benalu__penelitian

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Benalu merupakan salah satu kelompok tumbuhan parasit yang termasuk
dalam suku Loranthaceae. Tumbuhan parasit ini umumnya menyerang pepohonan
atau pun tumbuhan perdu terutama pada bagian ranting dan cabang-cabangnya.
Pohon atau pun perdu yang diserang benalu akan terganggu bahkan dapat mati
apabila serangan tersebut dalam jumlah besar (Sunaryo et al., 2006). Kelompok
tumbuhan parasit ini selain menyerang tumbuhan liar juga tanaman budidaya
(Pitoyo, 1996).
Benalu telah lama dikenal sebagai tumbuhan hemiparasit pada perdu atau
pohon. Akan tetapi melalui kajian yang menggunakan radiocarbon, Marshall dan
Ehleringer (1990, dalam Luttge, 1997) telah menggungkapkan bahwa benalu
adalah benar-benar parasit karena sebagian besar senyawa karbon benalu berasal
dari larutan apoplastik xylem tanaman inang. Selaian menggambil mineral,
haustoria benalu juga menyerap senyawa organic dari inang. Benalu juga
menyerap senyawa organic inang. Benalu sering merugikan secara ekonomis dan
mengganggu kehidupan tubuhan inang. Selain dikenal sebagai tumbuhan yang
merugikan ternyata benalu telah sejak lama dikenal sebagai sumber bahan obat
tradisional Indonesia (Kirana, 1996; Chozin dkk, 1998 dan Widandri & Rahajoe,
1998). Di Cina, benalu telah digunakan sebagai obat sejak tahun 1910 (Anderson
and Phillipson, 1992). Karena itu, potensi benalu sebagai sumber bahan obat dan
kandungan kimia benalu bergantung pada jenis tanaman inang yang ditempati (
Anderson & Phillipson, 1992) menunjukkna bahwa alkaloid benalu teh Scurulla
ortiana disintesis oleh tanaman teh. Sebaiknya, berbagai flavonoid justru
dihasilkan oleh benalu, namun, konsentrasinya sangat bervariasi bergantung jenis
inangnya.
Di kawasan Malesia suku Loranthaceae terdiri atas 23 marga dan 193 jenis
(Barlow, 1997) sedangkan di Jawa dilaporkan hanya dapat ditemukan 38 jenis
2
benalu dari 14 marga (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1965). Berdasarkan
pengamatan terhadap spesimen herbarium yang disimpan di Herbarium
Bogoriense telah ditemukan 8 jenis tumbuhan benalu di Pulau Bali. Kedelapan
jenis benalu tersebut adalah Amyema cuernosensis (Elmer) Barlow, A. longipes
(Danser) Barlow, A. tristis (Zoll.) Tiegh., Dendrophthoe lanosa (Korth.) Danser,
D. pentandra (L.) Miq., Helixanthera setigera (Korth.) Danser, Scurrula
atropurpurea (Blume) Danser, dan S. parasitica L.
Untuk meningkatkan apresiasi benalu sebagai bahan obat, Soejono (1995)
telah melakukan inventarisasi benalu dan inang di Kebun Raya Purwodadi, Jawa
Timur. Telah berhasil diinventarisasi empat jenis benalu yaitu: Dendrophthoe
pentandra (L) Miq, Scurrula atropurputra (BL) Dans, Viscum articulatum Burm, f
dan Macrosolen tetradans (Bl). Selanjutnya, telah ditemukan jenis-jenis tanaman
inang potensial, kurang potensial, dan tidak potensial bagi kehidupan seuatu jenis
benalu. D.pentandra merupakan benalu yang paling sering dijumpai dan paling
banyak variasi inangnya, sedangkan S. atropupurea dan V. articulatum berturutturut mendudduki peringkat dibawahnya. Sementara itu, M. tetragonus hanya
ditemukan pada satu kasus di pohon Ficus sp.
