PENURUNAN EKSPRESI GEN pho85 SEL APOPTOSIS

advertisement
PENURUNAN EKSPRESI GEN pho85 SEL APOPTOSIS
Saccharomyces cerevisiae OLEH EKSTRAK AIR DAUN
CIPLUKAN 33NHR DAN Geobacillus sp. 22a
WORO RINI HANDAYANI
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penurunan Ekspresi Gen pho85 Sel
Apoptosis Saccharomyces cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Ciplukan 33NHR
dan Geobacillus sp. 22a adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan da lam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2006
Woro Rini Handayani
NIP G44101052
ABSTRAK
WORO RINI HANDAYANI. Penurunan Ekspresi Gen pho85 Sel Apoptosis
Saccharomyces cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Ciplukan 33NHR dan
Geobacillus sp. 22a. Dibimbing oleh ANNA PRIANGANI ROSWIEM dan
NOVIK NURHIDAYAT.
Tanah vulkanis mengandung unsur selenium (Se) dan sulfur (S) yang
tinggi. Tanaman dan mikroba yang dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan
ini merupakan spesies akumulator Se. Se anorganik dari tanah terakumulasi dalam
sel kemudian diubah menjadi bentuk Se organik.yang terintegrasi dalam protein
atau asam amino. Senyawa tersebut berfungsi sebagai prekursor yang
menyediakan monometilselenium. Monometilselenium dipercaya sebagai
metabolit selenium chemopreventive yang berperan dalam memodulasi apoptosis
sel. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ciplukan (Physalis minima L)
33NHR dan bakteri termofil Geobacillus sp. 22a merupakan spesies akumulator
Se (3.04-40.55 ppm), mampu memicu apoptosis sel model S. cerevisiae dengan
frekuensi sel petit 3.50-12.00 %. Sampel yang diekstrak dengan air menarik
banyak senyawa selenium termasuk selenometionin
Penelitian bertujuan untuk mengetahiu pengaruh ekstrak air daun P.
minima 33NHR dan bakteri Geobacillus sp. 22a terhadap perubahan ekspresi gen
pho85 sebagai regulator apoptosis sel S. cerevisiae. RT-PCR dengan primer
spesifik gen pho85 digunakan untuk analisis target gen tersebut. Intensitas pita
DNA diukur secara semikuantitatif dengan Bio Rad Count TM Software.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air daun P. minima 33NHR
dan bakteri Geobasillus sp. 22a meningkatkan sel petit sebagai indikator sel
apoptosis. Sel apoptosis S. cerevisisiae memperlihatkan adanya penurunan pada
ekspresi gen pho85 . Ekstrak air daun P. minima 33NHR 19.87% lebih efektif
menekan ekspresi gen pho85 dibandingkan ekstrak Geobasillus sp. 22a. Hal ini
menunjukkan bahwa apoptosis disebabkan penurunan pho85 oleh senyawa kaya
selenium yang terdapat di dalam ekstrak air daun P. minima 33NHR dan bakteri
Geobasillus sp. 22a.
ABSTRACT
WORO RINI HANDAYANI. Reduced pho85 gene expression in apoptotic cell of
Saccharomyces cerevisiae by water extracted Ciplukan 33NHR’s leaves and
bacteria Geobacillus sp. 22a. Under the supervision of ANNA PRIANGANI
ROSWIEM and NOVIK NURHIDAYAT.
Volcanic soil contains high amount of Selenium (Se) and S ulfur (S)
element. P lants and microbes grow in volcanic soil survive at this high Se
environment, have a mechanism to accumulate inorganic Se from the soil and
incorporate it as selenoorganic compounds . These compounds serve as precursors
that release monomethylated selenium. Monomethylated selenium believed as the
chemopreventive selenium metabolites which play a role in the apoptosis
modulation. Previous study showed that Ciplukan (Physalis minima ) 33NHR and
bacteria Geobacillus sp. 22a contain high selenium (3.04-40.55 ppm), able to
induces apoptosis in S. cerevisiae (3.50-12.00%). There were also several species
selenoprotein detected within their water extract including selenomethionin.
This research examined the alteration of pho85 gene expression, as
apoptosis regulator cell S. cerevisiae, by water extracted P. minima 33NHR and
bacteria Geobacillus sp. 22a. RT-PCR using pho85 gene specific primer was
performed to measure the expression of targeted gene as DNA bands that then
measured semi quantitatively by Bio Rad Count TM Software.
The water extracted compounds of P. minima 33NHR and bacteria
Geobacillus sp. 22a increased the petite cells as indicator of apoptotic cells. These
apoptotic cells had reduced pho85 expression. Water extracted P. minima 33NHR
was 19.87% more effective to suppress the expression of pho85 than Geobacillus
sp. 22a. This suggest that at least the apoptosis was caused by the reduction of
pho85 by selenium rich compounds in water extracted P. minima 33NHR and
bacteria Geobacillus sp. 22a.
PENURUNAN EKSPRESI GEN pho85 SEL APOPTOSIS
Saccharomyces cerevisiae OLEH EKSTRAK AIR DAUN
CIPLUKAN 33NHR DAN Geobacillus sp. 22a
WORO RINI HANDAYANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Penurunan Ekspresi Gen pho85 Sel Apoptosis Saccharomyces
cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Ciplukan 33NHR dan
Geobacillus sp. 22a.
: Woro Rini Handayani
: G 44101052
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Anna P. Roswiem, M.S.
Ketua
Dr. Novik Nurhidayat
Anggota
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 20 Desember 1983 sebagai
anak bungsu dari ayah Suharjanto dan ibu Utriyati. Penulis merupakan anak
bungsu dari empat bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 6 Semarang dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri. Penulis menempuh studi di Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan piagam
penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi peringkat 1 tahun ajaran 2002/2003.
Pada tahun 2004, penulis mengikuti Praktek Ker ja Lapang di Laboratorium
Biosistematika dan Genetika bidang Mikrobiologi LIPI, Bogor dengan judul
laporan Isolasi dan Seleksi Khamir Tanah Vulkanis sebagai S umber Bahan
Bioaktif Berbasis Selenium dan Uji Modulasi Apoptosis Seluler S. cerevisiae.
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
hanya atas pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah
ini. Tulisan ini saya persembahkan untuk bapak dan ibu yang senantiasa berharap
akan kelulusan anaknya.
Karya ilmiah ini berjudul Penurunan Ekspresi Gen pho85 pada Sel
Apoptosis S.cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Physalis minima 33NHR dan
Bakteri Geobacillus 22a. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika
dan Genetika Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor dan
Laboratorium Biokimia , Pusat Penelitian Kimia, LIPI, Bandung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Anna P. Roswiem dan
bapak Novik Nurhidayat atas bimbingan dan kesabarannya selama ini. Rangkaian
terimakasih juga penulis ucapkan untuk mbak Ratih, ibu Hartin, ibu Linar, mbak
Rina, mbak Indah, dan teman-teman biokim 38. Terima kasih untuk ibu, bapak
dan kakak-kakakku atas bantuan material maupun spiritualnya. Terima kasih
untuk Luqman dan Esti atas segala nasehat, semangat, dan perhatian yang tiada
hentinya.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi semua pembaca.
Bogor, Januari 2006
Woro Rini Handayani
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vi
PENDAHULUAN............................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Apoptosis ................................................................................................
Selenium .................................................................................................
Ketersediaan Se dalam Tanah, Tanaman dan Mikrob ............................
Ciplukan (Physalis minima L.) ...............................................................
Bakteri Termofil Geobasilus...................................................................
Saccharomyces cerevisiae ......................................................................
Bioinformatika ........................................................................................
Isolasi RNA ............................................................................................
RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction).............
2
2
2
3
3
4
4
4
5
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .......................................................................................
Metode ....................................................................................................
5
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis S imilaritas Homo sapien CDK5 dengan S. cerevisiae PHO85
Desain Primer .........................................................................................
Apoptosis Sel S.cerevisia e BJ3505.........................................................
Isolasi mRNA .........................................................................................
Penurunan E kspresi Gen pho85..............................................................
8
8
9
10
10
SIMPULAN DAN SARAN.............................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
12
LAMPIRAN.....................................................................................................
14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Herba ciplukan (Physalis minima) ...................................................................
3
2 Morfologi Geobacillus 22a..........................................................................
4
3 Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 ............................................................
4
4 Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 setelah perlakuan...............................
9
5 Diagram konsentrasi produk PCR pada sampel setelah perlakuan .............
10
6 Pola pita ekspresi gen pho85 pada sel uji S. cerevisiae setelah perlakuan..
11
7 Diagram intensitas pita pho85 setelah perlakuan ........................................
11
8 Mekanisme apoptosis melalui penghambatan ekspresi pho85 ....................
12
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ..............................................................................
15
2 Diagram alir perlakuan sel BJ3505............................................................
16
3 Diagram alir isolasi mRNA dengan FastTrack 2.0 Kit .............................
17
4 Sekuen gen cdk5 ........................................................................................
18
5 BLASTP CDK5 .........................................................................................
20
6 Sekuen gen pho85......................................................................................
23
7 Output primer 3 pho85................................................................................
25
8 BLASTN primer pho85 .............................................................................
27
9 Absorban produk PCR pada panjang gelombang 260nm ..........................
29
10 Intensitas pita DNA ...................................................................................
29
11 Kadar Se sampel ........................................................................................
29
12 Prosedur pembuatan beberapa larutan.......................................................
30
1
PENDAHULUAN
Istilah
apoptosis
dipakai
untuk
menunjukkan bentuk morfologis kematian sel
yang berbeda dari nekrosis. Proses kematian
sel yang normal (terprogram) terjadi melalui
kondensasi inti sel, ukuran sel mengecil dan
kemudian badan sel mengkerut. Proses ini
terjadi tanpa kebocoran atau tumpahnya
komponen sitosol ke luar sel. Kematian sel
seperti ini disebut apoptosis. Apoptosis diatur
secara genetik oleh gen-gen regulator
apoptosis dan siklus sel. Pada sel kanker
mekanisme ini tidak terjadi sehingga sel terus
mener us membelah tanpa mengenal mati
(Jalal 1999). Seiring dengan kemajuan
pemahaman tentang mekanisme apoptosis,
kini pengembangan metode terapi kanker
yang berdasarkan pada proses apoptosis
semakin meningkat.
Studi tentang manfaat selenium sebagai
pemicu kem atian sel kanker telah banyak
dilakukan. Para peneliti terutama di luar
negeri menggunakan senyawa kimia murni
dalam konsentrasi yang tinggi untuk
menginduksi kematian sel kanker. Di
Indonesia, masyarakat lebih menyukai metode
pengobatan menggunakan bahan alam seperti
tanaman obat. Alternatif sumber Se organik
dari herba diupayakan sebagai usaha untuk
menjembatani perbedaan tersebut. Sumber Se
organik yang ekonomis adalah tanaman dan
mikroba yang tumbuh dalam media yang
diperkaya Se. Sampel yang diekstrak dengan
air mampu menarik banyak spesies selenium
(Encinar et al. 2003). Melalui pendekatan
tersebut, penelitian ini memilih menggunakan
ekstrak air tanaman dan mikroba vulkanis
sebagai sumber bahan bioaktif Se untuk
menginduksi kematian sel.
Tanaman dan mikroba yang tumbuh di
tanah kaya selenium akan mengakumulasi
selenium inorganik (toksik) dan diubah
menjadi bentuk selenium organik yang
terintegrasi dalam asam amino atau protein.
Komponen selenoprotein tersebut berfungsi
sebagai
prekursor
untuk
melepaskan
metilselenol atau asam metilselenat yang
efektif memberikan efek chemopreventive
yaitu mencegah pertumbuhan sel kanker dan
memicu apoptosis (Ganther 1999).
Dalam perkembangannya Madeo et al.
(2002) mengemukakan bahwa mekanisme
dasar apoptosis terjadi pada eukariot
uniseluler seperti Saccharomyces cerevisiae
dan
Schizosaccharomyces
pombe.
Berdasarkan hal tersebut S. cerevisiae dapat
digunakan sebagai organisme model untuk
studi apoptosis.
Dong et al. (2002) menggunakan
methylselenic acid (MSA) untuk memodulasi
apoptosis sel kanker payudara. MSA
mempengaruhi ekspresi gen-gen terkait antara
lain gen regulator siklus sel (cyclin A, cdc2,
cdk4, cdc25A), gen regulator apoptosis (Apo3, c-jun, cdk5, bcl2A1), molekul signal (ERKI,
JNK2, AKT2).
Salah satu ge n yang berperan dalam
regulasi apoptosis S. cerevisiae antara lain
pho85. Gen pho85 merupakan homolog gen
Homo sapien Cyclin Dependent Kinase 5
(cdk5) dengan keidentikan sebesar 56% dan
72% kemiripan pada level asam amino. Gen
pho85 mengkode protein kinase PHO85.
