modul struktur komunitas

advertisement
MODUL DIKLAT SEAWEED
OPREC RANGER X
MODUL STRUKTUR KOMUNITAS
I.
Tujuan :
Menambah informasi mengenai komposisi jenis, keseragaman, keanekaragaman, dominansi,
keadaan lingkungan fisik-kimia perairan sehingga dapat digunakan untuk pemantauan dan
pengkayaan keanekaragaman spesies rumput laut di suatu perairan.
II. Alat dan Bahan :
 Transek Kuadaran
: Sebagai alat utama penentuan kepadatan dan penutupan
 Roll meter
:Sebagai alat acuan jarak antar titik pengamatan (penghitung
jarak)
 GPS
:Menentukan koordinat titik pengamatan
 Refraktometer
: Menghitung salinitas perairan
 Thermometer
: Menghitung suhu lingkungan
 pH meter
:Menghitung pH perairan
 Seccidisk
: Alat untuk menentukan kecerahan perairan
III. Tahapan Pengamatan
1. Melakukan uji pendahuluan dengan teknik spesies area (KSA)
 Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan berapa kisi yang akan kita gunakan dalam
pengamatan
 Uji pendahuluan dilakukan pada titik pengamatan kedua setiap stasiun
 Uji pendahuluan KSA
Transek 1x1 kita amati spesiesnya, lalu dilakukan pengamatan pada transek dengan
wilayah 2x1. Apabila spesies yang ditemukan berbeda dengan spesies sebelumnya (pada
pengamatan 1x1) maka pengamatan diperluas 2x wilayah sebelumnya (menjadi 2x2)
namun apabila spesies yang ditemukan sama maka uji selesai dan jumlah kisi tersebutlah
yang digunakan sebagai acuan jumlah kisi pada pengamatan.
 Apabila ada perbedaan antara stasiun dalam jumlah kisi saat uji pendahuluan maka jumlah
kisi yang digunakan ialah kisi terbanyak hal ini dikarenakan masih dalam satu lingkungan
perairan.
2. Penentuan Stasiun
 Tentukan berapa statiun yang akan diamati
 Tentukan jarak antar stasiun
 Tentukan berapa titik yang akan diamati pada stasiun
 Tentuakn jarak titik pengamatan
 Titik 0 dimulai dari bibir pantai
 Dalam setiap titik pengamatan ditentukan koordinatnya dengan menggunakan GPS
Contoh :
30 m
10 m
cool
box
cool
box
3. Pengambilan data parameter lingkungan
 Parameter yang diambil ialah parameter fisika dan kimia
 Parameter fisika yang diambil datanya berupa salinitas, pH, suhu, serta kecerahan.
Parameter ini diamati setiap titik pengamatan.
 Tentukan pula substrat pada titik pengamatan.
4. Pengamatan penutupan (% cover) dan kepadatan (densitas)
 Penutupan dan kepadatan diamati dalam setiap kisi, dan kisi yang diamati minimal
setengah dari jumlah kisi-kisi.
 Untuk efisiensi waktu maka kisi yang kita mati adalah setengah dari jumlah kisi
pengamatan. Misal kita menggunakan kisi 16 maka kisi yang diamati hanya 8, posisi
kisi oleh dipilih acak dengan catatan usahakan yang ada rumput lautnya.
 Kepadatan dihitung dari jumlah tegakan rumput laut per spesies
 Penutupan dihitung dengan variasi penutupan 1, ¼, ¾, ½ per spesies
 Setiap satu spesies maka akan diperoleh satu data dalam satu kisi
 Hal ini dilakukan pada setiap titik pengamatan
Berikut contoh cara penulisan data pada saat di lapangan
Sp 1
Sp 2
½
½
5
7
Sp 2
Sp 1
Sp 2
¼
½
2
7
-
¼
3
Sp 1 Sp 3
Sp 1 Sp 2 Sp 3
¼
¼
½
¼
¼
3
3
8
3
3
Substrat : Lumpur
Predator : Ikan
Koordinat : xxxxx
Parameter Fisika :
 Suhu : ...
 Salinitas : ...
 Kecerahan : ...
 pH : ...
5. Pengambilan sampel rumput laut
 Sampel rumput laut diambil setelah pengamatan penutupan dan kepadatan
 Rumput laut yang diambil merupakan rumput laut dengan spesies yang berbeda-beda
 Rumput laut dimasukkan ke dalam kertas ziplock dan diberikan keterangan pada label
yang akan ditempelkan pada ziplock
Semisal label
Stasiun/kelompok berapa
Spesies berapa/apa
 Keterangan pada ziplock harus sesuai dengan data pada saat penulisan di lapangan
 Rumput laut yang telah dimasukkan dalam ziplock diberikan air laut lalu di masukkan
ke dalam coolbox yang telah berisi es batu. Hal ini bersamaan dengan botol hitam yang
berisi sampel air laut.
