PENDIDIKKAN AGAMA KATOLIK BAB I KEMAJEMUKAN BANGSA A. Keragaman sebagai Realita Asali Kehidupan Manusia Manusia tidak bisa hidup sendirian di dunia ini. Setiap individu berbeda dengan individu yang lain. Tuhan menciptakan setiap orang dengan keunikan tertentu, termasuk kembar tetap ada perbedaan di antara mereka. Dengan perbedaan yang dialami, orang dapat menemukan dan saling mengenal indentitas setiap individu, mulai dari nama sampai karakter pribadinya. 1. Mengenal Keragaman sebagai Realitas Bangsa Indonesia Manusia dilahirkan ke dunia menjadi seorang laki-laki atau perempuan. Tidak ada yang bisa memilih menjadi laki-laki atau perempuan, dilahirkan dalam lingkungan kaya atau miskin, anak tunggal, sulung atau bungsu termasuk berapa jumlah saudara yang dimiliki. Pendek kata, manusia dilahirkan dengan sebuah ketentuan yang diputuskan oleh Allah sendiri yang kemudian disebut dengan kodrat. Manusia dilahirkan tanpa membawa apa-apa kecuali dirinya sendiri dalam keadaan telanjang. Secara umum dapat dikatakan bahwa proses kelahiran manusia di dunia sama. Tetapi mengingat bahwa dia tidak dapat menentukan lingkungan yang menerima kehadirannya di dunia saat dia dilahirkan itu, sebenarnya sudah diberi tanda bahwa masing-masing orang itu berbeda. Sejarah pengalaman hidup manusia sangat berpengaruh dalam mempertegas jati dirinya sehingga semakin tampak perbedaannya dengan yang lain. Hal itu semakin jelas sesaat setelah seseorang dilahirkan yaitu tidak dapat melakukan sendiri segala kebutuhannya. Misalnya tidak bisa langsung makan sendiri, pakai baju sendiri dll. Pada awal hidupnya di dunia, setiap individu pasti membutuhkan orang lain. Pengalaman awal inilah yang kemudian disimpulkan dalam ungkapan homo homini socius. Hal ini menunjukkan bahwa manusia sebagai mahluk sosial adalah kodratnya. Segala tindakannya, tutur katanya dan termasuk pengalaman hidupnya berada dalam konteks hubungannya dengan sesama. Sehingga tidak mengherankan apabila manusia sedang sendirian dia pasti mencari sesamanya untuk mengusir kesepian. Muncul kerinduan dari dalam dirinya untuk menjalani hidup secara bersama-sama yang diwujudkan dengan membentuk sebuah kelompok. Perbedaan masing-masing individu tidak lagi menghalangi pembentukan kelompok tersebut. Realitas kehidupan manusia seperti itulah yang juga akan kita gunakan untuk melihat bangsa Indonesia. Dari sisi geografis atau teritorial bangsa Indonesia memiliki ribuan pulau yang menjadi tempat tinggal dan masing-masing pulau mempunyai budaya, bahasa, gaya hidup dan sebagainya yang menjadi ciri khas. Segala yang dihasilkan dan dilakukan oleh orang-orang di suatu pulau berbeda dengan pulau lain. Dalam satu pulau saja terdapat beberapa suku, bahasa, budaya, gaya hidup dll. Jika wilayah Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dapat kita bayangkan betapa banyaknya suku, bahasa, budaya dan gaya hidup. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sejak dilahirkan sebagai bangsa, Indonesia mempunyai ciri yang majemuk jauh sebelum 1 kemerdekaan. Hal ini sangat tampak pada saat para pemuda mengikrarkan diri untuk membentuk sebuah kehidupan bersama dalam satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa: Indonesia. Kehidupan bersama itu, muncul dari kerinduan untuk menjalani hidup sebagai bangsa. Salah satu cara untuk melanggengkan kehidupan bersama itu bangsa Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan itu mengandung dua makna dasar: “keanekaragaman” dan “kesatuan. Oleh karena itu, Bhinneka Tunggal Ika dapat dimengerti sebagai kesatuan dalam keberagaman, unity in diversity. Semboyan itu terus-menerus dijaga dan dijadikan semangat dasar dalam kehidupan bersama sebagai bangsa. Pada masa lalu, semboyan yang sarat makna ini pernah diartikan secara sempit menjadi “meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu” dengan menonjolkan uniformitas dan kesatuannya sehingga unsur keberagaman tidak mendapat perhatian. Gejala ini sangat dirasakan akibatnya. Kelompok minoritas seolah-olah diwajibkan untuk menerima konsep pemikiran kelompok mayoritas. Sebaliknya, dapat juga terjadi kelompok minoritas ingin memaksakan kehendaknya kepada kelompok mayoritas dalam hal pembuatan keputusan. Setiap bentuk keanekaragaman di Indonesia mempunyai kekhasan, yang tidak bisa diseragamkan. Oleh karena itu, ada dua hal yang dapat digunakan untuk menjaga supaya tidak ada benturan satu kelompok terhadap kelompok lainnya yaitu: a) Saling menghormati antara satu kelompok dengan kelompok lain. b) Mencari dan saling berusaha menemukan titik kesamaan. Keberagaman itu harus dilihat dan dihayati sebagai sesuatu yang indah dan tetap ingat bahwa ada ikatan pemersatunya yaitu satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air. Semangat kesatuan inilah yang mampu membawa bangsa Indonesia kepada kemerdekaan. Oleh karena itu, jangan menganggap orang atau kelompok lain sebagai ancaman. 2. Keberagaman dalam Kitab Suci Kejadian 1:1-2:25, dikisahkan asal mula dunia dan segala isinya termasuk di dalamnya manusia. Tidak ada mahluk hidup yang sama satu dengan yang lain. Masing-masing mempunyai keunikan dan ciri khas sendiri-sendiri. Dengan demikian segala ciptaan mempunyai ciri plural secara kodrati artinya sejak awal mula ia diciptakan ke dunia dalam keadaan plural. Pluralitas yang ada dan terkandung di dalam kehidupan segala ciptaan itu bukan ditujukan agar terbentuk kelompok eksklusif yang dapat memicu munculnya konflik atau pertentangan. Pluralitas itu dikehendaki Allah agar segala ciptaan saling menghormati hidup dan martabat satu sama lain. Bangsa Israel mempunyai suatu kebanggaan yang tidak bisa disamai oleh bangsabangsa lain sampai hari ini: sebagai keturunan Abraham. Tidak mengherankan apabila dalam perjalanan waktu bangsa Israel menyebut Tuhan dengan disertai nama Abraham dan keturunannya: Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Dari nama yang ditujukan kepada Allah itu, dapat kita lihat bagaimana sisi pluralitas bangsa Israel tidak hanya ditampakkan dalam keunikan masing-masing pribadi, tetapi juga dalam pengalaman hidup mereka dari generasi ke generasi. Kebanggaan sebagai keturunan Abrahan itu dipertegas dengan kenyataan bahwa salah satu bapa bangsa mereka (Yakub) dipilih Allah juga. Keterpilihan itu juga merupakan keterpilihan mereka sebagai bangsa. Keterpelihan itu ditandai dengan penggantian nama Yakub menjadi “Israel”: dan perjanjian Allah dengannya. 