Fungsi PHO85 meliputi metabolisme fosfat,
penggunaan sumber karbon, regulasi actin
sitoskeletal dan regulasi siklus sel. (Huang et
al. 1999). Penghambatan ekspresi gen pho85
akan meningkatkan aktivitas Glikogen Sintase
dan APase sebaliknya Glikogen Fosforilase
menjadi tidak aktif. Kondisi ini menyebabkan
penurunan ATP seluler yang dapat
menyebabkan apoptosis. Apoptosis sel
ditunjukkan dengan adanya sel petite atau
kerdil.
Penelitian di laboratorium Biosistematika
dan Genetika LIPI Bogor berhasil menseleksi
herba dan mikroba vulkanis akumulator
selenium yang berpotensi sebagai modulator
apoptosis antara lain Physalis minima 33NHR
dan Geobacillus sp. 22a. Kandungan Se
berkisar 3.04-40.55 ppm dan mampu
memodulasi apoptosis dengan frekuensi petite
mencap ai 12.00%. Pada penelitian ini, ekstrak
air daun P. minima 33NHR dan Geobacillus
sp. 22a diuji pengaruhnya terhadap ekspresi
gen pho85 pada organisme uji khamir S.
cerevisiae strain BJ 3505.
Perubahan ekspresi gen pho85 dianalisis
dengan Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR). RNA yang
diekstrak dari sel S. cerevisiae setelah
perlakuan merupakan templat untuk analisis
RT-PCR dengan menggunakan primer
spesifik terhadap gen tersebut. Produk
amplifikasi dianalisis dengan elektroforesis
pada gel agarosa. Konsentrasi produk
amplifikasi
diukur
dengan
metode
spektrofotometri. Sedangkan intensitas pita
DNA pada gel diukur dengan Bio Rad
Count TM Software.
Hipotesis yang dikemukakan dalam
penelitian ini adalah ekstrak air P. minima
33NHR dan Geobacillus sp. 22a menekan
2
ekspresi gen pho85 sel S. cerevisiae strain BJ
3505.
Penelitian bertujuan menguji pengaruh
ekstrak air P. minima 33NHR dan Geobacillus
sp. 22a terhadap perubahan ekspresi gen
pho85 pada S. cerevisiae BJ 3505.
TINJAUAN PUSTAKA
Apoptosis
Apoptosis yang dikenal dengan program
kematian sel adalah bentuk kematian sel yang
meliputi proses komplek, melibatkan banyak
faktor dan dijalankan dalam berbagai lintasan
yang sangat teratur dan terprogram. Apoptosis
ditandai oleh pengerutan sel, kondensasi
kromosom,
fragmentasi
DNA,
dan
pembentukan badan apoptosis (Reed. 2000 &
Cande et al. 2002).
Apoptosis diregulasi melalui dua lintasan
yang prinsip yaitu lintasan ekstrinsik melalui
reseptor dipermukaan sel dan intrinsik oleh
pelepasan protein mitokondria. Proses
selanjutnya melibatkan regulasi protein proapoptosis maupun anti- apoptosis. Jumlah
relatif pro dan anti-apoptosis menentukan
kerentanan sel untuk menjalankan program
kematian.
Mekanisme dasar apoptosis terjadi juga
pada eukariot uniseluler seperti S. cerevisiae
dan Schizosaccharomyces pombe. Khamir
yang telah dimutasi pada gen siklus
pembelahan
sel
(cdc48) menunjukkan
karakteristik morfologi dan ciri molekular
yang merupakan indikator apoptosis yaitu
perpindahan fosfatidilserin ke membran
sitoplasma bagian luar, kerusakan DNA,
kondensasi kromatin, fragmentasi DNA, dan
morfologi sel abnormal dengan sejumlah
tunas kecil yang sering disebut badan
apoptosis. Berdasarkan hal tersebut S.
cerevisiae dapat digunakan sebagai organisme
model untuk studi apoptosis (Madeo et al.
2002).
Gen pho85 pada S. cerevisiae mengkode
protein kinase PHO85. Protein ini berperan
dalam metabolisme fosfat yaitu sebagai
regulator negatif PHO system. Ekspresi
berlebih PHO85 dapat menekan ekspresi
Fosfatase asam (APase). PHO85 berfungsi
sebagai fosforilase kinase. Protein ini
mengatur regulasi aktin sitoskeleton melalui
fosforilasi protein regulator aktin. PHO85
juga berperan dalam pemanfaatan sumber
karbon yaitu sebagai regulator negatif
Glikogen Sintase. Kekurangan PHO85 akan
menyebabkan akumulasi glikogen. Selain itu
pho85 berperan dalam regulasi siklus sel
(Huang et al. 1999 & Nishizawa 2000).
Selenium
Selenium merupakan unsur mikro esensial
bagi kehidupan tetapi juga bersifat toksik pada
level tertentu. Kebutuhan selenium rata-rata
orang dewasa 50-70 µg sehari, namun
konsumsi lebih dari 500 µg sehari dapat
bersifat toksik (WHO 1987). Keberadaan
selenium berperan penting sebagai komponen
pembentuk
sisi
aktif
selenoenzim,
antioksidan, penangkap radikal, pencegahan
kanker dan mampu menginduksi apoptosis sel
kanker. Bentuk selenium yang termetilasi
seperti metilselenol (CH3 SeH) merupakan
metabolit selenium utama yang dapat
mencegah ataupun menghambat pertumbuhan
sel kanker (Lobinski et al. 2000).
Banyak studi yang telah dilakukan pada
hewan tentang manfaat selenium dalam
mencegah terjadinya atau berkembangnya sel
kanker. Efek selenium tersebut sering
dinamakan chemoprevention. Beberapa jenis
kanker akibat kekurangan selenium dalam
makanan telah dilaporkan antara lain kanker
hati pada tikus, kanker usus halus pada
domba, kanker pankreas pada hamster, serta
kanker kulit dan hati pada beberapa hewan
coba (Dilaga 1992).
Metabolit selenium yang efektif dipakai
untuk studi apoptosis sel kanker antara lain
MSA, Se-metilselenosistein (MSC), dan
selenometionin (SM). Dong et al. (2002)
berhasil membuktikan bahwa MSA dapat
menghambat siklus sel dan menginduksi
apoptosis sel kanker payudara manusia. MSA
berpengaruh terhadap perubahan ekspresi gengen regulator apoptosis seperti Apo-3, c-jun,
cdkd/cyclin
D1.
MSC
menghambat
pertumbuhan sel tumor mamary tikus melalui
penghambatan PI3-K (Unni et al. 2005). SM
berpengaruh terhadap perubahan ekspresi gen
apoptosis sel kanker prostat, meningkatkan
protein phosphatase-2 pada intestine (Sinha R
& El-Bayoumi K 2005).
Ketersediaan Se dalam Tanah, Tanaman
dan Mikroba
Tanah vulkanis memiliki kandungan sulfur
dan selenium yang tinggi. Hasil analisis oleh
laboratorium mikrobiologi LIPI menyebutkan
kadar Se tanah pegunungan Rinjani berkisar
antara 1.2-2.6 ppm.
Ketersediaan Se dalam tanaman maupun
organisme erat kaitannya dengan ketersediaan
3
unsur tersebut dalam tanah. Tumbuhan yang
hidup di tanah kaya selenium mempunyai
mekanisme
untuk
menyerap
dan
mengakumulasi selenium dari tanah kemudian
mengubahnya menjadi bentuk metabolit
selenium lain yang tidak bersifat toksik bagi
dirinya. Pada tanaman, konsentrasi Se yang
terbesar ada dalam daun kemudian batang dan
biji (Dilaga 1992).
Selenometionin adalah bentuk selenium
organik yang paling dominan pada khamir,
algae, dan beberapa bakteri diperkaya Se
sedangkan selenosistein dibentuk dari hasil
konversi selenometionin (Lobinski et al.
2000).
Tanaman yang toleran terhadap Se dapat
mengakumulasi 100-1000 kali lipat dari pada
spesies non akumulator. Tanaman ini
mensintesis
Se-metilselenosistein
dalam
jumlah
besar.
Se-metilselenosistein
merupakan komponen utama tanaman yang
diperkaya Se dan bermanfaat sebagai bentuk
Se
chemopreventive
dibandingkan
selenometionin (Ganther 1999; Whanger
2002).
Spesies P. minima diklasifikasikan
menurut
USDA
Natural
Resources
Conservation Service sebagai berikut: Divisi
Magnoliophyta, klas Magnoliopsida, Subklas
Asteridae, Ordo Solanales, Famili Solanaceae,
Genus Physalis L., Species Physalis minima
L.
Tumbuhan ciplukan dikenal dengan
berbagai istilah: Morel berry (Inggris),
Ciplukan (Indonesia), Ceplukan (Jawa),
Cecendet (sunda), Yor-yoran (Madura),
Lapinonat (Seram), Keceplokan (Bali), Dedes
(Sasak), Leletokan (Minahasa). Buah ciplukan
mengandung senyawa kimia antara lain asam
sitrun dan fisalin. selain itu buah ciplukan
juga mengandung asam malat, alkaloid, tanin,
kriptosantin, vitamin C, dan gula.
Efek farmakologis tumbuhan ini adalah
analgetik, peluruh air seni, menetralkan racun,
meredakan batuk, dan mengaktifkan fungsi
kelenjar tubuh. Akar, daun, dan buah ciplukan
dapat digunakan untuk mengobati diabetes.
Penelitian ini menggunakan ekstrak air daun
P. minima 33NHR yang tumbuh di kawasan
gunung Rinjani.
Ciplukan (Physal is minima)
Bakteri Termofil
Tumbuhan
ciplukan
(P.
minima)
merupakan tumbuhan liar, berupa semak atau
perdu yang rendah, biasanya tingginya
mencapai 1 meter dan mempunyai umur
kurang lebih 1 tahun. Tumbuhan ini masuk
dalam famili Solanaceae dan merupakan
tumbuhan semak semusim dan tumbuh pada
ketinggian 0-1800 m dpl, tersebar di daerah
tegalan, sawah-sawah kering, serta dapat
ditemukan di daerah hutan jati. Bunganya
berwarna kuning, buahnya berbentuk bulat
dan berwarna hijau kekuningan bila masih
muda, tetapi bila sudah tua berwarma coklat
dengan rasa asam-asam manis. Buah ciplukan
yang masih muda dilindungi cangkap (Suara
Merdeka 2004).
Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada
kondisi ekstrem seperti suhu, pH dan
konsentrasi garam biasa disebut sebagai
ekstremofil. Mikroorganisme termofil dapat
tumbuh pada suhu di atas 45 ºC dan beberapa
diantaranya tumbuh di atas 80 ºC.
Mikroorganisme ini dapat dengan mudah
ditemukan pada daerah dengan aktivitas
geotermal seperti daerah pegunungan berapi,
sumber air panas, dan juga tempat cadangan
minyak bumi dan batu bara.
Beberapa organisme termofil telah
diisolasi dari beberapa sumber air panas di
Indonesia antara lain, sumber air panas Sileri,
Cimanggu,
kawah
Domas,
kawah
Papandayan,
dan
kawah
Wayang.
Mikroorganisme termofil yang diisolasi dari
kawah Wayang merupakan kelompok basil
yang memliki kekerabatan yang dekat dengan
Geobacillus sp. thermoleovorans (Indrajaya
2003).
Penelitian ini menggunakan ekstrak air
bakteri termofil Geobacillus sp. 22a sebagai
sumber bioaktif Se. Bakteri ini diisolasi dari
sumber air panas kawasan gunung Rinjani.
Bakteri termofil ini memiliki morfologi
berbentuk batang, dikultivasi pada media
heterotrof dan tumbuh baik pada suhu 50 ºC.
Gambar 1 Herba ciplukan (Physalis minima).
4
Gambar 2 Morfologi sel Geobacillus sp. 22a.
Perbesaran 1000X.
Saccharomyces cerevisiae
S. cerevisiae merupakan sel khamir yang
banyak digunakan sebagai subjek penelitian
untuk mempelajari proses fosforilasi dan
integritas membran.
Sel berbentuk seperti telur (ovoid), bola
(spheroid), silinder (cylindrical), lengkung
(ogival), segitiga (triangular), botol (flask
shaped), aplikulat (apliculate), dan elips. S.
cerevisiae masuk dalam divisi Thallopyta,
subdivisi Ascomycotina, kelas Eumycetes,
subkelas Ascomycetes, ordo Encomycetes,
famili
Saccharomycetaceae,
subfamily
Saccharomycetoideae
dan
genus
Saccharomyces .
Suhu optimum untuk pertumbuhan sel S.
cerevisiae berkisar antara 25-35 ºC, suhu
minimum berkisar 0-0.5 ºC, suhu maksimum
pertumbuhan sel khamir ini berada pada
kisaran 33.5 -47 ºC (Paturau 1982).
S. cerevisiae strain BJ 3505 digunakan
sebagai organisme uji pada penelitian ini.
Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 berbentuk
bola hingga oval dan tumbuh baik pada suhu
28-29ºC.
