaksud adalah: (1) setiap jenis media memiliki kelebihan dan kelemahan, (2) penggunaan beberapa macam media secara bervariasi memang perlu, (3) penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif, (4) sebelum media digunakan harus direncakan secara matang dalam menyusun rencana pembelajaran, (5) hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja, dan (6) harus senantiasa dilakukan persiapan yang cukup sebelum penggunaan media. Dalam hubungannya dengan IPS sebagai mata pelajaran terpadu Marwati (2006) menyebutkan bahwa model pembelajaran terpadu di dalam lintas peserta didik meliputi: model sequenced yaitu model yang beberapa topik diatur ulang serta diurutkan, model shared yaitu dua mata pelajaran yang sama-sama diajarkan dengan menggunakan konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan yang tumpang tindih (overlap), model webbed atau model tematik karena berawal dari tema yang dibangun bersama-sama antara guru dengan siswa atas dasar beberapa topik pada beberapa mata pelajaran yang berhubungan, model threaded yaitu pendekatan metakurikuler dan model integrated yaitu guru masing-masing mata pelajaran bekerjasama melihat dan memberikan topik-topik yang berkaitan dan tumpang tindih. Mukminan (2006) menyebutkan bahwa pembelajaran IPS secara terpadu penting karena: (1) beranjak dari suatu tema tertentu sebagai gejala-gejala dan 44 konsep lain, (2) menghubungkan berbagai bidang yang mencerminkan dunia nyata di sekeliling dalam rentang kemampuan dan perkembangan siswa, (3) merupakan cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara simultan dan (4) merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa bidang yang berbeda dengan harapan anak akan belajar dengan baik dan bermakna. Setelah melaksanakan pembelajaran, guru dapt mengadakan evaluasi sebagai bentuk penilaian hasil belajar siswa. Menurut Suwardi (2007) bahwa penilaian yang dilakukan oleh guru harus berpegang pada prinsip-prinsip penilaian yaitu valid, mendidik, berorientasi pada kompetensi, adil, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh dan bermakna. Sehubungan dengan itu, Abdul majid (2007) menyebutkan langkah-langkah dalam mengadakan penilaian melalui pengukuran skala sikap yaitu: 1) menentukan obyek sikap yang akan dikembangkan skalanya, misalnya mata pelajaran Agama Islam, 2) memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan obyek penilaian sikap. Misalnya menarik; penting; menyenangkan; mudah dipelajari; dan sebagainya,3) Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala dan 4) menentukan rentang skala pasangan dan penskorannya. Grondlund (Muijs & Reinol, 2005) menyebutkan lima prinsip agar tes buatan guru efektif. Kelima prinsip tersebut adalah: 1) tes seharusnya dikonstruksikan untuk sedapat mungkin mengukur semua tujuan belajar yang akan dicapai, 2) tes yang baik seharusnya mencakup berbagai tipe pengetahuan yang berbeda, seperti pengetahuan faktual, pengetahuan prosedural, danketerampilan berpikir, 3) tipe item tes yang 45 berbeda cocok untuk tujuan yang berbeda pula, 4) guru seharusnya berusaha memaksimalkan reliabilitas dan validitas tesnya, 5) tes seharusnya digunakan secara diagnortik, murid-murid diberi umpan-balik dan membahas soal-soal bersama muridmurid. IPS merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep-konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dalam kehidupannya. Fakih Samlawi & B. Maftuh (1998) menyebutkan bahwa ilmu-ilmu sosial (khususnya ilmu sejarah, geografi, ilmu ekonomi/koperasi, ilmu politik dan pemerintahan, sosiologi, antropologi dan psikologi sosial), sangat berperan dalam mendukung mata pelajaran IPS dengan memberikan sumbangan berupa konsep-konsep ilmu yang diubah sebagai “pengetahuan” yang berkaitan dengan kehidupan sosial yang harus dipelajari siswa. Muhammad Numan Somantri (2001) membedakan ilmu sosial sebagai ilmu yang diorganisasikan secara sistematis dan dibangun melalui penyelidikan ilmiah dan penelitian yang sudah direncanakan, Sedangkan !PS terdiri atas bahan pilihan yang sudah disederhanakan dan diorganisasikansecara psikologis dan ilmiah untuk kepentingan tujuan pendidikan. Senada dengan itu, Craib (Zaini Hasan dan Salladin, 1996: 10) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ilmu sosial adalah pengetahuan yang terorganisir mengenai manusia dan masyarakat sekelilingnya. Sehubungan dengan itu, Jarolimek (1986) berpendapat bahwa tujuan IPS adalah “The major mission of social studies education is to help children learn about 46 the social world in which they live and how it got that way, to learn to cope with social realities, and to develop the knowledge, attitudes, and skill needed to help shape an enlightened humanity”. Pernyataan ini mengandung makna bahwa IPS dapat membantu siswa agar mampu menghadapi dan mengatasi permasalahan sosial serta mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, dan berperan serta dalam kehidupan sosial. Muhammad Numan Somantri (2001) merumuskan batasan dan tujuan IPS adalah penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara dan agama yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Dalam pembelajarannya, Zaini Hasan dan Salladin (1996) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran pengetahuan sosial pada hakekatnya adalah membentuk siswa agar memiliki rasa integritas sosial yang tinggi, memahami, dan mematuhi nilai-nilai sosial yang berlaku serta memiliki kesadaran untuk ikut mengatasi masalah-masalah sosial yang tengah terjadi di masyarakat. Menurut Bart dan Shernis (Mukminan, et al., 2002), yang dikaji dalam IPS adalah: (1) pengetahuan, (2) pengolahan informasi, (3) telaah nilai dan keyakinan, dan (4) Peran serta dalam kehidupan. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak berdiri sendiri dan terpisahkan tetapi merupakan komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Zaini Hasan dan Salladin (1996) menyebutkan tujuan IPS adalah mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih dan terorganisir dalam rangka kajian ilmu sosial. 47 The NCSS ( 1992) merumuskan Ilmu Pengetahuan Sosial (Social Studies) sebagai berikut. Social Studies is the integrated study of social sciences and humanities to promote civics competence. Within the school program, social studies provides coordinated systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of the social studies is to help young people develop the ability to make informated and reasonsed decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world. (http://www.socialstudies.org/standards/introduction/). Definisi di atas menegaskan Ilmu pengetahuan social merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sisial untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan yang dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan sistematis yang dibangun di atas disiplin ilmu seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu-ilmu politik, psikologi, agama sosilogi, dan memuat isi humaniora, mate-matika, dan ilmu-ilmu alam. Tujuan utama dari Ilmu Pengetahuan Sosial adalah membantu siswa atau peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk membuat keputusan yang kritis (informed and reasons) dan bagimana menjadi warga negara yang baik. Ilmu Pengetahuan Sosial mengandung komponen-komponen dasar (basic skills) yang harus dimiliki dan dicapai dalam Ilmu Pengetahuan Sosial yakni Keterampilan Berpikir (dimensi intelektualitas), kemampuan mengadakan penyelidikan/pencarian (inkuiri), keterampilan akademik dan keterampilan sosial. 48 Mukminan (2002) menyebutkan bahwa fungsi Ilmu Pengetahuian Sosial adalah: (1) membentuk dan merumuskan nilai-nilai moral/etik, (2) membentuk watak dan mental manusia Indonesia dalam rangka mempersiapkannya untuk mampu berani hidup secara penuh mandiri, (3) membentuk dan meningkatkan kecerdasan individu dan masyarakat. Savage & Armstrong (1996) berpendapat bahwa dalam merencanakan pembelajaran IPS di sekolah dasar, hendaknya berpedoman pada tiga fungsi IPS di sekolah dasar yaitu sebagai citizenship education, history and social science education, reflektif thinking and problem-solving education. Ini berarti IPS di sekolah dasar bertujuan mengajarkan pendidikan kewarganegaraan, sejarah dan ilmuilmu sosial, dan berbikir reflektif dan pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran, seorang guru hendaknya mengetahui tugas pokok sesuai dengan bidang yang diajarkan. Sehubungan dengan itu, Ellis (1998) menyebutkan bahwa guru IPS yang baik sekurang-kurangnya mempunyai dua belas kompetensi yaitu: (1) use a variety of teaching strategies, (2) build bridges to other subjects, (3) teach to the real world, (4) emphasize hands-on experiences, (5) keep the focus on people, (6) gather materials, (7) encourage reflective thinking, (8) teach values, (9) give students freedom, (10) create a sense of place, (11) promote success and (12) reward excellence. Dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial, siswa diharapkan mencapai kompetensi-kompetensi tertentu. Menurut Zamroni (2007) kompetensi yang dimaksud adalah: (a).memahami makna persaingan dalam era global yang 49 melahirkan paradigma produktifitas baru, (b) dapat mengikuti perkembangan yang ada, (c) dapat memanfaatkan perkembangan global guna kebutuhan lokal, (d) dapat mengembangkan sosial kapital dan (e) dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu sosial dalam kehidupan sehari-hari. Jarolimek (1986) menyebutkan bahwa karakteristik mata pelajaran IPS yang baik adalah: 1) subjek berasal dari berbagai latar belakang social dan dari pengalaman anak-anak 2) sebuah perspektif global adalah pemikiran yang nyata, 3) banyak aktifitas yang muncul dari banyak partisipasi pelajar, 4) penggunaan sumbersumber pembelajaran yang bervariasi, 5) aplikasi dari apa yang dipelajari diciptakan sebagai tempat di luar sekolah melalui aksi social, 6) berpikir dikatakan sebagai konsentrasi utama dari pembelajaran social, 7) Keberagaman ditekankan, dan peran serta dari berbagai kebudayaan ditekankan, 8) Sebuah usaha yang berimbang diciptakan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan dan nilai-nilai, 9) Gambaran sejati dari realita sosial diberikan sebagai fokus masyarakat kota yang lebih besar, 10) Rasisme, gender, dan stereotipe ras dan peran seksual merupakan konsentrasi tetap dari program ini, 11) Banyak pilihan tersedia bagi guru dalam berbagai program, teks-teks, materi-materi, dan strategi-strategi mengajar. Forum Komunikasi II HISPISI tahun 1991 di Yogyakarta menyepakati pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial. Dalam rumusan versi Pendidikan Dasar dan Menengah: ”IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu sosial dan 50 humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/psikologis untuk tujuan pendidikan.” Sedangkan menurut definisi dari FPIPS dan JPIPS, IPS adalah: ”seleksi dari disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Kedua definisi ini memperlihatkan dimensi yang penting dari Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu sebuah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisipliner konsep-konsep ilmu sosial dan humaniora untuk tujuan Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam kaitannya dengan rana pembelajaran Bloom (Mukminan, 2002) berpendapat bahwa tujuan pengajaran IPS mencakup tiga kompetensi dasar yakni: (1) kompetensi kognitif terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesis dan evaluasi; (2) kompetensi afektif terdiri dari penerimaan, jawaban atau sambutan, penghargaan, pengorganisasian, karakteristik nilai; dan (3) kompetensi psikomotor terdiri dari penginderaan, kesiapan bertindak, respons atau sambutan terbimbing, mekanisme atau tindakan yang otomatis, keterampilan yang dilakukan secara hati-hati, adaptasi, dan keaslian. Perkembangan ilmu-ilmu sosial menuntut adanya perubahan dalam praktik pembelajarannya. Zamroni (2007) memandang bahwa perubahan yang diperlukan mencakup: (1) dunia pendidikan harus segera meninggalkan sistem manajemen komando yang sentralistis, (2) dunia pendidikan harus mulai menekankan pada kultur sekolah sehingga memungkinkan warga sekolah untuk bekerja terbaik guna prestasi terbaik, dan (3) prestasi tidak hanya dalam aspek intelektual yang 51 ditunjukkan oleh nilai ujian tetapi juga aspek personal dan social serta keterampilan. Menurut Shaver (Zamroni, 2007) bahwa pada hakekatnya pengajaran ilmu-ilmu sosial mempunyai tiga fungsi yakni sebagai suatu proses untuk membentuk warga negara yang baik, sebagai bentuk kajian ilmu sosial, dan sebagai bentuk proses untuk mengembangkan watak pencarian dan mempertanyakan secara kritis. Dufty (Zaini Hasan dan Salladin, 1996) menyebutkan 4 (empat) ciri-ciri ilmu sosial. Ciri-ciri yang dimaksud adalah: 1) ilmu sosial merupakan ilmu pengetahuan yang terorganisir yang mengkaji hubungan-hubungan antar manusia, 2) pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan valid dan dapat diteliti, dalam arti terbuka untuk dukaji ulang dengan metoda yang sama, 3) teori serta konsep pengetahuan ini diperoleh dari kajian ilmiah, melalui tahapan-tahapan masalah/pertanyaan, hipotesis, pengumpulan data, dan menganalisis data setelah diukur tingkat validitas maupun reabilitasnya, 4) muara dari kegiatan penelitian diatas dapat digunakan secara generalisasi mendapatkan teori, konsep, hukum maupun dalil dalam pengetahuan sosial. Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 ditegaskan bahwa struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut. 52 a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri seperti tertera pada Tabel 2. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu”. 53 c. Pembelajaran pada Kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran. d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. e. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit. f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu. Satuan pendidikan SD/MI/SDLB melaksanakan program pendidikan dengan menggunakan sistem paket. Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada sekolah dasar ditetapkan bahwa pada SD/MI/SDLB berlangsung selama 35 menit, beban belajar kegiatan tatap muka per minggu pada pada sekolah dasar adalah sebagai berikut: 1) Kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran; 2) Kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran. 54 Struktur kurikulum SD/MI disajikan pada Tabel 2 Komponen Kelas dan Alokasi Waktu I II III IV, V, dan VI A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 3 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 3. Bahasa Indonesia 5 4. Matematika 5 5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 7. Seni Budaya dan Keterampilan 4 8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 4 B. Muatan Lokal 2 C. Pengembangan Diri 2*) Jumlah 26 27 28 32 Tabel 2. Struktur Kurikulum SD/MI *) Ekuivalen 2 jam pembelajaran Beban belajar kegiatan tatap muka keseluruhan untuk setiap satuan pendidikan adalah sebagaimana tertera pada Tabel 3. 55 Satuan Pendidikan Kelas Satu jam pemb. tatap muka (menit) Jumlah jam pemb. Per minggu Minggu Efektif per tahun ajaran Waktu pembelajaran per tahun Jumlah jam per tahun (@60 menit) 884-1064 jam pembelajaran I s.d. III 35 26-28 34-38 (30940 – 37 240 menit) 516-621 SD/MI/ SDLB*) 1088-1216 jam pembelajaran IV s.d. VI (38080 - 42560 35 32 34-38 menit Tabel 3. Beban Belajar Kegiatan Tatap Muka Keseluruhan untuk Satuan Pendidikan Dasar *) Untuk SDLB SMPLB, SMALB alokasi waktu jam pembelajaran tatap muka dikurangi 5 menit 56 635-709 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Tujuan Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan sosial dan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1. Manusia, Tempat, dan Lingkungan 2. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan 3. Sistem Sosial dan Budaya 4. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. 57 Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian. Standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Kelas 1, Semester 1 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Memahami identitas diri 1.1 Mengidentifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat dan keluarga, serta sikap 1.2 Menceriterakan pengalaman diri saling menghormati 1.3 Menceriterakan kasih sayang antar anggota keluarga dalam kemajemukan 1.4 Menunjukkan sikap hidup rukun dalam kemajemukan keluarga keluarga Kelas 1, Semester 2 Standar Kompetensi 2. Mendeskripsikan lingkungan rumah Kompetensi Dasar 2.1 Menceritakan kembali peristiwa penting yang dialami sendiri di lingkungan keluarga 2.2 Mendeskripsikan letak rumah 2.3 Menjelaskan lingkungan rumah sehat dan perilaku dalam menjaga kebersihan rumah 58 Kelas II, Semester 1 Standar Kompetensi 1. Memahami peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis Kompetensi Dasar 1.1 Memelihara dokumen dan koleksi benda berharga miliknya 1.2 Memanfaatkan dokumen dan benda penting keluarga sebagai sumber cerita 1.3 Menceritakan peristiwa penting dalam keluarga secara kronologis Kelas II, Semester 2 Standar Kompetensi 2 Memahami kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga Kompetensi Dasar 2.1 Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota keluarga 2.2 Menceritakan pengalamannya dalam melaksanakan peran dalam anggota keluarga 2.3 Memberi contoh bentuk-bentuk kerjasama di lingkungan tetangga 59 Kelas III, Semester 1 Standar Kompetensi 1. Memahami lingkungan dan melaksanakan kerjasama di sekitar rumah dan sekolah Kompetensi Dasar 1.1 Menceritakan lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah dan sekolah 1.2 Memelihara lingkungan alam dan buatan di sekitar rumah 1.3 Membuat denah dan peta lingkungan rumah dan sekolah 1.4 Melakukan kerjasama di lingkungan rumah, sekolah, dan kelurahan/desa Kelas III, Semester 2 Standar Kompetensi 2. Memahami jenis pekerjaan dan penggunaan uang Kompetensi Dasar 2.1 Mengenal jenis-jenis pekerjaan 2.2 Memahami pentingnya semangat kerja 2.3 Memahami kegiatan jual beli di lingkungan rumah dan sekolah 2.4 Mengenal sejarah uang 2.5 Mengenal penggunaan uang sesuai dengan kebutuhan 60 Kelas IV, Semester 1 Standar Kompetensi 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi Kompetensi Dasar 1.1 Membaca peta lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana 1.2 Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya 1.3 Menunjukkan jenis dan persebaran sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat 1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi) 1.5 Menghargai berbagai peninggalan sejarah di lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya 1.6 Meneladani kepahlawanan dan patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya Kelas IV, Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi 2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya 2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya 2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya 61 Kelas V, Semester 1 Standar Kompetensi 1. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia Kompetensi Dasar 1.1 Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.2 Menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia 1.3 Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya 1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia 1.5 Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia Kelas V, Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia 2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang 2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia 2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan 62 Kelas VI, Semester 1 Standar Kompetensi 1. Memahami perkembangan wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara di Asia Tenggara, serta benuabenua Kompetensi Dasar 1.1 Mendeskripsikan perkembangan sistem administrasi wilayah Indonesia 1.2 Membandingkan kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara tetangga 1.3 Mengidentifikasi benua-benua Kelas VI, Semester 2 Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Memahami gejala alam 2.1 Mendeskripsikan gejala (peristiwa) alam yang yang terjadi di Indonesia terjadi di Indonesia dan negara tetangga dan sekitarnya 2.2 Mengenal cara-cara menghadapi bencana alam 3. Memahami peranan bangsa Indonesia di era global 3.1 Menjelaskan peranan Indonesia pada era global dan dampak positif serta negatifnya terhadap kehidupan bangsa Indonesia 3.2 Mengenal manfaat ekspor dan impor di Indonesia sebagai kegiatan ekonomi antar bangsa Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan: 63 Meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut Adapun Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) IPS sebagai rumpun dari ilmu pengetahuan dan teknologi adalah: 1. Mengenal dan menggunakan berbagai informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif 2. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru/pendidik 3. Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi 4. Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari 5. Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar 6. Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung 7. Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang Standar kompetesi lulusan mata pelajaran IPS pada SD/MI adalah: 1. Memahami identitas diri dan keluarga, serta mewujudkan sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga 2. Mendeskripsikan kedudukan dan peran anggota dalam keluarga dan lingkungan tetangga, serta kerja sama di antara keduanya 3. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi 4. Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi 5. Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah nasional, keragaman suku bangsa serta kegiatan ekonomi di Indonesia 6. Menghargai peranan tokoh pejuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia 64 dalam mempersiapkan dan 7. Memahami perkembangan wilayah Indonesia, keadaan sosial negara di Asia Tenggara serta benua-benua 8. Mengenal gejala (peristiwa) alam yang terjadi di Indonesia dan negara tetangga, serta dapat melakukan tindakan dalam menghadapi bencana alam 9. Memahami peranan Indonesia di era global 3. IPS dan Warga Negara yang Baik Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan memberi penegasan bahwa pada tingkat SD/MI Mata Pelajaran IPS siswa diarahkan menjadi warga negara yang demokratis, warga negara bertanggung jawab dan menjadi bagian dari warga dunia yang cinta damai. Tiga karakter warga negara tersebut adalah merupakan karakter warga negara yang baik. Dimond & Pflieger (1970) memandang bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki ciri-ciri: (a) the good citizen is loyal, (b) the good citizen practices democratic human relationship, (c) the good citizen tries to be a well-adjusted person, (d) the good citizen is a learner, (e) the good citizen is a thinker, and (f) the good citizen is a doer. Dari uraian tersebut dapat dimengerti bahwa pada hakekatnya yang merupakan ciri warga negara yang baik adalah warga negara yang loyal, warga negara yang dapat menjalin hubungan demokratis antara sesama, warga negara yang berupaya menjadi orang yang mudah beradaptasi, warga negara yang mau belajar, warga negara yang selalu berpikir kreatif dan warga negara yang selalu aktif baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 65 Menurut Cholisin (2000) warga negara yang baik pada dasarnya tercermin dalam manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia pembangunan yang ber-Pancasila yang berkarakteristik sebagai berikut: (1) memiliki rasa kesadaran sebagai warga negara, (2) memiliki rasa tanggung jawab terhadap masyarakat, dan (3) partisipasi terhadap pembangunan. Oleh karena itu indikator warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara meliputi kemampuan: (1) ikut serta/berpartisipasi dalam mewujudkan negara yang demokratis (demokrasi politik), (2) berpartisipasi dalam mewujudkan kemanusiaan (demokrasi sosial), dan (3) berpartisipasi dalam mewujudkan keadilan sosial (demokrasi ekonomi). Warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Cholisin (2006) membedakan antara good citizen dalam paradigma lama dengan paradigma baru. Good citizen dalam paradigma lama bercirikan patuh kepada rezim dan mendukung status-quo rezim, sedangkan ciri good citizen paradigma baru aktif berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berbudaya politik kewarganegaraan, berkemampuan berpikir kritis dan kreatif. Warga negara yang baik juga dapat dicirikan dengan adanya kerjasama, tanggung jawab, saling menghargai atas perbedaan. Menurut Cogan (Udin S. Winataputra: 2005) menyebutkan 8 karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang warga negara yaitu: (1) kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global, (2) kemampuan bekerja sama dan bertanggung jawab, (3) memahami, menerima dan menghormati perbedaan budaya, (4) berpikir kritis dan 66 sistematis, (5) menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan, (6) mengubah gaya hidup guna melindungi lingkungan, (7) memiliki kepekaan dan mempertahankan hak asasi manusia dan (8) berpartisipasi dalam kehiduan politik pada tingakatan pemerintahan lokal, nasional dan internasional.. Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen, tetapi yang lebih penting ialah menjadi seorang produsen. Motto yang dikemukakan adalah: “Benign habitat for good living”, artinya seorang warga negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kehidupan yang baik. Menurut Branson (Udin S. Winataputra, 2005) karakter warga negara yang baik adalah adanya keadaban (civility), tanggaung jawab individu, disiplin diri dan ketaatan terhadap peraturan, mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi, kemampuan untuk kompromi atau bekerjasama, tolelansi terhadap keagamaan. Bila dihubungkan dengan karakter warga negara Indonesia, menurut Udin S. Winataputra (2005) warga negara yang baik memiliki ciri-ciri: (1) manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) mencintai sesama manusia, keluarga, masyarakat, bangsa dan tanah airnya, (3) menghormati sesama warga negara, (4) dapat hidup bersama dalam masyarakat majemuk, dan (5) toleransi keagamaan. Sehubungan dengan itu, Westheimer & Kahne (2004) mengemukakan terdapat tiga karakter warga negara yang baik, yaitu” the personally responsible 67 citizen, the participatory citizen, and the justice-oriented citizen”. Ketiga karakteristik warga negara di atas, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Karakteristik Warganegara Menurut Westheimer dan Kahne Participatory Citizen Justice-oriented Citizen Acts responsibly in his/her community Active member of community organizations and/or improvement efforts Critically assesses social, political, and economic structure to see beyond surface causes Works and pays taxes Organizes community efforts to care for those in need, promote economic development, or clean up environment Recycles, gives blood Knows how government agencies work Volunteers to lend a hand in times of crisis Knows strategies for accomplishing collective tasks SAMPLE ACTION Obeys laws Seeks out and addresses areas of injustice Contributes food to a food drive Helps to organize a food drive Explores why people are hungry and acts to solve root causes CORE ASSUMPTIONS DESCRIPTION Personally Responsible Citizen To solve social problems and improve society, citizens must have good charter; they must be honest, responsible, and lawabiding members of the community To solve social problems and improve society, citizen must actively participate and take leadership position within established systems and community structures To solve social problems and improve society, citizens must questions and change estabilihed systems and structures when they reproduce patterns of injustice over time Sumber: www.apsanet.org/pdf. (2004: 2-3) 68 Knows about social movemovements and how to effect systemic change Dari Tabel 1, dapat diketahui bahwa tiga karakteristikwarga negara yang baik menurut Westheimer & Kahne adalah: 1) warga negara yang dapat bertanggung jawab secara pribadi, 2) warga negara yang dapat berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dan 3) warga negara yang berorientasi pada keadilan. Warga negara bertanggung jawab secara pribadi, dapat dilihat pada aktifitasnya dalam menyumbangkan darah, membayar pajak dan taat pada hukum. Partisipasi warga negara dapat diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran dan sukarelawan pendidikan, dan warga negara yang berorientasi pada keadilan terwujud pada perilaku sosial, ekonomi dan struktur politik. Dalam hubungannya sebagai warga negara yang baik, Borich (2000) memandang bahwa guru yang efektif adalah “a good teacher was a goods person-a role model who met community ideal for a good citizen, good parent, and good employee”. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa guru yang baik adalah pribadi yang baik yang dapat diteladani memenuhi kriteria sebagai warga negara yang baik menjadi orang tua yang baik dan dapat menjadi pekerja yang baik. Melihat uraian di atas, bila dihubungkan dengan kompetensi lulusan mata pelajaran IPS sesuai Permendiknas No.22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi maka penulis berpendapat bahwa warga negara yang baik memiliki karakteristik sebagai warga negara yang demokratis, bertanggung jawab dan dapat menjadi bagian dari warga dunia yang cinta damai. Ketiga karakteristik di atas mendukung tercapainya salah satu tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 69 Karakteristik warga negara yang demokratis menurut Dede Rosyada et al. (2005) adalah rasa hormat terhadap sesama warga dan tanggung jawab atas terciptanya keharmonisan, bersikap kritis baik terhadap kenyataan empiris maupun supra empiris, membuka diskusi dan dialog atas perbedaan, bersikap terbuka yang merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan, rasional dalam mengambil keputusan, adil dan bersikap jujur. Sementara itu, Udin S. Winataputra (2005) memandang warga negara yang demokratis dapat terwujud apabila masyarakatnya berpendidikan, cerdas, memiliki tingkat penghidupan yang layak dan punya keinginan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Zamroni (2007) menyebutkan bahwa kultur dan nilai-nilai demokrasi memiliki unsur-unsur: toleransi, kebebasan mengemukakan pendapat, menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat, terbuka dan komunikasi, menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, percaya diri, tidak menggantungkan pada orang lain, saling menghargai, mampu mengekang diri, kebersamaan dan keseimbangan. Senada dengan itu, Mayo (Winarno, 2007) menyebutkan bahwa nilai-nilai demokrasi meliputi damai dan sukarela, adil, menghargai perbedaan, menghormati kebebasan, memahami keanekaragaman, teratur, paksaan yang minimal, dan memajukan ilmu. Nilai-nilai demokrasi dapat juga dilihat pada nilai-nilai yang ada pada Pancasila, baik nilai dasar, nilai praksis maupun nilai instrumental. Winarno (2007) menyebutkan bahwa nilai demokrasi yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila adalah 70 kedaulatan rakyat, repulik, negara hukum, pemerintahan yang konstitusional, system perwakilan, prinsip musyawarah, dan prinsip ketuhanan. Untuk mewujudkan nilainilai demokrasi, maka Zamroni (2007) memandang bahwa pendidikan demokrasi harus menekankan pada pengembangan intellectual skill, personal and social skill. Dede Rosyada et al. (2005) memandang bahwa warga negara yang demokrat akan menampilkan sosok warga negara yang otonom yang mampu mempengaruhi dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal secara mandiri. Warga negara yang otonom memiliki karakteristik: 1) memiliki kemandirian, 2) memiliki tanggung jawab pribadi, politik dan ekonomi sebagai warga negara, 3) menghargai martabat manusia dan kehormatan pribadi, 4) berpartisipasi dalam urusan kemasyarakatan dengan pikiran dan sikap yang santun, 5) mendorong berfungsinya demokrasi konstitusional yang sehat. Kebebasan merupakan roh dari demokrasi, tetapi kebebasan tanpa tanggung jawab akan membawa masyarakat kearah anarki. Kebebasan dan tanggung jawab hendaknya hadir secara bersamaan dan berdasarkan pada realitas, sehingga dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu Zamroni (2007) berpendapat bahwa sebagai bagian dari mayarakat, partisipasi generasi baru harus memiliki: kualitas dan kemampuan identitas diri, kesadaran politik, pengetahuan dan kemampuan demokrasi, keseimbangan antara trust dan skeptis atas kehidupan politik, kebebasan untuk memilih dan mengambil keputusan, kapasitas dan dan kemauan membangun kebersamaan/toleransi, kemampuan untuk 71 kerjasama dan berorganisasi, dapat mengambil peran kepemimpinan saat diperlukan, keyakinan dan kemampuan untuk berbuat kebaikan sebagai warga masyarakat. Dalam proses sosialisasi nilai-nilai demokrasi di sekolah, siswa yang memiliki latar berlakang heterogen lebih menguntungkan dibandingkan dengan siswa yang berlatar belakang homogen. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa sekolah yang bersifat homogen tidak terlalu nampak realitas nilai-nilai demokratisnya, dibandingkan dengan sekolah yang heterogen siswanya dapat tersosialisasi dengan berbagai keaneka ragaman sehingga dapat menimbulkan kesadaran memahami perbedaan dan terciptanya toleransi dan akhirnya lahir tanggung jawab dan kebersamaan. Peran utama pendidikan dalam mewujudkan demokrasi adalah mengembangkan kepribadian dan watak individu bagi terwujudnya warga negara yang baik. Menurut The Association for education in Citizenship (Zamroni, 2007) bahwa untuk mewujudkan warga negara yang baik maka setiap peserta didik hendaknya: diberikan kesempatan mengembangkan dirinya sendiri, aktif memainkan peran sosial dan politik, disiapkan dengan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan minat dan interesnya, dan dikembangkan kemampuan untuk dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat meningkatkan kreatifitas. Oleh karena itu rekonstruksi demokrasi bertumpu pada tiga pondasi yaitu kebebasan, tanggung jawab, dan realitas. Guru memiliki peranan penting dalam proses sosialisasi nilai-nilai demokrasi, terutama pada jenjang sekolah dasar. Zamroni (2007) berpendapat bahwa bahwa 72 siswa sekolah dasar senantiasa menunjukkan bahwa nilai-nilai yang ia iakini dan bahkan prilakunya adalah sesuai dengan apa yang dikatakan gurunya. Guru menjadi sumber bagi nilai-nilai dan prilaku yang demokratis. Pengaruh guru dalam sosialisasi nilai-nilai demokrasi pada sekolah menengah sangat ditentukan oleh kredibilitas guru itu sendiri. Seifert (2007) memandang bahawa guru bisa mencegah beberapa gangguan dalam proses pembelajaran dengan mendistribusikan tanggung jawab kepada siswa. Distribusi tanggung jawab tidak hanya menghemat waktu guru dan mengurangi gangguan tetapi juga memberikan sebuah rasa tanggung jawab kepada siswa. Guru bisa melakukan rotasi tanggung jawab sehingga semua siswa memiliki peluang untuk menerima tanggung jawab tersebut. Pada tataran siswa yang barada pada status sosial-ekonomi menengah Borich (Muijs & Reinol, 2005) memandang bahwa prilaku guru yang efektif adalah: 1) requiring extended reasoning, 2) posing questions that require associations generalizations, 3) giving difficult material, 4) the use of projects that require independent judgment, discovery, problem-solving and the use of original information, 5) encouraging learners to take responsibility for their own learning, 6) very rich verbalizing. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa prilaku guru yang efektif adalah mengharuskan penalaran yang lebih luas, memberikan pertanyaan yang membutuhkan generalisasi, memberikan materi yang sulit, menggunakan pembelajaran yang membutuhkan keputusan, penemuan, penyelesaian masalah, 73 informasi yang jelas dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas pelajarannya. Seorang warga negara yang demokratis akan saelalu menjunjung tinggi nilainilai tanggung jawabnya. Sebagai wujud dari adanya tanggung jawab tersebut, Dede Rosyada et al. (2005) berpendapat bahwa setiap warga negara dituntut untuk turut bertanggung jawab menjaga keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan ketertibaan negara yang berdiri di atas pluralistas. Dalam kehidupan demokrasi, dibutuhkan adanya partisipasi warga negara. Partisipasi warga negara ini membebankan tanggung jawab kepada warga negara. Udin S. Winataputra (2005) memandang bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah tanggung jawab untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, berpartisipasi secara cerdas, dan tanggung jawab untuk berkehendak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial berdasarkan prinsip-prinsip keadilan. Tanggung jawab warga negara tidak dapat dilepaskan dari adanya hak dan kewajiban warga negara. Dede Rosyada et al. (2005) memandang bahwa prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya warga negara baik secara langsung atau perwkilan dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri. Sebagai bagian dari warga dunia yang cinta damai, dalam proses pembelajaran IPS, siswa diharapkan dapat menciptakan kondisi kelas yang aktif, kreatif, interaktif, nyaman, menyenangkan, dan kondusif, sehingga dapat efektif 74 dalam pencapaian tujuannya. Kondisi ini bukan berarti hanya untuk sesama warga negara Indonesia, tetapi dengan warga negara lain pun diharapkan demikian. UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organizatin) dalam sidangnya Oktober 1999 di Jenewa (Udin S. Winataputra, 2005) merumuskan bahwa: (1) pendidikan seyogyanya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinekaan pribadi, jenis kelamin, masyakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain dan (2) pendidikan seyogyanya menumbuhkan solidaritas dan kesamaan pada tataran nasional dan internasional, dalam prespektif pembangunan yang seimbang dan lestari. Menyimak rumusan UNESCO di atas, bila dihubungkan dengan konteks pendidikan di Indonesia, maka siswa sebagai warga negara dituntut untuk saling menghargai perbedaan, baik perbedaan individual (fisik, jenis kelamin, warna kulit dan tinggi badan) maupun perbedaan budaya dan etnik. Siswa juga diharapkan menyadari persamaan hak dan kewajiban antar warga negara. Dengan demikian maka akan tercipta kondisi pembelajaran yang diharapkan. Mewujudkan warga negara sebagai bagian dari warga dunia yang cinta damai, sebetulnya adalah merupakan amanah dari Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang merupakan salah satu tujuan Negara Indonesia yakni ikut melaksanakan ketertibaan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Indonesia telah membuktikan dirinya dalam keterlibatannya dalam memelihara perdamaian dunia. Bukti yang dimaksud 75 adalah Indonesia diutus oleh PBB untuk menjadi pasukan perdamaian dunia dalam bentuk Pasukan Garuda, dan yang paling terakhir ini adalah Pasukan Garuda XIIIA yang diterjunkan ke Libanon September 2006 sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB di Libanon. Selain keterlibatan Indonesia dalam mengirim Pasukan Garuda, Indonesia juga tercatat tiga kali sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu keanggotaan pertama priode 1973 - 1974, keanggotaan kedua priode 1995 - 1996 dan keanggotaan ketiga priode 2007 - 2008. Masuknya Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB berarti bahwa Indonesia telah mengemban kepercayaan masyarakat internasional dalam menghadapi dan menyelesaikan tantangan global masalah perdamaian internasional. Melihat keterlibatan Indonesia tersebut, maka dalam proses pembelajaran IPS, siswa dapat pula melibatkan diri secara tidak langsung dengan mewujudkan suasana pembelajaran yang nyaman, kondusif dan menyenangkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Dengan demikian Siswa dapat menjadi bagian dari warga dunia yang cinta damai yang mewujudkan perdamaian dalam pembelajaran di kelas. 76 BAB IV APLIKASI COOPERATIVE LEARNING A. Kerangka Pikir dan Langkah-lankah Pembelajaran Pembelajaran kooperatif dapat diaplikasikan pada mata pelajaran IPS dalam menjadikan siswa sebagai warga negara yang deokratis, bertanggung jawab, dan sebagai bagian dari warga dunia yang cuinta damai. Untuk itu Penulis memaparkan hasil penelitian eksperimen antara pembelajaran kooperatif dan Pembelajaran konvensional. Kerangka piker yang dibangun dapat dilihat pada gambar 3 berikut. Pembentukan Warga Negera yang Baik Skenario Pembelajaran Pembelajaran Konvensional Pretes PosTes Proses WN yang Baik Pembelajaran Kooperatif Tindak Lanjut Gambar 3 Pembentukan Warga Negara yang Baik dalam Pembelaran IPS 77 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif dilaksanakan berdasarkan skenario berikut : A. Pembukaan ( 5 menit ) 1. Salam pembuka 2. Apersepsi 3. Menuliskan topik dan kompetensi yang akan dicapai B. Kegiatan inti pembelajaran ( 60 menit ) 1. Guru mengadakan pretes 2. Guru membagi siswa dalam kelompok kecil 3-5 orang 3. Guru menjelaskan cara kerja kelompok 4. Siswa bekerja secara individu, berpasangan dan dalam kelompok 5. Siswa memprentasekan hasil pekerjaannya. 6. Guru memberi penilaian dan penguatan baik pada jawaban individu, berpasangan dan kelompok. 