2 Ketika bangsa Israel menjadi budak di Mesir, rasa senasib menumbuhkan dalam diri mereka semangat untuk bersatu. Hal itu mencapai puncaknya saat karya penyelamatan Allah diwujudkan-Nya dengan mengutus Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari mesir. Ketika mereka menentang Allah karena mereka lapar dan haus di padang gurun dan meninggalkan nilai-nilai luhur demi kepentingan biologis, Allah tetap setia kepada mereka. Dinamika kehidupan sebagai bangsa yang sedemikian itu tidak menghilangkan keterpilihan mereka sebagai bangsa yang diberkati Allah. Allah tetap setia dan memilih mereka sebagai umat-Nya. Dari pengalaman sejarah bangsa Israel, dapat kita lihat bahwa rasa kebangsaan yang dimiliki oleh mereka bukan hanya muncul dari kerinduaan manusiawi untuk membentuk suatu kelompok. Rasa kebangsaan itu muncul justru karena ada keyakinan dan harapan akan janji Allah yang diberikan kepada mereka. Dengan demikian, selain kesadaran akan adanya ikatan pemersatu genealogis, bangsa Israel itu juga meiliki ikatan lain yaitu iman akan Allah yang terlibat di dalam kehidupan mereka. Dapat dikatakan bahwa Kitab Suci tidak menghilangkan kenyataan keragaman yang ada dalam kehidupan manusia. Hati manusia diresapi dambaan mendalam akan persatuan. Keberagaman yang terdapat dalam kehidupan manusia sudah merupakan kodrat manusia. Keberagaman itu mencakup keberagaman individu secara fisik maupun sebagai pribadi yang berkarakter dan mempunyai sejarah pengalaman. Keberagaman yang digambarkan secara tersirat dalam Kitab Suci tidak hanya menyangkut hal-hal fisik saja, melainkan seluruh kehidupan manusia dengan segala pengalaman yang dialami. Di dalam pengalaman itulah, Allah berkarya dengan cara yang khas bagi setiap pribadi manusia. 3. Menghormati dan Menghargai setiap Pribadi? Gereja tidak berniat sedikitpun untuk “menguburkan” adat istiadat setempat dan menggantikannya dengan adat istiadat tradisi Timur Tengah di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal yang dilakukan Gereja katolik adalah masuk ke dalam budaya setempat dan dapat diterima oleh masyarakat setempat. Membangun kesadaran atas anggota-anggotanya untuk selalu menghargai dan menghormati keberagaman yang ada dalam kehidupan manusia. Sebagai pengikut Kristus, umat Katolik haruslah selalu berusaha membangun sikap hidupnya dengan senantiasa belajar bagaimana Yesus bersikap terhadap keberagaman ini. Yesus tidak terpengaruh dengan situasi masyarakat sekitar dan tidak mau masuk ke dalam salah satu kelompok masyarakat. Satu hal yang senantiasa dipegang oleh Yesus ketika Ia berhadapan dengan manusia beserta situasi hidup manusia adalah menghargai dan mengangkat martabat manusia. Sikap dan tindakanYesus itulah yang menjadi sikap dasar anggota Gereja ketika masuk ke dalam situasi masyarakat sekitarnya. Tentu tidak sama persis dengan apa yang dilakukan oleh Yesus tetapi paling tidak mempunyai semangat dan prinsip serta rasa yang sama dengan Dia. Bagaimana hal itu dapat dilakukan? Gereja melalui Konsili Vatikan II dalam “Pernyataan Tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristiani” (Nostra Aetate) artikel 5 mengatakan: Tetapi kita tidak dapat menyerukan nama Allah Bapa semua orang, bila terhadap orang-orang tertentu yang diciptakan menurut citra kesamaan Allah, kita tidak mau bersikap sebagai saudara. Hubungan manusia dengan Allah Bapa dan hubungannya dengan sesama manusia saudaranya begitu erat, sehingga Alkitab berkata: Barang siapa tidak mencintai, ia tidak mengenal Allah.......................... 