Analisis data
1. Frekuensi
a. Frekuensi jenis (F)
Frekuensi jenis (F), yaitu peluang suatu jenis ditemukan dalam titik sampel yang
diamati. Frekuensi jenis rumput laut dihitung dengan rumus (Fachrul, 2007)
Fi = Pi/  P
Fi = Frekuensi Jenis ke-i
Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-i
∑P = Jumlah total petak sampel yang diamati
b. Frekuensi Relatif (FR)
Frekuensi Relatif (FR), yaitu perbandingan antara frekuensi jenis ke-i (Fi) dan jumlah
frekuensi untuk seluruh jenis. Frekuensi Relatif rumput laut dihitung dengan rumus
(Fachrul, 2007):
FR= Fi/ F X 100%
FR = Frekuensi Relatif
Pi = Frekuensi jenis ke-i
∑F = Jumlah frekuensi untuk seluruh jenis
2. Komposisi Jenis dan kepadatan.
Komposisi jenis rumput laut dihitung dan dipersenkan. Sedangkan kepadatan rumput laut
yang ditemukan di setiap lokasi penelitian dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Y = ni/b,
Y = Kepadatan (individu/m2 ),
ni = Jumlah individu per jenis (individu)
b = luas plot (m2 ).
3. Indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman
-
Indeks keanekaragaman dihitung berdasarkan indeks Shannon-Wiener (Brower et al.,
1990).
H’ = -∑ Pi ln (Pi);
Pi = ni/N
H’ = Indeks keanekaragaman
ni = Jumlah individu untuk setiap jenis
N = Jumlah total individu.
-
Indeks keseragaman dihitung dengan rumus keseragaman dari Pielou (Brower et al.,
1990; Magurran 2004).
J = H’/log S
J = Indeks keseragaman Pielou
H’ = Indeks keanekaragaman
S = Jumlah jenis.
-
Indeks Domimnasi
Indeks ini dihitung dengan formula dari Simpson (Brower et al., 1990; Magurran 2004)
sebagai berikut
C = ∑ (ni/N) 2
C = Indeks dominasi
ni = Jumlah individu setiap jenis
N = Jumlah individu dari seleruh Jenis
-
Indeks kekayaan jenis dihitung dengan indeks Margalef dengan rumus
d = [S – 1]/log (N)
d = Indeks kekayaan jenis Margalef
S = Jumlah jenis
N = Jumlah individu dari seleruh Jenis
4. Penutupan (Ci)
a. Penutupan Jenis (P)
Penutupan Jenis yaitu luas area yang ditutupi oleh jenis -i. Penutupan jenis rumput laut
dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Fachrul, 2007).
P = ai / A
P = Luas area yang tertutupi
ai = Luas total penutupan ke-i
A = Luas total pengambilan sampel
b. Penutupan Relatif (PR)
Penutupan Relatif yaitu perbandingan antara penutupan individu jenis ke-i dengan jumlah
total penutupan seluruh jenis. Penutupan relatif jenis rumput laut dapat dihitung dengan
rumus (Fachrul, 2007).
PR = Ci/Ci x 100%
PR = Penutupan relatif jenis
Ci = Luas penutupan jenis ke-i 
Ci = Luas total penutupan untuk seluruh jenis
5. Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks nilai Penting (INP), digunakan untuk menghitung dan menduga keseluruhan dari
peranan jenis rumput laut di dalam satu komunitas. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis
terhadap jenis lainnya, semakin tinggi peranan jenis pada komunitas tersebut (Fachrul, 2007).
Rumus yang digunakan untuk menghitung INP adalah :
INP = FR + PR
INP = Indek Nilai Penting
PR = Penutupan Relatif
FR = Frekuensi Relatif
HERBARIUM
Herbarium merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor (1700) untuk
tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Luca Ghini (1490-1550) seorang Professor
Botani di Universitas Bologna, Italia adalah orang pertama yang mengeringkan tumbuhan di
bawah tekanan dan melekatkannya di atas kertas serta mencatatnya sebagai koleksi ilmiah
(Ramadhanil, 2003).