7. Guru mengadakan postes C. Penutup ( 5 menit ) : Guru menutup pelajaran D. Tindak Lanjut : Guru memberi tugas tambahan pada siswa yang belum tercapai kompetensi pembelajarannya. B. Deskripsi hasil Pretes dan postes Kesetaraan antara SD kontrol dengan pembelajaran konvensinal dan SD eksperimen dengan pembelajaran kooperatif selain didukung oleh nilai rata-rata rapor yang sama dapat juga dilihat pada hasil pre-test. SD kontrol memperoleh nilai rata-rata 3,26 dan SD eksperimen memperoleh nilai rata-rata 3,28. Nilai rata-rata ini membuktikan kasamaan kemampuan awal kedua sekolah tersebut. Untuk mengetahui perbedaan antara SD kontro dengan pembelajaran konvensional dan SD eksperimen dengan pembelajaran kooperatif, maka dialakan 78 pre-test dan post-test. Dari pre-test dan post-test tersebut maka akan diketahui perbedaan peningkatan hasil pembelajarannya. Pre-test dan post-test menggunakan tes yang sama pada kedua sekolah. Dalam tes tersebut dibagi dalam 3 faktor sebagai varibel dari warga negara yang baik, yaitu warga negara yang demokratis, warga negara yang bertanggung jawab dan warga negara yang cinta damai. Setelah mengetahui hasil pre-test dan dan post-test, sebagaimana terlihat pada Tabel 10, 11, 12, dan 13, maka untuk membandingkan hasil pre-test dan posttest antar kedua sekolah terlebih dahulu menentukan panjang kelas interval yaitu dengan rumus: panjang kelas interval = 1 + 3,3 x log n = 1 + 4,96 = 5.96 Dengan demikian, berarti panjang kelas interval adalah 6, dari nilai terendah sampai nilai tertinggi, seperti Tabel 5 berikut. Tabel 5 Interval Nilai Terendah sampai Nilai Tertinggi Pretest dan Postest Variabel Nilai Terendah Nilai Tertinggi Interval WN Demokratis 29 116 14,5 WN Bertanggung Jawab 14 56 7 WN Cinta Damai 13 52 6,5 WN yang Baik 56 224 28 Untuk mengetahui adanya peningkatan perilaku membentuk warga negara yang baik dalam proses pembelajaran, maka diadakan pre-test dan post-test. 79 Hasil pre-tes SD kontrol nampak pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Pre-Test SD kontrol No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 No. Rspn 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Total Rata-rata Minimum Maksimum Demokratis Bertanggung jwb Cinta damai Jlh Jlh Jlh 86 107 105 76 98 106 97 85 87 100 106 94 83 91 99 104 85 89 79 101 86 106 107 104 93 90 90 95 106 98 93 94 3040 95.00 76 107 Rata2 Rata2 Rata2 TOTAL Jlh 2.97 41 2.93 36 2.77 163 3.69 48 3.43 47 3.62 202 3.62 48 3.43 47 3.62 200 2.62 41 2.93 37 2.85 154 3.38 51 3.64 44 3.38 193 3.66 47 3.36 42 3.23 195 3.34 42 3.00 47 3.62 186 2.93 40 2.86 41 3.15 166 3.00 40 2.86 36 2.77 163 3.45 52 3.71 43 3.31 195 3.66 45 3.21 47 3.62 198 3.24 44 3.14 43 3.31 181 2.86 42 3.00 39 3.00 164 3.14 47 3.36 30 2.31 168 3.41 52 3.71 43 3.31 194 3.59 42 3.00 41 3.15 187 2.93 48 3.43 38 2.92 171 3.07 46 3.29 35 2.69 170 2.72 42 3.00 34 2.62 155 3.48 52 3.71 47 3.62 200 2.97 39 2.79 36 2.77 161 3.66 51 3.64 43 3.31 200 3.69 48 3.43 46 3.54 201 3.59 50 3.57 43 3.31 197 3.21 47 3.36 36 2.77 176 3.10 42 3.00 39 3.00 171 3.10 44 3.14 34 2.62 168 3.28 52 3.71 44 3.38 191 3.66 56 4.00 43 3.31 205 3.38 50 3.57 45 3.46 193 3.21 43 3.07 41 3.15 177 3.24 50 3.57 47 3.62 191 104.83 1482 105.86 1314 101.08 5836 3.28 46.31 3.32 41.06 3.16 182.38 2.62 39 2.79 30 2.31 154 3.69 56 4.00 47 3.62 205 80 Rata2 2.91 3.61 3.57 2.75 3.45 3.48 3.32 2.96 2.91 3.48 3.54 3.23 2.93 3.00 3.46 3.34 3.05 3.04 2.77 3.57 2.88 3.57 3.59 3.52 3.14 3.05 3.00 3.41 3.66 3.45 3.16 3.41 104.21 3.26 2.75 3.66 Setelah diadakan post-test, hasilnya nampak pada Tabel 7 berikut. Tabel 7 Post Test SD Kontrol No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 No. Rspn 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Total Rata-rata Minimum Maksimum Demokratis Bertanggung jwb Cinta damai Jlh Rata2 Jlh Rata2 Jlh Rata2 Jlh Rata2 85 105 105 80 98 105 97 87 86 100 105 94 84 95 99 104 87 90 80 99 87 100 107 104 95 89 96 90 106 100 94 94 3047 95.22 80 107 2.93 3.62 3.62 2.76 3.38 3.62 3.34 3.00 2.97 3.45 3.62 3.24 2.90 3.28 3.41 3.59 3.00 3.10 2.76 3.41 3.00 3.45 3.69 3.59 3.28 3.07 3.31 3.10 3.66 3.45 3.24 3.24 105.07 3.28 2.76 3.69 41 48 48 40 51 47 45 45 42 52 45 45 41 47 52 42 48 46 42 52 41 51 48 53 47 42 52 44 56 50 43 52 1498 46.81 40 56 2.93 3.43 3.43 2.86 3.64 3.36 3.21 3.21 3.00 3.71 3.21 3.21 2.93 3.36 3.71 3.00 3.43 3.29 3.00 3.71 2.93 3.64 3.43 3.79 3.36 3.00 3.71 3.14 4.00 3.57 3.07 3.71 107.00 3.34 2.86 4.00 37 47 47 37 45 43 47 41 36 44 48 43 40 32 43 43 38 36 36 47 36 43 46 44 36 40 45 35 45 45 41 47 1333 41.66 32 48 2.85 3.62 3.62 2.85 3.46 3.31 3.62 3.15 2.77 3.38 3.69 3.31 3.08 2.46 3.31 3.31 2.92 2.77 2.77 3.62 2.77 3.31 3.54 3.38 2.77 3.08 3.46 2.69 3.46 3.46 3.15 3.62 102.54 3.20 2.46 3.69 163 200 200 157 194 195 189 173 164 196 198 182 165 174 194 189 173 172 158 198 164 194 201 201 178 171 193 169 207 195 178 193 5878 183.69 157 207 2.91 3.57 3.57 2.80 3.46 3.48 3.38 3.09 2.93 3.50 3.54 3.25 2.95 3.11 3.46 3.38 3.09 3.07 2.82 3.54 2.93 3.46 3.59 3.59 3.18 3.05 3.45 3.02 3.70 3.48 3.18 3.45 104.96 3.28 2.80 3.70 81 Total Dari hasil Pre-test dan post-test SD kontrol pada tabel 6 dan 7 di atas, jelas bahwa pada pre-test untuk warga negara yang demokratis total skor yang diperoleh siswa adalah 3.040. Skor minimum adalah 76 atau 2,62, skor maksimum 107 atau 3,69 dan rata-rata nilai adalah 3,28. Setelah diadakan posttest, total skor yang diperoleh siswa adalah 3.047. Skor minimum adalah 80 atau 2,76, skor maksimum 107 atau 3,69 dan rata-rata nilai adalah 3,28. Disini nampak bahwa antara pre-test dan pos-test tidak ada peningkatan karena tetap berada pada nilai rata-rata 3,28. Pre-test warga negara yang bertanggung jawab SD kontrol memperoleh total skor 1.482. Skor minimum adalah 39 atau 2,79, skor maksimum 56 atau 4,00 dan rata-rata nilai adalah 3,32. Bila dibandingkan dengan post-test maka total skor yang diperoleh siswa adalah 1.498. Skor minimum adalah 40 atau 2,86, skor maksimum 56 atau 4,00 dan rata-rata nilai adalah 3,34. Disini nampak bahwa nilai rata-rata dari pre-test ke post-test hanya meningkat 0,02. Pada pre-test warga negara yang cinta damai SD kontrol Total skor yang diperoleh siswa adalah 1.314. Skor minimum adalah 30 atau 2,31, skor maksimum 47 atau 3,62 dan rata-rata nilai adalah 3,16. Setelah diadakan posttest maka total skor yang diperoleh siswa adalah 1.333. Skor minimum adalah 32 atau 2,46, skor maksimum 48 atau 3,69 dan rata-rata nilai adalah 3,20. Disini nampak bahwa nilai rata-rata dari pre-test ke post-test hanya meningkat 0,04. 82 Hasil pre-test SD eksperimen dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Pre-Test SD Eksperimen No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 No. Rspn 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Total Rata-rata Minimum Maksimum Demokratis Jlh Rata2 100 103 98 92 101 100 103 87 104 101 102 84 96 96 89 90 96 80 91 97 97 85 95 88 91 91 91 103 99 92 96 91 3029 94.66 80 104 3.45 3.55 3.38 3.17 3.48 3.45 3.55 3.00 3.59 3.48 3.52 2.90 3.31 3.31 3.07 3.10 3.31 2.76 3.14 3.34 3.34 2.93 3.28 3.03 3.14 3.14 3.14 3.55 3.41 3.17 3.31 3.14 104.45 3.24 2.76 3.59 Bertanggung jwb Jlh Rata2 49 50 51 45 52 52 45 41 46 46 48 40 49 45 41 37 45 45 44 52 46 42 49 41 46 47 42 54 52 43 50 48 1483 46.34 37 54 3.50 3.57 3.64 3.21 3.71 3.71 3.21 2.93 3.29 3.29 3.43 2.86 3.50 3.21 2.93 2.64 3.21 3.21 3.14 3.71 3.29 3.00 3.50 2.93 3.29 3.36 3.00 3.86 3.71 3.07 3.57 3.43 105.93 3.31 2.64 3.86 83 Cinta damai TOTAL Jlh Rata2 Jlh Rata2 45 50 44 36 45 47 48 37 44 47 47 40 46 47 43 38 43 40 40 42 41 40 47 38 36 40 42 47 46 43 48 42 1379 43.09 36 50 3.46 3.85 3.38 2.77 3.46 3.62 3.69 2.85 3.38 3.62 3.62 3.08 3.54 3.62 3.31 2.92 3.31 3.08 3.08 3.23 3.15 3.08 3.62 2.92 2.77 3.08 3.23 3.62 3.54 3.31 3.69 3.23 106.08 3.31 2.77 3.85 194 203 193 173 198 199 196 165 194 194 197 164 191 188 173 165 184 165 175 191 184 167 191 167 173 178 175 204 197 178 194 181 5891 184.09 164 204 3.46 3.63 3.45 3.09 3.54 3.55 3.50 2.95 3.46 3.46 3.52 2.93 3.41 3.36 3.09 2.95 3.29 2.95 3.13 3.41 3.29 2.98 3.41 2.98 3.09 3.18 3.13 3.64 3.52 3.18 3.46 3.23 105.20 3.29 2.93 3.64 Setelah post-test hasilnya terliahat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 Post Test SD Eksperimen No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 No. Rspn 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Total Rata-rata Minimum Maksimum Demokratis Bertanggung jwb Cinta damai Jlh Rata2 Jlh Rata2 Jlh Rata2 102 111 94 92 97 106 99 82 107 103 96 96 100 108 97 89 92 100 106 101 102 97 93 107 103 101 100 97 103 102 101 101 3185 99.53 82 111 3.52 3.83 3.24 3.17 3.34 3.66 3.41 2.83 3.69 3.55 3.31 3.31 3.45 3.72 3.34 3.07 3.17 3.45 3.66 3.48 3.52 3.34 3.21 3.69 3.55 3.48 3.45 3.34 3.55 3.52 3.48 3.48 109.83 3.43 2.83 3.83 50 50 46 45 50 50 46 41 53 48 48 46 53 56 41 41 46 50 46 46 47 47 42 52 49 48 49 50 48 50 48 46 1528 47.75 41 56 3.57 3.57 3.29 3.21 3.57 3.57 3.29 2.93 3.79 3.43 3.43 3.29 3.79 4.00 2.93 2.93 3.29 3.57 3.29 3.29 3.36 3.36 3.00 3.71 3.50 3.43 3.50 3.57 3.43 3.57 3.43 3.29 109.14 3.41 2.93 4.00 44 50 42 44 43 44 45 43 43 44 43 44 47 48 39 37 42 45 43 46 41 45 43 51 42 43 48 44 47 44 48 45 1417 44.28 37 51 3.38 3.85 3.23 3.38 3.31 3.38 3.46 3.31 3.31 3.38 3.31 3.38 3.62 3.69 3.00 2.85 3.23 3.46 3.31 3.54 3.15 3.46 3.31 3.92 3.23 3.31 3.69 3.38 3.62 3.38 3.69 3.46 109.00 3.41 2.85 3.92 84 TOTAL Jlh Rata2 196 3.50 211 3.77 182 3.25 181 3.23 190 3.39 200 3.57 190 3.39 166 2.96 203 3.63 195 3.48 187 3.34 186 3.32 200 3.57 212 3.79 177 3.16 167 2.98 180 3.21 195 3.48 195 3.48 193 3.45 190 3.39 189 3.38 178 3.18 210 3.75 194 3.46 192 3.43 197 3.52 191 3.41 198 3.54 196 3.50 197 3.52 192 3.43 6130 109.46 191.56 3.42 166 2.96 212 3.79 Berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9, maka dapat dijelaskan bahwa pada pre-test SD eksperimen untuk warga negara yang demokratis total skor yang diperoleh siswa adalah 3.029. Skor minimum adalah 80 atau 2,76, skor maksimum 104 atau 3,59 dan rata-rata nilai adalah 3,24. Setelah diadakan posttest maka total skor yang diperoleh siswa adalah 3.185. Skor minimum adalah 82 atau 2,83, skor maksimum 111 atau 3,83 dan rata-rata nilai adalah 3,43. Disini nampak bahwa dari pre-test ke post-test mengalami peningkatan 0,19. Pre-test warga negara yang bertanggung jawab SD eksperimen memperoleh total skor 1.483. Skor minimum adalah 37 atau 2,64, skor maksimum 54 atau 3,86 dan rata-rata nilai adalah 3,31. Bila dibandingkan dengan post-test maka total skor yang diperoleh siswa adalah 1.528. Skor minimum adalah 41 atau 2,93, skor maksimum 56 atau 4,00 dan rata-rata nilai adalah 3,41. Disini nampak bahwa terjadi peningkatan dari rata-rata 3,31 menjadi 3,41 atau meningkat 0,10. Pada pre-test warga negara yang cinta damai SD eksperimen total skor yang diperoleh siswa adalah 1.379. Skor minimum adalah 36 atau 2,77, skor maksimum 50 atau 3,85 dan rata-rata nilai adalah 3,31. Setelah diadakan post-test maka total skor yang diperoleh siswa adalah 1.417. Skor minimum adalah 37 atau 2,85, skor maksimum 51 atau 3,92 dan rata-rata nilai adalah 3,41. Disini nampak bahwa nilai rata-rata dari pre-test ke post-tes mengalami peningkatan 0,10. 85 Total skor pre-test warga negara yang baik SD kontrol adalah 5.836. Skor minimum adalah 154 atau 2,2,75 dan skor maksimum 205 atau 3,66 dan rata-rata nilai adalah 3,26, dibandingkan dengan post-test maka total skor yang diperoleh siswa adalah 5.878. Skor minimum adalah 157 atau 2,80, skor maksimum 207 atau 3,70 dan rata-rata nilai adalah 3,28. Disini nampak bahwa nilai rata-rata dari pre-tes ke post-test meningkat hanya 0,02 Dibandingkan dengantotal pre-test dan post-test SD eksperimen, nampak mengalami peningkatan yang signifikan. Total skor pre-tes yang diperoleh SD eksperimen adalah 5.891. Skor minimum adalah 164 atau 2,93, skor maksimum 204 atau 3,64 dan rata-rata nilai adalah 3,29, dibandingkan dengan post-test maka total skor yang diperoleh siswa adalah 6.130. Skor minimum adalah 166 atau 2,96, skor maksimum 212 atau 3,79 dan rata-rata nilai adalah 3,42. Selisi nilai rata-rata dari pre-test ke post-tes meningkat 0,13 seperti terlihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10 Selisih antara Pre-test dan Post-test SD Kontrol dan SD Eksperimen Variabel SD Kontrol SD Eksperimen Pre- Post Selisih Pre Post Selisih WN Demoratis 3,28 3,28 0 3,24 3,43 0,19 WN bertanggung jawab 3,32 3,34 0,02 3,31 3,41 0,10 WN cinta damai 3,16 3,20 0,04 3,31 3,41 0,10 WN yang baik 3,26 3,28 0,02 3,29 3,42 0,13 86 C. Analisis Data Analisis data dillakukan dengan dua cara yaitu: 1. Uji Persyaratan Analisis Uji persyaratan analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS Ver. 12. Pengujian dilakukan melalui uji normalitas Kolmogorov Smirnov dan uji homogenitas varian menggunakan anova. a. Uji normalitas menunjukan bahwa: 1. Variabel warga negara yang demokrasi memperoleh p = 0,929, artinya P > 0,05 berarti data berdistribusi normal. 