3 Ajakan Gereja di atas dimaksudkan agar kita sebagai anggota Gereja juga turut dalam membangun persaudaraan dan perdamaian, terutama dengan “memelihara cara hidup yang baik di tengah-tengah masyarakat dan hidup dalam damai dengan semua orang (bdk. 1ptr 2:12; NA art. 5). Dengan demikian, kiranya dapat kita lihat bahwa dasar dari segala tindakan seorang pengikut Kristus adalah kodratnya sebagai makhluk sosial dan sikap saling menghormati martabat satu dengan yang lain. Dua hal yang perlu diusahakan oleh umat Katolik dalam bersikap menghadapi kemajemukan adalah: a. Membongkar sikap eksklusif Upaya-upaya konkret untuk membangun kehidupan bersama harus dikembangkan dengan menghapus semangat primodial dan semangat sektarian. Dengan demikian diperlukan pula usaha-usaha untuk menghapus sekat-sekat dan pengkotak-kotakan masyarakat yang ada. b. Membangun sikap inklusif Dalam masyarakat majemuk, setiap orang harus berani menerima perbedaan sebagai suatu rahmat. Perbedaan/keanekaragaman adalah keindahan dan merupakan faktor yang memperkaya. Adanya perbedaan itu memberi kesempatan untuk berpartisipasi menyumbangkan keunikan dan kekhususannya demi kesejahteraan bersama, bukan sebagai modal untuk memunculkan suatu konflik/perselisihan. Perlu dikembangkan sikap saling menghargai, toleransi, menahan diri, rendah hati dan rasa solidaritas demi kehidupan yang tenteram, harmonis dan dinamis. Setiap orang bahu-membahu menata masa depan yang lebih cerah, adil, makmur dan sejahtera. Mengusahakan tata kehidupan yang adil dan beradab Mengusahakan kegiatan dan komunikasi lintas suku, agama dan ras. B. Mengupayakan Perdamaian dan Persatuan 1. Keprihatian Hidup Berbangsa dan Bernegara Konstitusi pastoral tentang Gereja di dunia dewasa ini (Gaudium et Spes) pada bagian pendahuluan menyebutkan: Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa dan telah menerima warta keselamtan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh-sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya. (GS art.1) Rumusan di atas adalah pernyataan resmi Gereja yang disampaikan oleh para bapa konsili, sekaligus merupakan komitmen umat Katolik terhadap masyarakat dan dunia. Gereja menyadari dirinya sebagai bagian integral dari masyarakat dan dunia sehingga umat Katolik tidak mungkin untuk menutup diri dan tidak peduli terhadap apa yang terjadi di luar Gereja. Kesadaran akan adanya kewajiban inilah yang memungkinkan umat 4 Katolik memiliki motivasi untuk ambil bagian dalam penanganan keprihatian masyarakat dan dunia. Demikian pula dalam konteks Indonesia, umat Katolik tidak tinggal diam dan hanya menjadi saksi terhadap persoalan-persoalan yang tengah melanda bangsa dan negara tercinta. Jika Indonesia dianalogikan sebagai tubuh manusia, salah satu bagian tubuh tidaklah bisa dilokalisir sehingga rasa sakit hanya ada di bagian tertentu saja, sedangkan bagian tubuh lain tidak merasakan. Satu bagian sakit, maka seluruh bagian lainnya juga merasakan sakit dan secara sistimatik berupaya untuk menyembuhkannya sehingga seluruh bagian menjadi sembuh pula. 2. Perjuangan Gereja Mengupayakan Perdamaian dan Persatuan Bangsa Dalam kotbah di bukit (lih. Mat 5:1-48) Yesus menegaskan bagaimana para murudNya harus hidup dan berjuang menuju kesempurnaan hidup. Kotbah di bukit ditutup dengan suatu pesan singkat tetapi mendalam, “karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna” (Mat 5:48). Orang katolik belum sempurna menjadi murid Kristus jika baru sampai pada level menjadi orang baik saja. Umat Katolik dituntut mempunyai “semangat magis” (lat. Magis: lebih). “Semangat magis” adalah semangat dalam diri orang yang menandakan bahwa orang itu sendiri menginginkan yang terbaik dalam