Mengingat bahwa pemanfaatan suatu jenis benalu untuk bahan obat
maupun penelitian fitokimia harus berkaitan dengan jenis inanngnya, sedangkan
tidak semua jenis tumbuhan dapat menjadi inang benalu. Tujuan penelitian adalah
untuk menyediakan data dan informasi tentang keanekaragaman jenis tumbuhan
benalu yang menempel tanaman inang famili Anacardiaeae serta untuk panduan
pengenalan jenis-jenis benalu di lapangan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa saja jenis-jenis spesis famili Loranthaceae yang menempel pada
tumbuhan inang famili Anacardiaeae ?
2. Bagaimana ciri morfologi akar, batang, daun, bunga dan biji pada famili
Loranthaceae
C. Tujuan Penelitian
3
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis-jenis spesies tumbuhan famili Loranthaceae yang
menempel pada tumbuhan inang famili Anacardiaeae ?
2. Mengetahui ciri morfologi akar, batang, daun, bunga dan buah pada famili
Loranthaceae
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memperkaya informasi taksonomi dan ciri morfologi , batang, daun,
bunga dan buah pada famili Loranthaceae.
2. Memberikan sumbangan pengetahuan yang dapat digunakan untuk
pengembangan dalam industri jamu ataupun obat.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. KEANEKARAGAMAN
Keanekaragaman adalah ungkapan yang menyatakan adanya berbagai
macam variasi bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang terlihat pada berbagai
tingkatan persekutuan makhluk, yaitu ekosistem, jenis, dan genetika (Sastrapraja,
1989).
a. Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem adalah suatu satuan lingkungan yang melibatkan unsure-unsur
biotic (jenis makhluk hidup) dan faktor-faktor fisik (iklim, air, tanah) serta kimia
(keasaman, salinitas) yang saling berinteraksi antara satu dengan lainya. Jika
dilihat dari komponen biotanya, jenis yang dapat hidup dalam ekosistem
ditentukan oleh hubungannya dengan jenis lain yang tinggal dalam ekosistem
terkait. Selain itu, keberdayaannya ditentukan juga oleh keadaan lingkungan fisik
dan kimia di sekitarnya.
Karena ekosistem terdiri atas perpaduan berbagai jenis dengan bermacam
kombinasi lingkungan fisik dan kimia yang beraneka ragam juga, maka jika
susunan komponen jenis dan susunan komponen fisik berbeda serta kimianya
berbeda, ekosistem yang dihasilkan tentu berbeda. Dengan demikian satu tipe
ekosistem tertentu akan terdiri atas kombinasi organism dengan unsure
lingkungan yang khas dan berbeda dengan susunan kombinasi ekosistem yang
lain.
b. Keanekaragaman Spesies
Di dalam ekosistem, organism-organisme merupakan anggota keseutuhan
tertentu yang masing-masing mempunyai batasan yang pasti, yang disebut jenis.
Spesies merupakan satu kesatuan yang dapat dikenal dari bentuk dan penampilan
dan terdiri atas pengelompokan populasi atau gabungan individu yang mampu
saling kawin antar sesame secara bebas untuk menghasilkan keturunan yang
fertile.
5
Spesies terbentuk oleh kesesuaian kandungan genetika yang mengatur sifat
kebakaannya dengan lingkungan tempat hidupnya. Karena lingkungan termpat
tinggal jenis itu beranekaragam, jenis yang dihasilkan pasti akan beranekaragam
pula. Faktor genetika suatu jenis itu diturunkan dari suatu generasi ke generasi
berikutnya. Oleh karena itu, anggota jenis yang sama akan memiliki kerangka
dasar komponen genetika yang sama pula. Kerangka dasar komponen genetika
suatu jenis akan memiliki kerangka dasar komponen genetika yang sama pula.
Kerangka dasar komponen genetika suatu jenis akan berbeda dengan jenis yang
lain. Perbedaan ini terjadi dalam rangka penyesuian suatu jenis terhadap
lingkungan tempat hidupnya.
c. Keanekaragaman Genetika
Setiap jenis organisme terdiri dari sekumpulan populasi yang tersusun atas
individu yang banyak sekali. Seluruh warga suatu jenis itu memiliki kerangka
dasar komponen genetika yang sama. Akan tetapi setiap kerangka dasar tadi
tersusun atas ribuan faktor kebakaran. Faktor inilah yang menetukan apakah
misalanya suatu bibit bunga mawar berwarna merah, putih, biru, kuning atau yang
lain.