Herbarium dibuat dari spesimen yang telah dewasa, tidak terserang hama, penyakit atau
kerusakan fisik lain. Tumbuhan berhabitus pohon dan semak disertakan ujung batang, daun, bunga
dan buah, sedang tumbuhan berbentuk herba disertakan seluruh habitus. Herbarium kering
digunakan untuk spesimen yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar,
sedangkan herbarium basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya buah
(Setyawan dkk, 2005).
A. Manfaat Herbarium
Herbarium dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk mentakrifkan takson
tumbuhan, ia mempunyai holotype untuk tumbuhan tersebut. Herbarium juga dapat digunakan
sebagai bahan penelitian untuk para ahli bunga atau ahli taksonomi, untuk mendukung studi
ilmiah lainnya seperti survey ekologi, studi fitokimia, penghitungan kromosom, melakukan
analisa perbandingan biologi dan berperan dalam mengungkap kajian evolusi. Kebermanfaatan
herbarium yang sangat besar ini menuntut perawatan dan pengelolaan spesimen harus
dilakukan dengan baik dan benar (Setyawan dkk, 2005).
B. Cara Pembuatan Herbarium
Koleksi objek perlu diperhatikan kelengkapan organ tubuhnya, pengawetan dan
penyimpanannya. Koleksi objek harus memperhatikan pula kelestarian objek tersebut. Perlu
ada pembatasan pengambilan objek. Salah satunya dengan cara pembuatan awetan.
Pengawetan dapat dilakukan terhadap objek tumbuhan. Pengawetan dapat dengan cara basah
ataupun kering. Cara dan bahan pengawetnya bervariasi, tergantung sifat objeknya. Organ
tumbuhan yang berdaging seperti buah, biasanya dilakukan dengan awetan basah. Sedang
untuk daun, batang dan akarnya, umumnya dengan awetan kering berupa herbarium (Suyitno,
2004).
Persiapan koleksi yang baik di lapangan merupakan aspek penting dalam praktek
pembuatan herbarium. Spesimen herbarium yang baik harus memberikan informasi terbaik
mengenai tumbuhan tersebut kepada para peneliti. Dengan kata lain,suatu koleksi tumbuhan
harus mempunyai seluruh bagian tumbuhan dan harus ada keterangan yang memberikan
seluruh informasi yang tidak Nampak pada spesimen herbarium. Pembuatan awetan spesimen
diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar
yang baru. Terutama untuk spesimen-spesimen yang sulit ditemukan di alam. Awetan
spesimen dapat berupa awetan kering dan awetan basah. Awetan kering tanaman di awetkan
dalam bentuk herbarium, sedangkan untuk mengawetkan hewan dengan sebelumnya
mengeluarkan organ-organ di dalamnya. Awetan basah baik untuk hewan maupun tumbuhan
biasanya dibuat dengan merendam seluruh spesimen dalam larutan formalin 4% (Setyawan
dkk, 2005).
1. Herbarium Basah
Adapun cara kerja membuat Herbarium Basah
 Bersihkan Alga
 Siapkan Aquades 35 ml
 Siapkan Toples
 Diisi toples dengan alcohol 70% sebagai pengawet
 Dimasukkan alga ke dalam toples
 Ditutup toples yang berisi alga tersebut
 Diberi label dengan nama spesies alga.
2. Herbarium Kering
Herbarium kering, cara kering menggunakan tiga macam proses yaitu pengeringan
langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di dalam
sasak, untuk mendpatkan hasil yng optimum sebaiknya di pres dalam waktu dua minggu
kemudian dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan panas yang diatur di dalam oven.
Pengeringan harus segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan material
herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk. Pengeringan bertahap, yakni material
herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air mendidih selama 3 menit, kemudian
dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Selanjutnya, ditempuk dan
dipres, dijemur atau dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan
material herbarium itu harus sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringan nya merata.
Setelah kering, material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan
tadi diganti dengan kertas baru. Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk
diidentifikasi (Onrizal, 2005).
MODUL BUDIDAYA
Secara umum, budidaya rumput laut Indonesia masih dilakukan dengan sederhana. Ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut, yang juga dapat menentukan
keberhasilan budidaya itu sendiri. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan bagi jenis rumput laut yang akan dibudidayakan.
Hal ini perlu dilakukan karena ada perlakukan yang berbeda untuk tiap jenis rumput laut
2. Pemilihan atau seleksi bibit yang baik, penyediaan bibit dan cara pembibitan yang tepat.
3. Metode budidaya yang tepat
4. Pemeliharaan tanaman
5. Metode panen dan perlakuan pasca panen yang benar
6. Pembinaan dan pendampingan secara kontinyu kepada petani.
1. Metode Lepas Dasar
Metode ini digunakan pada dasar perairan berpasir atau berlumpur pasir, sehingga
memudahkan menancapkan patok/tiang pancang.