segala hal. Dia selalu mengevaluasi segala yang dilakukannya demi kemajuan yang lebih baik. Semangat yang menggerakkan orang dari dalam hatinya yang menjadi daya dorong untuk terus maju dan tidak berhenti dalam proses mencapai kemajuan dan penyempurnaan diri. “Semangat magis” menunjukkan bahwa seseorang dari pihaknya sungguh unggul, optimal tetapi dia tidak membandingkan dirinya dengan orang lain serta tidak meremehkan orang lain. Selain itu, orang yang bersemangat magis tidak tidak mudah putus asa bila gagal. Kegagalan digunakannya sebagai titik pijak untuk lebih maju dan bukan justru menjadi penghalang. St. Ignatius dalam hidupnya memegang semangat magis ini, terlebih dalam pelayanan dan pengabdian kepada Tuhan. Ia juga ingin unggul dalam mengabdi Tuhan. Ia menghendaki para pengikutnya sungguh sepenuh hati dan berusaha untuk dapat melayani orang lain secara maksimal, tidak asal saja. Tidak mengherankan bahwa dalam pelayanan, orang harus mempersiapkan diri sungguh-sungguh, merencanakan keputusan dan akhirnya melaksanakan dengan sepenuh hati. Perjuangan Gereja dalam mengupayakan perdamaian dan persatuan bangsa sebenarnya dalam rangka “membangun” Kerajaan Allah yang inklusif bukan eksklusif. Kerajaan Allah yang mencakup seluruh umat manusia di segala lapisan, wilayah, ras, suku dan kebudayaan. 3. Umat Katolik Mewujudkan Perdamaian dan Persatuan Bangsa Perdamaian dan persatuan bangsa adalah kondisi kehidupan yang selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, sebagaimana dicita-citakan oleh Yesus sendiri. Seluruh karya Yesus sesungguhnya bermuara pada realisasi Kerajaan Allah itu. Kerajaan Allah secara sederhana dapat dimengerti sebagai suasana kehidupan yang didambakan semua orang yang berkehendak baik berdasarkan kuasa dan kehendak Allah sendiri. Kerajaan Allah ditandai dengan keadilan, rasa aman, perdamaian, persatuan, persaudaraan dan kesejahteraan. Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus mempunyai aspek-aspek: 5 a) Eskatologis: Kerajaan Allah di mana harapan Israel telah mencapai pemenuhan secara definitif. Kerajaan Allah harus bertumbuh “dalam suasana permusuhan” (bdk. Mat.13:24-30) b) Revelatoris: Kerajaan Allah mengungkapkan tentang siapa Allah itu. c) Soteriologis: Kerajaan Allah itu keselamatan universal, yang akan terlaksana bilamana manusia menjalin relasi pribadi dengan Allah (relasional). d) Kristologis: Kerajaan Allah tampak definitif dalam sabda dan tindakan Yesus dan dalam relasi dengan-Nya. (Origenes: YESUS adalah autobasileia atau Kerajaan Allah yang mempribadi). Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah ternyata sangat kontroversial dan revolusioner sehingga membawa Yesus pada kematian di salib. Lalu siapa yang melanjutkan pewartaan Kerajaan Allah? Tentu saja para rasul dan para penggantinya. Perutusan untuk mewartakan Kerajaan Allah itu secara simbolis ada dalam Perjamuan malam terakhir. Mereka diajak berpartisipasi dalam keprihatinan Yesus yakni menyerahkan diri bagi banyak orang demi Kerajaan Allah. Gereja, murid-murid Yesus adalah para pengganti dan pewaris “Yang XII”, untuk ambil bagian dalam keprihatinan utamaYesus yaitu Kerajaan Allah. Gereja sebagai sarana historis yang dikehendaki Allah ada bukan untuk dirinya sendiri. Dia ada untuk mengabdi dan melayani rencana ilahi yaitu rencana atau proyek Kerajaan Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Allah tidak menghendaki Gereja