PENURUNAN EKSPRESI GEN pho85 SEL APOPTOSIS Saccharomyces cerevisiae OLEH EKSTRAK AIR DAUN CIPLUKAN 33NHR DAN Geobacillus sp. 22a WORO RINI HANDAYANI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Penurunan Ekspresi Gen pho85 Sel Apoptosis Saccharomyces cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Ciplukan 33NHR dan Geobacillus sp. 22a adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan da lam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2006 Woro Rini Handayani NIP G44101052 ABSTRAK WORO RINI HANDAYANI. Penurunan Ekspresi Gen pho85 Sel Apoptosis Saccharomyces cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Ciplukan 33NHR dan Geobacillus sp. 22a. Dibimbing oleh ANNA PRIANGANI ROSWIEM dan NOVIK NURHIDAYAT. Tanah vulkanis mengandung unsur selenium (Se) dan sulfur (S) yang tinggi. Tanaman dan mikroba yang dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan ini merupakan spesies akumulator Se. Se anorganik dari tanah terakumulasi dalam sel kemudian diubah menjadi bentuk Se organik.yang terintegrasi dalam protein atau asam amino. Senyawa tersebut berfungsi sebagai prekursor yang menyediakan monometilselenium. Monometilselenium dipercaya sebagai metabolit selenium chemopreventive yang berperan dalam memodulasi apoptosis sel. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa ciplukan (Physalis minima L) 33NHR dan bakteri termofil Geobacillus sp. 22a merupakan spesies akumulator Se (3.04-40.55 ppm), mampu memicu apoptosis sel model S. cerevisiae dengan frekuensi sel petit 3.50-12.00 %. Sampel yang diekstrak dengan air menarik banyak senyawa selenium termasuk selenometionin Penelitian bertujuan untuk mengetahiu pengaruh ekstrak air daun P. minima 33NHR dan bakteri Geobacillus sp. 22a terhadap perubahan ekspresi gen pho85 sebagai regulator apoptosis sel S. cerevisiae. RT-PCR dengan primer spesifik gen pho85 digunakan untuk analisis target gen tersebut. Intensitas pita DNA diukur secara semikuantitatif dengan Bio Rad Count TM Software. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air daun P. minima 33NHR dan bakteri Geobasillus sp. 22a meningkatkan sel petit sebagai indikator sel apoptosis. Sel apoptosis S. cerevisisiae memperlihatkan adanya penurunan pada ekspresi gen pho85 . Ekstrak air daun P. minima 33NHR 19.87% lebih efektif menekan ekspresi gen pho85 dibandingkan ekstrak Geobasillus sp. 22a. Hal ini menunjukkan bahwa apoptosis disebabkan penurunan pho85 oleh senyawa kaya selenium yang terdapat di dalam ekstrak air daun P. minima 33NHR dan bakteri Geobasillus sp. 22a. ABSTRACT WORO RINI HANDAYANI. Reduced pho85 gene expression in apoptotic cell of Saccharomyces cerevisiae by water extracted Ciplukan 33NHR’s leaves and bacteria Geobacillus sp. 22a. Under the supervision of ANNA PRIANGANI ROSWIEM and NOVIK NURHIDAYAT. Volcanic soil contains high amount of Selenium (Se) and S ulfur (S) element. P lants and microbes grow in volcanic soil survive at this high Se environment, have a mechanism to accumulate inorganic Se from the soil and incorporate it as selenoorganic compounds . These compounds serve as precursors that release monomethylated selenium. Monomethylated selenium believed as the chemopreventive selenium metabolites which play a role in the apoptosis modulation. Previous study showed that Ciplukan (Physalis minima ) 33NHR and bacteria Geobacillus sp. 22a contain high selenium (3.04-40.55 ppm), able to induces apoptosis in S. cerevisiae (3.50-12.00%). There were also several species selenoprotein detected within their water extract including selenomethionin. This research examined the alteration of pho85 gene expression, as apoptosis regulator cell S. cerevisiae, by water extracted P. minima 33NHR and bacteria Geobacillus sp. 22a. RT-PCR using pho85 gene specific primer was performed to measure the expression of targeted gene as DNA bands that then measured semi quantitatively by Bio Rad Count TM Software. The water extracted compounds of P. minima 33NHR and bacteria Geobacillus sp. 22a increased the petite cells as indicator of apoptotic cells. These apoptotic cells had reduced pho85 expression. Water extracted P. minima 33NHR was 19.87% more effective to suppress the expression of pho85 than Geobacillus sp. 22a. This suggest that at least the apoptosis was caused by the reduction of pho85 by selenium rich compounds in water extracted P. minima 33NHR and bacteria Geobacillus sp. 22a. PENURUNAN EKSPRESI GEN pho85 SEL APOPTOSIS Saccharomyces cerevisiae OLEH EKSTRAK AIR DAUN CIPLUKAN 33NHR DAN Geobacillus sp. 22a WORO RINI HANDAYANI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 Judul Skripsi Nama NIM : Penurunan Ekspresi Gen pho85 Sel Apoptosis Saccharomyces cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Ciplukan 33NHR dan Geobacillus sp. 22a. : Woro Rini Handayani : G 44101052 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Anna P. Roswiem, M.S. Ketua Dr. Novik Nurhidayat Anggota Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131 473 999 Tanggal Lulus : RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 20 Desember 1983 sebagai anak bungsu dari ayah Suharjanto dan ibu Utriyati. Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 6 Semarang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis menempuh studi di Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah penulis pernah mendapatkan piagam penghargaan sebagai mahasiswa berprestasi peringkat 1 tahun ajaran 2002/2003. Pada tahun 2004, penulis mengikuti Praktek Ker ja Lapang di Laboratorium Biosistematika dan Genetika bidang Mikrobiologi LIPI, Bogor dengan judul laporan Isolasi dan Seleksi Khamir Tanah Vulkanis sebagai S umber Bahan Bioaktif Berbasis Selenium dan Uji Modulasi Apoptosis Seluler S. cerevisiae. PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tulisan ini saya persembahkan untuk bapak dan ibu yang senantiasa berharap akan kelulusan anaknya. Karya ilmiah ini berjudul Penurunan Ekspresi Gen pho85 pada Sel Apoptosis S.cerevisiae oleh Ekstrak Air Daun Physalis minima 33NHR dan Bakteri Geobacillus 22a. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika dan Genetika Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor dan Laboratorium Biokimia , Pusat Penelitian Kimia, LIPI, Bandung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Anna P. Roswiem dan bapak Novik Nurhidayat atas bimbingan dan kesabarannya selama ini. Rangkaian terimakasih juga penulis ucapkan untuk mbak Ratih, ibu Hartin, ibu Linar, mbak Rina, mbak Indah, dan teman-teman biokim 38. Terima kasih untuk ibu, bapak dan kakak-kakakku atas bantuan material maupun spiritualnya. Terima kasih untuk Luqman dan Esti atas segala nasehat, semangat, dan perhatian yang tiada hentinya. Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Bogor, Januari 2006 Woro Rini Handayani DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi PENDAHULUAN............................................................................................ 1 TINJAUAN PUSTAKA Apoptosis ................................................................................................ Selenium ................................................................................................. Ketersediaan Se dalam Tanah, Tanaman dan Mikrob ............................ Ciplukan (Physalis minima L.) ............................................................... Bakteri Termofil Geobasilus................................................................... Saccharomyces cerevisiae ...................................................................... Bioinformatika ........................................................................................ Isolasi RNA ............................................................................................ RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction)............. 2 2 2 3 3 4 4 4 5 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ....................................................................................... Metode .................................................................................................... 5 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis S imilaritas Homo sapien CDK5 dengan S. cerevisiae PHO85 Desain Primer ......................................................................................... Apoptosis Sel S.cerevisia e BJ3505......................................................... Isolasi mRNA ......................................................................................... Penurunan E kspresi Gen pho85.............................................................. 8 8 9 10 10 SIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12 LAMPIRAN..................................................................................................... 14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Herba ciplukan (Physalis minima) ................................................................... 3 2 Morfologi Geobacillus 22a.......................................................................... 4 3 Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 ............................................................ 4 4 Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 setelah perlakuan............................... 9 5 Diagram konsentrasi produk PCR pada sampel setelah perlakuan ............. 10 6 Pola pita ekspresi gen pho85 pada sel uji S. cerevisiae setelah perlakuan.. 11 7 Diagram intensitas pita pho85 setelah perlakuan ........................................ 11 8 Mekanisme apoptosis melalui penghambatan ekspresi pho85 .................... 12 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian .............................................................................. 15 2 Diagram alir perlakuan sel BJ3505............................................................ 16 3 Diagram alir isolasi mRNA dengan FastTrack 2.0 Kit ............................. 17 4 Sekuen gen cdk5 ........................................................................................ 18 5 BLASTP CDK5 ......................................................................................... 20 6 Sekuen gen pho85...................................................................................... 23 7 Output primer 3 pho85................................................................................ 25 8 BLASTN primer pho85 ............................................................................. 