Gambar 3
Morfologi sel S. cerevisiae BJ
3505. Perbesaran 100X.
Bioinformatika
Bioinformatika adalah organisasi dan
analisis kompleks data yang dihasilkan dari
analisis molekuler modern dan teknik
biokimia. Bioinformatika juga meliputi
teknologi untuk koleksi, penyimpanan,
analisis, intepretasi, pelepasan, dan aplikasi
untuk informasi biologi. Analisis dilakukan
dengan cara membandingkan data yang masuk
dengan ribuan data yang tersedia di dalam
pangkalan data (Anonim 2005). Beberapa
bank data yang bersifat antar negara seperti
GenBank (USA), EMBL (Eropa), DDBJ
(Jepang) telah mengorganisir penyimpana
urutan DNA, RNA dan protein sehingga dapat
diakses melalui internet.
Pencarian database umumnya berdasarkan
hasil alignment atau pensejajaran sekuen, baik
sekuen DNA maupun protein. Salah satu
perangkat lunak pencari database yang paling
berhasil dan umum digunakan yaitu Basic
Local Aligment Search Tool (BLAST).
Perangkat lunak ini telah diadaptasi untuk
melakukan pensejajaran terhadap berbagai
sekuen DNA maupun protein. Hasil BLAST
dapat memberikan informasi mengenai
homologi suatu sekuen DNA, RNA ataupun
protein.
Isolasi RNA
RNA (Ribonucleic Acid) merupakan
senyawa kimia pembawa informasi genetik
yang terdiri atas monomer ribonukleosida
monofosfat yang dihubungkan oleh ikatan
fosfodiester. Dalam sel, RNA memiliki
beberapa bentuk yaitu rRNA (Ribosomal
RNA), tRNA (transfer RNA), dan mRNA
(messenger
RNA).
rRNA
merupakan
komponen utama penyusun ribosom yang
berperan dalam sintesis rantai protein, tRNA
berfungsi membawa asam amino yang sesuai
dengan kodon mRNA dalam proses translasi,
sedangkan mRNA merupakan model cetakan
dalam proses penyusunan asam amino pada
rantai polipeptida.
Salah satu kunci keberhasilan RT -PCR
adalah tahap isolasi RNA. Isolasi mRNA
dilakukan dengan metode MicroFastTrack 2.0
mRNA Isolation Kit dari Invitrogen. Isolasi
mRNA memanfaatkan karakteristik ekor
poli(A) pada ujung 3’ mRNA yang dapat
berikatan dengan oligo(dT) selulosa.
Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction (RT -PCR)
PCR merupakan teknik in vitro untuk
mengamplifikasi daerah DNA yang spesifik
yang terletak diantara suatu sekuen DNA
tertentu. PCR pertama kali dikembangkan
oleh Kari Mullis pada tahun 1985, dan karena
penemuannya tersebut ia mendapat hadiah
Nobel pada tahun 1993. (Newton & Graham
1994).
Komponen utama pada PCR adalah: (1)
DNA templat, (2) Bufer PCR, (3) dNTps
5
(Deoxyoligonucleotide Triphosphates ), (4)
MgCl2 , (5) Primer, (6) Enzim DNA
Polimerase. Templat yang digunakan dapat
berupa DNA genom atau pustaka genom.
Bufer merupakan komponen yang sangat
bervariasi dalam PCR. Beberapa komponen
dasar dari bufer PCR ini adalah Tris -HCl dan
KCl dalam pH basa. dNTPs merupakan
campuran dari empat macam nukleotida
(dATP, dCTP, dGTP, dTTP) yang merupakan
bahan dasar polimerase dengan konsentrasi
optimum 10-15µM. Konsentasi ion Mg dalam
reaksi sangat tergantung pada konsentrasi
dNTP. Konsentrasi MgCl 2 yang optimum
adalah 0.5-5.0 mM. Primer merupakan suatu
oligonukleotida dengan panjang 15-30 urutan
basa. Konsentrasi primer yang umum
digunakan antara 0.1 -1.0µM. Taq Polimerase
digunakan untuk PCR karena tahan panas
sehingga memungkinkan proses annealing dan
extension dilakukan pada berbagai kondisi
suhu (Newton & Graham 1994).
Prinsip pelipatgandaan jumlah molekul
DNA pada target yang diinginkan melalui
teknik PCR adalah: (1) denaturasi, (2)
penempelan (annealing), (3) pemanjangan
primer (extension). Denaturasi berlangsung
pada suhu di atas 92 ºC dan ditandai oleh
memisahnya rantai ganda DNA menjadi dua
rantai
tunggal.
Penempelan
umumnya
berlangsung pada suhu antara 37-65 ºC dan
ditandai dengan menyatunya kembali dua
untai tunggal DNA tersebut. Karena terdapat
primer dalam jumlah yang jauh lebih besar
dari DNA yang akan diamplifikasi maka
primer akan mempunyai kesempatan yang
lebih besar untuk melekat pada DNA rantai
tunggal pasangannya. Pemanjangan primer
berlangsung pada suhu antara 68-75 ºC dan
ditandai oleh sintesis DNA dari primer
tersebut mengikuti urutan nukleotida DNA
rantai tunggal pasangannya (Watson et al.
1992).
RT -PCR merupakan kombinasi dari
sintesis komplementer DNA (cDNA) dengan
PCR. Berbeda dengan PCR, templat untuk
RT-PCR berupa RNA total atau RNA yang
mengandung poli(A)+. Primer yang digunakan
dapat berupa pimer acak, oligo(dT), atau
sebuah primer spesifik, yang semuanya
menggunakan enzim Reverse Transcriptase.
RT-PCR dapat dilakukan melalui satu tahap
atau dua tahap. Pada RT -PCR dua tahap,
sintesis cDNA dilakukan pertama kali dalam
bufer RT kemudian dilanjutkan dengan PCR.
Sedangkan pada RT-PCR satu tahap, kedua
reaksi terjadi dalam satu tabung pada mesin
PCR.
Pada kebanyakan aplikasi PCR, primer
harus didesain agar dapat berkomplementer
secara tepat dengan DNA templat. Desain
primer dapat dilakukan dengan bantuan
program komputer untuk hasil yang lebih
efektif. Faktor yang mempengaruhi karakter
primer
dalam
PCR
seperti
melting
temperature (Tm) dan kemungkinan homologi
antara primer dapat diprogram dalam
komputer.
Dalam mendesain primer harus dihindari
terjadinya primer dimer dan sedapat mungkin
dihindari
adanya
ketidaksesuaian
(mismatches) antara primer dengan templat.
Kadar basa G dan C dari suatu primer
seharusnya dalam jumlah yang relatif besar
(40-60%) karena hal ini berpengaruh pada
penentuan suhu leleh dan suhu anealing dari
PCR. Desain primer menggunakan program
primer3 yang bisa diakses dari internet.
Kualitas
DNA
dianalisis
dengan
elektroforesis gel agarosa dengan buffer TAE
(Tris -asam asetat-EDTA). Pengamatan hasil
elektroforesis dengan bantuan Etidium
Bromida (EtBr) di bawah sinar UV. Molekul
DNA yang tersisipi EtBr dapat berfloresensi
di bawah sinar UV. Jumlah molekul EtBr
yang berikatan dengan DNA sebanding
dengan jumlah DNA, sehingga intensitas pitapita DNA yang diamati dalam gel sebanding
dengan kuantitas DNA.
Kuantitas DNA dapat diukur dengan
metode spektrofotometri pada panjang
gelombang 260 nm. Apabila serapan pada
panjang gelombang ini bernilai 1, maka
konsentrasi DNA setara dengan 50 µg/ml
(Sambrook et al. 1989).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun
P. minima 33NHR, Geobacillus sp. 22a, S.
cerevisiae BJ 3505, ekstrak ragi, pepton,
glukosa, agar, Micro FastTrack 2.0 mRNA
Isolation Kit (Invitrogen), Phosphate Buffer
Saline (PBS) pH 7.4, akuades bebas ion,
etanol absolut, Superscript one-step RT -PCR
with Platinum Taq (Invitrogen), primer, gel
agarosa, marker 100bp Ladder, bufer TAE,
EtBr.
Alat-alat yang digunakan terdiri atas
sentrifuse 5804R dan 8000r, sentrifuse Hettich
EBA 8S, laminar air flow, waterbath
Memmert, sonikator B.Braun Labsonic,
seperangkat alat elektroforesis Bio-rad, Milton
6
Roy Spectronic 1201, Perkin Elmer Gene
Amp PCR Syst em 2400, neraca Mettler
PC4400,
Rocking
platform
Certomat,
mikroskop Nikon Eclipse e400, mikropipet,
siringe 10 cc steril yang ujungnya terpasang
jarum berukuran 21, pipet tip steril, tabung
Eppendorf, shaker, autoklaf, oven, blender,
mikrofilter 0.45 µm dan alat-alat gelas.
Metode Penelitian
Metode
penelitian
dimulai
dengan
pencarian sekuen gen pho85, desain primer,
pembuatan ekstrak daun P. minima 33NHR
dan Geobacillus sp. 22a, perlakuan
menggunakan ekstrak, isolasi mRNA, analisis
perubahan ekspresi gen melalui RT -PCR,
pengukuran konsentrasi produk PCR dengan
metode spektrofotometri dan pengukuran
konsentrasi pita DNA dengan Bio Rad Count
TM
Software.
Pengambilan Sekuen dari GenBank
Sekuen gen diperoleh dari GenBank melalui
alamat www.ncbi.nlm.nih.gov. Setelah masuk
pada alamat yang dimaksud, sekuen gen
diperoleh dengan mengubah kombo search
menjadi nucleotide dan pada kotak dialog for
diketikkan gen yang diinginkan. Proses
pencarian dimulai setelah perintah G o. Setelah
mengklik accesion number gen yang
dimaksud maka akan muncul sekuen gen
lengkap dengan sekuen asam aminonya.
Untuk mencari similaritas sekuen yang kita
miliki menggunakan program BLAST
protein-protein (BLASTP) pada alamat
www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST. Data sekuen
diubah dalam bentuk Fasta kemudian dicopy
pada box sekuen, format untuk memilih
organisme yang akan disejajarkan dan proses
berjalan setelah ditekan tombol Blast.
Desain Primer
Desain primer menggunakan program primer3
(http://www-genome.wl.mit.edu/cgi bin/primer/primer3 www.cgi). Sekuen gen dalam
bentuk Fasta dicopy dan paste pada kotak
yang tersedia kemudian diklik untuk left
primer, right primer dan hybridization probe
selanjutnya pick primer. Primer yang
diperoleh selanjutnya diuji dengan program
BLAST nukleotide-nukleotide (BLASTN)
untuk mengetahui homologinya dengan gen
lain.
Kultur Sel S. cerevisiae
Sel S. cerevisiae BJ 3505 ditumbuhkan dalam
2 tabung sentrifuse 15 ml masing-masing
berisi 5 ml media Yeast Malt (YM). S.
cerevisiae ditumbuhkan selama 48 jam pada
shaker 120 rpm suhu ruang. Setelah masa
inkubasi selesai, sel dikumpulkan dengan cara
sentrifugasi 10000 rpm selama 6 menit
kemudian sel dicuci dengan 10 ml PBS
sebanyak 3 kali. Pada pencucian terakhir pelet
digabung dan disuspensikan dalam 5 ml
media YM baru. Jumlah sel dihitung
menggunakan hemasitometer.
Pembuatan Ekstrak Daun P. minima
33NHR
Daun diekstrak dengan metode maserasi
dalam pelarut air. Daun P. minima 33NHR
dikeringkan selama 2 hari dalam rumah kaca
kemudian diblender hingga berbentuk bubuk.
1.0 g bubuk sampel diekstrak dengan 5.0 ml
dH 2O bebas ion dalam tabung sentrifuse 15 ml
dan di kocok selama 24 jam. Campuran
disentrifuse kemudian filtrat disaring dengan
filter berukuran 0.45 µm.
Pembuatan Ekstrak Geobacillus sp. 22a
Geobacillus sp. 22a diinokulasi ke dalam 600
ml media heterotrof yang ditambah natrium
selenit 10 ppm. dan diinkubasi di dalam oven
50 ºC selama 5 hari. Geobacillus sp.
dikumpulkan dengan cara sentrifugasi 10000
rpm 6 menit suhu ruang. Pelet bakteri dicuci
dengan 10 ml PBS sebanyak 3 kali. Pada
pencucian terakhir, pelet digabung kemudian
disuspensikan dalam 5 ml PBS. Selanjutnya
pelet sel disonikasi selama 20 menit pada
power level 50 dan duty cycle 0.7. Sel hasil
sonikasi kemudian disentrifuse dengan
kecepatan yang sama. Supernatan dis aring
dengan filter berukuran 0.45 µm.
Perlakuan S. cerevisiae dengan Ekstrak
Biakan S. cerevisiae BJ 3505 dipindahkan
kedalam 3 tabung Eppendorf 2 ml masingmasing sebanyak 1 ml. Tabung yang pertama
ditambahkan 1 ml dH2O bebas ion steril,
tabung kedua ditambahkan 1 ml ekstrak daun
P. minima 33NHR dan tabung ketiga
ditambahkan 1 ml ekstrak Geobacillus sp.
22a. Ketiga tabung dihomogenkan dengan
cara membalik-balikkan tabung kemudian
diinkubasi selama 12 jam pada suhu ruang.
