Vonis Ahok, kampanye anti-Cina, dan trauma 98

advertisement
Vonis Ahok, kampanye anti-Cina, dan trauma 98

11 May 2017

http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39871159
Hak atas fotoAFP/BAY ISMOYOImage captionSeorang warga Indonesia etnis Cina menyatakan
simpatinya kepada Basuki Tjahaja Purnama, gubernur DKI Jakarta yang divonis bersalah dalam kasus
dugaan penistaan agama.
Tindakan
kepolisian
menangkap
seorang
paranormal
terkenal
yang
diduga
mengkampanyekan sentimen anti-Cina, dianggap sebagai tindakan tepat sehingga
pesan kebencian tidak menyebar dan 'meracuni' masyarakat bawah.
Pegiat Yayasan Nabil, Didi Kwartanada, mengatakan apabila tindakan penyebaran
kebencian terhadap etnis Cina yang diduga disuarakan paranormal Ki Gendeng Pamungkas
itu dibiarkan, dirinya mengkhawatirkan pengaruhnya "bisa meracuni masyarakat kalangan
bawah".
"Figur ini (Ki Gendeng Pamungkas) ini dari dulu suka berulah (diduga) membuat
propaganda anti-Cina, khususnya di Kota Bogor. Memang masyarakat kita lebih dewasa ya,
tapi kalau itu (kebencian etnis) sering diungkapkan, akan menganggu kehidupan
kebangsaan kita," kata Didi kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, Rabu
(10/05) malam.
Didi menekankan hal itu, apalagi sebagian masyarakat di kalangan bawah masih gampang
terprovokasi ketika ada mobilisasi sentimen agama dan etnis. Dia merujuk kepada
mobilisasi massa dengan menggunakan isu agama dan ras dalam Pilkada DKI Jakarta lalu.

Laporan khusus BBC: Kasus Ahok, dari pidato di Kepulauan Seribu hingga vonis bersalah