27 9 Absorban produk PCR pada panjang gelombang 260nm .......................... 29 10 Intensitas pita DNA ................................................................................... 29 11 Kadar Se sampel ........................................................................................ 29 12 Prosedur pembuatan beberapa larutan....................................................... 30 1 PENDAHULUAN Istilah apoptosis dipakai untuk menunjukkan bentuk morfologis kematian sel yang berbeda dari nekrosis. Proses kematian sel yang normal (terprogram) terjadi melalui kondensasi inti sel, ukuran sel mengecil dan kemudian badan sel mengkerut. Proses ini terjadi tanpa kebocoran atau tumpahnya komponen sitosol ke luar sel. Kematian sel seperti ini disebut apoptosis. Apoptosis diatur secara genetik oleh gen-gen regulator apoptosis dan siklus sel. Pada sel kanker mekanisme ini tidak terjadi sehingga sel terus mener us membelah tanpa mengenal mati (Jalal 1999). Seiring dengan kemajuan pemahaman tentang mekanisme apoptosis, kini pengembangan metode terapi kanker yang berdasarkan pada proses apoptosis semakin meningkat. Studi tentang manfaat selenium sebagai pemicu kem atian sel kanker telah banyak dilakukan. Para peneliti terutama di luar negeri menggunakan senyawa kimia murni dalam konsentrasi yang tinggi untuk menginduksi kematian sel kanker. Di Indonesia, masyarakat lebih menyukai metode pengobatan menggunakan bahan alam seperti tanaman obat. Alternatif sumber Se organik dari herba diupayakan sebagai usaha untuk menjembatani perbedaan tersebut. Sumber Se organik yang ekonomis adalah tanaman dan mikroba yang tumbuh dalam media yang diperkaya Se. Sampel yang diekstrak dengan air mampu menarik banyak spesies selenium (Encinar et al. 2003). Melalui pendekatan tersebut, penelitian ini memilih menggunakan ekstrak air tanaman dan mikroba vulkanis sebagai sumber bahan bioaktif Se untuk menginduksi kematian sel. Tanaman dan mikroba yang tumbuh di tanah kaya selenium akan mengakumulasi selenium inorganik (toksik) dan diubah menjadi bentuk selenium organik yang terintegrasi dalam asam amino atau protein. Komponen selenoprotein tersebut berfungsi sebagai prekursor untuk melepaskan metilselenol atau asam metilselenat yang efektif memberikan efek chemopreventive yaitu mencegah pertumbuhan sel kanker dan memicu apoptosis (Ganther 1999). Dalam perkembangannya Madeo et al. (2002) mengemukakan bahwa mekanisme dasar apoptosis terjadi pada eukariot uniseluler seperti Saccharomyces cerevisiae dan Schizosaccharomyces pombe. Berdasarkan hal tersebut S. cerevisiae dapat digunakan sebagai organisme model untuk studi apoptosis. Dong et al. (2002) menggunakan methylselenic acid (MSA) untuk memodulasi apoptosis sel kanker payudara. MSA mempengaruhi ekspresi gen-gen terkait antara lain gen regulator siklus sel (cyclin A, cdc2, cdk4, cdc25A), gen regulator apoptosis (Apo3, c-jun, cdk5, bcl2A1), molekul signal (ERKI, JNK2, AKT2). Salah satu ge n yang berperan dalam regulasi apoptosis S. cerevisiae antara lain pho85. Gen pho85 merupakan homolog gen Homo sapien Cyclin Dependent Kinase 5 (cdk5) dengan keidentikan sebesar 56% dan 72% kemiripan pada level asam amino. Gen pho85 mengkode protein kinase PHO85. Fungsi PHO85 meliputi metabolisme fosfat, penggunaan sumber karbon, regulasi actin sitoskeletal dan regulasi siklus sel. (Huang et al. 1999). Penghambatan ekspresi gen pho85 akan meningkatkan aktivitas Glikogen Sintase dan APase sebaliknya Glikogen Fosforilase menjadi tidak aktif. Kondisi ini menyebabkan penurunan ATP seluler yang dapat menyebabkan apoptosis. Apoptosis sel ditunjukkan dengan adanya sel petite atau kerdil. Penelitian di laboratorium Biosistematika dan Genetika LIPI Bogor berhasil menseleksi herba dan mikroba vulkanis akumulator selenium yang berpotensi sebagai modulator apoptosis antara lain Physalis minima 33NHR dan Geobacillus sp. 22a. Kandungan Se berkisar 3.04-40.55 ppm dan mampu memodulasi apoptosis dengan frekuensi petite mencap ai 12.00%. Pada penelitian ini, ekstrak air daun P. minima 33NHR dan Geobacillus sp. 22a diuji pengaruhnya terhadap ekspresi gen pho85 pada organisme uji khamir S. cerevisiae strain BJ 3505. Perubahan ekspresi gen pho85 dianalisis dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). RNA yang diekstrak dari sel S. cerevisiae setelah perlakuan merupakan templat untuk analisis RT-PCR dengan menggunakan primer spesifik terhadap gen tersebut. Produk amplifikasi dianalisis dengan elektroforesis pada gel agarosa. Konsentrasi produk amplifikasi diukur dengan metode spektrofotometri. Sedangkan intensitas pita DNA pada gel diukur dengan Bio Rad Count TM Software. Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah ekstrak air P. minima 33NHR dan Geobacillus sp. 22a menekan 2 ekspresi gen pho85 sel S. cerevisiae strain BJ 3505. Penelitian bertujuan menguji pengaruh ekstrak air P. minima 33NHR dan Geobacillus sp. 22a terhadap perubahan ekspresi gen pho85 pada S. cerevisiae BJ 3505. TINJAUAN PUSTAKA Apoptosis Apoptosis yang dikenal dengan program kematian sel adalah bentuk kematian sel yang meliputi proses komplek, melibatkan banyak faktor dan dijalankan dalam berbagai lintasan yang sangat teratur dan terprogram. Apoptosis ditandai oleh pengerutan sel, kondensasi kromosom, fragmentasi DNA, dan pembentukan badan apoptosis (Reed. 2000 & Cande et al. 2002). Apoptosis diregulasi melalui dua lintasan yang prinsip yaitu lintasan ekstrinsik melalui reseptor dipermukaan sel dan intrinsik oleh pelepasan protein mitokondria. Proses selanjutnya melibatkan regulasi protein proapoptosis maupun anti- apoptosis. Jumlah relatif pro dan anti-apoptosis menentukan kerentanan sel untuk menjalankan program kematian. Mekanisme dasar apoptosis terjadi juga pada eukariot uniseluler seperti S. cerevisiae dan Schizosaccharomyces pombe. Khamir yang telah dimutasi pada gen siklus pembelahan sel (cdc48) menunjukkan karakteristik morfologi dan ciri molekular yang merupakan indikator apoptosis yaitu perpindahan fosfatidilserin ke membran sitoplasma bagian luar, kerusakan DNA, kondensasi kromatin, fragmentasi DNA, dan morfologi sel abnormal dengan sejumlah tunas kecil yang sering disebut badan apoptosis. Berdasarkan hal tersebut S. cerevisiae dapat digunakan sebagai organisme model untuk studi apoptosis (Madeo et al. 2002). Gen pho85 pada S. cerevisiae mengkode protein kinase PHO85. Protein ini berperan dalam metabolisme fosfat yaitu sebagai regulator negatif PHO system. Ekspresi berlebih PHO85 dapat menekan ekspresi Fosfatase asam (APase). PHO85 berfungsi sebagai fosforilase kinase. Protein ini mengatur regulasi aktin sitoskeleton melalui fosforilasi protein regulator aktin. PHO85 juga berperan dalam pemanfaatan sumber karbon yaitu sebagai regulator negatif Glikogen Sintase. Kekurangan PHO85 akan menyebabkan akumulasi glikogen. Selain itu pho85 berperan dalam regulasi siklus sel (Huang et al. 1999 & Nishizawa 2000). Selenium Selenium merupakan unsur mikro esensial bagi kehidupan tetapi juga bersifat toksik pada level tertentu. Kebutuhan selenium rata-rata orang dewasa 50-70 µg sehari, namun konsumsi lebih dari 500 µg sehari dapat bersifat toksik (WHO 1987). Keberadaan selenium berperan penting sebagai komponen pembentuk sisi aktif selenoenzim, antioksidan, penangkap radikal, pencegahan kanker dan mampu menginduksi apoptosis sel kanker. Bentuk selenium yang termetilasi seperti metilselenol (CH3 SeH) merupakan metabolit selenium utama yang dapat mencegah ataupun menghambat pertumbuhan sel kanker (Lobinski et al. 2000). Banyak studi yang telah dilakukan pada hewan tentang manfaat selenium dalam mencegah terjadinya atau berkembangnya sel kanker. Efek selenium tersebut sering dinamakan chemoprevention. Beberapa jenis kanker akibat kekurangan selenium dalam makanan telah dilaporkan antara lain kanker hati pada tikus, kanker usus halus pada domba, kanker pankreas pada hamster, serta kanker kulit dan hati pada beberapa hewan coba (Dilaga 1992). Metabolit selenium yang efektif dipakai untuk studi apoptosis sel kanker antara lain MSA, Se-metilselenosistein (MSC), dan selenometionin (SM). Dong et al. (2002) berhasil membuktikan bahwa MSA dapat menghambat siklus sel dan menginduksi apoptosis sel kanker payudara manusia. MSA berpengaruh terhadap perubahan ekspresi gengen regulator apoptosis seperti Apo-3, c-jun, cdkd/cyclin D1. MSC menghambat pertumbuhan sel tumor mamary tikus melalui penghambatan PI3-K (Unni et al. 2005). SM berpengaruh terhadap perubahan ekspresi gen apoptosis sel kanker prostat, meningkatkan protein phosphatase-2 pada intestine (Sinha R & El-Bayoumi K 2005). Ketersediaan Se dalam Tanah, Tanaman dan Mikroba Tanah vulkanis memiliki kandungan sulfur dan selenium yang tinggi. Hasil analisis oleh laboratorium mikrobiologi LIPI menyebutkan kadar Se tanah pegunungan Rinjani berkisar antara 1.2-2.6 ppm. Ketersediaan Se dalam tanaman maupun organisme erat kaitannya dengan ketersediaan 3 unsur tersebut dalam tanah. Tumbuhan yang hidup di tanah kaya selenium mempunyai mekanisme untuk menyerap dan mengakumulasi selenium dari tanah kemudian mengubahnya menjadi bentuk metabolit selenium lain yang tidak bersifat toksik bagi dirinya. Pada tanaman, konsentrasi Se yang terbesar ada dalam daun kemudian batang dan biji (Dilaga 1992). Selenometionin adalah bentuk selenium organik yang paling dominan pada khamir, algae, dan beberapa bakteri diperkaya Se sedangkan selenosistein dibentuk dari hasil konversi selenometionin (Lobinski et al. 2000). Tanaman yang toleran terhadap Se dapat mengakumulasi 100-1000 kali lipat dari pada spesies non akumulator. Tanaman ini mensintesis Se-metilselenosistein dalam jumlah besar. Se-metilselenosistein merupakan komponen utama tanaman yang diperkaya Se dan bermanfaat sebagai bentuk Se chemopreventive dibandingkan selenometionin (Ganther 1999; Whanger 2002). Spesies P. minima diklasifikasikan menurut USDA Natural Resources Conservation Service sebagai berikut: Divisi Magnoliophyta, klas Magnoliopsida, Subklas Asteridae, Ordo Solanales, Famili Solanaceae, Genus Physalis L., Species Physalis minima L. Tumbuhan ciplukan dikenal dengan berbagai istilah: Morel berry (Inggris), Ciplukan (Indonesia), Ceplukan (Jawa), Cecendet (sunda), Yor-yoran (Madura), Lapinonat (Seram), Keceplokan (Bali), Dedes (Sasak), Leletokan (Minahasa). Buah ciplukan mengandung senyawa kimia antara lain asam sitrun dan fisalin. selain itu buah ciplukan juga mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptosantin, vitamin C, dan gula. Efek farmakologis tumbuhan ini adalah analgetik, peluruh air seni, menetralkan racun, meredakan batuk, dan mengaktifkan fungsi kelenjar tubuh. Akar, daun, dan buah ciplukan dapat digunakan untuk mengobati diabetes. Penelitian ini menggunakan ekstrak air daun P. minima 33NHR yang tumbuh di kawasan gunung Rinjani. Ciplukan (Physal is minima) Bakteri Termofil Tumbuhan ciplukan (P. minima) merupakan tumbuhan liar, berupa semak atau perdu yang rendah, biasanya tingginya mencapai 1 meter dan mempunyai umur kurang lebih 1 tahun. Tumbuhan ini masuk dalam famili Solanaceae dan merupakan tumbuhan semak semusim dan tumbuh pada ketinggian 0-1800 m dpl, tersebar di daerah tegalan, sawah-sawah kering, serta dapat ditemukan di daerah hutan jati. Bunganya berwarna kuning, buahnya berbentuk bulat dan berwarna hijau kekuningan bila masih muda, tetapi bila sudah tua berwarma coklat dengan rasa asam-asam manis. Buah ciplukan yang masih muda dilindungi cangkap (Suara Merdeka 2004). Mikroorganisme yang dapat tumbuh pada kondisi ekstrem seperti suhu, pH dan konsentrasi garam biasa disebut sebagai ekstremofil. Mikroorganisme termofil dapat tumbuh pada suhu di atas 45 ºC dan beberapa diantaranya tumbuh di atas 80 ºC. Mikroorganisme ini dapat dengan mudah ditemukan pada daerah dengan aktivitas geotermal seperti daerah pegunungan berapi, sumber air panas, dan juga tempat cadangan minyak bumi dan batu bara. Beberapa organisme termofil telah diisolasi dari beberapa sumber air panas di Indonesia antara lain, sumber air panas Sileri, Cimanggu, kawah Domas, kawah Papandayan, dan kawah Wayang. Mikroorganisme termofil yang diisolasi dari kawah Wayang merupakan kelompok basil yang memliki kekerabatan yang dekat dengan Geobacillus sp. thermoleovorans (Indrajaya 2003). Penelitian ini menggunakan ekstrak air bakteri termofil Geobacillus sp. 22a sebagai sumber bioaktif Se. Bakteri ini diisolasi dari sumber air panas kawasan gunung Rinjani. Bakteri termofil ini memiliki morfologi berbentuk batang, dikultivasi pada media heterotrof dan tumbuh baik pada suhu 50 ºC. Gambar 1 Herba ciplukan (Physalis minima). 4 Gambar 2 Morfologi sel Geobacillus sp. 22a. Perbesaran 1000X. Saccharomyces cerevisiae S. cerevisiae merupakan sel khamir yang banyak digunakan sebagai subjek penelitian untuk mempelajari proses fosforilasi dan integritas membran. Sel berbentuk seperti telur (ovoid), bola (spheroid), silinder (cylindrical), lengkung (ogival), segitiga (triangular), botol (flask shaped), aplikulat (apliculate), dan elips. S. cerevisiae masuk dalam divisi Thallopyta, subdivisi Ascomycotina, kelas Eumycetes, subkelas Ascomycetes, ordo Encomycetes, famili Saccharomycetaceae, subfamily Saccharomycetoideae dan genus Saccharomyces . Suhu optimum untuk pertumbuhan sel S. cerevisiae berkisar antara 25-35 ºC, suhu minimum berkisar 0-0.5 ºC, suhu maksimum pertumbuhan sel khamir ini berada pada kisaran 33.5 -47 ºC (Paturau 1982). S. cerevisiae strain BJ 3505 digunakan sebagai organisme uji pada penelitian ini. Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 berbentuk bola hingga oval dan tumbuh baik pada suhu 28-29ºC. Gambar 3 Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505. Perbesaran 100X. Bioinformatika Bioinformatika adalah organisasi dan analisis kompleks data yang dihasilkan dari analisis molekuler modern dan teknik biokimia. Bioinformatika juga meliputi teknologi untuk koleksi, penyimpanan, analisis, intepretasi, pelepasan, dan aplikasi untuk informasi biologi. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan data yang masuk dengan ribuan data yang tersedia di dalam pangkalan data (Anonim 2005). Beberapa bank data yang bersifat antar negara seperti GenBank (USA), EMBL (Eropa), DDBJ (Jepang) telah mengorganisir penyimpana urutan DNA, RNA dan protein sehingga dapat diakses melalui internet. Pencarian database umumnya berdasarkan hasil alignment atau pensejajaran sekuen, baik sekuen DNA maupun protein. Salah satu perangkat lunak pencari database yang paling berhasil dan umum digunakan yaitu Basic Local Aligment Search Tool (BLAST). Perangkat lunak ini telah diadaptasi untuk melakukan pensejajaran terhadap berbagai sekuen DNA maupun protein. Hasil BLAST dapat memberikan informasi mengenai homologi suatu sekuen DNA, RNA ataupun protein. Isolasi RNA RNA (Ribonucleic Acid) merupakan senyawa kimia pembawa informasi genetik yang terdiri atas monomer ribonukleosida monofosfat yang dihubungkan oleh ikatan fosfodiester. Dalam sel, RNA memiliki beberapa bentuk yaitu rRNA (Ribosomal RNA), tRNA (transfer RNA), dan mRNA (messenger RNA). rRNA merupakan komponen utama penyusun ribosom yang berperan dalam sintesis rantai protein, tRNA berfungsi membawa asam amino yang sesuai dengan kodon mRNA dalam proses translasi, sedangkan mRNA merupakan model cetakan dalam proses penyusunan asam amino pada rantai polipeptida. Salah satu kunci keberhasilan RT -PCR adalah tahap isolasi RNA. Isolasi mRNA dilakukan dengan metode MicroFastTrack 2.0 mRNA Isolation Kit dari Invitrogen. Isolasi mRNA memanfaatkan karakteristik ekor poli(A) pada ujung 3’ mRNA yang dapat berikatan dengan oligo(dT) selulosa. Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT -PCR) PCR merupakan teknik in vitro untuk mengamplifikasi daerah DNA yang spesifik yang terletak diantara suatu sekuen DNA tertentu. PCR pertama kali dikembangkan oleh Kari Mullis pada tahun 1985, dan karena penemuannya tersebut ia mendapat hadiah Nobel pada tahun 1993. (Newton & Graham 1994). Komponen utama pada PCR adalah: (1) DNA templat, (2) Bufer PCR, (3) dNTps 5 (Deoxyoligonucleotide Triphosphates ), (4) MgCl2 , (5) Primer, (6) Enzim DNA Polimerase. Templat yang digunakan dapat berupa DNA genom atau pustaka genom. Bufer merupakan komponen yang sangat bervariasi dalam PCR. Beberapa komponen dasar dari bufer PCR ini adalah Tris -HCl dan KCl dalam pH basa. dNTPs merupakan campuran dari empat macam nukleotida (dATP, dCTP, dGTP, dTTP) yang merupakan bahan dasar polimerase dengan konsentrasi optimum 10-15µM. Konsentasi ion Mg dalam reaksi sangat tergantung pada konsentrasi dNTP. Konsentrasi MgCl 2 yang optimum adalah 0.5-5.0 mM. Primer merupakan suatu oligonukleotida dengan panjang 15-30 urutan basa. Konsentrasi primer yang umum digunakan antara 0.1 -1.0µM. Taq Polimerase digunakan untuk PCR karena tahan panas sehingga memungkinkan proses annealing dan extension dilakukan pada berbagai kondisi suhu (Newton & Graham 1994). Prinsip pelipatgandaan jumlah molekul DNA pada target yang diinginkan melalui teknik PCR adalah: (1) denaturasi, (2) penempelan (annealing), (3) pemanjangan primer (extension). Denaturasi berlangsung pada suhu di atas 92 ºC dan ditandai oleh memisahnya rantai ganda DNA menjadi dua rantai tunggal. Penempelan umumnya berlangsung pada suhu antara 37-65 ºC dan ditandai dengan menyatunya kembali dua untai tunggal DNA tersebut. Karena terdapat primer dalam jumlah yang jauh lebih besar dari DNA yang akan diamplifikasi maka primer akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melekat pada DNA rantai tunggal pasangannya. Pemanjangan primer berlangsung pada suhu antara 68-75 ºC dan ditandai oleh sintesis DNA dari primer tersebut mengikuti urutan nukleotida DNA rantai tunggal pasangannya (Watson et al. 1992). RT -PCR merupakan kombinasi dari sintesis komplementer DNA (cDNA) dengan PCR. Berbeda dengan PCR, templat untuk RT-PCR berupa RNA total atau RNA yang mengandung poli(A)+. Primer yang digunakan dapat berupa pimer acak, oligo(dT), atau sebuah primer spesifik, yang semuanya menggunakan enzim Reverse Transcriptase. RT-PCR dapat dilakukan melalui satu tahap atau dua tahap. Pada RT -PCR dua tahap, sintesis cDNA dilakukan pertama kali dalam bufer RT kemudian dilanjutkan dengan PCR. Sedangkan pada RT-PCR satu tahap, kedua reaksi terjadi dalam satu tabung pada mesin PCR. Pada kebanyakan aplikasi PCR, primer harus didesain agar dapat berkomplementer secara tepat dengan DNA templat. Desain primer dapat dilakukan dengan bantuan program komputer untuk hasil yang lebih efektif. Faktor yang mempengaruhi karakter primer dalam PCR seperti melting temperature (Tm) dan kemungkinan homologi antara primer dapat diprogram dalam komputer. Dalam mendesain primer harus dihindari terjadinya primer dimer dan sedapat mungkin dihindari adanya ketidaksesuaian (mismatches) antara primer dengan templat. Kadar basa G dan C dari suatu primer seharusnya dalam jumlah yang relatif besar (40-60%) karena hal ini berpengaruh pada penentuan suhu leleh dan suhu anealing dari PCR. Desain primer menggunakan program primer3 yang bisa diakses dari internet. Kualitas DNA dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa dengan buffer TAE (Tris -asam asetat-EDTA). Pengamatan hasil elektroforesis dengan bantuan Etidium Bromida (EtBr) di bawah sinar UV. Molekul DNA yang tersisipi EtBr dapat berfloresensi di bawah sinar UV. Jumlah molekul EtBr yang berikatan dengan DNA sebanding dengan jumlah DNA, sehingga intensitas pitapita DNA yang diamati dalam gel sebanding dengan kuantitas DNA. Kuantitas DNA dapat diukur dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 260 nm. Apabila serapan pada panjang gelombang ini bernilai 1, maka konsentrasi DNA setara dengan 50 µg/ml (Sambrook et al. 1989). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah daun P. minima 33NHR, Geobacillus sp. 22a, S. cerevisiae BJ 3505, ekstrak ragi, pepton, glukosa, agar, Micro FastTrack 2.0 mRNA Isolation Kit (Invitrogen), Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 7.4, akuades bebas ion, etanol absolut, Superscript one-step RT -PCR with Platinum Taq (Invitrogen), primer, gel agarosa, marker 100bp Ladder, bufer TAE, EtBr. Alat-alat yang digunakan terdiri atas sentrifuse 5804R dan 8000r, sentrifuse Hettich EBA 8S, laminar air flow, waterbath Memmert, sonikator B.Braun Labsonic, seperangkat alat elektroforesis Bio-rad, Milton 6 Roy Spectronic 1201, Perkin Elmer Gene Amp PCR Syst em 2400, neraca Mettler PC4400, Rocking platform Certomat, mikroskop Nikon Eclipse e400, mikropipet, siringe 10 cc steril yang ujungnya terpasang jarum berukuran 21, pipet tip steril, tabung Eppendorf, shaker, autoklaf, oven, blender, mikrofilter 0.45 µm dan alat-alat gelas. Metode Penelitian Metode penelitian dimulai dengan pencarian sekuen gen pho85, desain primer, pembuatan ekstrak daun P. minima 33NHR dan Geobacillus sp. 22a, perlakuan menggunakan ekstrak, isolasi mRNA, analisis perubahan ekspresi gen melalui RT -PCR, pengukuran konsentrasi produk PCR dengan metode spektrofotometri dan pengukuran konsentrasi pita DNA dengan Bio Rad Count TM Software. Pengambilan Sekuen dari GenBank Sekuen gen diperoleh dari GenBank melalui alamat www.ncbi.nlm.nih.gov. Setelah masuk pada alamat yang dimaksud, sekuen gen diperoleh dengan mengubah kombo search menjadi nucleotide dan pada kotak dialog for diketikkan gen yang diinginkan. Proses pencarian dimulai setelah perintah G o. Setelah mengklik accesion number gen yang dimaksud maka akan muncul sekuen gen lengkap dengan sekuen asam aminonya. Untuk mencari similaritas sekuen yang kita miliki menggunakan program BLAST protein-protein (BLASTP) pada alamat www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST. Data sekuen diubah dalam bentuk Fasta kemudian dicopy pada box sekuen, format untuk memilih organisme yang akan disejajarkan dan proses berjalan setelah ditekan tombol Blast. Desain Primer Desain primer menggunakan program primer3 (http://www-genome.wl.mit.edu/cgi bin/primer/primer3 www.cgi). Sekuen gen dalam bentuk Fasta dicopy dan paste pada kotak yang tersedia kemudian diklik untuk left primer, right primer dan hybridization probe selanjutnya pick primer. Primer yang diperoleh selanjutnya diuji dengan program BLAST nukleotide-nukleotide (BLASTN) untuk mengetahui homologinya dengan gen lain. Kultur Sel S. cerevisiae Sel S. cerevisiae BJ 3505 ditumbuhkan dalam 2 tabung sentrifuse 15 ml masing-masing berisi 5 ml media Yeast Malt (YM). S. cerevisiae ditumbuhkan selama 48 jam pada shaker 120 rpm suhu ruang. Setelah masa inkubasi selesai, sel dikumpulkan dengan cara sentrifugasi 10000 rpm selama 6 menit kemudian sel dicuci dengan 10 ml PBS sebanyak 3 kali. Pada pencucian terakhir pelet digabung dan disuspensikan dalam 5 ml media YM baru. Jumlah sel dihitung menggunakan hemasitometer. Pembuatan Ekstrak Daun P. minima 33NHR Daun diekstrak dengan metode maserasi dalam pelarut air. Daun P. minima 33NHR dikeringkan selama 2 hari dalam rumah kaca kemudian diblender hingga berbentuk bubuk. 1.0 g bubuk sampel diekstrak dengan 5.0 ml dH 2O bebas ion dalam tabung sentrifuse 15 ml dan di kocok selama 24 jam. Campuran disentrifuse kemudian filtrat disaring dengan filter berukuran 0.45 µm. Pembuatan Ekstrak Geobacillus sp. 22a Geobacillus sp. 22a diinokulasi ke dalam 600 ml media heterotrof yang ditambah natrium selenit 10 ppm. dan diinkubasi di dalam oven 50 ºC selama 5 hari. Geobacillus sp. dikumpulkan dengan cara sentrifugasi 10000 rpm 6 menit suhu ruang. Pelet bakteri dicuci dengan 10 ml PBS sebanyak 3 kali. Pada pencucian terakhir, pelet digabung kemudian disuspensikan dalam 5 ml PBS. Selanjutnya pelet sel disonikasi selama 20 menit pada power level 50 dan duty cycle 0.7. Sel hasil sonikasi kemudian disentrifuse dengan kecepatan yang sama. Supernatan dis aring dengan filter berukuran 0.45 µm. Perlakuan S. cerevisiae dengan Ekstrak Biakan S. cerevisiae BJ 3505 dipindahkan kedalam 3 tabung Eppendorf 2 ml masingmasing sebanyak 1 ml. Tabung yang pertama ditambahkan 1 ml dH2O bebas ion steril, tabung kedua ditambahkan 1 ml ekstrak daun P. minima 33NHR dan tabung ketiga ditambahkan 1 ml ekstrak Geobacillus sp. 22a. Ketiga tabung dihomogenkan dengan cara membalik-balikkan tabung kemudian diinkubasi selama 12 jam pada suhu ruang. Isolasi mRNA Metode isolasi terdiri atas beberapa tahap yaitu preparasi sampel sel, isolasi mRNA, pencucian, elusi dan presipitasi mRNA . Tahap preparasi sampel. Sel BJ 3505 yang telah diperlakukan dicuci dengan PBS bersuhu 4 ºC sebanyak 3 kali. Pelet sel 7 disuspensikan dalam 1 ml PBS dan dipindahkan ke tabung Eppendorf steril lalu disentrifuse 1600 rpm selama 5 menit. Pelet sel dilisis dengan menambahkan 1ml bufer lisis kemudian dihomogenkan dengan pipet tip. Lisat dilewatkan pada siringe steril yang ujungnya terpasang jarum berukuran 21 sebanyak 3 kali. Tahap isolasi mRNA. Lisat sel diinkubasi pada suhu 45 ºC selama 2 jam kemudian disentrifuse 1600 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Lisat dipipet sebanyak 800 µl ke tabung baru dan ditambahkan 55 µl larutan stok NaCl 5 M. Campuran dihomogenkan dengan membolak -balikkan tabung. Sisa DNA disimgkirkan dengan mel ewatkan lisat pada siringe steril sebanyak 4 kali. Lisat dituangkan ke dalam tabung oligo(dT) selulosa. Tabung ditutup dan dibiarkan selama 2 menit hingga oligo(dT) terdispersi sempurna. Tabung dikocok di atas rocking platform selama 60 menit pada suhu ruang. Selulosa oligo(dT) diperoleh melalui sentrifugasi 1600 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Supernatan dibuang secara hati-hati. Tahap pencucian. Oligo(dT) selulosa disuspensikan dalam 1.3 ml binding buffer selanjutnya disentrifuse 1600 rpm selama 5 menit pada suhu ruang. Tahap tersebut diulang sebanyak 2 kali. Bufer disingkirkan dari selulosa. Selulosa disuspensikan kembali dalam 0.3 ml binding buffer dan dipindahkan ke spin kolom kemudian disentrifuse 1600 rpm selama 10 detik pada suhu ruang. Kolom dipindahkan dari tabung mikrosentrifuse dan cairan dalam tabung dibuang. Spin kolom ditempatkan kembali ke dalam tabung dan ditambahkan 500 µl binding buffer kemudian disentrifuse 1600 rpm 10 detik suhu ruang. Tahap ini diulang lagi sebanyak 3 kali. Selanj utnya ditambahkan 200 µl Low Salt Wash Buffer ke dalam kolom. Selulosa dan buffer dihomogenkan dengan pipet tip steril dan disentrifuse 1600 rpm 10 detik suhu ruang. Tahap elusi dan presipitasi mRNA. Spin kolom ditempatkan dalam tabung mikrosentrifuse yang baru. Sebanyak 100 µl elution buffer dicampurkan ke dalam selulosa dengan menggunakan pipet tip steril. Tabung dan isinya disentrifuse 1600 rpm selama 10 detik suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan kembali 100 µl elution buffer ke kolom, dihomogenkan dan disentrifuse lagi selama 10 detik. Kolom dipindahkan dan dalam tabung berisi 200 µl sampel mRNA. mRNA diendapkan dengan menambahkan 30 µl sodium asetat 2 M dan 600 µl etanol absolut dan 100 µl glikogen carrier 2 mg/ml lalu dibekukan dalam freezer. Sampel mRNA dicairkan dan disentrifuse 12000 rpm selama 15 menit pada 4 ºC. Supernatan (etanol) dibuang, disentrifuse singkat dan sisa etanol yang tertinggal dikeringanginkan dengan membuka tutup tabung. Pelet disuspensikan dalam 10 µl elution buffer. RT-PCR Reaksi terdiri atas dua tahap yaitu sintesis cDNA dan PCR dalam satu tabung dengan menggunakan primer spesifik gen yang diinginkan. Sintesis cDNA diawali dengan menyiapkan master mix dalam tabung Eppendorf 1.5ml, masing-masing berisi 75 µl 2X Reaction Buffer, 3 µl RT Platinum taq mix, 60 µl dH2O bebas ion steril, primer pho85 kiri dan pho85 kanan masing-masing 3 µl. Primer yang digunakan dalam reaksi: pho85 kiri : 5’CAACGACCACCAAGAGACCT 3’ pho85 kanan : 5’AAACCAAGGGTGATGCAGAG 3’ Selanjutnya disiapkan 3 buah tabung PCR Tabung 1 merupakan blanko, berisi 2 µl templat mRNA S. cerevisiae-dH2O, tabung 2 berisi 2 µl templat mRNA S. cerevisiaePhysalis minima 33NHR sedangkan tabung 3 berisi 2 µl templat mRNA S. cerevisiaeGeobacillus sp. 22a Tabung 1, 2 dan 3 masing-masing ditambahkan master mix sebanyak 48 µl. Total volume dalam tabung menjadi 50 µl. Sampel dimasukkan dalam mesin PCR dan diset pada hold suhu 50 ºC selama 30 menit untuk sintes is cDNA. Reaksi diakhiri dengan menekan tombol stop. Kemudian masuk ke siklus PCR yang telah diprogram. Tabel 1 Pengaturan suhu dan siklus PCR predenaturasi denaturasi penempelan pemanjangan Pemanjangan tambahan Suhu (ºC) 94 94 56 72 Waktu mm:ss 4:00 0:30 0:30 0:30 Banyaknya siklus 1 siklus 72 7:00 1 siklus 40 siklus Elektroforesis Gel Agarosa Analisis hasil RT -PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1.5%. Agarosa sebanyak 0.9 g dilarutkan dalam bufer TAE 2X sampai volumenya mencapai 60 ml dengan cara dipanaskan di atas hot plate sampai jernih. Kemudian larutan ditambah 1.2 µl EtBr hingga merata dan 8 segera dituangkan dalam cetakan gel. Setelah gel memadat, sisir (comb) diangkat, lalu gel dipindahkan ke tangki elektroforesis yang berisi bufer TAE 2X. Sampel hasil PCR sebanyak 15 µl dicampur dengan 3 µl blue juice dan Stok Marker 100bp ladder sebanyak 15 µl dimasukkan ke dalam sumur gel untuk dirunning. Elektroforesis dilakukan pada bufer TAE 2X dengan tegangan 90 volt selama 1 jam. Selesai elektroforesis gel divisualisasikan pada lampu ultraviolet (UV) dan difoto dengan kamera polaroid. Pengukuran Konsentrasi Produk PCR dan Pita DNA Produk PCR sebanyak 4 µl diencerkan hingga 1 ml dengan dH 2O bebas ion dan dibaca absorbans pada panjang gelombang 260 nm. Intensitas pita DNA hasil elektroforesis diukur dengan Bio Rad Count TM Software. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis similaritas Homo sapien CDK5 dengan S. cerevisiae PHO85 Sekuen gen Homo sapiens cdk5 diperoleh dari GenBank dengan nomor akses NM_004935. Gen CDK5 tersusun atas 1143 basa nukleotida. Coding sekuen dimulai dari basa ke 62 sampai 940 yang akan ditranslasikan menjadi protein cyclindependent kinase 5. Sekuen gen cdk5 dapat dilihat pada Lampiran 4. Pembandingan sekuen asam amino menggunakan program BLASTP. Hasil pembandingan sekuen asam amino Hs_CDK5 menunjukkan similaritas yang signifikan dengan protein PHO85 Saccharomyces cerevisiae. PHO85 menempati urutan 1, 2, dan 3 pada hasil BLAST kemudian disusul CDC28 dan KIN28. Pensejajaran sekuen asam amino CDK5 dan sekuen protein PHO85 menunjukkan keidentikan sebesar 55% dan angka kesamaan mencapai 71% (Lampiran 5). Nilai ini tidak jauh berbeda dengan pernyataan Huang et al. 1999 dalam tulisannya yang menyebutkan bahwa PHO85 m erupakan homolog Cyclin dependent kinase 5 (CDK5) Homo sapien dengan keidentikan sebesar 56% dan 72% kemiripan pada level asam amino. Ketersediaan database dan pemilihan bank data pada saat mengakses berpengaruh pada hasil pensejajaran sekuen. Sekuen gen pho85 dapat diakses dengan kode Y00867. Gen ini terletak dalam kromosom XVI S. cerevisiae dan mengkode protein dengan kode akses CAA68773.1 dan CAA68774.1 (urutan ke-1 dan 3 BLASTP CDK5). PHO85 tersusun atas 305 asam amino dengan bobot molekul 34.9 kD. Sekuen gen pho85 dapat dilihat di Lampiran 6. Metode pensejajaran sekuen protein ini digunakan berdasarkan kenyataan bahwa sekuen protein dapat berbeda sedikit tetapi memiliki fungsi yang sama. Persen similaritas yang tinggi menunjukkan homologi fungsi protein tersebut. Desain Primer Program primer3 menghasilkan primer pho85 kiri yaitu 5’CAA CGA CCA CCA AGA GAC CT 3’ dan untuk primer pho85 kanan 5’ AAA CCA AGG GTG ATG CAG AG 3’. Tm primer pho85 kiri dan pho85 kanan masing-masing 60.15 dan 60.11 ºC. Pho85 kiri menempel pada basa nukleotida ke 844 sedangkan pho85 kanan menempel pada 993 sehingga diperoleh produk PCR berukuran 150 pasang basa (Lampiran 7). Output primer3 pho85 tersebut memenuhi syarat dari segi panjang primer, perbedaan panjang primer, perbedaan Tm kedua primer dan komposisi basa G+C. Panjang kedua primer pho85 masing-masing 20 nukleotida sedangkan yang disyaratkan antara 18 sampai 25 nukleotida. Perbedaan panjang kedua primer 0 pb sedangkan syaratnya 3 pb. Perbedaan Tm kedua primer memenuhi syarat <5 ºC yaitu hanya 0.04 ºC. Komposisi basa G+C lebih dari 50% memenuhi syarat 4060%. Tetapi pho85 kiri tidak memenuhi syarat dalam hal basa ujung 3’ berupa timin. Ujung 3’ kedua primer seharusnya G atau C agar stabilitasnya cukup karena ikatan G-C lebih kuat daripada A-T. Selain itu juga terdapat basa komplemen sebanyak 4 pasang basa. Adanya basa komplemen ini memungkinkan terjadinya primer dimer. Disain primer pho85 yang dihasilkan diuji dengan program BLASTN untuk konfirmasi homologinya terhadap gen lain. Hasil Blast primer menunjukkan homologi dengan S. cerevisiae, Human dan Oryza sativa. Primer memiliki homologi paling tinggi dengan khamir pho85 dengan keidentikan 100%. Seluruh sekuen primer menempel sempurna pada gen tersebut. (Lampiran 8). Sekuen primer ini cukup baik untuk digunakan berdasarkan syarat-syarat primer spesifik dan didukung oleh hasil BLASTN. 