Isolasi mRNA
Metode isolasi terdiri atas beberapa tahap
yaitu preparasi sampel sel, isolasi mRNA,
pencucian, elusi dan presipitasi mRNA .
Tahap preparasi sampel. Sel BJ 3505
yang telah diperlakukan dicuci dengan PBS
bersuhu 4 ºC sebanyak 3 kali. Pelet sel
7
disuspensikan dalam 1 ml PBS dan
dipindahkan ke tabung Eppendorf steril lalu
disentrifuse 1600 rpm selama 5 menit. Pelet
sel dilisis dengan menambahkan 1ml bufer
lisis kemudian dihomogenkan dengan pipet
tip. Lisat dilewatkan pada siringe steril yang
ujungnya terpasang jarum berukuran 21
sebanyak 3 kali.
Tahap isolasi mRNA. Lisat sel diinkubasi
pada suhu 45 ºC selama 2 jam kemudian
disentrifuse 1600 rpm selama 5 menit pada
suhu ruang. Lisat dipipet sebanyak 800 µl ke
tabung baru dan ditambahkan 55 µl larutan
stok NaCl 5 M. Campuran dihomogenkan
dengan membolak -balikkan tabung. Sisa DNA
disimgkirkan dengan mel ewatkan lisat pada
siringe steril sebanyak 4 kali. Lisat dituangkan
ke dalam tabung oligo(dT) selulosa. Tabung
ditutup dan dibiarkan selama 2 menit hingga
oligo(dT) terdispersi sempurna. Tabung
dikocok di atas rocking platform selama 60
menit pada suhu ruang. Selulosa oligo(dT)
diperoleh melalui sentrifugasi 1600 rpm
selama 5 menit pada suhu ruang. Supernatan
dibuang secara hati-hati.
Tahap pencucian. Oligo(dT) selulosa
disuspensikan dalam 1.3 ml binding buffer
selanjutnya disentrifuse 1600 rpm selama 5
menit pada suhu ruang. Tahap tersebut
diulang sebanyak 2 kali. Bufer disingkirkan
dari selulosa. Selulosa disuspensikan kembali
dalam 0.3 ml binding buffer dan dipindahkan
ke spin kolom kemudian disentrifuse 1600
rpm selama 10 detik pada suhu ruang. Kolom
dipindahkan dari tabung mikrosentrifuse dan
cairan dalam tabung dibuang. Spin kolom
ditempatkan kembali ke dalam tabung dan
ditambahkan 500 µl binding buffer kemudian
disentrifuse 1600 rpm 10 detik suhu ruang.
Tahap ini diulang lagi sebanyak 3 kali.
Selanj utnya ditambahkan 200 µl Low Salt
Wash Buffer ke dalam kolom. Selulosa dan
buffer dihomogenkan dengan pipet tip steril
dan disentrifuse 1600 rpm 10 detik suhu
ruang.
Tahap elusi dan presipitasi mRNA. Spin
kolom
ditempatkan
dalam
tabung
mikrosentrifuse yang baru. Sebanyak 100 µl
elution buffer dicampurkan ke dalam selulosa
dengan menggunakan pipet tip steril. Tabung
dan isinya disentrifuse 1600 rpm selama 10
detik suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan
kembali 100 µl elution buffer ke kolom,
dihomogenkan dan disentrifuse lagi selama 10
detik. Kolom dipindahkan dan dalam tabung
berisi 200 µl sampel mRNA. mRNA
diendapkan dengan menambahkan 30 µl
sodium asetat 2 M dan 600 µl etanol absolut
dan 100 µl glikogen carrier 2 mg/ml lalu
dibekukan dalam freezer. Sampel mRNA
dicairkan dan disentrifuse 12000 rpm selama
15 menit pada 4 ºC. Supernatan (etanol)
dibuang, disentrifuse singkat dan sisa etanol
yang tertinggal dikeringanginkan dengan
membuka tutup tabung. Pelet disuspensikan
dalam 10 µl elution buffer.
RT-PCR
Reaksi terdiri atas dua tahap yaitu sintesis
cDNA dan PCR dalam satu tabung dengan
menggunakan primer spesifik gen yang
diinginkan.
Sintesis
cDNA
diawali
dengan
menyiapkan master mix dalam tabung
Eppendorf 1.5ml, masing-masing berisi 75 µl
2X Reaction Buffer, 3 µl RT Platinum taq
mix, 60 µl dH2O bebas ion steril, primer
pho85 kiri dan pho85 kanan masing-masing 3
µl. Primer yang digunakan dalam reaksi:
pho85 kiri
:
5’CAACGACCACCAAGAGACCT 3’
pho85 kanan
:
5’AAACCAAGGGTGATGCAGAG 3’
Selanjutnya disiapkan 3 buah tabung PCR
Tabung 1 merupakan blanko, berisi 2 µl
templat mRNA S. cerevisiae-dH2O, tabung 2
berisi 2 µl templat mRNA S. cerevisiaePhysalis minima 33NHR sedangkan tabung 3
berisi 2 µl templat mRNA S. cerevisiaeGeobacillus sp. 22a Tabung 1, 2 dan 3
masing-masing ditambahkan master mix
sebanyak 48 µl. Total volume dalam tabung
menjadi 50 µl. Sampel dimasukkan dalam
mesin PCR dan diset pada hold suhu 50 ºC
selama 30 menit untuk sintes is cDNA. Reaksi
diakhiri dengan menekan tombol stop.
Kemudian masuk ke siklus PCR yang telah
diprogram.
Tabel 1 Pengaturan suhu dan siklus PCR
predenaturasi
denaturasi
penempelan
pemanjangan
Pemanjangan
tambahan
Suhu
(ºC)
94
94
56
72
Waktu
mm:ss
4:00
0:30
0:30
0:30
Banyaknya
siklus
1 siklus
72
7:00
1 siklus
40 siklus
Elektroforesis Gel Agarosa
Analisis hasil RT -PCR dilakukan dengan
elektroforesis menggunakan gel agarosa 1.5%.
Agarosa sebanyak 0.9 g dilarutkan dalam
bufer TAE 2X sampai volumenya mencapai
60 ml dengan cara dipanaskan di atas hot
plate sampai jernih. Kemudian larutan
ditambah 1.2 µl EtBr hingga merata dan
8
segera dituangkan dalam cetakan gel. Setelah
gel memadat, sisir (comb) diangkat, lalu gel
dipindahkan ke tangki elektroforesis yang
berisi bufer TAE 2X.
Sampel hasil PCR sebanyak 15 µl
dicampur dengan 3 µl blue juice dan Stok
Marker 100bp ladder sebanyak 15 µl
dimasukkan ke dalam sumur gel untuk
dirunning. Elektroforesis dilakukan pada bufer
TAE 2X dengan tegangan 90 volt selama 1
jam. Selesai elektroforesis gel divisualisasikan
pada lampu ultraviolet (UV) dan difoto
dengan kamera polaroid.
Pengukuran Konsentrasi Produk PCR dan
Pita DNA
Produk PCR sebanyak 4 µl diencerkan hingga
1 ml dengan dH 2O bebas ion dan dibaca
absorbans pada panjang gelombang 260 nm.
Intensitas pita DNA hasil elektroforesis diukur
dengan Bio Rad Count TM Software.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis similaritas Homo sapien CDK5
dengan S. cerevisiae PHO85
Sekuen gen Homo sapiens cdk5 diperoleh
dari GenBank dengan nomor akses
NM_004935. Gen CDK5 tersusun atas 1143
basa nukleotida. Coding sekuen dimulai dari
basa ke 62 sampai 940 yang
akan
ditranslasikan menjadi protein cyclindependent kinase 5. Sekuen gen cdk5 dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Pembandingan sekuen asam amino
menggunakan program BLASTP. Hasil
pembandingan sekuen asam amino Hs_CDK5
menunjukkan similaritas yang signifikan
dengan protein PHO85 Saccharomyces
cerevisiae. PHO85 menempati urutan 1, 2,
dan 3 pada hasil BLAST kemudian disusul
CDC28 dan KIN28.
Pensejajaran sekuen asam amino CDK5
dan sekuen protein PHO85 menunjukkan
keidentikan sebesar 55% dan angka kesamaan
mencapai 71% (Lampiran 5). Nilai ini tidak
jauh berbeda dengan pernyataan Huang et al.
1999 dalam tulisannya yang menyebutkan
bahwa PHO85 m erupakan homolog Cyclin
dependent kinase 5 (CDK5) Homo sapien
dengan keidentikan sebesar 56% dan 72%
kemiripan
pada level asam amino.
Ketersediaan database dan pemilihan bank
data pada saat mengakses berpengaruh pada
hasil pensejajaran sekuen.
Sekuen gen pho85 dapat diakses dengan
kode Y00867. Gen ini terletak dalam
kromosom XVI S. cerevisiae dan mengkode
protein dengan kode akses CAA68773.1 dan
CAA68774.1 (urutan ke-1 dan 3 BLASTP
CDK5). PHO85 tersusun atas 305 asam amino
dengan bobot molekul 34.9 kD. Sekuen gen
pho85 dapat dilihat di Lampiran 6.
Metode pensejajaran sekuen protein ini
digunakan berdasarkan kenyataan bahwa
sekuen protein dapat berbeda sedikit tetapi
memiliki fungsi yang sama. Persen similaritas
yang tinggi menunjukkan homologi fungsi
protein tersebut.
Desain Primer
Program primer3 menghasilkan primer
pho85 kiri yaitu 5’CAA CGA CCA CCA
AGA GAC CT 3’ dan untuk primer pho85
kanan 5’ AAA CCA AGG GTG ATG CAG
AG 3’. Tm primer pho85 kiri dan pho85
kanan masing-masing 60.15 dan 60.11 ºC.
Pho85 kiri menempel pada basa nukleotida ke
844 sedangkan pho85 kanan menempel pada
993 sehingga diperoleh produk PCR
berukuran 150 pasang basa (Lampiran 7).
Output primer3 pho85 tersebut memenuhi
syarat dari segi panjang primer, perbedaan
panjang primer, perbedaan Tm kedua primer
dan komposisi basa G+C. Panjang kedua
primer pho85 masing-masing 20 nukleotida
sedangkan yang disyaratkan antara 18 sampai
25 nukleotida. Perbedaan panjang kedua
primer 0 pb sedangkan syaratnya 3 pb.
Perbedaan Tm kedua primer memenuhi syarat
<5 ºC yaitu hanya 0.04 ºC. Komposisi basa
G+C lebih dari 50% memenuhi syarat 4060%. Tetapi pho85 kiri tidak memenuhi syarat
dalam hal basa ujung 3’ berupa timin. Ujung
3’ kedua primer seharusnya G atau C agar
stabilitasnya cukup karena ikatan G-C lebih
kuat daripada A-T. Selain itu juga terdapat
basa komplemen sebanyak 4 pasang basa.
Adanya basa komplemen ini memungkinkan
terjadinya primer dimer.
Disain primer pho85 yang dihasilkan diuji
dengan program BLASTN untuk konfirmasi
homologinya terhadap gen lain. Hasil Blast
primer menunjukkan homologi dengan S.
cerevisiae, Human dan Oryza sativa. Primer
memiliki homologi paling tinggi dengan
khamir pho85 dengan keidentikan 100%.
Seluruh sekuen primer menempel sempurna
pada gen tersebut. (Lampiran 8). Sekuen
primer ini cukup baik untuk digunakan
berdasarkan syarat-syarat primer spesifik dan
didukung oleh hasil BLASTN.
9
Apoptosis Sel S. cerevisiae BJ 3505
S. cerevisiae BJ 3505 menampakkan
perubahan bentuk dan ukuran sel menjadi
lebih kecil (petite) setelah diinkubasi selama
12 jam dalam ekstrak daun P. minima 33NHR
maupun ekstrak Geobacillus sp. 22a. Jumlah
sel petite terhadap sel normal dalam satu luas
bidang pandang relatif lebih banyak pada sel
setelah perlakuan dibandingkan dengan
blanko. Jumlah sel petite terhadap sel normal
pada perlakuan Geobacillus sp. 22a relatif
lebih sedikit dibandingkan ekstrak P. minima
33NHR (Gambar 4, a/2, b/2, c/2). Sel petite
merupakan indikasi sel mengalami apoptosis.
Souhoka (2005) menyatakan bahwa
ekstrak ciplukan 33NHR menghasilkan
frekuensi sel petite terhadap sel normal
berkisar
antara
3.5-12%
bervariasi
berdasarkan pelarut yang digunakan. Nilai
persentase petite setelah perlakuan ekstrak
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
yang hanya berkisar antara 0.09-2%.
Menurut Wyllie dalam Jalal (1999), sel
yang mengalami apoptosis memperlihatkan
karakteristik morfologi berupa pengerutan sel,
ukuran sel menjadi lebih kecil dan sitoplasma
lebih padat. Hasil penelitian ini mendukung
pernyataan Wylley. Sel dengan perlakuan
tampak berwarna lebih gelap setelah diberi
pewarnaan cepat dengan kristal violet
(Gambar 4, a/1, b/1, c/1) dan berukuran lebih
kecil dibandingkan dengan sel normal atau
blanko. Kondensasi sel dan sitoplasma yang
memadat diduga sebagai penyebabnya.
