Alihkan Qurban dan ONH Untuk Modal Amal Usaha

advertisement
Alihkan Qurban dan ONH Untuk Modal Amal Usaha
MENGALIHKAN HEWAN QURBAN UNTUK PEMBANGUNAN MASJID DAN
TABUNGAN ONH UNTUK MODAL USAHA
Pertanyaan dari:
Hakim Udin,
Tegalsari Utara RT. 02 RW. 11 No. 06 Kedowan Arjasa Situbondo Jawa Timur
(disidangkan pada hari Jum'at, 18 Rabiul Awal 1428 H / 6 April 2007 M)
Pertanyaan:
Ada dua masalah yang saya alami dalam kehidupan saya selama ini:
1. Pada tahun 1990, ibu mertua saya punya niat untuk berkurban seekor sapi. Berhubung sesuatu
hal yang sangat mendesak; yaitu Panitia Pembangunan Masjid Nurul Hidayah di desa saya
sangat membutuhkan biaya untuk penyelesaiannya. Untuk itu saya juga termasuk panitia,
memberanikan diri minta dengan hormat pada ibu, agar sapi yang mau disembelih untuk kurban,
sebaiknya diserahkan saja kepada Panitia Pembangunan Masjid untuk menyelesaikan
pembangunan masjid tersebut. Saya berkeyakinan bahwa antara disembelih sebagai kurban dan
dijual (dikurbankan) untuk kepentingan umat Islam pahalanya sama saja.
Tanpa ada komentar apa-apa, ibu sangat ikhlas. Sapi tak jadi disembelih, tapi diserahkan
sepenuhnya pada panitia dan Alhamdulillah pembangunan masjid tersebut di atas selesai.
Yang menjadi masalah dalam hati saya, salah atau benarkah tindakan saya? Kalau salah,
bagaimanakah caranya untuk meluruskan kesalahan-kesalahan saya? Perlukah saya mengganti
sapi yang diniatkan untuk kurban tersebut? (Ibu mertua saya sudah meninggal).
2. Pada tahun 1997, saya punya niat untuk menunaikan haji. Pada waktu itu uang saya hanya cukup
untuk satu orang. Karena saya berkeinginan untuk berangkat dua orang dengan istri, terpaksa
uang saya ditabung dulu. Tapi, malang tak dapat ditolak, untung tak bisa diraih. Pada waktu itu
juga anak saya butuh modal untuk bekerja. Uang yang diniatkan untuk ONH, terpaksa saya
pinjamkan pada anak saya.
Pada tahun 1998 terjadi krisis moneter. Anak saya terkena imbasnya, modal yang saya
pinjamkan ludes. Sampai sekarang (hari ini) anak saya tak bisa mengembalikan uang tersebut.
Mohon penjelasan pada pengasuh, berdosakah saya dalam hal ini? Jalan apa yang harus saya
tempuh untuk menebus dosa dan kesalahan saya ini?
Terima kasih atas penjelasan dan keterangannya.
Jawaban:
1. Memang berpahala dan tidaknya sesuatu amal tergantung kepada niatnya, sebagaimana sabda
Rasulullah saw:
]‫ الحديث [متفق عليه‬.... ‫ت‬
ِ ‫إِنَّ َما اْألَ ْع َما ُل بِالنِّيَا‬
Artinya: “Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya .…” [Muttafaq ‘Alaih]
Mengenai kasus yang saudara tanyakan dapat kami nyatakan bahwa masalahnya sesudah ada niat
dan ingin melaksanakan niat qurban seekor sapi oleh mertua saudara kemudian atas usul saudara
harga sapi qurban itu dialihkan kepada yang lebih bermanfaat kepada agama dan masyarakat,
yaitu pembangunan masjid Nurul Hidayah.
Tentang bagaimana hukumnya, kami berpendapat bahwa:
a. Mendirikan masjid termasuk amal jariyah yang pahalanya terus berlanjut dan
kenyataannya memang sangat dibutuhkan adanya masjid di tempat saudara.
Menyembelih hewan qurban juga baik, tetapi manfaatnya bagi masyarakat miskin
hanya beberapa hari sampai habisnya daging qurban dimakan, walaupun
pahalanya juga besar di sisi Allah karena didasarkan atas niat taqwa kepada Allah.
b. Atas dasar itu maka tindakan saudara dapat dibenarkan dan kerelaan ibu mertua
saudara untuk melaksanakan yang lebih bermanfaat tidak menghilangkan pahala
amal jariyahnya itu.
c. Soal apakah saudara harus mengganti qurban yang sudah diniatkan dengan
saudara menyembelih hewan qurban lain atas nama mertua saudara, kami kira
baik-baik saja, tetapi tidak wajib, sebab mertua saudara sudah mengalihkan
niatnya dari menyembelih qurban kepada pembangunan masjid dan insya Allah ia
mendapat pahala dari amal jariyah pembangunan masjid tersebut.