melayani proyekproyek Kerajaan Allah tersebut secara tertutup dalam batas-batas dirinya, sebagai umat yang mempunyai misi untuk mewartakan Kerajaan Allah kepada semua orang dan untuk memberi kesaksian tentang kedatangan serta janji Kerajaan Allah tersebut. Upaya memperjuangkan nilai Kerajaan Allah seperti mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa dapat terlaksana dalam fungsi-fungsi Gereja sebagai berikut: a. Fungsi Diakonia Gereja merupakan jawaban terhadap kebutuhan manusia yang menemukan dirinya dalam situasi yang tertindas dan egois. Jemaat Kristen dipanggil untuk memberi kesaksian bahwa adanya kemungkinan di mana orang membaktikan dirinya pada orang lain dan memiliki keprihatinan Allah dan Kerajaan cinta kasih. Dalam proyek Kerajaan Allah, diakonia nampak sebagai fungsi yang paling penting (Mat 25:31-46). b. Fungsi Koinonia Gereja merupakan jawaban kerinduan manusia akan persaudaraan, perdamaian, persatuan dan komunikasi di antara umat manusia di mana saja dan kapan saja. Dihadapan dengan dunia yang terpecah-pecah oleh egoisme, kebencian, gila hormat dan kekayaan dan orang terisolir tanpa adanya komunikasi satu sama lain, Gereja harus memberi kesaksian akan adanya suatu kemungkinan kehidupan yang didasari persaudaraan dan persatuan, seperti yang dicita-citakan oleh Kerajaan Allah. c. Fungsi Kerygma Fungsi kerygma Gereja adalah menyampaikan warta pembebasan dan berperan sebagai kunci penafsiran kehidupan dan sejarah manusia. Dunia yang penuh dengan kemalangan, penderitaan, kejahatan tak jarang membuat orang putus asa dan bersikap fatal. Dalam menghadapi dunia semacam ini, Gereja dipanggil untuk menjadi saksi dan pembawa harapan dengan mewartakan Yesus Kristus, pemulai dan penjamin perealisasian Kerajaan Allah. d. Fungsi Liturgia Gereja Adalah tindakan-tindakan ritual yang merupakan pengungkapan pengalaman pembebasan dan keselamatan. Gereja dipanggil untuk menciptakan tempat dan 6 kesempatan dalam mana kehidupan sejarah setelah ditebus dan diselamatkan, dirayakan, diangkat dan dijadikan proyek serta tempat perealisasian Kerajaan Allah. Keempat fungsi Gereja tersebut di atas tidak dapat dipisahkan. Satu fungsi selalu memiliki serta memperlihatkan kehadiran ketiga fungsi yang lain. Contoh; dalam liturgi terungkap kesatuan umat (koinonia) dan terjadi pewartaan (kerygma) yang harus menjurus ke pelayanan (diakonia) Fungsi diakonia (pelayanan) Gereja merupakan muara dari ketiga fungsi Gereja lainnya. Melalui fungsi diakonia Gereja mewujudkan Kerajaan Allah di tengah-tengah masyarakat yang pluralis. Perwujudan Kerajaan Allah melalui fungsi diakonia itu antara lain; 1. Memberikan pelayanan kesehatan yang terbuka untuk semua orang melalui rumah sakit katolik. 2. Memberikan pelayanan pendidikan melalui lembaga pendidikan (sekolah Katolik) yang menerima murid dari berbagai kalangan 3. Memberikan pelayanan pemberdayaan ekonomi masyarakat melaui gerakan Credit Union (CU) 4. Memberikan pelayanan kasih kepada anak-anak yang kurang beruntung melalui Panti Asuhan dan Rumah Singgah 5. Memberikan pelayanan kasih kepada orang-orang yang termarginalkan melalui pendampingan khusus, dsb. C. Membangun Persaudaraan Sejati Persaudaraan sejati tidak akan tumbuh dengan sendirinya melainkan harus diusahakan bahkan diperjuangkan. Memang benar bahwa ada persaudaraan karena pertalian darah. Namun persaudaraan semacam ini belumlah cukup jika belum diarahkan untuk saling mendukung, menguatkan dan memperkembangkan diri menuju kesempurnaan dengan Allah sebab manusia adalah gambar dan rupa Allah. 