Sel petite juga terlihat pada blanko. Hal ini
wajar terjadi karena sel secara normal
menjalani proses apoptosis untuk membuang
sel-sel yang sudah tidak diperlukan, tua atau
rusak dan untuk mengatur pertumbuhan serta
perkembangan sel secara tepat. Sel
mengaktifkan program penghancuran terhadap
diri sendiri. Kemampuan untuk menjalankan
program bunuh diri seperti ini merupakan
kemampuan fundamental sel sebagaimana
kemampuan sel untuk membelah secara
mitosis.
Karakteristik lain yaitu pembentukan
gelembung apoptotik dan badan apoptosis. Sel
apoptosis
mula -mula
memperlihatkan
gelembung-gelembung
sitoplasma
dan
kemudian terbagi-bagi menjadi gelembunggelembung kecil terbungkus oleh membran
sitoplasma. Hasil pengamatan tidak berhasil
mendeteksi adanya badan apoptosis. Badan
apoptosis ini sulit diamati karena badan
apoptosis yang terbentuk segera difagositosis
oleh sel di dekatnya kemudian dihancurkan di
dalam lisosom.
(a/1)
(b/1)
(c/1)
(a/2)
(b/2)
(c/2)
Gambar 4 Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 setelah perlakuan. a= blanko BJ 3505, b= BJ 3505ekstrak Physalis minima 33NHR, c= BJ 3505-ekstrak Geobacillus sp. 22a. 1= preparat
fiksasi, 2= preparat lekapan basah. Tanda panah menunjukkan sel petite. Perbesaran
100X.
10
Isolasi mRNA
Sel khamir memiliki dinding sel sehingga
lebih sulit dilisis dari pada sel bakteri.
Keberhasilan mengisolasi mRNA dari sel
khamir dipengaruhi oleh keberhasilan dalam
melisis sel khamir.
Sel khamir dilisis dengan menambahkan
buffer lisis yang berisi SDS dan protein/Rnase
degrader. SDS akan melarutkan lipid yang
merupakan komponen dinding sel dan
membran sel, sedangkan protein/RNase
degrader akan memecah protein dan
menginaktifkan RNase yang dapat merusak
RNA. Polisakarida, protein dan DNA
dipisahkan dari RNA dengan melewatkan lisat
pada siringe dengan jarum berukuran 21.
Pengikatan mRNA melalui penambahan
oligo(dT). Oligo(dT) akan spesifik berikatan
dengan mRNA yang memiliki poli-A pada
ujung 3’ OH. Pengikatan mRNA dibantu
dengan penambahan NaCl dan pengocokan
diatas rotator. Pencucian resin mRNA
menggunakan Low Salt Wash Buffer yang
akan
menghilangkan
sisa
SDS
dan
kontaminan RNA berupa rRNA. Selanjutnya
mRNA dielusi dengan elution buffer dan
diendapkan dengan etanol absolut. mRNA
hasil isolasi ini digunakan sebagai templat
untuk RT -PCR.
dibandingkan blanko. Hasil pengukuran
spektrofotometer ini memperlihatkan indikasi
bahwa ekstrak air P. minima 33NHR dan
Geobacillus sp. 22a menekan ekspresi gen
pho85 S. cerevisiae.
Gambar 6 menunjukkan hasil uji ekspresi
gen pho85 pada S. cerevisiae dalam gel
agarosa. Sampel pada sumur 1, 3, dan 5
merupakan ekspresi gen pho85 yang
ditunjukkan oleh pita berukuran 150 pb. Dari
gambar tersebut terlihat bahwa intensitas pita
blanko lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan, berarti ekstrak air P. minima
maupun ekstrak air Geobacillus sp. 22a
menghambat ekspresi pho85 pada sel
apoptosis S. cerevisiae BJ 3505. Pengamatan
secara visual pada agarosa tidak dapat
membedakan secara jelas intensitas antara
PM-pho85 dan GB-pho85, oleh karena itu
diperlukan analisis intensitas pita secara
semikuantitatif.
Intensitas
pita
pho85
secara
semikuantitatif disajikan pada Gambar 7.
Intensitas pita GB-pho85 lebih tinggi
dibandingkan dengan PM -pho85 tetapi
keduanya lebih rendah dibandingkan blanko.
Ekstrak air P. minima 33NHR mampu
menekan ekspresi gen pho85 hingga 34.87%
sedangkan Geobacillus sp. 22a hanya 15.00%.
1.200
Uji ekspresi gen diawali dengan
pembuatan cDNA dari templat mRNA
dilanjutkan dengan amplifikasi menggunakan
PCR yang berlangsung pada satu tabung.
Pembuatan utas cDNA dibantu oleh enzim
reverse transcriptase dengan pemanasan pada
suhu 50 ºC selama 30 menit, selanjutnya
enzim dinonaktifkan dengan pemanasan 94 ºC
selama 4 menit sebaliknya enzim Taq
Polimerase menjadi aktif. cDNA dipisahkan
dari templat dengan pemanasan 94 ºC selama
30 detik. Primer spesifik gen pho85 menempel
pada utas cDNA pada pemanasan 56 ºC
selama 30 detik. Proses pemanjangan oleh
Platinum Taq Polimerase berlangsung pada
suhu 72 ºC selama 30 detik. Proses ini terus
berulang sampai 40 siklus. Pada akhir proses
amplifikasi diberikan pemanjangan tambahan
pada suhu 72 ºC selama 7 menit.
Konsentrasi
fragmen
DNA
hasil
amplifikasi diukur pada panjang gelombang
260 nm (Gambar 5). Konsentrasi DNA pada
sel yang diberikan ekstrak P. minima 33NHR
(PM) memiliki kecenderungan lebih tinggi
dari sel yang diberi ekstrak Geobacillus sp.
22a (GB) tetapi keduanya lebih rendah
1.000
[DNA] µg/µL]
Penurunan Ekspresi Gen pho85
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
Blanko pho85
PM-pho85
GB-pho85
Gambar 5 Diagram konsentrasi produk PCR
pada sampel setelah perlakuan.
(metode spektrofotometri).
Gambar 6 Pola pita ekspresi gen pho85 pada
sel uji S. cerevisiae setelah
perlakuan. Mk= marker, 1= blanko
pho85 ,
3=
PM_pho85,
5=
GB_pho85.
11
20
15
10
5
0
blanko PHO85
Gambar 7
PHO85-PM
PHO85-GB
Diagram intensitas pita pho85
setelah perlakuan. (Metode Bio
Rad Count TM Software).
Pengukuran intensitas pita lebih akurat
untuk menunjukkan perubahan ekspresi pho85
dibandingkan pengukuran konsentrasi DNA
produk PCR dengan spektrofotometer. Produk
PCR tidak dimurnikan terlebih dahulu
sehingga
keberadaan
primer
dimer
kemungkinan
juga
terbaca
oleh
spektrofot ometer. Sedangkan pengukuran
intensitas pita lebih spesifik menunjuk pada
satu jenis DNA yaitu fragmen pho85 yang
terlihat sebagai pita berukuran 150 pb.
Bakteri termofil Geobacillus sp. 22a
memiliki kadar Se yang lebih tinggi dari pada
P. minima 33NHR (Tabel 2), tetapi ternyata
ekstrak air P. minima 33NHR lebih memicu
apoptosis sel terlihat dari penghambatan
ekspresi pho85 yang lebih baik. Bentuk
senyawa Se yang beragam diduga sebagai
kata kunci yang bisa menjelaskan fenomena
tersebut.
Sampel yang diekstrak dengan air mampu
menarik banyak spesies selenium termasuk di
dalamnya yaitu selenometionin (Encinar et al.
2003). Selenometionin menjadi prekursor
untuk pembentukan metilselenol yang
merupakan metabolit aktif untuk memicu
apoptosis sel (Ganther 1999; Whanger 2002).
Metabolit tersebut yang diduga memicu
apoptosis sel S. cerevisiae BJ 3505 melalui
penghambatan ekspresi pho85 dalam waktu
12 jam inkubasi. Secara skematis, mekanisme
dapat dilihat pada Gambar 8.
Protein PHO85 merupakan protein
fosforilase yang berperan dalam pembentukan
energi intraseluler. Ekspresi Pho85 yang
berkurang akan menyebabkan protein PHO85
juga berkurang. Berkurangnya protein ini
menyebabkan penurunan regenerasi energi
intraseluler.
Protein
PHO85
yang
berkurang
mengakibatkan terjadinya akumulasi glikogen
dan meningkatnya aktivitas APase. Glikogen
Sintase b kurang aktif diubah menjadi bentuk
aktifnya yaitu Glikogen Sintase a oleh protein
Fosfatase yang memindahkan gugus fosfat
dari residu serin (Lehninger 1982). Aktifnya
Glikogen Sintase menyebabkan Glikogen
Fosforilase menjadi tidak aktif. Laju
pembentukan
glikogen
lebih
dominan
sehingga pembentukan ATP melalui glikolisis
menjadi terhambat. Hal ini jelas akan
mengurangi ketersediaan ATP seluler.
Jumlah ATP seluler mempengaruhi
kondisi sel. Konsentrasi ATP antara 50-100%
dapat menyebabkan sel mengalami kematian
secara apoptosis. Pada populasi sel dengan
konsentrasi ATP 30-50% kematian sel dapat
terjadi secara apoptosis dan nekrosis. Ketika
konsentrasi ATP menjadi 30% sel mati karena
nekrosis (Leist et al. 1998). Sel yang
kekurangan energi seluler ATP akan menjadi
lemah, tidak mempunyai cukup energi untuk
melakukan pembelahan sel sehingga sel
mengkerut, ukurannya menjadi kecil (petite).
Sel petite merupakan indikasi terjadinya
apoptosis.
Tabel 2 Kadar Se sampel
kode
Se (ppm)
33NHR*
3.04
22a**
40.55
Sumber: * Souhoka (2005)
**LIPI (inpress )
ekstrak
transkripsi
SM
PHO85
defosforilasi
Energi
seluler
apoptosis
Gambar 8
Mekanisme apoptosis melalui
penghambatan ekspresi pho85.
12
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak air daun P. minima 33NHR dan
bakteri Geobacillus sp. 22a meningkatkan sel
petit sebagai indikator sel apoptosis. Sel
apoptosis S. cerevisisiae memperlihatkan
adanya penurunan pada ekspresi gen pho85 .
Hal ini menunjukkan bahwa apoptosis
disebabkan penurunan pho85 oleh senyawa
kaya selenium yang terdapat di dalam ekstrak
air daun P. minima 33NHR dan bakteri
Geobacillus sp. 22a.
Pada penelitian selanjutnya disarankan
untuk dilakukan freeze-drying sebelum
ekstraksi sampel bakteri dan pengujian
pengaruh ekstrak terhadap gen-gen apoptosis
lain seperti aif1, cdc48, aip, yca pada S.
cerevisiae dan apo3, cdk5 pada sel kanker
mamalia.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2004. Ciplukan untuk diabetes.
http://www.suaramerdeka.com. [27 Juni
2004].
[Anonim].
2005.
Bioinformatika.
http://www.wikipedia.com. [5 januari
2006]
Dilaga SH. 1992. Nutrisi Mineral pada
Ternak. Kajian Khusus Unsur Selenium .
Jakarta: Akademika Presindo.
Dong Y, Ganther HE, Stewart C, and Ip C.
2002. Identification of molecular targets
associated with selenium-induced growth
inhibition in human breast cells using
cDNA microarrays. Cancer Research 62:
708-714.
Encinar JR, Kaszynska MS, Polatajko A
Vacchina
V,
Szpunar
J.
2003.
Methodological advances for selenium
speciation analysis in yeast. Analytica
Chimica acta 500: 171-183.
Ganther HE. 1999. Selenium metabolism,
selenoproteins and mechanisms of cancer
prevention: complexities with thioredoxin
reductase. Carcinogenesis 20(9): 1657 1666.
Huang D, Patrick G, Moffat J, Tsai Li-Huei,
and Andrews B. 1999. Mammalian Cdk5
is a functional homologue of the budding
yeast Pho85 cyclin-dependent protein
kinase. PNAS 96 (25): 14445-14450.
Indrajaya, Warganegara FM, Akhmaloka.
2003.
Isolasi
dan
identifikasi
mikroorganisme termofil isolat kawah
Wayang. J Mirobiol Ind: 53-56.
Jalal EA. 1999. Apoptosis dan dasar
molecular kematian sel terprogram.
Journal Kedokteran YARSI 7(1): 35-41.
Lehninger AL. 1982. Dasar -dasar Biokimia.
Jilid 2. Thenawijaya M, penerjemah.
Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari:
Principles of Biochemistry.
Leist M, Kuhnle S, Sigle B, Nicotera P. 1998.
Differentiation betwen apoptotic and
necrotic cell death detection ELISA or
annexin V staining. Biochemica 2: 35-38.
Lobinski R, Edmonds JS, Suzuki KT, Uden
PC. 2000. Species-selective determination
of selenium compounds in biological
material. Pure Appl. Chem. 72(3): 447461.
