dalam membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar

advertisement
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
FUNGSI IKATAN PERSAUDARAAN MUSLIM SOCFINDO (IPMS)
DALAM MEMBANGUN HUBUNGAN SOSIAL DENGAN
MASYARAKAT SEKITAR
Henny Susanti1, Drs. Sismudjito, M. Si2
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Secara umum masyarakat perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba lebih diidentikkan dengan
masyarakat yang bersifat geselschaft telah membuat berkurangnya intensitas hubungan sosial yang
dialami masyarakat perkebunan sehari-hari dengan masyarakat sekitarnya. Sehingga muncullah IPMS
kebun Aek Loba yang merupakan lembaga kemasyarakatan yang dibuat masyarakat perkebunan
untuk membangun hubungan sosial dengan masyarakat sekitar. Adapun metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Hasil akhir pada penulisan ini bahwa lembaga IPMS berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar dengan membuat berbagai
kegiatan-kegiatan sosialnya. Selain itu, penulis juga menemukan terjadinya pergeseran budaya
masyarakat pekebunan yang sebenarnya bersifat gemeinschaft berubah menjadi geselschaft terjadi
karena tuntutan pekerjaan yang membuat masyarakat perkebunan tidak dapat berinteraksi dengan
masyarakat sekitar.
Kata Kunci : Fungsi IPMS, Membangun Hubungan Sosial Dengan Masyarakat Sekitar
1. Pendahuluan
Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi
sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama (Young:1959, dalam Soerjono Soekanto,
2001:67). Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan
pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan semacam itu baru akan terjadi
apabila orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan
seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain
sebagainya. Maka dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah dasar proses sosial, dimana
menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.
Kedekatan suatu individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun
kelompok dengan kelompok dapat menumbuhkan sebuah interaksi sosial yang matang dan
positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sosial, pendidikan, dan budaya. Menurut
1
Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP USU
Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU
2
75
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144) hubungan-hubungan positif antara
manusia selalu bersifat Gemeinschaft (paguyuban) atau Gesellschaft (patembayan).
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh
hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Sedangkan Gesellschaft
merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat
sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana
dapat diumpamakan dengan sebuah mesin. Seperti halnya pada masyarakat pedesaan,
perkotaan, maupun pada masyarakat perkebunan yang memiliki pola interaksi yang berbedabeda. Kalau masyarakat pedesaan biasanya diidentikan pada solidaritas masyarakat yang kuat
dan kedekatan hubungan emosional yang bersifat kekeluargaan. Sedangkan masyarakat
perkotaan diidentikkan dengan kedekatan hubungan dan kedekatan hubungannya dengan
sesama memiliki interaksi sosial yang hanya bersifat sementara.
Interaksi sosial terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Seperti halnya masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan, masyarakat perkebunan juga berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya baik itu dengan sesama masyarakat perkebunan ataupun dengan
masyarakat bukan perkebunan. Dan kalau masyarakat perkebunan hampir sama dengan
masyarakat pedesaan, hanya saja masyarakat perkebunan memiliki keterikatan dengan suatu
perusahaan sehingga masyarakat perkebunan tidak dapat bergerak bebas dan memiliki sifat
yang sedikit tetutup dikarenakan kesibukan mereka dalam bekerja demi mencukupi
kebutuhan ekonomi.
Hal di atas sesuai dengan tulisan M. Situmorang (2011) dalam sebuah artikel online
yang mengatakan bahwa masyarakat perkebunan merupakan masyarakat yang terikat,
sehingga ruang gerak mereka sangat sempit dan kurang dalam berinteraksi antar sesama
masyarakat perkebunan bahkan pada masyarakat luar. Buruh perkebunan misalnya, yang
merupakan bagian organik dari kelompok masyarakat sipil (Civil Society). Meskipun secara
struktural mereka adalah bagian tak terpisahkan dari perusahaan, tetapi kesatuan fundamental
historis, secara kongkrit tidak tergabung dan tidak dapat bersatu. Karena mereka adalah
sekelompok golongan masyarakat sipil yang menjadi subordinat atau golongan subyek
dominan bagi kelompok-kelompok dominan. Kelompok-kelompok dominan itu adalah suatu
kekuatan yang senantiasa eksis dalam sejarah masyarakat post kolonial meskipun bukan
dalam bentuk aslinya. Struktur dikotomi masyarakat post kolonial adalah elite dan subaltern.