Parlemen Belanda angkat upaya pembebasan Ahok dalam debat
1
"Bisa mengkhawatirkan, barangkali di kota-kota besar yang disparitas atau kesenjanagan
itu agak lebar. Apalagi kita semua tahu mobilisasi atau propaganda yang dilakukan lewat
institusi keagamaan itu cukup efektif. Nah, itu yang saya khawatirkan bisa meracuni klas
bawah," jelas Didi lebih lanjut.
Ki Gendeng Pamungkas, yang selama ini menyebut dirinya sebagai paranormal, ditangkap
oleh aparat kepolisian, Selasa (09/05) malam, di Bogor, Jawa Barat, dengan tuduhan
menyebar kebencian kepada etnis Cina.
Hak atas fotoDETIK.COM/MEI AMELIAImage captionKi Gendeng Pamungkas ditangkap aparat kepolisian,
Selasa (09/05) malam, karena dituduh telah menyebarkan kebencian kepada etnis Cina.
Menurut polisi, Ki Gendeng amungkas diduga membuat dan menyebarkan video berdurasi
sekitar satu menit yang isinya menyebarkan kebencian terhadap etnis Cina di sejumlah
platform media sosial.
"Isinya ujaran kebencian kepada salah-satu ras atau etnis tertentu," kata Kabid Humas
Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, kepada BBC Indonesia, Rabu siang.
Argo Yuwono mengaku pihaknya menangkap Ki Gendeng Pamungkas agar kampanye
anti-Cina itu tidak merembet ke mana-mana.
"Tentunya seperti itu. Kalau dibiarkan bahaya bisa kemana-mana. Apalagi, videonya ini
viral. Makanya kita tindak lanjuti. Jangan sampai masyarakat terprovokasi," papar Argo.
2
Hak atas fotoGETTY IMAGESImage captionSebagian besar warga Indonesia etnis Cina
mengatakan belum bisa melupakan kerusuhan Mei 1998.
Penangkapan terhadap Ki Gendeng Pamungkas terjadi pada Selasa ketika Pengadilan
Negeri Jakarta Utara memutus bersalah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja
Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.
Seperti diketahui, vonis hukuman penjara dua tahun terhadap Ahok diprotes kalangan
sipil dan pendukung Ahok. Namun demikian, Argo Yuwono membantah penangkapan ini
terkait dengan vonis hukum tersebut.
"Tidak ada hubungannya," kata Argo. Dirinya beralasan video itu sudah diunggah sejak
awal Mei, sementara vonis Ahok baru digelar pada Selasa.
Sikap warga Glodok
Erwin, begitu nama samarannya, merupakan warga Indonesia beretnis Cina. Dia tinggal di
wilayah Glodok, Jakarta Barat dan bekerja sebagai wiraswasta. Saya menemuinya di
depan restoran yang dikelolanya pada Rabu (10/05) malam.
Pria berumur setengah baya ini tidak bisa menutupi rasa kecewanya ketika saya
menanyakan apa komentarnya ketika masih adanya sentimen anti-Cina di masyarakat
Indonesia. Dia merujuk kepada Pilkada 2017 di Jakarta.
Hak atas fotoTRIBUNNEWSImage captionPegiat Yayasan Nabil, Didi Kwartanada
(kanan) mengatakan, apabila penyebaran kebencian atas etnis tertentu dibiarkan,
pengaruhnya dikhawatirkan "bisa meracuni masyarakat".
"Itu sudah bukan rahasia umum lagi," katanya dengan nada datar. "Sudah kenyataan. Mau
kecewa atau tidak, tidak ada artinya."
3
Dia mengklaim terkadang masih mengalami apa yang disebutnya sebagai praktik
diskriminasi. Tetapi saat saya tanya diskriminasi seperti apa yang dialaminya, Erwin
hanya mengatakan, "Enggak usah diceritakan, semua orang sudah tahu. Diskriminasi
bukan hanya suku atau ras, tapi agama juga. "
Sebagai warga minoritas, dirinya mengaku, "Sudah terbiasa, kita tidak bisa berbuat
banyak, itu konsekuensi minoritas, mau gimana lagi."
Ditanya apakah dirinya pernah memprotesnya, Erwin menggeleng kepala. "Percuma, apa
artinya," katanya pendek. Tetapi kemudian dia menambahkan, "Kita sudah berusaha".
'Berusaha mengalah'
Kini yang bisa dirinya lakukan adalah "menjaga diri, lebih hati-hati, kita jangan berbuat
permusuhan atau dibenci, berusaha berbuat mengalah".
Kok mengalah? Tanya saya. "Mau melawan? Mau mati?" Erwin kemudian tertawa.
Tidak jauh dari lokasi usaha Erwin, saya menemui seorang pria etnis Cina lainnya. Pria 60
tahun ini mengelola sebuah warung kaki lima.
Hak atas fotoBAY ISMOYO/AFPImage captionDukungan ditunjukkan sebagian warga
Indonesia etnis Cina terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Seperti Erwin, dia meminta namanya tidak perlu disebutkan.
Dirinya kemudian mengaku belum bisa melupakan sepenuhnya kerusuhan Mei 1998.
Seperti diketahui, kerusuhan pada 13-14 Mei itu menjadikan sebagian warga etnis Cina di
kawasan itu menjadi korban.
"Kalau dibilang trauma, ya pasti trauma. Tapi, kalau dibilang, ini sudah kejadian, itu masa
lalu," katanya.
4
Dia hanya meminta agar pemerintah dapat menjamin kerusuhan itu tidak terulang lagi.
Aparat keamanan juga diharapkannya dapat berbuat maksimal.
"Bagaimana cara menanganinya, saya dan warga lainnya cuma bisa menjaga ramai-ramai.
Membela diri."
Mengomentari vonis hukum terhadap Ahok, pria ini tidak banyak berkomentar.
"Kita sebagai warga negara cuma bisa menduga-duga, tidak bisa berkata apa-apa".
5
Download