Madeo F, Engelhardt S, Herker E, Lehmann
N, Maldener C, Proksch A, wising S,
Frohlich K. 2002. Apoptosis in yeast: a
new model system with application in cell
biology and medicine. Curr. Genet. 41:
208-216.
Nishizawa M, Tanabe M, Yabuki N, Kitada
K, Toh-e A. 2000. Pho85 kinase a yeast
cyclin-dependent kinase regulates the
expression of UGP1 encoding UDPglukosaphyrophosphorylase. Yeast 18 (3):
239-249.
Newton CR, Graham A. 1994. PCR. UK: Bios
Scientific Publisher.
Paturau JM. 1982. By Product of the Cane
Sugar Iindustry. Amsterdam: Elsevier.
Reed CJ. 2000. Mechanisms of Apoptosis.
American Journal of Pathology. 157:14151430.
Sambrook JE, Fritsch F, and Maniatis T.
1989. Moleculer Cloning A Laboratory
Manual 2rd edition. New York: Cold
Spring Harbor Lab. Press.
Sauhoka D. 2005. Penapisan Herba Vulkanis
Pegunungan Rinjani untuk Modulasi
Apoptosis [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institute Pertanian Bogor.
Sinha R, El-Bayoumi K. 2005. Molecular
chemoprevention by selenium: A genomic
approach. Artikel. Elseiver.
13
Unni E, Koul D, Yung WA, Sinha R. 2005.
Se-methylselenocysteine
inhibits
phosphat idylinositol 3-kinase activity of
mouse mamary ephithelial tumor cells in
vitro.Breast Cancer Research 7(5): 699 707).
Watson JD, Gilman M, Witkowski J, Zoller
M. 1992. Recombinant DNA. 2nd ed. New
York: WH Freeman & Co.
Whanger PD. 2002. Selenocompounds in
plants and animals and their biological
significance. J Am Coll Nutr 21(3): 223 232.
WHO. 1987. Selenium Environmental Health
Criteria 58. Geneva: WHO
14
LAMPIRAN
15
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Geobacillus 22a
Daun Physalis minima 33NHR
Dikeringkan, dihaluskan
inkubasi 50ºC 5 hari
sentrifuse
bubuk simplisia
Pelet dalam PBS
Ekstraksi dengan dH 2O
Maserasi selama 24 jam,
Sentrifuse
Ekstraksi dengan sonikasi
Sentrifuse
pelet
pelet
Supernatan
Supernatan
Perlakuan ke sel khamir BJ 3505
Selama 12 jam
Pengamatan mikroskopis
Sel petite
Isolasi mRNa
RT-PCR
Pengukuran produk PCR
elektroforesis gel Agarosa 1,5%
Pengukuran intensitas
pita DNA
16
Lampiran 2 Diagram alir perlakuan sel BJ 3505
1,45 X 107 sel BJ
3505/mL dalam 5 mL
media YM
1 mL kultur sel khamir
BJ 3505 + 1 mL dH2O
free ion steril
1 mL kultur sel khamir
BJ 3505 + 1 mL
ekstrak daun ciplukan
33NHR
Inkubasi suhu ruang
selama 12 jam
Isolasi mRNA
Penghitungan jumlah sel khamir BJ 3505
Jumlah sel
= jumlah sel terhitung X fp
Volume chamber
= (15 +15 + 9+19) /4 x 10 4
10-4 m l
= 1,45 X 107 sel/ml
1 mL kultur sel khamir
BJ 3505 + 1 mL
ekstrak Geobacillus
22a
17
Lampiran 3 Diagram alir isolasi mRNA dengan microFastTrack 2.0 Kit
microFastTrack 2.0 Kit
1,45x107
Kultur sel
Lisis dengan detergen dan
RNA/Protein Degrader
Pengikatan dengan
oligo(dT) selulosa
Pencucian dengan Low Salt
Wash Buffer
Elusi dalam spin kolom
mRNA untuk sintesis cDNA, RT-PCR
18
Lampiran 4 Sekuen gen cdk5
1: NM_004935. Homo sapiens cycl...[gi:38454327]
LOCUS
NM_004935
1143 bp mRNA linear PRI 06-N O V-2005
DEFINITION
Homo sapiens cyclin- dependent kinase 5 (CDK5), mRNA.
ACCESSION
NM_004935
VERSION
NM_004935.2 GI:38454327
KEYWORDS .
SOURCE
Homo sapiens (human)
ORGANISM
Homo sapiens
Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi;
Mammalia; Eutheria; Euarchontoglires; Primates; Catarrhini;
Hominidae; Homo.
REFERENCE
1 (bases 1 to 1143)
AUTHORS
Rademakers,R., Sleegers,K., Theuns,J., Van den Broeck,M., Bel
Kacem,S., Nilsson,L.G., Adolfsson,R., van Duijn,C.M., Van
Broeckhoven,C. and Cruts,M.
TITLE
Association of cyclin- dependent kinase 5 and neuronal activators
p35 and p39 complex in early-onset Alzheimer's disease
JOURNAL
Neurobiol. Aging 26 (8), 1145-1151 (2005)
PUBMED
15917097
REMARK
GeneRIF: role of the CDK5 molecular complex in the genetic etiology
of early-onset Alzheimer disease; a yet unknown functional variant
in CDK5 or in a nearby gene might lead to increased susceptibility
for early -onset Alzheimer disease
REFERENCE
2 (bases 1 to 1143)
AUTHORS
Luo,S., Vacher,C., Davies,J.E. and Rubinsztein,D.C.
TITLE
Cdk5 phosphorylation of huntingtin reduces its cleavage by
caspases: implications for mutant huntingtin toxicity
JOURNAL
J. Cell Biol. 169 (4), 647-656 (2005)
PUBMED
15911879
REMARK
GeneRIF: These data predict that the ability of cdk5
phosphorylation to protect against htt cleavage, aggregation, and
toxicity is compromised in cells expressing toxic fragments of htt.
REFERENCE
3 (bases 1 to 1143)
AUTHORS
Hamdane,M., Bretteville,A., Sambo,A.V., Schindowski,K., Begard,S.,
Delacourte,A., Bertrand,P. and Buee,L.
TITLE
p25/Cdk5-mediated retinoblastoma phosphorylation is an early event
in neuronal cell death
JOURNAL
J. Cell. Sci. 118 (PT 6), 1291-1298 (2005)
PUBMED
15741232
REMARK
GeneRIF: an early event in neuronal cell death is p25/Cdk5-mediated
retinoblastoma phosphorylation
REFERENCE
4 (bases 1 to 1143)
AUTHORS
Rosales,J.L., Ernst,J.D., Hallows,J. and Lee,K.Y.
TITLE
GTP-dependent secretion from neutrophils is regulated by Cdk5
JOURNAL
J. Biol. Chem. 279 (52), 53932-53936 (2004)
PUBMED
15492003
REMARK
GeneRIF: data suggest that Cyclin- dependent kinase 5 (Cdk5)- Cdk5
Activator p35 is required to elicit the maximum GTP-induced
secretory response from neutrophils
.
FEATURES
Location/Qualifiers
source
1..1143
/organism="Homo sapiens"
/mol_type="mRNA"
/db_xref="taxon:9606"
/chromosome="7"
/map="7q36"
gene
1..1143
/gene="CDK5"
/note="synonym: PSSALRE"
/db_xref="GeneID:1020"
/db_xref="HGNC:1774"
19
Lanjutan
CDS
STS
/db_xref="HPRD:00449"
/db_xref="MIM:123831"
62..940
/gene="CDK5"
/EC_number="2.7.1.-"
/note="go_function: ATP binding [goid 0005524] [evidence
IEA];
go_function: nucleotide binding [goid 0000166] [evidence
IEA];
go_function: transferase activity [goid 0016740] [evidence
IEA];
go_function: protein -tyrosine kinase activity [goid
0004713] [evidence IEA];
go_function: cyclin- dependent protein kinase activity
[goid 0004693] [evidence TAS] [pmid 8090221];
go_process: cell cycle [goid 0007049] [evidence IEA];
go_process: cell division [goid 0051301] [evidence IEA];
go_process: cell proliferation [goid 0008283] [evidence
TAS] [pmid 8090221];
go_process: protein amino acid phosphorylation [goid
0006468] [evidence IEA]"
/codon_start=1
/product="cyclin- dependent kinase 5"
/protein_id="NP_004926.1"
/db_xref="GI:4826675"
/db_xref="GeneID:1020"
/db_xref="HGNC:1774"
/db_xref="HPRD:00449"
/db_xref="MIM:123831"
/translation="MQKYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGV
PSSALREICLLKELKHKNIVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCNGDLDPEI
VKSFLFQ LLKGLGFCHSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSA
EVVTLWYRPPDVLFGAKLYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRL
LGTPTEEQWPSMTKLPDYKPYPMYPATTSLVNVVPKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRIS
AEEALQHPYFSDFCPP"
967..1092
/gene="CDK5"
/standard_name="SGC30025"
/db_xref="UniSTS:4723"
ORIGIN
1 tgcaacgccg gggccagagt cttaaaaccg agggcccgca ggggtccccg cggccgccgc
61 gatgca gaaa tacgagaaac tggaaaagat tggggaaggc acctacggaa ctgtgttcaa
121 ggccaaaaac cgggagactc atgagatcgt ggctctgaaa cgggtgaggc tggatgacga
181 tgatgagggt gtgccgagtt ccgccctccg ggagatctgc ctactcaagg agctgaagca
241 caagaacatc gtcaggcttc atgacgtcct gcacagcgac aagaagctga ctttggtttt
301 tgaattctgt gaccaggacc tgaagaagta ttttgacagt tgcaatggtg acctcgatcc
361 tgagattgta aagtcattcc tcttccagct actaaaaggg ctgggattct gtcatagccg
421 caatgtgcta cacagggacc tgaagcccca gaacctgcta ataaacagga atgggga gct
481 gaaattggct gattttggcc tggctcgagc ctttgggatt cccgtccgct gttactcagc
541 tgaggtggtc acactgtggt accgcccacc ggatgtcctc tttggggcca agctgtactc
601 cacgtccatc gacatgtggt cagccggctg catctttgca gagctggcca atgctgggcg
661 gcctcttttt cccggcaatg atgtcgatga ccagttgaag aggatcttcc gactgctggg
721 gacgcccacc gaggagcagt ggccctctat gaccaagctg ccagactata agccctatcc
781 gatgtacccg gccacaacat ccctggtgaa cgtcgtgccc aaactcaatg ccacagggag
841 ggatctgctg cagaaccttc tgaagtgtaa ccctgtcca g cgtatctcag cagaagaggc
901 cctgcagcac ccctacttct ccgacttctg tccgccctag gccccgggac ccccggcctc
961 caggctgggg cctggcctat ttaagccccc tcttgagagg ggtgagacag tgggggtgcc
1021 tggtgcgctg tgctccagca gtgctgggcc cagccggggt ggggtgcctg agcccgaatt
1081 tctcactccc tttgtggact ttatttaatt tcataaattg gctcctttcc cacagtcaaa
1141 aaa
20
Lampiran 5 BLASTP CDK5
BLASTP 2.2.12 [Aug-07-2005]
Reference :
Altschul, Stephen F., Thomas L. Madden, Alejandro A. Schäffer,
Jinghui Zhang, Zheng Zhang, Webb Miller, and David J. Lipman
(1997), "Gapped BLAST and PSI - BLAST: a new generation of
protein database search programs", Nucleic Acids Res. 25:3389-3402.