Metode ini dilakukan pada dasar perairan yang berpasir atau berlumpur pasir untuk
memudahkan penancapan patok/pacang, Namun hal ini akan sulit dilakukan bila dasar perairan
terdiri dari batu karang.
Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan cara merentangkan tali ris yang telah
berisi ikatan tanaman pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm
di atas dasar perairan (perkirakan pada saat surut terendah masih tetap terendam air). Patok
terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar 5 cm sepanjang 1 m dan runcing pada salah satu
ujungnya.
Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris sekitar 2,5 m. Setiap patok yang berjajar
dihubungkan dengan tali ris polyethylen (PE) berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang
sekitar 20 – 25 cm.
Dengan demikian untuk budidaya rumput laut dengan menggunakan metode lepas
dasar berukuran (50 x 10) m2, dibutuhkan bahan-bahan sebagai berikut:

Patok kayu (kayu gelam) : panjang 1 m diameter 5 cm sebanyak 275 buah

Tali rentang : bahan PE berdiameter 4 mm sebanyak 870 m (10 kg)

Tali ris: bahan PE berdiameter 6 mm sebanyak 630 m (15 kg)

Tali rafia : sejumlah 20 gulung besar, dan

Bibit seberat 50 -100 gr per ikat sebanyak 500 – 1.000 kg.
Produksi rumput laut yang diperoleh dengan metode lepas dasar ukuran 500 m2 untuk
setiap musim tanam (mt) adalah sebesar 4.000 – 8000 kg basah atau 437,5 – 875 kg kering
(dengan konversi sekitar 8:1 ). Sebaiknya bibit dipisahkan penanganannya dengan umur lebih
kurang 25 hari.
2. Metode Rakit Apung
Metode ini cocok dilakukan pada perairan berkarang, karena pergerakan air didominasi ombak,
sehingga penanamannya dengan menggunakan rakit bambu/kayu
Cara ini dikerjakan di perairan yang kedalamannya lebih dari 60 cm. Dikerjakan dengan mengikat
bibit rumput di tali – tali yang diikatkan di patok – patok dalam posisi seperti melayang di tengah
– tengah kedalaman perairan.
Metode rakit apung adalah cara membudidayakan rumput laut dengan menggunakan rakit
yang terbuat dari bambu/kayu.Metode ini cocok diterapkan pada perairan berkaranq dimana
pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Penanaman dilakukan dengan menggunakan rakit dari
bambu/kayu. Ukuran setiap rakit sangat bervariasi tergantung pada ketersediaan material. Ukuran
rakit dapat disesuaikan dengan kondisi perairan tetapi pada prinsipnya ukuran rakit yang dibuat
tidak terlalu besar untuk mempermudah perawatan rumput laut yang ditanam.
Untuk menahan agar rakit tidak hanyut terbawa oleh arus, digunakan jangkar (patok)
dengan tali PE yang berukuran 10 mm sebagai penahannya. Untuk menghemat areal dan
memudahkan pemeliharaan, beberapa rakit dapat digabung menjadi satu dan setiap rakit diberi
jarak sekitar 1 meter. Bibit 50 -100 gr diikatkan di tali plastik berjarak 20-25 cm pada setiap
titiknya.
Pertumbuhan tanaman yang menggunakan metode apung ini, umumnya lebih baik daripada
metode lepas dasar, karena pergerakan air dan intensitas cahaya cukup memadai bagi
pertumbuhan rumputlaut. Metode apung memiliki keuntungan lain yaitu pemeliharaannya
mudah dilakukan, terbebas tanaman dari gangguan bulu babi dan binatang laut lain, berkurangnya
tanaman yang hilang karena lepasnya cabang-cabang, serta pengendapan pada tanaman lebih
sedikit.
Kerugian dari metode ini adalah biaya lebih mahal dan waktu yang dibutuhkan untuk
pembuatan sarana budidayanya relatif lebih lama. Sedangkan bagi tanaman itu sendiri adalah
tanaman terlalu dekat dengan permukaan air, sehingga tanaman sering muncul kepermukaan air,
terutama pada saatlaut kurang berombak. Munculnya tanaman kepermukaan air dalam waktu
lama, dapat menyebabkan cabang-cabang tanaman menjadi pucat karena kehilangan pigmen dan
akhimya akan mati.