1. Beberapa Fakta Permusuhan/Pertikaian di Masyarakat a. Fakta-fakta pertikaian atau perang di Indonesia: Pertikaian yang bernuansa balas dendam antara dua kampung yang terjadi di Timika, Papua. Pertiakaian yang bernuansa hak intelektual dan hak cipta antara bangsa Indonesia dan Malesia, dll. b. Alasan Terjadinya Pertikaian dan perang Fanatisme sempit yaitu sikap fanatik yang dihayati tidak disertai dengan keterbukaan terhadap segala sesuatu yang ada di luar keyakinannya dan menganggap bahwa hanya keyakinannyalah yang paling benar. Sikap arogan/angkuh. Misalnya ada suku bangsa yang merasa diri lebih kuat dan dapat bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang, dll. c. Akibat pertikaian dan perang Kehancuran secara jasmani dan fisik. Perang menyebabkan sekian banyak orang mati, sarana prasarana hancur, dsb. Dengan demikian berlaku pepatah ini; “Menang jadi arang, kalah jadi abu. Kehancuran secara rohani. Dalam perang dapat terjadi segala kejahatan terhadap kemanusiaan. Perang menyisakan trauma dan luka perkosaan terhadap martabat dan peradaban manusia. 2. Pengertian Persaudaraan Sejati Pada hakikatnya, persaudaraan sejati tampak dalam hubungan antar sesama yang didasarkan pada sikap menjunjung tinggi keluhuran martabat manusia. Contoh paling 7 tepat menggambarkan persaudaraan sejati tersebut adalah; Orang Samaria yang murah hati sebagaimana tertuang dalam Injil Lukas 10:25-37). Dalam Luk 10:25-37, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang sesama manusia dengan memilih tokoh orang Samaria. Orang Samaria adalah warga keturunan YahudiYunani tetapi oleh orang-orang Yahudi mereka dianggap najis. Mengapa? Darah orang Samaria telah bercampur dengan darah orang Yunani sehingga sudah tidak asli lagi. Yesus sengaja memilih tokoh yang dianggap rendah oleh orang-orang Yahudi yang justru memberi pertolongan kepada orang Yahudi yang berada dalam keadaan sakratul maut karena perampokan yang menimpa dirinya. Sementara seorang imam dan Lewi yang melintasi jalan itu, tidak memberi pertolongan apapun. Pada akhir kisah, Yesus bertanya kepada ahli Taurat itu katanya “siapakah di antara ketiga orang ini menurut pendapatmu sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu? Dan ahli Taurat menjawab “orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya. Lalu Yesus menutup pembicaraan dengan pesan singkat “pergilah dan perbuatlah demikian. Jadi, dari kisah ini dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut “saudara sejati” adalah orang yang menunjukkan belas kasih kepada sesamanya. Persaudaraan sejati berarti sikap dan/atau tindakan seseorang kepada sesamanya dengan dilandasi cinta kasih. 3. Teladan Yesus dalam membangun Persaudaraan sejati Yesus berkata, ‘Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera kuberikan kepadaMu dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan dunia kepadamu” (Yoh.14:27). Orang pada zaman Yesus mengharapkan damai secara politis yakni diusir penjajah dari negeri mereka sehingga tidak ada perang dan penindasas lagi. Yesus menegaskan; “Aku bukan pembawa damai seperti yang kalian pikirkan. Aku memang pembawa damai sebab inilah salah satu ciri khas mesias sejati (bdk. Luk 1:79). Yesus mengajarkan perdamaian yang jauh lebih mendalam. Yesus membersihkan