9 Apoptosis Sel S. cerevisiae BJ 3505 S. cerevisiae BJ 3505 menampakkan perubahan bentuk dan ukuran sel menjadi lebih kecil (petite) setelah diinkubasi selama 12 jam dalam ekstrak daun P. minima 33NHR maupun ekstrak Geobacillus sp. 22a. Jumlah sel petite terhadap sel normal dalam satu luas bidang pandang relatif lebih banyak pada sel setelah perlakuan dibandingkan dengan blanko. Jumlah sel petite terhadap sel normal pada perlakuan Geobacillus sp. 22a relatif lebih sedikit dibandingkan ekstrak P. minima 33NHR (Gambar 4, a/2, b/2, c/2). Sel petite merupakan indikasi sel mengalami apoptosis. Souhoka (2005) menyatakan bahwa ekstrak ciplukan 33NHR menghasilkan frekuensi sel petite terhadap sel normal berkisar antara 3.5-12% bervariasi berdasarkan pelarut yang digunakan. Nilai persentase petite setelah perlakuan ekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang hanya berkisar antara 0.09-2%. Menurut Wyllie dalam Jalal (1999), sel yang mengalami apoptosis memperlihatkan karakteristik morfologi berupa pengerutan sel, ukuran sel menjadi lebih kecil dan sitoplasma lebih padat. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Wylley. Sel dengan perlakuan tampak berwarna lebih gelap setelah diberi pewarnaan cepat dengan kristal violet (Gambar 4, a/1, b/1, c/1) dan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan sel normal atau blanko. Kondensasi sel dan sitoplasma yang memadat diduga sebagai penyebabnya. Sel petite juga terlihat pada blanko. Hal ini wajar terjadi karena sel secara normal menjalani proses apoptosis untuk membuang sel-sel yang sudah tidak diperlukan, tua atau rusak dan untuk mengatur pertumbuhan serta perkembangan sel secara tepat. Sel mengaktifkan program penghancuran terhadap diri sendiri. Kemampuan untuk menjalankan program bunuh diri seperti ini merupakan kemampuan fundamental sel sebagaimana kemampuan sel untuk membelah secara mitosis. Karakteristik lain yaitu pembentukan gelembung apoptotik dan badan apoptosis. Sel apoptosis mula -mula memperlihatkan gelembung-gelembung sitoplasma dan kemudian terbagi-bagi menjadi gelembunggelembung kecil terbungkus oleh membran sitoplasma. Hasil pengamatan tidak berhasil mendeteksi adanya badan apoptosis. Badan apoptosis ini sulit diamati karena badan apoptosis yang terbentuk segera difagositosis oleh sel di dekatnya kemudian dihancurkan di dalam lisosom. (a/1) (b/1) (c/1) (a/2) (b/2) (c/2) Gambar 4 Morfologi sel S. cerevisiae BJ 3505 setelah perlakuan. a= blanko BJ 3505, b= BJ 3505ekstrak Physalis minima 33NHR, c= BJ 3505-ekstrak Geobacillus sp. 22a. 1= preparat fiksasi, 2= preparat lekapan basah. Tanda panah menunjukkan sel petite. Perbesaran 100X. 10 Isolasi mRNA Sel khamir memiliki dinding sel sehingga lebih sulit dilisis dari pada sel bakteri. Keberhasilan mengisolasi mRNA dari sel khamir dipengaruhi oleh keberhasilan dalam melisis sel khamir. Sel khamir dilisis dengan menambahkan buffer lisis yang berisi SDS dan protein/Rnase degrader. SDS akan melarutkan lipid yang merupakan komponen dinding sel dan membran sel, sedangkan protein/RNase degrader akan memecah protein dan menginaktifkan RNase yang dapat merusak RNA. Polisakarida, protein dan DNA dipisahkan dari RNA dengan melewatkan lisat pada siringe dengan jarum berukuran 21. Pengikatan mRNA melalui penambahan oligo(dT). Oligo(dT) akan spesifik berikatan dengan mRNA yang memiliki poli-A pada ujung 3’ OH. Pengikatan mRNA dibantu dengan penambahan NaCl dan pengocokan diatas rotator. Pencucian resin mRNA menggunakan Low Salt Wash Buffer yang akan menghilangkan sisa SDS dan kontaminan RNA berupa rRNA. Selanjutnya mRNA dielusi dengan elution buffer dan diendapkan dengan etanol absolut. mRNA hasil isolasi ini digunakan sebagai templat untuk RT -PCR. dibandingkan blanko. Hasil pengukuran spektrofotometer ini memperlihatkan indikasi bahwa ekstrak air P. minima 33NHR dan Geobacillus sp. 22a menekan ekspresi gen pho85 S. cerevisiae. Gambar 6 menunjukkan hasil uji ekspresi gen pho85 pada S. cerevisiae dalam gel agarosa. Sampel pada sumur 1, 3, dan 5 merupakan ekspresi gen pho85 yang ditunjukkan oleh pita berukuran 150 pb. Dari gambar tersebut terlihat bahwa intensitas pita blanko lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan, berarti ekstrak air P. minima maupun ekstrak air Geobacillus sp. 22a menghambat ekspresi pho85 pada sel apoptosis S. cerevisiae BJ 3505. Pengamatan secara visual pada agarosa tidak dapat membedakan secara jelas intensitas antara PM-pho85 dan GB-pho85, oleh karena itu diperlukan analisis intensitas pita secara semikuantitatif. Intensitas pita pho85 secara semikuantitatif disajikan pada Gambar 7. Intensitas pita GB-pho85 lebih tinggi dibandingkan dengan PM -pho85 tetapi keduanya lebih rendah dibandingkan blanko. Ekstrak air P. minima 33NHR mampu menekan ekspresi gen pho85 hingga 34.87% sedangkan Geobacillus sp. 22a hanya 15.00%. 1.200 Uji ekspresi gen diawali dengan pembuatan cDNA dari templat mRNA dilanjutkan dengan amplifikasi menggunakan PCR yang berlangsung pada satu tabung. Pembuatan utas cDNA dibantu oleh enzim reverse transcriptase dengan pemanasan pada suhu 50 ºC selama 30 menit, selanjutnya enzim dinonaktifkan dengan pemanasan 94 ºC selama 4 menit sebaliknya enzim Taq Polimerase menjadi aktif. cDNA dipisahkan dari templat dengan pemanasan 94 ºC selama 30 detik. Primer spesifik gen pho85 menempel pada utas cDNA pada pemanasan 56 ºC selama 30 detik. Proses pemanjangan oleh Platinum Taq Polimerase berlangsung pada suhu 72 ºC selama 30 detik. Proses ini terus berulang sampai 40 siklus. Pada akhir proses amplifikasi diberikan pemanjangan tambahan pada suhu 72 ºC selama 7 menit. Konsentrasi fragmen DNA hasil amplifikasi diukur pada panjang gelombang 260 nm (Gambar 5). Konsentrasi DNA pada sel yang diberikan ekstrak P. minima 33NHR (PM) memiliki kecenderungan lebih tinggi dari sel yang diberi ekstrak Geobacillus sp. 22a (GB) tetapi keduanya lebih rendah 1.000 [DNA] µg/µL] Penurunan Ekspresi Gen pho85 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 Blanko pho85 PM-pho85 GB-pho85 Gambar 5 Diagram konsentrasi produk PCR pada sampel setelah perlakuan. (metode spektrofotometri). Gambar 6 Pola pita ekspresi gen pho85 pada sel uji S. cerevisiae setelah perlakuan. Mk= marker, 1= blanko pho85 , 3= PM_pho85, 5= GB_pho85. 11 20 15 10 5 0 blanko PHO85 Gambar 7 PHO85-PM PHO85-GB Diagram intensitas pita pho85 setelah perlakuan. (Metode Bio Rad Count TM Software). Pengukuran intensitas pita lebih akurat untuk menunjukkan perubahan ekspresi pho85 dibandingkan pengukuran konsentrasi DNA produk PCR dengan spektrofotometer. Produk PCR tidak dimurnikan terlebih dahulu sehingga keberadaan primer dimer kemungkinan juga terbaca oleh spektrofot ometer. Sedangkan pengukuran intensitas pita lebih spesifik menunjuk pada satu jenis DNA yaitu fragmen pho85 yang terlihat sebagai pita berukuran 150 pb. Bakteri termofil Geobacillus sp. 22a memiliki kadar Se yang lebih tinggi dari pada P. minima 33NHR (Tabel 2), tetapi ternyata ekstrak air P. minima 33NHR lebih memicu apoptosis sel terlihat dari penghambatan ekspresi pho85 yang lebih baik. Bentuk senyawa Se yang beragam diduga sebagai kata kunci yang bisa menjelaskan fenomena tersebut. Sampel yang diekstrak dengan air mampu menarik banyak spesies selenium termasuk di dalamnya yaitu selenometionin (Encinar et al. 2003). Selenometionin menjadi prekursor untuk pembentukan metilselenol yang merupakan metabolit aktif untuk memicu apoptosis sel (Ganther 1999; Whanger 2002). Metabolit tersebut yang diduga memicu apoptosis sel S. cerevisiae BJ 3505 melalui penghambatan ekspresi pho85 dalam waktu 12 jam inkubasi. Secara skematis, mekanisme dapat dilihat pada Gambar 8. Protein PHO85 merupakan protein fosforilase yang berperan dalam pembentukan energi intraseluler. Ekspresi Pho85 yang berkurang akan menyebabkan protein PHO85 juga berkurang. Berkurangnya protein ini menyebabkan penurunan regenerasi energi intraseluler. Protein PHO85 yang berkurang mengakibatkan terjadinya akumulasi glikogen dan meningkatnya aktivitas APase. Glikogen Sintase b kurang aktif diubah menjadi bentuk aktifnya yaitu Glikogen Sintase a oleh protein Fosfatase yang memindahkan gugus fosfat dari residu serin (Lehninger 1982). Aktifnya Glikogen Sintase menyebabkan Glikogen Fosforilase menjadi tidak aktif. Laju pembentukan glikogen lebih dominan sehingga pembentukan ATP melalui glikolisis menjadi terhambat. Hal ini jelas akan mengurangi ketersediaan ATP seluler. Jumlah ATP seluler mempengaruhi kondisi sel. Konsentrasi ATP antara 50-100% dapat menyebabkan sel mengalami kematian secara apoptosis. Pada populasi sel dengan konsentrasi ATP 30-50% kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis. Ketika konsentrasi ATP menjadi 30% sel mati karena nekrosis (Leist et al. 1998). Sel yang kekurangan energi seluler ATP akan menjadi lemah, tidak mempunyai cukup energi untuk melakukan pembelahan sel sehingga sel mengkerut, ukurannya menjadi kecil (petite). Sel petite merupakan indikasi terjadinya apoptosis. Tabel 2 Kadar Se sampel kode Se (ppm) 33NHR* 3.04 22a** 40.55 Sumber: * Souhoka (2005) **LIPI (inpress ) ekstrak transkripsi SM PHO85 defosforilasi Energi seluler apoptosis Gambar 8 Mekanisme apoptosis melalui penghambatan ekspresi pho85. 