Sekalipun individu-individu dalam satu jenis itu memiliki kerangka dasar
komponen genetika yang sama, setiap individu ternyata mempunyai komposisi
faktor yang berbeda-beda, bergantung pada penurunannya. Jadi, masing-masing
individu suatu jenis mempunyai susunan faktor genetika yang tidak sama dengan
susunan pada individu yang lain, meskipun dalam jenis yang sama. Selain
ditentukan oleh sifat genetikanya, sifat yang terlihat dari luar pada masingmasiing individu dapat ditentukan pula oleh keadaan lingkungan atau perpaduan
keduanya.
2. HERBARIUM
a. Definisi Herbarium
Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani
yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi
6
spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi.
(Rizal, 2005:1). Fungsi herbarium secara umum antara lain:
1. Sebagai pusat referensi; merupakan sumber utama untuk identifikasi
tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani
jenis tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas yang bergerak dalam
konservasi alam.
2. Sebagai lembaga dokumentasi; merupakan koleksi yang mempunyai nilai
sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru, tumbuhan
yang mempunyai nilai ekonomi.
3. Sebagai pusat penyimpanan data; ahli kimia memanfaatkannya untuk
mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari bahan
ramuan untuk obat kanker, dan
sebagainya.
b. Cara Mengkoleksi Tumbuhan
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam
praktek pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan
informasi terbaik mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata
lain, suatu koleksi tumbuhan harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan
harus ada keterangan yang memberikan seluruh informasi yang tidak nampak
pada spesimen herbarium. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi
tumbuhan antara lain:
1) Perlengkapan
Beberapa perlengkapan yang diperlukan untuk mengkoleksi tumbuhan di
lapangan antara lain: gunting tanaman, buku catatan, label, pensil, lensa tangan,
Koran bekas, penekan/penghimpit, tali pengikat, vasculum, kantong plastik,
alkohol, kantong kertas (untuk cryptogamae, buah dan biji), peta, kamera dan
sebagainya.
2) Pengkoleksian
Apa yang dikoleksi:
a) Tumbuhan kecil harus dikoleksi seluruh organnya
7
b) Tumbuhan besar atau pohon, dikoleksi sebagian cabangnya dengan
panjang 30-40 cm yang mempunyai organ lengkap: daun (minimal punya
3 daun untuk melihat phylotaksis), bunga dan buah, diambil dari satu
tumbuhan. Untuk pohon yang sangat tinggi, pengambilan organ
generatifnya bisa dilakukan dengan galah, ketapel atau menggunakan
hewan, misalnya beruk.
c) Untuk pohon atau perdu kadang-kadang penting untuk mengkoleksi
kuncup (daun baru) karena kadang-kadang stipulanya mudah gugur dan
brakhtea sering ditemukan hanya pada bagian-bagian yang muda.
d) Tumbuhan herba dikoleksi seluruh organnya kecuali untuk herba besar
seperti Araceae.
e) Koleksi tumbuhan hidup; dianjurkan untuk ditanam di kebun botani dan
rumah kaca.
3) Catatan Lapangan
Catatan lapangan segera dibuat setelah mengkoleksi tumbuhan, berisi
keterangan-keterangan tentang ciri-ciri tumbuhan tersebut yang tidak terlihat
setelah spesimen kering. Beberapa keterangan yang harus dicantumkan antara
lain: lokasi, habitat, habit, warna (bunga, buah), bau, eksudat, pollinator (kalau
ada), pemanfaatan secara lokal, nama daerah dan sebagainya.
4) Pengeringan Spesimen
Setelah dilabel (etiket gantung) koleksi dimasukkan ke dalam lipatan
kertas koran dimasukkan ke kantong plastik disiram dengan alkohol 70 % hingga
basah dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
panas matahari, menggunakan kayu bakar, arang dan dengan listrik.
5) Proses Pengeringan
Menurut Hidayat (2005: 5) proses pengeringan specimen sebagai berikut
a) 5-10 spesimen diapit dengan penekan atau sasak ukuran 45 x 35 cm.