2. Variabel warga negara yang bertanggung jawab memperoleh p = 0,439, artinya P > 0,05 berarti data berdistribusi normal. 3. Variabel warga negara yang cinta damai memperoleh p = 0,371, artinya P > 0,05 berarti data berdistribusi normal. b. Uji homogenitas, menunjukan bahwa: 1. Variabel warga negara yang demokratis memperoleh p = 0,056, artinya P > 0,05 berarti data memiliki varians yang homogen. 2. Variabel warga negara yang bertanggung jawab memperoleh p = 0,418, artinya P > 0,05 berarti data memiliki varians yang homogen. 3. Variabel warga negara yang cinta damai memperoleh p = 0,229, artinya P > 0,05 berarti data memiliki varians yang homogen. 87 2. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan t-test terhadap pretes dan post tes sebagai berikut: i. Hasil t-test pre-test dan post-test kelompok kooperatif diperoleh nilai rata-rata pre-test = 3,2874 dan post-test = 3,4208 dengan selisi = 0,1334. Hasil uji t signifikan pada α = 0,05, dan nilai t = 3,167 dengan perolehan nilai p = 0,003 (p < 0,05). Uji hipotesis satu menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak. ii. Hasil t-test pre-test dan post-test kelompok konvensional diperoleh nilai rata-rata pre-test = 3,2567 dan rata-rata post-test = 3,2801 dengan selisi = 0,0234. Hasil uji t tidak signifikan pada α = 0,05 dan nilai t = 1,161 dengan perolehan nilai p = 0,255 (p > 0,05). Uji hipotesis dua menunjukkan bahwa H1 ditolak dan H0 diterima. iii. Hasil t-test Kelompok kooperatif dan kelompok konvensional diperoleh rata-rata selisih peningkatan dari pre-test ke post-test = 0,0234 untuk kelompok konvensional dan kelompok kooperatif = 0,1335 dengan selisi = 0,1100. Hasil uji t signifikan pada α = 0,05, dan nilai t = 0,2356 dengan perolehan nilai p 0,000 (p < 0,05). Uji hipotesis tiga menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian, persyaratan normalitas dan homogenitas varians telah terpenuhi, sehingga uji beda (t-test) antara kelompok kooperatif dan Kelompok konvensional dapat dilakukan. 88 D. Pembahasan Kesetaraan antara SD kontrol dan SD eksperimen selain didukung oleh nilai rata-rata rapor yang sama dapat juga dilihat pada hasil pre-test. SD Kontrol memperoleh nilai rata-rata 3,26 dan SD eksperimen memperoleh nilai rata-rata 3,28. Nilai rata-rata ini membuktikan kasamaan kemampuan awal kedua sekolah tersebut. Untuk mengetahui perbedaan antara SD kontrol dengan pembelajaran konvensional dan SD eksperimen dengan pembelajaran kooperatif, maka dialakan pre-test dan post-test. Dari pre-test dan post-test tersebut maka akan diketahui perbedaan peningkatan hasil pembelajarannya. Pre-test dan post-test menggunakan tes yang sama pada kedua sekolah. Dalam tes tersebut dibagi dalam 3 faktor sebagai varibel dari warga negara yang baik, yaitu warga negara yang demokratis, warga negara yang bertanggung jawab dan warga negara yang cinta damai. Setelah mengetahui hasil pre-test dan dan post-test, sebagaimana terlihat pada Tabel 10, 11, 12, dan 13, maka untuk membandingkan hasil pre-test dan posttest antar kedua sekolah terlebih dahulu menentukan panjang kelas interval yaitu dengan rumus: panjang kelas interval = 1 + 3,3 x log n = 1 + 4,96 = 5.96 Dengan demikian, berarti panjang kelas interval adalah 6, dari nilai terendah sampai nilai tertinggi, seperti Tabel 15 berikut. 89 Tabel 11 Interval Nilai Terendah sampai Nilai Tertinggi Pretest dan Postest Variabel Nilai Terendah Nilai Tertinggi Interval WN Demokratis 29 116 14,5 WN Bertanggung Jawab 14 56 7 WN Cinta Damai 13 52 6,5 WN yang Baik 56 224 28 Untuk memperjelas hasil pre-test dan post-test maka hasilnya akan digambarkan dalam bentuk tabel dan diagram. Hasil pre-test SD kontrol dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Pre-tes Aspek Demokrasi SD Kontrol dan SD Eksperimen Interval 29.0 – 43.5 43.6 – 58.0 58.1 – 72.5 72.6 – 87.0 87.1 –101.5 101.6-116.0 Jumlah Frekuensi Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 8 4 15 22 9 6 32 32 Persentase (%) Kontrol eksperimen 0 0 0 0 0 0 25.00 12.50 46.88 68.75 28.12 18.75 100 100 Dari Tabel 12, terlihat bahwa antara pentinggen dengan jetis, tidak ada satu siswa pun yang nilainya berada pada interval 29,0 – 43,5, 43,6 – 58,0 dan juga 58,1 – 72,5. Ini dapat diartikan bahwa kemampuan antara SD kontrol dan SD eksperimen adalah sama, sehingga tabel tersebut dapat juga dajadikan sebagai dasar argumen tentang kesetaraan kedua sekolah tersebut. 90 Bila dilihat persentase jumlah siswa yang berada pada setiap interval, nampak bahwa pada pre-test warga negara yang demokratis siswa yang nilainya berada pada interval 29 - 72,5 tidak ada atau 0%. Pada interval nilai 72,6 – 87,0 kontrol 8 orang (25%) dan eksperimen 4 orang (12,50%), Pada interval 87,1-101,5 kontrol 15 orang (46,88%) dan eksperimen 22 orang (68,75%). Interval 101,6-116 untuk kontrol 9 orang (28,12%) dan eksperimen 6 orang (18,75%). Uraian di atas bila digambarkan dalam diagram, akan nampak separti pada Frekuensi gambar 4 berikut. 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 22 15 9 8 6 4 0 0 0 0 29-43.5 43.6-58 Petinggen 0 0 58.1-72.5 72.6-87 87.1-101.5 101.6-116 Pretes Demokrasi Jetis Gambar 4 Diagram Hasil Pre-Test Aspek Demokrasi SD Kontrol dan SD Eksperimen Hasil pre-test warga negara yang demokratis di atas dapat dibandingkan dengan hasil post-test seperti pada Tabel 13 berikut. 91 Tabel 13 Post-Test Aspek Demokrasi SD Kontrol dan SD Eksperimen Frekuensi Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 8 1 16 18 8 13 Interval 29.0 – 43.5 43.6 – 58.0 58.1 – 72.5 72.6 – 87.0 87.1 – 101.5 101.6 – 116.0 Jumlah 32 Persentase (%) Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 25.00 3.13 50.00 56.25 25.00 40.62 32 100 100 Frekuensi Bila digambarkan dalam diagram akan nampak seperti gambar 5 berikut. 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 18 16 13 8 8 0 0 29-43.5 0 0 43.6-58 Petinggen 1 0 0 58.1-72.5 Jetis 72.6-87 87.1-101.5 101.6-116 Postes Demokrasi Gambar 5 Diagram Hasil Post-Test Aspek Demokrasi SD Kontrol dan SD Eksperimen 92 Dari Tabel 13, nampak bahwa pada post-test warga negara yang demokratis tidak ada siswa yang nilainya berada pada interval 29 - 72,5 (0%). Siswa yang nilainya berada pada interval nilai 72,6 – 87,0 kontrol tetap 8 (25%) orang dan eksperimen 1 orang (3,13%). Pada interval 87,1-101,5 kontrol 16 orang (50%) dan eksperimen 18 orang (56,25%). Interval 101,6-116 kontrol 8 orang (25%) dan eksperimen 13 orang (40,62%). Bila dibandingkan antara hasil pre-test dan post-test warga negara yang demoratis di atas, dapat dikatakan bahwa kecenderungan meningkat sangat nampak pada SD Eksperimen sedangkan SD kontrol cenderung menetap. Ini artinya bahwa pembelajaran kooperatif mempengaruhi peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh siswa SD eksperimen. Untuk warga Negara yang bertanggung jawab, hasil pre-testnya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14 Pre-test Aspek Bertanggung jawab SD Kontrol dan SD Eksperimen Interval 14 – 21 22 – 28 29 – 35 36 – 42 43 – 49 50 – 56 Jumlah Frekuensi Kontrol Kontrol 0 0 0 0 0 0 10 7 12 17 10 8 32 32 93 Persentase (%) Kontrol Kontrol 0 0 0 0 0 0 31.25 21.88 37.50 53.12 31.25 25.00 100 100 Pada Tabel 14, nampak bahwa pada pre-test warga negara yang bertanggung jawab tidak ada siswa yang nilainya berada pada interval 14-35, artinya 0%. Pada interval nilai 36-42 kontrol 10 orang (31,25%) dan eksperimen 7 orang (21,88%). Pada interval 43-49 kontrol 12 orang (37,50%) dan eksperimen 17 orang (53,12%). Interval 50-56 kontrol 10 orang (31,25%) dan eksperimen 8 orang (25%). Hasil pre- Frekuensi test tersebut dapat digambarkan pada diagaram berikut. 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 17 12 10 10 8 7 0 0 14-21 0 0 0 22-28 29-35 0 36-42 Pretes Bertanggung Jawab 43-49 50-56 Petinggen Jetis Gambar 6 Diagram Hasil Pre-Test Aspek Bertanggung jawab SD Kontrol dan SD Eksperimen Hasil pre-test warga negara yang bertanggung jawab tersebut, dapat dibandingkan dengan hasil post-test. Hasil post-testnya dapat dilihat pada Tabel 15 berikut. 94 Tabel 15 Post-test Aspek Bertanggung jawab SD Kontrol dan SD Eksperimen Frekuensi Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 8 5 14 16 10 11 32 32 Interval 14 – 21 22 – 28 29 – 35 36 – 42 43 – 49 50 – 56 Jumlah Persentase (%) Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 25.00 15.63 43.75 50.00 31.25 34.37 100 100 Pada Tabel 15 nampak tidak ada siswa yang nilainya berada pada interval 14 - 35 (0%). Pada interval nilai 36 - 42 kontrol tetap 8 orang (25%) dan eksperimen 5 orang (15,63%). Pada interval 43 - 49 kontrol 14 orang (43,75%) dan eksperimen 16 orang (50%). Interval 50 - 56 kontrol 10 orang (31,25%) dan eksperimen 11 orang Frekuensi (34,37%). 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 16 14 11 10 8 5 0 0 14-21 0 0 0 22-28 29-35 0 36-42 Postes Bertanggung Jawab 43-49 50-56 Petinggen Gambar 7 Diagram Hasil Post-Test Aspek Bertanggung jawab SD Kontrol dan SD Eksperimen 95 Jetis Berdasarkan diagram di atas, maka dapat dikatakann bahwa hasil post-test warga negara yang bertanggung jawab pada SD eksperimen lebih meningkat, sedangkan SD kontrol cenderung menetap. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh adanya perlakuan pembelajaran kooperatif pada SD Eksperimen dan tidak adanya perlakuan pada SD kontrol, dimana di SD Kontrol pembelajaran berlangsung secara konvensinal. Selain warga negara demokratis dan warga negara yang bertanggung jawab, warga negara yang baik juga harus menjadi warga cinta damai. Ketiga faktor ini harus nampak pada setiap pribadi siswa. Seorang siswa dapat dikategorikan sebagai warga negara yang baik apabila siswa tersebut demokratis, bertanggung jawab dan cinta kedamaian. Oleh karena itu, maka selain pre-test demokratis, bertanggung jawab, juga harus ada post-test warga negara yang cinta damai. Untuk itu maka berikut disajikan hasil pre-test warga negara yang cinta damai seperti nampak pada Tabel 16. Tabel 16 Pre-tes Aspek Cinta Damai SD Konvensionaldan SD Eksperimen Interval 13 – 19.5 19.6 – 26 26.1 – 32.5 32.6 – 39 39.1 – 45.5 45.6 – 52 Jumlah Frekuensi Petinggen 0 0 1 11 12 8 32 Jetis 0 0 0 5 16 11 32 96 Persentase (%) Petinggen Jetis 0 0 0 0 3.13 0 34.38 15.63 37.50 50.00 25.00 34.37 100 100 Dalam Tabel 16, jelas bahwa pada pre-test warga negara yang cinta damai tidak ada siswa yang nilainya berada pada interval 13 – 26. Pada interval 26,1 – 32,5 kontrol 1 orang (3,13%) dan eksperimen tidak ada (0%). Untuk interval nilai 32,6 39 kontrol 11 orang (34,38%) dan eksperimen 5 orang 15,63%) Pada interval 39,1 – 45,5 kontrol 12 orang (37,50%) dan eksperimen 16 orang (50%). Interval 45,6 - 52 untuk kontrol 8 orang (25%) dan eksperimen 11 orang (34,37%). Bila dibuat dalam diagram, maka hasil pre-test warga negara yang cinta damai akan nampak seperti Frekuensi gambar 8 berikut. 