12 SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air daun P. minima 33NHR dan bakteri Geobacillus sp. 22a meningkatkan sel petit sebagai indikator sel apoptosis. Sel apoptosis S. cerevisisiae memperlihatkan adanya penurunan pada ekspresi gen pho85 . Hal ini menunjukkan bahwa apoptosis disebabkan penurunan pho85 oleh senyawa kaya selenium yang terdapat di dalam ekstrak air daun P. minima 33NHR dan bakteri Geobacillus sp. 22a. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan freeze-drying sebelum ekstraksi sampel bakteri dan pengujian pengaruh ekstrak terhadap gen-gen apoptosis lain seperti aif1, cdc48, aip, yca pada S. cerevisiae dan apo3, cdk5 pada sel kanker mamalia. DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2004. Ciplukan untuk diabetes. http://www.suaramerdeka.com. [27 Juni 2004]. [Anonim]. 2005. Bioinformatika. http://www.wikipedia.com. [5 januari 2006] Dilaga SH. 1992. Nutrisi Mineral pada Ternak. Kajian Khusus Unsur Selenium . Jakarta: Akademika Presindo. Dong Y, Ganther HE, Stewart C, and Ip C. 2002. Identification of molecular targets associated with selenium-induced growth inhibition in human breast cells using cDNA microarrays. Cancer Research 62: 708-714. Encinar JR, Kaszynska MS, Polatajko A Vacchina V, Szpunar J. 2003. Methodological advances for selenium speciation analysis in yeast. Analytica Chimica acta 500: 171-183. Ganther HE. 1999. Selenium metabolism, selenoproteins and mechanisms of cancer prevention: complexities with thioredoxin reductase. Carcinogenesis 20(9): 1657 1666. Huang D, Patrick G, Moffat J, Tsai Li-Huei, and Andrews B. 1999. Mammalian Cdk5 is a functional homologue of the budding yeast Pho85 cyclin-dependent protein kinase. PNAS 96 (25): 14445-14450. Indrajaya, Warganegara FM, Akhmaloka. 2003. Isolasi dan identifikasi mikroorganisme termofil isolat kawah Wayang. J Mirobiol Ind: 53-56. Jalal EA. 1999. Apoptosis dan dasar molecular kematian sel terprogram. Journal Kedokteran YARSI 7(1): 35-41. Lehninger AL. 1982. Dasar -dasar Biokimia. Jilid 2. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta : Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Leist M, Kuhnle S, Sigle B, Nicotera P. 1998. Differentiation betwen apoptotic and necrotic cell death detection ELISA or annexin V staining. Biochemica 2: 35-38. Lobinski R, Edmonds JS, Suzuki KT, Uden PC. 2000. Species-selective determination of selenium compounds in biological material. Pure Appl. Chem. 72(3): 447461. Madeo F, Engelhardt S, Herker E, Lehmann N, Maldener C, Proksch A, wising S, Frohlich K. 2002. Apoptosis in yeast: a new model system with application in cell biology and medicine. Curr. Genet. 41: 208-216. Nishizawa M, Tanabe M, Yabuki N, Kitada K, Toh-e A. 2000. Pho85 kinase a yeast cyclin-dependent kinase regulates the expression of UGP1 encoding UDPglukosaphyrophosphorylase. Yeast 18 (3): 239-249. Newton CR, Graham A. 1994. PCR. UK: Bios Scientific Publisher. Paturau JM. 1982. By Product of the Cane Sugar Iindustry. Amsterdam: Elsevier. Reed CJ. 2000. Mechanisms of Apoptosis. American Journal of Pathology. 157:14151430. Sambrook JE, Fritsch F, and Maniatis T. 1989. Moleculer Cloning A Laboratory Manual 2rd edition. New York: Cold Spring Harbor Lab. Press. Sauhoka D. 2005. Penapisan Herba Vulkanis Pegunungan Rinjani untuk Modulasi Apoptosis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institute Pertanian Bogor. Sinha R, El-Bayoumi K. 2005. Molecular chemoprevention by selenium: A genomic approach. Artikel. Elseiver. 13 Unni E, Koul D, Yung WA, Sinha R. 2005. Se-methylselenocysteine inhibits phosphat idylinositol 3-kinase activity of mouse mamary ephithelial tumor cells in vitro.Breast Cancer Research 7(5): 699 707). Watson JD, Gilman M, Witkowski J, Zoller M. 1992. Recombinant DNA. 2nd ed. New York: WH Freeman & Co. Whanger PD. 2002. Selenocompounds in plants and animals and their biological significance. J Am Coll Nutr 21(3): 223 232. WHO. 1987. Selenium Environmental Health Criteria 58. Geneva: WHO 14 LAMPIRAN 15 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Geobacillus 22a Daun Physalis minima 33NHR Dikeringkan, dihaluskan inkubasi 50ºC 5 hari sentrifuse bubuk simplisia Pelet dalam PBS Ekstraksi dengan dH 2O Maserasi selama 24 jam, Sentrifuse Ekstraksi dengan sonikasi Sentrifuse pelet pelet Supernatan Supernatan Perlakuan ke sel khamir BJ 3505 Selama 12 jam Pengamatan mikroskopis Sel petite Isolasi mRNa RT-PCR Pengukuran produk PCR elektroforesis gel Agarosa 1,5% Pengukuran intensitas pita DNA 16 Lampiran 2 Diagram alir perlakuan sel BJ 3505 1,45 X 107 sel BJ 3505/mL dalam 5 mL media YM 1 mL kultur sel khamir BJ 3505 + 1 mL dH2O free ion steril 1 mL kultur sel khamir BJ 3505 + 1 mL ekstrak daun ciplukan 33NHR Inkubasi suhu ruang selama 12 jam Isolasi mRNA Penghitungan jumlah sel khamir BJ 3505 Jumlah sel = jumlah sel terhitung X fp Volume chamber = (15 +15 + 9+19) /4 x 10 4 10-4 m l = 1,45 X 107 sel/ml 1 mL kultur sel khamir BJ 3505 + 1 mL ekstrak Geobacillus 22a 17 Lampiran 3 Diagram alir isolasi mRNA dengan microFastTrack 2.0 Kit microFastTrack 2.0 Kit 1,45x107 Kultur sel Lisis dengan detergen dan RNA/Protein Degrader Pengikatan dengan oligo(dT) selulosa Pencucian dengan Low Salt Wash Buffer Elusi dalam spin kolom mRNA untuk sintesis cDNA, RT-PCR 18 Lampiran 4 Sekuen gen cdk5 1: NM_004935. Homo sapiens cycl...[gi:38454327] LOCUS NM_004935 1143 bp mRNA linear PRI 06-N O V-2005 DEFINITION Homo sapiens cyclin- dependent kinase 5 (CDK5), mRNA. ACCESSION NM_004935 VERSION NM_004935.2 GI:38454327 KEYWORDS . SOURCE Homo sapiens (human) ORGANISM Homo sapiens Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi; Mammalia; Eutheria; Euarchontoglires; Primates; Catarrhini; Hominidae; Homo. REFERENCE 1 (bases 1 to 1143) AUTHORS Rademakers,R., Sleegers,K., Theuns,J., Van den Broeck,M., Bel Kacem,S., Nilsson,L.G., Adolfsson,R., van Duijn,C.M., Van Broeckhoven,C. and Cruts,M. TITLE Association of cyclin- dependent kinase 5 and neuronal activators p35 and p39 complex in early-onset Alzheimer's disease JOURNAL Neurobiol. Aging 26 (8), 1145-1151 (2005) PUBMED 15917097 REMARK GeneRIF: role of the CDK5 molecular complex in the genetic etiology of early-onset Alzheimer disease; a yet unknown functional variant in CDK5 or in a nearby gene might lead to increased susceptibility for early -onset Alzheimer disease REFERENCE 2 (bases 1 to 1143) AUTHORS Luo,S., Vacher,C., Davies,J.E. and Rubinsztein,D.C. TITLE Cdk5 phosphorylation of huntingtin reduces its cleavage by caspases: implications for mutant huntingtin toxicity JOURNAL J. Cell Biol. 169 (4), 647-656 (2005) PUBMED 15911879 REMARK GeneRIF: These data predict that the ability of cdk5 phosphorylation to protect against htt cleavage, aggregation, and toxicity is compromised in cells expressing toxic fragments of htt. REFERENCE 3 (bases 1 to 1143) AUTHORS Hamdane,M., Bretteville,A., Sambo,A.V., Schindowski,K., Begard,S., Delacourte,A., Bertrand,P. and Buee,L. TITLE p25/Cdk5-mediated retinoblastoma phosphorylation is an early event in neuronal cell death JOURNAL J. Cell. Sci. 118 (PT 6), 1291-1298 (2005) PUBMED 15741232 REMARK GeneRIF: an early event in neuronal cell death is p25/Cdk5-mediated retinoblastoma phosphorylation REFERENCE 4 (bases 1 to 1143) AUTHORS Rosales,J.L., Ernst,J.D., Hallows,J. and Lee,K.Y. TITLE GTP-dependent secretion from neutrophils is regulated by Cdk5 JOURNAL J. Biol. Chem. 279 (52), 53932-53936 (2004) PUBMED 15492003 REMARK GeneRIF: data suggest that Cyclin- dependent kinase 5 (Cdk5)- Cdk5 Activator p35 is required to elicit the maximum GTP-induced secretory response from neutrophils . FEATURES Location/Qualifiers source 1..1143 /organism="Homo sapiens" /mol_type="mRNA" /db_xref="taxon:9606" /chromosome="7" /map="7q36" gene 1..1143 /gene="CDK5" /note="synonym: PSSALRE" /db_xref="GeneID:1020" /db_xref="HGNC:1774" 19 Lanjutan CDS STS /db_xref="HPRD:00449" /db_xref="MIM:123831" 62..940 /gene="CDK5" /EC_number="2.7.1.-" /note="go_function: ATP binding [goid 0005524] [evidence IEA]; go_function: nucleotide binding [goid 0000166] [evidence IEA]; go_function: transferase activity [goid 0016740] [evidence IEA]; go_function: protein -tyrosine kinase activity [goid 0004713] [evidence IEA]; go_function: cyclin- dependent protein kinase activity [goid 0004693] [evidence TAS] [pmid 8090221]; go_process: cell cycle [goid 0007049] [evidence IEA]; go_process: cell division [goid 0051301] [evidence IEA]; go_process: cell proliferation [goid 0008283] [evidence TAS] [pmid 8090221]; go_process: protein amino acid phosphorylation [goid 0006468] [evidence IEA]" /codon_start=1 /product="cyclin- dependent kinase 5" /protein_id="NP_004926.1" /db_xref="GI:4826675" /db_xref="GeneID:1020" /db_xref="HGNC:1774" /db_xref="HPRD:00449" /db_xref="MIM:123831" /translation="MQKYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGV PSSALREICLLKELKHKNIVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCNGDLDPEI VKSFLFQ LLKGLGFCHSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSA EVVTLWYRPPDVLFGAKLYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRL LGTPTEEQWPSMTKLPDYKPYPMYPATTSLVNVVPKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRIS AEEALQHPYFSDFCPP" 967..1092 /gene="CDK5" /standard_name="SGC30025" /db_xref="UniSTS:4723" ORIGIN 1 tgcaacgccg gggccagagt cttaaaaccg agggcccgca ggggtccccg cggccgccgc 61 gatgca gaaa tacgagaaac tggaaaagat tggggaaggc acctacggaa ctgtgttcaa 121 ggccaaaaac cgggagactc atgagatcgt ggctctgaaa cgggtgaggc tggatgacga 181 tgatgagggt gtgccgagtt ccgccctccg ggagatctgc ctactcaagg agctgaagca 241 caagaacatc gtcaggcttc atgacgtcct gcacagcgac aagaagctga ctttggtttt 301 tgaattctgt gaccaggacc tgaagaagta ttttgacagt tgcaatggtg acctcgatcc 361 tgagattgta aagtcattcc tcttccagct actaaaaggg ctgggattct gtcatagccg 421 caatgtgcta cacagggacc tgaagcccca gaacctgcta ataaacagga atgggga gct 481 gaaattggct gattttggcc tggctcgagc ctttgggatt cccgtccgct gttactcagc 541 tgaggtggtc acactgtggt accgcccacc ggatgtcctc tttggggcca agctgtactc 601 cacgtccatc gacatgtggt cagccggctg catctttgca gagctggcca atgctgggcg 661 gcctcttttt cccggcaatg atgtcgatga ccagttgaag aggatcttcc gactgctggg 721 gacgcccacc gaggagcagt ggccctctat gaccaagctg ccagactata agccctatcc 781 gatgtacccg gccacaacat ccctggtgaa cgtcgtgccc aaactcaatg ccacagggag 841 ggatctgctg cagaaccttc tgaagtgtaa ccctgtcca g cgtatctcag cagaagaggc 901 cctgcagcac ccctacttct ccgacttctg tccgccctag gccccgggac ccccggcctc 961 caggctgggg cctggcctat ttaagccccc tcttgagagg ggtgagacag tgggggtgcc 1021 tggtgcgctg tgctccagca gtgctgggcc cagccggggt ggggtgcctg agcccgaatt 1081 tctcactccc tttgtggact ttatttaatt tcataaattg gctcctttcc cacagtcaaa 1141 aaa 20 Lampiran 5 BLASTP CDK5 BLASTP 2.2.12 [Aug-07-2005] Reference : Altschul, Stephen F., Thomas L. Madden, Alejandro A. Schäffer, Jinghui Zhang, Zheng Zhang, Webb Miller, and David J. Lipman (1997), "Gapped BLAST and PSI - BLAST: a new generation of protein database search programs", Nucleic Acids Res. 25:3389-3402. RID: 1129781606-1255-32968354980.BLASTQ1 Database: All non-redundant GenBank CDS translations+PDB+SwissProt+PIR+PRF excluding environmental samples 2,934,173 sequences; 1,011,751,523 total letters Query= (292 letters) Related Structures Sequences producing significant alignments: gi|4170|emb|CAA68774.