Untuk specimen yang banyak, bisa digunakan karton atau aluminium
berombak/beralur untuk mengapit specimen sehingga tidak perlu
mengganti-ganti kertas Koran, diletakkan vertikal.
8
b) Buah-buah besar dipisah, dimasukkan ke dalam kantong, beri label dan
keringkan terpisah.
c) Tumbuhan yang sangat lunak dimasukkan ke dalam air mendidih beberapa
menit untuk membunuh jaringan dan mempercepat pengeringan.
d) Dibalik-balik secara teratur, kertas diganti beberapa kali terutama hari
pertama, kalau specimen sudah kaku lebih ditekan lagi.
e) 1,5-2 hari specimen akan kering.
6) Pembuatan Herbarium
Menurut Sutisna (1998) Pembuatan herbarium meliputi tiga tahap yaitu:
a) Mounting
Spesimen yang sudah kering dijahit atau dilem di atas kertas karton.
Gunakan kertas yang kuat atau tidak cepat rusak dan kaku, ukuran 29 x 43
cm. Untuk tumbuhan Palmae atau tumbuhan lain yang organnya besar, 1
spesimen dimounting pada beberapa lembar kertas.
b) Labeling
Label yang berisi keterangan-keterangan tentang tumbuhan tersebut
diletakkan di sudut kiri bawah atau sudut kanan bawah. Spesimen
dipisahkan
sesuai
dengan
kelompoknya
kemudian
diidentifikasi.
Dianjurkan membuat lembar label kosong untuk kemungkinan perubahan
nama.
c) Pengasapan dan peracunan (Fumigasi)
Sebelum memasukkan spesimen ke herbarium terlebih dahulu harus diasap
dengan carbon bisulfida dalam ruangan tertentu. Metode lain dapat
dilakukan dengan menambahkan kristal paradiklorobenzen. Umumnya
herbarium-herbarium melakukan fumigasi dengan interval 1, 2, 3 tahun.
Umumnya spesimen disusun ke dalam kotak atau lemari khusus
berdasarkan alphabet.
9
3. LORANTHACEAE
Benalu merupakan salah satu kelompok tumbuhan parasit yang
termasuk dalam suku Loranthaceae. Tumbuhan parasit ini umumnya
menyerang pepohonan atau pun tumbuhan perdu terutama pada bagian
ranting dan cabang-cabangnya. Pohon atau pun perdu yang diserang
benalu akan terganggu bahkan dapat mati apabila serangan tersebut dalam
jumlah besar (Sunaryo et al., 2006). Kelompok tumbuhan parasit ini selain
menyerang tumbuhan liar juga tanaman budidaya (Pitoyo, 1996).
Suku Loranthaceae terdiri atas 65 marga dan 950 jenis yang
sebagian besar tumbuh tersebar di kawasan tropis dan sebagian kecil
lainnya tumbuh di kawasan yang beriklim sedang. Jumlah jenis yang
terbesar adalah di Jawa Barat yaitu 29 jenis. Sedangkan di Jawa Timur dan
Jawa Tengah masing-masing 19 jenis dan 15 jenis tumbuhan benalu
(Samiran, 2005)
Loranthaceae merupakan tanaman setengah parasit yang batangnya
berkayu, tumbuh pada dahan anggota-anggota Gymnospermae dan
Cotyledoneaae yang berkayu, dengan daun-daun tuggal yang kaku seperti
belulang, duduknya bersilang/berhadapan atau berkarang, tanpa daun
penumpu. Kadang-kadang tidak terdapat daun-daun, dalam hal ituruasruas cabangnya berwarna hijau dan berfungsi sebagai alat untuk asimilasi.
Tumbuh-tumbuhan membentuk alat penghisap yang beraneka rupa. Pada
perkecambahan alat pelekatnya ada yang lalu membentuk alat penghisap
yang pipih dan meluas melekat pada kayu inangnya. Ada pula yang dari
alat pelekat itu tumbuh tumbuh streng-streng penghisap seperti akar yang
meluas pada permukaan gelam tumbuhan inangnya dan dari streng-streng
tersebut masuk ke dalam kayu alat penghisap yang disebut penyelam, ada
pula yang langsung dari cakram pelekatnya mengeluarkan penyelam ke
bagian kayu inangnya (Gembong, 1993:122).