Yang dimaksud elit adalah kelompok-kelompok dominan, baik pribumi maupun asing. Yang
asing bisa pemilik industri, pemilik perkebunan yang pribumi dibagi menjadi dua yang
76
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
beroperasi di tingkat nasional (pegawai pribumi di birokrasi tinggi) dan mereka yang
beroperasi di tingkat lokal (pegawai pribumi di birokrasi lokal, birokrasi perkebunan).
(http://www.kpsmedan.org/index.php? option=com_content&view=article&id=246&lang=en
diakses pada tanggal 28 Desember 2012 pukul 18:09 WIB).
Dari pernyataan di atas terlihat bahwa interaksi yang terjadi berbeda satu sama lain
tergantung di wilayah mana suatu masyarakat berada, atau dengan kata lain terdapat
pengelompokan-pengelompokan di dalam struktur organisasi masyarakat perkebunan yang
juga mempengaruhi proses interaksi sosialnya. Misalnya karyawan hanya bisa bergaul
dengan sesama karyawan, atau buruh bergaul dengan sesama buruh saja. Hal ini
menumbuhkan sebuah interaksi yang kaku serta menimbulkan ketidakharmonisan dalam
kehidupan masyarakat perkebunan. Masyarakat perkebunan yang sangat bergantung dengan
mata pencahariannya pada perusahaan kemudian jadi sulit berkembang apalagi bergaul.
Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para karyawan perkebunan membuat mereka kurang
berinteraksi dengan masyarakat lainnya dikarenakan sebagian besar waktu mereka gunakan
untuk bekerja. Tentu saja ini kemudian membuat masyarakat perkebunan menjadi tertutup.
Keterikatan akan kontrak kerja dengan perusahaan membuat para buruh perkebunan menjadi
kurang ruang gerak dan pemikirannya sehingga berdampak pada kurangnya kesempatan
untuk mengembangkan diri atau mensejahterakan diri dan keluarganya ke arah yang lebih
baik melalui jalan lain. Bahkan mereka lebih memilih anak dan seluruh keluarganya bekerja
di perkebunan juga. Selain itu, kehidupan masyarakat perkebunan yang terikat ini juga
mempengaruhi pola interaksinya, baik itu terhadap sesama masyarakat perkebunan maupun
dengan masyarakat sekitar yang notabenenya bukan masyarakat perkebunan. Karena jarang
sekali bertemu dan bersosialisasi, hal ini tentu saja kemudian menciptakan hubungan yang
tidak harmonis di antara kedua masyarakat yang berbeda status ini.
Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana fungsi Ikatan
Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dalam membangun hubungan sosial
dengan masyarakat sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi
lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam membangun hubungan sosial
serta interaksi dengan masyarakat desa sekitarnya.
Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian
sudah selesai. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini secara teoritis
diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain sebagai
77
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
bahan rujukan untuk perbandingan atas masalah yang sama terutama dalam bidang ilmu
sosiologi khususnya tentang studi masyarakat perkebunan yang sangat sedikit referensinya.
Sedangkan manfaat secara praktis penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
penulis dalam membuat karya tulis ilmiah melalui penelitian ini. Selain itu hasil penelitian
juga nantinya diharapkan dapat memberi manfaat bagi peneliti selanjutnya dalam menjadikan
sebuah referensi tentang fungsi organisasi dalam meningkatkan hubungan sosial antara
masyarakat perkebunan dengan masyarakat desa.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Organisasi Sosial
Organisasi sosial disebut juga dengan lembaga kemasyarakatan, pranata sosial atau
institusi
sosial.
Menurut
Koentjaraningrat
(dalam
Ibrahim,
2003:87),
lembaga
kemasyarakatan (pranata sosial) adalah suatu sistem dan norma khusus yang menata suatu
rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia
dalam kehidupan masyarakat. Soerjono Soekanto (dalam Ibrahim, 2003:87) mendefenisikan
lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan dari norma-norma segala tindakan yang berkisar
pada suatu kebutuhan pokok manusia di dalam kehidupan masyarakat.