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae] Score E (Bits) Value 330 3e-91 gi|6325226|ref|NP_015294.1| Cyclin - dependent kinase, with ten... 327 2e-90 gi|295932|emb|CAA68773.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae] 327 2e-90 gi|6319636|ref|NP_009718.1| Catalytic subunit of the main cel... 327 2e-90 gi|6320095|ref|NP_010175.1| Serine/threonine protein kinase, ... 209 5e-55 gi|6322710|ref|NP_012783.1| Catalytic (alpha) subunit of C-te... 202 8e-53 gi|6325419|ref|NP_015487.1| Cyclin (Bur2p)- dependent protein ... 188 gi|171533|gb|AAA34613.1| FUS3 protein 186 4e-48 1e-48 gi|6319455|ref|NP_009537.1| Mitogen- activated protein kinase ... 186 4e-48 gi|6321819|ref|NP_011895.1| Serine/threonine MAP kinase invol... 172 8 e-44 gi|299627|gb|AAB26249.1| Mpk1p=mitogen-activated protein kina... 171 2e-43 gi|295611|gb|AAA34680.1| HOG1 protein 171 2e-43 gi|6323142|ref|NP_013214.1| Mitogen- activated protein kinase ... 171 2e-43 gi|1256876|gb|AAB67558.1| Hog1p: Mitogen-activated and osmose... 171 2e-43 gi|6321477|ref|NP_011554.1| Mitogen- activated protein kinase ... 169 5e-43 gi|6325215|ref|NP_015283.1| Cyclin - dependent protein kinase, ... 167 4e-42 gi|1351369|sp|P39073|UME5_YEAST Meiotic mRNA stability protei... 167 4e-42 gi|45269878|gb|AAS56320.1| YMR139W [Saccharomyces cerevisiae] 154 2e-38 gi|6323788|ref|NP_013859.1| Protein kinase required for signa... 154 2 e-38 gi|295639|gb|AAA16206.1| protein-serine kinase 154 3 e-38 gi|6325311|ref|NP_015379.1| Middle sporulation-specific mitog... 149 6e-37 gi|6322688|ref|NP_012761.1| Mpk1-like protein kinase; associa... 147 4e-36 gi|726282|gb|AAA74429.1| Mrk1p 127 2e-30 gi|6320124|ref|NP_010204.1| Glycogen synthase kinase 3 (GSK -3... 127 2 e-30 gi|6322154|ref|NP_012229.1| Alpha catalytic subunit of casein... 122 8e-29 gi|3415|emb|CAA42788.1| protein kinase [Saccharomyces cerevisiae 116 5e-27 gi|6322366|ref|NP_012440.1| Mitogen- activated protein (MAP) k... 116 5e-27 gi|218490|dbj|BAA01226.1| Ssp31 protein kinase [Saccharomyces ce 116 5e-27 gi|6324635|ref|NP_014704.1| Alpha' catalytic subunit of casei... 113 5 e-26 gi|6319328|ref|NP_009411.1| Protein kinase of the Mitotic Exi... 112 8e-26 gi|298025|emb|CAA43041.1| CDC15 [Saccharomyces cerevisiae] >g... 112 8e-26 gi|10383805|ref|NP_009998.2| MAP kinase kinase kinase of the ... 111 gi|6322320|ref|NP_012394.1| Serine-threonine protein kinase t... 108 2e-25 2e-24 gi|6322748|ref|NP_012821.1| Nim1p-related protein kinase that... 104 2e-23 gi|6324444|ref|NP_014513.1| Protein kinase related to mammali... 103 5e-23 21 Lanjutan Aligment > gi|4170|emb|CAA68774.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae] Length=302 Score = 330 bits (845), Expect = 3e-91 Identities = 167/299 (55%), Positives = 214/299 (71%), Gaps = 12/299 (4%) Query 1 Sbjct 1 Query 61 Sbjct 60 Query 116 Sbjct 120 Query 176 Sbjct 180 Query 236 Sbjct 239 > MQKYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGVPSSALREICLLKELKH 60 M ++++LEK+G GTY TV+K N+ T VALK V+LD + EG PS+A+REI L+KELKH MNRFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSE-EGTPSTAIREISLMKELKH 59 KNIVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCN------------ GDLDPEIVKSFLFQLLKGLG 115 +NIVRL+DV+H++ KLTLVFEF D DLKKY DS L+ +VK F +QLL+GL ENIVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVANTPRGLELNLVKYFQWQLLQGLA 119 FCHSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSAEVVTLWYRPPDVLFG 175 FCH +LHRDLKPQNLLIN+ G+LKL DFGLARAFGIPV +S+EVVTLWYR PDVL G FCHENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMG 179 AKLYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRLLGTPTEEQWPSMTKLPD 235 ++ YSTSID+WS GCI AE+ G+PLFPG + ++QLK IF ++GTP E WPS+TKLP SRTYSTSIDIWSCGCILAEMI---TGKPLFPGTNDEEQLKLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPK 238 YKPYPMYPATTSLVNVV---------PKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRISAEEALQHPYFSDF 289 Y P L V+ L+ D L LL+ NP R+SA++AL HP+F+++ YNPNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEY 297 gi|6325226|ref|NP_015294.1| Cyclin-dependent kinase, with ten cyclin partners; involved in environmental stress response; in phosphate-rich conditions, Pho85p-Pho80p complex phosphorylates Pho4p which in turn represses PHO5; Pho85p [Saccharomyces cerevisiae] gi|2507191|sp|P17157|PHO85_YEAST kinase PHO85) Negative regulator of the PHO system (Serine/threonine-protein gi|2347159|gb|AAB68188.1| Pho85p: Protein kinase homolog; negative transcriptional regulator [Saccharomyces cerevisiae] Length=305 Score = 327 bits (839), Expect = 2e-90 Identities = 166/297 (55%), Positives = 213/297 (71%), Gaps = 12/297 (4%) Query 3 Sbjct 6 Query 63 Sbjct 65 Query 118 Sbjct 125 Query 178 Sbjct 185 Query 238 Sbjct 244 KYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGVPSSALREICLLKELKHKN 62 + +++ LEK+G GTY TV+K N+ T VALK V+LD + EG PS+A+REI L+KELKH+N QFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSE--EGTPSTAIREISLMKELKHEN 64 IVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCN-----------GDLDPEIVKSFLFQLLKGLGFC 117 IVRL+DV+H++ KLTLVFEF D DLKKY DS L+ +VK F +QLL+GL FC IVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVGNTPRGLELNLVKYFQWQLLQGLAFC 124 HSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSAEVVTLWYRPPDVLFGAK 177 H +LHRDLKPQNLLIN+ G+LKL DFGLARAFGIPV +S+EVVTLWYR PDVL G++ HENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMGSR 184 LYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRLLGTPTEEQWPSMTKLPDYK 237 YSTSID+WS GCI AE+ G+PLFPG + ++QLK IF ++GTP E WPS+TKLP Y TYSTSIDIWSCGCILAEMI-----TGKPLFPGTNDEEQLKLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPKYN 243 PYPMYPATTSLVNVV---------PKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRISAEEALQHPYFSDF 289 P L V+ L+ D L LL+ NP R+SA++AL HP+F+++ PNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEY 300 22 Lanjutan > gi|295932|emb|CAA68773.1| PHO85 [Saccharomyces cerevisiae] Length=305 Score = 327 bits (839), Expect = 2e-90 Identities = 166/297 (55%), Positives = 213/297 (71%), Gaps = 12/297 (4%) Query 3 Sbjct 6 Query 63 Sbjct 65 Query 118 Sbjct 125 Query 178 Sbjct 185 Query 238 Sbjct 244 KYEKLEKIGEGTYGTVFKAKNRETHEIVALKRVRLDDDDEGVPSSALREICLLKELKHKN 62 + + + +LEK+G GTY TV+K N+ T VALK V+LD + EG PS+A+REI L+KELKH+N QFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSE-EGTPSTAIREISLMKELKHEN 64 IVRLHDVLHSDKKLTLVFEFCDQDLKKYFDSCN-------------GDLDPEIVKSFLFQLLKGLGFC 117 IVRL+DV+H++ KLTLVFEF D DLKKY DS L+ +VK F +QLL+GL FC IVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVGNTPRGLELNLVKYFQWQLLQGLAFC 124 HSRNVLHRDLKPQNLLINRNGELKLADFGLARAFGIPVRCYSAEVVTLWYRPPDVLFGAK 177 H +LHRDLKPQNLLIN+ G+LKL DFGLARAFGIPV +S+EVVTLWYR PDVL G++ HENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMGSR 184 LYSTSIDMWSAGCIFAELANAGRPLFPGNDVDDQLKRIFRLLGTPTEEQWPSMTKLPDYK 237 YSTSID+WS GCI AE+ G+PLFPG + ++QLK IF ++GTP E WPS+TKLP Y TYSTSIDIWSCGCILAEMI-----TGKPLFPGTNDEEQLKLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPKYN 243 PYPMYPATTSLVNVV--------PKLNATGRDLLQNLLKCNPVQRISAEEALQHPYFSDF 289 P L V+ L+ D L LL+ NP R+SA++AL HP+F+++ PNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEY 300 23 Lampiran 6 Sekuen gen pho85 : Y00867 Yeast PHO85 gene ...[gi:4169] LOCUS SCPHO85G 1258 bp DNA linear PLN 18-APR-2005 DEFINITION Yeast PHO85 gene for a negative regulator of the PHO system. ACCESSION Y00867 X13515 VERSION Y00867.1 GI:4169 KEYWORDS PHO85 gene; phosphate regulation; protein kinase. SOURCE Saccharomyces cerevisiae (baker's yeast) ORGANISM Saccharomyces cerevisiae Eukaryota; Fungi; Ascomycota; Saccharomycotina; Saccharomycetes; Saccharomycetales; Saccharomycetaceae; Saccharomyces. REFERENCE 1 (bases 1 to 1258) AUTHORS Uesono,Y., Tanaka,K. and Toh-e,A. TITLE Negative regulators of the PHO system in Saccharomyces cerevisiae: isolation and structural characterization of PHO85 JOURNAL Nucleic Acids Res. 15 (24), 10299-10309 (1987) PUBMED 3320965 REFERENCE 2 (bases 1 to 300) AUTHORS Toh-e,A., Tanaka,K., Uesono,Y. and Wickner,R.B. TITLE PHO85, a negative regulator of the PHO system, is a homolog of the protein kinase gene, CDC28, of Saccharomyces cerevisiae JOURNAL Mol. Gen. Genet. 214 (1), 162-164 (1988) PUBMED 3067079 FEATURES Location/Qualifiers source 1..1258 /organism="Saccharomyces cerevisiae" /mol_type="genomic DNA" /db_xref="taxon:4932" /clone="pNF1" /cell_type="DC5" /clone_lib="YCp19" CDS join(144..160,263..1163) /note="alternative" /codon_start=1 /product="PHO85" /protein_id="CAA68773.1" /db_xref="GI:295932" /db_xref="GOA:P17157" /db_xref="SGD:S000005952" /db_xref="UniProtKB/Swiss-Prot:P17157" /translation="MSSSSQFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSEE GTPSTAIREISLMKELKHENIVRLYDVIHTENKLTLVFE FMDNDLKKYMDSRTVANTP RGLELNLVKYFQWQLLQGLAFCHENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGI PVNTFSSEVVTLWYRAPDVLMGSRTYSTSIDIWSCGCILAEMITGKPLFPGTNDEEQL KLIFDIMGTPNESLWPSVTKLPKYNPNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHG LLQLNPDMRLSAKQALHHPWFAEYYHHAS" exon <144..160 /number=1 intron 161..262 /number=1 CDS 255..1163 /codon_start=1 /product="PHO85" /protein_id="CAA68774.1" /db_xref="GI:4170" /db_xref="GOA:P17157" /db_xref="UniProtKB/Swiss-Prot:P17157" /translation="MNRFKQLEKLGNGTYATVYKGLNKTTGVYVALKEVKLDSEEGTP STAIREISLMKELKHENIVRLYDVIHTENKLTLVFEFMDNDLKKYMDSRTVANTPRGL ELNLVKYFQWQLLQGLAFCHENKILHRDLKPQNLLINKRGQLKLGDFGLARAFGIPVN TFSSEVVTLWYRAPDVLMGSRTYSTSIDIWSCGC ILAEMITGKPLFPGTNDEEQLKLI FDIMGTPNESLWPSVTKLPKYNPNIQQRPPRDLRQVLQPHTKEPLDGNLMDFLHGLLQ LNPDMRLSAKQALHHPWFAEYYHHAS" 24 Lanjutan exon 263..