10
4. ANACARDIACEAE
Tanaman berkayu dengan saluran dammar. Daun tersebar, tunggal
atau menyirip ganjil. Daun penumpu tidak ada. Tanaman berumah 1 atau
2. Bunga beraturan atau sedikit tidak beraturan, berkelamin 1 atau 2,
kadang-kadang berkelamin campuran; dalam malai; daun kelopak 4-5,
bersatu atau tidak bersatu. Daun mahkota 4-5, berdaun lepas, atau tidak
berdaun. Benang sari 10 atau 5, jarang lebih, kerapkali mereduksi menjadi
staminodia. Bakal buah menumpang atau setengah tenggelam, beruang 110, kerapkali 3-1, seringkali miring, kadang-kadang bertangkai pendek;
kadang-kadang beberapa bakal buah lepas. Bakal biji per ruang 1. Buah
batu (Van Steenis et al, 2008: 251).
Suku anacardiaceae membawahi kira-kira 500 jenis, terbagi dalam
70 marga yang tersebar dari daerah-daerah beriklim panas sampai daerahdaerah beriklim sedang. Contoh-contohnya: Anacardium: A. occidentale
(jambu mete), penghasil mete; buah semu yang berasal dari tangkai
bunganya juga dapat dimakan. Mangifera: M. indica (mangga dengan
puluhan varietas budidaya), penghasil buah-buahan; M. odorata (kuweni),
M. foetida (pakel, limus), M.caesia (kemang). Spondias: S. dulcis,
S.pinnata, S.lutea (kedondong), buahnya dimakan. Lannea: L. grandis
(kayu kuda), tumbuh cepat, penghasil kayu bakar dan gom. (Gembong,
1996: 305)
11
BAB III
METODOLOGI
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Januari–Febuari 2011 dengan metode
jelajah (Balgooy, 1987; Rugayah et al., 2004) yaitu dengan cara menjelajahi
seluruh area di Surakarta, serta mengumpulkan spesimen tumbuhan benalu yang
tumbuh pada seluruh jenis tanaman family Anacardiacea.
B. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan antara lain:
 Pinset
 Loop
 Cutter
 Sasak
 Kertas koran
 Rafia
 Mikroskop
 Deg glass
 Obyek glass
 Kamera
 Deskriptor benalu
 Benalu
12
C. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode jelajah (Balgooy, 1987; Rugayah et
al., 2004) yaitu dengan cara menjelajahi seluruh area di Surakarta, serta
mengumpulkan spesimen tumbuhan benalu yang tumbuh pada seluruh jenis
tanaman family Anacardiacea. Setiap jenis tanaman family Anacardiacea beserta
benalu yang memarasitinya dikoleksi dan dibuat spesimen herbariumnya. Khusus
untuk spesimen tumbuhan benalu identifikasinya juga dibantu dengan
menggunakan acuan pustaka yang ada.
1. Identifikasi Tanaman
Penelitian dilakukan dengan mencari spesies-spesies Loranthaceae yang
berinang pada famili Anacardiacea
serta mengumpulkan spesimen-spesimen
benalu yang tumbuh pada famili Anacardiacea. Kemudian spesimen-spesimen
tersebut di identifikasi dengan deskriptor yang telah dibuat yang di dukung
dengan acuan pustaka yang ada. Identifikasi dapat dilakukan pada saat spesimen
masih segar tetapi dapat juga dilakukan setelah dibuat herbarium bila keadaan
tidak memungkinkan tetapi pada saat di lapangan dicatat sifat-sifat dari spesimen
yang sekiranya dapat berubah setelah menjadi herbarium.
2. Pengamatan Anatomi Akar
Akar haustorium pada benalu disayat tipis dan diusahakan akar yang
digunakan adalah akar yang masih muda. Kemudian diamati di bawah mikroskop.
3. Herbarium
Kegiatan penelitian dalam bidang kehutanan semakin beraneka ragam,
baik dari segi biologi maupun dari segi teknologi. Banyak di antara penelitian
yang dilakukan menggunakan pohon atau tumbuhan lainnya yang ada di dalam
kawasan hutan sebagai objek utama.