Gillin dan Gillin (dalam Basrowi, 2005:99) dalam bukunya General Features Of
Social Institutions mengatakan bahwa ciri umum lembaga kemasyarakatan adalah sebagai
berikut :
1. Merupakan suatu organisasi yang berisi pola-pola pemikiran dan pola-pola perilaku
yang terwujud melalui aktifitas-aktifitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya. Lembaga
kemasyarakatan dalam hal ini berisi tata kelakuan, adat istiadat, kebiasaan, serta
unsur-unsur kebudayaan yang secara langsung atau tidak tergabung dalam satu unit
fungsional.
2. Mempunyai tingkat kekekalan tertentu. Dalam hal ini sistem kepercayaan dan
tindakan yang lain baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah
melewati waktu yang relatif lama.
3. Mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Sebagai contoh, suatu lembaga
persaingan bebas dalam kehidupan ekonomi yang bertujuan agar produksi berjalan
secara efektif oleh karena para individu akan terpaut pada keuntungan yang akan
78
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
diperolehnya kepada orang-orang yang mempunyai pengaruh serta mengetahui caracaranya.
4. Mempunyai alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga
yang bersangkutan, misalnya peralatan penggunaannya biasanya akan berlainan untuk
masing-masing masyarakat.
5. Mempunyai lambang-lambang yang berbeda, yang menggambarkan tujuan dan fungsi
lembaga tersebut. Misalnya sekolah-sekolah mempunyai lambang yang merupakan
ciri khas sekolah tersebut.
6. Mempunyai tradisi yang tertulis maupun tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya,
tata tertib yang berlaku.
2.2. Interaksi Sosial
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang sejak dilahirkan sudah
membutuhkan pergaulan dengan orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya (Gerungan,
2000:24). Interaksi sosial merupakan suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang
berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan di dalam masyarakat.
Dengan adanya nilai dan norma yang berlaku, interaksi sosial itu sendiri dapat berlangsung
dengan baik jika aturan-aturan dan nilai-nilai yang ada dapat dilakukan dengan baik. Jika
tidak adanya kesadaran atas pribadi masing-masing, maka proses sosial itu sendiri tidak dapat
berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Di dalam kehidupan sehari-hari tentunya manusia
tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk
mencari individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran.
Interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. (Soerjono Soekanto, 2001).
Interaksi Sosial menurut menurut Shaw (dalam Ali, 2004:87) merupakan suatu
pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain
dalam kehadiran mereka dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Dalam
hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi
individu lain yang menjadi pasangannya dan pada akhirnya mereka akan saling berperilaku
satu sama lain untuk menunjukkan adanya kegiatan timbal balik yang saling berhubungan.
Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144-146) bahwa suatu
masyarakat memiliki hubungan-hubungan positif satu sama lainnya. Adapun bentuk
hubungan tersebut dibedakan atas dua yaitu paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan
(Gesellschaft). Paguyuban (Gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana
79
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta
bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang
memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis,
sebagaimana dapat diumpamakan dengan organ tubuh manusia atau hewan. Bentuk
paguyuban terutama akan dapat dijumpai di dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun
tetangga dan lain sebagainya. Sebaliknya patembayan (Gesellschaft) merupakan ikatan lahir
yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk dalam
fikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat
diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft terutama terdapat di dalam
hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik, misalnya ikatan antara pedagang,
organisasi dalam suatu pabrik atau industri dan lain sebagainya.
Di dalam Gemeinschaft atau paguyuban terdapat suatu kemauan bersama (common
will), ada suatu pengertian serta juga kaidah-kaidah yang timbul dengan sendirinya dari
kelompok tersebut. Apabila terjadi pertentangan antara anggota suatu paguyuban, maka
pertentangan tersebut tidak akan dapat dibatasi dalam suatu hal saja. Hal itu disebabkan
karena adanya hubungan yang menyeluruh antara anggota-anggotanya. Tak mungkin suatu
pertentangan yang kecil diatasi, oleh karena pertentangan tersebut, akan menjalar ke bidangbidang lainnya. Keadaan yang sedikit berbeda akan dijumpai pada patembayan atau
Geselschaft, dimana terdapat public life yang artinya bahwa hubungannya bersifat untuk
semua orang; batas-batas antara “kami” dengan “bukan kami” kabur. Pertentanganpertentangan yang terjadi antara anggota dapat dibatasi pada bidang-bidang tertentu, karena
suatu persoalan dapat dilokalisasi (Basrowi, 2005:54). Dari teori yang dikemukakan
Ferdinand Tonnies tersebut terlihat bahwa hubungan masyarakat saling berkaitan antara satu
dengan yang lainnya baik itu dari ikatan darah, keluarga, maupun saudara jauh. Begitu juga
dengan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yang berperan sebagai suatu
kelompok sosial dalam bidang keagamaan yang dapat mendekatkan masyarakat perkebunan
dari berbagai status sosial dan ekonominya.