RID: 1129781606-1255-32968354980.BLASTQ1
Database: All non-redundant GenBank CDS
translations+PDB+SwissProt+PIR+PRF excluding environmental samples
2,934,173 sequences; 1,011,751,523 total letters
Query= (292 letters)
Related Structures
Sequences producing significant alignments:
gi|4170|emb|CAA68774.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae]
Score E
(Bits) Value
330 3e-91
gi|6325226|ref|NP_015294.1| Cyclin - dependent kinase, with ten... 327 2e-90
gi|295932|emb|CAA68773.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae]
327 2e-90
gi|6319636|ref|NP_009718.1| Catalytic subunit of the main cel... 327
2e-90
gi|6320095|ref|NP_010175.1| Serine/threonine protein kinase, ... 209
5e-55
gi|6322710|ref|NP_012783.1| Catalytic (alpha) subunit of C-te... 202
8e-53
gi|6325419|ref|NP_015487.1| Cyclin (Bur2p)- dependent protein ... 188
gi|171533|gb|AAA34613.1| FUS3 protein
186 4e-48
1e-48
gi|6319455|ref|NP_009537.1| Mitogen- activated protein kinase ... 186 4e-48
gi|6321819|ref|NP_011895.1| Serine/threonine MAP kinase invol... 172 8 e-44
gi|299627|gb|AAB26249.1| Mpk1p=mitogen-activated protein kina... 171 2e-43
gi|295611|gb|AAA34680.1| HOG1 protein
171 2e-43
gi|6323142|ref|NP_013214.1| Mitogen- activated protein kinase ... 171 2e-43
gi|1256876|gb|AAB67558.1| Hog1p: Mitogen-activated and osmose... 171 2e-43
gi|6321477|ref|NP_011554.1| Mitogen- activated protein kinase ... 169 5e-43
gi|6325215|ref|NP_015283.1| Cyclin - dependent protein kinase, ... 167 4e-42
gi|1351369|sp|P39073|UME5_YEAST Meiotic mRNA stability protei... 167 4e-42
gi|45269878|gb|AAS56320.1| YMR139W [Saccharomyces cerevisiae]
154 2e-38
gi|6323788|ref|NP_013859.1| Protein kinase required for signa... 154 2 e-38
gi|295639|gb|AAA16206.1| protein-serine kinase
154 3 e-38
gi|6325311|ref|NP_015379.1| Middle sporulation-specific mitog... 149 6e-37
gi|6322688|ref|NP_012761.1| Mpk1-like protein kinase; associa... 147 4e-36
gi|726282|gb|AAA74429.1| Mrk1p
127 2e-30
gi|6320124|ref|NP_010204.1| Glycogen synthase kinase 3 (GSK -3... 127
2 e-30
gi|6322154|ref|NP_012229.1| Alpha catalytic subunit of casein... 122 8e-29
gi|3415|emb|CAA42788.1| protein kinase [Saccharomyces cerevisiae 116 5e-27
gi|6322366|ref|NP_012440.1| Mitogen- activated protein (MAP) k... 116 5e-27
gi|218490|dbj|BAA01226.1| Ssp31 protein kinase [Saccharomyces ce 116 5e-27
gi|6324635|ref|NP_014704.1| Alpha' catalytic subunit of casei... 113 5 e-26
gi|6319328|ref|NP_009411.1| Protein kinase of the Mitotic Exi... 112 8e-26
gi|298025|emb|CAA43041.1| CDC15 [Saccharomyces cerevisiae] >g... 112 8e-26
gi|10383805|ref|NP_009998.2| MAP kinase kinase kinase of the ... 111
gi|6322320|ref|NP_012394.1| Serine-threonine protein kinase t... 108
2e-25
2e-24
gi|6322748|ref|NP_012821.1| Nim1p-related protein kinase that... 104 2e-23
gi|6324444|ref|NP_014513.1| Protein kinase related to mammali... 103 5e-23
21
Lanjutan
Aligment
>
gi|4170|emb|CAA68774.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae]
Length=302
Score = 330 bits (845), Expect = 3e-91
Identities = 167/299 (55%), Positives = 214/299 (71%), Gaps = 12/299 (4%)
Query 1
Sbjct 1
Query 61
Sbjct 60
Query 116
Sbjct 120
Query 176
Sbjct 180
Query 236
Sbjct 239
>
MQKYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGVPSSALREICLLKELKH 60
M ++++LEK+G GTY TV+K
N+ T
VALK V+LD + EG PS+A+REI L+KELKH
MNRFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSE-EGTPSTAIREISLMKELKH 59
KNIVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCN------------ GDLDPEIVKSFLFQLLKGLG 115
+NIVRL+DV+H++ KLTLVFEF D DLKKY DS
L+ +VK F +QLL+GL
ENIVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVANTPRGLELNLVKYFQWQLLQGLA 119
FCHSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSAEVVTLWYRPPDVLFG 175
FCH
+LHRDLKPQNLLIN+ G+LKL DFGLARAFGIPV
+S+EVVTLWYR PDVL G
FCHENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMG 179
AKLYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRLLGTPTEEQWPSMTKLPD 235
++ YSTSID+WS GCI AE+
G+PLFPG + ++QLK IF ++GTP E WPS+TKLP
SRTYSTSIDIWSCGCILAEMI---TGKPLFPGTNDEEQLKLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPK 238
YKPYPMYPATTSLVNVV---------PKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRISAEEALQHPYFSDF 289
Y P
L V+
L+
D L LL+ NP R+SA++AL HP+F+++
YNPNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEY 297
gi|6325226|ref|NP_015294.1|
Cyclin-dependent kinase, with ten cyclin partners; involved in
environmental stress response; in phosphate-rich conditions,
Pho85p-Pho80p complex phosphorylates Pho4p which in turn
represses PHO5; Pho85p [Saccharomyces cerevisiae]
gi|2507191|sp|P17157|PHO85_YEAST
kinase PHO85)
Negative regulator of the PHO system (Serine/threonine-protein
gi|2347159|gb|AAB68188.1|
Pho85p: Protein kinase homolog; negative transcriptional regulator
[Saccharomyces cerevisiae]
Length=305
Score = 327 bits (839), Expect = 2e-90
Identities = 166/297 (55%), Positives = 213/297 (71%), Gaps = 12/297 (4%)
Query 3
Sbjct 6
Query 63
Sbjct 65
Query 118
Sbjct 125
Query 178
Sbjct 185
Query 238
Sbjct 244
KYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGVPSSALREICLLKELKHKN 62
+ +++ LEK+G GTY TV+K
N+ T
VALK V+LD +
EG PS+A+REI L+KELKH+N
QFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSE--EGTPSTAIREISLMKELKHEN 64
IVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCN-----------GDLDPEIVKSFLFQLLKGLGFC 117
IVRL+DV+H++ KLTLVFEF D DLKKY DS
L+ +VK F +QLL+GL FC
IVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVGNTPRGLELNLVKYFQWQLLQGLAFC 124
HSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSAEVVTLWYRPPDVLFGAK 177
H
+LHRDLKPQNLLIN+ G+LKL DFGLARAFGIPV
+S+EVVTLWYR PDVL G++
HENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMGSR 184
LYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRLLGTPTEEQWPSMTKLPDYK 237
YSTSID+WS GCI AE+
G+PLFPG + ++QLK IF ++GTP E
WPS+TKLP Y
TYSTSIDIWSCGCILAEMI-----TGKPLFPGTNDEEQLKLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPKYN 243
PYPMYPATTSLVNVV---------PKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRISAEEALQHPYFSDF 289
P
L V+
L+
D L LL+ NP R+SA++AL HP+F+++
PNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEY 300
22
Lanjutan
>
gi|295932|emb|CAA68773.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae]
Length=305
Score = 327 bits (839), Expect = 2e-90
Identities = 166/297 (55%), Positives = 213/297 (71%), Gaps = 12/297 (4%)
Query 3
Sbjct 6
Query 63
Sbjct 65
Query 118
Sbjct 125
Query 178
Sbjct 185
Query 238
Sbjct 244
KYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGVPSSALREICLLKELKHKN 62
+ + + +LEK+G GTY TV+K
N+ T
VALK V+LD + EG PS+A+REI L+KELKH+N
QFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSE-EGTPSTAIREISLMKELKHEN 64
IVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCN-------------GDLDPEIVKSFLFQLLKGLGFC 117
IVRL+DV+H++ KLTLVFEF D DLKKY DS
L+ +VK F +QLL+GL FC
IVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVGNTPRGLELNLVKYFQWQLLQGLAFC 124
HSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSAEVVTLWYRPPDVLFGAK 177
H
+LHRDLKPQNLLIN+ G+LKL DFGLARAFGIPV
+S+EVVTLWYR PDVL G++
HENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMGSR 184
LYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRLLGTPTEEQWPSMTKLPDYK 237
YSTSID+WS GCI AE+
G+PLFPG
+ ++QLK IF ++GTP E
WPS+TKLP Y
TYSTSIDIWSCGCILAEMI-----TGKPLFPGTNDEEQLKLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPKYN 243
PYPMYPATTSLVNVV--------PKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRISAEEALQHPYFSDF 289
P
L V+
L+
D L LL+ NP R+SA++AL HP+F+++
PNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEY 300
23
Lampiran 6 Sekuen gen pho85
: Y00867 Yeast PHO85 gene ...[gi:4169]
LOCUS
SCPHO85G
1258 bp DNA linear PLN 18-APR-2005
DEFINITION
Yeast PHO85 gene for a negative regulator of the PHO system.
ACCESSION
Y00867 X13515
VERSION
Y00867.1 GI:4169
KEYWORDS
PHO85 gene; phosphate regulation; protein kinase.
SOURCE
Saccharomyces cerevisiae (baker's yeast)
ORGANISM
Saccharomyces cerevisiae
Eukaryota; Fungi; Ascomycota; Saccharomycotina; Saccharomycetes;
Saccharomycetales; Saccharomycetaceae; Saccharomyces.
REFERENCE
1 (bases 1 to 1258)
AUTHORS
Uesono,Y., Tanaka,K. and Toh-e,A.
TITLE
Negative regulators of the PHO system in Saccharomyces cerevisiae:
isolation and structural characterization of PHO85
JOURNAL
Nucleic Acids Res. 15 (24), 10299-10309 (1987)
PUBMED
3320965
REFERENCE
2 (bases 1 to 300)
AUTHORS
Toh-e,A., Tanaka,K., Uesono,Y. and Wickner,R.B.
TITLE
PHO85, a negative regulator of the PHO system, is a homolog of the
protein kinase gene, CDC28, of Saccharomyces cerevisiae
JOURNAL
Mol. Gen. Genet. 214 (1), 162-164 (1988)
PUBMED
3067079
FEATURES
Location/Qualifiers
source
1..1258
/organism="Saccharomyces cerevisiae"
/mol_type="genomic DNA"
/db_xref="taxon:4932"
/clone="pNF1"
/cell_type="DC5"
/clone_lib="YCp19"
CDS
join(144..160,263..1163)
/note="alternative"
/codon_start=1
/product="PHO85"
/protein_id="CAA68773.1"
/db_xref="GI:295932"
/db_xref="GOA:P17157"
/db_xref="SGD:S000005952"
/db_xref="UniProtKB/Swiss-Prot:P17157"
/translation="MSSSSQFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSEE
GTPSTAIREISLMKELKHENIVRLYDVIHTENKLTLVFE FMDNDLKKYMDSRTVANTP
RGLELNLVKYFQWQLLQGLAFCHENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGI
PVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMGSRTYSTSIDIWSCGCILAEMITGKPLFPGTNDEEQL
KLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPKYNPNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHG
LLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEYYHHAS"
exon
<144..160
/number=1
intron
161..262
/number=1
CDS
255..1163
/codon_start=1
/product="PHO85"
/protein_id="CAA68774.1"
/db_xref="GI:4170"
/db_xref="GOA:P17157"
/db_xref="UniProtKB/Swiss-Prot:P17157"
/translation="MNRFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSEEGTP
STAIREISLMKELKHENIVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVANTPRGL
ELNLVKYFQWQLLQGLAFCHENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVN
TFSSEVVTLWYRAPDVLMGSRTYSTSIDIWSCGC ILAEMITGKPLFPGTNDEEQLKLI
FDIMGTPNESLWPSVTKLPKYNPNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQ
LNPDMRLSAKQALHHPWFAEYYHHAS"
24
Lanjutan
exon
263..>1163
/number=2
ORIGIN
1 tacaaatcac catacacgta gactcgtaag cccgtagctt tctaattgaa agataacaaa
61 gggaatccag ttttaccata tagcgtataa ttgcagataa gggatatata gcgcggcaaa