Objek yang diteliti perlu dikenal oleh
peneliti yang bersangkutan. Untuk keperluan tersebut peneliti dianjurkan agar
membuat herbarium dari pohon atau tumbuhan lain yang sedang diteliti.
a. Bahan dan Perlengkapan
13
1. Alat untuk mengambil material herbarium: a.l. parang, kapak, pisau,
gunting stek, galah berpisau, dan kadang-kadang ketapel. Untuk terna
perlu sekop, dan untuk rotan diperlukan sarung tangan anti duri.
2. Alat pembungkus material herbarium: kertas koran, karung plastik besar,
kantong plastik (40 x 60 cm, dan ukuran lebih kecil), tali plastik dan
hekter. Alat pengepres: sasak dari kayu atau bambu (30 x 50 cm)
3. Alat tulis: label gantung (3 x 5 cm, dari manila karton), balngko isian/tally
sheet, pensil, buku catatan dan alat tulis lain
4. Alkohol 70 % atau spiritus (1 liter untuk 30 – 50 spesimen)
5. Alat pelengkap: kamera dan perlengkapannya, altimeter, teropong, pita
ukur, dll
b. Pengumpulan Material
Material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan pembuatan
herbarium, yakni
untuk identifikasi dan dokumentasi. Dalam pekerjaan
identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang bunga
dan buah, dalam satu kesatuan. Material herbarium yang lengkap mengandung
ranting, daun muda dan tua, kuncup, bunga muda dan tua yang mekar, serta buah
muda dan tua. Material herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga
dan biasa disebut herbarium fertil, sedangkan material herbarium tanpa bunga
dan buah disebut herbarium steril.
Untuk keperluan dokumentasi ilmiah
dianjurkan agar dibuat material herbarium fertil dan untuk setiap nomor koleksi
agar dibuat beberapa spesimen sebagai duplikat (3 spesimen atau lebih per nomor
koleksi). Material herbarium dari pohon berdiameter besar maupun kecil agar
dipilih ranting yang berbunga dan berbuah. Apabila hal ini sulit dilakukan, cukup
diambil ranting dengan satu daun-daun dan kuncup utuh dalam satu kesatuan.
Selain material herbarium harus lengkap, perlu diperhatikan pula bahwa pada saat
pengambilan material herbarium harus dilakukan pula pencatatan data
tumbuhannya, terutama karakter/sifat yang akan hilang jika diawetkan. Material
herbarium tanpa
catatan tumbuhannya dianggap sangat tidak
ada artinya.
14
Pencatatan data tumbuhan
dengan menggunakan buku catatan atau blangko
isian/tally sheet.
Bersamaan dengan pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu dengan
segera dibuat pula label ganting yang diikat pada material herbarium. Satu label
untuk satu spesimen. Pada setiap label gantung ditulis kode (singkatan nama)
kolektor (pengumpul), nomor
dikumpulkan, lokasi
koleksi, nama lokal (daerah) tumbuhan yang
pengumpulan, dan
tanggal.
Dianjurkan agar untuk
penulisan pada label gantung tersebut menggunakan pensil, supaya tulisan tidak
larut bila kena siraman alkohol atau spiritus.
c. Pengolahan dan Pengawetan
1) Di Lokasi Pengumpulan
Ada dua cara yang memungkinkan dalam pembuatan herbarium di lokasi
pengumpulan, yaitu cara basah dan cara kering.
a) Cara basah
Setelah material herbarium diberi label gantung dan dirapikan, kemudian
dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan kertas koran untuk satu
spesimen (contoh).
Tidak dibenarkan menggabungkan beberapa spesimen di
dalam satu lipatan kertas.
Selanjutnya, lipatas kertas koran berisi material
herbarium tersebut ditumpuk satu di atas lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan
dengan daya muat kantong plastik (40 x 60 cm) yang akan digunakan. Tumpukan
tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disiram alkohol 70 % atau
spiritus hingga seluruh bagian tumbukan tersiram secara merata, kemudian
kantong plastik ditutup rapat dengan isolatip atau hekter supaya alkohol atau
spiritus tidak menguap ke luar kantong.
b) Cara kering
Cara kering menggunakan 2 macam proses, yaitu: Pengeringan langsung,
yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di dalam
15
sasak, kemudian dikeringkan di atas tungku pengeringan dengan panas yang
diatur atau di dalam oven (suhu 80 C selama 48 jam). Pengeringan bertahap,
yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air mendidih sekitar 3
menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan
kertas koran.