2.3. Masyarakat Perkebunan
Sejarah perkembangan perkebunan di Indonesia memang sangat ditentukan oleh
politik kolonial penjajah, terutama Belanda. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diterapkan
dari waktu ke waktu telah mewarnai wajah perkebunan di Indonesia hingga mencapai bentuk
seperti sekarang ini. Dimulai dari sejak berkuasanya VOC yang menerapkan sistem monopoli
80
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
dan pungutan paksa terhadap usaha kebun di Indonesia, kemudian Daendels dan Raffles
dengan pandangan liberal, disusul kemudian oleh berkuasanya Gubernur Jenderal Van den
Bosch yang menerapkan sistem tanam paksa dalam mengembangkan perkebunan di
Indonesia, hingga dikeluarkannya Agrarische wet tahun 1870 (Mubyarto, 1992:16).
Kehadiran perkebunan kelapa sawit berpengaruh terhadap perubahan pola pekerjaan,
yang diikuti dengan peningkatan penghasilan masyarakat. Konsekuensi lain adalah
berpengaruh terhadap pola hidup dan hubungan sosial yang ditandai dengan pergeseran
berbagai irama kehidupan, perubahan pola interaksi sosial yang sederhana dan bercorak lokal
berubah ke pola interaksi yang kompleks serta menembus batas pedesaan, bertambahnya
penduduk sehingga berbagai pola kehidupan saling mempengaruhi.
Dalam tradisi kolonialis, sistem ini memang sengaja dibangun untuk mengefektifkan
proses produksi dan untuk mengakumulasikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Sistem
semacam ini merupakan perpaduan antara sistem kapitalisme yang menghambakan pada
pemupukan modal dan sistem feodalisme yang menghambakan ketaatan pada sang penguasa.
Sistem masyarakat semacam ini masih banyak menjadi fenomena di masyarakat perkebunan
sekarang ini. Tidak banyak perubahan yang terjadi secara signifikan dalam masyarakat
perkebunan dari masa kolonial hingga sekarang. Secara geografis mereka terisolir, akses
untuk informasi dan pendidikan sangat minim. Pagar pembatas atau palang pintu untuk
masuk dan keluar perkebunan dijaga ketat oleh security. Letak perumahan yang masih sangat
membedakan antara kelas administratur dengan buruh perkebunan. Perilaku elit
adiministratur yang kurang manusiawi yang masih memandang rendah dan sebelah mata para
golongan kaum buruh.
3. Metode Penelitian
Jenis penelitan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di perkebunan PT.
Socfindo kebun Aek Loba kecamatan Aek Kuasan kabupaten Asahan. Dalam penelitian ini,
peneliti mengambil jumlah informan sebanyak 11 (sebelas) orang yang terdiri dari 7 (tujuh)
orang informan kunci dan 4 (empat) orang informan biasa. Informan kunci yang terdiri dari 7
(tujuh) orang yaitu terdiri dari 1 (satu) orang ketua Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo
(IPMS) kebun Aek Loba dan sisanya adalah pengurus dan anggota-anggotanya. Sedangkan
informan biasa yang terdiri dari 4 (empat) orang merupakan pihak yang mewakili
pemerintahan kecamatan Aek Kuasan, tokoh agama, dan masyarakat sekitar yang sering
81
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo
(IPMS) kebun Aek Loba.
4. Hasil Dan Pembahasan
Anggota Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba merupakan
seluruh karyawan, pegawai staf dan pegawai nonstaf yang beragama Islam di perkebunan PT.