121 ctgggcaaac ttgagcaata ccaatgtctt cttcttcaca gtatgtagtt ttctagtcaa
181 gtatcattgg aaagtaaaga actagaaatg atgaatacta acatatatac gagaaaaaat
241 caacctcgag ctctatgaac agatttaagc agttagaaaa gcttggcaat ggtacgtatg
301 ccacagtgta caagggactg aacaaaacca caggggtata tgttgccctg aaagaggtaa
361 aactggattc agaggaaggt acaccctcta cggccatccg tgagatctcc ctaatgaaag
421 aattgaaaca tgagaacatt gttagacttt atgacgttat tcacacagag aacaagttga
481 ctttggtttt tgaattcatg gacaacgatt taaagaaata catggattcc cgcaccgtgg
541 caaacacacc aagagggcta gaactaaact tggttaaata cttccagtgg caactactgc
601 aagggctggc cttttgccat gaaaacaaga ttctccaccg tgatttaaaa cctcaaaacc
661 tattaatcaa caagagaggc cagttgaaat tgggtgattt cggtctggcc cgtgctttcg
721 gtattccggt caacacattt tcaagcgaag tcgtaacgtt gtggtaccgt gctcctgatg
781 tgctaatggg ttctaggacg tactccacat ccattgatat atggtcgtgt gggtgcattc
841 ttgcggaaat gataacgggt aagcctttgt ttcctggcac caacgacgaa gaacaactga
901 aattgatctt cgacatcatg ggcactccta atgagtccct atggcccagt gtaacaaagt
961 tacccaaata caacccaaat atccagcaac gaccaccaag agacctacgt caagtattgc
1021 aaccacacac caaagaaccg ctagacggga atctcatgga tttcttacac ggactcttgc
1081 aacttaatcc ggatatgagg ctgagcgcca agcaggctct gcatcaccct tggtttgcag
1141 agtactacca ccacgcttca taacgcagcc cgtcagcgaa aaaccgtagc catgtatata
1201 taatgataat aatcatctat aatacactac tattacttta gtctcatctt acgacagc
25
Lampiran 7 Primer3 pho85
Primer3 Output
No mispriming library specified
No hyb oligo mishyb library specified
Using 1-based sequence positions
OLIGO
start len
tm gc% any 3' seq
LEFT PRIMER
844 20 60.15 55.00 2.00 2.00 CAACGACCACCAAGAGACCT
RIGHT PRIMER
993 20 60.11 50.00 4.00 0.00 AAACCAAGGGTGATGCAGAG
HYB OLIGO
890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT
SEQUENCE SIZE: 1020
INCLUDED REGION SIZE: 1020
PRODUCT SIZE: 150, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 2.00
1 ATGTCTTCTTCTTCACAGTATGTAGTTTTCTAGTCAAGTATCATTGGAAAGTAAAGAACT
61 AGAAATGATGAATACTAACATATATACGAGAAAAAATCAACCTCGAGCTCTATGAACAGA
121 TTTAAGCAGTTAGAAAAGCTTGGCAATGGTACGTATGCCACAGTGTACAAGGGACTGAAC
181 AAAACCACAGGGGTATATGTTGCCCTGAAAGAGGTAAAACTGGATTCAGAGGAAGGTACA
241 CCCTCTACGGCCATCCGTGAGATCTCCCTAATGAAAGAATTGAAACATGAGAACATTGTT
301 AGACTTTATGACGTTATTCACACAGAGAACAAGTTGACTTTGGTTTTTGAATTCATGGAC
361 AACGATTTAAAGAAATACATGGATTCCCGCACCGTGGGCAACACACCAAGAGGGCTAGAA
421 CTAAA CTTGGTTAAATACTTCCAGTGGCAACTACTGCAAGGGCTGGCCTTTTGCCATGAA
481 AACAAGATTCTCCACCGTGATTTAAAACCTCAAAACCTATTAATCAACAAGAGAGGCCAG
541 TTGAAATTGGGTGATTTCGGTCTGGCCCGTGCTTTCGGTATTCCGGTCAACACATTTTCA
601 AGCGAAGTCGTAACGTTGTGGTACCGTGCTCCTGATGTGCTAATGGGTTCTAGGACGTAC
661 TCCACATCCATTGATATATGGTCGTGTGGGTGCATTCTTGCGGAAATGATAACGGGTAAG
721 CCTTTGTTTCCTGGCACCAACGACGAAGAACAACTGAAATTGATCTTCGACATCATGGGC
781 ACTCCTAATGAGTCCCTATGGCCCAGTGTAACAAAGTTACCCAAATACAACCCAAATATC
841 CAGCAACGACCACCAAGAGACCTACGTCAAGTATTGCAACCACACACCAAAGAACCGCTA
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
xxxxxxxxxxxxxxxx
901 GACGGGAATCTCATGGATTTCTTACACGGACTCTTGCAACTTAATCCGGATATGAGGCTG
xxxxxxxxxxx
26
Lanjutan
961 AGCGCCAAGCAGGCTCTGCATCACCCTTGGTTTGCAGAGTACTACCACCACGCTTCATAA
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
KEYS (in order of precedence):
>>>>>> left primer
<<<<<< right primer
xxxxxxx hyb oligo
ADDITIONAL OLIGOS
start len
tm
gc% any
3'
seq
1 LEFT PRIMER
844 20 60.15 55.00 2.00 2.00 CAACGACCACCAAGAGACCT
RIGHT PRIMER
999 20 60.11 50.00 4.00 2.00 CTCTGCAAACCAAGGGTGAT
HYB OLIGO
890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT
PRODUCT SIZE: 156, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 0.00
2 LEFT PRIMER
829 20 59.82 45.00 4.00 2.00 AACCCAAATATCCAGCAACG
RIGHT PRIMER
993 20 60.11 50.00 4.00 0.00 AAACCAAGGGTGATGCAGAG
HYB OLIGO
890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT
PRODUCT SIZE: 165, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 1.00
3 LEFT PRIMER
829 20 59.82 45.00 4.00 2.00 AACCCAAATATCCAGCAACG
RIGHT PRIMER
999 20 60.11 50.00 4.00 2.00 CTCTGCAAACCAAGGGTGAT
HYB OLIGO
890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT
PRODUCT SIZE: 171, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 1.00
4 LEFT PRIMER
792 20 59.81 55.00 5.00 1.00 GTCCCTATGGCCCAGTGTAA
RIGHT PRIMER
993 20 60.11 50.00 4.00 0.00 AAACCAAGGGTGATGCAGAG
HYB OLIGO
890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT
PRODUCT SIZE: 202, PAIR ANY COMPL: 5.00, PAIR 3' COMPL: 0.00
Statistics
con too in in
no tm
tm high high
high
sid many tar excl
bad GC
too
too any
3' poly
ered
Ns get reg GC% clamp low
high compl
compl
Left 8123
0 0 0
18
0
3357 2480 0 5
22
Right 8069 0 0 0
2
0
2798 2841 0 1
18
Hyb 9833 0 0 0
18
0
3499 3606 0 0
22
Pair Stats:
considered 2480, unacceptable product size 2455, high end compl 6, ok 19
primer3 release 1.0
(primer3_www_results.cgi v 0.4)
end
X stab ok
125 2116
136 2273
0 2688
27
Lampiran 8 BLASTN primer pho85
BLASTN 2.2.12 [Aug-07-2005]
Reference :
Altschul, Stephen F., Thomas L. Madden, Alejandro A. Schäffer,
Jinghui Zhang, Zheng Zhang, Webb Miller, and David J. Lipman
(1997), "Gapped BLAST and PSI - BLAST: a new generation of
protein database search programs", Nucleic Acids Res. 25:3389-3402.
RID: 1129863392-23837-163961852041.BLASTQ2
Database: All GenBank+EMBL+DDBJ+PDB sequences (but no EST, STS,
GSS,environmental samples or phase 0, 1 or 2 HTGS sequences)
3,534,590 sequences; 15,685,911,575 total letters
If you have any problems or questions with the results of this search
please refer to the BLAST FAQs
Query= (40 letters)
Sequences producing significant alignments:
Score E
(Bits) Value
gi|4169|emb|Y00867.1|SCPHO85G Yeast PHO85 gene for a negative re ....
gi|1171408|gb|U44030.1|SCU44030 Saccharomyces cerevisiae chro...
gi|12331075|emb|AL359853.18| Human DNA sequence from clone RP...
gi|58530787|dbj|AP008207.1| Oryza sativa (japonica cultivar-g...
gi|16191728|dbj|AP003561.2| Oryza sativa (japonica cultivar-g..
.
42.1
42.1
38.2
36.2
36.2
0.069
0.069
1.1
4.2
4.2
Alignments
>gi|4169|emb|Y00867.1|SCPHO85G Yeast PHO85 gene for a negative regulator of the PHO system
Length=1258
Score = 42.1 bits (21), Expect = 0.069
Identities = 21/21 (100%), Gaps = 0/21 (0%)
Strand=Plus/Plus
Query 1 CAACGACCACCAAGAGACCTA 21
|||||||||||||||||||||
Sbjct 987 CAACGACCACCAAGAGACCTA 1007
Score = 40.1 bits (20), Expect = 0.27
Identities = 20/20 (100%), Gaps = 0/20 (0%)
Strand=Plus/Minus
Query 21 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 40
||||||||||||||||||||
Sbjct 1136 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 1117
>gi|1171408|gb|U44030.1|SCU44030
to PHO85
Length=33858
Saccharomyces cerevisiae chromosome XVI left arm from MNN9
Score = 42.1 bits (21), Expect = 0.069
Identities = 21/21 (100%), Gaps = 0/21 (0%)
Strand=Plus/Minus
Query 1
CAACGACCACCAAGAGACCTA 21
|||||||||||||||||||||
Sbjct 31539 CAACGACCACCAAGAGACCTA 31519
Score = 40.1 bits (20), Expect = 0.27
Identities = 20/20 (100%), Gaps = 0/20 (0%)
Strand=Plus/Plus
28
Lanjutan
Query 21 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 40
||||||||||||||||||||
Sbjct 31390 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 31409
>gi|12331075|emb|AL359853.18|
Human DNA sequence from clone RP11-12M5 on chromosome 1
Contains five novel genes and a CpG island, complete sequence
Length=173031
Score = 38.2 bits (19), Expect = 1.1
Identities = 19/19 (100%), Gaps = 0/19 (0%)
Strand=Plus/Minus
Query 15 AGACCTAAACCAAGGGTGA 33
|||||||||||||||||||
Sbjct 65639 AGACCTAAACCAAGGGTGA 65621
>gi|58530787|dbj|AP008207.1|
complete sequence
Length=43261740
Oryza sativa (japonica cultivar- group) genomic DNA, chromosome 1,
Score = 36.2 bits (18), Expect = 4.2
Identities = 18/18 (100%), Gaps = 0/18 (0%)
Strand=Plus/Minus
Query 6
ACCACCAAGAGACCTAAA 23
||||||||||||||||||
Sbjct 38284660 ACCACCAAGAGACCTAAA 38284643
>gi|16191728|dbj|AP003561.2|
1, BAC clone:B1065E10
Length=183580
Oryza sativa (japonica cultivar- group) genomic DNA, chromosome
Score = 36.2 bits (18), Expect = 4.2
Identities = 18/18 (100%), Gaps = 0/18 (0%)
Strand=Plus/Minus
Query 6 ACCACCAAGAGACCTAAA 23
||||||||||||||||||
Sbjct 45485 ACCACCAAGAGACCTAAA 45468
29
Lampiran 9 Absorban produk PCR pada panjang gelombang 260 nm
no kode
sampel
Absorban
1
blanko PHO85
0.079
2
PM-PHO85
0.076
3
GB-PHO85
0.060
fp=4/1000
[DNA] = A260 x 0,05 µg/µl x 1/fp
Contoh perhitungan :
[DNA] blanko
= 0,079 x 0,05 µg/µl x 250
= 0,988 µg/µl
[DNA]
µg/µl
0.988
0.950
0.750
Lampiran 10 Intensitas pita DNA (Arbitary unit)
Gel name : GelDoc 2005-09-23 13hr 19min (1D Scan)
Index Name
1
2
3
1
3
5
Adj. Vol.
21.1036
26.1607
23.2794
ODu*mm2
Area mm2
51.9104
51.9104
51.9104
Value
-14.5021
-9.4449
-12.3263
ODu
0.4065
0.5039
0.4484
Density ODu/mm2
3.2892
4.0774
3.6283
4
Bl
35.6057
51.9104
0.0000
0.6859
5.5495
Ket : 1= Blanko pho85, 2= PM-pho85, 3= GB-pho85, 4= kontrol daerah gel tanpa pita.DNA
Lampiran 11 Konsentrasi Se sampel
Herba vulkanis
kode
sampel
1NHR
33NHR
Cb
Dm
Sc
Absor
ban
0.0027
0.0036
0.0024
0.0007
0.0015
0.0018
0.0012
Kadar Se
(ppm)
0.3559
0.5085
0.3051
0.0169
0.1525
0.2033
0.1017
Bobot sampel
(gram)
1.0012
1.001
1.0007
1.0009
1.0015
1.001
1.002
Data diambil dari Souhoka 2005
Bakteri termofil
Se Biomassa (ppm)
Isolat
5
14K
10.9
20K
8.25
22A
38.95
23A1
11.3
10
23.05
13.05
40.55
24.65
15
5.6
6.3
8.4
8.9
20
21.2
10.2
16.25
26.75
Data diambil dari Lab. Biosgen (in Press)
volume akhir
(ml0
10
10
10
10
10
10
10
F
p
1
1
1
1
1
1
1
Kadar Se akhir
(ppm)
3.5547
5.0799
3.0488
0.1688
1.5231
2.0309
1.0139
30
Lampiran 12 Prosedur pembuatan beberapa larutan
Larutan microFastTrack 2.0 Lysis Buffer
Jika stock buffer mempunyai endapan putih, larutan dipanaskan hingga 65ºC
sampai larut. 20 µl Protein/Rnase Degrader ditambahkan ke dalam 1 ml stock
buffer untuk tiap isolasi.
Larutan buffer fosfat (PBS)
ntuk 1 liter larutan ditambahkan: 8 g NaCl, 0.20 g KCl, 1.44 g Na2 HPO4, 0.24
g KH 2PO4 ke dalam 800 ml air destilata dan dicampur hingga larut. pH diatur
menjadi 7,4 dengan 1 N HCl hingga volume akhir menjadi 1000 ml. PBS dapat
disimpan pada suhu ruang atau pada 4ºC.
Larutan stok TAE 50X
Stok buffer TAE 50X dibuat dari campuran 242 g tris base, 57,1 ml asam asetat
glasial, 100 ml EDTA pH8 kemudian ditambahkan H2O hingga volume akhir
menjadi 1 liter. Buffer kerja TAE 2X dibuat dari pengenceran stok TAE 50X.
Stok Marker 100bp Ladder
Stok marker berisi campuran 10 µl 100bpLadder, 40 µl Elution Buffer, dan 5 µl
blue juice.
Download