Selanjutnya ditumpuk dan dipres, dijemur atau dikeringkan di atas tungku
pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering
diperiksa dan diupayakan agar pengeringannya merata.
Setelah kering, material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran
bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas yang baru. Kemudian material
herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi.
2) Di Tempat Koleksi Herbarium
a. Material basah harus segera dikeluarkan dari kantongnya, kemudian dirapikan
tumpukannya dan bila perlu kertasnya diganti dengan kertas baru. Selanjutnya,
tumpukan material herbarium dipres di dalam sasak, kemudian dimasukkan ke
dalam tungku pengeringan atau oven dengan suhu 80 C selama 48 jam.
b. Material yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya. Biasanya secara
berturutturut material tersebut termasuk suku apa, marga dan jenis apa. Hasil
identifikasi ini ditulis pada label identifikasi yang telah disiapkan. Dalam hal ini
harus diperhatikan agar nomor koleksi yang ditulis pada label identifikasi sesuai
dengan nomor koleksi pada label gantung.
d. Material herbarium kering kemudian diplak atau ditempelkan pada kertas
gambar
yang kaku dan telah disterilkan.
Bersamaan dengan pengeplakkan
dilakukan pula 3pemasangan label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal ini,
perlu diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara label identifikasi dengan
nomor koleksi herbarium yang bersangkutan Material herbarium kering yang
sudah diplak dan memiliki label identifikasi selanjutnya bisa disimpan di ruangan
herbarium.
16
DAFTAR PUSTAKA
Backer CA, dan Bakhuizen van den Brink RC, 1965. Flora of Java vol. 2.
Noordhoff, Groningen, The Netherlands, 67–76.
Balgooy van MMJ, 1987. Collecting. In: Vogel (ed.). Mannual of Herbarium
Taxonomy. Theory and Practice. Unesco.
Barlow BA, 1997. Loranthaceae. In: C. Kalkman, D.W. Kirkup, H.P. Nootebom,
P.F. Stevens, W.J.J.O. de Wilde (eds.) Flora Malesiana. Series I, vol. 13.
Rijksherbarium/Hortus Botanicus, The Netherlands, 209–401.
Danser BH, 1930. The Loranthaceae of Nederlands Indies. Bulletin de Jardin
Botanique. III.(XI): 233–519.
Pitoyo S, 1996. Benalu hortikultura: Pengendalian dan pemanfaatan. Trubus
Agriwidya, Ungaran.
Rizal, 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Universitas Sumatera Utara.
Rugayah, Widjaja EA, dan Praptiwi, 2004. Pedoman pengumpulan data
keanekaragaman flora. Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Bogor.
Siregar M, Lugrayasa IN, Arinase IBK, dan Mudiana P (eds.), 2004. An
alphabetical list of plant collection in Eka Karya Botanic Garden, Bali. Published
by Eka Karya Botanic Garden, Bali–Indonesia. 202 halaman.
Sunaryo, Rachman E, dan Uji T, 2006. Kerusakan morfologi tumbuhan koleksi
Kebun Raya Purwodadi oleh benalu (Loranthaceae dan Viscaceae). Berita Biologi
8(2): 129–139.
Uji T, Sunaryo, dan Rachman E, 2006. Keanekaragaman jenis benalu parasit pada
tanaman koleksi di Kebun Raya Purwodadi, Jawa Timur. Jurnal Teknologi
Lingkungan. Edisi khusus “Hari Lingkungan Hidup, 2006: 223–231.
Valkenburg van JLCH, 2003. Dendrophthoe, Scurrula, In: R.H.M.J. Lemmens
and N. Bunyapraphatsara (eds.). Medicinal and poisonous plants 3. PROSEA.
Backhuys Publisher, Leiden. 157–158; 370–372.
Download