Socfindo kebun Aek Loba, baik itu yang sudah lama bekerja maupun yang baru saja masuk
bekerja di perusahaan PT. Socfindo kebun Aek Loba. Adapun struktur organisasi Ikatan
Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yaitu dewan penasehat, sekretaris, bendahara, bidang
Perayaan Hari Besar Islam (PHBI), bidang Serikat Tolong Menolong (STM), bidang seni,
bidang pendidikan, ketua ranting, dan anggota. Susunan kepengurusan pusat disahkan dalam
rapat anggota yang dihadiri oleh seluruh anggota dan utusan dari cabang-cabang. Selanjutnya
susunan Dewan Pengurus Cabang disahkan oleh rapat anggota cabang dan disahkan oleh
Dewan Pengurus Pusat. Lalu susunan Dewan Pengurus Ranting disahkan oleh rapat anggota
ranting yang dihadiri oleh pengurus cabang.
Pengurus Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba dipilih
berdasarkan hasil musyawarah dari seluruh warga perkebunan. Perkebunan PT. Socfindo
kebun Aek Loba yang terdiri dari 8 (delapan) Divisi kemudian mengirim perwakilannya
sebanyak 2 sampai 3 orang untuk bermusyawarah dan kemudian menjadi pengurus di
lembaga ini. Biasanya pengurus-pengurus lama yang ada kemudian terpilih menjadi pengurus
lagi di bidang yang berbeda dengan sebelumnya. Tidak ada kriteria khusus untuk menjadi
pengurus Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba, yang penting
merupakan pekerja perkebunan dan beragama Islam.
Dari penjelasan singkat di atas, Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS)
memiliki maksud untuk mencapai satu tujuan yang sama agar dapat menjadi sebuah
organisasi yang dikenal oleh masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar. Seperti yang
dikemukakan oleh Thompson (dalam Liliweri:1997), yang menyatakan bahwa “tujuan
organisasi adalah suatu objek yang bersifat abstrak dari organisasi, dia merupakan cita-cita
ideal yang harus dicapai oleh semua anggota organisasi. Tanpa adanya sebuah tujuan
dalam pembentukan organisasi maka tidak akan ada manfaat dari sebuah organisasi.
Karena tujuan organisasi merupakan bentuk mutlak yang ada dalam struktur keorganisasian
agar dapat berdiri tegak sesuai dengan keinginan para anggotanya.”
82
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Dari teori tersebut dapat dikaitkan bahwa Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo
(IPMS) kebun Aek Loba berdiri karena seluruh stakeholder memiliki tujuan yang sama dalam
membesarkan nama lembaga tersebut. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun
Aek Loba membuat program kegiatan sosial setiap tahunnya agar eksistensi lembaga ini
dikenal oleh masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar. Sehingga fungsi organisasi
melalui program-program kegiatan yang dicanangkan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim
Socfindo (IPMS) dapat berjalan sesuai dengan tujuannya dalam menjalin hubungan
silaturrahmi antara masyarakat perkebunan dengan masyarakat sekitar.
4.1. Program Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba Dalam
Menjalin Silaturrahmi Kepada Masyarakat
Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) merupakan sebuah lembaga
masyarakat yang berazaskan Islam. Oleh karena itulah kemudian lembaga ini banyak
membuat program-program untuk meningkatkan tali persaudaraan di dalam masyarakat.
Adapun program-program kegiatan yang dibuat oleh Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo
khususnya kebun Aek Loba yaitu pengajian rutin (Tabligh Akbar), pengajian rutin AlMunawwaroh, pengajian rutin Az-Zidiniyah, upah-upah calon jamaah haji, safari Ramadhan,
sunat massal, santunan anak yatim, membentuk panitia Lembaga Amil Zakat (LAZ),
perayaan hari besar Islam.
Secara sosiologis peneliti mengaitkan teori interaksi sosial yang dikemukakan oleh
Ferdinand Tonnies. Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soerjono Soekanto, 2001:144-146)
bahwa “suatu masyarakat memiliki hubungan-hubungan positif satu sama lainnya. Adapun
bentuk hubungan tersebut dibedakan atas dua yaitu paguyuban (gemeinschaft) dan
patembayan (Gesellschaft).” Paguyuban (Gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama
dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta
bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang
memang telah dikodratkan. Dalam hasil penelitian yang dilakukan ternyata maksud dan
tujuan lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) adalah untuk menciptakan
hubungan silaturrahmi yang bersifat kekeluargaan antara masyarakat perkebunan dengan
masyarakat sekitar yang secara umum sebagian masyarakat memandang bahwa masyarakat
perkebunan lebih tertutup daripada masyarakat sekitar. Akan tetapi peneliti menganalisis
bahwa hal tersebut tidak semuanya benar. Karena dengan adanya Ikatan Persaudaraan
Muslim Socfindo (IPMS), lembaga ini menjadi suatu alat penghubung antara masyarakat
83
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
sekitar dengan masyarakat perkebunan. Sehingga secara alami menumbuhkan rasa
kepedulian antar sesama umat beragama yang saling tolong menolong dalam menjalani
kehidupan sosial.