2. a. Masalahnya, niat saudara untuk naik haji bersama istri dan telah masuk ke tahap menabung
ONH serta telah cukup untuk satu orang, tapi dalam waktu menunggu tabungan ONH cukup
untuk dua orang, tiba-tiba terjadi kasus peminjaman untuk sementara waktu oleh anak saudara
yang menggunakan biaya ONH itu untuk kepentingan modal usaha. Karena krisis moneter tahun
1997, modal yang dipinjamkan dari ONH itu tidak dapat dikembalikan dan saudara tidak dapat
naik haji berdua sampai sekarang.
Dalam hal ini kami berpendapat bahwa niat saudara untuk naik haji bersama istri dan telah
dalam tahap menabung, insya Allah sudah mendapat pahala dari Allah SWT.
b. Adanya kasus sambil menunggu cukup ONH untuk berdua, anak saudara sangat membutuhkan
modal untuk usahanya yang juga untuk kehidupan atau nafaqah rumah tangganya. Ia berjanji
akan mengembalikan ONH tersebut tepat waktunya nanti. Tapi Allah berkehendak lain, yaitu
adanya krisis moneter dan krisis itu tak dapat ditolak sehingga menjadi halangan tidak dapat
mengembalikan modal dari ONH tersebut. Apakah saudara berdosa dalam hal ini? Kami
berpendapat bahwa saudara tidak berdosa sebab ijtihad saudara, anak saudara dapat
mengembalikan pinjaman dari ONH itu. Tapi karena halangan "‘awaridl" yang dapat
dikategorikan sebagai keadaan darurat maka niat pengembalian ONH oleh anak saudara tidak
terpenuhi dan saudara gagal naik haji. Kegagalan itu bukan karena niat saudara, tetapi oleh
karena keadaan darurat itu. Saran kami agar niat saudara diteruskan lagi dengan menabung ONH
itu, dan kalaupun tidak kesampaian, Allah SWT akan memberi pahala atas niat baik saudara,
sebagaimana sabda Rasulullah saw:
ْ َ‫ َو َم ْن هَ َّم ِب َح َسنَ ٍة فَ َع ِملَهَاا ُكتِب‬.‫ت لَهُ َح َسنَة‬
ْ َ‫ّللا « َم ْن هَ َّم ِب َح َسنَ ٍة فَلَ ْم يَ ْع َم ْلهَا ُكتِب‬
‫ات لَاهُ َع ًْارا‬
ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل ه‬:‫ع َْن أَ ِبي ه َُر ْي َرةَ قَا َل‬
ْ َ‫ ُكتِب‬،‫ َوإِ ْن َع ِملَهَا‬. ْ‫ لَ ْم تُ ْكتَب‬،‫ َو َم ْن هَ َّم بِ َسيِّئَ ٍة فَلَ ْم يَ ْع َم ْلهَا‬.‫ْف‬
]‫ [رواه مسلم‬.»‫ت‬
ٍ ‫ضع‬
ِ ‫إِلَى َس ْب ِع ِمائَ ِة‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa
yang berkeinginan baik tetapi tidak mengamalkannya, hal itu telah dicatat sebagai satu
kebaikan. Barangsiapa yang berkeinginan baik dan melaksanakannya, hal itu telah dicatat
dengan seratus sampai tujuh ratus lipat kebaikan. Barangsiapa yang berkeinginan buruk tetapi
tidak melaksanakannya, maka tidak dicatat, namun jika mengerjakannya dicatat sebagai satu
keburukan.”[HR. Muslim]
‫اار َوإِنَّاهُ ِم ْان أَ ْها ِل اْل َ نَّا ِة‬
َ ‫ « إِ َّن اْل َعبْا َد لَيَ ْع َما ُل َع َم‬:‫لالَّى ّللاُ َعلَيْا ِه َو َسالَّ َم‬
َ ِ‫اال َرسُاوْ ُل ّللا‬
َ َ‫ ق‬:‫ع َْن َس ْه ِل ْب ِن َس ْع ٍد قَاا َل‬
ِ َّ‫ال أَ ْها ِل الن‬
َ
َ
ْ
َّ
َّ
َ
ْ
ْ
ْ
]‫ [رواه البخاري وأحمد‬.»‫ار َوإِن َما األع َما ُل بِخ َواتِ ْي ِمهَا‬
ِ ‫َويَ ْع َم ُل َع َم َل أَ ْه ِل اْل َ نَّ ِة َوإِنَّهُ ِمن أه ِل الن‬
Artinya: “Diriwayatkan dari Sahl Ibn Sa’d, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya
seseorang beramal dengan amalan ahli neraka padahal ia termasuk ahli surga, dan beramal
dengan amalan ahli surga padahal ia termasuk ahli neraka. Dan hanya saja semua amal itu
dinilai dengan penutupnya.” [HR. al-Bukhari dan Ahmad]
Wallahu a‘lam. *mzr)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
E-mail: [email protected] dan [email protected]
http://www.fatwatarjih.com
Download