dunia dari segala macam kejahatan dan kedurhakaan. Ini bukan damai lahiriah yang tergantung pada manusia melainkan damai batiniah yang sepenuhnya berakar dalam kebenaran, yaitu di dalam diri Yesus. Damai yang dimaksudkan Yesus adalah bukan hanya tidak ada perang atau kekacauan. Lebih dari itu, damai berarti suatu rasa ketenangan hati karena orang memiliki hubungan yang bersih dengan Tuhan, sesama dan dunia. Damai sejahtera yang menampakkan Kerajaan Allah. Damai Tuhan inilah yang seharusnya berada dan tinggal dalam tiap hati orang. Damai yang demikian kuatnya sehingga setiap kejahatan dibalas dengan kebaikan: kalau orang menampar pipi kirimu, berikanlah pula pipi kananmu (lih. Mat 5: 39). 4. Hambatan-hambatan dalam Membangun Persaudaraan Sejati Adanya fanatisme pemeluk agama yang kurang setia terhadap tokoh historis yang diikutinya sehingga beranggapan bahwa tokoh yang satu lebih unggul daripada tokoh lainnya dan seolah-olah mereka ini berasal dari Allah yang berbeda. Terjadinya proses pembodohan dalam kaderisasi dan propaganda dari pemuka agama kepada para kader dan pemeluk agama sehingga tidak memperoleh informasi yang benar dan utuh tentang tokoh historis dan ajaran-ajaranya. Kekayaan tidak jarang digunakan untuk provokasi agama yang sering kali disertai kekerasan Persepsi yang berbeda-beda dari masing-masing agama dan pemuka agama (bahkan dalam satu agama yang sama) tentang pesan agamanya. 8 Ketertutupan dan eksklusivitas para pemeluk agama Solidaritas antarumat seagama yang dikembangkan hanya bersifat eksklusif. Adanya semacam persaingan yang tidak sehat dalam mencapai tujuan hidup Buntunya dialog dan komunikasi Masih adanya dan bahkan semakin lebar kesenjangan sosial. Masih suburnya materialisme, konsumerisme. Beriman kepada Tuhan yang sama tetapi perbedaan tradisi dan ajaran dibesarbesarkan Ada persaingan dalam pembangunan tempat ibadah, beserta sarana pendukungnya. Ada rasa alergi untuk membaca dan mempelajari Kitab Suci terutama Kitab Suci agama lain. 5. Kegiatan-kegiatan yang dapat membangun Persaudaraan sejati antar umat beragama a. Ajaran Gereja tentang Perdamaian Damai berarti situasi selamat sejahtera dalam diri manusia. Perdamaian mengandaikan ada keadilan. Perdamaian adalah hasil tata masyarakat manusia yang haus akan keadilan yang sempurna. Perdamaian tidak dapat tercapai di dunia ini apabila manusia dengan rakus mengutamakan kepentingan pribadinya. Perdamaian akan terwujud bila kesejahteraan setiap pribadi terjamin. Sikap bersaudara mutlak diperlukan untuk membangun perdamaian. Dengan demikian perdamaian adalah buah cinta kasih. Apabila orang selalu menumbuhkan cinta kasih maka perdamaian pun akan bertumbuh subur. Damai merupakan kesejahteraan tertinggi yang sangat diperlukan untuk perkembangan manusia dan lembaga-lembaga kemanusian. Setiap orang sadar atau tidak sadar mempunyai empat relasi dasar yaitu; relasi dengan Tuhan, sesama, alam semesta dan diri sendiri. Harmoni di antara keempat relasi tersebut sangat menentukan situasi hidup manusia. b. Beberapa tindakan atau kegiatan yang membangun persaudaraan sejati; Berkunjung ke rumah teman yang beragama lain pada hari rayanya mengucapkan selamat Hari Raya kepada teman yang beragama lain. Mengadakan bakti sosial, penggalangan dana solidaritas untuk korban bencana Megadakan dialog dan kerja sama antarumat beragama. Menghormati orang lain beda agama yang sedang melakukan ibadat. 9 10