Sedangkan kalau dilihat pada konsep patembayan (Gesellschaft) merupakan ikatan
lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai suatu bentuk
dalam fikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat
diumpamakan dengan sebuah mesin. Bentuk Gesellschaft terutama terdapat di dalam
hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik. Dalam konsep ini dapat dijelaskan
bahwa kegiatan IPMS berlangsung dengan bantuan masyarakat sekitar dengan tujuan untuk
mensukseskan kegiatan yang sifatnya hanya sementara dan tidak untuk melakukan proses
dalam jangka waktu yang panjang.
4.2. Interaksi Sosial Masyarakat Perkebunan Dengan Masyarakat Sekitar Dalam
Mengikuti Kegiatan Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) Kebun Aek Loba
Dalam suatu masyarakat senantiasa terjalin interaksi sosial, artinya sebagai makhluk
hidup yang memiliki sifat saling ketergantungan sudah tentu manusia saling memerlukan satu
sama lain. Oleh karena itulah kemudian interaksi sosial sudah menjadi hal mutlak dalam
pergaulan masyarakat sehari-hari. Mulai dari lingkungan keluarga sampai kepada masyarakat
yang lebih luas. Aristoteles mendefinisikan bahwa manusia adalah Zoon Politicon artinya
pada dasarnya manusia adalah makhluk yang selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan
manusia yang lainnya dan jadi makhluk yang bermasyarakat. Dari sifat suka bergaul dan
bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk sosial. Aristoteles seorang filsuf
Yunani terkenal dengan gagasannya tentang manusia sebagai makhluk sosial, makhluk yang
hidup bersama manusia yang lain, dan makhluk yang ada dan berelasi dengan manusia yang
lain. Secara kodrati manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk hidup
dalam kebersamaan dengan yang lain untuk belajar hidup sebagai manusia.
Seiring dengan hal di atas, masyarakat perkebunan juga merupakan bagian dari
makhluk sosial yang tentu saja memiliki rasa ketergantungan antara yang satu dengan yang
lain. Sedikit memiliki perbedaan, masyarakat perkebunan merupakan sebuah komunitas yang
diatur oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan di dalamnya. Dalam berinteraksi,
masyarakat perkebunan juga tidak jauh berbeda dengan masyarakat lain pada umumnya. Di
perkebunan PT. Socfindo kebun Aek Loba misalnya, para pekerja berinteraksi sebagaimana
mestinya, hanya saja intensitasnya sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat desa di
84
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
sekitarnya. Hal ini dikarenakan para pekerja perkebunan lebih banyak menghabiskan
waktunya untuk bekerja.
Dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya, masyarakat perkebunan PT.
Socfindo kebun Aek Loba terbilang cukup kurang. Hanya jika ada kepentingan-kepentingan
tertentu saja mereka berinteraksi. Misalnya dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan Ikatan
Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba, barulah mereka saling berinteraksi.
Masyarakat perkebunan di PT. Socfindo kebun Aek Loba cenderung tertutup dan kurang
berinteraksi bukan karena mereka tidak mau bergaul, hanya saja karena mereka pada
umumnya bekerja hingga seharian bahkan hingga malam hari, jadi waktu untuk berada di
rumah dan bergaul dengan warga sekitar menjadi kurang. Hal ini telah menunjukkan suatu
pergeseran antara masyarakat paguyuban (gemeinscaft) menjadi masyarakat patembayan
(gesellscaft) yang disebabkan oleh tuntutan pekerjaan yang harus dilakukan masyarakat
perkebunan setiap harinya. Masyarakat perkebunan menjadi kurang berinteraksi dengan
masyarakat desa di sekitarnya dikarenakan mereka harus bekerja sesuai dengan prosedur
waktu yang sudah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dan hasilnya adalah mereka jadi kurang
pergaulan sehingga membuat mereka terlihat tertutup dengan masyarakat luar. Akan tetapi
hal ini tidak semata-mata membuat kualitas hubungan mereka menjadi tidak harmonis, hanya
intensitasnya saja yang kurang. Selain itu juga bukan berarti sama sekali tidak ada interaksi di
antara masyarakat kebun dengan masyarakat sekitarnya jika di luar kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan. Interaksi di antara keduanya tetap terjalin dengan baik walaupun di luar
kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan.
Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sebagai lembaga
sosial keagamaan kemudian mencari solusi dengan mengadakan kegiatan-kegiatan sosial
yang turut mengikutsertakan masyarakat desa di sekitarnya. Salah satu kegiatan andalan dari
Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba adalah sunat massal yang
diadakan setiap setahun sekali. Kegiatan ini diadakan pada saat liburan tahun ajaran baru
sehingga diharapkan tidak menjadi penghalang belajar bagi para peserta karena memang
bertepatan dengan liburan akhir semester. Kegiatan sunat massal ini mengikutsertakan
masyarakat perkebunan dengan masyarakat desa di sekitarnya.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo
(IPMS) kebun Aek Loba sudah berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sosial
keagamaan yang bertanggung jawab terhadap kemaslahatan masyarakat tidak hanya pada
85
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
masyarakat perkebunan akan tetapi juga masyarakat di sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan
sosialnya. Masyarakat desa sekitarnya juga turut merasakan manfaat positif dari kehadiran
lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba ini. Hal ini
dikarenakan kegiatan-kegiatan yang diadakan Ikatan Persudaraan Muslim Socfindo (IPMS)
secara tidak langsung dapat meningkatkan hubungan sosial serta ekonomi masyarakat.
Bentuk antusiasme masyarakat seperti yang telah dipaparkan di atas secara tidak
langsung menimbulkan interaksi sosial. Masyarakat yang mengikuti kegiatan sunat massal
dan saling berbaur satu sama lain dalam satu tempat kemudian merasa senasib dan akhirnya
timbul hubungan emosional yang kemudian melahirkan interaksi sosial di antaranya. Sesuai
dengan konsep hubungan Gemeinschaft
yang dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies
mengatakan bahwa dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan kesatuan batin yang
memang telah dikodratkan. Masyarakat desa yang sebenarnya telah ditanamkan rasa cinta
dan rasa kepedulian satu sama lain kemudian jika disatukan mereka akan langsung memiliki
hubungan emosional yang merasa mereka adalah sama dan satu tujuan. Sehingga mereka
kemudian saling berinteraksi tanpa ada rasa canggung ataupun individualistis. Bukan hanya
interaksi jangka pendek seperti Geselschaft, akan tetapi akan berlanjut ketika mereka berada
di luar kegiatan sekalipun. Hal inilah yang secara tidak langsung menumbuhkan rasa saling
memiliki di antara semua lapisan masyarakat yang ada di sana.
Dari hasil penelitian ini masyarakat perkebunan memiliki pergeseran budaya yang
dulunya dipandang sebagai masyarakat yang memiliki sifat individualis dan tidak mau
berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang dikarenakan oleh tuntutan pekerjaan yang tindak
memiliki waktu untuk berinteraksi dan bersosialisasi. Ternyata mereka juga memiliki
keinginan untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang dikarenakan ingin
menjalin hubungan kekeluargaan yang lebih dekat. Inilah yang menjadi hal yang mendasar
terjadinya pergeseran budaya yang semakin terkikis oleh perubahan zaman yang dikarenakan
masyarakat yang semakin lama semakin berkembang sumber daya manusia dan ilmu
pengetahuannya.
5. Simpulan Dan Saran
5.1.
Simpulan
1. Fungsi lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dapat berjalan sesuai
dengan tujuannya dalam menjalin hubungan silaturrahmi antara masyarakat
perkebunan dengan masyarakat sekitar melalui program kerja yang dibuat setiap
86
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
tahunnya dengan cara membuat kegiatan-kegiatan sosial yang berbasis agama serta
atas hasil kerjasama antar anggota pengurus lembaga dengan tujuan agar lembaga ini
semakin lebih dikenal oleh masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar.
2. Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) kebun Aek Loba sudah berhasil
menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sosial keagamaan yang bertanggung
jawab terhadap kemaslahatan masyarakat tidak hanya pada masyarakat perkebunan
akan tetapi juga masyarakat di sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan sosialnya yang
dianggap sebagai kegiatan yang positif.
3. Lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) yang ternyata telah menjadi
suatu alat penghubung antara masyarakat sekitar dengan masyarakat perkebunan.
Sehingga secara alami menumbuhkan rasa kepedulian antar sesama umat beragama
yang saling tolong menolong dalam menjalani kehidupan sosial.
4. Kegiatan IPMS berlangsung dengan bantuan masyarakat sekitar dengan tujuan untuk
mensukseskan kegiatan yang sifatnya hanya sementara dan tidak untuk melakukan
proses dalam jangka waktu yang panjang.
5.2. Saran
1.
Sebaiknya lembaga Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) meningkatkan
hubungan silaturrahmi kepada masyarakat dengan cara membuat suatu program yang
berbasis pendidikan dasar yang khususnya bagi anak dari latar belakang keluarga
yang kurang mampu tanpa membedakan agama.
2.
Pemerintah setempat sebaiknya lebih intensif melakukan kerjasama dengan lembaga
Ikatan Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) dalam meningkatkan kegiatan-kegiatan
yang dibuat oleh lembaga ini melalui bantuan dana dan ide-ide yang bersifat
membangun agar keharmonisan hubungan antara pemerintah, pihak perkebunan, dan
masyarakat dapat terjaga.
3.
Sebaiknya masyarakat perkebunan dan masyarakat sekitar tidak hanya menjalin
hubungan sosial pada saat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga Ikatan
Persaudaraan Muslim Socfindo (IPMS) saja, tetapi masyarakat tersebut menjalin
silaturrahmi di luar kegiatan misalnya saja dengan cara membuat arisan, perwiritan,
membuat kerajinan tangan, dan juga kegiatan-kegiatan lain yang membuat hubungan
sosial yang hidup bersama di daereah tersebut tidak terputus.
87
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Daftar Pustaka
Agusyanto, Rudi. 2007. Jaringan Sosial Dalam Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Ali, M & Mohammad Asrori. 2004. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Alo, DR. Liliweri. 1997. Sosiologi Organisasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ardana, Komang dkk. Perilaku Keorganisasian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ari, AAGN Dwipayana dkk. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Yogyakarta: IRE
Press.
Basrowi, Dr. M.S. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.
Bertrand, Alvin. 1980. Sosiologi (diterjemahkan oleh Saupiah S.F). Jakarta: PT. Bina Aksana.
Breman, Jan.1997. Menjinakkan sang kuli : Politik Kolonial, Tuan Kebun, Dan Kuli di
Sumatera Timur Pada Awal Abad Ke-20. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Dwi, J. Narwoko & Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Gerungan, WA. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Horton, Paul B., Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.
Mubyarto dkk. 1992. Tanah Dan Tenaga Kerja Perkebunan. Yogyakarta: Aditya Media.
Mustain, Dr. 2007. Petani VS Negara: Gerakan Sosial Petani Melawan Hegemoni Negara.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Polak, Major. 1985. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: PT Ichtiar Baru.
Ritzer, Goerge & Douglas J. Goodman.2008. Teori-teori Sosiologi Modern Eds.ke-6. Jakarta:
Kencana.
Situmorang, M. 2011. Wajah Perkebunan. (online), (http://www.kpsmedan.org/index.php
?option=com_content&view=article&id=246&lang=en diakses pada 28 Desember
2012 pukul 18.09 WIB).
Sobirin, Achmad. 2007. Budaya Organisasi: Pengertian, Makna Dan Aplikasinya Dalam
Kehidupan Organisasi. Yogyakarta: Unit Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen
YKPN.
Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
88
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Suyanto, Bagong dkk, 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan.
Edisi 1. Jakarta: Pernada Media.
Su’adah dkk. 2007. Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial.
Malang: UMM Press.
Tarik, Jabal Ibrahim. 2003. Sosiologi Pedesaan. Malang: UMM Press.
Sumber lain
www.aceh.tribunnews.com diakses pada 05 Maret 2013 pukul 21:49 WIB
89
Download