>1163 /number=2 ORIGIN 1 tacaaatcac catacacgta gactcgtaag cccgtagctt tctaattgaa agataacaaa 61 gggaatccag ttttaccata tagcgtataa ttgcagataa gggatatata gcgcggcaaa 121 ctgggcaaac ttgagcaata ccaatgtctt cttcttcaca gtatgtagtt ttctagtcaa 181 gtatcattgg aaagtaaaga actagaaatg atgaatacta acatatatac gagaaaaaat 241 caacctcgag ctctatgaac agatttaagc agttagaaaa gcttggcaat ggtacgtatg 301 ccacagtgta caagggactg aacaaaacca caggggtata tgttgccctg aaagaggtaa 361 aactggattc agaggaaggt acaccctcta cggccatccg tgagatctcc ctaatgaaag 421 aattgaaaca tgagaacatt gttagacttt atgacgttat tcacacagag aacaagttga 481 ctttggtttt tgaattcatg gacaacgatt taaagaaata catggattcc cgcaccgtgg 541 caaacacacc aagagggcta gaactaaact tggttaaata cttccagtgg caactactgc 601 aagggctggc cttttgccat gaaaacaaga ttctccaccg tgatttaaaa cctcaaaacc 661 tattaatcaa caagagaggc cagttgaaat tgggtgattt cggtctggcc cgtgctttcg 721 gtattccggt caacacattt tcaagcgaag tcgtaacgtt gtggtaccgt gctcctgatg 781 tgctaatggg ttctaggacg tactccacat ccattgatat atggtcgtgt gggtgcattc 841 ttgcggaaat gataacgggt aagcctttgt ttcctggcac caacgacgaa gaacaactga 901 aattgatctt cgacatcatg ggcactccta atgagtccct atggcccagt gtaacaaagt 961 tacccaaata caacccaaat atccagcaac gaccaccaag agacctacgt caagtattgc 1021 aaccacacac caaagaaccg ctagacggga atctcatgga tttcttacac ggactcttgc 1081 aacttaatcc ggatatgagg ctgagcgcca agcaggctct gcatcaccct tggtttgcag 1141 agtactacca ccacgcttca taacgcagcc cgtcagcgaa aaaccgtagc catgtatata 1201 taatgataat aatcatctat aatacactac tattacttta gtctcatctt acgacagc 25 Lampiran 7 Primer3 pho85 Primer3 Output No mispriming library specified No hyb oligo mishyb library specified Using 1-based sequence positions OLIGO start len tm gc% any 3' seq LEFT PRIMER 844 20 60.15 55.00 2.00 2.00 CAACGACCACCAAGAGACCT RIGHT PRIMER 993 20 60.11 50.00 4.00 0.00 AAACCAAGGGTGATGCAGAG HYB OLIGO 890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT SEQUENCE SIZE: 1020 INCLUDED REGION SIZE: 1020 PRODUCT SIZE: 150, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 2.00 1 ATGTCTTCTTCTTCACAGTATGTAGTTTTCTAGTCAAGTATCATTGGAAAGTAAAGAACT 61 AGAAATGATGAATACTAACATATATACGAGAAAAAATCAACCTCGAGCTCTATGAACAGA 121 TTTAAGCAGTTAGAAAAGCTTGGCAATGGTACGTATGCCACAGTGTACAAGGGACTGAAC 181 AAAACCACAGGGGTATATGTTGCCCTGAAAGAGGTAAAACTGGATTCAGAGGAAGGTACA 241 CCCTCTACGGCCATCCGTGAGATCTCCCTAATGAAAGAATTGAAACATGAGAACATTGTT 301 AGACTTTATGACGTTATTCACACAGAGAACAAGTTGACTTTGGTTTTTGAATTCATGGAC 361 AACGATTTAAAGAAATACATGGATTCCCGCACCGTGGGCAACACACCAAGAGGGCTAGAA 421 CTAAA CTTGGTTAAATACTTCCAGTGGCAACTACTGCAAGGGCTGGCCTTTTGCCATGAA 481 AACAAGATTCTCCACCGTGATTTAAAACCTCAAAACCTATTAATCAACAAGAGAGGCCAG 541 TTGAAATTGGGTGATTTCGGTCTGGCCCGTGCTTTCGGTATTCCGGTCAACACATTTTCA 601 AGCGAAGTCGTAACGTTGTGGTACCGTGCTCCTGATGTGCTAATGGGTTCTAGGACGTAC 661 TCCACATCCATTGATATATGGTCGTGTGGGTGCATTCTTGCGGAAATGATAACGGGTAAG 721 CCTTTGTTTCCTGGCACCAACGACGAAGAACAACTGAAATTGATCTTCGACATCATGGGC 781 ACTCCTAATGAGTCCCTATGGCCCAGTGTAACAAAGTTACCCAAATACAACCCAAATATC 841 CAGCAACGACCACCAAGAGACCTACGTCAAGTATTGCAACCACACACCAAAGAACCGCTA >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> xxxxxxxxxxxxxxxx 901 GACGGGAATCTCATGGATTTCTTACACGGACTCTTGCAACTTAATCCGGATATGAGGCTG xxxxxxxxxxx 26 Lanjutan 961 AGCGCCAAGCAGGCTCTGCATCACCCTTGGTTTGCAGAGTACTACCACCACGCTTCATAA <<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<< KEYS (in order of precedence): >>>>>> left primer <<<<<< right primer xxxxxxx hyb oligo ADDITIONAL OLIGOS start len tm gc% any 3' seq 1 LEFT PRIMER 844 20 60.15 55.00 2.00 2.00 CAACGACCACCAAGAGACCT RIGHT PRIMER 999 20 60.11 50.00 4.00 2.00 CTCTGCAAACCAAGGGTGAT HYB OLIGO 890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT PRODUCT SIZE: 156, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 0.00 2 LEFT PRIMER 829 20 59.82 45.00 4.00 2.00 AACCCAAATATCCAGCAACG RIGHT PRIMER 993 20 60.11 50.00 4.00 0.00 AAACCAAGGGTGATGCAGAG HYB OLIGO 890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT PRODUCT SIZE: 165, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 1.00 3 LEFT PRIMER 829 20 59.82 45.00 4.00 2.00 AACCCAAATATCCAGCAACG RIGHT PRIMER 999 20 60.11 50.00 4.00 2.00 CTCTGCAAACCAAGGGTGAT HYB OLIGO 890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT PRODUCT SIZE: 171, PAIR ANY COMPL: 4.00, PAIR 3' COMPL: 1.00 4 LEFT PRIMER 792 20 59.81 55.00 5.00 1.00 GTCCCTATGGCCCAGTGTAA RIGHT PRIMER 993 20 60.11 50.00 4.00 0.00 AAACCAAGGGTGATGCAGAG HYB OLIGO 890 20 60.10 50.00 6.00 2.00 AAGAACCGCTAGACGGGAAT PRODUCT SIZE: 202, PAIR ANY COMPL: 5.00, PAIR 3' COMPL: 0.00 Statistics con too in in no tm tm high high high sid many tar excl bad GC too too any 3' poly ered Ns get reg GC% clamp low high compl compl Left 8123 0 0 0 18 0 3357 2480 0 5 22 Right 8069 0 0 0 2 0 2798 2841 0 1 18 Hyb 9833 0 0 0 18 0 3499 3606 0 0 22 Pair Stats: considered 2480, unacceptable product size 2455, high end compl 6, ok 19 primer3 release 1.0 (primer3_www_results.cgi v 0.4) end X stab ok 125 2116 136 2273 0 2688 27 Lampiran 8 BLASTN primer pho85 BLASTN 2.2.12 [Aug-07-2005] Reference : Altschul, Stephen F., Thomas L. Madden, Alejandro A. Schäffer, Jinghui Zhang, Zheng Zhang, Webb Miller, and David J. Lipman (1997), "Gapped BLAST and PSI - BLAST: a new generation of protein database search programs", Nucleic Acids Res. 25:3389-3402. RID: 1129863392-23837-163961852041.BLASTQ2 Database: All GenBank+EMBL+DDBJ+PDB sequences (but no EST, STS, GSS,environmental samples or phase 0, 1 or 2 HTGS sequences) 3,534,590 sequences; 15,685,911,575 total letters If you have any problems or questions with the results of this search please refer to the BLAST FAQs Query= (40 letters) Sequences producing significant alignments: Score E (Bits) Value gi|4169|emb|Y00867.1|SCPHO85G Yeast PHO85 gene for a negative re .... gi|1171408|gb|U44030.1|SCU44030 Saccharomyces cerevisiae chro... gi|12331075|emb|AL359853.18| Human DNA sequence from clone RP... gi|58530787|dbj|AP008207.1| Oryza sativa (japonica cultivar-g... gi|16191728|dbj|AP003561.2| Oryza sativa (japonica cultivar-g.. . 42.1 42.1 38.2 36.2 36.2 0.069 0.069 1.1 4.2 4.2 Alignments >gi|4169|emb|Y00867.1|SCPHO85G Yeast PHO85 gene for a negative regulator of the PHO system Length=1258 Score = 42.1 bits (21), Expect = 0.069 Identities = 21/21 (100%), Gaps = 0/21 (0%) Strand=Plus/Plus Query 1 CAACGACCACCAAGAGACCTA 21 ||||||||||||||||||||| Sbjct 987 CAACGACCACCAAGAGACCTA 1007 Score = 40.1 bits (20), Expect = 0.27 Identities = 20/20 (100%), Gaps = 0/20 (0%) Strand=Plus/Minus Query 21 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 40 |||||||||||||||||||| Sbjct 1136 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 1117 >gi|1171408|gb|U44030.1|SCU44030 to PHO85 Length=33858 Saccharomyces cerevisiae chromosome XVI left arm from MNN9 Score = 42.1 bits (21), Expect = 0.069 Identities = 21/21 (100%), Gaps = 0/21 (0%) Strand=Plus/Minus Query 1 CAACGACCACCAAGAGACCTA 21 ||||||||||||||||||||| Sbjct 31539 CAACGACCACCAAGAGACCTA 31519 Score = 40.1 bits (20), Expect = 0.27 Identities = 20/20 (100%), Gaps = 0/20 (0%) Strand=Plus/Plus 28 Lanjutan Query 21 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 40 |||||||||||||||||||| Sbjct 31390 AAACCAAGGGTGATGCAGAG 31409 >gi|12331075|emb|AL359853.18| Human DNA sequence from clone RP11-12M5 on chromosome 1 Contains five novel genes and a CpG island, complete sequence Length=173031 Score = 38.2 bits (19), Expect = 1.1 Identities = 19/19 (100%), Gaps = 0/19 (0%) Strand=Plus/Minus Query 15 AGACCTAAACCAAGGGTGA 33 ||||||||||||||||||| Sbjct 65639 AGACCTAAACCAAGGGTGA 65621 >gi|58530787|dbj|AP008207.1| complete sequence Length=43261740 Oryza sativa (japonica cultivar- group) genomic DNA, chromosome 1, Score = 36.2 bits (18), Expect = 4.2 Identities = 18/18 (100%), Gaps = 0/18 (0%) Strand=Plus/Minus Query 6 ACCACCAAGAGACCTAAA 23 |||||||||||||||||| Sbjct 38284660 ACCACCAAGAGACCTAAA 38284643 >gi|16191728|dbj|AP003561.2| 1, BAC clone:B1065E10 Length=183580 Oryza sativa (japonica cultivar- group) genomic DNA, chromosome Score = 36.2 bits (18), Expect = 4.2 Identities = 18/18 (100%), Gaps = 0/18 (0%) Strand=Plus/Minus Query 6 ACCACCAAGAGACCTAAA 23 |||||||||||||||||| Sbjct 45485 ACCACCAAGAGACCTAAA 45468 29 Lampiran 9 Absorban produk PCR pada panjang gelombang 260 nm no kode sampel Absorban 1 blanko PHO85 0.079 2 PM-PHO85 0.076 3 GB-PHO85 0.060 fp=4/1000 [DNA] = A260 x 0,05 µg/µl x 1/fp Contoh perhitungan : [DNA] blanko = 0,079 x 0,05 µg/µl x 250 = 0,988 µg/µl [DNA] µg/µl 0.988 0.950 0.750 Lampiran 10 Intensitas pita DNA (Arbitary unit) Gel name : GelDoc 2005-09-23 13hr 19min (1D Scan) Index Name 1 2 3 1 3 5 Adj. Vol. 21.1036 26.1607 23.2794 ODu*mm2 Area mm2 51.9104 51.9104 51.9104 Value -14.5021 -9.4449 -12.3263 ODu 0.4065 0.5039 0.4484 Density ODu/mm2 3.2892 4.0774 3.6283 4 Bl 35.6057 51.9104 0.0000 0.6859 5.5495 Ket : 1= Blanko pho85, 2= PM-pho85, 3= GB-pho85, 4= kontrol daerah gel tanpa pita.DNA Lampiran 11 Konsentrasi Se sampel Herba vulkanis kode sampel 1NHR 33NHR Cb Dm Sc Absor ban 0.0027 0.0036 0.0024 0.0007 0.0015 0.0018 0.0012 Kadar Se (ppm) 0.3559 0.5085 0.3051 0.0169 0.1525 0.2033 0.1017 Bobot sampel (gram) 1.0012 1.001 1.0007 1.0009 1.0015 1.001 1.002 Data diambil dari Souhoka 2005 Bakteri termofil Se Biomassa (ppm) Isolat 5 14K 10.9 20K 8.25 22A 38.95 23A1 11.3 10 23.05 13.05 40.55 24.65 15 5.6 6.3 8.4 8.9 20 21.2 10.2 16.25 26.75 Data diambil dari Lab. Biosgen (in Press) volume akhir (ml0 10 10 10 10 10 10 10 F p 1 1 1 1 1 1 1 Kadar Se akhir (ppm) 3.5547 5.0799 3.0488 0.1688 1.5231 2.0309 1.0139 30 Lampiran 12 Prosedur pembuatan beberapa larutan Larutan microFastTrack 2.0 Lysis Buffer Jika stock buffer mempunyai endapan putih, larutan dipanaskan hingga 65ºC sampai larut. 20 µl Protein/Rnase Degrader ditambahkan ke dalam 1 ml stock buffer untuk tiap isolasi. Larutan buffer fosfat (PBS) ntuk 1 liter larutan ditambahkan: 8 g NaCl, 0.20 g KCl, 1.44 g Na2 HPO4, 0.24 g KH 2PO4 ke dalam 800 ml air destilata dan dicampur hingga larut. pH diatur menjadi 7,4 dengan 1 N HCl hingga volume akhir menjadi 1000 ml. PBS dapat disimpan pada suhu ruang atau pada 4ºC. Larutan stok TAE 50X Stok buffer TAE 50X dibuat dari campuran 242 g tris base, 57,1 ml asam asetat glasial, 100 ml EDTA pH8 kemudian ditambahkan H2O hingga volume akhir menjadi 1 liter. Buffer kerja TAE 2X dibuat dari pengenceran stok TAE 50X. Stok Marker 100bp Ladder Stok marker berisi campuran 10 µl 100bpLadder, 40 µl Elution Buffer, dan 5 µl blue juice.