Agar pemeliharaan bisa lebih efektif dan efesien, maka pada umumnya 1 unit usaha terdiri
dari 20 rakit dengan masing-masing rakit berukuran 5 m x 2,5 m. Satu rakit terdiri dari 24 tali
dengan jarak antara tali masing-masing 20 cm. Untuk setiap tali dapat diikatkan 9 rumpun
tanaman, dan jarak antara rumpun yang satu dengan yang lainnya adalah 25 cm. Jadi dalam satu
rakit akan terdiri dari 300 rumpun dengan berat rata-rata per rumpun 50 -100 gram atau dibutuhkan
bibit sebanyak 15 – 30 kg (Asumsi : bambu tidak digunakan untuk mengikat bibit).
Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk 1 unit rakit apung usaha budidaya rumput laut
yang terdiri dari 20 buah rakit berukuran 5 m x 2,5 m adalah sebagai berikut:
bambu berdiameter 10-15 cm sebanyak 80 batang
tali jangkar PE berdiameter 10 mm sebanyak 80 m atau 6 kg
tali rentang PE berdiameter 4 mm sebanyak 2.800 m atau 33 kg (260 m/rakit);
jangkar 4 buah (dari karung semen/ cor semen)
tali Dl 5 60 gulung (3 gulung/rakit)
tempat penjemuran 1,2 x 100 m
peralatan budidaya (keranjang, pisau, gergaji, dan parang)
perahu jukung, sebanyak 1 unit, dan
bibit sebanyak 300 – 600 kg (15 – 30 kg/rakit)
Hasil produksi yang akan diperoleh dari 1 unit yang terdiri dari 20 rakit ukuran 2,5 m x 5 m (asumsi
hasil panen 8 kali berat awal) adalah sebesar 2.400 kg – 4.800 kg rumput laut basah per musim
tanam(MT) atau 262,5 kg – 525 kg rumput laut kering (dengan konversi sekitar 8:1 ).
3. Metode Tali Panjang (Long line )
Metode long line adalah metode budidaya dengan menggunakan tali panjang yang
dibentangkan. Metode budidaya ini banyak diminati oleh masyarakat karena alat dan bahan
yang digunakan lebih tahan lama, dan mudah untuk didapat. Teknik budidaya rumput laut
dengan metode ini adalah menggunakan tali sepanjang 50 – 100 meter yang pada kedua
ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar, setiap 25 meter diberi pelampung utama yang
terbuat dari drum plastik atau styrofoam. Pada setiap jarak 5 meter diberi pelampung berupa
potongan styrofoam/karet sandal atau botol aqua bekas 500 ml.
Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi sejajar atau
sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali satu dengan lainnya. Bibit rumput
laut sebanyak 50 - 100 gram diikatkan pada sepanjang tali dengan jarak antar titik lebih kurang
25 cm. Jarak antara tali satu dalam satu blok 0,5 m dan jarak antar blok 1 m dengan
mempertimbangkan kondisi arus dan gelombang setempat. Dalam satu blok terdapat 4 tali yang
berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan (jika dibutuhkan). Dengan demikian untuk satu
hektar hamparan dapat dipasang 128 tali, di mana setiap tali dapat di tanaman 500 titik atau
diperoleh 64.000 titik per ha. Apabila berat bibit awal yang di tanaman antara 50 – 100 gram,
maka jumlah bibit yang dibutuhkan sebesar antara 3.200 kg – 6.400 kg per ha areal budidaya.
Panen dilakukan setelah rumput laut mencapai umur lebih kurang 45 hari dengan hasil panen
rumput laut basah sebesar antara 25.600 kg – 51.200 kg (asumsi 1 rumpun bibit menjadi 8 kali
lipat saat panen), kemudian di kurangi dengan persediaan benih untuk musim tanam berikutnya
sebanyak antara 3.200 kg – 6.400 kg. Maka hasil panen basah yang siap untuk dikeringkan
sebesar antara 22.400 kg – 44.800 kg atau diperoleh hasil panen rumput laut kering 2.800 –
5.600 kg (konversi dari basah menjadi kering 8 : 1). Panen untuk bibit sebanyak 6.400 kg
sebaiknya dilakukan setelah berumur 25 – 30 hari.
Keuntungan
metode ini antara lain:
• tanaman cukup menerima sinar rnatahari;
• tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air;
• terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan;
• pertumbuhannya lebih cepat;
• cara kerjanya lebih mudah;
• biayanya lebih murah;
• kualitas rumput laut yang dihasilkan baik.
Download