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 16 12 11 11 8 5 0 0 13-19.5 0 1 0 19.6-26 Petinggen 0 26.1-32.5 Jetis 32.6-39 39.1-45.5 45.6-52 Pretes Cinta Damai Gambar 8 Diagram Hasil Pre-Test Aspek Cinta Damai SD Kontrol dan SD Eksperimen Hasil pre-test di atas dapat dibandingkan dengan hasil post-test warga negara yang cinta damai seperti pada Tabel 17 berikut. 97 Tabel 17 Post-tes Aspek Cinta Damai SD Kontrol dan SD Eksperimen Interval 13 – 19.5 19.6 – 26 26.1 – 32.5 32.6 – 39 39.1 – 45.5 45.6 – 52 Jumlah Frekuensi Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 1 0 9 2 15 22 7 8 32 32 Persentase (%) Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 3.13 0 28.13 6.25 46.87 68.75 21.87 25.00 100 100 Pada Tabel 17 terlihat bahwa pada post-test warga negara yang cinta damai tidak ada siswa yang nilainya berada pada interval 13 – 26 (0%). Pada interval 26,1 – 32,5 kontrol1 orang (3,13%) dan eksperimen tidak ada (0%). Untuk interval nilai 32,6 -39 kontrol 9 orang (28,13%) dan Eksperimen 2 orang (6,25%). Pada interval 39,1 – 45,5 kontrol 15 orang (46,87%) dan Eksperimen 22 orang (68,75%). Interval 45,6 - 52 kontrol 7 orang (21,87%) dan Eksperimen 8 orang (25%). Bila dibandingkan hasil pre-test dengan post-test warga negara yang cinta damai, hasil post-test menunjukkan bahwa masih ada 1 orang siswa yang masih berada pada interval nilai 26,1 - 32,5 sama seperti pre-test di SD kontrol, sedangkan SD eksperimen satu kelas interval berada di atasnya. Persentase peningkatan memperlihatkan pula bahwa SD eksperimen lebih meningkat dari pada SD kontrol. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 9 berikut. 98 Frekuensi 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 22 15 9 8 7 0 0 0 1 0 13-19.5 19.6-26 Petinggen 2 0 26.1-32.5 Jetis 32.6-39 39.1-45.5 45.6-52 Postes Cinta Damai Gambar 9 Diagram Hasil Post-Test Aspek Cinta Damai SD Kontrol dan SD Eksperimen Total pre-test warga negara yang demokratis, warga negara bertanggung jawab dan warga negara cinta damai, merupakan total pre-test warga negara yang baik. total hasil pre-test antara SD kontrol dan SD eksperimen, dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18 Total Pre-tes SD Kontrol dan SD Eksperimen Interval 56 – 84 85 – 112 113 – 140 141 – 168 169 – 196 197 – 224 Jumlah Frekuensi Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 9 7 15 19 8 6 32 32 99 Persentase (%) Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 28.13 21.88 46.87 59.38 25.00 18.74 100 100 Tabel 18 di atas bila ditunjukan dalam diagram maka akan nampak seperti Frekuensi pada gambar 10 berikut. 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 19 15 9 8 7 0 0 56-84 0 0 85-112 Petinggen 6 0 0 113-140 141-168 169-196 197-224 Total Pretes Jetis Gambar 10 Diagram Total Pre-Test SD Kontrol dan SD Eksperimen Dari Tabel 22 di atas, jelas bahwa tidak ada siswa yang nilainya berada pada interval 56-140 artinya 0%. Pada interval nilai 141-168 kontrol 9 orang (28,13%) dan eksperimen 7 orang (21,88%) Pada interval 169-196 pre-testnya kontrol 15 orang (46,87%) dan Eksperimen 19 orang (59,38%). Interval 197-224 kontrol 8 orang (25%) dan Eksperimen 6 orang (18,74%). Total pre-test di atas kita dapat bandingkan dengan total post-test sehingga kita dapat melihat perbedaan signifikansi peningkatannya. Tabel 19 akan menyajikan hasil post-test SD kontrol dan SD eksperimen. 100 Tabel 19 Total Pos-tes SD Kontrol dan SD Eksperimen Interval 56 – 84 85 – 112 113 – 140 141 – 168 169 – 196 197 – 224 Jumlah Frekuensi Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 4 2 19 21 7 9 32 32 Persentase (%) Kontrol Eksperimen 0 0 0 0 0 0 12.50 6.25 59.38 65.62 21.87 28.13 100 100 Dalam Tabel 19 di atas, nampak bahwa pada total post-test tidak ada siswa yang nilainya berada pada interval 56-140 (0%). Siswa yang nilainya berada pada interval 141-168 kontrol 4 orang (12,50%) dan Eksperimen 2 orang (6,25%). Pada interval nilai 169-196 kontrol 19 orang (59,38%) dan Eksperimen 21 orang (65,62%) sedangkan pada interval 197-224 kontrol 7 orang (21,87%) dan Eksperimen 9 orang (28,13%). Hasil post-test tesebut menunjukan bahwa dibandingkan dengan SD kontrol, maka terjadi peningkatan yang signifikan pada SD Eksperimen karena dipengauhi oleh adanya perlakuan pembelajaran kooperatif, sedangkan pada SD Kontrol tidak terjadi peningkatan yang signifikan karena pembelajaran hanya berlangsung secara konvensional. Ini membuktikan bahwa pembelajran kooperatif dapat membentuk prilaku belajar siswa yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta damai dalam proses pembelajaran. Hasil post-test tersebut dapat digambarkan pada Gambar 11 berikut. 101 Frekuensi 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 21 19 9 7 4 2 0 0 56-84 0 0 85-112 Petinggen 0 0 113-140 Jetis 141-168 169-196 197-224 Total Postes Gambar 11 Diagram Total Post-Test SD Kontrol dan SD Eksperimen Perbandingan hasil pre-test dan post-test antara SD Kontrol dan SD Eksperimen, menunjukan adanya peningkatan yang signifikan pada SD Eksperimen. SD kontrol pada pre-test memperoleh rata-rata nilai 3,26 dan meningkat pada posttest menjadi 3,28. sedangkan SD eksperimen hasil rata-rata pre-test 3,29 meningkat pada post-test menjadi 3,42. Ini artinya SD kontrol peningkatannya rata-rata 0,02 sedangkan SD Eksperimen 0,13. Perbedaan peningkata ini tentunya dipengaruhi oleh adanya pemberian perlakuan pembelajaran kooperatif pada SD eksperimen, dan berlangsungnya pembelajaran konvensinal pada SD kontrol. Tiga kategori warga negara yang baik dalam tulisan ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi 102 yang menyebutkan bahwa pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS siswa diarahkan menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab dan warga dunia yang cinta damai. oleh karena itu tiga kategori tesebut menjadi dasar untuk mengetahui perilaku belajar siswa dalam mewujudkan tujuan tersebut. Dalam proses pembelajaran kooperatif, pembentukan warga negara yang demokratis terwujud dalam perilaku belajar siswa. Perilaku tersebut tercermin dalam keberanian mengemukakan pendapat, selalu memberi kesempatan pada orang lain untuk berpendapat, mendengarkan orang lain berpendapat, aktif berdiskusi secara berpasangan atau berkelompok, menerima dan memberi saran, pemilihan ketua kelompok secara musyawarah/mufakat, dan ada kesimpulan dan tindak lanjutnya. Perilaku belajar siswa yang mencerminkan warga negara yang bertanggung jawab terlihat pada adanya kemampuan siswa mengemukakan pendapat baik pendapat perorangan, berpasangan maupun kelompok, kemampuan mempertahankan pendapat, jujur menerima kebenaran dan mengakui kesalahan. Tanggung jawab siswa dapat juga dilihat pada ketepatan menjawab dan kemampuan merangkum hasil diskusi sebagai simpulan diskusi. Warga negara yang cinta damai dapat pula terwujud pada perilaku siswa dalam belajar. Perilaku ini nampak pada adanya perumusan aturan diskusi, ketaatan pada aturan diskusi, kemampuan penyesuaian diri baik dengan teman kelompok maupun dengan kelompok lain, dan mampu mengendalikan diri bila terjadi perbedaan pendapat. 103 Perbandingan hasil pre-test dan post-test menunjukan bahwa hasil belajar siswa pada SD yang belajar dengan koooperatif mengalami peningkatan secara signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat membentuk perilaku belajar siswa yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta damai, sehingga dapat meningkatkan pembentukan warga negara yang baik pada siswa sekolah dasar. E. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian di SD kontrol dan SD eksperimen, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil pre-test dan post-test pada SD eksperimen sebagai kelompok kooperatif. Perbedaan yang signifikan tersebut dapat dihat dari perolehan nilai rata-rata pre-test = 3,2874 dan post-test = 3,4208 meningkat = 0,1334, dengan nilai t = 3,167, p = 0,003 pada α = 0,05. Dengan demikian peningkatan rata-rata skor pre-test ke post-tes secara signifikan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pembentukan warga negara yang baik pada siswa SD. 2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test pada SD kontrol sebagai kelompok konvensional. Simpulan ini diperoleh dari hasil rata-rata pre-test = 3,2567 dan nilai rata-rata post-test = 3,2801, hanya meningkat = 0,0234, dengan nilai t = 1,161, p = 0,255 pada α = 0,05. Dengan demikian pada 104 siswa yang belajar secara konvensional, tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata gain score (perolehan nilai) kelompok kooperatif dan kelompok konvensional. Perbedaan yang signifikan ini dilihat dari selisi peninkatan dari rata-rata pre-test dan post-test kelompok kooperatif = 0,1335 dan kelompok konvensional = 0,0234. Selisih rata-rata gain score kelompok kooperatif dan kelompok konvensional = 0,11 dengan nilai t = 0,2356, p = 0,000 pada α = 0,05. Dengan demikian perbedaan rata-rata gain score menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara pembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional dalam meningkatkan pembentukan warga negara yang baik. 105 BAB V PENUTUP A. Seuntai Harapan Siswa dan guru ibarat jiwa dan raga manusia sebagai satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan, begitu pula peranan siswa dan guru dalam sebuah institusi sekolah. Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia, kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas siswa dan guru. Menyikapi tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era reformasi saat ini, kita semakin dituntut untuk dapat berkompetisi baik pada tingkat lokal, regional, maupun internasional, demikian halnya dengan siswa dan guru. Daya saing dalam berbagai segi kehidupan menuntut kualitas dan profesionalisme kerja. Inilah yang menyebabkan terjadinya keselarasan atau sebaliknya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Bila kita punya kualiatas dan profesionalisme kerja yang tinggi akan menunjang terwujudnya keselarasan antara harapan dan kenyataan, sebaliknya bila kita tidak punya profesinalisme kerja maka kita akan tenggelam dan jauh dari harapan. Ini merupakan peluang sekaligus tantangan dalam dunia pendidikan. Dalam menghadapinya sangat dibutuhkan sikap yang arif, bijak dan bertanggung jawab secara profesinal. Untuk menjawab tantangan tersebut, optimalisasi peran guru sebagai pekerja profesional sangat penting. Guru harus menjalan berbagai tugas dan fungsinya secara komplek sebagai wujud tanggung jawab yang diemban dan selalu berupaya meningkatakan kualitas dan kuantitas pennguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi. 106 Dengan demikian siswa pun dapat berkembang dan memiliki banyak kekayaan intelektual melalui perlakuan pembelajaran disekolah secara komplek pula. Penulis berpendapat bahwa salah satu upaya yang harus dilakukan oleh guru adalah dengan mengembangkan model-model pembelajaran dalam praktik pembelajaran. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah Model Pembelajaran Kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif siswa dapat belajar secara demokratis, tanggung jawab, baik secara individu, berpasangan maupun secara berkelompok, dan dapat lebih memahami akan makna perlunya suasana belajar yang nyaman dengan taat pada aturan-aturan pembelajaran yang telah disepakati. B. Impilasi Implikasi pembelajaran kooperatif dalam mewujudkan warga negara yang baik adalah sebagai berikut: 1. Dalam proses pembelajaran kooperatif pembentukan warga negara yang demokratis pada siswa dapat dilihat pada prilaku belajar siswa yang berani mengemukakan pendapat, memberi kesempatan pada orang lain untuk berpendapat, mendengarkan orang lain berpendapat, aktif berdiskusi secara berpasangan dan berkelompok, menerima dan memberi saran, pemilihan ketua kelompok secara musyawarah/mufakat, dan ada kesimpulan atau tindak lanjut. 2. Perilaku belajar siswa yang mencerminkan warga negara yang bertanggung jawab terlihat pada adanya kemampuam siswa mengemukakan pendapat baik secara perorangan, berpasangan 107 maupun kelompok, kemampuan mempertahankan pendapat, jujur menerima kebenaran dan mengakui kesalahan, ketepatan menjawab, kemampuan merangkum hasil sebagai simpulan diskusi. 3. Warga negara yang cinta damai dapat terwujud pada prilaku siswa dalam belajar yang nampak pada adanya perumusan aturan diskusi, ketaatan pada aturan diskusi, kemampuan penyesuaian diri baik dengan teman kelompok maupun dengan kelompok lain, dan mampu mengendalikan diri bila terjadi perbedaan pendapat. Dari implikasi tersebut, berarti pembelajaran kooperatif dapat mewujudkan amanah Undang-undang Sisdiknas, standar isi dan standar kompetensi mata pelajaran IPS dalam membentuk warga negara yang demokratis, bertanggung jawab dan cinta damai. 108 DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid. (2007). Perencanaan pembelajaran mengembangkan standar kompetensi guru. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Arends Richard. (1997) Class room instruction and management. New York: The Mc.Graw-Hill Companies, Inc. Aristo Rahadi. (2003). Media pembelajaran. Jakarta: Depdiknas, Dirjen Dikdasmen Direktorat Tenaga Kependidikan. Azhar Arsyad. (2006). Media pembelajaran. Jakarta: Raja Garafindo Persada. Bangun Sukono F. (2006). Meningkatkan minat belajar IPS Melalui cooperative learning di SMPN 2 Lumbir, Tesis magister tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Borich, G.D. (2000) Effective teaching methods. London: Prentice-Hall, Inc. Cholisin. (2000) IKN – PKN Modul 1 – 9 PPKn. Jakarta: Universitas Terbuka Kerjasama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah -----------. (2006) Perkembangan PKn pasca KBK dan praktek pembelajarannya. Makalah disampaikan dalam seminar nasional evaluasi pelaksanaan KBK menyongsong undang-undang guru dan dosen di Provinsi Gorontalo. Dede Rosyada et al. (2005) Demokrasi, hak asasi manusia & masyarakat madani. Jakarta: Prenada Media. Dick, Carey & Carey. (2005). The systematic design of instruction. New York: Allyn and Bacon. Dimon, Stanley, E., Pflieger, Elmer F. (1970). Civics for citizens. Sidney: Lippocott Company. Ellis, Arthur, K. (1997) Teaching and learning elementary social studies. London: Allyn and Bacon. Fakih Samlawi & B.Maftuh. (1998). Konsep dasar IPS. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Fetsch, R.J., & Yang, R.K. (Juni 2002). The effect of competitive and cooperative learning preferences on children's self-perceptions: a comparison of 4-H and non-4-H members. Journal of extension volume 40 number 3. Diambil pada tanggal 24 Agustus 2008, dari http://www.joe.org/joe2002junea/5.html.htm 109 Gagne, R.M., & Briggs, L.J. (1979). Principles of instructional design. New York: Holt, Rinehart and Winston. Hamilton, R, & Ellizabeth, G. (1994) Learning and instruction. New York: Allyn and Bacon. Hamza B Uno. (2007) Model pembelajaran, menciptakan proses belajar mengajar yang kreaktif dan efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Hergenhahn,B.R & Olson,M.H. (1997) An introduction to theories of learning. London: Prentice-Hall International, Inc. Ibrahim M, et al. (2000) Pembelajaran kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Isjoni. (2007). Cooperative learning: efektifitas pembelajaran kelompok. Bandung: Alfabeta. Jarolimek, J. (1986. Social studies in elementary education. New York: Macmillan Joyce, Bruce., Massha, W., & Showers B.W. (1992) Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon. Kaluge Laurens & Bert P.M. Creemers. (2005) Teori dan praktik keefektifan pendidikan, kelas, sekolah dan kebijakan. Surabaya: Unesa University Press. Kanuka, Heather. (September 2006). Instructional design and elearning: a discussion of pedagogical content knowledge as amissing construct. Diambil pada tanggal 14 juli 2008, dari http://www.usq.edu.au/electpub/ejist/docs/vol9 no2/papers/full papers/kanuka.htm Lie, Anita. (2007). Cooperative learning: Mempraktekan cooperative learning di ruang-ruang kelas. Jakarta: Grasindo. Macbeath John & Peter M. (2005) Improving school effectiveness, memperbaiki efektifitas sekolah. (Terjemahan Nin Bakdi Soemanto). Ballmor: Published by Open University Press. (Buku asli diterbitkan tahun 2001). Manning, M. L. R. L. (1992) The what , why, and how of cooperative learning. Washington: Relevant Research Marwati. (2006) Penerapan pembelajaran terintegrasi model tematik untuk meningkatkan pemahaman pangan tradisional di sekolah dasar. Jurnal ilmiah pendidikan. cakrawala pendidikan. Yogyakarta: Lembaga LPM Universitas Negeri Yogyakarta. 110 Muijs, Daniel & David Reinold. (2005) Effective teaching evidence and practice. London: SAGE Publications Ltd. Mukminan. (2006) Model pembelajaran IPS terpadu (makalah). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. -------------. (2006) Yogyakarta. Desain pembelajaran. Yogyakarta: Universitas Negeri Mukminan, et al. (2002) Dasar-dasar IPS. Yogyakarta. Muhammad Numan Somantri. (2001) Menggagas pembaharuan pendidikan IPS. Bandung: Remaja Rosdakarya. National Council for the Social Studies (NCSS). (1992). Curriculum standards for social studies. Diambil pada tanggal 1 oktober 2007, dari: http://www.socialstudies.org/standards/introduction/ Nurhadi. (2003) Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press Oemar Hamalik . (2005) Kurikulum dan pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. -------------. (2005) Proses belajar mengajar. Jakarta: Bumi aksara. Orlich, D.C. et al,. (2007). Teaching strategies a guide to effective instruction. Boston: Houghton Mifflin Company Peraturan Pemerintah. (2005). Peraturan Pemerintah, Nomor 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasinal, Nomor 22, Tahun 2006, Tentang Standar Isi. Sardiman. (2007) Intersaksi & motivasi belajar mengajar. Jakarata: Raja Grafindo Persada. Savage, T.M. & Armstrong, D.G. (1996). Effective teaching in elementary social studies. London: Prentice-Hall, Inc. Seifert, Kelvin. (2007) Manajemen pembelajaran dan instruksi pendidikan. (Terjemahan Yusuf Anas). Boston: Houghton Mifflin Company. (Buku asli diterbitkan tahun 1983). Setyowati. (2007). Efektifitas cooperative learning model think-pair-share pada pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lumbir, Tesis magister tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. 111 Slavin, R, E. (1992) Cooperative learning: theory, research and practice. Boston: Allyn and Bacon. Sri Wiyono. (2006). Pengaruh strategi belajar kooperatif terhadap prestasi belajar IPS di SMP NEGERI Lumbir Banyumas, Tesis magister tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Sudarwan Danim. (2004) Motivasi kepemimpinan dan efektivitas kelompok. Jakarta: Rineka Cipta. Sumiadi. (2005). Stategi belajar kooperatif berbasis computer untuk meningkatkan prestasi belajar pengetahuan social di sekolah dasar Kecamatan Piyungan Bantul. Tesis magister tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Suharli. (2003). Peningkatan kualitas pembelajaran IPS dengan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw di SLTPN I Alas Sumbawa Nusa Tenggara Barat, Tesis magister tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Suwardi. (2007). Manajemen pembelajaran mencipta berkompetensi. Surabaya: Temprina Media Grafika guru kreatif dan Stahl, R. J. (1999) Cooperative learning in social studies: A Handbook for Teacher. New York: Addision Wesley Publishing Company, Inc. Tri Joko W. (2007) Kemampuan mengemukakan pendapat dalam pembelajaran sejarah (kajian model pembelajaran kooperatif dan penilaian otentik di SMA Negeri 2 Purwokerto, Tesis magister tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Udin S.Winataputra. Materi dan pembelajaran PKN SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Undang-undang. (2003) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wina Sanjaya. (2006) Strategi pembelajaran, berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana. Winarno. (2007) Paradigma baru pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara. Witcher, et al. (2007). Students’ perceptions of characteristics of effective college teachers: A validity study of a teaching evaluation form using a mixedmethods analysis. American Educational Research Journal, March 2007, vol 44, No1, pp. 113-160. 112 Westheimer, J. & Kahne, J. (2004). Educating the “good” citizen:political hoices and pedagogical goals. Diambil pada tanggal 24 Agustus 2008 dari: www.apsanet.org/pdf. Zaini Hasan & Salladin. (1996) Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Zamroni. (2007) Pendidikan dan demokrasi dalam transisi pra kondisi menuju era globalisasi. Jakarta: PSAP Muhammadiyah. 113